Anda di halaman 1dari 9

GAMBARAN KEBAHAGIAAN ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK

DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS


Achmad Faisal
Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Banjarmasin
(achmadfaisal89@gmail.com)

Ceria Hermina
Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Banjarmasin
(ceria.hermina@gmail.com)

Abstrak

Penelitian ini mengenai gambaran kebahagiaan orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan
khusus autism, bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah gambaran kebahagiaan orang tua yang
memiliki anak dengan kebutuhan khusus autism. Peneliti menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan pendekatan studi kasus, Pemilihan responden yang di libatkan pada penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling, metode pengumpulan data menggunakan metode
wawancara & observasi dengan teknis analisis data menggunakan teknik model interaktif. Hasil
penelitian ini menunjukkan dalam mencapai kebahagiaan ini ada beberapa tahap yang harus
dilakukan; menjalin hubungan positif dengan orang lain, keterlibatan penuh dalam pendidikan,
menemukan makna dalam keseharian, & optimis namun tetap realistis. Dengan kata lain,
berdasarkan hasil penelitian di atas, kedua subjek termasuk orang tua yang bahagia dalam
mendidik anak berkebutuhan khusus autism.

Kata kunci: Kebahagiaan, orang tua, autism

Abstract

This study describes the happiness of parents who have children with special needs for autism,
aiming to find out how the picture of happiness of parents who have children with special needs
autism. Researchers use qualitative research methods with a case study approach. The selection of
respondents involved in this study uses purposive sampling technique, the method of data
collection uses interview & observation methods with technical data analysis using interactive
model techniques. The results of this study indicate that in achieving this happiness there are
several steps that must be done; establish positive relationships with other people, full involvement
in education, find meaning in everyday life, & optimistic but still realistic. In other words, based
on the results of the above research, both subjects included parents who were happy in educating
children with special needs for autism.

Key Words : Happiness, Parents, autism

Prosiding Seminar Nasional & Call Paper 7 Achmad Faisal, Ceria Hermina
Psikologi Pendidikan 2019
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019
Gambaran Kebahagiaan Orang Tua

Kebahagian menjadi tujuan akhir dalam Menurut UNESCO (2011), angka kejadian
kehidupan, hidup tidak lengkap kalau belum bahagia. penyandang autisme dari tahun ke tahun terus
Orang dahulu percaya bahwa kebahagian bukanlah mengalami kenaikan. National Information Center For
sesuatu yang dicapai, tetapi sebuah anugrah yang Children Youth With Disabilities (NICHY)
diberikan Tuhan kepada hambaNya atau sebuah memperkirakan bahwa pada tahun 2000 prevalensi
kemurahan hati dari yang maha kuasa (Bruni, 2010), autisme mendekati 50-100 per 10.000 kelahiran.
namun sekarang kebahagiaan merupakan sesuatu yang Banyak istilah atau sebutan untuk anak autis, antara
harus kita capai dengan sendirinya, mencapai lain “Autism”, “Autisma”, “Autisme”, “Autistik”, dan
kebahagian lebih dari sekedar tujuan pribadi melainkan “Autis”. Kita pilih istilah “Autis” sesuai dengan
suasana hati yang menyenangkan (Parks et al, 2012). peraturan perundangan yang berlaku di bidang
Penelitian tentang kebahagiaan sangat penting pendidikan. Anak autis memiliki gangguan
dilakukan karena kebahagiaan merupakan cita-cita perkembangan dalam interaksi sosial, komunikasi dan
tertinggi yang selalu ingin diraih oleh semua manusia bahasa, dan perilaku. Untuk itulah maka autis
dalam tindakannya (Ryff, 1989). Dari berbagai didefinisikan sebagai suatu kondisi yang dialami
penelitian menunjukkan bahwa kebahagiaan dapat seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang
