Anda di halaman 1dari 46

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pendidikan Seks

a. Pengertian pendidikan seks

Pendidikan seks adalah pendidikan yang memberikan

pengajaran, pengertian dan keterangan yang jelas kepada peserta

didik ketika ia sudah memahami hal-hal yang berkaitan dengan

perubahan pubertas, sehingga ketika peserta didik memasuki usia

balig dan memahami hal-hal yang berkaitan dengan hidupnya ia

mengetahui mana yang halal dan mana yang haram agar mendapat

pengetahuan seks yang benar. Hal ini sesuai dengan pendapat

beberapa ahli tentang pendidikan seks yang dikatakan oleh Profesor

Gawshi.

Profesor Gawshi (Madani, 2003: 91) berpendapat bahwa


“Pendidikan seksual adalah memberi pengtahuan yang benar
kepada anak yang menyiapkannya untuk beradaptasi secara baik
dengan sikap-sikap seksual di masa kehidupannya dan pemberian
pengetahuan ini menyebabkan anak memperoleh kecenderungan
logis yang benar terhadap masalah-masalah seksual reproduksi.
Pendidikan seksual membekali individu dengan konsep-konsep
kehalalan dan keharaman oleh prof. Al Gawshi disebut
pengetahuan yang benar”.

Berdasarkan teori di atas dapat diartikan bahwa pendidikan

seks kepada peserta didik adalah pendidikan seks yang

mengarahkan pengetahuan seksual yang benar sebagai bekal di

masa dewasa yang akan datang sehingga memahami hal yang

11
Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016
12

haram dan haram terhadap lawan jenis dan sesama jenis.

Sebagaimana yang definisi pendidikan seks menurut Syekh Abdul

Nashih Ulwan (Madani, 2003: 91) mengatakan bahwa :

“Pendidikan seks sebagai pengajaran, penyadaran, dan penerangan


kepada anak sejak ia memikirkan masalah-masalah seksual, hasrat,
dan pernikahan sehingga ketika anak itu menjadi pemuda, tumbuh
dewasa, dan memahami urusan-urusan kehidupan maka ia
mengetahui kehalalan dan keharaman.”

Memahami kehalalan dan keharaman kepada peserta didik,

secara tidak langsung pendidikan akhlak melalui pendidikan seks

sudah berjalan dengan memberikan batasan etika bergaul antara

laki-laki dan perempuan ketika sudah menginjak remaja atau balig.

Adapun pendidikan seks dapat diartikan memberikan penjelasan

masalah seks, naluri dan perkawinan bagi peserta didik yang akan

menginjak remaja. Abdullah Nashih Ulwan (Miqdad, 2000: 8)

mengemukakan bahwa pendidikan seks adalah:

“Masalah mengajarkan, memberi pengertian, dan menjelaskan


masalah-masalah yang menyangkut seks, naluri, dan perkawinan
kepada anak sejak akalnya mulai tumbuh dan siap memahami hal-
hal di atas.”

Selain mengenalkan konsep kehalalan dan keharaman,

masalah-masalah seksual, naluri dan perkawinan pendidikan seks

diberikan untuk membimbing dan memberi penerangan laki-laki

dan perempuan agar dapat bergaul sebagaimana mestinya. Adapun

definisi pendidikan seks oleh Salim Sahli (Miqdad, 2000: 7)

mengatakan bahwa :

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


13

“Sex education atau pendidikan seks artinya penerangan yang


bertujuan untuk membimbing serta mengasuh tiap-tiap lelaki dan
perempuan, sejak dari anak sampai sesudah dewasa, perihal
pergaulan antar kelamin dan kehidupan seksual khususnya, agar
mereka dapat melakukan sebagaimana mestinya, sehingga
kehidupan berkelamin itu mendatangkan kebahagiaan dan
kesejahteraan bagi umat manusia.”

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat

disimpulkan bahwa pendidikan seksual secara umum merupakan

pendidikan yang mengajarkan, membimbing, memberi pengertian

serta penerangan tentang seksual, naluri, hasrat, dan seksual

reproduksi. Pada khususnya pendidikan seks Islami merupakan

pendidikan seks yang mengandung dua aspek salah satunya

berperan menyiapkan dan membekali peserta didik yang mumayiz

dengan pengetahuan-pengetahuan teoretis tentang masalah-masalah

seksual yang mengajarkan, membimbing, memberi pengertian, dan

penerangan tentang seksual, naluri, hasrat dengan konsep kehalan

dan keharaman sehingga ketika dewasa memiliki pengetahuan yang

benar tentang seks serta menjadi pribadi yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa.

Meluruskan pengetahuan seks yang benar akan memberikan

pengertian mengenai proses kematangan dirinya baik fisik maupun

emosional yang berhubungan dengan seks. Dalam meluruskan

pengetahun seks dilakukan melalui pendidikan seks agar

terbentuknya peserta didik yang berakhlak mulia. Adapun hadits

Nabi SAW yang dijadikan dasar pendidikan seks, salah satunya

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


14

hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, Abu Daud, dan

Tirmidzi (Miqdad, 2000: 51) bahwa :

“Dari Aisyah r.a mengatakan: Dan tangan Rasulullah


Shallahu’alaihi wasalam belum pernah menyenttuh
(berjabat tangan) dengan wanita satu kalipun (kecuali isteri
dan muhrimnya). “Dari Abi Sa’id sesungguhnya Nabi SAW
bersabda: Laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki
(lain) dan perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan
(lain) dan seorang laki-laki tidak boleh tidur bersama laki-
laki (lain) dalam satu pakaian dan seorang perempuan
tidak boleh tidur bersama perempuan (lain) dalam satu
pakaian.”

Kedua hadits tersebut di atas mengandung dasar pendidikan

akhlak, yakni etika pergaulan antara laki-laki dan perempuan.

Kedua hadits tersebut dapat dijadikan dasar pendidikan seks, sebab

salah satu tujuan pendidikan seks adalah pembentukan manusia

yang berakhlak mulia, memiliki akidah dan keimanan yang kuat,

serta dapat mencegah kerusakan dalam masyarakat yang

ditimbulkan oleh penyimpangan dalam masalah seks.

b. Tujuan pendidikan seks

Secara umum, tujuan utama pendidikan seks menurut

Syarif ash Shawwaf (2003: 216) yaitu:

1) Membekali individu dengan pengetahuan yang benar tentang

kegiatan seks, disamping itu mengetahui bagian-bagian alat

kelamin pada masing-masing jenis baik laki-laki maupun

perempuan, cara kerjanya masing-masing dan pengetahuan

hakikat hubungan seks beserta tujuannya.

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


15

2) Menyempurnakan dan mendidik perilaku anak-anak melalui

arahan keislaman dan akhlak yang berkaitan dengan etika

perilaku seksual, menjauhkan hal-hal yang bisa membangkitkan

gairah seksual.

3) Memberikan motivasi kepadanya untuk mengembangkan unsur-

unsur yang dapat mengendalikan dorongan dan keinginan

seksualnya. Menanamkan rasa tanggungjawab invdividu dan

sosial serta mengetahui bahaya seks bagi individu dan

masyarakat.

4) Meluruskan pengetahuan dan pemikiran yang salah seputar

hakikat seks dan peranannya yang didapatkan anak-anak dan

memotivasinya untuk mengemukakan pemikiran dan

pendapatnya tentang seks.

5) Membekali anak-anak dengan sejumlah arahan yang lembut dan

mulia serta kebiasaan yang benar dan luhur.

6) Memperingatkan anak-anak dari teori dan pemikiran yang

bohong tentang seks dan memberitahukan mereka bahwa

problem seks adalah senjata utama yang digunakan musuh-

musuh Islam untuk menghancurkan dan merusak Islam.

7) Menampakkan kesempurnaan Islam dan kebenarannya yang

merupakan solusi bagi seluruh problematika manusia.

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa secara

umum pendidikan seks bertujuan membekali dan meluruskan

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


16

pengetahuan seks yang benar dan mengendalikan diri sehingga

mereka akan jauh dari segala hal yang dapat membangkitkan

gairah seksual serta dapat memberikan solusi probelmatika

masalah seksual di masyarakat.

Selain tujuan umum, pendidikan seks juga memiliki tujuan

khusus sesuai syari‟at Islam menurut Miqdad (2000: 54) adalah:

1) Pembentukan pribadi muslim yang berdasar pada al-qur‟an dan


As-Sunnah.
2) Pembentukan manusia yang berakhlak mulia, memiliki akidah
dan keimanan yang kuat serta taat beribadah kepada Allah SWT.
3) Mencapai kebahagiaan dalam membentuk rumah tangga sakinah
mawaddah wa rahma.
4) Melahirkan generasi yang bertanggungjawab.
5) Mencegah kerusakan dalam masyarakat yang ditimbulkan oleh
penyimpangan dalam masalah seks.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan

pendidikan seks adalah untuk membekali dan meluruskan

pengetahuan serta pemikiran individu tentang pengetahuan seks

yang benar. Pengetahuan tentang seks yang benar akan

mendorongan seksual pada dirinya agar dapat terkendali dengan

memotivasi mengembangkan sosialnya. Pemberian pengetahuan

seks yang benar kepada peserta didik agar menjadi manusia yang

bertanggungjawab dan berakhlak mulia berdasar pada al-qur‟an

serta al-hadits guna tercapainya kebahagiaan dan tercegahnya

kerusakan dalam masyarakat akibat dari penyimpangan masalah

seksual.

