Anda di halaman 1dari 50

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Instalasi gawat darurat merupakan gerbang utama penanganan kasus

gawat darurat di rumah sakit yang memegang peranan yang sangat penting

dalam kelangsungan hidup pasien. Pelayanan gawat darurat memerlukan

pertolongan dan penanganan segera yaitu cepat, tepat dan cermat untuk

menentukan prioritas kegawatdaruratan pasien untuk mencegah kecacatan dan

kematian (Sutawija, 2009).

Konteks pelayanan kegawat daruratan, aspek asuhan keperawatan pada

tahap pelaksanaan merupakan hal yang sangat penting diperhatikan,karena

dalam tahap pelaksanaan/implementasi ini harus mengacu kepadadoktrin

dasar pelayanan gawat darurat yaitutime saving is life saving(waktuadalah

nyawa), dengan ukuran keberhasilan adalahresponse time(waktutanggap)

selama 5 menit dan waktu definitif ≤ 2 jam (Basoeki dkk, 2008).

Respon Time adalah suatu tindakanyang dilakukan dengan cepat dan

tepatuntuk menangani pasien dalam kondisigawat darurat untuk

mempertahankankelangsungan hidup dan mencegahkeadaan yang lebih parah

dari penderita.Waktu maksimal standar pelayanan yangdikenal dengan istilah

waktu tanggapRespon Time yaitu maksimal lima menit.Dalam Respon Time

ada tiga faktor pentingyaitu keyakinan, kecepatan dan pelayanan (Umah dan

Rizikiyah 2015, p. 108).

Salah satu tujuan dalam pelayanan di rumah sakit adalah

kepuasanpelanggan, baik itu pasien maupun keluarga. Tomsal Siboro

1
2

(2014)mengatakankepuasanpelanggan/pasienditentukan olehkeseluruhan

pelayanan yaitu pelayanan administrasi atau pendaftaran pasien,

dokter,perawat, makanan, obat-obatan, sarana dan peralatan, fasilitas

danlingkungan fisik rumah sakit serta pelayanan administrasi. Siboro(2014)

juga mengutip pernyataan Sriyono (2008) yang menjelaskan bahwabanyak

faktor yang berhubungan terhadap kepuasan pasien, diantaranyakarena hasil

yang terlihat merupakan resultan dari berbagai faktor yangberhubungan. Salah

satu faktor yang dapat menyebabkan ketidakpuasanpasien adalah pelayanan

yang diberikan oleh para perawat di Unit GawatDarurat (UGD).

Kepuasan dibentuk dari sebuah hasil dan sebuah referensi

perbandingan,yaitu membandingkan hasil yangditerima dengan suatu standart

tertentu.Perbandingan tersebut membentuk tigakemungkinan yaitu pertama

adalah bilajasa yang dirasakan melebihi pengharapan(quality surprise), yang

kedua bila kualitaspelayanan memenuhi pengharapan, danyang terakhir jika

jasa yang diterima lebihburuk dari pelayanan yang diharapkan.Jika pasien

merasa puas atau bahkansurprise dengan jasa yang diterimanya,ia akan

memperlihatkan kecenderunganyang besar untuk menggunakan kembalijasa

yang ditawarkan oleh Rumah Sakitdimasa yang akan datang

(Zeitami,Parasuraman dan Berry, 2003).

Menurut Morrison & Philip Burnard (2009, p.32) pasien yang merasa

puas dengan pelayanan profesional lebih cenderung untuk menggunakan

pelayanan tersebut untuk masa yang akan datang. Sebaliknya, konsumen yang

kecewa tidak hanya meninggalkan perusahaan, tetapi juga menceritakan

keburukan pelayanan yang diterima pada orang lain. Menurut penelitian,


3

mereka yang kecewa akan bercerita paling sedikit kepada 15 orang lainnya.

Hal ini akan membuat citra buruk melekat dalam jasa pelayanan rumah sakit

(Lupiyoadi & Hamdani, 2006: Andriani & Putra 2014, p.1).

Pasien akan merasa nyaman dan puas apabila ada persamaan antara

harapan dan kenyataan pelayanan kesehatan yang diperoleh. Kepuasaan dan

kenyamanan pengguna pelayanan kesehatan mempunyai kaitan yang erat

dengan hasil pelayanan kesehatan rumah sakit baik secara medis maupun non

medis(Kotler P, 2002: Jaya S 2013, p.23).

Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap

pelayanan kesehatan.Menurut Tjiptono (1997) factor yang sering digunakan

dalam mengevaluasi kepuasan pasien ditentukan oleh beberapa faktor antara

lain, yaitu :Kinerja (performance), Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan

(features, Keandalan (reliability), Kesesuaian dengan spesifikasi

(conformance to spesification), Daya tahan (durability), Service ability,

Estetika, Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality)

Salah satu faktor pelayanan medis yang mempengaruhi kepuasan pasien

maupun keluarga adalah respon time di Instalasi Gawat Darurat. Penelitian

yang dilakukan oleh Umah & Rizikiyah (2015) dengan judul Hubungan

respons time dengan kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit

Muhammadiyah Gresik tahun 2015, penelitian ini menyimpulkan bahwa

kepuasan pasien dapat dipengaruhi kecepatan penanganan petugas (respons

time)di Instalasi Gawat Darurat dengan nilai p = 0,000, dimana semakin cepat

waktu respon time maka akan semakin tinggi tingkat kepuasan pasien di

instalasi serta dan penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2015) dengan judul
4

hubungan response time perawat dalam memberikan pelayanan dengan

kepuasan pelanggan di IGD RS. Panti Waluyo Surakarta didapatkan hasil

bahwa ada hubungan antara response time dengan kepuasan pelanggan di IGD

dengan nilai p = 0,042.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Kaban, dkk (2014) dengan judul

Kepuasan Pasien Di Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou

Manado Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan

dari variabel kehandalan(nilai p = 0.001), daya tanggap ( nilai p = 0,015),

perhatian (nilai p = 0,001). Pada penelitan ini juga menunjukan tidak ada

hubungan antara variabel bukti fisik (nilai p = 0.065), dan jaminan (nilai p =

0,682) dengan kepuasan pasien. Analisis multivariat didapatkan bahwa

kehandalan (reliability) dimana variabel ini yang dominan terhadap kepuasan

pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado (OR =

5.536, 95% CI : 1,940 – 15,793) dan penelitian yang dilakukan oleh Utami

(2013) dengan judul Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien

(Studi Kasus Pasien Rawat Jalan di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit

Bhayangkara Pusat Pendidikan Brigade Mobile Watukosek) didapatkan hasil

bahwa secara bersama-sama ada hubungan antara Tangibles (X1), Reliability

(X2), Responsiveness (X3), Assurance (X4) dan Empaty (X5) secara

simultan/bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pasien.

Sedangkan secara parsial, variabel Tangibles (X1), Reliability (X2) dan

Empaty (X5) terbukti berpengaruh signifikan terhadap kepuasan (Y) dengan

nilai p = 0,000
5

Rumah Sakit Umum Daerah Lubuk Basung merupakan satu-satunya

rumah sakit umum yang ada di Kabupaten Agam, sehingga tak heran jika

setiap harinya kunjungan di RSUD Lubuk Basung cenderung tinggi dan harus

melayani banyak pasien, dengan kata lain beban kerja yang diemban petugas di

RSUD Lubuk Basung cukup tinggi. Kondisi ini menuntut petugas harus

bekerja ekstra dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan terkadang

dalam memberikan pelayanan petugas cenderung tidak melaksanakan seluruh

SOP yang ada yang berimbas kepada muncul komplain dan ketidakpuasan

pasien.

Selain memberikan layanan kesehatan dan salah satu sarana

peningkatan kualitas kesehatan di Kabupaten Agam, RSUD Lubuk Basung

juga merupakan salah satu sumber pendapatan Pemerintah Daerah Kab.Agam

dari segi layanan kesehatan, karena salah satu sumber penerimaan dari

Kabupaten Agam adalah pemberian jasa pelayanan kesehatan. Pendapatan

Pemerintah Daerah dari sector Jasa Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Agam

masih tergolong kecil. Berdasarkan data yang ada kecenderungan masyarakat

yang ada di Kabupaten Agam lebih memilih jasa pelayanan kesehatan di

daerah lain seperti di Kota Bukittinggi. Kondisi ini mampu memberikan

gambaran bahwa tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan di

RSUD Lubuk Basung masih rendah (Kamarni 2011, p.85).

