Anda di halaman 1dari 2

Tugas Review Film Bahasa Indonesia

“A man called Ahok”

Sepanjang 102 menit, film ini mengisahkan peran istimewa keluarga, khususnya sang ayah,
dalam membentuk karakter seorang Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Sosok Ahok memang memiliki pesona kuat di masyarakat. Hampir semua masyarakat di penjuru
Indonesia tahu sepak terjang atau minimal pernah mendengar nama ini. Selain karena berasal
dari ras minoritas dalam semesta politik Indonesia, dirinya kerap tampil blak-blakan dan sarat
dengan keputusan kontroversial.
Film 'A Man Called Ahok' lebih memilih untuk mengisahkan masa kecil Ahok bersama
keluarganya di Belitung Timur. Film bergenre drama keluarga ini akan memusatkan cerita pada
dua karakter yakni sosok Ahok sendiri dan ayahnya, Kim Nam.

Secara garis besar, film ini menceritakan cara didik Kim Nam kepada Ahok dan adik-adiknya. Ia
merupakan seorang pengusaha timah di Belitung Timur yang cukup terpandang, namun hal ini
tak membuat dirinya 'lembek' kepada anak-anaknya. Tak hanya dikenal sebagai 'tauke' alias bos
besar, ia juga diingat sebagai pengusaha dermawan yang kerap membantu masyarakat sekitar.
Kebaikan ini yang selalu ingin ditanamkan Kim Nam kepada anak-anaknya.

Cara mendidik Kim Nam inilah yang akan memancing emosi 'gado-gado' penonton hadir. Mulai
dari gelak tawa, rasa frustasi, hingga rasa haru turut muncul karena terciptanya hubungan benci
tapi cinta antara Kim Nam dan Ahok.

Eksekusi budaya Tionghoa dalam film ini juga baik, tak ditampilkan berlebihan yang pada
umumnya berujung pada stereotyping. Penggunaan Bahasa Khek yang tidak dibuat-buat serta
pemunculan budaya khas Tionghoa seperti tingginya harga diri dan gaya bicara blak-blakan
menjadi nilai tambah film garapan Putrama Tuta ini.
Film ini begitu apik memanfaatkan momen magis orangtua dan anak. Ada banyak dialog
mengharukan antara orangtua-anak yang menunjukkan arti kasih sayang tak selalu berwujud
manis. Namun sayang, petuah dan kata-kata bijaksana lebih banyak disampaikan secara lisan
tanpa penggambaran adegan yang cukup.

Jika diibaratkan dengan tempo, jalannya cerita di film 'A Man Called Ahok' memiliki tempo sedang
di awal. Namun setelah sosok sang ayah meninggal dunia, adegan terasa berlompat dan cepat
berlalu.

Soal aksi para pemainnya, Daniel Mananta sebagai pendatang baru di layar lebar Indonesia
tergolong mampu memerankan sosok Ahok dengan cukup baik dan matang. Daniel bisa
mengeksekusi dengan baik detil-detil khas seorang Ahok, seperti cara senyum, gestur tangan
kala berbicara, dan sebagainya.

Para pemain lain yang kebagian berbicara Bahasa Khek dan logat Belitung juga menunjukkan
konsistensi yang baik. Sebut saja Denny Sumargo, Chew Kin Wah Eriska Rein, Sita Nursanti,
dan Jill Gladys mampu menampilkan logat Belitung yang terkesan tidak dibuat-buat walau
terkadang masih terlihat kaku.
Secara umum, film ini cukup baik untuk ditonton bersama keluarga. Saratnya makna akan
pentingnya keluarga dalam membentuk karakter anak menjadi sebuah pengingat penuh haru
bagi orang tua dan anak untuk saling menjaga satu sama lain.

Film yang diadaptasi dari novel karya Rudi Valinka bertajuk senada ini telah naik layar pada 8
November 2018.

Anda mungkin juga menyukai