Proposal Skripsi

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 19

FORMULASI SNACK BAR BERBAHAN FLAKES TEPUNG KACANG EDAMAME

(GLYCINE MAX (L.) MERRILL) SEBAGAI MAKANAN SELINGAN DITINJAU DARI


TINGKAT KESUKAAN DAN KADAR SERAT SNACKBAR UNTUK PENDERITA
DIABETES MELITUS TIPE II

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun oleh :

Puri Andini Novianti (P23131116029)

D-IV-5A

Dosen pembimbing :

Mochammad Rachmat, SKM.,M.Kes

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV GIZI

JURUSAN GIZI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN

KESEHATAN JAKARTA II

TAHUN 2018
Abstract

Penderita diabetes melitus tipe 2 membutuhkan makanan selingan untuk membantu mencukupi
kebutuhan gizi serta mengontrol kadar glukosa darah. Rumput laut dan buah pisang mengandung tinggi
serat, amilosa, dan rendah indeks glikemik sehingga pembuatan snackbar tepung edamame diharapkan
menjadi makanan selingan dengan nilai gizi baik rendah IG sehingga tidak menimbulkan
hiperglikemia. Makanan selingan yang tepat sesuai dengan kebutuhan bagi penderita diabetes
mellitus mutlak diperlukan dalam upaya mengendalikan kadar glukosa darah. Tepung edamame dan
pisang ambon dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan snack bar yang menghasilkan gula
darah yang rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh formulasi Tepung
Edamame dan pisang ambon terhadap tingkat kesukaan dan kadar serat.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT berkat Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya kepada kita
semua sehingga saya dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan judul “FORMULASI SNACK
BAR BERBAHAN FLAKES TEPUNG KACANG EDAMAME (GLYCINE MAX (L.) MERRILL)
SEBAGAI MAKANAN SELINGAN DITINJAU DARI TINGKAT KESUKAAN DAN KADAR
SERAT SNACKBAR UNTUK PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II”. Laporan proposal
skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mengerjakan skripsi pada program Strata 1
Terapan Kesehatan di Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta II,
Jakarta. Penulis menyadari dalam penyusunan proposal skripsi ini tidak akan selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima
kasih kepada:

1. Bapak Mochammad Rachmat, SKM.,M.Kes, selaku Dosen Metodologi Penelitian, Jurusan


Gizi, Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta II.
2. Orang tua, saudara-saudara , atas doa, bimbingan, serta kasih sayang yang selalu tercurah
selama ini.
3. Keluarga besar Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta II , khususnya teman-
teman seperjuangan atas semua dukungan, semangat, serta kerjasamanya.
4. Seluruh civitas akademika Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta II
, yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis.

Saya menyadari proposal skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan. Penulis
mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikannya sehingga akhirnya
laporan proposal skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi bidang pendidikan dan penerapan
dilapangan serta bisa dikembangkan lagi lebih lanjut. Amiin.

Jakarta, September 2018

Peneliti
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara berkembang pada saat ini memiliki masalah gizi ganda yakni masalah gizi
kurang dan masalah gizi lebih diantaranya ialah Diabetes Mellitus. Diabetes Mellitus (DM) merupakan
penyakit gangguan metabolik akibat pankreas tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak
dapat mensekresikan insulin. Insulin adalah hormon yang mengatur keseimbangan kadar gula darah.
Berdasarkan klasifikasinya terdapat dua tipe DM yaitu Diabetes Tipe 1 adalah Insulin Dependent
DM (IDDM)dan Diabetes Tipe 2 Non Insulin Dependent DM (NIDDN) (Baradero, 2009). Gejala bagi
penderita Diabetes Mellitus adalah dengan keluhan banyak minum (polidipsi), banyak makan
(poliphagia), banyak buang air kecil (poliuria), badan lemas dan penurunan berat badan yang tidak jelas
penyebabnya, kadar gula darah pada waktu puasa ≥ 126 mg/dL dan kadar gula sewaktu >200 mg/dL.

Menurut laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, terjadi peningkatan dari 6,9%
pada tahun 2013 menjadi 8,5% pada tahun 2018. Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun
di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki
ranking ke-6 yaitu 5,8%. Hasil Riskesdas 2013, prevalensi diabetes melitus berdasarkan wawancara
terjadi peningkatan dari 1,1% tahun 2007 menjadi 2,1% tahun 2013 dan yang terdiagnosis oleh dokter
sebanyak 1,5%.6. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), diperkirakan
pada tahun 2030 prevalensi diabetes melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang.

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016, penderita diabetes melitus di dunia
sampai saat ini jumlahnya semakin bertambah. Jumlah penderita diabetes telah meningkat dari 108 juta
penduduk pada tahun 1980 menjadi 422 juta penduduk pada tahun 2014. Berdasarkan ADA tahun
2016, pada tahun 2010 sebanyak 25,8 juta penduduk Amerika menderita diabetes dan tahun 2012
jumlahnya meningkat menjadi 29,1 juta penduduk. Sebanyak 1,4 juta penduduk Amerika didiagnosis
diabetes melitus setiap tahunnya.

