DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
2018/2019
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayat dan,
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PEMUTUSAN
HUBUNGAN KERJA/PHK”.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah ILMU KESEHATAN
MASYARAKAT di Program Studi KESEHATAN MASYARAKAT
Selama penyusunan makalah ini, tim penulis tidak terlepas dari peran dan dukungan dari
berbagai pihak.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................................
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................
B. Rumusan Masalah...................................................................................................
BAB II: PEMBAHASAN
A. pengertian PHK ................................................................................................................
B. Ketentuan PHK menurut undang – undang no. 13 tahun 2003................................
C. Jenis – jenis PHK ............................................................................................................
D. Mekanisme pelaksanaan PHK ................................................................................
E. Kompensasi bagi pekerja yang di PHK .................................................................
BAB III: PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................................
B. Saran......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang yang hidup sudah pasti membutuhkan biaya untuk dapat
menyambung hidupnya. Untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang harus
mencari dan melakukan pekerjaan. Bekerja dapat dilakukan secara sendiri maupun
bekerja pada orang lain. Di dalam melakukan sebuah pekerjaan, tentunya terdapat
hubungan kerja antara pekerja dan pengusahanya, dimana hubungan kerja tersebut
dituangkan ke dalam suatu bentuk perjanjian atau kontrak kerja.di dalam kontrak kerja
tersebut memuat apa saja yang menjadi hak dan kewajiban para pekerja dan
pengusahanya seperti pendapatan upah/ gaji dan keselamatan kerja.Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) adalah salah satu hal dalam dunia ketenagakerjaan yang paling dihindari
dan tidak diinginkan oleh para pekerja/buruh yang masih aktif bekerja. Untuk masalah
pemutusan hubungan kerja yang terjadi sebab berakhirnya waktu yang telah ditetapkan
dalam perjanjian kerja tidak menimbulkan permasalahan terhadap kedua belah pihak
yaitu pekerja dan pengusahanya karena antara pihak yang bersangkutan sama-sama telah
menyadari atau mengetahiu saat berakhirnya hubungan kerja tersebut sehingga masing-
masing telah berupaya mempersiapkan diri menghadapi kenyataan tersebut.Berbeda
halnya dengan masalah pemutusan hubungan kerja yang terjadi secara sepihak yaitu oleh
pihak pengusahanya. Harapan untuk mendapatkan penghasilan dan memenuhi kebutuhan
hidup telah pupus begitu saja lantaran terjadinya PHK yang tidak disangka-sangka oleh
para pekerja. Hal ini dikarenakan kondisi kehidupan politik yang goyah, kemudian
disusul dengan carut marutnya kondisi perekonomian yang berdampak pada banyak
industri yang harus gulung tikar, dan tentu saja berdampak pada pemutusan hubungan
kerja yang dilakukan dengan sangat tidak terencana. Namun, mau tidak mau para
pekerja/buruh harus menerima kenyataan bahwa mereka harus menjalani PHK.Dalam
menjalani pemutusan hubungan kerja, pihak-pihak yang bersangkutan yaitu pengusaha
dan pekerja/buruh harus benar-benar mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan PHK,
terutama untuk para pekerja/buruh, agar mereka bisa mendapatkan apa yang menjadi hak
mereka setelah di PHK.
B. Rumusan Masalah
5) Apa saja yang kompensasi yang didapatkan oleh pekerja/buruh yang di PHK?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian PHK
4. Pekerja/buruh menikah,
9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis
kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan,
10. Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit
karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penyembuhannya belum dapat dipastikan.Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan
dengan alasan sebagaimana dimaksud di atas batal demi hukum dan pengusaha wajib
mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan. (Husni, 2010)
g) Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya
barang milik perusahaan yang menimbukan kerugian bagi perusahaan;
h) Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam
keadaan bahaya di tempat kerja;
c) Bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di
perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang
saksi.
c) Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut atau lebih;
d) Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/buruh;
Selain pemutusan kerja oleh pengusaha, buruh/pekerja, hubungan kerja juga dapat
putus/berakhir demi hukum, artinya hubungan kerja tersebut harus putus dengan
sendirinya dan kepada buruh/pekerja, pengusaha tidak perlu mendapatkan penetapan
PHK dari lembaga yang berwenang sebagaimana diatur dalam Pasal 154 Undang-Undang
No. 13 Tahun 2003 sebagai berikut:
a) Pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bila mana telah dipersyaratkan secara
tertulis sebelumnya;
c) Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam peerjanjian kerja,
peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau
3. Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4D.
4. Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4P.
2. Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat
dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha
dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang
bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. (Pasal 151 Ayat 1)
1. Sebelum ijin pemutusan hubungan kerja diberikan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat,
pengusaha dapat melakukan skorsing kepada pekerja/buruh dengan ketentuan skorsing
telah diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama.
2. Dalam hal pengusaha melakukan skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
pengusaha wajib membayar upah selama skorsing paling sedikit sebesar 75% (tujuh
puluh lima perseratus) dari upah yang diterima pekerja/buruh.
3. Skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dan
disampaikan kepada pekerja/buruh yang bersangkutan dengan alasan yang jelas, dan
kepada pekerja/buruh yang bersangkutan harus diberikan kesempatan membela diri.
4. Pemberian upah selama skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lama 6
(enam) bulan.
5. Setelah masa skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berakhir, maka pengusaha
tidak berkewajiban membayar upah, kecuali ditetapkan lain oleh Panitia Daerah atau
Panitia Pusat.Pasal 17A Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor :
Kep-78 /Men/2001 menyatakan :
1. Dalam hal pengusaha mengajukan permohonan ijin pemutusan hubungan kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tetapi tidak melakukan skorsing
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), maka selama ijin pemutusan hubungan
kerja belum diberikan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat, pekerja/buruh harus tetap
melakukan pekerjaannya dan pengusaha membayar upah pekerja/buruh selama proses
100% (seratus perseratus).
2. Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja tetapi pengusaha tidak mengajukan
permohonan ijin, pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) dan pemutusan hubungan kerja tersebut menjadi perselisihan, maka sebelum ada
putusan Panitia Daerah atau Panitia Pusat, upah pekerja/buruh selama proses dibayar
100% (seratus persen). (anonim, 2009)
Bila seorang pekerja di PHK ada 4 komponen yang dipakai sebagai kompensasi PHK
yaitu
1. Uang Pesangon, yaitu pemberian berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai
akibat adanya Pemutusan Hubungan Kerja.
2. Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK), adalah pemberian uang dari pengusaha kepada
pekerja sebagai penghargaanberdasarkan masa kerja akibat adanya PHK.
3. Uang Ganti Kerugian, adalah pemberian berupa uang dari pengusaha kepada
pekerja/buruh sebagai ganti istirahat tahunan, istirahat panjang, biaya perjalanan pulang
tempat di mana pekerja diterima bekerja, fasilitas pengobatan, dan fasilitas perumahan.
4. Uang Pisah, adalah pemberian berupa uang dari pengusaha kepada pekerja/buruh atas
pengunduran diri secara baik-baik dan mengikuti prosedur sesuai ketentuan yaitu
ditujukan secara tertulis 30 hari sebelum tanggal pengunduran diri yang besar nilainya
berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.(Adisu, 2008)Perhitungan uang
pesangon diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
sebagai berikut:
2. Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2(dua) tahun, 2 (bulan) upah;
3. Masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
4. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan
upah;
5. Masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan
upah;
6. Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan
upah;
7. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan
upah;
8. Masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan)
bulan upah;
9. Masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 9
(sembilan) bulan upah.
1. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan
upah;
2. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan
upah;
3. Masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4
(empat) bulan upah;
4. Masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5
(lima) bulan upah;
5. Masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6
(enam) bulan upah;
6. Masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu)
tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
7. Masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat)
tahun, 8 (delapan) bulan upah;
8. Masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 27 (dua puluh tujuh)
tahun, 9 (sembilan) bulan upah;Sedangkan uang penggantian hak yang seharusnya
diterima oleh buruh/pekerja meliputi:
2. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana
pekerja/buruh diterima bekerja;
3. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas
persen) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi
syarat;
4. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama (Pasal 154 ayat 4).Komponen upah yang digunakan sebagai dasar
perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang
seharusnya diterima yang tertunda, terdiri atas:
1. Upah pokok;
2. Segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh
dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada
pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja/buruh dengan
subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang
harus dibayar oleh pekerja/buruh.Dalam hal penghasilan pekerja/buruh dibayarkan atas
perhitungan harian, maka penghasilan sebulan adalah sama dengan 30 kali penghasilan
sehari (Pasal 157 ayat 2). Sedangkan untuk upah pekerja/buruh dibayarkan atas dasar
perhitungan satuan hasil, potongan/borongan atau komisi, maka penghasilan sehari
adalah sama dengan pendapatan rata-rata per hari selama 12 (dua belas) bulan terakhir,
dengan ketentuan tidak boleh kurang dari ketentuan upah minimum provinsi atau
kabupaten/kota. Bagi pekerjaan yang tergantung pada keadaan cuaca dan upahnya
didasarkan pada upah borongan, maka perhitungan upah sebulan dihitung dari upah rata-
rata 12 (dua belas) bulan terakhir. (Husni, 2010)
Contoh kasus
Dalam kasus PHK karyawan Waru, Nestle Indonesia memastikan telah mengikuti
seluruh prosedur dan ketentuan yang diatur dalam hukum Indonesia. Sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku pada waktu itu, yaitu pasal 3 UU no. 12
tahun 1964 tentang PHK di Perusahaan Swasta, PT Nestle Indonesia telah mengajukan
permohonan ijin PHK kepada Panitia Penyelesaikan Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P)
di Jakarta, dan P4P pada 1 Oktober 2002 telah mengeluarkan putusan nomor
1660/1578/232-6/XIII/PHK/10-2002 yang memberikan izin kepada PT Nestle Indonesia
untuk melakukan PHK terhadap 245 bekas karyawan pabriknya di Waru terhitung sejak
diterimanya pembayaran uang pesangon dan hak-hak lainnya sesuai kesepakatan bersama
tentang PHK yang ditandatangani oleh Pengusaha dan masing-masing bekas pekerja.Pada
7 Januari 2003, sejumlah mantan karyawan yang mewakili 215 orang bekas karyawan PT
Nestle Indonesia mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Pada 18
Desember 2003, pihak pengadilan menolak permohonan banding para bekas karyawan
pabrik di Waru dan menyatakan putusan P4P adalah sah dan benar.Selanjutnya para bekas
karyawan kembali mengajukan Memori Kasasi ke Mahkamah Agung RI pada 12 Januari
2004. Lewat putusan perkara 128K/TUN/2006, MA menyatakan menolak permohonan
kasasi para bekas karyawan pabrik di Waru tersebut, dan putusan Mahkamah Agung RI
tersebut telah berkekuatan hukum tetap.”Dengan adanya putusan Mahkamah Agung yang
telah berkekuatan hukum tetap, maka tidak ada lagi permasalahan hukum berkenaan
dengan PHK terhadap 245 bekas karyawan pabrik di Waru,” kata dia. Ombudsman RI,
yang menerima pengaduan dari dua bekas karyawan pabrik di Waru, telah mendapatkan
penjelasan tertulis dari kuasa PT Nestle Indonesia, Kemalsjah & Associates, melalui surat
no. 6735/0141.001/KS-yl tanggal 22 Januari 2009 perihal PHK tersebut dan tidak ada
korespondensi lanjutan setelahnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
2) PHK merupakan suatu peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya, khususnya dari
kalangan pekerja/buruh karena akan kehilangan mata pencaharian untuk menghidupi diri
dan keluarga.
5) Semua pihak yang bersangkutan dalam pelaksanaan PHK baik pengusaha maupun
pekerja/buruh harus mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan PHK.
B. Saran
Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai
pelaku dan tujuan pembangunan. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dibuat untuk menjamin terpeliharanya hak-hak buruh/pekerja dalam
sebuah hubungan kerja, sehingga tidak terjadi penzaliman dari yang lebih kuat kepada
yang lebih lemah. Kendati barangkalai perlindungan terhadap tenaga kerja belum
maksimal bisa dilakukan oleh pemerintah namun kita mengapresiasi adanya aturan-
aturan hukum yang bisa melindungi kepentingan para pekerja.
DAFTAR PUSTAKA
1) Adisu, Edytus.2008. Hak Karyawan atas Gaji dan Pedoman Menghitung: Gaji Pokok,
Gaji Lembur, Gaji Sundulan, Intensif-Bonus-THR, Pajak atas Gaji, Iuran Pensiunan-
Pesangon, Iuran Jamsostek/Dana Sehat. Jakarta: Niaga Swadaya.