meningkatkan kualitas hidup individu seperti, kualitas membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan
perekonomian, umur panjang, mencegah penyakit sosial atau komunikasi yang normal. Baron-Cohen
kronis (Koopmans, 2010), meningkatkan kualitas kerja (2011) mendefenisikan autis adalah suatu kondisi
(Judge, 2010), membantu proses kognitif lebih baik mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa
lagi (Kuhbandner et al 2010), membuat orang berpikir balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk
lebih kreatif dan fleksibel serta lebih peka terhadap hubungan sosial atau komunikasi yang normal.
lingkungannya (Boehm et al 2008). Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain
Melihat dari hasil studi sebelumnya sudah sangat dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat
jelas kebahagiaan sangat bermanfaat bagi kehidupan yang obsesif.
kita. Mayoritas publik Indonesia menyatakan dirinya Autis merupakan gangguan perkembangan
bahagia. Hal ini disimpulkan dari survey regular yang yang sangat sulit untuk dideteksi pada usia balita.
dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI, 2010), Namun anak-anak balita yang dapat dideteksi secara
dengan populasi nasional. Survei tersebut dini memiliki peluang lebih besar untuk membaik jika
membuktikan bahwa sebanyak 84,7 persen publik intervensi dini diperkenalkan sebelum usia 5 tahun.
Indonesia menyatakan dirinya bahagia. Namun, meski Anak autis dapat tampak normal di tahun pertama
jumlah responden yang mengaku bahagia, jumlahnya maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang
sudah cukup banyak, ternyata dari 57 negara yang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan
pernah disurvei oleh World Value Survey (WVS), kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang
Indonesia masih menempati posisi ke 32 dari 57. Posisi berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang
pertama, adalah oleh Selandia Baru. Di negara ini, lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat
sebanyak 97,3 persen penduduk menyatakan hidup sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap
mereka saat ini sangat bahagia atau cukup bahagia. rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya
Sementara, negara tetangga, Malaysia, menempati (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan
posisi ke lima dengan 94,8 persen publiknya mengaku penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-
sangat bahagia atau cukup bahagia (Republika.com, kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan
2010). badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat
Dari data survey di atas menunjukkan bahwa ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada
mayoritas masyarakat Indonesia merasa bahagia diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif.
dengan kehidupannya sekarang akan tetapi bagaimana Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang
dengan kebahagiaan orang tua yang memiliki anak dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala
dengan kebutuhan Autis. Memiliki seorang anak tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat
merupakan hal yang paling diinginkan oleh setiap yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal
orang tua, mengamati setiap perkembangannya, lain yang juga selalu melekat pada para penyandang
menikmati setiap moment – moment tumbuh kembang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar
nya merupakan hal yang paling membahagiakan bagi terhadap informasi sensoris yang mereka terima,
setiap orang tua akan tetapi hal ini tentu berbeda misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau
dengan orang tua yang memiliki anak dengan tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa
kebutuhan autis. tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.
Gejala ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih

