Disusun oleh :
Tingkat : III-B
Puji dan syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT,karena berkat Rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Medical Bedah II yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Fraktur”. Dalam penyusunan makalah ini, kami tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak.
Kami menyadari, makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kami mengarapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi sempurnanya makalah
ini.semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi pembaca.
KATA PENGANTAR……………..……………..……………..……………..……………..
DAFTAR ISI……………..……………..……………..……………..……………..………..
BAB I PENDAHULUAN……………..……………..……………..……………....………..
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………..……………..……………..……………..…..
A. PENGERTIAN FRAKTUR……………..……………..……………..……………...
B. ETIOLOGI FRAKTUR……………..……………..……………..……………..…...
C. KLASIFIKASI FRAKTUR……………..……………..……………..……………...
D. PATOFISIOLOGI FRAKTUR……………..……………..……………..…………..
E. MANIFESTASI KLINIS FRAKTUR……………..……………..……………..…..
F. PENATALAKSANAAN FRAKTUR……………..……………..……………..…..
G. KOMPLIKASI FRAKTUR……………..……………..……………..……………..
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN……………..……………..……………..……………..……………..
B. SARAN……………..……………..……………..……………..……………..……..
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari fraktur
2. Untuk mengetahui jenis fraktur
3. Untuk mengetahui penyebab dari fraktur
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari fraktur
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari fraktur
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari fraktur
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari fraktur
8. Untuk mengetahui komplikasi dari fraktur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Fraktur
Banyak sekali batasan yang dikemukakan oleh para ahli tentang fraktur. Fraktur
menurut Smeltzer (2002) adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Demikian pula menurut Sjamsuhidayat (2005), fraktur atau patah
tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Sementara Doenges (2000) memberikan batasan,
fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 1995). Sedangkan fraktur menurut
Reeves (2001), adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Fraktur adalah kondisi tulang yang patah atau terputus sambungannya akibat
tekanan berat. Tulang merupakan bagian tubuh yang keras, namun jika diberi gaya tekan
yang lebih besar daripada yang dapat diabsorpsi, maka bisa terjadi fraktur. Gaya tekan
berlebihan yang dimaksud antara lain seperti pukulan keras, gerakan memuntir atau
meremuk yang terjadi mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. (Brunner dan
Suddarth, 2002).
Fraktur tidak hanya mempengaruhi bagian tulang yang patah, namun juga
jaringan di sekitarnya. Fraktur dapat membuat jaringan lunak membengkak (edema),
perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, otot robek (rupture tendo), serta kerusakan
saraf dan pembuluh darah. (Brunner dan Suddarth, 2002; Wong, 2004).
B. Etiologi Fraktur
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak, dan bahkan konstraksi otot ekstrem. Umumnya fraktur disebabkan oleh
adanya trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung
terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi dibawah umur 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami
fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis
yang terkait dengan perubahan hormon pada menopause.
C. Klasifikasi Fraktur
1. Berdasarkan garis fraktur
a. Fraktur Komplit. Apabila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui dua konteks tulang.
b. Fraktur Inkomplit. Apabila gatis patah tidak melalui penampang tulang.
2. Berdasarkan bentuk fraktur dan kaitannya dengan mekanisme trauma.
a. Fraktur transfersal. Fraktur dengan garis patah tegak lurus terhadap sumbu panjang
tulang.
b. Fraktur oblique. Fraktur dengan garis patah membentuk sudut terhadap tulang.
Fraktur ini tidak stabil.
c. Fraktur serial. Fraktur ini terjadi akibat torsi pada ekstremitas. Kondisi ini dapat
menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan
imobilisasi luar
d. Fraktur kompresi. Fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumpuk pada tulang
ketiga yang berada diantaranya, misalnya satu vertebra dengan vertebra lain.
e. Fraktur anulas. Fraktur yang memisahkan fragmen tulang pada tempat insisi
tendon atau ligament, contohnya fraktur patella.
3. Berdasarkan jumlah garis fraktur
a. Fraktur komminute. Terjadi banyak garis fraktur atau banyak fragmen kecil yang
terlepas.
b. Fraktur segmental. Apabila garis patah lebih dari satu tetap tidak berhubungan
sehingga satu ujung tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit untuk sembuh.
c. Fraktur multiple. Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang berlainan tempat.