Kecepatan dan ketepatan pelayanan menjadi StandartPelayanan

Minimal yang harus dicapai oleh petugas khususnya perawat diIGD.

Kecepatan diukur dengan respon time (waktu tanggap) < 5 menit danwaktu

pelayanan ≤ 45 menit. Sementara ketepatan dapat dilihat daripersepsi pasien


6

dalam menilai tindakan yang diambil perawat sesuaidengan kebutuhan pasien.

Data IKP (Indeks Kepuasan Pelanggan) IGD rata-ratabulan Januari –

Desember 2015: 67,5 %.Hasil tersebut merupakan IKP terendah jika

dibandingkan dengan instalasi lain yaitu rawat jalan dengan IKP = 70% dan

rawat inap = 72,50%. Hasil survey juga menunjukkan bahwa IKP di IGD

RSUD Lubuk Basung masih dibawahstandart IKP yang diharapkan yaitu 70 %

(Profil RSUD Lubuk Basung Tahun 2015).

Data pembanding hasil IKP dari RSUD Dr. Acmad Mochtar

Bukittinggi di dapatkan 82,7% dari target IKP 77% (Profil RSUD Dr. Acmad

Mochtar Bukittinggi 2015).

Berdasarkan hasil IKP di atas maka peneliti memilih tempat penelitian

pada RSUD Lubuk Basung yang memiliki nilai IKP terendah dari RSUD

RSUD Dr. Acmad Mochtar Bukittinggi. dan Tingkat kepuasan pasien di

RSUD Lubuk Basung juga dapat dilihat dari tingkat kunjungan dan BOR

(Bade Occupancy Rate). Berikut disajikan kondisi terkini jumlah rawatan

berdasarkan BOR (Bade Occupancy Rate) RSUD Lubuk Basung dari tahun

2010 – 2015.

Tabel 1.1
Data Pasien Rawat Inap BOR (Bade Occupancy Rate)
RSUD Lubuk Basung Tahun 2011 – 2015
No Tahun BOR
1. 2011 36,72%
2. 2012 42,93%
3. 2013 44,98%
4. 2014 43,21%
5. 2015 47,9%
Rata-rata 43,15%
Sumber : Profil RSUD Lubuk Basung Tahun 2015
7

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sejak tahun 2011 sampai

dengan tahun 2013 terlihat bahwa rating BOR RSUD Lubuk Basung Terus

Meningkat dari 36,72% pada tahun 2011 menjadi 42,93% pada tahun 2012

dan terus meningkat menjadi 44,98% pada tahun 2013. Namun, pada tahun

2014 terjadi penurunan rating BOR RSUD Lubuk Basung dari 44,98% tahun

2013 menjadi 43,21% pada tahun 2014 dan pada tahun 2015 terjadi

peningkatan yang cukup signifikan menjadi 47,9%.

Meskipun rating BOR RSUD Lubuk Basung menunjukkan

peningkatan yang lebih baik, namun tingkat rating BOR RSUD Lubuk Basung

tidak pernah mencapai angka lebih dari 50%. Selama 5 tahun terakhir yaitu

sejak tahun 2011 – 2015 rata-rata BOR RSUD Lubuk Basung hanya sebesar

43,15% angka ini masih jauh dari standar BOR menurut Grafik Barber

Jhonson yaitu antara 75% - 85%, sedangkan standar BOR menurut GBJ

Depkes RI (2005) adalah antara 60% - 85% (Nababan 2012, p.18).

Survey awal yang telah peneliti lakukan di IGD RSUD Lubuk Basung

dengan melakukan wawancara terhadap 6 orang keluarga pasien di IGD

didapatkan hasil bahwa,dan 1 orang menyatakan penanganan yang diberikan

telah sesuai dengan harapan,3 orang mengeluhkan bahwa masih ditemukannya

petugas yang tidak berani mengambil tindakan sehingga harus bertanya

kepada rekannya yang lain,1orang mengeluhkan lambatnya waktu tanggap

yang diberikan oleh petugas di instalasi gawat daruratselama ≥selama 10-15

menit, dan 1 orang mengeluhkan waktu pelayanan yang definitif selama

2setengah jam bahkan lebih. Sementara faktor response time (waktu

tanggap)< 5 menit dan waktu pelayanan defnitif ≤ 2 jam (Basoeki dkk, 2008).
8

Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti ingin membahas lebih

lanjut tentang faktor yang berhubungan dengan kepuasan pasien di IGD

RSUD Lubuk Basung dalam sebuah penelitian yang berjudul “Faktor-faktor

yang berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat

RSUD Lubuk Basung Tahun 2017”.

B. Rumusan Masalah

RSUD Lubuk Basung merupakan satu-satunya rumah sakit umum

yang ada di Kabupaten Agam sehingga RSUD Lubuk Basung diharapkan

mampu memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal terhadap pasien

khususnya yang berada di wilayah Kabupaten Agam. Namun berdasarkan

fenomena yang ditemukan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan

khususnya rumah sakit masyarakat di Kabupaten Agam lebih cenderung

memilih pelayanan ke luar daerah, khususnya ke Bukittinggi sehingga

memberikan dampak rendahnya kunjungan dan BOR RSUD Lubuk Basung,

berdasarkan hasil survey IKP RSUD Lubuk Basung keluhan yang sering

dikemukakan oleh pasien tentang pelayanan kesehatan adalah lambatnya

waktu penanganan pasien, salah satunya lambatnya waktu penanganan pasien

oleh petugas di Instalasi Gawat Darurat (Response Time), kurangnya daya

tanggap petugas serta kurangnya kejelasan informasi yang diberikan oleh

petugas kepada pasien.Berdasarkan fenomena tersebut, maka rumusan

masalah pada penelitian ini adalah faktor apa sajakah yang berhubungan

dengan tingkat kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Lubuk

Basung Tahun 2017.


9

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-

faktor yang berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien di Instalasi

Gawat Darurat RSUD Lubuk Basung Tahun 2017.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi response time petugas di Instalasi

Gawat Darurat RSUD Lubuk Basung Tahun 2017

b. Mengetahui distribusi frekuensi kualitas pelayanan dimensi mutu

reliability (keandalan) petugas di Instalasi Gawat Darurat RSUD

Lubuk Basung Tahun 2017

c. Mengetahui distribusi frekuensi kualitas pelayanan dimensi mutu

responsiveness (daya tanggap) petugas di Instalasi Gawat Darurat

RSUD Lubuk Basung Tahun 2017

d. Mengetahui distribusi frekuensi empaty di Instalasi Gawat Darurat

RSUD Lubuk Basung Tahun 2017

e. Mengetahui distribusi frekuensi tingkat kepuasan pasien di Instalasi

Gawat Darurat RSUD Lubuk Basung Tahun 2017

f. Mengetahui hubungan response time dengan tingkat kepuasan pasien

di Instalasi Gawat Darurat RSUD Lubuk Basung Tahun 2017

g. Mengetahui hubungan kualitas pelayanan dimensi mutu reliability

(keandalan) dengan tingkat kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat

RSUD Lubuk Basung Tahun 2017

h. Mengetahui hubungan kualitas pelayanan dimensi mutu

responsiveness (daya tanggap) dengan tingkat kepuasan pasien di

Instalasi Gawat Darurat RSUD Lubuk Basung Tahun 2017


10

i. Mengetahui hubungan empaty dengan tingkat kepuasan pasien di

Instalasi Gawat Darurat RSUD Lubuk Basung Tahun 2017

D. Ruang Lingkup Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross

sectional study yang meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

tingkat kepuasan pasien di IGD RSUD Lubuk Basung, meliputi response time,

reliability dan responsiveness. Pengambilan bahasan dan tempat penelitian

didasari oleh banyaknya keluhan masyarakat tentang waktu tanggap

penanganan pasien di IGD RSUD Lubuk Basung serta berdasarkan hasil

survey IKP (Indeks Kepuasan Pasien) RSUD Lubuk Basung tahun 2016 masih

di bawah target yang ditetapkan yaitu 67,5% dari 70% target yang ditetapkan,

serta masih rendahnya angka BOR RSUD Lubuk Basung yaitu sebesar 47,9%

dari 80% target yang ditetapkan. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh

pasien yang berkunjung dan mendapatkan pelayanan di IGD RSUD Lubuk

Basung.Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik

accidental sampling. Pengumpulan data menggunakan lembar observasi

response time dan kuisioner kualitas pelayanan dimensi mutu kehandalan,

daya tanggap dan tingkat kepuasan pasien. Analisis data meliputi analisis

univariat dan analisis bivariat yang dilakukan secara komputerisasi.