Prosiding Seminar Nasional & Call Paper 8 Achmad Faisal, Ceria Hermina
Psikologi Pendidikan 2019
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019
Gambaran Kebahagiaan Orang Tua

kecil; biasanya sebelum anak berusia 3 tahun. khusus dalam hal ini autis, terutama ibu mengalami
Perkembangan jumlah anak dengan autis yang gangguan stress dalam mengurus anak tersebut. Ini
terus meningkat,mengharuskan adanya perhatian yang dikarenakan mengalami tuntutan pengasuhan
lebih serius baik dari pemerintah, lingkungan, maupun tambahan, menghabiskan banyak waktu serta perhatian
keluarga ( terutama orang tua) anak yang mengalami yang lebih besar. Tidak hanya waktu tetapi juga terkait
gangguan autis. Keluarga merupakan bagian terpenting dengan biaya dimana anak dengan autism memerlukan
dalam kehidupan manusia, yang terdiri dariseorang terapi yang biasanya membutuhkan biaya yang tidak
ayah, ibu, dan anak. Dalam membina rumah tangga sedikit. Akan tetapi tidak sedikit ada pula orang tua
pada umumnya pasangansuami istri menginginkan yang sudah mampu bersikap menerima keaadaan
kehadiran seorang anak di mana anak akan bahwa anaknya memiliki gangguan autis. Sehingga
mendatangkan suatuperubahan baru dalam keluarga mereka meyakini anak adalah titipan Allah, setiap
dan mempererat tali cinta pasangan suami istri. usaha yang mereka lakukan diyakini mendapat pahala
Anakmerupakan titipan Tuhan yang harus dijaga dan yang luar biasa, kemudian para orang tua juga
dipelihara dengan sebaik-baiknya. Padakenyataanya, meyakini bahwa solusi untuk anak dengan autis itu ada
tidak semua anak terlahir dalam keadaansehat dan dan bisa dilakukan. Pada keluarga atau orang tua yang
sempurna, beberapa darimereka terlahir dengan dapat menerima keadaan tersebut, mereka menyadari
memiliki keterbatasan dan ketidak-mampuan, baik fisik bahwa anak dengan autis juga memiliki hak untuk
maupunpsikis. Seperti Autisme , anak anak tersebut tumbuh dan berkembang dengan baik seperti pada anak
terlahir dengan gangguan perkembangan yang pervasif. biasanya.
Hambatan yang terkait bidang kognitif, bahasa, Keterlibatanorang tua dalam memperlakukan
perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial. Autisme anak sangat mempengaruhi perkembangan anak,
mempengaruhi perkembangan anak, baik fisik maupun Karena pada prakteknya tempat pelatihan/terapi, anak
mental. Apabila tidak dilakukan intervensi secara dini hanya dilatih maksimal satu jam dalam sehari.
dengan tatalaksana yang tepat, perkembangan yang Sehingga orang tua harus lebih banyak melakukan
optimal pada anak tersebut sulit diharapkan. Mereka terapi terapi di rumah. Efektifitas terhadap perlakuan
akan semakin terisolir dari dunia luar dan hidup dalam anak dengan autis oleh orang tua sangat ditentukan dari
dunianya sendiri dengan berbagai gangguan mental tingkat penerimaan oleh orang tua tersebut. Dimana
serta perilaku yang semakin mengganggu. Tentu ketika mereka bisa menerima kemudian mereka bisa
semakin banyak pula dampak negatif yang akan terjadi memiliki kebahagiaan yang kedepannya semua usaha
sehingga keluarga terutama orang tua berperan penting yang dilakukan menjadi mudah dijalani. Berdasarkan
dalam tumbuh kembang anak-anak autis. latar belakang di atas maka peneliti memilih untuk
Berdasarkan data awal yang didapatkan meneliti tentang “Gambaran Kebahagiaan Orangtua
peneliti pada komunitas / perkumpulan orang tua anak yang Memiliki Anak dengan Kebutuhan Khusus
autis yang ada di Pusat Layanan Autis Kalimantan (Studi kasus pada orang tua yang memiliki anak
Selatan terungkap bahwa ada beberapa sikap yang dengan kebutuhan autis)”
sama ketika pertama kali mendengar diagnosa autis Kebahagiaan orang tua
pada anaknya oleh para ahli yaitu : sedih, marah,saling yangmemilikianakdengan kebutuhan autis.Adapun
menyalahkan antara ayah dan ibu, kemudian berusaha rincianpermasalahan yang akandipecahkanadalah :
sedemikian rupa semua solusi ingin dicoba kemudian “Bagaimana gambaran kebahagiaan orang tua yang
sampai pada titik menyerah dan menyembunyikan memiliki anak dengan autis ?”
anak. Hal ini lazim terjadi pada masyarakat kita Sasaran pada penelitian ini adalah orang tua yang
sehingga terlihat tidak ada penerimaan dan memilki anak dengan kebutuhan Autis yang
kebahagiaan dalam diri orang tua ketika mendengar berdomisili di Banjarmasin dan Banjarbaru. Dari
diagnosa autis tersebut. latarbelakang dan perumusan masalah yang ada, Maka
Disisi lain masalah yang dialami oleh orang penelitian ini mempunyai tujuan akhir yaitu
tua dapat dijelaskan bahwa orang tua yang memiliki memberikan informasi mengenai kebahagiaan orang
anak berkebutuhan khusus lebih spesifik autis akan tua yang memiliki anak dengan autis, khususnya di
mengalami kelelahan emosi yang cenderung fisik yaitu Banjarmasin.Adapun Manfaatpenelitian tersebut
berupa gangguan yang ditandai sakit kepala, gangguan diharapkan dengan mengetahui kebahagiaan orang tua
pencernaan, tekanan darah tinggi, problem tidur, yang memiliki anak dengan autis, setidaknya dapat
mudah lelah secara fisik, kebosanan, mudah cemas, membuat kita lebih bersyukur dan dapat menghargai
mudah putus asa, sulit beradaptasi, mengurung diri, anak – anak dengan autis begitu juga dengan orang
mudah marah, kesepian, dan gelisah.Tidak dapat tuamereka.
dipungkiri orang tua yang memiliki anak berkebutuhan