4. Berdasarkan kaitan antara fragmen dengan lingkungan luar tubuh
a. Fraktur terbuka. Apabila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur
dengan udara luar atau permukaan kulit. Fragmen terbuka dibagi menjadi tiga tingkat
yaitu :
1) Pecah tulang menusuk kulit, kerusakan jaringan sedikit terkontaminasi
ringan, luka kurang dari 1cm.
2) Kerusakan jaringan sedang, potensial infeksi lebih besar dari 1cm.
3) Luka Besar sama dengan 8cm, kehancuran otot, kerusakan neuromaskular,
kontaminasi besar.
b. Frakur tertutup. Terjadi pada tulang yang abnormal atau sakit. Penyebab terbanyak
adalah osteoporosis dan osteomalacia.
D. Patofisiologi
Daya
↓↓
Resiko fraktur
Tulang emboli paru
emboli lemak
Fraktur
Infeksi Reduksi
debdridemen
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksaan Kedaruratan
a) Bebat fraktur, termasuk sendi yang berada di dekat fraktur, untuk mencegah
gerakan fragmen fraktur
b) Imobilisai tulang panjang ekstermitas bawah dapat dilakuakan dengan
mengikat kedua tungakai bersama-sama: ekstermitas yang tidak terganggu
berperan sebagai bebat untuk ekstermitas yang cedera
c) Pada ekstermitas atas, lengan dapat dibebat ke dada, atau lengan bawah yang
cedera dapat digendong dengan mitela.
d) Tutupi luka fraktur terbuka dengan balutan steril untuk mencegah kontaminasi
jaringan yang lebih dalam
2. Reduksi Fraktur
a) Fraktur direduksi dengan menggunkan etode tertutup (manipulasi dan traksi
manual miasal; bebat atau gips) atau metode terbuka (penempatan alat fikasai
secara bedah, misal; pin,logam,kawat,sekrup,pelat,paku atau batang) untuk
mengembalikan fragmen fraktur kembali sejajar secara anatomis dan untuk
rotasi.
b) Setelah fraktur direduksi, imobilasasi bertujuan menahan tulang tetap pada
posisi yang teapt dan sejajar sampai penyatuan kembali,
c) Mengontrol pembengakakn dengan cara meninggikan ektermitas yang cedera.
Gelisah, cemas, ketidaknyamanan dikontrol dengan upaya penengana, ubah
posisi, dan strategi pereda nyeri. Latihan isomatrik dan pembentukan otot-otot
dianjurkan untuk meminimalkan atrofi dan untuk meningkatkan sirkulasi.
3. Retensi
Imobilisai fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan mencegah
pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat atau traksi
dimaksukana untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang mengalami fraktur.
4. Rehabilitasi
Mengembalikan aktivitas fungsioanl seoptimal mungkin.
G. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma ditandai dengan menghilangnya denyut
nadi, menurunnya CRT, sianosis bagian distal, dan hematoma melebar. Tanda lain
adalah rasa dingin pada ekstrimitas akibat tindakan darurat splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement syndrome merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.
Kondisi ini biasanya disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot,
saraf, dan pembuluh darah. Penyebab lain mungkin berasal dari tekanan luar,
seperti gips atau pembebatan yang terlalu kuat.
c. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu. Kondisi ini dapat menyebabkan nekrosis tulang yang diawali dengan
munculnya Volkman’s Ischemia.
d. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler. Kondisi yang umum terjadi pada kasus fraktur ini bisa
menyebabkan turunnya oksigenasi,
e. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang Panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan sumsum tulang kuning masuk ke aliran darah dan menurunkan tingkat
oksigen dalam darah. Kondisi ini ditandai dengan gangguan pernapasan,
takikardia, hipertensi, takipnea, dan demam.
f. Infeksi
Trauma pada jaringan dapat menurunkan fungsi sistem pertahanan tubuh.
Pada trauma ortopedik, infeksi dimulai pada kulit dan masuk ke dalam tubuh.
Kondisi ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, akan tetapi bisa juga
karena penggunaan bahan asing dalam pembedahan seperti pin dan plat.