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


17

c. Karakteristik pendidikan seks

Setiap pendidikan memiliki tujuan dan ciri khasnya masing-

masing. Pendidikan Islami, pendidikan seks, pendidikan umum,

dan pendidikan kesehatan memiliki karakteristik yang berbeda-

beda satu sama lain. Pendidikan secara umum bertujuan mendidik

peserta didik agar menjadi manusia yang berakhlak mulia.

Karakteristik pendidikan secara umum yaitu mempelajari

interaksi sosial budaya peserta didik untuk mencapai tujuan

pendidikan nasional. Pendidikan kesehatan memiliki karakteristik

mendidik peserta didik agar hidup sehat. Pendidikan Islami

memiliki karakteristik mendidik peserta didik dengan Islami agar

dekat degan Allah SWT. Begitu juga dengan pendidikan seks yang

memiliki karakteristik tersendiri. Pendidikan seks sudah diajarkan

dalam al-quran dan hadits. Karakteristik pendidikan seks menurut

al-qur‟an tidak bisa dipisahkan dengan pendidikan seks menurut

hadits sesuai ajaran Islam.

Beberapa karaktersitik pendidikan seks sesuai al-quran dan

hadits dalam ajaran Islam menurut Madani (2003: 94-101) yaitu:

1) Aspek Ketuhanan dalam Pendidikan Seksual

Pendidikan seks harus bersumber pada ketuhanan dan di

dasarkan pada ajaran-ajaran Allah „Azza wa Jalla. Pendidikan

seks yang merupakan bentuk penghambaan diri ini tidak akan

dapat direalisasikan oleh manusia hanya dengan kontrol yang

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


18

kuat, pengendalian diri pada perkara-perkara yang haram, dan

semata-mata mengandalkan kerelaan jiwa, namun juga harus

berdasarkan pada takdir Allah, keridhaan, serta adanya sentuhan

keimanan rohaniah.

2) Aspek Kemanusiaan dalam Pendidikan Seksual

Pendidikan seks Islami untuk anak memiliki keistimewaan

dalam bentuk, antara lain mengharuskan seks sebagai bagian

dari sifat manusia yang akan memperkuat aspek kemuliaan,

kehormatan, dan kesucian manusia.

3) Pendidikan Seksual yang Integral

Metode pendidikan seks dalam Islam adalah satu kesatuan

yang paripurna dan tidak dapat dipisahkan. Pendidikan seks

tersebut tidak akan memberikan buah dan hasil yang baik jika

pendidik muslim tidak mengaplikasikannya secara menyeluruh.

Pendidikan seks yang dilakukan secara sinambung akan

menghasilkan pemahaman yang paripurna bagi anak atau orang

dewasa.

4) Kesinambungan Pendidikan Seksual

Pendidikan seks bagi anak maupun orang dewasa yang

dilakukan secara sinambung biasanya dimulai dari rumah yang

perannya sangat mencolok sebagai lembaga pendidikan paling

dasar. Pendidikan seks tidak terhenti ketika seseorang telah

mencapai akil balig.

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


19

5) Nyata dan benar

Pendidikan seks Islami membahas fenomena-fenomena

ilmiah tentang nafsu seksual pada organ tubuh manusia. Oleh

karena itu hendaklah tidak menyandarkan pada penelitian

negatif yang salah atau pembicaraan dan kepentingan yang tidak

berdasar, sebab syari‟at Islam telah meletakkan hukumnya

secara nyata untuk menanggulangi urusan-urusan seks serta

perubahan-perubahan psikologis dan fisik yang berkaitan

dengan seks.

6) Tahapan dalam Pendidikan Seksual

Syariat Islam memerintahkan para pendidik muslim untuk

memberikan pendidikan seks pada anak secara bertahap, yaitu

dengan tidak memulai langkah-langkah baru sebelum langkah-

langkah sebelumnya selesai tertanam pada diri anak. Hal itu

disesuaikan dengan pertumbuhan fisik anak.

Proses pendidikan seks Islami menurut Madani (2003: 101)

yang dilakukan secara bertahap harus sesuai dengan:

a) Tingkat pertumbuhan dan perkembangan wawasan anak.


b) Jenis kelamin (laki-laki atau perempuan), karena kedua jenis
ini akan berbeda kematangannya dalam masalah seks.
Menurut para peneliti kematangan pada perempuan lebih
cepat dibandingkan pada laki-laki. Dalam tahap ini
pendidikan seks bagi anak perempuan lebih ringkas waktunya
dibandingkan dengan anak laki-laki karena masa balig anak
laki-laki berkisar antara 13,14 atau 15 tahun, sedangkan pada
perempuan tingkat kematangan seksnya berkisar antara usia 9
atau 10 tahun.

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


20

Adapun tahapan pemberian pendidikan seks menurut Syarif

ash Shawwaf (2003: 210) yaitu:

a) Dari usia 6-9 tahun


Diajarkan kepada mereka adab minta izin dan menjaga
pandangan.
b) Dari usia 10-14 tahun
Anak dijauhkan dari hal-hal yang erat kaitannya dengan
hubungan seks, dan diajarkan kepadanya pengetahuan dasar
tentang tanda balig dan mandi besar.
c) Dari usia 15-16 tahun
Diajarkan kepada anak hakikat hubungan seksual dan
macam-macam cairan yang keluar dari kemaluannya, yaitu
air wadi, mazi dan mani, dan bagi perempuan: haid,
istihadhah, shafrah (cairan yang berwarna kekuning-
kuningan) dan kudrah (cairan yang keruh). Anak mesti
diperingatkan bahaya seks bebas dan menyimpang, azab
Allah di akhirat nanti, maupun penyakit dan bahaya sosial di
dunia. Juga perlu ditanamkan pada jiwa anak takut akan rasa
kepada Allah, pengawasan-Nya kepada dirinya. Ceritakanlah
kepadanya contoh-contoh teladan yang shaleh, karena hal ini
bisa menjaga nafsu dan ketaqwaan.

Berdasarkan teori di atas, dapat diartikan bahwa proses

pemberian pendidikan seks dalam Islam kepada anak dilakukan

secara bertahap dengan melihat tingkat kebutuhan dan

kematangannya sesuai tingkatan usia individu yang berbeda

antara laki-laki dan perempuan.

d. Masa penyiapan seksual

Perbedaan tingkat kematangan seks antara laki-laki dan

perempuan merupakan suatu hal yang sudah pasti, maka seorang

pendidik sebaiknya dapat mempersiapkan pendidikan seks pada

diri peserta didik baik laki-laki maupun perempuan. Masa

penyiapan seksual diberikan oleh pihak yang berkompeten dalam

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


21

pendidikan seks. Penyiapan pendidikan seks sejak dini akan

memberikan pengetahuan yang benar sejak dini.

Dalam hal ini terdapat dua masa sebagai awal waktu

penyiapan seksual kepada peserta didik dari segi usia pertumbuhan

yang harus diterapkan menurut Madani (2003: 101) yaitu:

1) Masa kanak-kanak usia dini

Fase ini berkisar pada usia tujuh tahun, ditandai dengan

kesukaan anak dalam bermian dan lepas dari tanggungjawab

untuk melakukan hal-hal yang memerlukan aturan jelas. Namun

demikian, tidak tertutup kemungkinan seorang anak yang

berusia empat tahun menampakkan sebagian fenomena seks

karena meniru atau ikut-ikutan orang lain. Tetapi sebenarnya

anak usia tersebut kosong dari naluri seksual.

2) Masa Kanak-kanak Lanjut

Fase ini berkisar antara 7 atau 8 tahun. Pada masa ini

seorang anak harus dipersiapkan untuk menghadapi masa taklif

yang akan segera datang.

Beberapa teori telah menjelaskan pentingnya pendidikan

demi menghadapi masa depan seseorang yang akan ia jalani kelak.

Berbeda dengan pendapat Freud dan pengikutnya yang

menekankan pentingnya pembinaan seks pada periode awal masa

kanak-kanak, syariat Islam lebih menekankan pembinaannya pada

periode akhir usia anak-anak (periode kedua) yang merupakan

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


22

dasar bagi pembentukan kepribadian anak-anak yang dipersiapkan

sejak masa akhir periode anak-anak.

Adapun persiapan dalam pendidikan seks bagi anak yang

berada pada masa akhir periode anak-anak menurut Madani (2003:

105) terkait tiga unsur :

1) Intelegensi
2) Keharusan untuk mendidik dan membina
3) Hukuman terhadap perilaku seks yang salah

e. Standar pendidikan seks BSNP

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) memasukkan

kurikulum pendidikan seks ke dalam kurikulum pendidikan

jasmani dan kesehatan pada standar kompetensi “Menerapkan

budaya hidup sehat” di kelas V dan VI sedangkan kelas I - IV tidak

ada pendidikan seks melainkan pendidikan makanan sehat. Berikut

standar pendidikan seks dari Badan Nasional Standar Pendidikan

tahun 2007 yaitu:

1) Standar kompetensi pendidikan seks dalam kurikulum

pendidikan jasmani dan kesehatan kelas V.

