Anda di halaman 1dari 8

PERAN GURU DI ERA DIGITAL DALAM MENGEMBANGKAN SELF REGULATED

LEARNING SISWA GENERASI Z UNTUK PENCAPAIAN HASIL PEMBELAJARAN


OPTIMAL
Mardianto
Jurusan Psikologi FIP Universitas Negeri Padang (mardiantopsi@fip.unp.ac.id)

Abstrak
Artikel ini mengeksplorasi peran guru di era teknologi digital dalam mengembangkan regulasi diri siswa
generasi Z dalam belajar untuk capaian pembelajaran yang optimal. Metode penulisan artikel ini
menggunakan pendekatan kepustakaan dengan mencari referensi teori yang relefan dengan kasus atau
permasalahan yang ditemukan. Analisis dilakukan dengan mendeskripsikan konsep dan dinamika teori
yang berhubungan dengan masalah, berdasarkan literatur yang tersedia, terutama dari artikel-artikel yang
dipublikasikan dalam berbagai jurnal ilmiah. Hasil beberapa kajian menjelaskan bahwa kehadiran
teknologi digital saat ini membawa kesenjangan antara guru sebagai digital immigrants dengan siswa
sebagai digital natives, sehingga diperlukan pengembangan strategi dan keterampilan guru dalam
mengajar, membimbing dan memotivasi siswa agar lebih mandiri dan memiliki self regulated dalam
mengatur strategi belajar yang lebih tepat sesuai dengan kebutuhan siswanya saat ini, agar capaian
pembelajaran diperoleh secara optimal.
Kata Kunci: peran guru, siswa generasi Z, dan self regulation learning.

Abstract
This paper explores the role of teachers in the digital era to improve self regulated learning of Generation
Z students for optimal learning outcomes. The method of writing this paper uses a library research
approach by looking for references to theories that are relevant to the cases or problems found. The
analysis is carried out by describing the concepts and dynamics of the theory relating to the problem, based
on the available literature, especially from articles published in various scientific journals. The results of
several studies explain that the presence of digital technology now brings the gap between teachers as
digital immigrants and students as digital natives, so that the development of strategies and skills of
teachers in teaching, guiding and motivating students to be more independent and self regulated is needed
in managing more learning strategies right according to the needs of current students, so that learning
outcomes are obtained optimally.
Keywords: teacher's role, generation Z students, dan self regulation learning.

Perkembangan teknologi informasi dan Generasi Y alias Milenial, dan Generasi Z. Masing-
komunikasi membawa perubahan yang sangat besar masing kelompok ini sangat berbeda ketika
dalam setiap lini kehidupan masyarakat kita, baik secara mempertimbangkan nilai, tujuan, dan cita-cita. Setiap
budaya, sosial-ekonomi, politik keamanan termasuk generasi baru telah dikaitkan dengan berbagai
pendidikan. Berawal dari perubahan pola komunikasi dan karakteristik dan sifat yang secara longgar
interaksi dalam masyarakat, membawa perubahan pada mendefinisikan mereka sebagai kelompok yang kohesif.
cara berpikir, bersikap dan berperilaku setiap individu Karakteristik terkait ini didasarkan pada kondisi
yang menjadi anggota dari masyarakat tersebut. Karena ekonomi, norma dan adat istiadat budaya, kemajuan
setiap pengalaman yang diperoleh pada setiap era atau teknologi, dan peristiwa dunia, semuanya membantu
zaman akan menentukan bagaimana bentuk perilaku membentuk pemikiran dan pandangan masing-masing
fungsi otak manusia. Teori generasi yang dikemukan oleh generasi (Chun dkk., 2016). Menurut Cilliers, (2017)
sosiolog Karl Mannheim tahun 1923 menjelaskan secara karakter di dunia kerja kaum tradisionalis, lahir
hubungan perubahan sosial dan pengaruhnya terhadap antara 1928 dan 1944, yang menghargai otoritas dan
karakter individu yang hidup di era tertentu (Cilliers, pendekatan manajemen top-down, sedangkan generasi
2017). baby boomer, lahir antara tahun 1945 dan 1965 yang
Berdasarkan teori itu, para sosiolog yang cenderung gila kerja. Generasi X, lahir antara 1965 dan
berkiblat kepada Amerika membagi masyarakat menjadi 1979, generasi yang nyaman dengan otoritas dan
sejumlah generasi diantaranya; kaum tradisionalis memandang keseimbangan kehidupan kerja sebagai hal
(generasi era depresi, generasi perang dunia II, generasi yang penting. Generasi Y, lahir antara 1980 dan 1995 dan
pasca-PD II), generasi Baby Boomer I, Generasi X, yang umumnya tumbuh dalam kemakmuran dan

Prosiding Seminar Nasional & Call Paper Mardianto


Psikologi Pendidikan 2019 150
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019
Peran Guru di Era Digital dalam Mengembangkan Self Regulated Learning...