2. Komplikasi Lanjutan
a. Delayed Union
Delayed union merupakan kondisi ketika fraktur gagal menyatu sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Umumnya disebabkan oleh
penurunan suplai darah ke tulang.
b. Non Union
Non union merupakan kondisi ketika fraktur gagal menyatu dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah enam bulan. Kondisi ini ditandai
dengan pergerakan berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Sama halnya dengan delayed union, kondisi non union juga
disebabkan karena berkurangnya suplai darah ke tulang.
c. Mal Union
Mal union merupakan kondisi penyembuhan tulang yang terlihat dari
meningkatnya kekuatan tulang dan perubahan bentuk (deformitas). Kondisi ini dicapai
melalui pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian : 20 September 2017
Jam pengkajian : 16:50 WIB
Diagnosa medis : Fraktur Femur Dextra
A. Biodata
1. Identitas pasien
Nama : Tn. D
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Pendidikan : SMA
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Patebon, Kendal
Pekerjaan :-
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama: Sulit bergerak karena fraktur
2. Riwayat penyakit sekarang
Saat dilakukan pengkajian, pasien mengatakan dirinya jatuh pada tanggal 18
Agustus 2017 karena dirinya terserempet mobil dan kaki pasien tertimpa motor. Setelah
itu pasien dilarikan ke rumah sakit (UGD) dan langsung digips dan setelah dilakukan
rontgen, dokter mengatakan pasien menderita fraktur kominutif pada 1/3 distal os.
Femur dextra. Pasien mengatakan dirinya dilakukan operasi pemasangan pen pada area
frakturnya tanggal 19 Agustus 2017, dan jenis operasinya tertutup (close-surgery). Di
rumah sakit, pasien mendapat perawatan luka post-op. Pasien rawat inap selama tiga
hari dan pulang tanggal 22 Agustus, pasien mengatakan setelah pulang dari rawat inap
di rumah sakit tanggal 30 Agustus 2017, pasien sangat sulit bergerak, pasien hanya bisa
tiduran dan duduk karena balutan luka jahitan bekas operasi pada femur kanannya
belum dibuka. Pada tanggal 6 September 2017 setelah balutan luka jahitannya dibuka,
pasien lebih bisa bergerak namun tetap sulit, karena kakinya belum bisa menapak dan
harus menggunakan alat bantu krug. Pasien mengatakan dia hanya bergerak
menggunakan krug di saat mendesak saja, seperti BAB dan mandi. Pasien juga
mengeluh nyeri saat kakinya ditekuk atau diregangkan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan, pasien juga tidak pernah
menderita penyakit hepatitis, TBC, dan lain-lain. Pasien tidak pernah dirawat di rumah
sakit sebelumnya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit genetic, menular atau alergi.
Genogram
Keterangan :
b. Keadaan sakit saat ini tidak mempengaruhi pola makan dan minum pasien
c. Pasien menyukai makanan yang agak asin dan pedas, tidak ada pantangan makanan
dan tidak memiliki alergi.
d. Pasien tidak mengkonsumsi vitamin atau obat penambah nafsu makan, tidak
merasakan mual dan muntah maupun anoreksia, dan tidak ada penurunan berat badan
yang berarti.
e. Pola minum pasien seperti biasa, pasien minum ±10 gelas per hari (air, susu, teh)
f. Pasien tidak terpasang infus
3. Pola Eliminasi
a. Eliminasi Alvi
Pasien BAB sekali dalam sehari biasanya pada saat pagi, konsistensi lunak berbentuk
dengan bau khas dan warna kuning kecoklatan, pasien agak susah dalam BAB
karena kesulitan menekuk kakinya saat BAB.
b. Eliminasi Urin
Dalam memenuhi kebutuhan BAK nya, pasien akan BAK jika sudah terasa sangat
mendesak dikarenakan pergerakannya yang terbatas dan susah, namun warna, bau
dan jumlahnya normal (warna kuning pucat, bau khas amoniak, jumlah ±1000-2000
cc/hari). Pasien tidak mengalami nyeri saat BAK maupun kesulitan posisi saat BAK.
