Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

HATI DAN OLAH HATI


Ketahuilah, kemuliaan dan keutamaan manusia adalah hati. Dengan hatinya manusia
mengungguli makhluk-makhluk lain. Dengan hatinya ia siap untuk makrifatullah (mengenal
Allah). Di dunia ini, makrifat merupakan keindahan, kesempurnaan, dan kebanggaannya,
dan di akhirat merupakan perlengkapan dan simpanannya. Manusia mampu mengenal Allah
dengan hatinya, bukan dengan organ-organ tubuhnya. Hatilah yang mengetahui Allah, yang
beramal untuk Allah, yang berjalan menuju Allah, yang mendekat kepada Allah. Sementara
organ-organ tubuh hanya mengikuti dan menjadi pembantu, alat—alat yang diperbantukan
oleh hati, hati mempekerjakannya seperti tuan mempekerjakan budak, seperti gembala
mempekerjakan gembalaannya. Hati memuat beberapa lathifah (sesuatu yang halus) dan
asrar (rahasia). Kami akan menunjukkan secara umum dan menguraikannya dalam enam
topik.

Penggunaan Nama Hati


Nama hati (qalb) digunakan untuk menunjukkan dua realitas (makna). Pertama, daging
yang berada di sisi kiri dada manusia, bagian atasnya kecil dan bagian bawahnya lebar
seperti bentuk pohon cemara. Daging ini merupakan daging yang khusus, di dalamnya
terdapat rongga dan di rongga itu ada darah hitam. Hati jasmani tepatnya jantung [ed] ini
juga ada pada binatang ternak, bahkan pada mayat. Pembicaraan tentang bentuk dan cara
kerjanya tidak berkaitan dengan masalah agama, tetapi dengan dunia kedokteran.
Yang kedua, nama hati digunakan untuk menunjuk realitas yang lembut dan bersifat
ketuhanan (lathifah ilahiyyah) yang berhubungan dengan masalah-masalah keagamaan.
Lathifah inilah yang mengetahui dan memersepsi. Lathifah ini adalah hakikat manusia;
ialah yang dititah, dituntut, diberi pahala dan hukuman. Lathifah ini memiliki keterkaitan
dengan hati jasmani (jantung). Kebanyakan orang kebingungan untuk memahami bentuk
hubungan antara keduanya, apakah sama seperti hubungan antara watak dan tubuh serta sifat
dan yang disifati, atau seperti antara bayangan dan cermin, atau seperti hubungan antara
tempat dan penghuni, atau bentuk hubungan lainnya. Pembahasan tentang hubungan ini
cukup pelik dan kami tidak hendak membahasnya di sini. Fokus perhatian kami di sini
adalah masalah perbaikan hati, dalam rupa apa pun hakikatnya.

Demikian pula halnya nama ruh menunjuk dua realitas. Pertama, tubuh halus (al-jism al-
lathif) yang menyebar di seluruh bagian jasad (tubuh kasar). Kedua, lathifah yang
mengetahui dan memersepsi.
Demikian juga halnya nama nafs (jiwa) menunjuk dua realitas. Pertama, menunjuk Spirit
yang menghimpun potensi amarah dan syahwat dalam diri. Kedua, menunjuk lathifah yang
dapat mengetahui, memersepsi, mendorong, dan menahan.
Begitu juga al ‘aql (akal) merujuk dua realitas. Pertama, lathifah yang telah kami tunjukkan
bahwa ialah—yang mengakal, diberi pahala dan disiksa. Kedua, pengetahuan tentang
hakikat-hakikat yang terperinci dan tersusun. Ini adalah hakikat yang empat:
Hati, ruh, akal, dan jiwa. Kata-nya berbeda, ada empat, sementara makna-nya ada lima.
Yang kelima adalah yang menghimpun empat, sedang yang empat itu yang sesuai dengan
yang kelima. Yang empat itu adalah hati jasmani, ruh jasmani, jiwa syahwani, dan ilmu-ilmu
akali. Adapun yang kelima adalah lathifah yang memersepsi dan menalar, yang disifati
dengan sifat-sifat yang telah kami sebutkan, yakni mengindra, mengetahui, dan memersepsi.
Inilah yang hendak kami jelaskan.

1
Hati Manusia, Amsal dan Pasukan-pasukannya

Ketahuilah, Allah telah memberikan nikmat syahwat, kemampuan, hidup dan indra lahir
seperti mendengar dan melihat kepada seluruh hewan selain manusia, bahkan Allah telah
mengilhami mereka beberapa bentuk ilham yang mengagumkan, yang memberikan
kemaslahatan bagi mereka dan bagi hamba—hamba Allah.
Karena itu, kita bisa melihat domba, misalnya, melarikan diri jika melihat Serigala, karena
mengetahui bahwa serigala itu memusuhinya.
Allah telah mengaruniai hati manusia dengan berbagai keistimewaan yang karenanya
mereka lebih mulia daripada binatang dan membuatnya layak dekat dengan Allah ‘Azza wa
Jalla. Yaitu ilmu tentang perkara-perkara duniawi dan ukhrawi serta hakikat-hakikat akali.
Perkara-perkara ini berada di balik perkara-perkara indrawi, dan ini teristimewa bagi
manusia, tidak dimiliki binatang. Misalnya, pengetahuan tentang perkara-perkara khabari
yang perlu praktik pembelajaran, seperti ilmu pembiasan kaca, menuang air, menyalakan
api, dan lainnya. Atau semacam ilmu-ilmu teoretis.

Jadi, manusia memiliki dua keistimewaan. Keistimewaan pertama adalah ilmu. Ragam ilmu
yang paling mulia adalah ilmu tentang Allah, Sifat-sifat-Nya dan zat-Nya. Seperti ilmu
tentang kemahatahuan Allah dan kemahakuasaan-Nya, serta sifat-sifat salabiyyah dan
ijabiyyah lainnya. Juga ilmu tentang hikmah perbuatan-perbuatan-Nya. Sungguh, dengan
meraih ilmu-ilmu ini kesempurnaan manusia dicapai, dan di dalam kesempurnaannya itu ada
perolehan kebahagiaan ukhrawi dan pencapaian kedekatan dengan Allah di rumah
karamahNya.
Keistimewaan kedua adalah hikmah. Yakni satu kondisi jiwa yang dengannya ia bisa membe
dakan antara yang benar dan yang salah dalam seluruh perbuatannya, sehingga ia bisa men-
empuh jalan yang benar dan lurus. Hikmah ini diisyaratkan di dalam firman Allah :

“...dan Kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan


perselisihan” (Shad [38]: 20)

Manusia akan memilik keutamaan lebih daripada makhluk lainnya hanya dengan
memperoleh dua hal ini (ilmu dan hikmah). Karena, dari sisi tumbuh dan makan, manusia
adalah tumbuhan. Dari sisi mengindra dan bergerak, manusia adalah hewan. Dari sisi rupa
dan postur, manusia seperti bentuk yang bisa dihasilkan dari lilin atau kayu. Yang menjadi
Ciri khas manusia adalah mengetahui hakikat segala sesuatu. Maka barangsiapa
menggunakan seluruh anggota tubuh dan potensinya untuk berilmu dan beramal, berarti ia
telah menyerupai malaikat, sehingga berhak untuk berjumpa dengan mereka, bahkan layak
untuk disebut malaikat. Sebagaimana di dalam firman Allah:

Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka, diundangnyalah


wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya
kepada masing—masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian
dia berkata (kepada Yusuf), “Keluarlah (tampakkanlah dirimu) kepada mereka.”
Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa)
nya dan mereka melukai (jari) tanganya dan berkata: “Maha sempurna Allah, ini
bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia.”
(Yusuf [12]:31)

Manusia yang memfokuskan perhatian pada pemenuhan kalezatan-kelezatan badaniah,


makan seperti binatang makan, berarti ia telah terjatuh ke derajat binatang, sehingga ia
menjadi pandir seperti sapi, atau rakus seperti babi, atau buas seperti anjing, atau pendendam

2
seperti unta, atau angkuh seperti macan, atau licik seperti musang, atau bahkan memiliki
semua sifat-sifat tersebut seperti setan yang amat jahat.