memiliki cerdas teknologi. Selanjutnya generasi Z, lahir Dalam proses pembelajaran guru sebagai tenaga
setelah 1995, yang masih akan memasuki dunia kerja, berpendidikan memiliki tugas menyelenggarakan
cenderung mengunakan teknologi digital, pembuat kegiatan belajar mengajar, membimbing, melatih,
keputusan yang cepat, dan sangat terhubung satu sama mengolah, meneliti dan mengembangkan serta
lain di dunia daring. Renfro (dalam Chun dkk., 2016) memberikan pelajaran teknik karena setiap guru harus
menjelaskan bahwa gerasi Z saat ini berusia antara lima memiliki kewenangan dan kemampuan profesional,
dan dua puluh tahun, mereka sering disebut sebagai; kepribadian, dan kemasyarakatan. Sekolah bukan sekedar
Digital Natives, Internet Generation (IGen), dan tempat untuk berlangsungnya proses transfer ilmu tetapi
Screensters karena mereka adalah generasi pertama yang juga merupakan wadah bagi guru untuk membangun
lahir di lingkungan yang terhubung dengan internet dan kepribadian peserta didiknya. Sekolah memfasilitasi dan
sangat paham teknologi. Kalau di lihat dari rentang memberikan kemudahan bagi siswa untuk
perkembangan usia saat ini, generasi Z adalah para mengembangkan potensi yang dimilikinya dalam
remaja dan para pelajar dalam kategori demografi kita. mencapai kualitas manusiaannya, baik secara fisik,
psikologi sosial dan emosional. Proses belajar-mengajar
Siswa Generasi Z
di sekolah memposisikan siswa sebagai subjek proaktif
Cornu, (2011) dan Rothman, (2016) yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan, dan
menjelaskan bahwa siswa generasi Z memiliki kemudian ingin mencapainya secara optimal. Belajar
karaterisitik yang berbeda dengan generasi sebelumnya, adalah suatu usaha yang dilakukan individu untuk
dalam perilaku belajar dan bagaimana mereka merespons memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan,
setiap instruksi pembelajaran yang diberikan di kelas. relatif permanen sebagai hasil pengalaman individu
Menurut mereka generasi Z (Gen Zers) bukan hanya dalam interaksi dengan lingkungannya (Israeloff, 2012).
pembelajar yang berbeda, tetapi mereka juga memiliki Motivasi siswa yang dipengaruhi oleh perilaku
nilai dan tujuan yang berbeda. Kemajuan teknologi guru memiliki asumsi bahwa dengan mengembangkan
digital juga memberikan masalah pada siswa generasi Z, hubungan positif guru dengan siswa akan meningkatkan
sesuai dengan karakter pada era teknologi digital, semua keefektifan instruksional guru dan memberikan pengaruh
serba cepat dan instan, individu yang hidup di era ini juga lebih besar pada pembelajaran siswa. Pembelajaran
dimanjakan dengan semua fasilitas yang diberikan oleh bekualitas akan dapat dikembangakan secara maksimal
teknologi digital, sehingga siswa Z juga terkesan manja dengan strategi yang tepat ketika guru memahami
memiliki minat yang rendah untuk belajar di sekolah perkembangan siswa, bagaimana siswa belajar, dan
khususnya di kelas yang masih mengunakan pendekatan startegi pengajaran apa yang efektif dan sesuai untuk
tradisional dalam pembelajaran. Siswa lebih sibuk dan digunakan. Hubungan yang positif antara guru dan siswa
asik bermain game, membaca dari tablet/gajet miliknya, berkorelasi dengan efektifitas strategi pembelajaran yang
dan sulit untuk fokus pada papan tulis serta ceramah guru akan digunakan dengan ketentuan bahwa untuk
di depan kelas (Duse & Duse, 2016). membangun hubungan tersebut tidak terlepas dari
Menurut Nzai, Feng, dan ReYna, (2014) ada keterampilan mengajar bahkan merupakan bagian dari
kesenjangan generasi antara guru dari generasi Y sebagai keterampilan guru. Sebab guru yang efektif adalah yang
digital immigrant dengan siswa generasi Z sebagai digital membangun hubungan positif saat mereka terlibat dalam
native. Siswa gererasi Z tidak sama dengan siswa proses pembelajaran serta memiliki keyakinan terhadap
generasi sebelumnya, dan mereka merespons instruksi kemampuan siswanya (Levin & Nolan, 2014).
secara berbeda. Guru harus mengubah cara mengajarnya Kualitas pembelajaran dapat dimaknai dengan
untuk menyelaraskan dengan nilai-nilai dan gaya belajar tingkat pencapaian tujuan pembelajaran. Pencapaian
dari para siswa generasi baru ini. Metode pengajaran, tujuan tersebut berupa peningkatan pengetahuan dan
konten instruksional, dan tujuan harus relevan dan keterampilan serta pengembangan sikap melalui proses
menarik bagi mereka, agar proses pembelajran dapat pembelajaran. Ada banyak aspek yang memepengaruhi
berjalan sesuai dengan visi dan misinya. Sebagaimana kualitas pembelajaran, salah satunya adalah kemandirian
dijelaskan sebelumnya, Generasi Zers (Gen Zers) bukan belajar. Kemandirian belajar adalah aktivitas kesadaran
hanya pembelajar yang berbeda, tetapi mereka juga siswa untuk mau belajar tanpa paksaan dari lingkungan
memiliki nilai dan tujuan yang berbeda, dengan sekitar dalam rangka mewujudkan pertanggungjawaban
demikian, metode pengajaran tradisional mungkin tidak sebagai seorang pelajar dalam menghadapi kesulitan
lagi efektif. belajar. Kemandirian belajar siswa dalam konsep
psikologi pendidikan disebut dengan self regulated
Peran Guru dan Sekolah dalam Pembelajaran Siswa learning.
Self Regulated Learning

Prosiding Seminar Nasional & Call Paper Mardianto


Psikologi Pendidikan 2019 151
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019
Peran Guru di Era Digital dalam Mengembangkan Self Regulated Learning...