Pasien berjalan
Tingkat E
ketergantungan
Keterangan Penilaian :
A : Mandiri untuk 6 fungsi E : Mandiri untuk 2 fungsi
B : Mandiri untuk 5 fungsi F : Mandiri untuk 1 fungsi
C : Mandiri untuk 4 fungsi G : Tergantung untuk 6 fungsi
D : Mandiri untuk 3 fungsi
a. Klien mengatakan sulit bergerak karena keadaan kakinya yang fraktur
b. Klien mengatakan tidak bisa beraktivitas normal seperti biasanya karena fraktur
tersebut
c. Klien mengatakan kesulitan berpindah dari berdiri ke duduk
d. Klien tampak kesulitan saat bergerak atau berpindah
e. Klien tampak lambat saat bergerak
f. Klien tampak kesulitan membolak-balik posisi
Saat dikaji, klien mengatakan setelah pulang dari rumah sakit, klien tidak memiliki
masalah berarti saat tidur. Klien tidak mengalami perubahan pola tidur. Namun saat
dirawat di rumah sakit, klien mengatakan sering terganggu tidurnya karena nyeri post-op
yang dirasakan. Saat dikaji, klien tiap harinya tidur selama 6-7 jam, klien tidak terbiasa
tidur siang. Klien tidak mengalami gangguan tidur dan klien merasa nyaman saat
bangun.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Penampilan/keadaan umum : Tampak lemah / compos mentis
2. Tanda-Tanda Vital :
a. Tekanan Darah : 130/100 mmHg
b. Nadi : 90 x/menit (teratur dan kuat)
c. Pernapasan : 18 x/menit (teratur dan kuat)
d. Suhu : 38 ⁰C
6. Genital : Bersih, tidak ada luka, tidak ada tanda infeksi, tidak
terpasang kateter dan tidak ada hemoroid
7. Ekstremitas
a. Inspeksi Kuku : Warna merah muda pucat, bersih, utuh
b. Capillary Refill : Cepat (< 2 detik)
c. Kemampuan berfungsi : (mobilitas dan keamanan) untuk semua ekstremitas
Kanan (Tangan) Kiri (Tangan)
5 5
1) Pada tangan kanan dan kiri, kekuatan otot klien berada pada skala 5, gerakan
normal penuh, menentang gravitasi, dengan penahanan penuh, dibuktikan dengan
klien mampu menggenggam dengan erat dan mengangkat kedua tangannya
keatas.
2) Kekuatan otot pada kaki kanan pasien berada pada skala 2, gerakan otot penuh
menentang gravitasi dengan sokongan, terbukti dengan klien tidak mampu
menggerakkan kaki kanannya secara mandiri dan harus disokong dengan alat
bantu jalan (krug). Klien mengatakan belum bisa menapakkan telapak kaki
kanannya
E. Data Penunjang
1. Hasil Pemeriksaan Penunjang (Hasil rontgen)
Hasil rontgen di daerah femur dextra ap-lat menunjukkan tampak fraktur kominutif pada
1/3 distal os. Femur dextra dengan aposisi dan aligment kurang baik, tak tampak lusensi
soft tisue, tampak soft tisue swelling
2. Diit yang diperoleh : TKTP, tiga kali sehari satu porsi
ANALISA DATA
A. Pengelompokan Data
1. Data Subyektif
a. Pasien mengatakan dirinya dilakukan operasi pemasangan pen pada area frakturnya
b. Klien mengatakan sulit bergerak karena keadaan kakinya yang fraktur
c. Klien mengatakan tidak bisa beraktivitas normal seperti biasanya karena fraktur
tersebut
d. Klien mengatakan belum bisa menapakkan telapak kaki kanannya
e. Klien mengatakan kesulitan berpindah dari berdiri ke duduk
f. Klien mengatakan takut jatuh karena jalannya yang tidak seimbang
2. Data Obyektif
a. pasien menderita fraktur kominutif pada 1/3 distal os. Femur dextra
b. Klien tampak kesulitan saat bergerak atau berpindah
c. Klien tampak lambat saat bergerak
d. Klien tampak kesulitan membolak-balik posisi
e. Klien tampak tidak nyaman dengan keadaannya
f. Klien tidak seimbang saat berjalan dan tampak kesulitan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
dibuktikan dengan klien kesulitan bergerak (00085)
Diagnosa 2 : Resiko jatuh berhubungan dengan penggunaan alat bantu (krug) (00155)
PERENCANAAN KEPERAWATAN
A. Prioritas Diagnosa
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No.
Dx. Tgl./Jam Tindakan Respon Pasien Paraf
Kep.