Hidayati dkk (2004), dalam penelitiannya menyatakan bahwa di Indonesia terutama di kota-kota
besar terjadi perubahan gaya hidup yang menjurus pada gaya hidup orang barat. Hal tersebut
mengakibatkan perubahan pola makan masyarakat merujuk pada pola makan tinggi kalori, 3 tinggi
lemak dan kolesterol terutama pada makanan siap saji (fast food) yang berdampak meningkatkan risiko
obesitas. Pola makan merupakan salah satu terjadinya obesitas yang secara tidak langsung
menyebabkan penyakit diabetes mellitus tipe 2 (Kaban dkk,2005). Frekuensi konsumsi pizza (2
kali/minggu) dan fried fries (1 kali/minggu) ditemukan lebih sering pada orang dewasa dengan obesitas,
sedangkan konsumsi fried chicken, spaghetti dan burger lebih banyak ditemukan pada orang dengan
berat badan normal (Maulina, 2011).

Penderita diabetes melitus tipe 2 membutuhkan makanan selingan untuk membantu mencukupi
kebutuhan gizi serta mengontrol kadar glukosa darah. Edamame dan buah pisang mengandung tinggi
serat, amilosa, dan rendah indeks glikemik sehingga pembuatan snackbar tepung Edamame diharapkan
menjadi makanan selingan dengan nilai gizi baik rendah IG sehingga tidak menimbulkan
hiperglikemia.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti ingin mengetahui lebih jauh mengenai pengaruh
Formulasi Snack Bar Berbahan Flakes Tepung Kacang Edamame (Glycine Max (L.) Merrill) Sebagai
Makanan Selingan Ditinjau Dari Tingkat Kesukaan dan Kadar Serat Snack bar Untuk Penderita
Diabetes Melitus Tipe II dengan melihat karakteristik responden yang berbeda dengan penelitian
sebelumnya.

B. Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh Formulasi Snack Bar Berbahan Flakes Tepung Kacang Edamame (Glycine Max
(L.) Merrill) Sebagai Makanan Selingan Ditinjau Dari Tingkat Kesukaan dan Kadar Serat Snack bar
Untuk Penderita Diabetes Melitus Tipe II ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh Formulasi Snack Bar Berbahan Flakes Tepung Kacang Edamame (Glycine Max
(L.) Merrill) terhadap mutu organoleptik, tingkat kesukaan dan kadar serat Snackbar

2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi flakes tepung Edamame terhadap warna Snackbar
b. Mengidentifikasi flakes tepung Edamame terhadap aroma Snackbar
c. Mengidentifikasi flakes tepung Edamame terhadap rasa Snackbar
d. Mengidentifikasi flakes tepung Edamame terhadap tekstur Snackbar
e. Mengidentifikasi flakes tepung Edamame terhadap tingkat kesukaan Snackbar
f. Menganalisis pengaruh flakes tepung Edamame terhadap mutu organoleptik (aroma, warna,
tekstur,rasa) dan tingkat kesukaan terhadap Snackbar
g. Menganalisis nilai gizi snackbar (Karbohidrat, Lemak, Protein dan Kadar Serat) berbahan flakes tepung
Edamame

D. Hipotesis Penelitian
1. Apakah ada pengaruh Formulasi Flakes Tepung Kacang Edamame (GLYCINE MAX (L.)
MERRILL) Pada Pembuatan Snackbar Buah Sebagai Makanan Selingan Ditinjau Dari Tingkat
Kesukaan Dan Kadar Serat Snackbar Untuk Penderita Diabetes Melitus Tipe II ?
2. Apakah tidak ada pengaruh Formulasi Flakes Tepung Kacang Edamame (GLYCINE MAX
(L.) MERRILL) Pada Pembuatan Snackbar Buah Sebagai Makanan Selingan Ditinjau Dari Tingkat
Kesukaan Dan Kadar Serat Snackbar Untuk Penderita Diabetes Melitus Tipe II ?

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan bagi
peneliti, kalangan akademis, dan instansi yang berhubungan dengan teknologi pangan.

2. Untuk meningkatkan pemanfaatan produk pangan lokal yang bergizi dan penganekaragaman produk
pangan yang dapat mendukung ketahanan pangan.