Self regulation merupakan kemampuan pembelajaran yang memudahkan mereka untuk


seseorang mengatur dirinya dalam pencapaian prestasi di memehamim setiap materi yang dapat diakses kapan saja
bidang akademik. Self regulation dalam bidang akademik dan dimana saja
didefinisikan sebagai proses belajar yang terintegrasi, Artikel ini membahas tentang pengaruh
terdiri dari pengembangan perilaku-perilaku konstruktif perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta
yang akan mempengaruhi cara belajar individu. Proses tantangan yang dihadapi oleh guru sebagai digital
ini disusun dan direncanakan untuk mendukung immigrants dalam menjalankan peran dan fungsinya
pencapaian tujuan pribadi dalam lingkungan belajar yang secara efektif pada pembelajaran untuk siswa generasi Z
menantang (Zimmerman., 2000). Menurut Schunk (2012) sebagai digital natives. Agar lebih sistemasit artikel ini
self regulation dalam bidang akademik merupakan akan memaparkan bagaimana teknologi dan system
kemampuan individu dalam menetapkan tujuan digital mempengaruhi karakteristik perkembangan anak
belajarnya kemudian mengadaptasikan karakteristik dan remaja khususnya siswa di era revolusi industry 4.0
pribadi dengan cara belajar yang sesuai serta ini.
pengendalian diri dari godaan belajar untuk mencapai
tujuan berupa prestasi dalam bidang akademik. METODE
Self regulated learning adalah proses kognitif Metode penulisan artikel ini menggunakan
mulai dari menghadirkan informasi atau instruksi, pendekatan kepustakaan atau kajian literatur dengan
memproses dan mengintegrasikan pe ngetahuan dan mengeksprolasi berbagai teori, prinsip, atau gagasan yang
mengulang inf ormasi. Salah satu faktor keberhasilan self digunakan untuk menganalisis dan memecahkan
regulation ialah pada proses penetapan tujuan. Oleh permasalahan yang dirumuskan di latar belakang. Data
karena itu, untuk berhasil dalam self regulation di bidang yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
akademik, pertama-tama individu harus memiliki tujuan yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah
untuk meraih prestasi di bidang akademik dan kehidupan dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Sumber data
lainnya. Kegagalan dalam self regulation seringkali diperoleh dari buku dan karya ilmiah yang dipublikasikan
dikaitkan dengan penyimpangan perilaku sosial dan pada jurnal (tercetak dan/atau non-cetak) yang
kegagalan dalam bidang akademik. Sehingga bisa berhubungan dengan masalah yang menjadi bahasan
disimpulkan bahwa siswa yang tidak mampu meregulasi dalam paper ini.
dirinya cenderung memiliki tingkat prestasi yang rendah Artikel ini mengunakan analisis deskriptif, yaitu
dibanding dengan potensi yang dimilikinya (Salovaara, memaparkan secara sistematis dinamika konsep dan
2005). permaslahan, kemudian diberikan pemahaman dan
Perkembangan teknologi digital mustinya penjelasan agar dapat dipahami dengan baik.
membantu dan memudahkan siswa dalam belajar, namun
kenyataanya kecanggihan tersebut justru membuat HASIL DAN PEMBAHASAN
mereka malas untuk membaca materi palajaran pada Setiap generasi baru selalu dihubungkan dengan
buku teks karena materi tersebut bisa diperoleh dari berbagai karakteristik dan sifat yang secara umum
internet dan langsung dapat mengkopi pastenya tanpa mendefinisikan mereka sebagai sebuah kelompok sosial
harus membeli dan membaca buku atau tulisan tersebut yang kohesif satu sama lainnya. Karakteristik tersebut
untuk memahami lebih dalam isi dari materi yang berkembang berdasarkan kondisi ekonomi, norma adat
dibahas dan disajikan. Hal ini tentu saja akan berakibat istiadat dan budaya, serta kemajuan teknologi, ataupun
pada perilaku belajar dan penurunan minat baca dari sebuah peristiwa, yang semuanya membantu membentuk
siswa, selain itu dengan adanya media sosial yang pola pikir dan pandangan masing-masing generasi.
beragam versi karakteristiknya makin menambah Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta
kemalasan siswa dan akan membuat membuat siswa digitalisasi yang luar biasa saat ini melahirkan sebuah
semakin ketergantungan dengan gajet mereka. Bahkan kelompok generasi digital (digital native), yaitu internet
tidak jarang ketika mereka berniat untuk mengerjakan generation (IGen), atau generasi internet, karena mereka
tugas sekolah, dan mereka sudah membuka internet adalah generasi pertama yang lahir dan hidup di
mereka pasti tidak lupa untuk sekedar mengeceks isi lingkungan yang terhubung dengan internet dan sangat
akun media sosialnya. Selain itu dalam beberapa kasus paham teknologi tersebut.
didapati siswa juga malas untuk pergi ke sekolah karena Secara tahapan perkembangan dan rentang usia
mereka berfikir buat apa mereka ke sekolah jika pelajaran generasi ini adalah sebagai pelajar yang aktif mulai dari
yang seharusnya didapat di sekolah, mereka dapat tingkat sekolah dasar, sekolah menengah, sampai
temukan di youtube dan beberapa aplikasi di internet pendidikan tinggi. Mereka hidup di lingkungan digital,
yang memberikan program, seperti e-Learning dalam pengalaman hidup mereka dibentuk oleh pengalaman