MATERI
KOMPETENSI KEGIATAN INDIKATOR
POKOK/PEMBE
DASAR PEMBELAJARAN
LAJARAN
5.1 Mengenal cara Kesehatan Menjelaskan cara Cara menjaga
menjaga menjaga kebersihan alat kebersihan alat
kebersihan alat reproduksi reproduksi
reproduksi
5.2 Mengenal Pelecehan seksual Menjelaskan bentuk- Mengidentifkasi
berbagai bentuk bentuk pelecehan bentuk-bentuk
pelecehan seksual pelecehan
seksual seksual
5.3Mengenal cara Menjaga diri dari Menjelaskan cara Cara menjaga
menjaga diri pelecehan seksual menjaga diri dari diri dari
dari pelecehan pelecehan seksual pelecehan
seksual seksual
Sumber: BSNP (2007:88-89)

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


23

2) Standar kompetensi pendidikan seks dalam kurikulum

pendidikan jasmani dan kesehatan kelas VI.

MATERI
KOMPETENSI KEGIATAN INDIKATOR
POKOK/PEMB
DASAR PEMBELAJARAN
ELAJARAN

5.1Mengenal cara Pelecehan seksual - Cara menentukan Cara menjaga


menolak teman dalam kebersihan alat
perlakuan pergaulan reproduksi
pelecehan seksual - Menjelaskan akibat
dari pelecehan
seksual
- Menjelaskan cara
menolak dari
pelecehan seksual
dalam pergaulan
sehari-hari
Sumber: BSNP (2007:90)

f. Model-model Pengenalan Seks Pada Anak

Pengenalan seks pada anak menurut Djiwandono (2008:

42-82) dapat dilakukan dengan beberapa model, diantaranya

sebagai berikut:

1) Bertahap (Setahap demi setahap)

Mengajarkan anak kecil tentang seksual sama seperti

mengajarkan pelajaran harus perlahan-lahan dalam menanamkan

pengertian tentag seksual dalam kehidupan. Pengenalan tentang

informasi seksual secara bertahap akan lebih tertanam pada diri

anak. Pengenalan tersebut dilakukan setahap demi setahap, dari

hari ke hari, dari bulan ke bulan ketika anak-anak tumbuh. Jika

akan mengenalkan informasi seksual kepada anak, maka sebagai

pendidik sudah harus akrab dengan kata penis, vagina, vulva

(pukas), ova (ovum/sel telur) dan sperma.

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


24

2) Menggunakan Istilah Medis yang Benar

Dalam diskusi masalah-masalah seksual dengan anak,

sebaiknya menggunakan istilah medis secara benar walaupun

mungkin terasa tidak mudah untuk pertama kalinya. Pengenalan

seks dapat diwalai dengan belajar menunjuk pada bagian organ

seks pada tubuh dengan kata-kata medis (lebih mudah daripada

dengan bahasa Indonesia) sehingga menjadi biasa ketika

mengajarkan tentang pendidikan seksual kepada anak. Selain

itu, pendidik jangan takut mengajarkan bagian organ seks

dengan setepat dan sewajar mungkin kepada anak-anak untuk

kesejahteraan mereka.

Ketika anak menanyakan nama organ seks mereka,

berikan jawaban sesuai faktanya, misal “Ini penismu” dengan

memberikan pijakan: “Tuhan menciptakan semua anak laki-laki

mempunyai penis dan ketika anak laki-laki tumbuh menjadi

orang laki-laki,mereka mempunyai penis yang lebih besar. Pada

anak umur 2 atau 3 tahun, tidak perlu menjelaskan hubungan

seks dapat menimbulkan kebingungan dan suatu keasyikan yang

tidak sehat dalam masalah kematangan. Jika sudah agak besar

dan anak sudah mengerti, penjelasan proses tentang cara sperma

masuk ke dalam perut ibu dijelaskan.

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


25

3) Menggambarkan reproduksi seksual melalui binatang

Mengenalkan pendidikan seks kepada anak yang sudah

atau akan mengalami menstruasi dapat diawali dengan

menggambarkan reproduksi seksual pada binatang yang

berdarah hangat seperti gajah, kuda, anjing, kucing dan lain

sebagainya kemudian mengarah ke diskusi tentang bagaimana

ibu dan ayah menciptakan hal yang kehidupan baru. Penjelasan

tersebut dapat membangun suatu diskusi reproduksi saat

mengajarkan tentang menstruasi dan hubungan seksual pada

anak umur 10 tahun. Anak perempuan di Indonesia mengalami

menstruasi kurang lebih umur 9-14 tahun.

4) Memberi penghargaan terhadap pengalaman pertama yang

menyenangkan (menstruasi)

Reaksi seorang gadis terhadap menstruasi bermacam-

macam, penting sekali pengalaman pertamanya sebagai

pengalaman menyenangkan. Banyak reaksi negatif terhadap

menstruasi yang dapat dihindari atau dihilangkan dengan

menggunakan ancangan yang bijaksana dan penuh pengertian

menurut Bell (Djiwandono, 2008: 81-82). Warden Pomeroy

seorang psikolog klinis menceritakan seorang ayah “yang

menyambut datangnya menstruasi putrinya dengan memberikan

bunga dan mengadakan perayaan kecil untuk menyatakan bahwa

putrinya sudah menjadi seorang perempuan”.

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


26

2. Tugas Pendidik

Pendidik merupakan orang yang memberikan ilmu

pengetahuan kepada peserta didik atau orang yang melaksanakan

pendidikan di tempat formal maupun non formal. Tenaga pendidik

meliputi guru, dosen, konselor, pamong, belajar, widyaiswara,

tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan

kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan

pendidikan. Menurut salah satu ahli mengatakan bahwa pendidik

adalah setiap orang dewasa yang bertanggungjawab dan dengan

sengaja memengaruhi orang lain, memberi pertolongan anak yang

masih dalam pertumbuhan untuk mencapai kedewasaan dapat

dikatakan pendidik.

Adapun orang dewasa yang bertanggungjawab atas

pendidikan anak menurut Hadi (2008: 22) adalah :

1) Orang tua (ayah dan ibu), menjadi pendidik pertama dan utama

bagi anak-anaknya.

2) Pengajar atau guru di sekolah, adalah pendidik di lembaga

pendidikan formal atau di sekolah.

3) Pemimpin/Pemuka Masyarakat adalah pendidik dalam lembaga

pendidikan non formal, dalam bermacam-macam perkumpulan

atau organisasi yang ada di masyarakat.

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa pendidik

merupakan orang dewasa yang dengan beberapa tugas mendidik

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


27

yang khas seperti bertanggungjawab mendidik, membimbing, dan

mengarahkan anak-anaknya di rumah (non formal) atau peserta

didiknya di sekolah (formal) dalam mewujudkan generasi pelurus

yang lebih baik di masa yang akan datang. Dalam mewujudkan

generasi pelurus yang baik di masa mendatang, merupakan bagian

dari tugas pendidik yang meliputi beberapa jenis tugas pendidik.

Pendidik bertugas mendidik peserta didik agar terbentuk

kepribadian yang mulia. Agar pendidik dapat berfungsi sebagai

perantara yang baik, maka pendidik harus dapat melakukan tugas-

tugasnya dengan baik pula.

Adapun tugas-tugas pendidik menurut Hadi (2008: 23)

dikelompokkan sebagai berikut:

1) Tugas Educational (Pendidikan)

Pendidik mempunyai tugas memberi bimbingan yang lebih

banyak diarahkan pada pembentukan “Kepribadian” peserta

didik.

2) Tugas Intruksional

Pendidik dititikberatkan pada perkembangan dan

kecerdasan daya intelektual peserta didik dengan tekanan

perkembangan pada kemampuan kognitif, kemampuan afektif

dan kemampuan psikomotor.

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


28

3) Tugas Managerial (pengelolaan)

Pendidik berkewajiban mengelola kehidupan lembaga (klas

atau sekolah yang diasuh oleh guru). Pengelolaan itu meliputi :

a) Personal atau peserta didik, yang lebih erat berkaitan dengan

pembentukan kepribadian anak.

b) Material atau sasaran, yang meliputi alat-alat, perlengkapan

media pendidikan, dan lain-lain yang mendukung tercapainya

tujuan pendidikan.

c) Operasional atau tindakan yang dilakukan, yang menyangkut

metoda mengajar, pelaksanaan mengajar, sehingga dapat

tercipta kondisi yang seoptimal mungkin bagi terlaksananya

proses belajar mengajar dan dapat memberikan hasil yang

sebaik-baiknya

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa tugas

pendidik adalah membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia

yang santun, mengenal kemanusiaan, mengenal kesusilaan, dapat

menghargai pendapat orang lain, memiliki rasa empati,

bertanggungjawab, saling menyayangi, bekerjasama, mampu

bersosialisasi di masyarakat, memiliki tiga aspek kemapuan

(kognitif, afektif, dan psikomotor) serta bertanggungjawab dalam

mengelola kepribadian peserta didik, sarana dan prasarana

pendidikan serta mengelola pembelajaran yang efektif dan efisien

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


29

sehingga menciptakan pembelajaran yang bermakna juga

berkualitas bagi peserta didiknya.