3. Dapat menjadi salah satu cemilan sehat dan aman untuk penderita Diabetes Melitus

4. Dapat meningkatkan nilai jual produk pangan lokal.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Diabetes Melitus
a. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik kronik progresif yang ditandai dengan
hiperglikemi (kadar gula darah tinggi), yang disebabkan oleh kurangnya seksresi insulin, aktivitas
insulin atau keduanya (American Diabetes Assosiation [ADA], 2016). DM adalah suatu penyakit kronis
dimana terjadi akibat dari penurunan produksi insulin di pankreas (Paran, 2007). Hal ini terjadi karena
tubuh tidak dapat merespon kerja insulin mengakibatkan insulin yang diproduksi tidak efektif, sehingga
sel-sel tubuh tidak dapat mengambil glukosa dan menggunakannya sebagai energi (International
Diabetes Federation [IDF], 2013). Gejala khas yang sering timbul pada penderita DM yaitu polidipsia
(rasa haus berlebihan), polyuria (kencing yang berlebihan), polyfagia (rasa lapar yang berlebihan),
penglihatan kabur dan penurunan berat badan yang drastis (Paran, (2007); ADA, (2016); Lanywati,
(2011)).

b. Klasifikasi Diabetes Melitus


1) Diabetes Tipe 1
Diabetes tipe 1 adalah penyakit yang disebabkan karena gangguan autoimun, dimana sel β- pankreas
pada penderita DM 12 tipe 1 mengalami kerusakan (Mahendra, 2008). DM tipe 1 ini biasanya
menyerang anak dibawah umur 35 tahun (Sari, 2012).
2) Diabetes Tipe 2
Diabetes tipe 2 adalah gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam
darah yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin dan resistensi terhadap insulin (PERKENI, 2015).
Pada DM tipe 2 faktor resikonya dikarenakan obesitas dan kurangnya aktivitas, faktor yang
mempengaruhi timbulnya DM tipe 2 yaitu riwayat keluarga atau keturunan, obesitas, dan usia lebih dari
65 tahun (Hasdianah, 2012).
3) Diabetes Gestasional
Diabetes Melitus Gestasional (DMG) adalah suatu gangguan pada ibu hamil yang mengalami
intoleransi karbohidrat ringan (toleransi gula terganggu) atau berat (diabetes melitus) yang diketahui
pertama kali pada saat kehamilan (Sari, 2012). Pada masa kehamilan diabetes lebih sulit diatur karena
kadar glukosa darah pada saat kehamilan tidak stabil (Sinclair, 2009)

c. Faktor Resiko Diabetes Melitus


1. Pola Hidup
Pola hidup yang buruk dapat menyebabkan berbagai macam penyakit salah satunya adalah DM
(Laniwaty, 2009). Contoh hidup yang buruk seperti merokok, diet yang tidak sehat, dan kurangnya
aktivitas. Tidak hanya menyebabkan DM tetapi pola hidup yang buruk akan menyebabkan banyak
komplikasi penyakit.
2. Obesitas
Berat badan yang berlebihan dapat menyebabkan tubuh mengalami resistensi terhadap hormon insulin.
Akibatnya organ pankreas akan memproduksi insulin dalam jumlah yang banyak sehingga dapat
menyebabkan pankreas kelelahan dan rusak (Smeltzer & Bare, 2006).
3. Aktivitas
Aktivitas sangat berpengaruh terhadap perkembangan DM. Dimana gerakan mampu membantu
pembakaran glukosa menjadi tenaga yang digunakan untuk beraktivitas atau bergerak (Laniwaty, 2009)

Dalam penelitian (Hidayati, dkk) menyatakan bahwa di Indonesia terutama di kota-kota besar
terjadi perubahan gaya hidup yang menjurus pada gaya hidup orang barat. Hal tersebut mengakibatkan
perubahan pola makan masyarakat merujuk pada pola makan tinggi kalori, 3 tinggi lemak dan
kolesterol terutama pada makanan siap saji (fast food) yang berdampak meningkatkan risiko obesitas.
Pola makan merupakan salah satu terjadinya obesitas yang secara tidak langsung menyebabkan
penyakit diabetes mellitus tipe 2 (Kaban dkk,2005). Frekuensi konsumsi pizza (2 kali/minggu) dan
fried fries (1 kali/minggu) ditemukan lebih sering pada orang dewasa dengan obesitas, sedangkan
konsumsi fried chicken, spaghetti dan burger lebih banyak ditemukan pada orang dengan berat badan
normal (Maulina, 2011).

2. Serat
a. Definisi Serat
Serat (polisakarida, oligosakarida dan lignin) dikenal juga dietary fiber, merupakan bagian dari
tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan tersusun dari karbohidrat yang memiliki sifat resistan terhadap
proses pencernaan dan penyerapan di usus halus manusia serta mengalami fermentasi sebagian atau
keseluruhan di usus besar (Anonim, 2001). Deddy Muchtadi (2001); Jansen Silalahi dan Netty
Hutagalung (200 ), menyebutkan bahwa serat pangan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat
dihirolisis oleh enzimenzim pencernaan. Sedangkan Meyer (2004) mendefinisikan serat sebagai bagian
integral dari bahan pangan yang dikonsumsi sehari-hari dengan sumber utama dari tanaman, sayur-
sayuran, sereal, buah-buahan, kacangkacangan.