Prosiding Seminar Nasional & Call Paper Mardianto


Psikologi Pendidikan 2019 152
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019
Peran Guru di Era Digital dalam Mengembangkan Self Regulated Learning...

dengan teknologi digital, mereka larut dalam teknologi, pembelajaran. Guru juga mempunyai fleksibilitas yang
dan mereka menggunakan alat-alat digital secara natural, tinggi yaitu pendekatan dedikatif dan gaya manajemen
tanpa memikirkan sifat dan karakteristik cara kerjanya. kelas yang selalu disesuaikan dengan keadaan, situasi
Otak mereka beralih secara spontan ke dunia digital, kelas yang diberi pelajaran, sehingga dapat menunjang
teknologi digital hadir secara alami, sehingga membentuk tingkat prestasi siswa semaksimal mungkin. Siswa yang
pribadi dan karakteristik mereka. Hal ini tentunya juga tidak mampu melakukan pembagian waktu yang baik bisa
berdampak pada perkembangan dunia pendidikan kita menimbulkan kelalaian didalam melaksanakan tugas
terutama dalam hal, perencanaan dan strategi kewajiban seorang siswa yaitu belajar, karena terlalu asik
pembelajaran untuk siswa generasi internet ini atau sering internetan. Oleh karena itu, guru musti senantiasa
juga disebut sebagai generasi Z. mengingatkan siswa untuk dapat memanfaatkan internet
Generasi z sebagai digital native lebih kepada yang positif dan dapat mengatur waktu
mengandalkan kecepatan dalam menggunakan dan pengunaanya.Ketika siswa tidak mampu membagi
menerima informasi, ingin segera mendapatkan informasi, waktunya dengan baik, maka akan terjadi kekacauan
sehingga kurang mentolerir hal-hal yang bersifat lambat. didalam belajarnya. Hal ini akan memberikan dampak
Sehingga cenderung memproses informasi dengan jalan negatif terhadap prestasinya, jika siswa tidak memiliki
nonlinear, melompat lompat dari tugas satu ke tugas yang kemampuan self regulated learning.
lain, multitasking, dan lebih mudah memahami gambar Menurut Santrock., (2011) self regulated learning
daripada teks. Selain itu mereka lebih menyukai belajar adalah kemampuan mandiri siswa dalam mengendalikan
melalui aktifitas praktek langsung daripada membaca atau dan memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku
mendengarkan. Lebih suka dan mampun bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan dalam proses belajar.
dalam jejaring, karena merasa teknologi adalah bagian Tujuan tersebut dapat berupa tujuan akademik seperti;
dari kehidupannya, sehingga merasa kesulitan dan tidak meningkatkan pemahaman dalam membaca, menjadi
nyaman tanpa adanya teknologi di sekitar mereka dan penulis yang baik, belajar berhitung atau matematika
selalu menginginkan mendapatkan manfaat/penghargaan yang benar, atau kemapuan mengajukan pertanyaan
segera atau serba instant. yang relevan. Selain itu tujuan lainnya adalah kontrol
Menurut (Chun dkk., 2016) beberapa penelitian sosio-emosional yaitu kemamupan mengontrol
mengilustrasikan bahwa otak Generasi Z secara struktural kemarahan, belajar bersama dengan teman sebaya.
berbeda dari generasi sebelumnya, hal tersebut terjadi Belajar meregulasi diri dengan memiliki karakteristik
bukan sebagai hasil dari genetika, tetapi sebagai hasil dari y a n g bertujuan untuk memperluas pengetahuan dan
lingkungan eksternal dan bagaimana otak kita menjaga motivasi, menyadari keadaan emosi mereka dan
meresponsnya. Otak Generasi Zs telah terhubung dengan punya strategi untuk mengelola emosinya, secara periodik
pencitraan visual yang canggih dan kompleks, sehingga memonitor kemajuan ke arah tujuannya, menyesuaikan
akibatnya bagian otak yang bertanggung jawab atas atau memperbaiki strategi berdasarkan kemajuan yang
kemampuan visual jauh lebih berkembang, membuat mereka buat, dan mengevaluasi halangan yang mungkin
bentuk-bentuk pembelajaran visual yang lebih efektif. muncul dan melakukan adaptasi yang diperlukan. Self
Pembelajaran yang hanya mendengarkan, seperti ceramah regulated learning adalah proses aktif dan konstruktif siswa
dan diskusi, sangat tidak disukai, sedangkan permainan dalam menetapkan tujuan untuk proses belajarnya dan
interaktif, proyek kolaborasi, penyelenggara tingkat lanjut, berusaha untuk memonitor, meregulasi, dan mengontrol
dan tantangan menjadi bagian dari keinginan mereka kognisi, motivasi, dan perilaku, yang kemudian semuanya
(Rothman, 2016). Ini juga berlaku untuk lingkungan diarahkan dan didorong oleh tujuan dan mengutamakan
pendidikan tinggi di mana mahasiswa Generasi Z konteks lingkungan. Siswa yang mempunyai self regulasi
mengandalkan rekaman PC daripada mencatat, lebih learning tinggi adalah siswa yang secara metakognitif,
cenderung untuk mengajukan pertanyaan secara online, motivasional, dan behavioral merupakan peserta aktif dalam
melihat kuliah sebagai "datang dan hiburan aku" (come proses belajar.
and entertain me) dan tidak suka menunggu tanggapan Self regulation dalam bidang akademik akan
tetapi menuntut informasi dan komunikasi instan. membantu siswa dalam menetapkan cara belajar paling
Sehingga strategi dan metode pengajaran tradisional efektif untuk diri sendiri yang diperoleh dari observasi
selama ini digunakan mungkin tidak lagi efektif. yang cermat dalam mengamati perilaku diri dan kegiatan
Prinsip dasar pengelolaan kelas agar dapat serta konsekuensinya. Dalam hal ini siswa diminta untuk
bejalan secara maksimal didasarkan pada wawasan dan secara konsisten berusaha mengendalikan dan mengurangi
pengetahun guru tentang potensi, gaya dan cara belajar perilaku negatif dan meningkatkan atau memperbanyak
peserta didiknya, sehingga dapat menetukan strategi perilaku yg lebih positif untuk pencapaian tujuan
pengajaran yang tepat dan efektif pada setiap kelas akademik yaitu prestasi belajar.