11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Instalasi Gawat Darurat (IGD)

Instalansi Gawat Darurat (IGD) merupakan unit Rumah Sakit yang

memberikan perawatan pertama kepada pasien.Unit ini dipimpin oleh seorang

dokter jaga dengan tenaga dokter ahli dan berpengalaman dalam menangani

PGD (Pelayanan Gawat Darurat), yang kemudian bila dibutuhkan akan

merujuk pasien kepada dokter spesialis tertentu.

Kementrian Kesehatan telah mengeluarkan kebijakan mengenai

Standar Instalansi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit yang tertuang dalam

KEPMENKES RI No. 856/MENKES/SK/IX/2009 untuk mengatur

standarisasi pelayanan gawat darurat di rumah sakit. Guna meningkatkan

kualitas IGD di Indonesia perlu komitmen Pemerintah Daerah untuk

membantu Pemerintah Pusat dengan ikut memberikan sosialisasi kepada

masyarakat bahwa dalam penanganan kegawatdaruratan tidak ditarik uang

muka dan penanganan gawat darurat harus dilakukan 5 (lima) menit setelah

pasien sampai di IGD(Hidayati, 2014).

Ruang instalasi gawat darurat (IGD), selain sebagai area klinis,

instalasi gawat darurat (IGD) juga memerlukan fasilitas yang dapat

menunjang beberapa fungsi-fungsi penting sebagai berikut : kegiatan ajar

mengajar, penelitian/riset, administrasi, dan kenyamanan staff. Adapun area-

area yang ada di dalam kegiatan pelayanan kesehatan bagi pasien di IGD

adalah :
12

a. Area administratif.

b. Reception/Triage/Waiting.

c. Resuscitation area.

d. Area perawat akut (pasien yang tidak menggunakan ambulan).

e. Area konsultasi.

f. Staff work station.

g. Area khusus.

h. Pelayanan penunjang.

i. Tempat peralatan yang bersifat mobile.

j. Ruang alat kebersihan.

k. Area tempat makanan dan minuman.

l. Kantor dan area administrasi.

m. Area diagnostik.

n. Ruang sirkulasi.

Adapun kriteria dari petugas yang berada di ruangan IGD sebagai

berikut di bawah ini:

1. Ada dokter terlatih sebagai kepala instalasi atau unit gawat darurat yang

bertanggung jawab atas pelayanan di instalasi atau unit gawat darurat.

2. Ada perawat sebagai penanggung jawab pelayanan keperawatan gawat

darurat.

3. Semua tenaga dokter dan keperawatan mampu melakukan teknik

pertolongan hidup dasar (basic life support).

4. Ada program penanggulangan korban masal, bencana (disaster plan)

terhadap kejadian di dalam rumah sakit ataupun diluar rumah sakit.


13

5. Semua staf atau pegawai harus manyadari atau mengetahui kebijakan dan

tujuan dari unit. Pengertian, meliputi kesadaran sopan santun, keleluasaan

pribadi (privasi), waktu tunggu, bahasa, perbedaan rasial atau suku,

kepentingan konsultasi dan bantuan sosial serta bantuan keagamaan.

6. Ada ketentuan tertulis tentang manajemen informasi medis (prosedur)

rekam medik.

7. Semua pasien yang masuk harus melalui triase.

8. Triase harus dilakukan oleh dokter atau perawat senior yang berijazah atau

berpengalaman.

9. Triase sangat penting untuk penilaian kewat daruratan pasien dan

pemberian pertolongan atau terapi sesuai dengan derajat kegawat daruratan

yang dihadapi.

10. Petugas triase juga bertanggung jawab dalam organisasi dan pengawasan

penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu.

11. Rumah sakit yang hanya dapat memberi pelayanan terbatas pada pasien

gawat darurat harus dapat mengatur untuk rujukan kerumah sakit lainnya.

B. Konsep Kepuasan Pasien

1. Pengertian Kepuasan Pasien

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang

muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap

kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya (Nursalam, 2011:

328). Nursalam (2011: 328) menyebutkan kepuasan adalah perasaan

senang seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesenangan

terhadap aktivitas dan suatu produk dengan harapannya. Kepuasan pasien


14

adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari

kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien

membandingkannya dengan apa yang diharapkannya (Pohan, 2006).

Kepuasan pasien berhubungan dengan kualitas pelayanan rumah sakit.

Dengan mengetahui tingkat kepuasan pasien, manajemen rumah sakit

dapat melakukan peningkatan kualitas pelayanan.

Dari beberapa pendapat terkait, jika dihubungkan dengan konsep

keluarga yang anggotanya dirawat dapat disimpulkan bahwa defenisi

tingkat kepuasan adalah tingkat penerimaan dan respon keluarga terhadap

pemberian pelayanan keperawatan yang diberikan. Pasien yang puas

merupakan aset yang sangat berharga, karena apabila pasien puas mereka

akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya. Untuk

menciptakan kepuasan pasien, rumah sakit harus menciptakan dan

mengelola suatu system untuk memperoleh pasien yang lebih banyak.

Persentase pasien yang menyatakan puas terhadap pelayanan berdasarkan

hasil survey dengan instrumen yang baku menurut Indikator Kinerja

Rumah Sakit, Depkes RI ( 2005: 31) yang dikutip oleh Nursalam (2012).

2. Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien menurut

Nursalam (2014: 128), yaitu sebagai berikut:

a. Kualitas produk atau jasa.

Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka

menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas.

b. Harga.
15

Harga, yang termasuk di dalamnya adalah harga produk atau

jasa. Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam

penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun

demikian elemen ini memengaruhi pasien dari segi biaya yang

dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien

mempunyai harapan yang lebih besar.

c. Emosional.

Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain

kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih institusi

pelayanan kesehatan yang sudah mempunyai pandangan, cenderung

memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi.

d. Kinerja

Wujud dari kinerja ini misalnya: kecepatan, kemudahan, dan

kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan

terutama keperawatan pada waktu penyembuhan yang relatif cepat,

kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan

yang diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan

dan kelengkapan peralatan rumah sakit.

e. Estetika.

Estetika merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat

ditangkap oleh pancaindra. Misalnya: keramahan perawat, peralatan

yang lengkap dan sebagainya.

f. Karakteristik produk.
16

Produk ini merupakan kepemilikan yang bersifat fisik antara

lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk meliputi penampilan

bangunan, kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta

kelengkapannya.

g. Pelayanan.

Pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam

pelayanan. Institusi pelayanan kesehatan dianggap baik apabila dalam

memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien.

kepuasan muncul dari kesan pertama masuk pasien terhadap

pelayanan keperawatan yang diberikan. Misalnya: pelayanan yang

cepat, tanggap dan keramahan dalam memberikan pelayanan

keperawatan.

h. Lokasi.

Lokasi, meliputi letak kamar dan lingkungannya. Merupakan

salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih

institusi pelayanan kesehatan. Umumnya semakin dekat lokasi dengan

pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi

dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien.

i. Fasilitas.

Kelengkapan fasilitas turut menentukan penilaian kepuasan

pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat

parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap.