3. Peserta Didik Sekolah Dasar (SD)

a. Pengertian peserta didik SD

Dalam lingkungan keluarga, anak disebut sebagai anak

kandung sedangkan di lingkungan sekolah anak merupakan peserta

didik oleh tenaga pendidik. Adapun definisi peserta didik menurut

Hadi (2008: 29) peserta didik adalah :

“Anak yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan,


bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa, guna dapat
melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat
manusia, sebagai warna negara, sebagai anggota masyarakat, dan
sebagai suatu pribadi atau individu.”

Berdasarkan teori di atas dapat dikatakan bahwa proses

pendidikan peserta didik sebagai masukan awal belajar dalam dunia

pendidikan. Peserta didik ketika masuk dunia pendidikan, mereka

masih dalam keadaan kosong, belum diolah, belum diproses dalam

sistem pendidikan, dan belum mempunyai bekal apa-apa kecuali

hanya pembawaan yang dibawa sejak lahir. Potensi-potensi yang

ada pada peserta didik tersebut akan diolah menjadi kemampuan-

kemampuan nyata setelah dikembangkan.

Pendidikan yang diberikan kepada peserta didik dengan

mengembangkan unsur-unsur yang ada padanya meliputi beberapa

aspek. Adapun unsur-unsur yang dikembangkan menurut Hadi

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


30

(2008: 29) dalam mengembangkan unsur raga diberikan pendidikan

yang meliputi tiga aspek yaitu :

“Mengembangkan unsur raga diberikan pendidikan jasmani,


mengembangkan unsur cipta ada pendidikan akal,
mengembangkan unsur rasa ada pendidikan perasaan dan
sebagainya. Pendidikan untuk manusia muda yang ditinjau dari
sikapnya, sebagai makhluk individu dan makhluk sosial ada
pendidikan individual dan pendidikan sosial.”

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa dalam

mengembangkan unsur pada diri peserta didik disesuaikan dengan

karakteristik setiap unsur yang dikembangkan oleh pendidik yang

ditinjau dari sikap peserta didik. Peserta didik tingkat sekolah dasar

memiliki karakteristik yang berbeda dengan peserta didik di tingkat

lebih atas. Adapun karakteristik peserta didik pada masa usia

sekolah dasar.

b. Karakteristik Peserta didik Usia SD

Peserta didik usia sekolah dasar memiliki rasa ingin tahu

yang tinggi, mulai bergaul dan berperan di masyarkat sesuai

dengan jenis kelamin. Rasa ingin tahu yang tinggi, mendorong ia

untuk mencari jawaban dari rasa ingin tahu nya. Mereka lebih

nyaman mencari jawaban atas keingintahuannya melalui teman

bergaulnya sehari-hari sesuai perkembangannya.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Havinghurst (Desmita,

2009: 35) menyebutkan beberapa karakteristik peserta didik pada

usia sekolah dasar sesuai tugas perkembangannya meliputi:

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


31

1) Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan


dan aktivitas fisik.
2) Membina hidup sehat.
3) Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok.
4) Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin
5) Belajar membaca, menulis, dan berhitung agar mampu
berpartisipasi dalam masyarakat.
6) Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir
efektif.
7) Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai.
8) Mencapai kemandirian pribadi.

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa

karakteristik peserta didik berada pada masa tahapan

pengembangan dan belajar tahap awal yang meliputi tiga ranah

yaitu pengetahuan, sikap sosial dan pribadi, keterampilan

permainan fisik sehingga masa usia sekolah dasar sebagai masa

awal pembentukan intelektual dan sikap.

Masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa

intelektual atau masa keserasian sekolah. Pada masa keserasian

sekolah ini secara relatif, anak lebih mudah dididik daripada masa

sebelum dan sesudahnya. Adapun beberapa sifat anak sesuai

usianya menurut Yusuf (2007: 24-25). Masa ini diperinci menjadi

dua fase yaitu :

1) Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira 6 atau 7 tahun


sampai umur 9 atau 10 tahun. Beberapa sifat anak pada masa ini
antara lain :
a) Adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan jasmani
dengan prestasi (apabila jasmaninya sehat banyak prestasi
yang diperoleh).
b) Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang
tradisional.
c) Adanya kecenderungan memuji diri sendiri (menyebut nama
sendiri).

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


32

d) Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak yang


lain.
e) Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu
dianggap tidak penting.
f) Pada masa ini (terutama usia 6,0-8,0 tahun) anak
menghendaki nilai (angka rapor) yang baik, tanpa mengingat
apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau
tidak.
2) Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, kira-kira umur 9,0 atau
10,0 sampai umur 12,0 atau 13,0 tahun. Beberapa sifat khas
anak pada masa ini ialah :
a) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang
konkret, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk
membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.
b) Amat realistik, ingin mengetahui, ingin belajar.
c) Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal
dan mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli yang
mengikuti teori faktor ditafsirkan sebagai mulai
menonjolnya faktor-faktor (bakat-bakat khusus).
d) Sampai kira-kira umur 11,0 tahun anak membutuhkan guru
atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan
tugas dan memenuhi keinginanya. Selepas umur ini pada
umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas
dan berusaha untuk menyelesaikannya.
e) Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai
ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi
sekolah.
f) Anak pada usia ini gemar membentuk kelompok sebaya
biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Dalam
permainan itu biasanya anak tidak lagi terikat kepada
peraturan permainan yang tradisional (yang sudah ada),
mereka membuat peraturan sendiri.

Berdasarkan pendapat dapat disimpulkan bahwa peserta

didik merupakan manusia muda yang masih kosong, belum

memiliki bekal apa-apa sehingga kita sebagai manusia dewasa

khususnya pendidik dianjurkan untuk mengisi kekosongan tersebut

dengan mengembangkan potensi sesuai diri peserta didik dan

membekalinya dengan pengetahuan, keterampilan serta etika dalam

menghasilkan dan membentuk peserta didik yang berkualitas.

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


33

Begitu pula dengan memberikan pengetahuan tentang pendidikan

seks yang meliputi perbedaan jenis kelamin, masa pubertas, organ

reproduksi dan pergaulan dengan teman sebaya yang perlu untuk

mereka ketahui sebagai bekal di masa dewasanya supaya kelak

dapat menjaga dirinya sendiri.

Beberapa teori mengenai fungsi pengamatan oleh

Meumman, Stern dan Oswald Kroh (Kartono, 2007: 135) ia

membedakan tiga fase perkembangan fungsi pengamatan, yaitu :

a) Fase sintese fantastis. Semua pengamatan atau penghayatan


anak memberikan kesan-total. Hanya beberapa onderdil/bagian
saja yang bisa ditangkap jelas oleh anak. Selanjutnya, anak akan
melengkapi tanggapan tersebut dengan fantasinya. Periode ini
berlangsung pada usia 7-8 tahun.
b) Fase analisa (8-9 tahun). Ciri-ciri dari macam-macam benda
mulai diperhatikan oleh anak. Bagian atau onderdilnya mulai
ditangkap, namun belum dikaitkan dalam kerangka
keseluruhan/totalitasnya. Sekarang fantasi anak mulai berkurang
dan diganti dengan pemikiran yang lebih rasional.
c) Fase sintese. Logis ± 12 tahun ke atas. Anak mulai memahami
benda-benda dan peristiwa. Tumbuh wawasan akal budinya atau
unsight. Bagian/onderdil-onderdil sekarang mulai dikaitkan
dengan hubungan totalitasnya.

Disamping itu terdapat pula Teori Stern yang

menampilkan 4 stadium dalam perkembangan fungsi

pengamatan anak, yaitu :

a) Stadium keadaan : 0-8 tahun. Di samping mendapatkan


gambaran total yang samar-samar, anak kini mengamati
benda-benda dan beberapa orang secara lebih teliti.
b) Stadium perbuatan : 8-9 tahun. Anak menaruh minat besar
terhadap pekerjaan dan perbuatan orang dewasa serta tingkah
laku binatang.
c) Stadium hubungan : 9-10 tahun dan selanjutnya. Anak
mengamati relasi/hubungan dalam dimensi ruang dan waktu
juga hubungan kausal dari benda-benda dan peristiwa.

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


34

d) Stadium perihal (sifat) : anak mulai menganalisa hasil


pengamatannya dengan mengkonstatir ciri-ciri/sifat dari
benda-benda, orang dan peristiwa.