Prosiding Seminar Nasional & Call Paper Mardianto


Psikologi Pendidikan 2019 153
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019
Peran Guru di Era Digital dalam Mengembangkan Self Regulated Learning...

Kemampuan individu dalam mengatur dirinya bilamana diperlukan dalam mencapai tujuan.
dalam bidang akademik dapat diukur dari tiga kategori Kemampuan ini meliputi :
yaitu : 1) Kesanggupan mencari informasi dari
a. Kemampuan pribadi; Strategi ini melibatkan lingkungan seperti memanfaatkan
kemampuan individu dalam mengorganisasikan dan perpustakaan, internet, membaca kembali
menginterpretasikan informasi. Kemampuan ini catatan dll.
meliputi : 2) Kesanggupan mengusahakan lingkungan fisik
1) Mengorganisasi dan mengelola informasi, yang nyaman untuk belajar seperti menyusun
dimana saat menerima informasi, apakah setting fisik yang menarik, meminimalkan
informasi melalui proses belajar mengajar gangguan, dan sanggup beristirahat.
maupun informasi yang diperoleh dari berbagai 3) Kesanggupan mencari bantuan, baik mencari
sumber (misalnya buku, jurnal dan internet), bantuan melalui teman, guru, senior, yunior dan
individu harus mampu mencari ide pokok, sebagainya. Kesanggupan mencari bantuan ini
membuat meringkas, menyusun kembali materi, sangat terkait dengan kemampuannya menjalin
menggarisbawahi hal-hal yang penting, relasi sosial dengan orang lain.
mengorganisasikan pencatatan (menggunakan Hal yang paling mendasar saat ini adalah
flash card/ indekx card), memanfaatkan gambar, kesadaran dari guru bahwa siswa yang diajarnya saat ini
diagram, bagan maupun melakukan pemetaan adalah generasi yang jauh berbeda dengan generasinya,
kognitif. yang memiliki pola dan gaya belajar yang tentunya juga
2) Merencanakan tujuan dan standar, dalam hal ini berbeda. Sebagian besar guru tidak mengerti apa dan
individu atau siswa mampu menyusun bagaimana strategi belajar yang lebih sukai oleh
perencanaan yang melibatkan waktu yang siswanya, hanya sedikit yang menyadari adanya
dibutuhkan dan mengatur jadwal. kesenjangan komunikasi antar mereka, sehingga nyaris
3) Membuat catatan dan monitoring dalam hal ini tidak ada upaya untuk menjembatani kesenjangan
siswa sebagai individu harus tetap melakukan tersebut. Guru yang kreatif akan berpikir bahwa ada
pencatatan (misalnya membuat daftar masalah, kebutuhan yang mendesak untuk mengeksplorasi dan
kesalahan-kesalahan dan hal-hal yang penting) memahami elemen-elemen teknologi, media sosial dan
dan monitoring. Catatan tersebut harus jejaring sosial yang digunakan siswa dan memasukkan
disimpan dan disusun dalam sebuah sistem elemen-elemen tersebut ke dalam proses pengajaran dan
sehingga mudah ditemukan saat diperlukan. pembelajaran. Hal Ini tidak hanya sekedar
4) Mengingat dan mengulang informasi yaitu mengintegrasikan teknologi sebagai bagian dari belajar-
individu dapat menerapkan berbagai strategi mengajar, tetapi juga mencari pengaturan kelas kreatif
mengingat dan mengulang kembali materi yang dengan inisiatif unik yang memperkenalkan lebih banyak
diterima untuk mengeliminir efek lupa. metode pengajaran visual dan menarik. Pembelajaran
Beberapa strategi mengingat yang dapat yang berpusat pada siswa memiliki kekuatan dan
dilakukan antara lain menemonic, mengulang- kemajuan teknologi dan media sosial dapat lebih
ulang, berdiskusi dengan orang lain, meningkatkan pendekatan seperti itu. Namun, guru perlu
mengajarkannya pada orang lain, dll. berpikir kritis dan kreatif dan membangun lingkungan
b. Perilaku; Kemampuan ini melibatkan kegiatan- kelas yang kondusif untuk berpikir kreatif dan inovatif.
kegiatan yang dilakukan individu antara lain : Mengakses pengetahuan baru, koneksi dalam
1) evaluasi diri meliputi kemampuan melakukan jejaring dan mengembangkan kecerdasan kolektif
checking pada kualitas dan kemajuan yang merupakan tiga aspek utama dari perilaku masyarakat
diperoleh. Termasuk di dalamnya ialah digital natif. Pengetahuan untuk era digital tidak sesuai
kemampuan melakukan analisis tugas, lagi dengan kurikulum tradisional yang hanya terdiri dari
memerintah diri sendiri dan mengobservasi daftar materi yang dibatasi oleh sumber ajar yang sempit.
kegiatan yang dilakukan. Pengetahuan saat ini lebih kompleks, lebih holistik, dan
2) self consequating Meliputi kemampuan untuk berkembang sangat cepat. Pengetahuan tidak hanya
memotivasi diri, menyusun sendiri hukuman disimpan dalam ensiklopedia dan buku pelajaran.
atau konsekuensi bilamana keluar dari Pengetahuan terjadi ketika ada masalah yang harus
perencanaan atau lalai terhadap godaan, dan dipecahkan, dan pertanyaan yang harus dijawab. Guru
menunda pemuasan kebutuhan. tidak lagi memonopoli sumber pengetahuan, karena
c. Lingkungan; Kemampuan ini meliputi kesanggupan internet menyediakan akses ke sejumlah sumber
mencari bantuan dan mengubah lingkungan fisik informasi yang lebih luas. Walaupun begitu informasi,