Walaupun hal ini tidak vital menentukan penilaian kepuasan pasien,


17

namun institusi pelayanan kesehatan perlu memberikan perhatian pada

fasilitas dalam penyusunan strategi untuk menarik konsumen.

j. Komunikasi.

Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak

penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-

keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama

perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan pasien.

k. Suasana.

Suasana, meliputi keamanan dan keakraban. Suasana yang

tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat memengaruhi kepuasan

pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi

pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung

akan sangat senang dan memberikan pendapat yang positif sehingga

akan terkesan bagi pengunjung institusi pelayanan kesehatan tersebut.

l. Desain visual.

Desain visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain

jalan yang tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi ikut menentukan suatu

kenyamanan.

Menurut Yazid (2004: 286) yang dikutip oleh Nursalam (2012),

ada enam faktor menyebabkan timbulnya rasa tidak puas pasien terhadap

suatu pelayanan yaitu:

a. Tidak sesuai harapan dan kenyataan.

b. Layanan selama proses menikmati jasa tidak memuaskan.


18

c. Perilaku personel kurang memuaskan.

d. Suasana dan kondisi fisik lingkungan yang tidak menunjang.

e. Cost/biaya terlalu tinggi, karena jarak terlalu jauh, banyak waktu

terbuang dan harga tidak sesuai.

f. Promosi/iklan tidak sesuai dengan kenyataan.

Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada kepuasan konsumen.

Secara garis besar dikategorikan dalam 5 kategori yaitu Producy Quality,

Service Quality, Price Emotional Factor, dan Cost of Aquiring

(Supriyanto dan Ratna, 2007) yang dikutip oleh Nursalam (2014: 129):

a. Product Quality.

Bagaimana konsumen akan merasa puas atas produk barang

yang digunakan. Beberapa dimensi yang membentuk kualitas produk

barang adalah performance, reliabillity, conformance, durability,

feature dan lain-lain.

b. Service Aquality.

Bagaimana konsumen akan puas dengan jasa yang telah

dikonsumsinya. Dimensi service quality yang lebih dikenal dengan

servqual meliputi 5 dimensi yaitu tangible, reliability, assurance,

empathy, responsiveness. Skala nilai dinyatakan dengan skala 1−5.

Skala 1 adalah tidak puas dan skala 5 adalah puas. Nilai rerata skala

adalah nilai skor (skor = jumlah n pengukuran dikatakan skala).

c. Emotional Factor.

Keyakinan dan rasa bangga terhadap produk, jasa yang

digunakan dibandingkan pesaing. Emotional factor diukur dari


19

preceived best score, artinya persepsi kualitas terbaik dibandingkan

pesaingnya.

d. Price.

Harga dari produk, jasa yang di ukur dari value (nilai) manfaat

dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan konsumen. Harga adalah

harga pelayanan medis (medical care) yang harus dibayar konsumen

(Price is that which is given in an exchange to aquire a good or

service).

e. Cost of Aquaring.

Biaya yang di keluarkan untuk mendapatkan produk atau jasa.

Sedangkan Nursalam (2011: 329) mengatakan faktor utama

yang mempengaruhi kepuasan pasien adalah pelayanan keramahan

petugas rumah sakit. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam

memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien

maupun orang lain yang berkunjung di rumah sakit. Kepuasan muncul

dari kesan pertama masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan

yang diberikan. misalnya: pelayanan yang cepat, tanggap dan

keramahan dalam memberikan keperawatan. Menurut Pohan (2006:

145), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien:


20

Hubungan antar manusia : Ramah, menghargai manusia,


saling menghargai & seni memberi layanan
mempercayai, tepat waktu, kesehatan, penuh perhatian,
nyaman, bersih, privasi mau mendengarkan

Kepuasan
Bahasa dan istilah Pasien Memberi informasi yang
dimengerti pasien lengkap dan dimengerti, selalu
memberi kesempatan bertanya.

Perhatian terhadap
masalahpsiko-sosial pasien,
empati

Bagan 2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien


Sumber : Pohan (2006:145)

3. Dimensi Kepuasan

Lima aspek yang dapat meningkatkan kepuasan pasien menurut

Leonard L. Barry dan Parasuraman “Marketing servis competin through

quality” (New York Freepress, 1991: 16) yang dikutip Kotler (2000: 40)

adalah:

a. Tangibles (Kenyataan). Apa yang dilihat langsung oleh pelanggan

untuk menilai kualitas pelayanan. Adanya peralatan yang modern di

rumah sakit, fasilitas umum yang memadai, penampilan perawat,

sarana pelayanan yang menarik (Nursalam, 2012). Tangibles


21

(Kenyataan) yaitu berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan materi

komunikasi yang menarik (Nursalam, 2011).

b. Keandalan (reliability). Kemampuan untuk memberikan jasa sesuai

dengan yang dijanjikan, terpercaya dan akurat serta konsisten

(Nursalam, 2012).

c. Ketanggapan (responsiveness). Membantu dan memberikan pelayanan

dengan tanggap (tidak membedakan unsur SARA), serta mendengar

dan mengatasi keluhan dari konsumen (Nursalam, 2012).

Ketanggapan/cepat tanggap yaitu kemauan dari karyawan dan

pengusaha untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan

cepat serta mendengar dan mengatasi keluhan dari konsumen

(Nursalam, 2011).

d. Jaminan/Keyakinan (assurance). Kemampuan karyawan untuk

menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah

dikemukakan kepada konsumen (Nursalam, 2012).

e. Kepedulian (empati). Kesediaan karyawan dan pengusaha untuk

memberikan perhatian secara pribadi kepada konsumen (Nursalam,

2012).

Secara umum dimensi kepuasan menurut Pohan (2006) dapat

dibedakan atas 2 macam:

a. Kepuasan yang mengacu pada penerapan standar dan kode etik profesi.

Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan

kesehatan yang bermutu apabila penerapan standar dan kode etik

profesi dapat memuaskan. Dengan pendapat ini maka ukuran-ukuran


22

pelayanan kesehatan yang bermutu hanya mengacu pada penerapan

standar serta kode etik profesi yang baik saja. Ukuran-ukuran yang

dimaksud pada dasarnya mencakup:

1) Hubungan tenaga kesehatan/perawat-perawat pasien (Nurse-patien

relationship).

2) Kenyamanan pelayanan (Amenitis).

3) Kebebasan melakukan pilihan (Choise).

4) Pengetahuan dan kompetensi teknis (Scientific knowledge and

tecnical skill).

5) Efektivitas pelayanan (Efectivities).

6) Keamanan tindakan (Safety).

b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan

kesehatan.

Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan

dikaitkan dengan penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan.

Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang

bermutu apabila penerapan semua pelayanan kesehatan dapat

memuaskan pasien.

1) Ketersediaan pelayanan kesehatan (Availabel).

2) Kewajaran pelayanan kesehatan (Appropriate).

3) Kesinambungan pelayanan kesehatan (Continie).

4) Penerimaan pelayanan kesehatan (Accetable).

5) Pelayanan kesehatan (Accepsible).

6) Keterjangkauan pelayanan kesehatan (Affordable).


23

7) Efesiensi pelayanan kesehatan (Efficient).

8) Mutu pelayanan kesehatan (Quality).

c. Kepuasan pasien

Menurut Pohan (2006: 152), kepuasan pasien akan diukur

dengan indikator berikut:

1) Kepuasan terhadap akses layanan kesehatan.

2) Kepuasan terhadap mutu layanan kesehatan.

3) Kepuasan terhadap proses layanan kesehatan, termasuk hubungan

antar manusia.

4) Kepuasan terhadap sistem layanan kesehatan.

d. Metode Mengukur Kepuasan

Beberapa teknik pengukuran ialah teknik rating, pengukuran

kesenjangan, dan indeks kepuasan menurut Nursalam (2014: 339).

1) Teknik Rating (Rating Scale).

Teknik ini menggunakan directly reported satisfaction, simple

rating, semantic difference technique (metode berpasangan).

2) Teknik pengukuran langsung (directly reported satisfaction).