b. Jenis serat
1. Serat larut air
Seperti namanya, jenis serat ini memang bersifat larut di dalam air. Sehingga ketika makanan yang
mengandung serat larut ini dicerna, maka serat akan menyerap air dan berubah bentuk menjadi gel.
Serat larut air memiliki beberapa manfaat yang spesifik seperti, menjaga kesehatan jantung karena
mengikat kolesterol, mencegah kenaikan gula darah, serta membuat berat badan terkendali. Contoh
makanan yang mengandung serat larut air adalah apel, kacang-kacangan, wortel, dan berbagai jenis
jeruk.
2. Serat tidak larut air
Kebalikan dari serat larut air, justru di dalam tubuh jenis serat ini tidak menyatu dengan air dan
langsung melewati sistem pencernaan. Oleh karena itu, sebagian besar serat tidak larut air dapat
membantu pergerakan kotoran di dalam usus. Berbagai sumber makanan yang mengandung serat tidak
larut seperti kembang kol, kentang.

c. Kebutuhan serat per hari


Kebutuhan tingkat kecukupan serat pada pasien DM adalah sebesar 20-35 gr/hari dengan anjuran
kacang-kacangan, buah, sayuran, (PERKENI, 2015). Sedangkan kebutuhan tingkat kecukupan serat
menurut jenis kelamin dan umur menurut (angka kecukupan gizi) adalah :
1. Laki-laki :
- 30-49 tahun : 38 g/hari
- 50-64 tahun : 33 g/hari
- 65-80 tahun : 27 g/hari
- >80 tahun : 22 g/hari
2. Perempuan
- 30-49 tahun : 30 g/hari
- 50-64 tahun : 28 g/hari
- 65-80 tahun : 22 g/hari
- >80 tahun : 20 g/hari
(KEMENKES, 2013)

d. Pengaruh serat terhadap Diabetes Melitus


Jumlah serat yang di konsumsi sangat mempengaruhi kadar glukosa darah. Semakin tinggi konsumsi
serat per hari, semakin rendah kadar glukosa darah. Tingkat kecukupan serat yang dianjurkan adalah
tinggi serat 25 gram per hari dengan kenaikan 1 gram serat mampu menurunkan 5,539 mg/dl glukosa
darah (Fitri dan Wirawanni, 2014)

3. Snackbar
Snackbar merupakan makanan selingan yang siap santap, umumnya terbuat dari tepung kedelai,
bahan-bahan lain yang kaya zat gizi maupun non gizi, dan buah-buahan kering yang berbentuk bar atau
batang, dikonsumsi di sela-sela waktu makan. Menurut Ryland (2010), snack bars dapat memenuhi
permintaan konsumen akan gizi, kenyamanan, dan rasa yang dapat memenuhi rasa lapar dalam waktu
singkat sampai makanan utama berikutnya disantap.
Ada tiga jenis snack bars. Jenis pertama merupakan cereal bars atau sarapan dengan sereal sebagai
bahan utama dan bahan seperti kacang atau buah-buahan, dengan madu, atau karamel sebagai binder.
Contohnya adalah granola bars, yang biasanya dikonsumsi saat sarapan. Jenis kedua adalah chocolate
bars contohnya permen atau coklat yang berbentuk batang. Produk chocolate bars komersial adalah
”Snickers” dan ”Mars”. Jenis ketiga adalah energy bars yang biasanya mengandung sekitar 200-300
kalori per bar. Jenis ini biasanya dimakan oleh pengendara sepeda motor, pelari, dan atlet. Energy bars
mengandung kalori seimbang, karbohidrat, protein, dan lemak. Menurut Aigster (2011), bars dengan
nutrisi yang seimbang kalori, lemak, karbohidrat, dan protein, vitamin dan mineralnya sedang dicari
untuk dikembangkan. Setiap bar mengandung vitamin dan mineral dalam jumlah berlebih. Produk ini
memilki umur simpan sekitar lima tahun dan dapat disimpan pada kisaran temperatur yang ekstrem (-
54.2 C sampai dengan 134 C).