Prosiding Seminar Nasional & Call Paper Mardianto


Psikologi Pendidikan 2019 154
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019
Peran Guru di Era Digital dalam Mengembangkan Self Regulated Learning...

berbeda dari pengetahuan, karena informasi harus yang menyenangkan dan menghibur atau yang disebut
diproses, sesuai dengan konteks siswa agar dapat dengan edutainment(Mohr & Mohr, 2017).
mengarahkan perkembangan bangunan pengetahuan yang Sekolah saat ini hampir tidak cocok dengan
dikonstruksi oleh siswa. Informasi harus diklasifikasikan, generasi digital native, karena strategi pembelajaran,
disortir, diperiksa, diorganisir. manajemen kelas, dan evaluasi yang dilakukan, serta
Siswa generasi Z sebagai penduduk asli digital hubungan yang dibangun antara siswa, guru, mengalami
(digital native) memiliki pendekatan empiris untuk kesenjangan harus dijembatan. Sekolah masa kini bukan
belajar yang kadang-kadang membingungkan guru atau bersifat digital native, sekalipun telah mengintegrasikan
orang tua. Mereka tidak mengakses pengetahuan secara cukup banyak teknologi baru, dan para gurunya, secara
linear, penalaran demonstratif, dan urutan logis, tetapi umum adalah imigran digital. Mereka harus
mereka mengakses pengetahuan dalam proses acak dan memperhitungkan perbedaan besar antara mereka dan
melalui pendekatan "hypertext". Penduduk asli digital siswanya. Walaupun begitu guru juga seharusnya tidak
memiliki cara yang berbeda dalam berkonsentrasi dan perlu berpura-pura menjadi penduduk asli digital, mereka
memberikan perhatian yang penuh. Umumnya mereka cukup berpegang teguh pada peran penting dari seorang
tidak dapat berkonsentrasi untuk waktu yang lama, guru, sebagai fasilitator yang penyelenggarakan interaksi
mereka berpindah dari satu tugas ke tugas lainnya dalam antara siswa dengan pengetahuan, dan sebagai mediator
waktu yang sangat singkat, bahkan cederung pengetahuan.
multitasking, atau melakukan beberapa tugas secara Proses pembelajaran dinyatakan berhasil apabila
bersamaan secara paralel, atau berpindah dari satu tugas learning out comes, atau dalam istilah lain juga dikenal
ke tugas lainnya. Siwa generasi Z sebagai digital native sebagai Tujuan Intruksional Khusus (TIK) dari bahan
lebih suka belajar melalui visual dan grafik daripada pengajaran (materi pengajaran) tersebut dapat dicapai
membaca teks. Mereka terbiasa belajar melalui (Slavin, 2018). Tujuan Intruksional Khusus (TIK) dari
interaktivitas dan permainan, dan saling terhubung secara bahan pengajaran (materi pelajaran) yang ingin dicapai.
permanen satu sama lain, karena pengetahuan ada dalam Walapun secara prosesnya pembelajaran di era digital
konektivitas. Mereka terbiasa dengan sejumlah besar menuntut siswa untuk aktif berkolaboratif sesame peserta
informasi dan harus belajar cara mengatasi dan didik, dan semua kegiatan berposat pada siswa atau
mengendalikannya. Selain itu siswa generasi Z adalah student centre, tetap saja peran guru sangat dibutuhkan
penguna jejaring dan merupakan “peselancar” paling agar tujuan pembelajaran tetap berjalan dengan
handal, yang berarti bahwa belajar tidak hanya kegiatan semestinya. Self regulated learning siswa perlu
individu, tetapi juga kegiatan kolektif (Cornu, 2011). difasilitasi guru agar penerapanya berjalan dengan
Berdasarkan karateristik tersebut pendidik kita semestinya. Penerapan strategi self regulated learning
sudah tidak bisa lagi menerapkan gaya pendidikan menurut Zimmerman (2000) secara khusus learning
generasi kemarin kepada siswa generasi masa depan. dalam mengajar dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
Para siswa telah berubah secara drastis dan karenanya, 1) Forethought (pemikiran), sebelum pelaksanaan
kita harus menemukan cara baru untuk mengajar yang pembelajaran, guru mempersiapkan pengajaran
sesuai untuk generasi Z. Pembelajaran harus mereka, menetapkan tujuan pengajaran, rencana
mempertimbangkan cara-cara terbaru dalam tindakan mereka, mengatur strategi pembelajaran
mengembangkan kemampuan berpikir dan memproses dan bahan ajar yang lebih luas baik offline maupun
informasi siswa generasi digital. Teori belajar yang sudah online dengan digital literasi yang bersifat audio
ada harusnya dipertimbangkan kembali sesuai dengan visual. Forethought, tahapan pertama yang
tuntutan dan kebutuhan siswa, pendekatan konstruktivis, merupakan proses berpikir, guru mengajak siswa
pembelajaran kolaboratif, dan jejaring untuk mencermati topik pembelajaran yang akan
pembelajaran sangat direkomendasikan oleh beberapa diajarkan, kemudian guru mengarahkan siswa
ahli pedagogi memiliki perhatian terhadap perkembangan untuk menganalisa bagian terpenting dari materi
dunia pendidikan saat ini. Sesuai dengan karakternya dan mengkaitkannya dengan materi sebelumnya.
siswa generasi Z lebih menyukai gaya belajar Siswa membentuk membentuk kelompok belajar
mengunakan pendekatan eksperimen (learning by doing), yang beranggotakan 4 sampai 5 anggota.
mengunakan media pembelajaran yang berupa audio
visual (visual learning), senang bekerja dalam tim 2) Performance (kinerja), selama instruksi di kelas,
dengan rekan, menggunakan alat kolaboratif seperti guru memantau pemahaman siswa,
Google Apps, sulit untuk konsentrasi atau fokus pada mengidentifikasi dan menyelesaikan kesalah
satu kegiatan dalam waktu yang lama. Mereka lebih pahaman. Tahap performance, siswa memecahkan
senang belajar dengan santai dan enjoy pembelajaran permasalahan dengan mengaplikasikan informasi