Prosiding Seminar Nasional & Call Paper 9 Achmad Faisal, Ceria Hermina
Psikologi Pendidikan 2019
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019
Gambaran Kebahagiaan Orang Tua

Autisme menurut Diener & Kesebir (2008) merupakan kualitas


Istilah autisme berasal dari kata “Autos” yang dari keseluruhan hidup manusia – apa yang membuat
berarti diri sendiri dan “isme”yang berarti suatu aliran, kehidupan menjadi baik secara keseluruhan seperti
sehingga dapat diartikan sebagai suatu paham tertarik kesehatan yang lebih baik, kreativitas yang tinggi
pada dunianya sendiri (Suryana, 2004). Autisme ataupun pendapatan yang lebih tinggi.
pertama kali ditemukan oleh Leo Kanner pada tahun Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi
1943. Kanner mendeskripsikan gangguan ini sebagai kebahagiaan. Secara garis besar, faktor-faktor yang
ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, mempengaruhi kebahagiaan dapat dibagi dua, yaitu
gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan faktor eksternal dan faktor internal. Secara empiris,
penguasaan bahasa yang tertunda, echolalia, mutism, faktor internal yaitu faktor kepuasan terhadap masa lalu
pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain dan masa sekarang dapat dijadikan mengungkap
repetitive dan stereotype, rute ingatan yang kuat dan kebahagiaan (Gray & Rukumnuaykit 2008; Koopmans
keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan et al 2010; Eskine et al 2012; Fields et al 2012;
di dalam lingkungannya (Dawson & Castelloe ,2001). Gundelach et al 2004 ) sedangkan faktor eksternal yang
Autism merupakan perkembangan perspektif pada terdiri dari berbagai macam aspek ada ekonomi, social,
anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan pernikahan, budaya, kesehatan, emosi positif dan
keterlambatan dalam bidang komunikasi, gangguan agama dapat dijadikan predictor yang kuat dalam
dalam bermain, bahasa, perilaku, gangguan perasaan mengungkap kebahagiaan (Galati et al 2006; Mahon et
dan emosi, interaksi sosial, perasaan sosial dan al 2005; Oishi et al 2011; Boyce et al 2010; Boehm et
gangguan dalam perasaan sensoris. Autisme dalam al 2008; Aydin 2012; Lucas 2007; Mizell 2010; Charry
DSM V dikarekteristikan sebagai defisit yang persisten 2011; Angner et al 2009). Dengan demikian, dapat
dalam komunikasi dan interaksi sosial pada berbagai disimpulkan pengertian kebahagiaan adalah perasaan
situasi, termasuk defisit hubungan timbal balik sosial, positif yang berasal dari kualitas keseluruhan hidup
perilaku komunikatif non-verbal, dan keterampilan manusia yang ditandai dengan adanya kesenangan
mengembangkan, memepertahankan serta memahami yang dirasakan oleh seorang individu ketika melakukan
hubungan serta adanya pola perilaku ketertarikan yang sesuatu hal yang disenangi didalam hidupnya.
terbatas, maupun aktivitas yang berulang.
Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan METODE
suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan Penelitian dilakukan dengan cara kualitatifdan
menonjol yang sering disebut sindrom Kanner yang memilih jenis Studi kasus karena dengan studi kasus
dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong seolah- diharapkan dapat mengungkap secara mendalam materi
olah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit dari penelitian tersebut.
sekali bagi orang lain untuk menarik perhatian mereka Data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian
atau mengajak mereka berkomunikasi. ini sebagai berikut :
Berdasarkan uraian di atas, maka autisme adalah Sumber Data
gangguan perkembangan yang sifatnya luas dan a. Data Primer
kompleks, mencakup aspek interaksi sosial, kognisi, Adalah data yang di dapatdarihasilwawancara,
bahasa dan motoric observasi dan dokumentasiterhadap orang tua
Kebahagiaan yang memilikianakautis
Kebahagiaan adalah keadaan emosi positif b. Data Sekunder
yang didefinisikan secara subjektif oleh setiap orang Selain data primer, peneliti juga menggunakan
(Snyder & Lopez, 2006). Konsep kebahagiaan data sekunder yaitu data yang diperoleh secara
terkadang masih menjadi misteri. Kebahagiaan tidak langsung, misalnya dari dokumentasi,
termasuk dalam psikologi positif. Kebahagiaan agak literatur, buku, jurnal, dan informasi lainnya yang
sulit untuk diartikan karena cakupannya yang luas dan ada hubungannya dengan masalah yang diteliti
dalam (Strongman, 2005). Kebahagiaan merupakan Informan Penelitian adalah orang tua yang memiliki
konsep yang sangat luas, meliputi emosi, pengalaman anak dengan kebutuhan Autis di daerah Banjarmasin
menyenangkan, rendahnya tingkat mood negatif, dan dan Banjarbaru sebanyak 2 orang. Teknik sampling
kepuasaan hidup yang tinggi (Diener, Lucas, Oishi, yang digunakan adalah purposive sampling dengan
2005). syarat orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan
Kebahagiaan bersifat abstrak dan tidak dapat khusus autis murni di daerah Banjarmasin.
disentuh atau diraba. Kebahagiaan erat berhubungan Teknik analisa dalam penelitian ini mengacu pada
dengan kejiwaan dari yang bersangkutan (Philips, model interaktif yang dikembangkan Miles dan
Misenheimer & Knobe 2011). Sedangkan kebahagiaan