Teori yang terakhir oleh Oswald Kroh bahwa Teori

Oswald Kroh dalam bukunya “Die Psychologie des

Grundschulkindes”(Psikologi anak sekolah dasar) menyatakan

adanya 4 periode dalam perkembangan fungsi pengamatan

anak yaitu :

a) Periode sintesa-fantastis, 7-8 tahun. Artinya segala hasil


pengamatan merupakan kesan totalitas/global, sedang
sifatnya masih samar-samar. Selanjutnya, kesan-kesan
tersebut dilengkapi dengan fantasi anak. Asosiasi dengan
ini, anak suka sekali pada dongeng-dongeng, sage, mythe,
legende, kisah-kisah dan ceritera khayalan.
b) Periode realisme naif, 8-10 tahun. Anak sudah bisa
membedakan bagian/onderdil, tetapi belum mampu
menghubung-hubungkan satu dengan lain dalam hubungan
totalitas. Unsur fantasi sudah banyak diganti dengan
pengamatan konkrit.
c) Periode realisme-krits, 10-12 tahun. Pengamatannya
bersifat realistis dan kritis. Anak sudah bisa mengadakan
sintese logis, karena munculnya pengertian,
insight/wawasan dan akal yang sudah mencapai taraf
kematangan. Anak kini bisa menghubungkan bagian-bagian
menjadi satu kesatuan atau menjadi satu struktur.
d) Fase sebjektif, 12-14 tahun. Unsur emosi atau perasaan
muncul kembali, dan kuat sekali memengaruhi penilaian
anak terhadap semua pengamatannya. Masa ini dibatasi
oleh gejala “Pubertas Kedua” (Trotzalter kedua, masa
menentang kedua).

Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa

perkembangan anak usia sekolah dasar mulai berjalan dari dunia

fantasi ke dunia realistis (nyata). Mereka mulai memandang semua

peristiwa secara objektif. Semua peristiwa ingin diselidiki dengan

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


35

tekun dan penuh minat. Mereka juga memiliki kecenderungan

untuk mengumpulkan macam-macam benda.

Begitu pula ketika peserta didik mulai mengalami peristiwa

menstruasi, mimpi basah, jatuh cinta dengan lawan jenis, hal itu

menjadi sesuatu yang baru dan sangat ingin diketahui. Saat seperti

itu peserta didik memperoleh bimbingan orang dewasa untuk

membimbing, mengarahkan, menanamkan, dan meluruskan

pandangannya terhadap segala hal yang berkaitan dengan

seksualitas supaya tidak menimbulkan rasa ingin tahu yang lebih

serta tidak menimbulkan makna ganda oleh peserta didik terhadap

seksualitas.

4. Perkembangan Peserta Didik SD

a. Perkembangan Psikologis

Perkembangan psikologis menurut Oswald Kroch (Yusuf,

2011: 22) perkembangan pada anak-anak umumnya adalah

pengalaman kegocangan jiwa yang dimanifestasikan dalam bentuk

sifat keras kepala (trotz). Perkembangan tersebut sebagai proses

evolusi yang berubah menjadi masa revolusi pada masa

kegoncangan. Kegoncangan psikis sebagai ancar-ancar

perpindahan dari masa yang satu ke masa yang lain.

Selama masa perkembangan, anak mengalami kegoncangan

dua kali yaitu pada tahun ketiga atau keempat dan pada masa

permulaan masa pubertas (10-14 tahun) atau kelas V atau VI SD.

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


36

Masa kegoncangan tersebut melewati tiga periode yaitu dari lahir

sampai masa kegoncangan pertama (tahun ketiga atau keempat

disebut masa kanak-kanak), masa kegoncangan pertama sampai

masa kegoncangan kedua (masa keserasian sekolah), dan masa

kegocangan kedua sampai akhir masa remaja disebut masa

kematangan).

Berdasarkan fase perkembangan psikologis di atas,

perkembangan psikologis peserta didik SD termasuk pada fase

keserasian sekolah. Menurut Oswald Kroch (Desmita, 2009: 24)

fase keserasian sekolah terjadi pada umur 3-13 tahun (masa

kegoncangan pertama sampai masa kegocangan kedua. Pada masa

ini, perkembangan psiklogis peserta didik SD mulai serba

membantah, suka menentang orang lain terutama orangtuanya.

Gejala tersebut merupakan gejala yang timbul akibat kesadaran

fisiknya melalui ciri psikologis yaitu sifat berpikir yang dirasa

lebih maju daripada orang lain, keyakinan yang dianggapnya benar

dan sebagainya yang dirasakan sebagai kegoncangan.

b. Perkembangan Biologis

Perkembangan biologis pada peserta didik SD menurut

Aristoteles (Desmita, 2009: 21) yaitu umur 7-14 tahun merupakan

fase anak sekolah (masa belajar) yang dimulai dari tumbuhnya gigi

baru sampai timbulnya gejala berfungsinya kelenjar-kelenjar

kelamin. Pada fase laten menurut Sigmund Freud (Desmita, 2009:

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


37

21) umur 5-12 tahun anak tampak dalam keadaan tenang setelah

terjadi gelombang dan badai pada tiga fase pertama yaitu anak

mendapatkan kepuasan seksual melalui mulut, anus, dan alat

kelaminnya (3-5 tahun). Meskipun energi seksualnya terus

berjalan, pada fase laten (5-12 tahun) mereka diarahkan pada

masalah-masalah sosial dan membangun benteng yang kukuh

melawan seksualitas. Pada fase pubertas sejak umur 12 tahun atau

VI SD dorongan-dorongan mulai muncul kembali, apabila

dorongan tersebut dapat ditransfer dengan baik, anak akan sampai

pada masa kematangan terakhir yaitu fase genital.

5. Pendidikan Seks sesuai Tuntunan Islam

a. Pengertian pendidikan seks dalam Islam

Islam adalah agama Allah untuk mengatur umat manusia

sampai akhir zaman, dalam segala aspeknya. Islam mengatur dan

memberi arah kepada umat manusia di dalam hukum Islam atau

fiqih yang mencakup segala aspek kehidupan, membahas segla

permasalahan hidup, termasuk di dalamnya masalah seksual.

Dalam hukum Islam (fiqih) pendidikan seks dalam Islam

menurut Miqdad (2000: 3) mengatakan bahwa pendidikan seks

dibahas dalam bagian munakahat.

Berdasarkan teori di atas bahwa pendidikan seks di dalam

Islam pada bagian cabang fiqh yang membicarakan masalah

perkawinan dan hal-hal yang bersangkut paut dengan pendidikan

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


38

seks. Khusus menyangkut pendidikan seks, Islam memberi

penjelasan sedemikian rupa, dengan harapan agar anak-anak, para

remaja lebih mengimani, mencintai dan mendekatkan diri kepada

Allah SWT. Allah berfirman :

“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah


menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan
mereka dengan karunia-Nya” (QS. An-Nur: 33).

Pendidikan seks dalam Islam bertujuan untuk membekali

individu dengan konsep-konsep kehalalan dan keharaman.

Pendidikan seks menurut syari‟at Islam dalam bentuk upaya

pengajaran, bimbingan dan penerangan, perintah, anjuran dan

larangan. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan seks dalam

Islam menurut Syekh Abdullah Nashih Ulwan (Madani, 2003: 91)

bahwa pendidikan seksual sebagai :

“Pengajaran, penyadaran, dan penerangan kepada anak sejak ia


memikirkan masalah-masalah seksual, hasrat, dan pernikahan
sehingga ketika anak itu menjadi pemuda, tumbuh dewasa, dan
memahami urusan-urusan kehidupan maka ia mengetahui kehalalan
dan keharaman.”

Berdasarkan pendapat di atas menegaskan bahwa

pendidikan seks meliputi atas pendidikan akhlak yakni etika

pergaulan antara laki-laki dan perempuan, pendidikan aqidah serta

pendidikan ibadah pada peserta didik agar terbentuk manusia yang

berakhlak mulia, memiliki aqidah dan keimanan yang kuat serta

dapat mencegah kerusakan dalam masyarakat yang ditimbulkan

dari masalah penyimpangan seksual yang diperjelas melalui dua

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


39

hadits atau sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ahmad,

Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi (Miqdad, 2000: 51) yang

berbunyi :

“Dari Aisyah radhiallahu anha mengatakan bahwa tangan


Rasulullah Shallallahu’alaihi wasalam belum pernah
menyentuh (berjabatan tangan) dengan wanita satu kalipun
(kecuali isteri dan muhrimnya), Dan dari Abi Sa’id
sesungguhnya Nabi saw bersabda: laki-laki tidak boleh
melihat aurat laki-laki (lain), dan perempuan tidak boleh
melihat aurat perempuan (lain) dan seorang laki-laki tidak
boleh tidur bersama laki-laki (lain) dalam satu pakaian dan
seorang perempuan tidak boleh tidur bersama perempuan
lain dalam satu pakaian (HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud,
dan Tirmidzi)”.
Sebagaimana hadits di atas bahwa pendidikan seks

termasuk bagian dari pendidikan akhlak. Pendidikan akhlak

merupakan cabang dari pendidikan Islam, karena itu tujuan

pendidikan seks menurut syari‟at Islam harus sesuai dengan tujuan

pendidikan Islam.