Prosiding Seminar Nasional & Call Paper Mardianto


Psikologi Pendidikan 2019 155
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019
Peran Guru di Era Digital dalam Mengembangkan Self Regulated Learning...

yang telah didapatkan pada tahap forethought. mengembangkan kemampuan dalam mengeksplorasi
Kemudian guru mendiskusikan masalah-masalah dan memahami elemen-elemen teknologi, media sosial
yang tidak terpecahkan serta mengarahkan siswa dan jejaring sosial yang dikuasai siswa dan memasukkan
untuk berdiskusi. Siswa mempresentasikan jawaban elemen-elemen tersebut ke dalam pengajaran dan
dari pekerjaannya didepan kelas, mengunakan pembelajaran. Selain itu usaha untuk mencari
media teknologi presentasi yang kreatif dan pengelolaan kelas yang lebih kreatif dengan
inovatif. memperkenalkan media pengajaran audio visual dan
3) Self Reflection (refleksi diri), guru mengevaluasi menarik, serta metode pembelajaran yang berpusat pada
efektivitas instruksi mereka dan strategi pengajaran siswa. Sehingga segala upaya yang dikembangkan dapat
yang digunakan, serta mengevaluasi pemahaman mengakomodasi kebutuhan pengembangan keterampilan
siswa dari pengertian p engetahuan yang regulasi diri siswa Generasi Z dalam belajar dan
dikonstruksikan secara bersama. Self Reflection, menguasai setiap materi yang diberikan.
adalah tahap dimana siswa mengevaluasi
pemahamannya selama proses pembelajarannya. PENUTUP
Kemudian siswa mendiskusikannya kembali
Simpulan
dengan teman ataupun guru untuk memperbaiki
pemahamannya yang masih kurang ketika kegiatan Perkembangan teknologi dan akses informasi
pembelajaran. Untuk selanjutnya siswa membuat yang begitu cepat di era digital ini memungkinkan
kesimpulan dari apa yang telah dipelajari selama peserta didik lebih dahulu mendapatkan informasi
pembelajaran belangsung. terlebih dahulu para gurunya. Tentu hal ini tidak akan
Tjalla (2015) menjeaskan self regulated membuat guru menjadi ketinggalan dibanding siswanya.
learning yang terdiri dari pemikiran, perasaan dan Namun demikian, teknologi informasi dan komunikasi,
tindakan yang dihasilkan sendiri yang direncanakan dan media sosial ataupun media lainnya yang ada di dunia
disesuaikan dengan pencapaian tujuan peserta didik maya hanyalah instrument pendidikan dan bukan tujuan.
dengan mendukung peserta didik dalam Media atau pun instrument tidak dapat mengantikan
mengoptimalkan proses belajar mereka. Oleh karena itu, peran guru dalam proses pembelajaran sebab media tidak
SRL memiliki dampak positif pada hasil belajar dan mempunyai sisi kemanusiaan, oleh sebab itu kehadiran
kesejahteraan. Dari penjelasan diatas dapat ditarik guru secara emosional sangat penting untuk menumbuh
kesimpulan bahwa peserta didik yang mempunyai kembangkan sisi kemanusiaan seorang siswa dan
self regulated learning pasti mempunyai tujuan mengendalikan gejala impulsif karakter yang ada dalam
pembelajaran yang baik dengan begitu hasil belajar diri siswa generasi Z yang di pengaruhi oleh lingkungan
sejarah mereka juga baik karena di dukung oleh strategi digital nativenya sehingga merugukan siswa itu sendiri.
tujuan pembelajaran yang telah mereka buat. Profesional seorang guru ditengah-tengah kemajuan
Siswa yang memiliki kemandirian belajar yang teknologi informasi dan komunikasi dalam proses
tinggi akan berusaha menyelesaikan segala latihan atau pembelajaran di Era Digital tetap sangat dibutuhkan
tugas yang diberikan oleh guru dengan kemampuan karena keberadaan guru di kelas dan lingkungan sekolah
yang dimilikinya sendiri. Sehingga secara tidak lebih kepada memfasilitasi siswa untuk belajar, agar
langsung akan mempengaruhi kualitas pembelajaran. siswa dapat mengatur strategi belajarnya dan self
Sejalan dengan pemikiran di atas Latipah., (2010) dalam regulated learning untuk tetap memberikan kontribusi
artikelnya meta analisisnya menemukan bahwa dari dalam meningkatkan motivasi belajar dan meningkatkan
3899 subyek menunjukkan bahwa strategi belajar hasil pencapaian dari proses belajar yang dilakukan.
mandiri diatur berkorelasi positif dengan prestasi Siswa yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi
akademik (r = 0,26). Perbedaan dalam varians korelasi akan berusaha menyelesaikan segala latihan atau tugas
dapat, antara lain, disebabkan oleh kesalahan sampling yang diberikan oleh guru dengan kemampuan yang
(4,63%) dan kesalahan dalam pengukuran independen dimilikinya sendiri. Sehingga secara tidak langsung akan
serta variabel dependen (4,44%). Secara keseluruhan mempengaruhi kualitas pembelajaran.
hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi self
regulated learning berpengaruh positif terhadap prestasi
DAFTAR PUSTAKA
akademik siswa.
Pada akhirnya siswa generasi Z mengingikan Chun, C., Kelley Dudoit, M., Shirl Fujihara, K., Mariana
lingkungan dan strategi pembelajaran yang dekat dengan Gerschenson, J. A. A. K., Koanui, B., & Stearns, C.
J. (2016). Teaching Generation Z at the University
keseharian dunia digital mereka. Hal ini mengisyaratkan of Hawai‘i.
kebutuhan sekolah kususnya guru untuk
Cilliers, E. J. (2017). The challenge of teaching