Semua bagian anggota tubuh bisa kita gunakan dan kita perbantukan untuk menaati Allah
dan mencapai kebahagiaan ukhrawi, sehingga perjumpaan dengan Allah menjadi tujuan kita,
rumah akhirat sebagai tempat menetap kita, rumah dunia sebagai persinggahan kita.
Dengan demikian, manusia teristimewa daripada makhluk yang lain dengan dua perkara
tersebut, yakni ilmu dan hikmah. Allah menyusun manusia secara menakjubkan dan
membentuknya dalam bentuk paling baik. Kami akan menyebutkan tiga amsal yang
menunjukkan puncak hikmah penciptaan manusia :

Amsal pertama, jiwa di dalam badan manusia seperti seorang penguasa di kota dan
kerajaannya. Badan adalah kerajaan bagi jiwa. Badan merupakan alam tempat tinggal dan
daerah kekuasaan jiwa. Anggota-anggota badannya seperti para ahli dan aparat pekerjanya.
Akal seperti penasihat dan menterinya yang bijak. Syahwat seperti budak jelek pengimpor
makanan dan perbekalan ke kota. Kemarahan dan fanatisme seperti aparat keamanan. Si
budak yang pengimpor perbekalan ini pendusta, pengkhianat, penipu dan jahat. Ia
menampakkan diri dalam rupa seorang penasihat, namun di balik nasihat-nasihatnya itu ada
racun mematikan serta kejahatan yang mengerikan. Ia selalu membantah sang menteri dalam
setiap pengaturannya. Jika didalam kerajaannya ini si penguasa tersebut mengikuti nasihat
sang menteri yang bijak, yaitu akal, maka kerajaannya akan baik dan keadaannya pun damai
sejahtera. Sedangkan jika ia mengikuti petunjuk si budak yang jahat, keadaannya akan kacau
dan kerajaannya pun rusak.
Demikian pula keadaan jiwa. Iika ia mengikuti syahwat dan berpijak dangan kakinya, ia
akan menjadi sebagaimana difirmankan Allah :

"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
Tuhannya, dart Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya..."
(al-Jatsiyah [45]: 23)

Sedangkan jika ia manut akal maka akan sebagaimana difirmankan Allah ‘Azza wa Jalla :

“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri
dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)”.
(Al-Nazi’at[79]: 40-41)

Amsal kedua, badan seperti kota dan akal adalah raja pengaturnya. Indra serupa tentara dan
pasukan, dan anggota tubuh adalah rakyat. Nafsu yang selalu menyuruh berbuat buruk yakni
syahwat—dan kemarahan (ghadhab) serupa musuh yang selalu menentang sang raja di
kerajaannya dan terus berusaha menghancurkan rakyatnya. Iika sang raja ini memerangi dan
menundukkan musuhnya untuk melakukan apa yang ia suka, jejak langkahnya akan dipuji
dan kerajaannya stabil. Iika sang raja malah membiarkan musuhnya mengambil alih kuasa
dan menelantarkan rakyatnya, jejak langkahnya akan dinistakan dan disia—siakan, dan ia
pun merugi dalam pandangan Allah.

Amsal ketiga, akal seperti pemburu berkuda, syahwat adalah kudanya dan murka adalah
anjingnya. Iika si pemburu ini cerdik, kudanya gesit dan anjingnya terlatih, maka ia akan
berhasil. Namun, jika Si pemburu ini dungu, kudanya lamban dan anjingnya liar, kudanya
tidak bisa dikendarai dan anjingnya tidak bisa mengikuti isyaratnya maka ia akan mudah
surut dan kalah, terutama untuk menangkap buruannya. Kedunguan si pemburu merupakan
amsal agi ketidaktahuan manusia dan keminiman hikmahnya. Kelambanan kuda merupakan

3
amsal bagi dominasi syahwat dalam perut dan kelamin. Sedangkan keliaran anjing
merupakan amsal bagi murka dan penguasaannya.
Amsal—amsal ini kami jadikan Simbol karakter manusia dan komposisinya. Tentang
tentara—tentaranya, Allah berfirman :

“Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri”
(Al-Muddatsir [74]: 31)

Rasulullah saw. bersabda, “Ruh-ruh adalah tentara yang direkrut, mereka yang saling
mengenal akan bersatu, sedangkan mereka yang tidak saling kenal akan berselisih”.

Hati sebagai raja, sedangkan tentara—tentaranya menjadi pelayan dan pembantu. Tangan,
kaki, mata, telinga, lisan, dan seluruh anggota tubuh lainnya merupakan pembatu hati dan
tunduk kepada hati. Hatilah yang mengatur anggota tubuh. Anggota tubuh telah diciptakan
berwatak patuh terhadap hati, tidak bisa menentang dan tidak bisa berontak terhadap hati.
Jika hati menyuruh mata untuk membuka kelopaknya, maka kelopak mata itu akan terbuka.
Jika hati menyuruh kaki untuk melangkah, kaki pun melangkah. Jika hati menyuruh lisan
berkata-kata, lisan pun berkata-kata. Demikian pula anggota—anggota tubuh lainnya
mengikuti perintah hati, tunduk padanya dan diatur dengan perintahnya.

Tentara—tentara hati terdiri dari lima bagian:

Pertama, anggota—anggota tubuh yang telah kami sebutkan, seperti tangan, kaki dan yang
lainnya.
Kedua, pancaindra, seperti penciuman, rasa, pendengaran, penglihatan dan sentuhan.
Ketiga, kemampuan (qudrah). Karena kemampuan merupakan alat dalam semua tindakan
itu, dan dengannya dihasilkan pengaruh-pengaruh yang nyata.
Keempat, kehendak (iradah). Kehendak inilah yang mandorong berbagai perbuatan yang
muncul dalam beragam bentuk dengan adanya kehendak.
Kelima, ilmu dan hikmah serta pikiran. Ketiga hal ini mesti ada dan diperoleh. Hak manusia
adalah mempergunakan alat—alat yang berfungsi sebagai tentara itu untuk mencapai kebaha
giaan ukhrawi dan keselamatan jiwa dari siksa Allah. Jika manusia tidak memungsikan alat-
alat tersebut dan murka serta kekuatan syahwat mendominasi jiwanya, maka ia akan hancur
dan sungguh merugi. Inilah kondisi kebanyakan manusia, karena akal-akal mereka tunduk
pada syahwat dalam mengambil cara untuk memenuhi keinginan syahwat, sehingga mereka
tersesat dari jalan keselamatan serta menyimpang dari jalan surga. Nafsu diciptakan
dengan watak patuh kepada syahwat-Syahwat duniawi serta mengutamakannya.