Prosiding Seminar Nasional & Call Paper 10 Achmad Faisal, Ceria Hermina
Psikologi Pendidikan 2019
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019
Gambaran Kebahagiaan Orang Tua

Huberman (1992), yaitu pengumpulan data, reduksi spesialis syaraf. Subjek benar-benar sedih dan sangat
data, penyajian data, kesimpulan/verifikasi. kaget karena ananda R merupakan anak kebanggaan
subjek selain itu subjek benar – benar tidak mengetahui
HASIL DAN PEMBAHASAN autism ini penyakit apa dan bagaimana penangannya.
Penelitian ini mengangkat tema gambaran Subjek rutin setiap bulan membawa ananda R berobat
kebahagiaan orang tua yang memiliki anak dengan ke dokter syaraf tersebut selama hampir 1 Tahun dan
kebutuhaan khusus autis, hal ini bertujuan untuk dokter tidak menyarankan terapi tetapi hanya
mengetahui bagaimanakah gambaran kebahagiaan mengkonsumsi obat akan tetapi selama itu tidak ada
orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan perubahan yang signifikan.
khusus autis. Seperti yang diketahui setiap orang tua Kurangnya pemahaman ini pada akhirnya
pasti mengharapkan yang terbaik untuk anaknya, menimbulkan ketidak siapan bagi subjek dalam
terbaik dalam segi pendidikan, terbaik dalam menangani anak autisme, akan tetapi subjek mencoba
pengasuhan, dan lain – lainnya. untuk membuka diri dan menjalin hubungan positif
Subjek pertama merupakan ibu salah satu dengan orang lain ataupun keluarga, hal ini dirasa oleh
orangtua yang memiliki anak Autis dengan inisial R. subjek sangat membantu mereka dalam menambah
Saat ini subjek sebagai ibu rumah tangga yang pengetahuan dalam memahami anak autis dengan baik.
memberikan pengasuhan penuh mulai dari anaknya Terutama dukungan keluarga, bagi subjek hal tersebut
lahir hingga saat ini, subjek memiliki 3 orang anak, amat sangat membantu mereka meskipun hanya berupa
ananda R adalah anak kedua yang berusia 10 tahun. memberi semangat kepada subjek. Setelah mencari –
Suami subjek merupakan pegawai negeri sipil di cari informasi mengenai autism akhirnya, subjek
Kapuas, ketika dilakukan wawancara subjek mendapatkan informasi bahwa anak autism dapat
menampakan sikap yang baik, terbuka dan kooperatif diterapi, informasi ini didapatkan subjek pada saat
pada setiap pertanyaan. Subjek sangat terbuka bercerita ananda R berusia 5 tahun. Terapi pertama yang
dan berbagi tentang pengalamannya mengasuh diterima ananda R merupakan terapi ABA, akan tetapi
anaknya, tidak hanya itu bahkan subjek mau terapi ini tidak optimal dapat dilakukan karena
menunjukkan bagaimana cara dia melakukan terapi terkendala tempat, waktu itu subjek masih tinggal di
sendiri kepada ananda R. Kapuas sedangkan tempat terapi berada di Banjarmasin
Subjek awalnya belum bisa menerima kondisi sehingga harus pulang pergi, kalau harus menginap pun
ananda R yang memiliki kebutuhan khusus subjek juga tidak bisa meninggalkan anaknya yang
autism,ananda R benar – benar menjadi anak masih sekolah di Kapuas, pada akhirnya subjek
kebanggaan subjek dan suami saat itu sebelum memutuskan untuk pindah ke Banjarmasin bersama
mengetahui ananda R memiliki kebutuhan khusus anak-anaknya dan harus berjauhan oleh suaminya.
autism. Pada awal kelahiran ananda R, masih belum Di Banjarmasin, subjek mulai mencari –
terdeteksi ananda R memiliki kebutuhan khusus mencari tempat terapi khusus anak autism akhirnya
autism, pada saat usia ananda R 3 tahun subjek mulai subjek mencoba mendaftarkan ananda R di PLA (Pusat
curiga dengan kondisi ananda R yang tidak merespon Layanan Autisme), di PLA pun subjek harus masuk
bila setiap dipanggil, tatapan mata yang kosong. daftar tunggu terlebih dahulu. Ananda R menerima
Sebelumnya ananda R memang sering sakit; panas terapi di PLA selama 10 bulan, selama di PLA subjek
tinggi, pilek hampir setiap bulan ananda R ke dokter. mengamati bagaiamana bentuk-bentuk terapi untuk
Hampir tiap bulan ke dokter, subjek masih anak autism, sering melakukan diskusi dengan
belum mengetahui tentang kondisi ananda R yang orangtua yang lainnya, dan juga aktif bertanya kepada
memilliki kebutuhan khusus autism. Bahkan dokter para terapis yang ada di PLA.
pun waktu itu tidak mendiagnosa apakah ananda R Meskipun sudah membuka diri dan menjalin
memiliki kebutuhan khusus autism, subjek pertama hubungan positif dengan orang lain tidak jarang juga,
kali mendapatkan informasi ananda R memiliki subjek merasa down ketika anaknya mendapatkan
kebutuhan khusus Autisme dari tetangganya yang cibiran dari orangtua siswa yang lain tapi subjek tidak
mengamati ananda R ketika bermain karna ananda R menghiraukan hal tersebut, tetap fokus untuk
sering kali menyendiri tidak bergabung dengan anak- melakukan terapi kepada ananda R baik secara mandiri
anak lainnya saat bermain, pada saat itulah subjek maupun mengikuti terapi diluar. Subjek meyakini
mulai berpikir untuk membawa ananda R ke bahwa anak ini adalah amanah dari Allah dan saya
Banjarmasin untuk diagnosa lebih lanjut. Di harus ikhlas serta kuat dalam menjalaninya. subjek
Banjarmasin subjek membawa ananda R berobat ke juga tidak memiliki harapan yang terlalu muluk untuk
RSUD Ulin untuk mendapatkan hasil yang lebih pasti, ananda R, cukup ananda R bisa lebih baik dari
pada akhirnya ananda R divonis autism oleh dokter sebelumnya sudah sangat bersyukur. Ananda R bisa

Prosiding Seminar Nasional & Call Paper 11 Achmad Faisal, Ceria Hermina
Psikologi Pendidikan 2019
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019
Gambaran Kebahagiaan Orang Tua