Prosiding Seminar Nasional & Call Paper Mardianto


Psikologi Pendidikan 2019 156
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019
Peran Guru di Era Digital dalam Mengembangkan Self Regulated Learning...

generation Z. International Journal of Social


Sciences, 3(1, January), 188–198.
Cornu, B. (2011). Digital Natives: How do They Learn?
How to Teach Them? In Policy Brief. Moscow:
Published by the UNESCO Institute for for
Information Technologies in Education 8 Kedrova
St., Bldg. 3.
Duse, C. S., & Duse, D. M. (2016). The Teacher of the
Generation Z. Romania: Future Academy
www.FutureAcademy.org.uk.
Israeloff, J. M. L. and R. (Ed.). (2012). Philosophy and
Education, Introducing Philosophy to Young
People. In Philosophy and Education, Introducing
Philosophy to Young People. Cambridge Scholars
Publishing 12.
Latipah, E. (2010). Strategi Self Regulated Learning dan
Prestasi Belajar : Jurnal Psikologi, 37(1), 110–129.
Levin, J., & Nolan, J. F. (2014). Principles of Classroom
Management: A Professional Decision-Making
Model (7nd ed.). Boston, MA: Allyn and Bacon.
Mohr, K. A. J., & Mohr, E. S. (2017). Understanding
Generation Z Students to Promote a Contemporary
Learning Environment. Journal on Empowering
Teaching Excellence, 1(1), 84–94.
Nzai, V. ekiaka, Feng, Y., & ReYna, C. (2014).
Preparing Net Gen pre-service teachers for digital
native classrooms. Applied, Colombian Journal,
Linguistics, 16(2), 185–200.
Rothman, D. (2016). A Tsunami of Learners Called
Generation Z.
Salovaara, H. (2005). Achievement Goals and Cognitive
Learning Strategies in Dynamic Contexts of
Learning. University of Oulu.
Santrock, J. W. (2011). Educational Psychology (Fifth).
New York, NY 10020: McGraw-Hill Humanities.
Schunk, D. H. (2012). Learning Theories An Educational
Perspective (Sixth Edit). Boston, MA, 02116:
Pearson Education, Inc.
Slavin, R. E. (2018). Educational Psychology. NY, NY:
Pearson Education, Inc.
Tjalla, A. (2015). Effect of Methods of Learning and Self
Regulated Learning toward Outcomes of Learning
Social Studies. Journal of Education and Practice,
6(23), 15–21.
Zimmerman,B.J., Schunk, D.H. (2000). Handbook of Self
Regulation. Guilford Press : New York.

Prosiding Seminar Nasional & Call Paper Mardianto


Psikologi Pendidikan 2019 157
Fakultas Pendidikan Psikologi, Aula C1, 13 April 2019

Anda mungkin juga menyukai