4
5
Proses hati memiliki sifat mengetahui dan sifat sifat lainnya

Tempat ilmu ilmu adalah hati. Terkait dengan realitas objek-objek pengetahuan, hati
seperti cermin dalam kaitannya dengan bentuk-bentuk yang terpantul di dalam cermin.
tiap objek pengetahuan memiliki realitasnya, dan realitas itu memiliki bentuk. Bentuk
realitas itu terpantul di cermin hati dan tampak nyata padanya.
Cermin adalah seseatu, bentuk realitas adalah seseatu yang lain, dan cara bayangan realitas
itu muncul di cermin juga seseatu yang lain. ini adalah tiga hal. demikian pula hati, realitas
objek pengetahuan, dan cara realitas objek itu sampai di hati.

Yang mengetahui (al-alim) adalah hati yang padanya ada mitsal (cerminan) realitas objek-
objek pengetahuan. objek-objek pengetahuan (al-ma'lumat) adalah realitas segala seseatu.
adapaun pengetahuan (al-ilm) adalah sampainya objek pengetahuan di dalam hati,
sebagaimana telah kami umpamakan dengan cermin.
Cermin tidak akan memantulkan bentuk realitas sesatu jika di halangi, demikian pula
keadaan hati. hati adalah cermin yang siap menampilkan cerminan hakikat segala seseatu.
hati juga bisa tercegah dari ilmu-ilmu jika terhalang oleh penghalang penghalang.

Pertama. Cerminnya tidak bisa memantulkan, seperti cermin dari kayu. pada cermin seperti
ini tidak akan muncul cerminan realitas, karena padanya tidak ada ke-kilap-an (al-
jawhariyyah). (kekurangan hati seperti hati anak kecil).

Kedua. Cerminnya berkarat dan kotor, meski padanya ada ke-kilap-an. (Hati berkarat
maksiat, karena maksiat merupakan selir hati).

Ketiga. Menyimpang dari realitas objek, misalnya jika cermin itu berada di belakang objek
(terbalik atau tidak berhadapan). (Hati yang menyimpang dari arah realitas yang dituntut.
hati yang taat nan saleh, meskipun bersih, tidak akan bisa menampilkan kejelasan
hakikat jika ia tidak mencarinya, tidak pula mengerahkan jiwa dan pikirannya untuk
merenung. oleh karena itu, ilmu tidak sampai padanya).

Keempat. Ada tirai yang mendinding di antara cermin dan objek. (Adanya hijab. ilmu tidak
akan sampai pada orang yang taat jika ia menghijab dirinya dengan itikad bodoh yang
telah menimpa hatinya di waktu kecil dalam rupa taklid).

Kelima. Tidak ada cahaya yang sampai pada pemandangan. (Tidak ada cahaya
pengukuhan dari Allah).

Sebab-sebab tersebut, semuanya, menghalangi seseorang dari pengetahuan tentag hakikat


segala hal. sebab pada dasarnya semua hati itu mampu mengenal hakikat-hakikat. karena
hati merupakan esensi mulia yang teristimewa dari semua anggota tubuh dan indra.
Sebaimana bisa menyandang sifat-sifat terpuji, manusia juga bisa mengidap sifat-sifat
hina dan tercela. yang terbagi dalam tiga bagian : Kebinatangan (sifat-sifat binatang buas),
kehewanan (sifat-sifat hewan yang tidak buas), dan kesetanan.

Sifat pertama. Kebinatangan. yakni jika amarah mendominasinya hingga ia bertindak


layaknya binatang buas, seperti memusuhi, membenci, menyerang orang lain dengan
pukulan, cercaan dan berbagai penganiayaan tanpa bisa menahan diri dari semua itu.

Sifat kedua. Kehewanan. yakni jika syahwat menguasai dirinya hingga ia melakukan
tindakan-tindakan hewani, seperti berjimak, loba, birahi, banyak makan dan minum.

6
Sifat ketiga. Kesetanan. karena pada asalnya manusia lebih mulia dari binatang, maka jika
ia sama dengan binatang dalam murka dan syahwatnya, berarti padanya muncul kesetanan.
ia menjadi jahat, menggunakan kepintaran untuk membuat jerat, jebakan dan makar,
menempuh berbagai muslihat untuk mencapai sasarannya, bahkan dengan menampakkan
keburukan dalam rupa kebaikan. ini semua adalah perangai setan.

Pada diri semua orang ada adonan dari tiga campuran itu, yakni kebinatangan, kehewanan,
dan kesetanan. semua itu terhimpun di dalam hati. seakan akan yang terhimpun di dalam
kulit manusia itu adalah babi, anjing dan setan. babi adalah kerakusan, anjing adalah amarah,
dan setan adalah syahwat. ketiga hal ini adalah wabah yang jika terkumpul akan sangat
membinasakan. sendi semua itu adalah akal. jika manusia bisa menguasai akalnya, ia adalah
penguasa yang bisa menundukkan ketiga-tiganya dan selamat darinya. jika ia justru dikuasai
oleh syahwat dan keangkuhan serta berpijak padanya, ia akan binasa, Na'udzubillah minhu.

Waswas setan terhadap hati

Hati merupakan tempat turun Rahmat dan Malaikat serta medan peperangan setan dan
Ghadhab (marah). ada banyak dalil yang menunjukkan kenyataan ini.

Firman Allah :

ِ ‫ﺎس ِﻣ َﻦ ْاﻟ ِﺠﻨﱠ ِﺔ َواﻟﻨﱠ‬


‫ﺎس‬ ِ ‫ور اﻟﻨﱠ‬ ُ ‫اﻟﱠ ِﺬي ﯾُ َﻮﺳ ِْﻮسُ ﻓِﻲ‬
ِ ‫ﺻ ُﺪ‬
"yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan
manusia" (an nas 114 : 5-6)

Anas ibnu Malik mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda :

ِ ‫ﻄ َﻤﮫُ َﻋﻠَﻰ ﻗَ ْﻠ‬


َ َ‫ﺐ اﺑ ِْﻦ آ َد َم ﻓَﺈِ ْن َذ َﻛ َﺮ اﻟﻠﮫ َﺧﻨ‬
‫ َوإِ ْن‬،‫ﺲ‬ ْ ‫اﺿ ٌﻊ َﺧ‬ َ َ‫إِ ﱠن اﻟ ﱠﺸ ْﯿﻄ‬
ِ ‫ﺎن َو‬
ُ‫ﻚ ْاﻟ َﻮ ْﺳ َﻮاسُ ْاﻟ َﺨﻨﱠﺎس‬ َ ِ‫ﻧَ ِﺴ َﻲ ْاﻟﺘَﻘَ َﻢ ﻗَ ْﻠﺒَﮫُ ﻓَ َﺬﻟ‬
"Sesungguhnya setan meletakkan belalainya di hati anak Adam. Jika anak Adam ini
mengingat Allah 'Azza wa Jalla, ia akan tersumbat; dan jika ia lupa kepada Allah, ia
akan membisiki hatinya"

Didalam Hadits lain disebutkan :


"Hati manusia berada di antara dua jemari Ar-Rahman".

