Anda di halaman 1dari 5

Kategori :

Ilmu Telinga Hidung Tenggorok

Judul :
Aurikula Dextra Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Benigna Inaktif

Abstrak :

Nama : Bp. MTJ


Jenis Kelamin : Laki - laki
Umur : 38th
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Wuluhadeg RT 26 Srigading Sanden Bantul
Agama : Islam
No. RM : 62-22-15
Tanggal datang : 10 Agustus 2018

Isi :
Keluhan Utama : Penurunan pendengaran telinga kanan sejak 3 bulan SMRS
Pasien datang dengan keluhan penurunan pendengaran pada telinga kanan sejak 3 bulan
SMRS. Pasien mengatakan bahwa sebelumnya sudah didahului dengan adanya telinga
berdengung kurang lebih 1 tahun SMRS. Sebelas hari SMRS pasien mengeluh telinga
kanan sangat nyeri setelah bangun tidur dan berdurasi sekitar 5-10 menit. Selain
itu pasien juga merasa telinga kanan seperti sangat penuh dan tersumbat dan
pendengarannya semakin memburuk. Keluhan tersebut tidak disertai dengan adanya
keluhan lain seperti demam, mual, dan muntah. Pasien mengatakan bahwa sekitar 3
bulan ini telinga kanannya kadang mengeluarkan cairan. Pasien tidak memiliki
keluhan lain di hidung maupun tenggorok.
Pasien mengatakan bahwa 7 tahun SMRS pasien mengalami cedera kepala akibat
kecelakaan motor dan 6 tahun SMRS pasien mengalami pemukulan di bagian telinga
kanannya dengan sebuah gayung. Pasien pernah ke poli syaraf untuk memeriksakan
keluhan nyeri kepala berputar. Pasien juga mengakui bahwa ia menggunakan headshet
secara rutin untuk mendengarkan musik sejak 18 tahun SMRS. Pasien mengaku tidak
mengkonsumsi obat tertentu dalam jangka waktu yang lama. Pasien juga belum pernah
memeriksakan keluhannya ini ke dokter spesalis THT.

Status Lokalis Telinga :


Telinga Dextra Sinistra
Tragus pain Nyeri (-) Nyeri (-)
Auricula Normotia Normotia
Canalis aurikularis Discarge (-) Discarge (-)
Edema (-) Edema (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Serumen (+) Serumen (+)
Membran timpani Reflek cahaya (-) Reflek cahaya pukul 7
membran timpani Membran Timpani utuh
perforasi sentral retraksi (-)
hiperemis (-) hiperemis (-)

Tes Garpu Tala Dextra Sinistra


Rinne Test Positif Positif
Weber test Lateralisasi ke telinga kiri Lateralisasi ke telinga kiri
Shwabach test Memendek Sama dengan pemeriksa
Kesimpulan Tes Garpu Tala : Tuli Sensorineural Dextra
Status Lokalis Hidung :
Dextra Sinistra
Dorsum nasi Deformitas (-) Deformitas (-)
Septum nasi Deviasi(-) Deviasi(-)
Concha Edema (-) Edema (-)
Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Discharge Discharge (-) Discharge (-)

Status Lokalis Tenggorok :


Labialis Labiopalatoscisis (-)
Palatum Labiopalatoscisis (-)
Pharing Granulasi (-)
Tonsil T1/T1 hiperemis (-)

Diagnosis:
Diagnosis Utama : Aurikula Dextra Otitis Media Supuratif Kronis Tipe
Benigna Inaktif
Diagnosis Banding : Otitis Media Supuratif Akut, Otitis Media Supuratif Kronik tipe
Bahaya, Otitis eksterna Difus

Terapi:
� Observasi (Watchful and Waiting)
� Jika tipe tenang maka diberikan antibiotika oral Ampicilin atau Eritromisin
bila pasien alergi terhadap Penicillin. Jika dicurigai resisten maka diberikan
ampicilin asam klavulanat.
� Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi
selama 2 bulan maka dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti.
Usul : Audiometri dan Rontgen Mastoid

Non-Medikamentosa:
� Hindari air masuk ke telinga ketika mandi
� Hindari aktivitas yang berhubungan dengan air yang memungkinkan air masuk ke
telinga seperti berenang
� Nutrisi yang cukup dan seimbang untuk mencegah penyakit ISPA

Diskusi :
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut �congek� adalah radang
kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga
(membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih
dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous,
atau purulen. (Djaafar,2006)
Penyebab OMSK antara lain: (Helmi, 2001)