Adapun definisi tujuan pendidikan Islam menurut Mohd,

Athiyah Al-abrosy (Miqdad, 2000: 52) mengatakan bahwa tujuan

utama dari pendidikan Islam ialah :

“Pembentukan akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan


orang-orang yang bermoral, laki-laki maupun wanita, jiwa yang
bersih, kemauan yang keras, cita-cita yang benar dan
pelaksanaannya, menghormati hak-hak mansia, tahu membedakan
buruk dengan baik, memilih salah satu fadhilah karena cinta pada
fadhilah, menghindari suatu perbuatan yang tercela karena ia
tercela, dan mengingat Tuhan dalam setiap pekerjaan yang mereka
lakukan.”
Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa

pendidikan seks dalam Islam tidak berdiri sendiri. Pendidikan seks

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


40

berkaitan erat dengan pendidikan-pendidikan yang lain seperti

pendidikan aqidah, pendidikan akhlak dan pendidikan ibadah. Hal

tersebut sesuai dengan teori menurut Ayip Syafruddi (Miqdad,

2000: 55) bahwa :

“Pendidikan seksual di dalam Islam merupakan bagian integral dari


pendidikan aqidah, akhlak dan ibadah. Pendidikan seksual tidak
bisa lepas dari ketiga unsur di atas. Keterlepasan pendidikan
seksual dengan ketiga unsur di atas, akan menyebabkan
ketidakjelasan arah dari pendidikan seksual tersebut. Bahkan
mungkin, akan menimbulkan kesesatan dan penyimpangan dari
tujuan asal. Pendidikan seksual yang lepas dari unsur aqidah,
akhlak dan ibadah hanyalah akan berdasarkan hawa nafsu manusia
semata-mata”.
Teori di atas menegaskan bahwa pendidikan seks menurut

syariat Islam bukanlah untuk mempertontonkan dan membuka-

buka aurat atau sekedar bertujuan agar hubungan seksual

memperoleh kenikmatan biologis semata. Tetapi pendidikan seks

dalam Islam berisi tentang pengajaran-pengajaran yang mampu

mendidik sedemikian rupa, sehingga mereka lebih mengimani,

mencintai dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

b. Materi pendidikan seks menurut Syariat Islam

1) Materi secara umum

Manusia diciptakan Allah SWT berjenis laki-laki dan

perempuan, masing-masing memiliki ciri-ciri tersendiri

walaupun banyak persamaannya. Kedua makhluk yang

bernama manusia ini mempunyai rasa saling tertarik. Pria

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


41

tertarik pada wanita, demikian pula sebaliknya wanita tertarik

kepada laki-laki.

Secara naluriyah, laki-laki dan wanita mempunyai

keinginan untuk saling kontak. Apabila keinginan tersebut

tidak dikendalikan dan diatur melalui berbagai norma akan

terjadi kontak liar yang dapat mengakibatkan martabat

manusia sebagai makhluk yang hina.

Dalam kaitannya dengan masalah di atas , Ahmad Azhar

Basyir (Miqdad, 2000: 55) mengatakan :

“Untuk mempertahankan nilai manusia sebagai makhluk yang


berkedudukan amat mulia itu, Islam memberikan pedoman-
pedoman tentang kehidupan seksual, meskipun belum
terperinci seperti yang ada sekarang dalam dunia seksologi,
tetapi cukup menjadi pedoman yang dapat mempertahankan
martabat manusia sebagai makhluk yang diberi kedudukan
lebih mulia daripada makhluk-makhluk Allah yang lain”.

Adapun materi pendidikan seks menurut syari‟at Islam

tidak terlepas dari pendidikan aqidah, akhlak, dan ibadah yang

saling keterkaitan.

a) Pendidikan aqidah (keimanan)

Aqidah menurut bahasa berarti yang dipercaya hati.

Hasan Al-Banna (Miqdad, 2000: 56) mendifinisikan bahwa

aqidah adalah :

“Aqa’id (bentuk jamak dari aqidah) beberapa perkara yang


wajib diyakini kebenarannya oleh hati (mu), mendatangkan
ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur
sedikit pun dengan keraguan-raguan”.

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


42

Pembahasan mengenai aqidah Islam pada umumnya

berkisar pada Arkanul-Iman (rukun iman yang enam), yaitu:

(1) Iman Kepada Allah

(2) Iman Kepada Malaikat-malaikat Nya

(3) Iman kepada kitab-kitab Nya

(4) Iman kepada rasul-rasul Nya

(5) Iman kepada hari akhir

(6) Iman kepada qadha dan qadar

Teori di atas didukung oleh Ali akbar (Miqdad, 2000:

57) menegaskan keterkaitan antara pendidikan aqidah

dengan pendidikan akhlak bahwa :

“Sex education apa pun macam dan isinya tidak akan


mengurangi kejahatan seksual tanpa disertakan kepada
Iman, bahwa Tuhan memberikan bimbingan tentang
kehidupan seksual serta mengadakan pengawasan yang
sangat teliti terhadap pelanggaran dan akan memberikan
hukuman yang setimpal dan adil”.

Berdasarkan beberapa teori di atas dapat disimpulkan,

pendidikan seks perlu dibekali aqidah atau keimanan yang

kuat dan benar yang bersumber pada al-qur‟an dan hadits

sebagai landasan bagi sikap dan tingkah laku pada manusia

sebab semakin lemah aqidah maka semakin lemah pula

emosi, kemauan dan tindakan yang dihasilkan.

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


43

b) Pendidikan akhlak (keimanan)

Akhlak merupakan perilaku seseorang yang

mendorong untuk berbuat baik atau tercela tanpa

memerlukan pertimbangan ketikan akan melakukan

perilaku tersebut.

Adapun definisi akhlak menurut Ibnu maskawih

(Miqdad, 2000: 58) mendefinisikan akhlak ialah :

“Sikap jiwa seseorang yang mendorongnya untuk


melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan (terlebih dahulu)”.

Sependapat dengan Maskawih, Imam Al-Ghazali

(Miqdad, 2000: 59) mengemukakan bahwa :

“Akhlak ialah ungkapan tentang sikap jiwa yang


menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tidak
memerlukan pertimbangan/pikiran (terlebih dahulu)”.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat

disimpulkan bahwa akhlak merupakan kekuatan aktif di

dalam diri yang mendorong seseorang untuk melakukan

suatu tindakan. Seseorang dipandang berakhlak terpuji jika

di dalam dirinya senantiasa ada kemauan atau niat untuk

melakukan sesuatu yang baik atas dasar kesadaran dan

tanggungjawab terhadap Allah SWT maupun masyarakat.

Sebaliknya seseorang yang selalu cenderung untuk

melakukan hal-hal yang buruk, ia dipandang sebagai orang

yang berakhlak buruk.

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


44

Pentingnya peranan pendidikan akhlak dalam

kehidupan manusia, maka pendidikan seks bagi peserta

didik menjelang balig tidak bisa lepas dari pendidikan

akhlak. Pendidikan seks dalam Islam merupakan bagian

dari pendidikan akhlak, dan perilaku seksual yang sehat

merupakan buah dari kemuliaan akhlak.

Pendidikan seks dalam Islam berorientasi pada

pendidikan akhlak yang berpedoman pada tuntunan Allah

dan hadits tuntunan Rasulullah sebagai suri tauladan.

c) Pendidikan Ibadah

Ibadah artinya menyembah, mengabdi, menghinakan

diri kepada Allah SWT. Ibadah merupakan amal kebijakan

yang dilakukan dengan ikhlas dengan semata-mata

mengharap ridha Allah SWT.

Adapun definisi ibadah menurut Ulama tauhid

(Miqdad, 2000: 60) mengatakan bahwa ibadah ialah :

”Mengesakan Allah, menta‟dhimkan-Nya dengan sepenuh-


sepenuh ta‟dhim serta menghinakan diri kita menundukkan
jiwa kepada-Nya (menyembah Allah sendiri-Nya)”.

Sependapat dengan teori di atas Ulama akhlak (Miqdad,

2000: 60) mengartikan ibadah yaitu :

“Mengerjakan segala ta‟at badaniyah dan


menyelenggarakan syari‟at (hukum) dan menurut ulama
tassawuf ibadah merupakan “Seorang mukallaf
mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan keinginan
nafsunya untuk membesarkan Tuhan-Nya”.

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


45

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa ibadah adalah segala amal kebijakan yang dikerjakan

dengan ikhlas semata-mata demi mencapai keridhaan Allah.

Pendidikan seks dalam Islam tidak bisa lepas dengan

pendidikan ibadah. Pendidikan seks tanpa dibekali

pendidikan ibadah akan pincang. Pendidikan ibadah

memberikan pandangan mengenai hak Allah, hak Rasul dan

hak sesama manusia. Pendidikan seks bagi peserta didik

usia balig yang sesuai dengan tutunan Islam maka akan

memperoleh suatu manfaat bagi umat manusia.

2) Materi secara khusus

Islam merupakan agama yang lengkap, mengatur segala

aspek kehidupan manusia, termasuk masalah pendidikan seks.

Namun dalam Islam tidak menerangkannya secara terperinci

dan mendetail, melainkan hanya secara global.

Materi khusus pendidikan seks menurut syari‟at Islam,

sebagaimana menurut Ayip Syafruddin (Miqdad, 2000: 62)

berisi pokok-pokok sebagai berikut:

a) Menanakan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa


feminitas pada anak wanita.
b) Mengenalkan mahramnya.
c) Mendidik agar selalu menjaga pandangan mata.
d) Mendidik agar tidak melakukan ikhtilat.
e) Mendidik agar tidak melakukan khalwat.
f) Mendidik agar tidak melakukan jabat tangan atau
bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya.
g) Mendidik etika berhias.
h) Mendidik cara berpakaian Islamis.