Teknik pengukuran langsung menanyakan pasien atau pasien

tentang kepuasan terhadap atribut. Teknik ini mengukur secara objektif

dan subjektif. Objektif bila stimuli jelas, langsung bisa diamati, dan

dapat diukur. Sebaliknya, subjektif bila rangsangan stimuli sifatnya

intangible dan sulit ditentukan, sehingga lebih dikenal sebagai

pengukuran persepsi. Asumsi dasar teknis ini ialah hasil telaah tentang
24

selisih manfaat dengan pengorbanan atau risiko yang diantisipasi. Hasil

di sini memberikan informasi tenyang mutu layanan.

Instrumen ini (directly reported satisfaction) meminta individu

menilai 1) derajat kesukaan, 2) persetujuan, 3) penilaian, 4) tingkat

kepuasan yang dapat dinyatakan dalam teknik skala. Skala penilaian

bisa ganjil atau genap (rating scale).

Dalam penetapan banyakanya skala genap bisa 1 sampai 4, 6, 8

atau 10. Analisis hasil dengan skala dapat ditentukan atas nilai rerata

dan simpangan bakunya. Dominan bila kurang dari nilai rerata (bila

skala positif, bila skala negatif diambil lebih dari nilai reratanya).

Teknik ini banyak dipakai pada teori kepuasaan yang menggunakan

stimulo value judgement reaction.

Prosedur metode untuk skala directly reported satisfaction

melalui langkah awal pertama, yaitu tentukan skala standar. Skala ini

bisa berdasarkan nilai skala tengah dari pengukuran dan bisa

dietentukan oleh peneliti berdasarkan tujuannya. Langkah kedua adalah

menghitung nilai rerata. Nilai rerata komposit adalah penjumlahan nilai

skala dari individu yang diamati dibagi jumlah individu.

3) Metode berpasangan.

Metode berpasangan menyediakan beberapa objek yang harus

dinilai, kemudian individu tersebut disuruh memilih pasangannya.

Metode berpasangan sering dipakai karena lebih mudah menentukan

pilihan antarkedua objek pada satu waktu yang bersamaan. Misal:

tingkat tanggap (response) perawat tehadap keluhan pasien.


25

Metode untuk mengukur kepuasan pasien menurut Kotler (2003:

38) yang dikutip oleh Nursalam (2012):

1) Sistem keluhan dan saran

Setiap organisasi yang berorientasi pada pasien (costumer-

oriented) perlu menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan

nyaman bagi para pasiennya guna menyampaikan saran, kritik,

pendapat dan keluhan. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran

yang ditempatkan di lokasi-lokasi strategis (yang mudah dijangkau

atau sering dilewati pasien), kartu komentar (yang bisa diisi langsung

maupun yang dikirim via pos kepada pihak rumah sakit), saluran

telepon khusus bebas pulsa, website, dan lain-lain.

2) Survei kepuasan pelanggan/pasien

Survey dapat dilakukan melalui wawancara langsung, telepon

dan pos. Metode ini untuk memperoleh informasi langsung dari pasien

dan sekaligus memberikan perhatian kepada pelanggan/pasien.

3) Pembeli bayangan

Untuk memperoleh gambaran kepuasan pelanggan/pasien

dengan memperkerjakan beberapa orang untuk berperan sebagai

pembeli dan juga dapat mengamati setiap keluhan.

4) Analisis kehilangan pelanggan/pasien

Dengan menghubungi kembali pelanggan/pasien yang telah

berhenti dan memahami kenapa itu terjadi.


26

Pengukuran kepuasan pelanggan/pasien mempunyai tujuan untuk

mendapatkan indeks kepuasan pelanggan/pasien. Pasien akan merasa puas

apabila kinerja layanan kesehatan yang diperoleh sama atau melebihi

harapannya atau sebaliknya, ketidakpuasan atau perasaan kecewa pasien

akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya tidak

sesuai dengan harapannya. Jika belum sesuai dengan harapan pasien, maka

hal tersebut akan menjadi suatu masukan bagi organisasi layanan

kesehatan agar berupaya memenuhinya. Jika kinerja layanan kesehatan

yang diperoleh pasien pada suatu fasilitas layanan kesehatan sesuai dengan

harapannya, pasien pasti akan selalu datang berobat ke fasilitas layanan

kesehatan tersebut.

Pengukuran harapan pasien juga dapat dilakukan dengan membuat

kuesioner yang berisi aspek-aspek layanan kesehatan yang dianggap

penting oleh pasien. Kemudian pasien diminta menilai setiap aspek.

Tingkat kepentingan tersebut di ukur dengan menggunakan skala likert

dengan gradulasi penilaian kepentingan, misalnya, sangat penting, cukup

penting, penting, kurang penting dan tidak penting. Kemudian tingkat

penilaian tersebut diberi pembobotan, sangat penting diberi bobot 5, cukup

penting diberi bobot 4, penting diberi bobot 3, kurang penting diberi bobot

2 dan tidak penting diberi bobot 1. Penilaian pasien terhadap kinerja

layanan kesehatan juga dilakukan dengan menggunakan skala likert

dengan menggunakan gradulasi tingkat penilaian, sangat baik diberi bobot

5, cukup baik diberi bobot 4, baik diberi bobot 3, kurang baik diberi bobot

2 dan tidak baik diberi bobot 1 (Pohan, 2006: 160).


27

Masing-masing aspek yang berpengaruh terhadap kepuasan pasien

akan dianalisis berdasarkan penilaian pasien tentang tingkat kepentingan

aspek tersebut terhadap pasien, serta bagaimana penilaian pasien terhadap

kinerja aspek tersebut yang diperolehnya sewaktu mendapatkan pelayanan

(Pohan, 2006: 161).

e. Manfaat Pengukuran Kepuasan

Menurut Gerson (2006), manfaat utama dari program pengukuran

adalah tersedianya umpan balik yang segera, berarti dan obyektif. Dengan

hasil pengukuran orang bisa melihat bagaimana mereka melakukan

pekerjaannya, membandingkan dengan standar kerja dan memutuskan apa

yang harus dilakukan untuk melakukan perbaikan berdasarkan pengukuran

tersebut. Ada beberapa manfaat dari pengukuran kepuasan antara lain:

pengukuran menyebabkan seseorang memiliki rasa berhasil dan

berprestasi. Kemudian diterjemahkan menjadi pelayanan yang prima

kepada pelanggan. Pengukuran biasa dijadikan dasar menentukan standar

kinerja dan standar prestasi yang dicapai, yang mengarahkan mereka

menuju mutu yang semakin baik dan kepuasan pelanggan yang semakin

meningkat. Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai

tingkat produktivitas yang lebih tinggi.

Manfaat mengetahui kepuasan pasien dapat dengan mudah menilai

mutu pelayanan rumah sakit. Hal ini akan mempengaruhi kualitas

pelayanan keperawatan. Kualitas pelayanan keperawatan sangat

dipengaruhi oleh proses, peran dan fungsi dari manajemen pelayanan

keperawatan. Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan utama dari


28

pelayanan rumah sakit. Hal ini terjadi karena pelayanan keperawatan

diberikan selama 24 jam kepada pasien yang membutuhkannya. Berbeda

dengan pelayanan medis dan pelayanan kesehatan lainnya yang hanya

membutuhkan waktu yang relatif singkat dalam memberikan pelayanan

kesehatan kepada kliennya. Dengan demikian pelayanan keperawatan

perlu ditingkatkan kualitasnya secara terus-menerus dan

berkesinambungan sehingga pelayanan rumah sakit akan meningkat juga

seiring dengan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.

C. Kualitas Pelayanan

1. Definisi

Menurut Robert dan Prevest dalam Lupiyoadi (2001), kualitas

pelayanan kesehatan bersifat multi dimensi. Ditinjau dari pemakai jasa

pelayanan kesehatan (health consumer) maka pengertian kualitas

pelayanan lebih terkait pada ketanggapan petugas memenuhi

kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dalam

melayani pasien, kerendahan hati dan kesungguhan. Ditinjau dari

penyelenggaraan pelayanan kesehatan (health provider), maka kualitas

pelayanan lebih terkait pada kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan

dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran mutakhir.