Sabda Rasulullah SAW :


"Sesungguhnya setan mengalir di dalam diri manusia seiring aliran darah. maka
persempitlah alirannya dengan lapar".

Kebaikan di hasilkan dari pengaruh yang muncul dalam hati, demikian pula keburukan.
yang mendorong munculnya pengaruh itu terdiri dari tiga :
Pertama. Sebab sebab lahiriah, seperti panca indra. jika seseorang mencercap seseatu
dengan panca indranya, dari hasil pengindraannya itu akan muncul pengaruh dalam hati. jika
manusia menyaksikan seseatu yang dicintainya, seseatu itu akan memberinya kesan senang,
suka dan cocok. jika ia menyaksikan seseatu yang tidak disenanginya, akan muncul
marah(al-ghadhab) dan benci (al-sukhth). karena itu, ketidaksukaan memunculkan kesan
permusuhan dan kemarahan.

7
Kedua. Sebab sebab batiniah, seperti khayalan, syahwat, murka, dan perangai perangai
yang tersusun dalam bentukan manusia. jika syahwat bergejolak karena banyak makan
atau karena libidonya tinggi, darinya akan muncul pengaruh dalam hati, meskipun padanya
tidak ada seseatu yang dicerap melalui panca indra. khayalan khayalan yang muncul itu
menetap dalam diri. khayalan berpindah dari seseatu ke seseatu yang lain. dengan
beralihnya khayal, beralih pula hati dari satu keadaan ke keadaan yang lain. maksudnya,
hati selalu berubah ubah dan dipengaruhi oleh sebab sebab ini.

Ketiga. Khawatir yang terbersit di dalam hati. yang kami maksud khawatir adalah seseatu
yang muncul dari pikiran pikiran dan ingatan. karena disana muncul sejumlah
keyakinan, ilmu dan prasangka melalui Tajaddud (pembaruan) dan Tadzakkur
(pengingatan). ia disebut khawatir karena terlintas dalam hati setelah sebelumnya hati lupa
akan itu. Khawatir merupakan pengggerak kehendak. sumber gerak tindakan adalah
khawathir. khawathir menggerakkan keinginan (al-raghbah). al-raghbah menggerakkan
kemauan (al-'azm). al-'azm menggerakkan anggota tubuh.

Khawathir yang menggerakan al-raghbah ini terbagi dua. pertama yang mengajak pada
keburukan, yakni yang membahayakan akibatnya. kedua yang mengajak pada kebaikan,
yakni yang bermanfaat di rumah akhirat. dua khawathir ini berbeda, maka keduanya dinamai
secara berbeda.

Al-Khawathir yang terpuji disebut Ilham, al-Khawathir yang tercela disebut waswas. was
was mengajak kepada kejahatan. yang memunculkan khawathir yang mengajak pada
kebaikan disebut malaikat, sedangkan sebab yang memuculkan khawathir yang mengajak
pada kejahatan disebut setan. Al-Luthf yang dengannya hati siap menerima ilham malaikat
disebut tawfiq, sedangkan yang dengannya hati bersedia menerima waswas setan disebut
Ighwa (perdaya) dan Khidzlan (penghianatan).

Makna makna yang beragam membutuhkan sebutan yang beragam pula. malaikat
merupakan penamaan bagi mahluk ciptaan Allah yang bertugas menuangkan kebaikan,
menginformasikan ilmu, menyingkap kebenaran, dan menjanjikan kebaikan. setan adalah
nama bagi mahluk Allah yang keadaanya berlawanan dengan itu semua, yakni menjanjikan
keburukan, menyuruh berbuat jahat, serta meremehkan kebaikan dan kefakiran.

Waswas berhadapan dengan Ilham, setan berhadapan dengan malaikat, tawfiq berhadapan
dengan khidzlan. hati terombang ambing diantara tarikan setan dan malaikat. setan
menyesatkan dan memperdayainya, sementara malaikat membimbing dan memberinya
petunjuk yang benar. apabila manusia berjuang melawan nafsunya dengan membuang
syahwat, tidk membiarkan syahwat menguasai dirinya, lalu meniru niru akhlak malaikat,
maka hatinya akan menjadi tempat kediaman malaikat. sedangkan jika ia mengikuti tuntutan
syahwat dan ghadhab, dominasi setan akan muncul dengan perantaraan hawa nafsunya,
sehingga hati menjadi sarang dan kediaman setan. sungguh, hawa nafsu merupakan tempat
hiburan dan padang rumput setan.

Rasulullah bersabda :

"Di dalam hati ada dua lummah (teman dalam perjalanan). satu lummah dari malaikat,
mengharapkan kebaikan dan membenarkan kebenaran. barangsiapa mendapati itu,
hendaklah ia mengetahui bahwa itu dari Allah, maka pujilah Dia. satu lummah lagi dari
setan sang musuh, mengharapkan keburukan dan membohongkan kebenaran serta
mencegah kebaikan. barangsiapa mendapati itu, hendaklah berlindung kepada Allah dari
setan"

8
Pintu pintu masuk setan ke hati
Hati seumpama benteng yang tinggi. setan si musuh Allah ingin sekali memasuki benteng
itu dan menguasai serta memerintahnya. benteng itu hanya bisa dilindungi dengan menjaga
pintu pintunya, celah celahnya, dan tempat tempat tangganya. orang yang tidak mengenal
pintu pintu itu tentu tidak akan bisa menjaganya. menjaga hati dari perusakan setan
merupakan fardhu 'ain, wajib bagi setiap mukalaf. seseatu yang hanya dengannya sampai
pada wajib adalah juga wajib.

Mengusir setan hanya bisa dicapai dengan mengetahui pintu masuk setan ke dalam hati,
karena itu mengetahui pintu masuk setan menjadi wajib. celah celah dan pintu pintu masuk
setan adalah sifat sifat hamba semisal syahwat, ghadhab, kemarahan, ketamakan, dan sifat
sifat serupa lainnya. celah dan pintu masuk setan ini amat banyak.

Sarana Sarana yang digunakan setan untuk memperdaya dan menguasai manusia :

1. Iri (Hasad) dan rakus (hirsh). orang yang mengidap dua tabiat ini akan buta dan tuli. iri
dan rakus merupakan sarana dan pintu masuk setan paling besar. dalam suatu riwayat di
kisahkan saat nabi Nuh as mengarungi lautan dan di bahteranya memuat tiap pasang mahluk
sebagaimana di perintahkan Allah, beliau melihat ada sesosok tua yang tidak dikenalnya
diatas bahtera.
Nabi Nuh as bertanya kepadanya "siapa yang memasukan kamu?" sosok tua itu menjawab
"aku masuk untuk menimpakan musibah ke dalam hati sahabat sahabatmu, agar hati
mereka bersamaku meski badan mereka bersamamu". Nuh berkata "keluarlah, hai musuh
Allah, engkau sungguh terkutuk!!". Iblis berkata "ada lima, dengannya manusia binasa. aku
akan memberitahumu tiga diantaranya, tapi aku tidak akan memberitahumu yang duanya
lagi". kemudian Nuh diberi wahyu, "engkau tidak membutuhkan yang tiga itu. perintahkan
dia untuk memberitahumu yang dua". maka Nuh pun berkata, "apa yang dua?". Iblis
berkata, “Yang dua ini adalah yang tidak membohongkan aku dan tidak menentangku,
dengan keduanya manusia binasa, yaitu rakus dan iri. Karena iri aku dilaknat dan dijadikan
sebagai setan terkutuk. Dan dengan rakus aku ditimpa musibah aku butuh Adam. Seluruh
surga telah diperkenankan untuk Adam, kecuali satu pohon itu, pohon yang telah
diberitahukan padanya. Maka aku pun membisikinya hingga ia memakannya”.