4. Flakes
Flakes termasuk dalam kategori produk sereal siap santap yang dapat dikonsumsi secara langsung
dengan atau tanpa penambahan susu (Tribelhorn, 1991). Umur simpan produk flakes sekitar 6 – 12
bulan (Valentas et al., 1997). Menurut Herliana (2006), flakes memiliki beberapa karakteristik yaitu
berbentuk lembaran, berwarna kuning kecoklatan, berbentuk oval, memiliki kemampuan rehidrasi, dan
memiliki tekstur yang renyah. Produk flakes pada umumnya dikonsumsi sebagai sarapan pagi karena
memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Konsumsi karbohidrat di pagi hari sangatlah penting karena
mikro nutiren dan glukosa dalam otak dapat terangsang oleh karbohidrat tersebut sehingga dapat
dihasilkan energi dan dapat memacu kerja otak (Moehji, 2009). Produk ini memiliki ciri khas yaitu
memiliki kadar air yang rendah dengan tekstur yang renyah. Serealia, pemanis, dan flavoring agent
merupakan tiga komponen dasar dalam formulasi produk flakes. Serealia yang umumnya digunakan
yaitu beras, oat, gandum dan jagung, serta umbi-umbian seperti kentang, ubi kayu, dan ubi jalar
(Lawes, 1990). Garam, ragi, pewarna, vitamin, mineral, dan pengawet merupakan bahan tambahan lain
yang umum digunakan pada proses pembuatan flakes. Menurut Tribelhorn (1991), persiapan,
pencampuran bahan-bahan baku, pemasakan, pengeringan, pendinginan, dan pembentukkan flakes
merupakan tahapan proses pengolahan flakes secara umum.
5. Edamame
Edamame merupakan sebutan yang digunakan untuk jenis kedelai hijau yang dapat dikonsumsi.
Edamame merupakan tanaman kacangkacangan yang penting di Asia. Jenis kacang-kacangan ini
dipanen dan dikonsumsi saat masih belum matang sepenuhnya (Coolong, 2009). Edamame merupakan
kedelai hijau yang dipanen saat puncak kematangan tetapi sebelum mencapai tahap pengerasan
(“hardening”) (Anonim, 2013).
Menurut Asadi (2009), edamame adalah jenis kedelai yang dipanen saat polongnya masih muda dan
berwarna hijau, yaitu saat stadium R6 (pengisian biji 80 – 90% pengisian). Edamame dan kedelai
kuning merupakan spesies yang sama, yaitu Glycine max (L.) Merrill, tetapi edamame memiliki rasa
yang lebih manis, aroma kacang-kacangan yang lebih kuat, tekstur yang lebih lembut, dan biji yang
berukuran lebih besar daripada kedelai kuning, serta nutrisi yang terkandung dalam edamame lebih
mudah dicerna oleh tubuh dibandingkan kedelai kuning (Rackis, 1978). Edamame atau yang sering
disebut ‘kedelai sayur’ (vegetable soybean) juga mengandung lebih sedikit pati penghasil gas (Born,
2006). Edamame dikatakan memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Edamame mengandung isoflavon
yang dapat berperan sebagai anti-kanker (Coolong, 2009).

Kedudukan taksonomi kedelai , Menurut United States Department of Agriculture (2013), adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Rosidae
Order : Fabales
Family : Fabaceae
Genus : Glycine
Species : Glycine max (L.) Merrill

Tabel Kandungan gizi Kacang Edamame

KOMPOSISI JUMLAH
Energi (kkal/100g) 582,0
Protein (g/100g) 11,4
Karbohidrat (g/100g) 7,4
Serat (g/100g) 1,9
Serat pangan (g/100g) 15,6
(Sumber: Johnson, dkk., 1999)
6. Pisang
Pisang merupakan tanaman monokotil dan herba perennial dengan tinggi 2-9 m yang mempunyai
batang di bawah tanah atau rhizom. Bonggol (Corm) mempunyai pucuk yang menghasilkan rhizom
pendek dan tunas yang berada dekat induk. Pisang merupakan tanaman partenokarpi yang berkembang
biak dengan rhizom (Nakasone, 1998). Tananaman pisang oleh Linneus dimasukkan kedalam keluarga
Musaceae untuk memberikan penghargaan kepada Antonius Musa.
Salah satu bahan pangan lokal yang dapat digunakan sebagai pengganti terigu dan memiliki IG
rendah sebesar 46-51 adalah pisang. Nilai IG tersebut lebih rendah dibandingkan dengan ubi jalar ungu
(54 - 68) (Rimbawan dan Siagian 2004). Potensi Indonesia sangat besar untuk produksi pisang karena
dari tahun ke tahun mengalami peningkatan misalnya tahun 2013 hasilnya 6.279.279 dan tahun 2014
mencapai 7.008.407 (Kementan 2014). Pisang klutuk termasuk pisang yang kurang dimanfaatkan.
Pemanfaatannya masih terbatas pada penepungan, kripik bahkan hanya dijadikan bahan campuran
makanan rujak (Margono 2000). Pisang klutuk memiliki kandungan tinggi serat dan sumber fenol. Pada
pisang klutuk kandungan serat kasar sebesar 6.9 % (Endra 2006). Makanan dengan kadar serat tak larut
tinggi cenderung meningkatkan bobot feses, menurunkan waktu transit di dalam saluran cerna, dan
serat pangan yang berperan dalam proses metabolisme glukosa dan lipid (Almatsier 2004). Pisang
ambon menjadi tepung pisang meningkatkan kandungan pati yaitu, setiap 100 gram mengandung 61,3 -
76,5 g dan serat 6,3 - 15,5 g
B. Kerangka Konsep
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang dirancang pada penelitian ini menggunakann rancangan acak lengkap
(RAL), karena media/bahan percobaan homogen atau seragam. Penempatan perlakuan secara acak .
Dengan satu faktor yaitu variasi komposisi tepung Edamame dan tepung Terigu sebagai bahan dasar
pembuatan Flakes untuk snack bar.