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


46

i) Memisahkan tempat tidur.


j) Mengenalkan waktu-waktu berkunjung dan tata tertibnya.
k) Mendidik agar menjaga kebersihan alat kelaminnya.
l) Khitan.
m) Ihtilam.
n) Haid.

Berdasarkan teori di atas oleh Syamsuddin (Miqdad, 2000:

63) dalam menetapkan materi pendidikan seks telah

mengadakan langkah-langkah atau usaha-usaha dalam bentuk

syari‟at-syari‟at yang khusus untuk mengadakan pendidikan

kelamin, sebagai berikut:

a) Menetapkan syari‟at khitan


b) Menetapkan syari‟at perkawinan
c) Menetapkan syari‟at yang melarang dan menghukum tiap-
tiap orang yang melakukan pelanggaran-pelanggaran
kesusilaan.
d) Menetapkan syari‟at yang mengatur hubungan antara orang
laki-laki dan orang perempuan.

Dari kedua teori para ahli di atas mengenai materi

pendidikan seks dapat disimpulkan bahwa materi pendidikan seks

sesuai syari‟at Islam mencakup tuntunan-tuntunan pada al-quran

dan tuntunan-tuntunan Rasulullah SAW yang diajarkan sejak dini.

Pendidikan seks yang diajarkan sejak dini secara bertahap akan

mempermudah anak memahami pengetahuan tentang seksual yang

benar. Selain itu, perserta didik akan tumbuh menjadi pribadi yang

matang di masa dewasa yang akan datang terhadap perubahan pada

dirinya.

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


47

6. Pentingnya Pendidikan Seks bagi Anak Menjelang Balig

Seks telah banyak dikenal orang, namun belum banyak

yang memahaminya. Masyarakat belum mengerti hal ini karena

belum memungkinkan membicarakan secara terbuka tentang

pendidikan seks yang dianggap tabu, urusan orang dewasa.

Pendidikan seksual yang dianggap tabu oleh orangtua atau

bertentangan dengan nilai-nilai agama maka akan lebih merosotnya

nilai moral yang ada. Pendidikan seks bertujan memperbaiki moral

masyarakat dengan memberikan penerangan seks kepada peserta

didik di sekolah dasar.

Pendidikan seks sangat penting disampaikan kepada peserta

didik untuk menjamin kebahagiaan hidup mereka baik sebelum

balig maupun setelah balig agar memperoleh kebahagiaan di masa

yang akan datang ketika sudah berkeluarga dengan menjaga diri

semasa remaja. Sebagaimana pendapat pentingnya pendidikan seks

yang dikemukakan oleh Madani (2003: 152-153) bahwa :

“Pendidikan seks sangat penting disampaikan kepada anak-anak


untuk menjamin kebahagiaan hidup mereka setelah menikah”.

Berdasarkan teori di atas menegaskan bahwa pentingnya

memberikan pendidikan seks sejak seseorang masih anak-anak

agar mereka dapat menjaga kehormatan dirinya di masa pubertas,

balig, remaja hingga dewasa sampai memiliki pasangan yang halal

sehingga dalam bergaul tidak melampui batas. Oleh sebab itu

dengan memberikan pendidikan seks sekaligus mendidik akhlak

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


48

generasi muda melalui pemahaman tentang seks dalam pandangan

Islam agar terjaga kehormatan dan mampu menjaga dirinya dari

kejahatan orang lain terhadap seksual mereka.

Berdasarkan uraian di atas, pendidikan seks sangat penting

diajarkan kepada peserta didik agar memiliki bekal pengetahuan

yang lurus mengenai pendidikan seks dan dapat menjaga dirinya

dari hal-hal yang membahayakan serta merugikan diri sendiri

ketika sudah dewasa. Adapun perkembangan psikoseksual pada

masa anak yang terbagi menjadi beberapa fase.

Adapun perkembangan psikoseksual menurut Freud

(Muchtaromah, 2008: 21) perkembangan psikoseksual pada masa

anak menjadi 4 fase yaitu :

a. Fase oral : berlangsung sejak lahir sampai usia 1-2 tahun. Pada
fase ini, mulut merupakan bagian tubuh yang memberikan
perasaan senang bagi bayi. Karena itu bayi senang menyusu dan
mengisap.
b. Fase anal : berlangsung mulai usia 2-4 tahun. Pada fase ini
daerah dubur dengan sekitarnya sepeti utertra (saluran kencing)
merupakan pusat kenikmatan. Perasaan senang dirasakan ketika
peserta didikmenahan buang air besar atau kecil.
c. Fase falus : mulai usia 4-6 tahun. Anak merasakan alat
kelaminnya sebagai bagian yang menyenagkan, anak senang
mempermainkan kelaminnya.
d. Fase Laten : pada usia sekolah. Anak tidak lagi memusatkan
perhatian kepada kelaminnya. Bahkan anak seakan-akan lupa
bahwa kelaminnya merupakan bagian yang menyenangkan.
Tetapi pada bagian akhir fase laten, yaitu pada masa menjelang
remaja, perhatian terhadap kelamin mulai muncul lagi. Setelah
itu anak memasuki masa remaja.

Keempat fase itu menunjukkan bagaimana peserta didik

menyadari ada bagian tubuh tertentu yang memberikan perasaan

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


49

senang. Perilaku peserta didik pada fase falus atau yang disebut

juga fase genital sebenarnya merupakan suatu bentuk masturbasi

yang tidak direncanakan. Artinya perilaku ini muncul begitu saja

tanpa ada yang menyuruh. Pada masa ini peserta didikakan mulai

menyadari bahwa kelamin adalah merupakan bagian yang

menyenangkan bagi dirinya.

Banyak orangtua merasa khawatir ketika peserta didik

memasuki fase falus dan sering memainkan alat kelaminnya.

Kekhawatiran muncul karena orangtua tidak mengerti bahwa itu

adalah sebagian dari perkembangan anaknya. Orangtua dapat

mengalihkan perhatian peserta didik misalnya dengan bermain atau

mengajak cerita atau mendongeng yang disukai anak.

Selain itu, peserta didik juga mulai bertanya yang muncul

dari rasa ingintahunya terhadap hal yang tidak bisa mereka pikirkan

jawabannya seperti adanya Tuhan, adanya dirinya di dunia, dan

bentuk pertanyaan unik lainnya. Adapun bentuk-bentuk pertanyaan

oleh anak tentang seksual berdasar usianya menurut Al-Sayyid

Ahmad (Muchtaromah, 2008: 18) sebagai berikut :

a. Bentuk Pertanyaan anak pasa Setiap Fase

1) Usia Antara 3-6 tahun


Pada usia ini pertanyaan anak terfokus pada masalah
kehamilan, kelahiran dan perbedaan jenis kelamin. Pada usia
ini kita dapat memberi penjelasan kepada peserta didik
dengan cara yang sangat sederhana tentang nutfah yaitu bakal
janin yang berbentuk gumpalan darah, alaqah yaitu bakal
janin yang berbentuk gumpalan daging dan mudghah yaitu
bakal janin yang sudah bertulang. Penjelasan ini dapat

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


50

dilakukan melalui buku-buku atau kaset video. Pertanyaan-


pertanyaan yang mungkin muncul dari anak pada penjelasan
ini adalah :
Anak : “Dari mana munculnya bayi yang berkembang di
dalam rahim”? (tidak ada alasan untuk berbohong
atau sungkan dalam menjawab pertanyaan ini,
orangtua atau pengasuh harus bisa menjawab
pertanyaan ini dengan cara yang sederhana).
Orangtua: “Seorang ayah memiliki sperma yang ia berikan
kepada indung telur seorang ibu. Allah dengan
kekuasaan yang dimiliki-Nya menjaga indung telur
yang sudah dibuahi tersebut kemudian meniup ruh
ke dalamnya, Allah juga memberikan kemampuan
kepada indung telur yang sudah menjadi janin ini
sehingga ia menjadi besar, berkembang dan tumbuh
menjadi besar, berkembang dan tumbuh menjadi
seorang anak hingga dilahirkan.
Anak : “Bagaimana cara ayah memberikan sperma kepada
ibu ?”
Orangtua:”Allah telah mengajari seluruh ayah bagaimana
cara memberikan sperma ini kepada ibu”.
Bentuk pertanyaan anak terhadap masalah seks pada

setiap fase anak menandakan bahwa pendidikan seks

sebenarnya sudah dikenal sejak seseorang dilahirkan, hal ini

sesuai dengan teori menurut Rudi dan Rita (Muchtaromah,

2008: 19) dalam talk show Yayasan Kakak menjelaskan

bahwa :

“Pendidikan seks sebenarnya sudah dikenal sejak seseorang


dilahirkan. Dimana sejak dia dilahirkan sampai remaja
seseorang akan terus mengalami perkembangan fisikoseksual
(termasuk fisik dan fisiologis) yang juga diikuti oleh
perkembangan psikoseksual yang dipengaruhi oleh hormon
seksual”.