2. Syahwat dan kemarahan (ghadhab). Keduanya merupakan jebakan setan paling besar.
Saat manusia marah, setan akan mempermainkannya. Dalam satu riwayat dikisahkan bahwa
salah seorang nabi pernah berkata kepada Iblis, “Dengan apa engkau menguasai anak
Adam?” Iblis menjawab, “Aku mengalahkannya saat ia marah dan berhasrat.” Pernah
suatu kali Iblis menampakkan diri kepada seorang rahib, lalu sang rahib bertanya kepadanya,
“Apa perangai manusia yang paling membantumu untuk mengalahkannya?” Si Iblis
menjawab, “Marah. Iika seorang hamba amat marah, kami bisa membolak-baliknya seperti
bocah membolak-balik bola.”
Lalu ditanyakan kepada Iblis, “Bagaimana cara engkau membolak-balik anak Adam?”
Iblis menjawab, “Iika la sedang senang, aku mendatanginya hingga aku berada di hatinya.
Sedang jika ia marah, aku mendatanginya hingga aku berada di atas kepalanya.”

3. Cinta kesenangan dan perhiasan dunia berupa pakaian, perabotan, rumah dan
kendaraan. Saat melihat kecintaan akan kesenangan dan perhiasan dunia menguasai hati
manusia, setan akan mendiami hatinya dan beranak pinak di sana. Ia akan terus-menerus
mengajaknya memakmurkan dunia, memperindah atap-atap dan pagar-pagar rumahnya,
memperluas bangunannya. Lalu mengajaknya berhias dengan pakaian-pakaian mewah nan
mahal serta berfoya-foya sepanjang usia.

9
4. Tamak (thama‘). Jika tamak mengusai hati, baginya setan akan terus memperindah
tindakan berpura pura terhadap orang yang ditamakinya, hingga seakan-akan orang yang
ditamakinya itu adalah tuhannya. Rasulullah saw. bersabda, “Hindarilah perasaan tamak.
Karena sesungguhnya tamak akan meminumi hati dengan kerakusan luar biasa,
mengecap hati dengan stempel Cinta dunia. Ia adalah kunci semua keburukan, sabab
penggagal semua kebaikan.” Ini merupakan puncak kerugian dan kehancuran.

5. Tergesa-gesa, gegabah, dan ketakutan (fasyal). Diriwayatkan dari Rasulullah saw.


bahwa beliau bersabda, “Al-Anah" (kesabaran) dari Allah dan ketergesaan dari setan.”
Dalam satu riwayat dikisahkan bahwa saat ‘isa as. dilahirkan, para setan mendatangi Iblis,
mereka berkata, “Pagi ini berhala-berhala telah menundukkan kepala.” Iblis berkata, “Ini
bencana yang telah menimpa tempat kalian.” Lalu si Iblis pun segera menyelusuri seluruh
bumi hingga tempat~tempat kosong tak berpenghuni, namun tidak menemukan sesuatu pun.
Tetapi Iblis mendapati ‘Isa as. telah dilahirkan, dan ternyata beliau dikelilingi malaikat. Iblis
berkata kepada para setan, “Tadi malam telah lahir seorang nabi. Tidak seorang pun
perempuan hamil dan melahirkan melainkan aku berada di hadiratnya, kecuali ini. Maka
sejak malam ini, kalian jangan lagi berharap manusia akan menyembah berhala. Tetapi,
datangilah manusia dari arah ketakutan dan ketergesaan.”

6. Fitnah berupa dirham dan dinar serta bentuk-bentuk lain harta, materi, kendaraan dan
‘aqar (tanah, sawah ladang, perabot rumah dan harta tidak bergerak lainnya. Segala yang
lebih dari kadar yang dibutuhkan dan makanan pokok adalah tempat tinggal setan. Dalam
satu riwayat disebutkan bahwa saat Rasulullah saw. dibangkitkan (diutus), Iblis berkata
kepada para setan, “Sesuatu telah terjadi, selidikilah peristiwa apa ini!” Para setan pun
segera bertolak. Saat kembali mereka berkata, “Kami tidak tahu.” Iblis berkata, “Aku yang
akan mencari tahu dan mengabarakannya kepada kalian.” Lalu Si Iblis pun berangkat. Saat
kembali, dia berkata kepada mereka, “Muhammad saw. telah dibangkitkan (diutus).” Iblis
mengirim para setan kepada para sahabat Rasulullah saw, namun mereka kembali dalam
keadaan putus asa. Mereka berkata, “Kami tidak pernah menemani satu kaum pun yang
seperti mereka. Kami menyerang mereka, lalu mereka bangkit untuk shalat, hingga mereka
menghapus itu.” Si Iblis pun berkata, “Perlahanlah dalam menghadapi mereka. Barangkali
Allah akan membukakan dunia untuk mereka. Di sanalah kalian akan memperoleh hajat
kalian dari mereka.”

7. Kikir dan takut fakir. Kikir adalah pokok semua kesalahan. Dikisahkan bahwa Iblis
la‘anahullah berkata, “Anak Adam sudah terbukti tidak bisa mengalahkan aku dan tidak
akan bisa mengalahkan aku dalam tiga hal. Aku menyuruhnya untuk mengambil harta dari
yang bukan haknya, menggunakannya dalam sesuatu yang bukan haknya, dan menahannya
dari orang yang berhak atasnya.” Sufyan al-Tsawri r.a. berkata, “Setan tidak memiliki
senjata untuk mengalahkan manusia seperti yang seampuh (pedang) takut fakir. Iika
manusia sudah menerima itu dari setan, ia akan mengambil yang batil, menahan yang hak,
bicara berdasarkan hawa nafsu dan berprasangka buruk terhadap Tuhannya, dan ini
merupakan bencana—bencana terbesar dalam agama.

8. Buruk sangka terhadap kaum muslim.

Allah berfirman :

‫ْﺾ اﻟﻈﱠ ﱢﻦ إِ ْﺛ ٌﻢ‬


َ ‫ﯾﻦ آ َﻣﻨُﻮا اﺟْ ﺘَﻨِﺒُﻮا َﻛﺜِﯿﺮًا ِﻣ َﻦ اﻟﻈﱠ ﱢﻦ إِ ﱠن ﺑَﻌ‬
َ ‫ﯾَﺎ أَﯾﱡﮭَﺎ اﻟﱠ ِﺬ‬
"Hai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa (al-Hujurat[49]: 12)

10
Orang yang menilai orang lain berdasarkan prasangka, setan akan membuatnya bergairah
untuk terus menggunjingnya, atau mereduksi kebenarankebenaran dirinya, atau tidak suka
memuliakannya, atau memandangnya dengan tatapan penghinaan, atau melihat diri sendiri
lebih baik darinya. Semua itu merupakan sikap yang mencelakakan dan membinasakan. Saat
engkau melihat seseorang berprasangka buruk terhadap orang lain dan mencari-cari aib
mereka, ketahuilah bahwa ia berbatin busuk. Karena, sejatinya seorang mukmin akan
mencari-cari udzur bagi orang lain, sedangkan orang munafik akan mencari-cari aib orang
lain.