B. Jenis Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan metode eksperimental, menurut Sugiyono (2013: 6)
Penelitian eksperimen sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan
tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Penelitian yang digunakan,
menggunakan beberapa tahapan yang diantaranya tahapan pertama uji organoleptik atau uji hedonik
oleh para panelis untuk pengujian desktiptif produk, pengujian daya kesukaan dan uji daya simpan pada
produk tahapan terakhir pengujian daya terima konsumen.Tahapan tahapan ini dilakukan dengan tujuan
mengetahui seberapa besar kualitas produk Snack bar berbahan flakes tepung kacang Edamame dan
respon masyarakat pada produk baru ini.

C. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Tempat pembuatan snack bar berbahan flakes tepung kacang edamame dan mutu organoleptik
dilakukan di Laboratorium Ilmu Teknologi Pangan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta
II. Sedangkan uji kadar serat dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan Politeknik Kesehatan
Kementrian Kesehatan Jakarta II. Dan uji kesukaan dilakukan di Laboratorium Uji Cita Rasa Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta II.

Waktu penelitian diimulai dari pembuatan proposal skripsi pada bulan September 2018 sampai
dengan pembuatan skripsi bulan (belum diketahui), sedangkan penelitian pendahuluan dilakukan pada
bulan (belum diketahui).

D. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto,2006) . Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penderita Diabete Melitus Tipe II . dengan sampel 10 orang, yang ditetapkan .

2. Sampel
Dengan sampel 20 orang penderita Diabetes Melitus yang ditetapkan .

E. BAHAN DAN ALAT


1. Bahan Utama
Bahan yang digunakan dalam pembuatan produk adalah kacang Edamame yang dibeli di Pasar
Mayestik, Jakarta Selatan,

2. Bahan Tambahan
Bahan yang tambahan digunakan adalah tepung jagung , tepung terigu protein tinggi, margarin, gula
halus , telur ayam, susu bubuk skim,madu, air.
3. Alat-alat
Alat yang digunakan dalam pembuatan tepung kacang edamame : timbangan, loyang, oven pengering ,
Food processor, box untuk menyimpan tepung kacang edamame.
Alat yang digunakan untuk mengeringkan buah pisang : Timbangan, pisau, loyang, oven
Alat yang digunakan dalam pembuatan Flakes : Timbangan ,Baskom, whisk, spatula, loyang, oven
baking, plastic segitiga, gelas ukur, gunting, kompor, sendok.
Alat yang digunakan dalam pembuatan snack bar : Timbangan,spatula, loyang ,panci,sendok, pisau.

F. Posedur Penelitian

Persiapan pembuatan Flakes

Pembuatan Flakes

Formulasi 1,2,3

Flakes

Persiapan pembuatan Snack bar

Pembuatan Snack bar

Snack bar

Uji organoleptik Analisis zat gizi


1. Pengolahan Bahan Baku
1.1 Pembuatan Tepung Kacang Edamame
Kacang yang dipilih untuk dibuat tepung adalah kacang edamame yang cukup tua namun belum matang
dan tidiak busuk , padat, tidak kopong.
Edamame dipisahkan dari kulitnya terlebih dahulu selanjutnya dicuci untuk menghilangkan kotoran dan
getah yang menempel pada edamame, kemudian Edamame diblansing dengan uap panas bersuhu 100
C selama 3-5 menit . Kemudian Edamame dikeringkan dengan oven pengering bersuhu 60oC selama 5-
6 jam. Edamame yang telah kering kemudian digiling dengan menggunakan Food Processor agar
diperoleh bentuk tepung. Tepung diayak dengan menggunakan alat pengayakan berukuran 60 mesh –
80 mesh. Tepung Edamame yang dihasilkan kemudian dianalisis proksimat agar diketahui kandungan
makronutriennya sehingga dapat digunakan untuk perkiraan penghitungan nilai energi Snack bar
Edamame

Dikupas

Cuci

Blansing

Pengeringan *60 C selama 5-6 jam.