Sedangkan menurut Richard (2001), kualitas dan pelayanan adalah

sarana untuk mencapai kepuasan dan ikatan. Tujuan keseluruhan bisnis

adalah menghasilkan pelanggan yang puas dan setia yang akan terus

menjalin bisnis dengan perusahaan. Oleh karena itu memberikan kualitas

yang tinggi dan pelayanan yang prima adalah suatu keharusan apabila
29

ingin mencapai tujuan pelanggan yang puas dan setia. Kualitas adalah

suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia /

tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau

melebihi harapan pelanggan atau konsumen (Nasution,: 2004; p. 3).

Sabarguna (2004) menyatakan, kualitas dapat diartikan sebagai

alat organisasi untuk meningkatkan produktivitas, alat organisasi untuk

mengurangi pemborosan, alat untuk menurunkan biaya atau untuk

meningkatkan finansial return atau sisa hasil usaha. Suatu produk atau

jasa berkualitas apabila dapat memberikan kepuasan sepenuhnya kepada

konsumen, yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu

produk atau jasa (Nasution,: 2004; p. 3).

Menurut Azwar (1996), pengertian kualitas pelayanan kesehatan

perlu dilakukan pembatasan yang secara umum dapat disebutkan bahwa

yang dimaksud dengan kualitas pelayanan kesehatan adalah mengacu

pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan. Pada satu sisi dapat

menimbulkan kepuasan kepada pasien, sedang pada sisi lain prosedurnya

harus sesuai dengan kode etik standar profesi yang ditetapkan. Kualitas

adalah gambaran total dari suatu produk atau jasa yang berhubungan

dengan kemampuan untuk memberikan kebutuhan kepuasan (Wijono,:

1999; p. 4).

2. Dimensi Kualitas

Dimensi kualitas pelayanan adalah kelompok karakteristik yang

digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan /

jasa tersebut. Dari dimensi ini dapat diketahui pakah pelanggan (pasien)
30

puas atau tidak dengan pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi

yang bergerak dibidang jasa / pelayanan. Menurut Wijono, ada 8 dimensi

kualitas yaitu : kompetensi teknis, aksese terhadap pelayanan, efektifitas,

efisiensi, kontinuitas, keamanan, hubungan antar manusia, kenyamanan

(Wijono,: 1999; p. 35-36).

Dalam perkembangan selanjutnya, berbagai penelitian terhadap

beberapa jenis jasa, Berry dan Parasuraman (dalam fitsimmons, 1994)

berhasil mengidenfikasi lima dimensi yang digunakan oleh para

pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa, yaitu: Tangibles (bukti

langsung/ dapat diraba), Reability (keandalan), Responsiveness

(ketanggapan), Assurance (jaminan), Emphaty (perhatian). (Nasution,:

2004; p.5).

a. Tangibles (bukti langsung / dapat diraba)

Tangibles merupakan aspek penting sebagai ukuran terhadap

suatu pelayanan. Karena suatu servis, dalam hal ini jasa tidak bisa

dicium dan tidak bisa diraba, maka pelanggan selaku pengguna jasa

pelayanan akan menggunakan indra penglihatan untuk menilai suatu

kualitas pelayanan. Tangibles yang baik akan mempengaruhi persepsi

pelanggan dan juga merupakan salah satu sumber yang mempengaruhi

harapan pelanggan. Karena tangibles yang baik, maka harapan

responden akan menjadi lebih tinggi.

Tangibles dalam hal ini meliputi : fasilitas fisik (kelengkapan

sarana dan prasarana), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan

(teknologi) serta penampilan pegawainya. Kebersihan, kerapian dan


31

kenyamanan ruangan, pegawai (kerapian dan kebersihan penampilan

pegawai), dan sarana komunikasi (Irawan,: 2004; p. 57).

Tangiblesdapat berupa ketersediaan sarana dan prasarana termasuk

alat yang siap pakai serta penampilan karyawan / staf yang

menyenangkan ( Bustami,: 2010; p.7).

b. Reliability(keandalan)

Reliability merupakan dimensi yang mengukur kehandalan

dari suatu perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada

pelanggannya. Dimensi ini dianggap paling penting dibandingkan 4

dimensi yang lainnya. Terdapat 2 aspek pada dimensi Reliability ini :

Kemampuan perusahaan ( Rumah sakit) untuk memberikan pelayanan

seperti yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan dan seberapa

jauh suatu perusahaan ( Rumah sakit) mampu memberikan pelayanan

yang akurat.

Hasil kliping yang dilakukan oleh Hardi Irawan, 60 % dari

keluhan konsumen berasal dari ketidakpuasan terhadap perusahaan

yang berhubungan dengan dimensi Reliability. Konsumen mengeluh

karena perusahaan tidak menepati janjinya atau melakukan kesalahan

dalam memberikan pelayanan. (Irawan,: 2004; p. 61)

Sedangkan menurut Bustami (2010), Reliability adalah

kemampuan memberikan pelayanan dengan segera, tepat (akurat) dan

memuaskan. Secara umum, dimensi realibilitas merefleksikan

konsistensi dan kehandalan (hal yang dapat dipercaya dan

dipertanggungjawabkan) dan penyedia pelayanan. Dengan kata lain,


32

reabilitas berarti sejauh mana jasa mampu memberikan apa yang telah

dijanjikan kepada pelanggannya dengan memuaskan. Hal ini berkaitan

erat dengan : apakah perusahaan/Instansi memenuhi janjinya,

membuat catatan yang akurat, dan melayani secara benar.

c. Responsiveness(ketanggapan)

Responsiveness ini merupakan keinginan para staff untuk

membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan

tanggap. Harapan pelanggan terhadap suatu pelayanan akan dapat

berubah dengan kecenderungan naik dari waktu kewaktu. Dalam hal

ini faktor komunikasi dan situasi fisik di sekeliling pelanggan yang

menerima pelayanan merupakan hal yang penting dalam

mempengaruhi penilaian pelanggan.

Responsiveness dalam hal ini meliputi : Kemampuan

dokterdan perawat untuk cepat tanggap menyelesaikan keluhan

pasien, informasi yang diberikan jelas dan mudah dimengerti, serta

tindakan cepat pada saat pasien membutuhkan. (Irawan,: 2004; p. 65)

Responsiveness yaitu keinginan para karyawan (staf)

membantu semua pelanggan serta keinginan dan melaksanakan

pemberian pelayanan dengan tanggap. Dimensi ini menekankan pada

sikap dari penyedia jasa yang penuh perhatian cepat dan tepat dalam

menghadapi permintaan pertanyaan, keluhan dan masalah dari

pelanggan. Dimensi ketanggapan ini merefleksikan komitmen

perusahaan atau instansi untuk memberikan pelayanan yang tepat


33

pada waktunya dan persiapan perusahaan / instansi sebelum

memberikan pelayanan. (Bustami,: 2010; p.6).

d. Assurance(jaminan)

Assurance merupakan dimensi kualitas yang berhubungan

dengan kemampuan perusahaan dan prilaku font line staff dalam

menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya.

Jaminan dalam hal ini mencakup pengetahuan, kemampuan dan

keterampilan dokter serta perawat dalam bekerja, kesopanan, dan sifat

dapat dipercaya yang dimiliki oleh para staff, bebas dari bahaya,

resiko atau keragu – raguan. (Irawan,: 2004; p. 69)

Assurance artinya karyawan / staf memiliki kompetensi,

kesopanan serta dapat dipercaya, bebas dari bahaya, bebas dari resiko

dan keragu – raguan. Dimensi – dimesi ini merefleksikan kompetensi

perusahaan, keramah (sopan, santun) kepada pelanggan dan keamanan

operasinya. Konpetensi ini berkaitan dengan pengetahuan dan

keterampilan dalam memberikan jasa. (Bustami,: 2010; p.7)

e. Emphaty(perhatian).