menjadi anak yang baik, sholeh, bisa belajar, menulis, dilakukan pemeriksaan. Di RS. Ini pemeriksaan
membaca, tidak buta huruf itu sudah anugerah luar dilakukan dengan detail dan memakan waktu yang
biasa. Kehadiran ananda R memberikan banyak cukup lama. Saat itu subjek masih memilki harapan
pembelajaran dalam keluarganya, subjek yang dulunya bahwa anaknya tidak autis. Setelah dilakukan
kurang perhatian menjadi lebih perhatian, bahkan dulu pemeriksaan yang cukup lama tibalah saatnya subjek
terkadang shalat pun keteteran allhamdulillah sekarang dipanggil untuk mendengarkan hasil observasi oleh
sudah tidak lagi, bahkan subjek menjadi lebih sabar para ahli kepada ananda A. Ananda di diagnosa autis
dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai orangtua. murni. Saat itulah kondisi psikologis subjek sangat
Lebih banyak hikmahnya yang didapat oleh subjek terpukul tapi ia terus berusah mencari informasi, ia
dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus autisme, langsung bertanya banyak mengeni autis, kemudian
sejauh ini subjek merasa bahagia dengan mengasuh usaha apa yang harus ia lakukan. Beruntung para ahli
ananda R. di Rumah Sakit tersebut sangat kooperatif mereka siap
Subyek kedua merupakan ibu salah satu mengirimkan artikel artikel terkait atisme, mereka juga
orangtua yang memiliki anak Autis dengan inisial A. menyarankan agar ananda A mendapatkan terapi.
Saat ini Subyek sebagai ibu rumah tangga yang Terapi pertama kali dilakukan di klinik dr. P di
memberikan pengasuhan penuh mulai dari anaknya Bandung. Karena domisili di Cirebon, maka subjek
lahir hingga saat ini, subjek memilki 3 anak , ananda A harus menghitung pengeluaran-pengeluaran yang akan
adalah anak pertama yang berusia 13 tahun. Suami digunakan untuk operasional mereka di Bandung demi
subjek pegawai swasta yang berpotensi untuk menjalani terapi ananda A.
berpindah pindah wilayah tugasnya, sehingga subjek Pertama kali hasil diagnosa tersebut ia
merasa bahwa dirinya harus benar benar mengasuh A sampaikan kepada suaminya, suaminya cukup terkejut
dengan baik dan benar tidk ketergantungan dengan dan disitulah subjek meluapkan emosinya dengan
terapis. Ketika dilakukan wawancara Subyek menangis. Luapan emosi adalah awal bagi dirinya dan
menampakkan sikap positif dan kooperatif. Subyek suami untuk bangkit dan menghadapi semua
memberikan jawaban pada setiap pertanyaan. Bukan kenyataan, Dalam perjalanannya subjek dan keluarga
hanya itu, subyek mau bercerita dan berbagi tentang tentumya mendapati banyak cobaan seperti pandangan
pengalaman baik bersama anaknya sampai menemukan negatif, cibiran dan sebagainya akan tetapi ia tetap
masa-masa sulit hingga saat ini masa masa yang bisa percaya diri untuk mencari solusi untuk demi
disebut bahagia bagi keluarga dan subjek. keberlangsungan perkembangan ananda A. Subjek pun
Subyek sangat peka dengan kondisi anaknya, memutuskan untuk pindah keyogya karena subjek
dimulai ketika ananda A berusia 2 tahun pada tahun berpikir di Yogya lebih banyak tempat terapi dan biaya
2005, saat itu posisi subjek dan keluarga berdomisili di kehidupan masih bisa terjangkau. Subjek ke yogya
Cirebon. Subjek mulai curiga melihat perkembangan hanya dengan ananda A, sedangkan suami subjek
ananda A yang tidak sama dengan anak seusianya pada masih berdomisili di Cirebon. Kondisi Psikologis
umumnya. Usaha pertama yang ia lakukan yaitu subjek cukup diuji pada saat itu, disisi lain ia harus
membawa ananda ke spesialis terapis wicara di mengurus ananda A sendiri, disisi lain subjek terpikir
Cirebon. Karena ia merasa anaknya belum bisa bicara , kondisi suami yang jauh di Cirebon. Tidak dipungkiri
6 bulan ia mendapatkan terapi tersebut akan tetapi terkadang muncul masalah dan perdebatan antar subjek
hasilnya tidak ada. Sampai pada satu waktu subjek dan suami akan tetapi mereka selalu kembali
melihat acara di telivisi yang membahas tentang anak mengingat komitmen bersama mereka bahwa ini semua
berkebutuhan khusus, diacara tersebut dibahas demi ananda A. Titik jenuh tetap ada muncul pada saat
mengenai ciri-ciri anak dengan autis. Disitu subjek saat tertentu, tapi subjek merasa yakin Allah berikan
merasa semjua ciri ciri yang dissbutkan sebagian besar anugerah ini pasti ada hikmah nya. Terapi demi terapi
ada di ananda A. Saat itu subjek sama sekali tidak tau dilewati, diet juga sangat ketat dialakukan, subjek
apa itu autisme , tetapi dia yakin dan optimis bahwa melakukannya dengan maksimal dan sepenuh hati,
pasti ada solusinya, tentunya saat itu dukungan suami banyak belajar, banyak bertanya, subjek juga sangat
sangat ia butuhkan untuk menjadi sumber kekuatannya terbuka kepada siapaun yang ingin sharing dengan
dalam menghadapi kenyataan itu. dirinya terkait Autisme. Semua ini dilakukannya tidak
Langkah selanjutnya subjek tetap mencari lain karena untuk menumbuhkan rasa kepercayaan
informasi kemana ia seharusnya membawa ananda A. dirinya dan untuk ananda A agar mendapatkan tumbuh
Informasi yang didapatkan ia harus membawa ananda kembang yang layak.
A ke RS. Hasan Sadikin Bandung. Dengan perjuangan Karena tugas suami dari subjek yang
yang cukup panjang akhirnya subjek dapat membawa berpindah pindah, maka pada tahun 2000 subjek dan
ananda A ke RS. Hasan Sadikin Bandung untuk keluarga pindah tugas kebanjarmasin. Subjek banyak

Prosiding Seminar Nasional & Call Paper 12 Achmad Faisal, Ceria Hermina
Psikologi Pendidikan 2019
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019
Gambaran Kebahagiaan Orang Tua