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa

pendidikan seks sebaiknya terus diberikan sampai seseorang

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


51

menginjak remaja sebab perkembangan fisikoseksual

berbanding lurus dengan kematangan dan bertambahnya usia

seseorang.

2) Usia 6 Tahun sampai Masa Pubertas

Pada usia ini, seorang laki-laki mulai menuju fase

kematangan seks dan kejiwaan. Reaksinya mulai tenang dan

stabil. Perasaan-perasaan tentang mulai berkembang seperti

keinginan untuk memperoleh pengetahuan, keingintahuan

untuk mengembangkan keterampilan sekolah dan keinginan-

keinginan lainnya. Setiap anak (normal) akan mengalami

masa peralihan dari kanak-kanak menuju pra remaja yang

ditandai dengan perubahan fisik pada perempuan yang sudah

mengalami menstruasi dan pada laki-laki yang sudah

mengalami mimpi basah.

Sebagaimana dengan definisi pubertas oleh Elly

Risman (2015: 2) mengatakan:

“Pubertas adalah salah satu proses yang berlangsung


pada masa remaja dan semua orang pasti melalui
tahapan-tahapan perkembangan itu dalam kehidupan”.

Berdasarkan teori di atas, menegaskan bahwa pada

umumnya anak perempuan puber lebih awal dari pada anak

laki-laki yaitu sekitar usia 8-15 tahun sedangkan anak laki-

laki sekitar usia 10-16 tahun. Untuk anak laki-laki masa

puber ditandai dengan mulai berfungsinya organ reproduksi

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


52

dalam memproduksi sperma yang ditandai dengan mimpi

basah sedangkan anak perempuan ditandai dengan

mengalami proses yang disebut dengan menstruasi.

Adapun perubahan pada masa pubertas menurut

Risman (2015: 4-5) pada anak laki-laki tinggi dan berat

badan bertambah, wajah menjadi lebih berisi, kulit menjadi

lebih berminyak, keringat berlebih, bahu dan dada bertambah

lebar, suara bertambah berat dan besar (agak fals), tumbuh

jakun di tengah-tengah tenggorokan, tubuh mulai lebih

berbobot, mulai mampu memproduksi sperma, alat kelamin

bertambah besar dan berwarna lebih gelap, sudah mampu

berejakulasi (menyemprotkan) sperma ketika mimipi basah

atau melakukan masturbasi, tumbuh rambut di sekitar (wajah,

ketiak, di sekitar alat kelamin, dada (bagi sebagian orang),

lengan dan kaki). Perubahan fisik pada anak perempuan yang

sudah mengalami menstruasi, antara lain: tinggi dan berat

badan bertambah, wajah menjadi lebih berisi, kulit menjadi

lebih berminyak keringant berlebih, buah dada mulai

mengembang, puting susu menonjol keluar, pinggul melebar,

bentuk tubuh menjadi lebih bulat karena lemak yang mulai

menumpuk, mulai datang bulan (menstruasi), tumbuh rambut

di ketiak, di sekitar alat kelamin, lengan dan tungkai, alat

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


53

kelamin menjadi bertambah gelap warnanya, cairan yang

keluar dari vagina (alat kelamin) lebih jelas terlihat.

Selain mengalami perubahan fisik, tingkat kebersihan

juga menjadi faktor penting dalam menjaga kebersihan

reproduksi dan fisik bagi seseorang yang sudah mengalami

masa pubertas. Perilaku seseorang jika sudah pubertas yaitu:

menjaga pandangan, banyak beraktivitas, berhati-hati dalam

bergaul, hargai lawan jenis, belajar untuk mandiri dan jadi

orang dewasa.

Adapun persiapan kematangaan untuk anak dalam

menyongsong masa pubertas, dikemukakan oleh al-Sayyid

Ahmad, dkk (Muchtaromah, 2008: 24) mengatakan bahwa:

“Persiapan matang untuk menyongsong masa puber


sudah harus dimulai usia 10 tahun bagi anak laki-laki
dan 8 tahun bagi anak perempuan. Anak harus diberi
penjelasan bahwa perpindahan fase ini merupakan
bentuk tanggungjawab”.

Berdasarkan teori di atas dapat diartikan bahwa dalam

mempersiapkan kematangan seksual untuk menyongsong

masa pubertas sejak umur 10 tahun dengan munculnya tanda-

tanda puber yang terkadang sudah tampak pada usia dini

terlebih pada anak perempuan. Orangtua harus dapat

membekali pengetahuan seputar pubertas yang cukup, agar

anak bisa menjalaninya dengan perasaan tenang. Jika mereka

tidak dibekali dengan pengetahuan-pengetahuan ini, mereka

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


54

akan merasa khawatir terhadap perubahan-perubahan yang

dialaminya pada masa puber.

Berikut ini adalah contoh suatu kasus tentang kurang

terbukanya pembicaraan mengenai seks dalam keluarga.

“Saya memiliki anak perempuan umur 14 tahun yang


memiliki saudara kembar, ia mengalami haid sebelum
saudara kembarnya dan waktu itu normal-normal saja dan
tidak ada masalah. Masalah baru muncul ketika saudara
perempuannya haid. Dia ingin orang lain tahu kalau dia
sedang haid, bhakan kadang-kadang menutupinya dengan
berwudhu agar orang lain menyangka dia dalam keadaan
suci. Ada apa dengan anak perempuan saya ini”?

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa semakin

bertambah usianya, peserta didik akan semakin kritis dalam

mengajukan pertanyaan seputar seksual. Semakin penting pula

bagi orangtua di rumah maupun orangtua ketika di sekolah yaitu

guru atau pendidik untuk mengambil sikap yang bijaksana dan

kesiapan mental dalam memberikan pendidikan seksual terhadap

peserta didiknya. Penjelasan yang diberikan ke peserta didik

dengan penjelasan yang sesederhana mungkin sesuai dengan

tingkat perkembangan otak dan seksualnya sehingga tidak

membuat peserta didik bingung.

B. Penelitian yang Relevan

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa

peneliti antara lain penelitian yang dilakukan oleh Kurniastuti lestari dan

sudaryanto tahun 2005 tentang “Pergelaran Wayang Kagok sebagai

Media Pendidikan Seks untuk Anak Di Yogyakarta:Studi Kasus Terhadap

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


55

Siswa Kelas III-VI SD Negeri Pakel Yogyakarta” menunjukkan bahwa

adanya respon positif dari guru atas pargelaran Wayang Kagok yang

mampu memberikan manfaat bagi siswa sekolah tersebut. Manfaat yang

dimaksud ialah masukan-masukan tentang etika bergaul yang tepat

antarlawan jenis. Tindakan lanjutan (follow up) dari sekolah tersebut

adalah pemberian pelajaran atau memberi budi pekerti dan etika lewat

mata pelajaran agama dan kegiatan ekstrakulikuler seperti TPA (Taman

Pendidikan Al Qur‟an).

Selain itu dari salah satu jurnal INSANIA oleh Mohammad Roqib

tahun 2008 tentang “Pendidikan Seks Pada Anak Usia Dini” dalam

penelitiannya menyimpulkan bahwa pendidikan seks terhadap anak usia

dini membutuhkan pendalaman terhadap materi agar tepat sesuai dengan

kebutuhan, usia, dan tingkat pemahaman dan kedewasaan anak.

Disamping itu, diperlukan strategi atau teknik penyampaian yang

komunikatif-efektif. Sebagaimana petuah C.W Longenecker kompetensi

dalam mengurangi kehidupan tidak selamanya dimenangkan oleh orang

kuat, tetapi seringkali diraih oleh orang yang berpikir untuk mengatur

strategi, selalu berpikir kreatif untuk mengatur strategi dalam rangka

mencapai hidup yang lebih bahagia dan sejahtera.

Berdasarkan kedua penelitian di atas terdapat perbedaan dengan

penelitian ini yaitu penelitian di atas menekankan pentingnya pendidikan

seks bagi peserta didik dan pengaruh penggunaan media dalam pendidikan

seks di sekolah dasar melalui pendidikan agama kepada peserta didik

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016


56

khususnya usia sekolah dasar sedangkan penelitian ini berfokus pada

mengetahui bentuk upaya dan pelaksanaan pendidikan seks di sekolah

dasar oleh pendidik.

Selain terdapat perbedaan dengan penelitian di atas, juga terdapat

persamaan. Persamaan tesebut terletak pada meneliti cara penyampaian

pendidikan seks khususnya pendidikan seks yang dipadukan pada

pendidikan akhlak. Persamaan yang kedua terletak pada tujuan akhir

pendidikan seks yaitu membentuk kepribadian perserta didik yang

berakhlak mulia dan mengajak untuk menerapkan pendidikan seks secara

bertahap kepada peserta didik sejak dini agar ketika dewasa tumbuh

menjadi pribadi yang lurus di masa yang akan datang serta dapat menjaga

dirinya dalam pergaulan di masyarakat.

Pendidikan Seks Di Sekolah..., Fifin Agustina, FKIP, UMP, 2016

Anda mungkin juga menyukai