Empathy, yaitu perhatian / attensi penuh dan rasa “care”

secara individual tiap karyawan medis dan non-medis dari provider

yang dapat menyentuh hati dan perasaan pelanggan/ pasien. Di mana

suatu provider diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan

tentang pasien, memahami kebutuhan pasien secara spesifik, serta

memiliki waktu pengoperasian yang nyaman. (Mariamah,: 2012; p. 8)


34

Dimensi empati ini meliputi kemudahan dalam melakukan

hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami

kebutuhan para pelanggan. Dimensi ini memang dipersepsikan kurang

penting dengan reliability dan responsiveness, tapi untuk kelompok

“the haves” dimensi ini menjadi hal yang paling penting karena

memiliki harapan yang tinggi agar perusahaan penyedia jasa

mengenal mereka secara pribadi. Empati dalam hal ini mencakup

kepada perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya, serta

perhatian khusus terhadap setiap pasien tanpa memandang status

sosial. (Irawan,: 2004; p. 73)

Empati dalam hal ini karyawan / staf mampu menempatkan

dirinya pada pelanggan, dapat berupa: kemudahan dalam menjalin

hubungan dan komunikasi termasuk perhatiannya terhadap para

pelanggannya serta dapat memahami kebutuhan dari pelanggan.

Dimansi ini menunjukkan derajat perhatian yang diberikan kepada

setiap pelanggan dan merefleksikan kemauan pekerja (karyawan)

untuk menyalami perasaan pelanggan. (Bustami,: 2010; p.7)

Lima dimensi diatasjuga mencakup tentang empat belas unsur

standar pelayanan minimal untuk melakukan pengukuran dan

penilaian tingkat kepuasan masyarakat yang ditetapkan Mentri

Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/Kep/M,PAN/7/2003.

(Atikwinarsih & Ratminto,: 2005; p. 227).


35

3. Kualitas Pelayanan Kesehatan

Derajat kesempurnaan pelayanan Puskesmas/ rumah sakit untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen dan pelayanan kesehatan

yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan

menggunakan potensi sumber daya yang tersedia dirumah sakit secara

wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan

sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosial budaya dengan

memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat

konsumen. (Buku pedoman Departemen Kesehatan)

Pengertian pelayanan kesehatan yang bermacam macam,

menjabarkan pendapat Levey dan Loomba (1973) maka yang dimaksud

dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan

sendiri atau secara bersama – sama dalam suatu organisasi untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan

penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan keluarga, kelompok dan

masyarakat.

Sesuai dengan batasan yang seperti ini, mudah dipahami bahwa

bentuk dan jenis pelayan kesehatan yang dapat ditemukan banyak

macamnya. Karena kesemuaan ini sangat ditentukan oleh :

a. Pengorganisasian pelayanan, apakah dilaksanakan secara sendiri atau

secara bersama-sama dalam suatu organisasi.

b. Ruang lingkup kegiatan, apakah hanya mencaku kegiatan

pemeliharaan kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegah penyakit,


36

penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan atau kombinasi dari

padanya.

c. Sasaran pelayanan kesehatan, apakah untuk perseorangan, keluarga,

kelompok ataupun untuk masyarakat secara keseluruhan (Azwar,:

2010; p. 43).

4. Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

Menurut Azwar (2010) suatu pelayanan kesehatan yang baik harus

memiliki persyaratan pokok, syarat pokok yang dimaksud adalah:

a. Ketersediaan (availabble)

Agar menimbulkan kepuasan masyarakat maka pelayanan

masyarakat harus tersedia di masyarakat yang artinya semua jenis

pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit

ditemukan.

b. Berkesinambungan (continous)

Pelayanan kesehatan yang keberadaannya di masyarakat ada

disetiap waktu yang dibutuhkan dalam arti tersedia setiap saat, baik

menurut waktu atau apapun kebutuhan pemakai jasa pelayanan

kesehatan.

c. Dapat diterima dan wajar

Yang dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat

wajar (appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak

bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.

Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat istiadat,


37

kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat, serta bersifat

tidak wajar, bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.

d. Mudah dicapai (accesible)

Pelayanan tersebut harus mudah dicapai oleh masyarakat.

Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut

lokasi yang tidak terlalu jauh.

e. Mudah dijangkau (affordable)

Persyaratan pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah

dijangkau oleh masyarakat. Keterjangkauan yang dimaksud disini

terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang

seperti ini harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut

sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan

yang mahal dan karena itu hanya mungkin dinikmati leh sebagian kecil

masyarakat saja, bukan pelayanan kesehatan yang baik.

f. Bermutu (quality)

Pelayan kesehatan yang bermutu dimaksud disini adalah yang

menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan, yang disatu ihak dapat memuaskan para pemakai jasa

pelayanan, dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai

dengan kde etik serta standar yang ditetapkan.


38

D. Response Time

1. Definisi

Respons time merupakan waktu antara dari permulaan suatu

permintaan ditanggapi dengan kata lain dapat disebut waktu tanggap.

Waktu tanggap yang baik bagi pasien yaitu ≤ 5 menit. Response time atau

Ketepatan waktu yang diberikan pada pasien yang datang ke instalasi

gawat darurat (IGD) memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan

kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat

dengan response time yang cepat dan penangananan yang tepat. Response

time juga di kategorikan dengan prioritas P1 dengan penanganan 0 menit,

P2 dengan penanganan <30 menit, P3 dengan penanganan <60 menit. Hal

ini dapat dicapai dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya

manusia dan manajemen instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit sesuai

standar (Kemenkes, 2009).

Respon time pelayanan merupakan kecepatan tindakan diawali dari

tanggapan atau respon perawat instlasi gawat darurat (triage) sampai

selesai penanganan dari masalah pada pasien. Waktu tanggap pelayanan

dapat dihitung dengan hitugan menit dan sangat dipengaruhi oleh berbagai

hal yang baik mengenai jumlah tenaga maupun komponen-komponen lain

yang mendukung seperti laboraturium, radiologi, farmasi dan administra.

Dengan ukuran keberhasilan adalah respon time selama < 5 menit dan

waktu defenitif ≤ 2 jam (Basoeki dkk, 2008).


39

2. Klasifikasi Triage

Berdasarkan Oman (2008) dalam jurnal Anendia, pengambilan

keputusan triage didasarkan dalam keluhan utama, riwayat medis, dan

data objektif yang mencakup keadaan umum pasien serta hasil pengkajian

fisik yang terfokus sedangan prioritas adalah penentuan mana yang harus

didahulukan mengenai penanganan dan pemindahan yang mengacu pada

tingkat ancaman jiwa yang timbul. Beberapa hal yang mendasari

klasifikasi pasien dalam sistem triage adalah kondisi pasien yang meliputi:

a. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan

yang memerlukan penanganan yang cepat dan tepat.

b. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi

memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan.

c. Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa

disebabkan oleh gangguan abc (airway,breating,circulation) jika tidak

ditolong segera maka dapat meninggal/cacat.

Menurut Anindia 2014 triage diklasifikasikan sebagai berikut :

Klasifikasi Keterangan
Prioritas 1 (Merah) Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan
tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan hidup
yang besar, penanganan dan pemindahan bersifat
segera, yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan
dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas,
tension pneumothorak, syock hemoragik, luka
terpotong pada tangan dan kaki, luka bakar pada
tingkat II dan II>25%
Prioritas 2 (Kuning) Prioritas mengancam nyawa atau fungsi vital jika
tidak segera ditangani dalam waktu singkat.
Penanganan dan pemindahan bersifat jangan
terlambat, contohnya patah tulang besar, luka bakar
tingkat II dan III >25%, Trauma thorak / abdomen,
40

laserasi luas, trauma bola mata

Prioritas 3 (Hijau) Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu


segera. Penangan dan pemindahan bersifat terakhir.
Contoh luka sipervisial, luka-luka ringan
Prioritas 4 (Hitam) Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat
parah, hanya perlu terapi suportif. Contoh henti
jantung, trauma kepala kritis.