melakukan terapi sendiri, dan tetap menjalankan diet. dengan mendekatkan diri dengan sisi spiritual
Semua masih dilakukan dan dijalanani totalitas oleh dapat membuat kita lebih bahagia.
subjek. Saat ini usia ananda A sudah memasuki 13 4. Optimis namun tetap realistis
tahun, apabila dilihat kebelakang banyak sudah Kedua subjek tidak memiliki harapan yang
perkembangan yang bahkan diluar presdiksi subjek. terlalu muluk untuk anak – anak mereka,
Ananda A sudah mampu mengikuti sekolah dan mereka hanya ingin anak – anak mereka bisa
dengan hasil akademik yang cukup memuaskan. mandiri dalam mengurus kebutuhan mereka.
Ananda juga memiliki bakat seni, ia cukup mahir Kedua subjek sadar dengan kondisi anak
bernyanyi dan bermain drum. Kepercayaan dirinya mereka sekarang, tidak mungkin seperti anak
jauh lebih meningkat, kemampuan verbalnya juga pada umumnya tapi hal ini tidak membuat
sudsh cukupjelas, kemampuan bina dirinya pun sudah mereka pesimis dalam menatap masa depan
sangat baik. Saat ini subjek sudah jauh merasa lebih anak mereka. Optimis dengan masa depan
baik ,lebih bahagia, lebih percaya diri. Harapan subjek anak – anaknya hal ini juga sesuai dengan
kepada ananda adalah semoga ia dapat tumbuh mandiri penelitian Koopmans & Zitmen (2010) bahwa
dan bahagia dikehidupannya nanti walaupun subjek optimis dengan masa depan nantinya akan
meninggalkannya lebih dulu. menumbuhkan rasa kebahagiaan dalam diri.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, kedua Dengan kata lain, berdasarkan aspek kebahagiaan
subjek memiliki aspek aspek kebahagiaan yang sama. yang di dapat dari hasil penelitian di atas, kedua subjek
Secara rinci kesamaan yang terdapat diantara keduanya termasuk orang tua yang bahagia dalam memiliki anak
adalah : berkebutuhan khusus autism.
1. Menjalin hubungan positif dengan orang lain
Kedua subjek mendapatkan dukungan yang PENUTUP
positif dari keluarga dan kerabat terdekat Simpulan
maupun dari lingkungan masyarakat sekitar, Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari hasil
hal ini tentunya sangat membantu bagi kedua penelitian ini adalah sebagai berikut :
subjek dalam mendidik anak mereka. Hal ini 1. Subjek pertama memiliki perasaan bahagia dalam
sesuai dengan hasil penelitian dari Mahon & mengasuh anaknya, hal ini dapat dilihat dari hasil
Yarcheski (2005), bahwa menjalin hubungan wawancara dimana subjek pertama memiliki factor
sosial dengan orang lain dapat membuat kita – factor dalam kebahagiaan di antaranya; menjalin
merasa lebih bahagia. hubungan positif dengan orang lain, keterlibatan
2. Keterlibatan penuh penuh dalam pengasuhan anak, menemukan
Kedua subjek tidak memakai jasa asisten makna dalam keseharian dan optimis dalam
rumah tangga dalam mengasuh anak, mereka memandang masa depan anaknya.
benar – benar mengasuhnya, menjaga dan 2. Subjek kedua juga memiliki perasaan bahagia
merawatnya secara mandiri sehingga mereka dalam mengasuh anaknya, subjek kedua juga
benar – benar memahami tentang karaktek memiliki factor – factor yang membuat nya
anak autism khususnya karakter pada anak bahagia diantaranya ; menjalin hubungan positif
mereka. Keterlibatan penuh ini membuat dengan orang lain, terlibat penuh dalam
orang tua benar – benar mengahadapi masa – pengasuhan anak, menemukan makna dalam
masa sulit dalam pengasuhan anak autism, kesehariannya dan optimis dalam memandang
menghadapi bagaimana mengatasi ketika anak masa depan anaknya.
tantrum sehingga keterlibatan penuh dalam
pengasuhan ini benar – benar mengasah emosi Saran
orang tua, meningkatkan kesabaran mereka Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian yang
dalam pengasuhan hal ini sesuai juga dengan telah diperoleh, maka peneliti menyarankan agar :
penelitian Oishi & Diener (2011). 1. Kepada orang tua yang memiliki anak dengan
3. Menemukan makna dalam keseharian kebutuhan autis, sebaiknya tetap memiliki
Kedua subjek mengalami perubahan setelah penerimaan, semangat dan motivasi untuk terus
memiliki anak yang autism, terutama dari sisi melayani anak dengan tulus dan memberikan pola
spiritual, subjek merasa jauh lebih baik asuh yang layak kepada anak tersebut seperti
perubahan yang mereka alami dan juga subjek kepada anak pada umumnya. Agar k
banyak belajar dalam mendidik anak terutama 2. Kepada masyarakat, sebaiknya lebih peduli dan
anak yang autism. Hal ini sesuai dengan terbuka dengan eberadaan anak dengan kebutuhan
penelitian Mahon & Yarcheski (2005), bahwa autis sehingga hal tersebut tidak saja membuat

Prosiding Seminar Nasional & Call Paper 13 Achmad Faisal, Ceria Hermina
Psikologi Pendidikan 2019
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019
Gambaran Kebahagiaan Orang Tua