9. Kenyang dan menggemari tempat-tempat makan yang mewah. Kenyang akan


memperkuat syahwat, dan ia merupakan senjata-senjata setan yang dengannya dia berhasil.
Dalam satu riwayat disebutkan bahwa suatu hari Iblis menampakkan diri kepada Yahya ibn
Zakariyya as. Yahya Inelihat Iblis mengenakan kalung-kalung dari segala sesuatu. Lalu
beliau bertanya kepadanya, “Kalung-kalung apa ini?” Si Iblis menjawab, “Ini adalah
syahwat-syahwat yang dengannya aku menyerang Adam.” Yahya bertanya lagi, ‘apakah
darinya ada yang untuk diriku?” Iblis berkata, “Bisa jadi kalau engkau kenyang serta merasa
berat untuk shalat dan berzikir.” Yahya bertanya lagi, “Apakah ada yang selain itu?” lblis
menjawab, “Tidak.” Maka Yahya pun berucap, “Demi Allah, aku bersumpah untuk tidak
memenuhi perutku.” Iblis berkata, “Aku bersumpah tidak lagi menasihati seorang muslim
pun.

10. Berpikir tentang dzat Allah ‘Azza wa Jalla dan sifat-SifatNya serta tentang hal-hal
yang tidak terjangkau akal, ini bagi orang awam yang tidak belajar ilmu secara mendalam.
Karena kegiatan itu akan membawa mereka pada itikad-itikad kufur tanpa mereka sadari.
Mereka merasa amat senang, gembira, dan nyaman menerima apa yang muncul di dada
mereka, pada hal mereka di puncak kekeliruan, mereka mengira bahwa apa yang mereka
yakini itu adalah ilmu dan bashirah. Yang keadaannya seperti ini menjadi pintu terbesar bagi
setan untuk mempermainkan akal mereka dan menjerumuskan mereka ke dalam perkara-
perkara makruh.

Itulah pintu dan sarana yang digunakan setan untuk memasukj hati manusia. Ragamnya
banyak, masing-masing mewujud dalam banyak rupa. Dalam uraian yang telah kami
sebutkan ada peringatan bagi Anda untuk mewaspadai muatan yang di balik semua sifat itu.
Simpulannya, semua sifat tercela dalam diri manusia merupakan senjata setan, celah, dan
pintu baginya untuk memperdaya manusia.

Setelah menguraikan sarana dan pintu masuk setan ke hati manusia, kami akan menjelaskan
cara menangkal dan melenyapkan penyakit-penyakit tersebut. Ketahuilah, penyakit-penyakit
tersebut bisa ditangkal dan dilenyapkan dengan berdoa dan berlindung kepada Allah
disertai dengan usaha maksimal dalam menanggalkan sifat-sifat tercela itu dari hati dan
dengan pemeliharaan dalam dzikrullah. Inilah tiga penangkal, kami akan mengurainya satu
per satu:

1. Berlindung kepada Allah dengan doa dan menghimpun kelembutan-kelembutan


tersembunyi di dalam menjauhkan setan dan melenyapkannya.

‘Abdurrahman ibn Abi Laila berkata : “Suatu hari, setan mendatangi Rasulullah sambil
membawa nyala api, lalu berdiri di hadapan beliau yang sedang shalat. Beliau membaca dan
mengucap ta‘awwudz, tetapi setan tidak menyingkir. Lalu jibril as. datang kepada Nabi saw.
dan berkata, ‘Ucapkanlah: Aku berlindung dengan kalimah-kalimah Allah yang sempurna
yang tidak bisa ditembus si saleh maupun si jahat, berlindung dari keburukan (kejahatan)

11
yang masuk bumi dan keluar dari bumi, yang turun dari langit dan yang naik ke langit, dan
dari keburukan fitnah malam dan siang, para tamu yang datang dimalam hari maupun siang
hari, kecuali tamu yang membawa kebaikan, wahai Yang Mahakasih.’
Seketika nyala api yang dibawa setan itu padam dan si setan pun pingsan.”

Di dalam riwayat lain, dari Al-Hasan al-Bashr‘i‘ r.a., disebutkan, ‘Aku diberitahu bahwa
Jibr‘il mendatangi Rasulullah dan berkata kepada beliau, ‘Sesungguhnya Ifrit dari jin selalu
menyiasati paduka. Maka, bila paduka hendak berbaring di ranjang, bacalah Ayat al-Kursi.
Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Suatu hari setan
mendatangiku. Dia mendebat aku, dan lagi mendebat aku. Maka kupegang tenggorokannya.
Sungguh demi Dia yang telah mengutusku membawa kebenaran, aku tidak melepaskannya
hingga kudapati dingin lisannya di tanganku. Kalaulah bukan karena permintaan saudaraku,
Sulaiman, tentu dia akan terkapar (di sini) hingga kalian bisa melihatnya.”

2. Berusaha terus menghilangkan dan menanggalkan sifat~sifat tercela itu dari hati. Dalam
mengalahkan dan menguasai manusia, setan seperti anjing. Iika manusia menyandang sifat-
sifat tercela dari ghadhab, iri, rakus, tamak dan lainnya ini, maka setan akan seperti orang
yang di hadapannya ada roti dan daging. Anjing pasti akan menyerobot tanpa bisa ditolak.
Jika manusia tidak mengidap sifat—sifat tercela ini, setan tidak akan tamak padanya, karena
tidak ada yang menarik seleranya. Dengan demikian, mengusirnya akan sangat ringan dan
gampang, karena dia bisa diusir dengan bentakan dan hardikan.
Sifat—sifat tercela itu dilenyapkan dengan sifat—sifat yang menjadi lawannya. Ghadhab
dilenyapkan dengan ridha dan ketenangan. Keangkuhan dilenyapkan dengan tawaduk.
Hasut dihilangkan dengan mengetahui hak Si terhasut dan mengetahui bahwa orang yang
diberi keutamaan dari Allah keutamaanya tidak bisa dilenyapkan darinya. Tamak
dihilangkan dengan warak dan merasa cukup dengan pemberian Allah. Rakus dihilangkan
dengan memastikan keadaan dunia dan keterputusannya dengan kematian (dunia berakhir
dengan kematian). Demikian engkau mesti berusaha maksimal melenyapkan setiap bagian
sifat tercela.

3. Berzikir (mengingat Allah).

Ini diisyaratkan di dalam firman Allah,


"Sesungguhnya bila orang-orang bertakwa ditimpa was-was dari setan, mereka ingat
kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan—kesalahannya" (al—Araf
[7]: 201).