E. Kerangka Teori

Berdasarkan uraian tinjauan pustaka di atas, maka dapat disusun

kerangka teori pada penelitian ini sebagai berikut:

Bagan 2.2
Kerangka Teori

Faktor pengaruh kepuasan :


a. Product quality
b. Service quality Harapan Pasien
c. Price emotional
d. Cost of aquiring

Tingkat
Instalasi Gawat Darurat (IGD) Kepuasan Pasien
IGD

Service quality:
Response time
a. Reliability
b. Responsiveness
c. Empathy
d. Insurance
e. Tangibility

Sumber : Supriyanto & Ratna (2007); Bustami (2010); Nursalam (2014);


Kemenkes (2009); Basoeki, dkk (2008).
41

BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah Abstraksi dari suatu realitas agar dapat

dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan

antara variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti).

Kerangka konsep akan membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan

dengan teori (Nursalam 2013, p.49).

Kehandalan (Relability)

Daya Tanggap
(Responsiveness)
Kepuasan Pasien di IGD

Empati

Respon Time

Gambar 3.1
Kerangka Konsep

40
42

B. Defenisi Operasional

Variabel Definisi
Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
penelitian Operasional
Kepuasan
Pasien Keadaan yang Kuesioner Wawancara Tidak puas < Ordinal
dirasakan pasien 24,72
setelah menerima Puas > 24,72
pelayanan yang
diberikan oleh
petugas di RSUD
Lubuk Basung

Reliability Kemampuan kuisioner Wawancara Kurang baik , Ordinal


memberikan bila < 21,1
pelayanan secara
terpercaya dan Baik, bila ≥
memuaskan 21,1
responden.

Responsivene Keinginan para kuisioner Wawancara Kurang baik , Ordinal


ss pegawai Rumah bila < 24,4
Sakit untuk
menyelesaikan Baik, bila ≥
setiap keluhan 24,4
responden dengan
tanggap

Empati Kemudahan Kuesoner Wawancara Kurang baik , Ordinal


dalam melakukan bila < 22,7
hubungan,
komunkasi yang Baik, bila ≥
bak, perhatan 22,7
pribadi, dan
memahami
kebutuhan para
pelanggannya.
Response Waktu tanggap Lembar Observasi Baik ≤ 5 Ordinal
Time perawat dalam observasi menit
memberikan Kurang baik >
asuhan 5 menit
keperawatan
kegawat daruratan
yang diukur dari
mulai saat pasien
masuk gerbang
IGD sampai
43

mendapatkan
penanganan

(Kemenkes RI,
2009)

C. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian (Nursalam 2013, p.50)

1. Ada hubungan pelayanan dimensi mutu reliability (kehandalan) dengan

kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat

2. Ada hubungan pelayanan dimensi mutu responsiveness (daya tanggap)

dengan kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat

3. Ada hubungan empati dengan kepuasan pasien di Instalasi Gawat

Darurat

4. Ada hubungan response time dengan kepuasan pasien di Instalasi Gawat

Darurat
44

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross

sectional study yaitu sebuah pendekatan penelitian dimana observasi atau

pengumpulan data dilakukan pada saat bersamaan (Nursalam 2013, p.165).

Penelitian ini meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Lubuk Basung.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Instalasi Gawat Darurat RSUD Lubuk

Basung pada tanggal 16 sampai 22 September 2017.

C. Populasi dan Sampel.

1. Populasi

Populasi dalam sebuah penelitian adalah subjek yang memenuhi

kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam 2013, p.169). Populasi pada

penelitian ini adalah seluruh pasien yang berkunjung ke instalasi gawat

darurat RSUD Lubuk Basung dengan rata-rata 43 kunjungan setiap

harinya

2. Sampel

Sampel adalah bagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sedangkan

sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat

43
45

mewakili populasi yang ada (Nursalam 2013, p.171).Sampel dalam

penlitian ini berjumlah 60 responden.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik accidental sampling yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang

kebetulan ada pada saat dilakukan penelitian (Nursalam 2013, p.174).

Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk

mengurangi bias dalam penelitian, khususnya jika terhadap variabel-

variabel kontrol ternyata mempunyai pengaruh terhadap variabel yang

diteliti. Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu inklusi

dan ekslusi (Nursalam 2013, p. 172).

a. Kriteria Inklusi

Adalah karakteristik umum subjektif penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam 2013,

p.172).

1) Pasien yang berkunjung ke IGD RSUD Lubuk Basung dengan

umur >17 tahun.

2) Pasien yang mampu berkomunkasi dengan baik.

3) Pasien yang bersedia menjadi responden.

b. Kriteria eksklusi :

1) Pasien dengan kondisi kritis

2) Pasien yang tergolong Aanak-anak.

3) Pasien yang tidak bersedia menjadi responden.


46

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang langsung didapatkan dari responden

menggunakan kuisionier penelitian tentang response time, pelayanan

dimensi mutu responsiveness, reliability dan kepuasan pasien

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang didapatkan dari pihak RSUD Lubuk

Basung tentang jumlah kunjungan ke Instalasi Gawat Darurat

E. Teknik Pengolahan Data

Alat pengumpulan data dalam penelitian yang digunakan yaitu angket

berupa kuisioner tentang kualitas pelayanan kesehatan. Setelah data

terkumpul, dianalisis, kemudian data tersebut diolah dengan langkah –

langkah sebagai berikut :

1. Editing (Pemeriksaan data)

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian lembar

observasi.

2. Scoring (penskoran data)

Scoring yaitu memberikan nilai atau skor untuk setiap jawaban

yang diberikan oleh responden.

3. Coding (Mengkode data)

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka/bilangan untuk mempermudah pada saat analisis data dan

juga mempercepat pada saat entry data.


47

4. Processing (Memasukkan data)

Setelah semua lembar observasi terisi serta telah melewati

pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar data

yang sudah di entry dapat dianalisis. Processing dapat dilakukan dengan

cara meng-entry data dari hasil observasi ke paket program komputer.

5. Cleaning (Membersihkan data)

Pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang

sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak (Notoadmodjo 2010,

p.177).

F. Teknik Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian yang akan disajikan dalam bentuk

tabel distribusi frekuensi ( Notoadmodjo 2010, p.182). pada penelitian ini

analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan variabel response time,

responsiveness, reliability dan kepuasan pasien

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkolerasi (Notoadmodjo 2010, p.188). Analisis ini

dilakukan untuk mengetahui hubungan atau korelasi antara variabel

independen. Pada penelitian ini analisis bivariat dilakukan untuk

mengetahui hubungan response time, responsiveness dan reliability


48

dengan kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Lubuk

Basung.Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji chi-square

dengan batas kemaknaaan (α) = 0,05. Hipotesa diterima jika probabilitas p

≤ 0,05 dan hipotesa ditolak jika nilai probalitas p >0,05 (Trihendradi 2009,

p.118).

G. Etika Penelitian / Prinsip Etis Penelitian

Masalah etika pada penelitian yang menggunakan subjek manusia

menjadi isu sentral yang berkembang saat ini. Pada penelitian ilmu kesehatan,

karena hampir 90% subjek yang dipergunakan adalah manusia, maka peneliti

akan melanggar hak-hak (otonomi) manusia yang kebetulan sebagai klien jika

tidak memperhatikan prinsip dan etika penelitian (Nursalam 2013, p.194).

Menurut Nursalam (2013, p.194), secara umum prinsip etika dalam

penelitian dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip

menghargai hak-hak subjek dan prinsip keadilan.

1. Prinsip Manfaat

a. Beban dari Penderitaan

Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan

kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus.

b. Bebas dari Ekploitasi

Partisipasi subjek dalam penelitian harus dihindarkan dari keadaan

yang tidak menguntungkan atau merugikan pasien.

c. Resiko (benefit ratio)


49

Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan resiko dan keuntungan

yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.

2. Prinsip Menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

a. Hak untuk ikut/ tidak menjadi responden (right to self determination)

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right

to full disclosure)

c. Informed consent

3. Prinsip keadilan (right to justice)

a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment)

b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy)


50

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT


KEPUASAN PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)
RSUD LUBUK BASUNG
TAHUN 2017

PROPOSAL

Oleh

ISWATUN HASANAH
NIM : 1313201036

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
FORT DEK KOCK BUKITTINGGI
2017

Anda mungkin juga menyukai