S: Pasien mengatakan
27-09-17
Mengkaji kemampuan otot kaki kanannya
1 16.00
pasien dalam mobilisasi belum kuat untuk Mei
WIB
menopang berat
badan, berjalan masih
kesulitan, masih
kesulitan berpindah
dari duduk ke berdiri
maupun sebaliknya
O: Pasien tampak
masih kesulitan dalam
bergerak dan berjalan,
pasien membutuhkan
tenaga lebih untuk
menggerakkan kaki
kanannya
S: Pasien mengatakan
sering hampir jatuh
saat dirinya latihan Mei
berjalan, dan pasien
Mengidentifikasi menggunakan dinding
27-09-17 perilaku dan faktor sebagai pegangannya
2 16.10 yang mempengaruhi selain dari alat bantu
WIB risiko jatuh jalannya
O: Saat latihan, pasien
tampak tidak
seimbang saat berdiri
dan berpotensi untuk
jatuh
S: Pasien mengatakan
Mengidentifikasi
sering hampir jatuh
27-09-17 karakteristik
saat dirinya berjalan Mei
2 16.20 lingkungan yang dapat
menggunakan alat
WIB meningkatkan potensi
bantu karena lantai
untuk jatuh
rumah yang agak
licin, terkhusus di
kamar mandi
O: Lantai rumah
pasien tampak licin
dan berpotensi untuk
meningkatkan resiko
jatuh pasien
S: Pasien mengatakan
paham dan
mengetahui setelah Meli
28-09-17 diajarkan materi
Mengajarkan pasien
1 16.30 tersebut
tentang teknik ambulasi
WIB O: Pasien dapat
mendemonstrasikan
apa yang telah
diajarkan
S: Pasien mangatakan
paham dan tahu
Mengajarkan pasien
28-09-17 terhadap apa yang Meli
bagaimana merubah
1 16.45 disampaikan
posisi dan berikan
WIB O: Pasien dapat
bantuan jika diperlukan
mengikuti apa yang
diajarkan
S: Pasien mengatakan
dirinya dirumah sudah
Membantu klien untuk mencoba Meli
28-09-17
menggunakan tongkat menggunakan tongkat
1 17.00
saat berjalan dan cegah pembantu (krug)
WIB
terhadap cedera untuk berjalan
O: Pasien dapat
menggunakan alat
bantu jalan, tetapi
belum mengetahui
cara menggunakannya
dengan benar
S: Pasien mengatakan
akan mengikuti apa
yang telah disarankan Ulfa
29-09-17 Menyarankan
O: Gaya berjalan
2 16.30 perubahan dalam gaya
pasien masih tampak
WIB berjalan pasien
sama seperti
sebelumnya, belum
ada perubahan
S: Pasien mengatakan
sudah bisa berjalan
menggunakan alat Ulfa
bantu dengan mudah
Membantu klien untuk dan tidak sesulit
29-09-17 menggunakan tongkat kemarin
1
16.35 saat berjalan dan cegah O: Pasien tampak
terhadap cedera berjalan menggunakan
alat bantu dengan
langkah yang sudah
tidak tertatih-tatih,
namun belum efektif
Mendidik anggota S: Anggota keluarga
keluarga tentang faktor mengetahui dan
29-09-17 risiko yang paham terhadap apa Ulfa
2 16.45 berkontribusi terhadap yang disampaikan
WIB jatuh dan bagaimana O: Ekspresi muka
mereka dapat anggota keluarga
menurunkan resiko pasien tampak paham
tersebut dan tidak
menunjukkan
kebingungan
EVALUASI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan & Catatan Paraf
Tgl./Jam
Keperawatan Kriteria Hasil Perkembangan
Setelah S: Pasien mengatakan
dilakukan masih kesulitan untuk
tindakan bergerak dan berjalan, Mei
keperawatan masih sulit berpindah
selama 3 x 1 posisi
pertemuan O: Pasien tampak masih
jam, kesulitan untuk
Hambatan diharapkan bergerak, menggunakan
mobilitas fisik hambatan tenaga lebih untuk
berhubungan mobilitas fisik menggerakkan kaki
dengan klien dapat 27-09-17 kanannya
gangguan teratasi, 16.30 A: Masalah hambatan
muskuloskelet dengan kriteria WIB mobilitas fisik belum
al ditandai hasil : teratasi
dengan klien a. Klien P: Lanjutkan intervensi:
kesulitan mampu a. Ajarkan pasien
bergerak meningkat tentang teknik
dalam ambulasi
aktivitas b. Ajarkan pasien
fisik bagaimana
b. Klien merubah posisi
mampu dan berikan
berjalan bantuan jika
dengan diperlukan
langkah c. Bantu klien
yang untuk
efektif menggunakan
dengan alat tongkat saat
bantu berjalan dan
c. Klien cegah terhadap
mampu cedera
bergerak S: Pasien mengatakan
dengan sudah mulai paham
mudah teknik ambulasi yang Meli
diajarkan dan mulai
bisa berpindah posisi
dengan mudah, namun
masih kesulitan untuk
berjalan
O: Pasien tampak lebih
kooperatif dengan apa
yang diajarkan, yaitu
28-09-17
teknik ambulasi dan
17.15
merubah posisi. Pasien
WIB
juga sudah mulai bisa
berjalan menggunakan
alat bantu dengan
benar, namun jalannya
masih tertatih-tatih.