Penggilingan

Pengayakan
Tepung Edamame Gambar . Diagram alir pembuatan tepung Edamame

1.2 Pembuatan Flakes Tepung Edamame


Bahan-bahan yang dipergunakan dalam pembuatan flakes meliputi tepung Edamame, susu skim,
margarin, gula halus, telur , garam, dan vanili. Formulasi yang disusun pada penelitian ini adalah
campuran tepung Edamame dan Tepung terigu dengan variasi tepung Edamame mulai dari 0%; 5%;
10% dan 15%.
a. Pembuatan Adonan
Mengacu pada penelitian Rakhmawati (2013), pencampuran bahan dilakukan secara bertahap yang
terdiri dari tiga tahap. Fungsi dari masingmasing pencampuran adalah:
- Pencampuran I: merupakan proses mixing yang mencampurkan bahan baku serta bahan penunjang
(tepung edamame, tepung terigu, tepung maizena, susu skim, gula, garam, telur) secara merata.
- Pencampuran II: merupakan pencampuran dengan air agar terbentuk adonan. Air disamping bersifat
melarutkan bahan garam ataupun gula juga berfungsi untuk mengontrol kepadatan adonan, mengatur
suhu adonan, menahan dan menyebarkan bahan-bahan dalam mixing secara merata. Apabila absorpsi
air menurun maka akan dihasilkan produk dengan tekstur keras dan padat (Matz, 2001).
- Pencampuran III: merupakan proses pencampuran dengan penambahan margarin. Margarin
ditambahkan pada pencampuran akhir agar tidak menghalangi penetrasi air pada adonan selain untuk
melicinkan adonan agar tidak lengket terutama sebelum dimasukkan ke dalam loyang untuk dioven.
Margarin sebagai komponen yang menyumbang kadar lemak dalam produk. Pada Flakes, lemak akan
memecah strukturnya kemudian melapisi pati dan gluten sehingga dihasilkan Flakes yang renyah.
Lemak dapat memperbaiki struktur fisik seperti pengembangan, kelembutan, tekstur, dan aroma (Zulfa,
2013).
b. Pembentukan Adonan
Dibentuk dengan menggunakan plastik segitiga, langsung diatas diatas loyang yang sudah diolesi oleh
margarin sebelum dioven agar tidak lengket. Dibentuk dengan bentuk oval dan tipis .
c. Pemanggangan/pengovenan
Winarno, (2002), menyatakan bahwa suhu yang digunakan dalam proses pemanggangan sereal yaitu
180-2200 . Pemanggangan kepingan flakes basah dilakukan pada suhu 1200 C selama 20 menit
dikarenakan pada saat trial, suhu tinggi mulai dari 150-2200 C memberikan hasil gosong dan kerusakan
pada produk. Pemanggangan akan mempengaruhi karakteristik flavor, kerenyahan, dan penampakan
pada produk akhir (Anggiarini, 2004).
Tepung Edamame

Pencampuran I

Pencampuran II

Pencampuran III

Pembentukan

Pemanggangan *suhu 120 C 20 menit

Flakes Edamame

Gambar . Diagram alir Pembuatan Flakes Edamame ( * mengacu pada Rakhmawati, (2013)

1.3 Pembuatan Buah Kering (Pisang)


Pisang yang dipilih untuk dibuat tepung adalah pisang ambon yang cukup tua (matang). Pisang yang
telah masak ditandai dengan daging buah yang lunak dan warna kulitnya yang berwarna kuning .
Pisang nangka dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran dan getah yang menempel pada
kulit, kemudian pisang diblansing dengan uap panas bersuhu 100oC selama 5- 10 menit dengan tujuan
untuk menginaktivasi enzim polifenolase pada pisang yang dapat menyebabkan pencoklatan. Pisang
kemudian diiris tipis untuk mempermudah proses pengeringan. Kemudian pisang dikeringkan dengan
oven pengering bersuhu 60oC selama 5-6 jam.

Pisang ambon

Cuci

Blansing

Pengupasan

Pengirisan

Pengeringan

Buah kering
Buah kering Gambar . Diagram alir pembuatan Buah kering
1.4 Pembuatan Snack Bar Flakes tepung Edamame
Pembuatan snack bar ini dilakukan dengan mencampurkan flakes Edamame dengan buah kering yaitu
pisang , madu dan sedikit margarin cair hingga bahan bahan menempel satu dengan yang lain.
Selanjutnya dicetak dalam loyang kotak dan dipadatkan. Keluarkan dari loyang dan dipotong-potong
persegi panjang.
Flakes Edamame

Pencampuran

Pencetakan

Pemotongan

Snack bar
Snack bar Gambar . Diagram alir pembuatan Snack bar Flakes Edamame

G. Teknik Pengumpulan Data


Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Observasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan mengamati secara langsung objek yang
diteliti.
b. Parameter yang diamati yaitu jumlah serat yang ada di dalam 1 snack bar

H. Teknik Analisis
1. Metode Perhitungan Empiris Nilai Energi dan Zat Gizi
a. Perhitungan Nilai Energi
Metode dilakukan dengan metode empiris menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)
dengan cara sebagai berikut :
Nilai Energi (gram) = Bahan (g) x Nilai Energi bahan (DKBM*) 100 g
100 g
Keterangan : *) Nilai energi (kalori/ 100 gram bahan) Kemudian dilakukan tabulasi dan analisis secara
deskripstif.

b. Perhitungan Kadar Protein


Metode dilakukan dengan metode empiris menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)
dengan cara sebagai berikut :
Kadar Protein (gram) = Bahan (g) x Kadar Protein bahan (DKBM*) 100 g
100 g
Keterangan : *) Kadar Protein (gram/ 100 gram bahan) 34 Kemudian dilakukan tabulasi dan analisis
secara deskripstif.