anak lebih nyaman , tetapi juga membuat orang tua Fields, F., & Isaacowitz, D. M. 2012. Linking Process
dan keluarga anak tersebut lebih dihargai. and Outcome in the Study of Emotion and
3. Kepada peneliti selanjutnya, dapat disarankan Aging. Perspectives on Psychological
Science, 7, 3–17.
melakukan penelitian dengan subjek yang lebih
variatif lagi sehingga dapat memberi gambaran Galati, D., Manzano, M., & Sotgiu, I. 2006. The
yang banyak mengenai tingkat kebahagian yang subjective components of happiness and their
dimilki orang tua dengan anak kebutuhan autis. attainment: a cross-cultural comparison
between Italy and Cuba. Social Science
Information, 45, 601–630.
DAFTAR PUSTAKA
Gray, R. S., & Rukumnuaykit, P. 2008. Inner
American Psyciatric Association.2013. Diagnostic and Happiness Among Thai Elderly. J Cross Cult
Statistical Manual of Mental Disorder Five Gerontol, 23, 211-224.
Edition. Amer Psychiatric Pub Incorporated. Gundelach, P., & Kreiner, S. 2004. Happiness and Life
Angner, E., Midge, N., kenneth, & Allison, S. a. 2009. Satisfaction in Advanced European Countries.
Health and Happiness among Older Adults : A Cross-Cultural Research, 38, 359-386.
Community-based Study. Journal of Health http://www.republika.co.id/berita/breaking-
Psychology, 14, 503–512.
news/nasional/10/12/01/149753-survei-lsi-
Aydin, N. 2012. A grand theory of human nature and 84-7- persen-publik-indonesia-
happiness. Humanomics, 28, 42-63. bahagia, di akses tanggal 20-1-2014.
Baron Cohen, S. 2011.Zero Degrees of Emphaty : A
New Theoru of Human Cruelty. London: Judge, T. A., Ilies, R., & Dimotakis, N. 2010. Are
Allen Lane Health and Happiness the Product of
Wisdom? The Relationship of General Mental
Boehm, J. K., & Lyubomirsky, S. 2008. Does
Happiness Promote Career Success? Journal Ability to Educational and Occupational
of Career Assessment. Attainment,Health, and Well-Being. Journal
of Applied Psychology, 95, 454-468.
Boehm, J. K., & Lyubomirsky, S. 2008. Does
Happiness Promote Career Success? Journal Koopmans, T. A., Geleijnse, J. M., & Zitman, F. G.
of Career Assessment. 2010. Effects of Happiness on All-Cause
Mortality During 15 Years of Follow-Up: The
Boyce, C. J., Brown, G. D., & Moore, S. C. 2010. Arnhem Elderly Study. J Happiness Stud, 11,
Money and Happiness : Rank of Income, Not 113-124.
Income, Affects Life Satisfaction.
Psychological Science, 21, 471–475. Koopmans, T. A., Geleijnse, J. M., & Zitman, F. G.
2010. Effects of Happiness on All-Cause
Bruni, L. 2010. The happiness of sociality. Economics
Mortality During 15 Years of Follow-Up: The
and eudaimonia: A necessary encounter.
Rationality and Society, 22, 383–406. Arnhem Elderly Study. J Happiness Stud, 11,
113-124.
Charry, E. T. 2011. God and the art of happiness.
Theology Today, 68, 238–252. Kuhbandner, C., Lichtenfeld, S., & Pekrun, R. 2011.
Dawson & Castelloe. 2001.The Development Of Always Look on the Broad Side of Life:
Autism Perpectives From Theory And Happiness Increases the Breadth of Sensory
Research. London: Lawrence Elrbaum Memory. American Psychological
Associates Publisher. Association, 11, 958-964.
Diener, E., Diener, M., & Diener, C. 1995. Factors
Predicting the Subjective Weil-Being of Lucas, R. E. 2007. Adaptation and the Set-Point Model
Nations. Journal of Personality and Social of Subjective Well-Being : Does Happiness
Psychology, 69, 851-864. Change After Major Life Events? Current
Directions in Psychological Science, 16, 74-
Diener, E., Lucas, & Oishi. 2003. Subjective well 80.
being: the science of happiness and life
satisfaction. Journal of happiness, 54, 403- Mahon, N. E., Yarcheski, A., & Yarcheski, T. J. 2005.
426. Happiness as Related to Gender and Health in
Early Adolescents. Clinical Nursing
Eskine, K. J., & Kacinik, N. A. 2012. Stirring Images: Research, 14, 175-190.
Fear, Not Happiness or Arousal, Makes Art
More Sublime. Emotion, 12, 1071-1074. Mizell, C., André, C., Ida, A. K., & Keith, V. M. 2010.
African Americans and Physical Health : The

Prosiding Seminar Nasional & Call Paper 14 Achmad Faisal, Ceria Hermina
Psikologi Pendidikan 2019
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019
Gambaran Kebahagiaan Orang Tua

Consequences of Self-Esteem and Happiness.


Journal of Black Studies, 40, 1189-1211.
Oishi, S., Kesebir, S., & Diener, E. 2011. Income
Inequality and Happiness. Psychological
Science, 22, 1095–1100.
Parks, A. C., Porta, M. D., & Pierce, R. S. 2012.
Pursuing Happiness in Everyday Life:The
Characteristics and Behaviors of Online
Happiness Seekers. American Psychological
Association, 12, 1222-1234.
Ryff, C. 1989. Happiness is everything or is it ?
Explorations on the meaning of psychological
well being. Journal of personality and social
psychology, 57, 1069 - 1081.
Safaria, T. 2005.
Autisme:PemahamanBaruuntukHidupBermak
naBagi Orang Tua. Yogyakarta :GrahaIlmu.
Snyder, C., & Lopez, S. 2006. The scientific and
practical explorations of human
strengths.California: Sage Publications.
Snyder, C., & Lopez, S. 2006. The scientific and
practical explorations of human strengths.
california: sage publications.
Strongman, K. 2005. the psychology of emotion.
england: john willey.
Tim Direktorat PKLK DIKDAS Kemdikbud.
2014.Buku Panduan Pusat Layanan Autis.
Jakarta.

Prosiding Seminar Nasional & Call Paper 15 Achmad Faisal, Ceria Hermina
Psikologi Pendidikan 2019
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019

Anda mungkin juga menyukai