A: Masalah hambatan
mobilitas fisik belum
teratasi
P: Lanjutkan intervensi:
Bantu klien untuk
menggunakan tongkat
saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
S: Pasien mengatakan
sudah latihan berjalan
keliling ruangan Ulfa
didalam rumah dan
berjalannya sudah tidak
sesulit kemarin
O: Pasien tampak
berjalan dan bergerak
dengan lebih mudah,
sudah tidak terlalu
menggunakan
29-09-17 tenaganya untuk
17.00 menggerakkan kaki
WIB kanannya, namun
belum bisa berjalan
dengan langkah yang
efektif
A: Masalah hambatan
mobilitas fisik sebagian
teratasi
P: Lanjutkan intervensi:
Bantu klien untuk
menggunakan tongkat
saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
Resiko jatuh Setelah S: Pasien mengatakan
27-09-17
berhubungan dilakukan sering hampir jatuh saat
16.30
dengan tindakan latihan karena lantai Mei
WIB
penggunaan keperawatan rumahnya yang licin,
alat bantu selama 3 x 1 terkhusus lantai kamar
(krug) pertemuan, mandi
diharapkan O: Pasien tampak tidak
klien tidak seimbang saat berjalan
beresiko jatuh, dan berpotensi untuk
dengan kriteria jatuh jika tidak
hasil : menggunakan alat
c. Perilaku bantu saat berjalan
penecgaha A: Masalah resiko jatuh
n jatuh: belum teratasi
tindakan P: Lanjutkan intervensi:
individu a. Sarankan
atau perubahan
pemberi dalam gaya
asuhan berjalan pasien
untuk b. Didik anggota
meminimal keluarga tentang
kan faktor faktor risiko
resiko yang yang
dapat berkontribusi
memicu terhadap jatuh
jatuh di dan bagaimana
lingkungan mereka dapat
individu menurunkan
d. Tidak ada resiko tersebut
kejadian S: Pasien mengatakan
jatuh selama sakit ini belum
28-09-17
pernah terjatuh tapi Meli
17.15
sering mengalami
WIB
resiko jatuh (hampir
jatuh), pasien sudah
lebih berhati-hati dalam
latihan berjalan dan saat
di kamar mandi
O: Pasien masih belum
seimbang gaya
berjalannya, dan
tampak akan jatuh,
namun pasien sudah
lebih berhati-hati dalam
latihan berjalan
A: Masalah resiko jatuh
sebagian teratasi
P: Lanjutkan intervensi:
a. Sarankan
perubahan
dalam gaya
berjalan pasien
b. Didik anggota
keluarga tentang
faktor risiko
yang
berkontribusi
terhadap jatuh
dan bagaimana
mereka dapat
menurunkan
resiko tersebut
S: Pasien mengatakan
29-09-17
sudah mengetahui dan
17.00
paham perilaku/faktor Ulfa
WIB
dan kondisi lingkungan
yang dapat
meningkatkan potensi
untuk jatuh, sudah tidak
pernah merasa hampir
jatuh, dan keluarga
pasien sudah kooperatif
untuk meminimalisir
faktor resiko jatuh
pasien
O: Pasien dan keluarga
pasien sudah tampak
kooperatif, dan gaya
berjalan pasien sudah
seimbang, pasien sudah
sepenuhnya berhati-hati
dalam berjalan demi
keselamatannya
A: Masalah resiko jatuh
teratasi
P: Hentikan intervensi
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur adalah kondisi tulang yang patah atau terputus sambungannya akibat
tekanan berat. Tulang merupakan bagian tubuh yang keras, namun jika diberi gaya tekan
yang lebih besar dari pada yang dapat diabsorpsi, maka bisa terjadi fraktur. Gaya tekan
berlebih yang dimaksud antara lain seperti pukulan keras, gerakan memuntir atau
meremuk yang terjadibmendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Penyebab dari
fraktur yaitu trauma, patologis ; metastase dari tulang, degenerasi, spontan, kisalnya
akibat tarikan otot yang sangat kuat.
B. Saran