Maknanya, orang bertakwa akan segera berlindung pada zikir kepada Allah setiap kali hati
mereka merasa nyeri karena teritimpa sesuatu dari sifat—sifat tercela ini. Dalam keadaan
seperti itu, mereka bisa melihat akibat buruk perbuatan—perbuatan salah mereka. Ya, zikir
tidak bisa menjadi pengusir setan kecuali jika hati penuh dengan rasa takut kepada Allah
(khawf dan taqwa). Jika hati kosong dari khawf dan taqwa, bisa jadi zikir tidak efisien atau
bermanfaat. Perumpamaannya seperti orang yang demikian ingin minum obat saat perutnya
masih penuh berisi makanan, tidak mau diet (puasa) terlebih dahulu. Ia ingin cara minum
obatnya itu memberinya manfaat layaknya manfaat yang didapat orang yang meminumnya
setelah terlebih dahulu diet (puasa) dan mengosongkan perut dari makanan. Zikir adalah
Obat dan takwa adalah ihtima (mengosongkan perut sebelum minum Obat). Iika zikir
sampai di hati yang kosong dari selain Zikir, setan akan terusir seperti Virus lenyap dengan
masuknya obat ke perut yang kosong dari makanan, sebagaimana diisyaratkan Allah dengan
firman—Nya :

12
‫ﺎن ﻟَﮫُ ﻗَ ْﻠﺐٌ أَ ْو أَ ْﻟﻘَﻰ اﻟ ﱠﺴ ْﻤ َﻊ َوھُ َﻮ َﺷ ِﮭﯿ ٌﺪ‬ َ ِ‫إِ ﱠن ﻓِﻲ ٰ َذﻟ‬
َ ‫ﻚ ﻟَ ِﺬ ْﻛ َﺮ ٰى ﻟِ َﻤ ْﻦ َﻛ‬
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-
orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia
menyaksikannya. (Qaf [50]: 37).

Waswas Hati yang Meniadi Sebab Siksa dan Waswas yang Dimaafkan

Ketahuilah, masalah ini cukup samar, hanya bisa dipahami dengan pikiran yang jernih.
Masalah ini tersembunyi bagi kebanyakan orang, hanya bisa dipahami para ahli bashirah
(matahati) dan ulama pilihan serta para pemuka syariat. Tentang masalah ini ada banyak
ayat dan khabar yang tampaknya kontradiktif. Adanya jenis waswas hati yang ditoleransi
misalnya ditunjukkan dalam sabda Rasulullah saw, “Allah menoleransi dari umatku apa
yang dibisikkan jiwa mereka selama tidak diucapkan dan tidak dilakukan.” Di dalam
hadis lain disebutkan, “Allah Tabaraka wa Ta‘ala berfirman (kepada malaikat), "Iika hamba
—Ku berniat melakukan suatu keburukan, jangan kalian catatkan. Iika ia melakukannya,
catatkanlah untuknya satu keburukan. Iika ia meninggalkan
nya karena Aku, catatkan untuknya satu kebaikan. Adapun jika ia berniat melakukan suatu
kebaikan namun ia tidak melakukannya, catatkan untuknya satu kebaikan, sedangkan jika ia
melakukannya, catatkan untuknya sepuluh kebaikan.”.

Di dalam hadis tersebut terkandung isyarat adanya pemaafan dari Allah atas amal hati dan
niat hamba melakukan suatu keburukan. Di dalam hadis lain disebutkan, “Barangsiapa
berniat melakukan suatu kebaikan namun ia tidak melakukannya, maka baginya dicatatkan
satu kebaikan, sedangkan jika ia melakukannya, maka baginya dicatatkan sampai tujuh
ratus kali lipatnya. Adapun orang yang berniat melakukan suatu keburukan namun ia tidak
mengerjakannya, keburukan itu tidak dicatatkan untuknya, sedangkan jika ia
mengerjakannya, keburukan itu dicatatkan untuknya.”

Di dalam hadis lainnya disebutkan, “)ika ia hendak melakukan suatu keburukan, Aku
mengampuninya untuk dia selama dia tidak mengerjakannya.” Semua hadis tersebut
menunjukkan adanya pemaafan dari Allah, seperti juga halnya yang terdapat di dalam
firman Allah :

‫اﺳ ُﻊ ْاﻟ َﻤ ْﻐﻔِ َﺮ ِة‬ َ ‫ﺶ إِ ﱠﻻ اﻟﻠﱠ َﻤ َﻢ ۚ إِ ﱠن َرﺑﱠ‬


ِ ‫ﻚ َو‬ ِ ‫اﻹ ْﺛ ِﻢ َو ْاﻟﻔَ َﻮ‬
َ ‫اﺣ‬ ِ ْ ‫ُﻮن َﻛﺒَﺎﺋِ َﺮ‬ َ ‫اﻟﱠ ِﺬ‬
َ ‫ﯾﻦ ﯾَﺠْ ﺘَﻨِﺒ‬
"(Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain
dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu maha luas ampunan-Nya".
(al—Najm [53]:32).

Yang dimaksud dengan kesalahan—kesalahan kecil (al-lamam) ini adalah niat dan
kehendak yang muncul dalam hati.

Inilah dalil yang menunjukkan adanya hukuman atas amal hati berupa niat dan kehendak:

ِ ‫َوإِ ْن ﺗُ ْﺒ ُﺪوا َﻣﺎ ﻓِﻲ أَ ْﻧﻔُ ِﺴ ُﻜ ْﻢ أَ ْو ﺗُ ْﺨﻔُﻮهُ ﯾُ َﺤ‬


‫ﺎﺳ ْﺒ ُﻜ ْﻢ ﺑِ ِﮫ اﻟﻠﱠﮫُ ۖ ﻓَﯿَ ْﻐﻔِ ُﺮ ﻟِ َﻤ ْﻦ ﯾَ َﺸﺎ ُء‬
‫َوﯾُ َﻌ ﱢﺬبُ َﻣ ْﻦ ﯾَ َﺸﺎ ُء‬

13
"Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang
perbuatanmu itu". (al—Baqarah [2]: 284).

Pada ayat lain Allah Ta‘ala berfirman:

ً ُ‫ﺎن َﻋ ْﻨﮫُ َﻣ ْﺴﺌ‬


‫ﻮﻻ‬ َ ِ‫ﺼ َﺮ َو ْاﻟﻔُ َﺆا َد ُﻛﻞﱡ أُو ٰﻟَﺌ‬
َ ‫ﻚ َﻛ‬ َ َ‫إِ ﱠن اﻟ ﱠﺴ ْﻤ َﻊ َو ْاﻟﺒ‬
"Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya". (al—Isra’ [17]: 36).

Dua ayat ini menunjukkan bahwa amal hati itu diperhitungkan dan tidak ditoleransi, seperti
halnya amal pendengaran dan penglihatan. Allah ‘Azza wa Ialla berfirman :

َ ُ‫َو َﻻ ﺗَ ْﻜﺘُ ُﻤﻮا اﻟ ﱠﺸﮭَﺎ َدةَ ۚ َو َﻣ ْﻦ ﯾَ ْﻜﺘُ ْﻤﮭَﺎ ﻓَﺈِﻧﱠﮫُ آﺛِ ٌﻢ ﻗَ ْﻠﺒُﮫُ ۗ َواﻟﻠﱠﮫُ ﺑِ َﻤﺎ ﺗَ ْﻌ َﻤﻠ‬
‫ﻮن َﻋﻠِﯿ ٌﻢ‬
".....dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa
yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa
hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan". (al-Baqarah [2]:
283).