c. Perhitungan Kadar Lemak


Metode dilakukan dengan metode empiris menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)
dengan cara sebagai berikut :
Kadar Lemak (gram) = Bahan (g) x Kadar lemak bahan (DKBM*) 100 g
100 g
Keterangan : *) Kadar lemak (gram/ 100 gram bahan) Kemudian dilakukan tabulasi dan analisis secara
deskripstif.
d. Perhitungan Kadar Karbohidrat

Metode dilakukan dengan metode empiris menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)
dengan cara sebagai berikut :

Kadar Karbohidrat (gram) = Bahan (g) x Kadar KH bahan (DKBM*) 100 g

100 g

Keterangan : *) Kadar karbohidrat (gram/ 100 gram bahan) Kemudian dilakukan tabulasi dan analisis
secara deskripstif.

e. Perhitungan Kadar Serat


Metode dilakukan dengan metode empiris menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)
dengan cara sebagai berikut :
Kadar serat (gram) = Bahan (g) x Kadar serat bahan (DKBM*) 100 g
100 g
Keterangan : *) Kadar serat (gram/ 100 gram bahan) Kemudian dilakukan tabulasi dan analisis secara
deskripstif.

2. Sifat fisik snack bar


Sifat fisik snack bar adalah gambaran keadaan fisik snack bar yang diamati menggunakan panca indera
secara subyektif, meliputi :
a. Warna
Warna adalah karakteristik yang diamati menggunakan indera penglihatan yang dilengkapi dengan
foto atau gambar.
Parameter :
1) Cokelat
2) Cokelat tua
Skala : ordinal
b. Aroma
Aroma adalah karakteristik yang diamati menggunakan indera penciuman atau pembau.
Parameter :
1) Aroma khas kue kering
2) Aroma khas Edamame
Skala : ordinal
c. Rasa
Rasa adalah karaketristik yang diamati menggunakan indera pengecap.
Parameter :
1) Khas kue kering
2) Khas Edamame
Skala : ordinal
d. Tekstur
Tekstur adalah karakteristik fisik snack bar yang diukur secara subyektif menggunakan indera peraba.
Parameter :
1) Agak kasar
2) Kasar
Skala : ordinal

3. Mutu Organoleptik
Hasil penelitian dilakukan dengan pengkajian fisik secara organoleptik dengan atribut tekstur, warna,
aroma, dan rasa. Uji organoleptik menggunkan metode Hedonic Scale Test.
Tingkat kesukaan pada metode hedonik yang digunakan, yaitu :
1 = Sangat Tidak Suka
2 = Tidak Suka
3 = Suka
4 = Sangat Suka
Panelis yang digunakan dalam melakukan uji organoleptik adalah 20 panelis agak terlatih dengan
kriteria :
1. Bersedia menjadi panelis
2. Dalam keadaan sehat
3. Tidak mempunyai pantangan terhadap produk yang dinilai
4. Sebelum pelaksanaan tidak dalam keadaan lapar atau kenyang Langkah-langkah yang dilakukan
dalam pengujian organoleptik antara lain :
1. Panelis ditempatkan pada ruangan khusus (ruang penilaian mutu organoleptik)
2. Masing-masing produk diletakkan pada kertas
3. Setiap menilai satu unit perlakuan, panelis disediakan air putih untuk diminum sebagai penetralisir
rasa dari produk sebelumnya
4. Setelah selesai menilai semua produk, panelis dapat menulis hasil penilaian pada form mutu
organoleptik.

I. Teknik Pengumpulan Data

1. Kadar serat
Data kadar serat diperoleh langsung dari analisis kandungan serat di Laboratorium Kimia Pangan,
Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta 2.
2. Data sifat fisik yang diamati meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur snack bar dengan cara
subyektif oleh peneliti dan dilengkapi dengan foto.
3. Sifat organoleptik
Data sifat organoleptik yang diamati meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur snack bar dengan
metode uji Hedonic Scale Test oleh panelis agak terlatih sebanyak 25 orang.

J. Pengolahan Data
1. Data kadar serat dianalisis dengan metode deskriptif.
2. Data yang dikumpulkan akan ditabulasi.
3. Data hasil uji sifat fisik akan dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui karakteristik warna, aroma,
rasa, dan tekstur snack bar.
4. Data sifat organoleptik yaitu warna, aroma, rasa dan tekstur yang diperoleh dengan uji Hedonic Scale
Test oleh panelis agak terlatih sebanyak 25 orang Form uji organoleptik dianalisis menggunakan
statistik non parametrik dengan uji independen sample yaitu Kruskal-Wallis yang dilanjutkan dengan
uji Mann-Whitney Test bila ada perbedaan (Aritonang dkk, 2011).

Anda mungkin juga menyukai