Allah Ta‘ala juga berfirman:

‫ﺖ ﻗُﻠُﻮﺑُ ُﻜ ْﻢ‬ ِ ‫َو ٰﻟَ ِﻜ ْﻦ ﯾُ َﺆ‬


ْ َ‫اﺧ ُﺬ ُﻛ ْﻢ ﺑِ َﻤﺎ َﻛ َﺴﺒ‬
"tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk
bersumpah) oleh hatimu". (al-Baqarah [2]: 225).

Ayat—ayat dan hadis—hadis di atas tampaknya bertentangan, padahal tidak. Untuk lebih
memperjelas masalah ini, kita perlu terlebih dahulu memilah dengan memerinci masalah
perbuatan, mulai dari sumber kemunculannya sampai pada kemunculannya dalam tindakan
tubuh. Ada empat macam hal yang muncul dalam hati sebelum memunculkan tindakan
tubuh:

1. Khathir (bersit pikiran) yang muncul dalam hati. Misalnya, jika terbersit di hatinya rupa
seorang perempuan bahwa pemrempuan itu ada di belakangnya saat di jalan yang bila ia me
nengok kepadanya ia bisa melihatnya.

2. Gerak syahwat dan gejolak hasrat yang ada pada tabiat dan kecenderungan nafsu.
Yang keadaannya begini muncul dari khathir, dan ini dinamakan kecenderungan tabiat.

3. Maksud hati. Misalnya hati bermaksud untuk menengok dan melihat si perempuan itu
setelah terbersit di hatinya. Keputusan hati ini bagaimanapun akan menentukan akal.

4. Pemantapan maksud dan pengentalan niat yang telah diputuskan hati. Kondisi ini
dinamakan al-Azm (ketetapan hati).

Keempat kondisi ini merupakan kondisi atau amal hati, sebagaimana Anda lihat. Tiga hal
pertama inilah amal hati yang tidak membuat pelakunya akan dihukum, yakni al-khatir,
gerak syahwat, dan maksud hati. Karena ketiga-tiganya tidak termasuk dalam ikhtiyar
(pilihan) dan tidak mengandung ketetapan hati untuk berbuat.

14
Semuanya merupakan bisikan jiwa yang terlintas di dalam khawathir. Ini yang isyaratkan
dalam sabda Rasulullah saw :
“Allah menoleransi dari umatku apa yang dibisikkan jiwa mereka selama tidak
diucapkan dan tidak dilakukan.”.

Kondisi atau amal hati yang keempat, yaitu pemantapan maksud dan pembaruan niat,
memiliki konsekuensi hukum (menjadi sebab seseorang disiksa). Ada silang pendapat di
antara para teolog mengenai masalah ini, apakah ketetapan hati ini bernilai hukum sama
dengan tindakannya atau tidak. Sekelompok teolog berpendapat bahwa ketetapan hati
bernilai hukum sama dengan tindakannya secara mutlak, misalnya kufur atau fasik.
Sekelompok lainnya berpendapat bahwa ketetapan hati tidak bernilai hukum sepadan
dengan tindakannya, dan mereka mengatakan bahwa Allah menoleransi ketetapan dan
kehendak hati ini.
Ada pula kelompok yang memilah, jika ketetapan hati ini disertai pengerjaannya, maka
hukumnya seperti hukum pengerjaannya dalam hal kufur atau fasik, tetapi jika tidak disertai
pengerjaannya, maka tidak. Lalu mereka berkata, “Berketetapan hati untuk minum
minuman memabukkan bukanlah kefasikan selama tidak dibarengi dengan pengerjaannya.
Sedangkan berketetapan hati meremehkan Allah dan para nabi-Nya adalah kufur, karena
dalam hal ini ketetapan hati menjadi tindakan kekufuran.” Inilah yang dipilih, dari sisi
bahwa ketetapan hati dan kehendak merupakan perkara—perkara yang disandarkan pada
perbuatan, dan karenanya bernisbah kepada tindakan.

Berdasarkan perincian tersebut, masalahnya menjadi jelas. Ada amal hati yang memiliki
konsekuensi hukum meski tidak muncul dalam tindakan tubuh, yakni yang berupa ketetapan
hati dan kehendak. Ada pula yang tidak memiliki konsekuensi hukum, yakni kondisi-kondisi
yang muncul dalam hati yang bukan ketetapan hati sebelum lahir dalam tindakan tubuh.
Keterangan yang tegas tentang kebenaran rincian yang telah kami paparkan ini adalah
firman Allah Azza Wa Jalla :

ِ ‫َوإِ ْن ﺗُ ْﺒ ُﺪوا َﻣﺎ ﻓِﻲ أَ ْﻧﻔُ ِﺴ ُﻜ ْﻢ أَ ْو ﺗُ ْﺨﻔُﻮهُ ﯾُ َﺤ‬


‫ﺎﺳ ْﺒ ُﻜ ْﻢ ﺑِ ِﮫ اﻟﻠﱠﮫُ ۖ ﻓَﯿَ ْﻐﻔِ ُﺮ ﻟِ َﻤ ْﻦ ﯾَ َﺸﺎ ُء‬
‫َوﯾُ َﻌ ﱢﺬبُ َﻣ ْﻦ ﯾَ َﺸﺎ ُء ۗ َواﻟﻠﱠﮫُ َﻋﻠَ ٰﻰ ُﻛﻞﱢ َﺷ ْﻲ ٍء ﻗَ ِﺪﯾ ٌﺮ‬
"Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang
perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan
menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu".
(al—Baqarah [2]: 284).

Ketika ayat ini turun, sekelompok sahabat datang kepada Rasulullah saw, lalu berkata, “Ya
Rasulullah, apa yang tidak mampu kami pikul telah membebani kami. Salah seorang di
antara kami, jiwanya membisikkan sesuatu yang tidak ia sukai menetap di hatinya. Mesti
bagaimana kami menghukuminya?” Rasulullah saw. menjawab, “Kalian jangan berkata
seperti Bani Israil yang berkata, ‘Kami mendengar dan kami menolak.’ Tetapi ucapkanlah,
‘Kami mendengar dan kami taat. Lalu Allah menurunkan kelapangan dengan firman—Nya :

‫ﻒ اﻟﻠﱠﮫُ ﻧَ ْﻔﺴًﺎ إِ ﱠﻻ ُو ْﺳ َﻌﮭَﺎ‬


ُ ‫َﻻ ﯾُ َﻜﻠﱢ‬
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (al-
Baqarah [2]: 286).
Ayat ini menunjukkan bahwa amal-amal hati yang tidak masuk dalam kesanggupan (bukan
pilihan) tidak menjadi sebab untuk Allah menyiksanya.

15
Rasulullah saw. bersabda, “Jika dua orang muslim betemu dengan membawa pedang
masing-masing (berkelahi), maka yang membunuh masuk neraka dan yang terbunuh juga
masuk neraka.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, yang membunuh ini sudah jelas.
Bagaimana dengan Si terbunuh?” Rasulullah saw. menjawab, “(Ia juga masuk neraka,
karena) sesungguhnya ia berkehendak untuk membunuhnya.”

Di dalam hadis tersebut ada indikator bahwa amal—amal hati sebagai pilihan (hasil ikhtiar)
memiliki konsekuensi hukum yang sama dengan perbuatan tubuh, menjadi sebab siksa.
Pemilahannya sebagaimana telah kami kemukakan di atas.
Demikian uraian kami untuk bab pertama tentang hati dan olah hati.

16

Anda mungkin juga menyukai