Klasifikasi
Bentuk perforasi membran timpani adalah : (Nursiah, 2003)
1. Perforasi sentral
2. Perforasi marginal
3. Perforasi atik

OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu : (Nursiah, 2003)


1. Tipe tubotimpani = tipe benigna = tipe aman = tipe mukosa.
2. Tipe atikoantral = tipe maligna = tipe bahaya = tipe tulang

Patofisiologi
Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring
melalui tuba eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari
telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator
peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti
netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel
mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permeabilitas pembuluh darah
dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan
beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena
stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga
tengah. (Helmi, 2005)
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu
lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium
dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini
mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta
pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut
dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana. (Acuin, 2004).

Pemeriksaan:
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi
dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran
tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk
menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai �speech
reception threshold� pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis memiliki nilai
diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan mastoid yang tampak sklerotik
dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang berada di
daerah atik memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang
biasa digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan
memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas.
Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom, ada atau
tidaknya tulang�tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis
semisirkularis horizontal.

Diagnosis Banding:
o Otitis Media Supuratif Akut
o Otitis Media Supuratif Kronik tipe Bahaya
o Otitis eksterna Difus

Terapi:
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas:
1. Konservatif
2. Operasi
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah: (Nursiah,
2003)
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Coli
Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B.
fragilis Toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus,
Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan
telinga. (Nursiah, 2003)
3. Kloramfenikol

Kesimpulan :
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dapat disimpulkan bahwa pasien
tersebut menderita �Auricula Dextra Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Benigna
Inaktif�. Diagnosa banding dapat disingkirkan dengan alasan yang telah dikemukakan
di pembahasan diatas. Prinsip terapi OMSK tipe benigna adalah terapi konservatif
atau dengan medikamentosa. Bila sekret keluar secara terus menerus larutan H202 3%
diberikan untuk 3-5 hari. Nanti setelah sekret berkurang diberikan tetes telinga
yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Secara oral dapat diberikan
antibiotika Ampicilin atau Eritromisin bila pasien alergi terhadap Penicillin. Jika
dicurigai resisten maka diberikan ampicilin asam klavulanat. Bila sekret telah
kering namun perforasi menetap setelah observasi selama 2 bulan maka sebaiknya
dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti dengan tujuan menghentikan infeksi dan
memperbaiki membran timpani yang ruptur sehingga fungsi pendengaran membaik dan
komplikasi tidak terjadi.

Referensi :
1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi, E, et al, Ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi VI. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta.
2006: p. 64-77.
2. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi
EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher.
Edisi VI. Jakarta: FKUI, 2001. h. 78-85.
3. Ballenger JJ. Penyakit Telinga Kronis. Dalam Buku Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher. Ed.13 Jilid Satu. Binarupa Aksara, Jakarta. 1994: p.
392-412.
4. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam:
Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC,
1997: 88-118.
5. Utami TF, Bambang U, Kartono S. Rinitis alergi sebagai faktor risiko otitis
media supuratif kronis.Cermin Dunia Kedokteran. 2010. 179(428): 9.
6. Nursiah, Siti. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan terhadap beberapa
Antibiotika di bagian THT FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan. [ disertasi ]
Medan;2003.
7. Paparella et al. Otolaryngology. Volume II-Otology and Neuro-otology Third
Edition. WB Saunders Company; 1991. p:1363.
8. Paparella MM., et all Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid, Editor Effendi H,
Santoso K, Dalam :Boies Buku Ajar Penyakit THT, Alih Bahasa : Dr. Caroline Wijaya,
Edisi 6, Jakarta, EGC, 1994 ; 88 - 113.
9. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga.
Dalam: Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher edisi 6.
10. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD editors. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2010.10-6.
11. Dewi NP, Zahara D. Gambaran pasien otitis media supuratif kronik (OMSK) di RSUP
H. Adam Malik Medan. E-Journal FK USU. 2013; 1(1): 1-6.
12. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan pendengaran dan kelainan
telinga. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, ed. Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Ed ke-7. Jakarta: FKUI,
2015. h.10-6.
13. Zanah WR. Gambaran audiologi pasien otitis media supuratif kronik di poliklinik
telinga hidung tenggorok Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati tahun 2012-2014. Jakarta:
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri.
14. Efiaty A.S., Nurbaiti I., Jenny B., Ratna D.R. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tengggorokan Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007
15. Alvin et al. Hubungan Penggunaan Headset Terhadap Fungsi Pendengaran Pada
Mahasiswa Angkatan 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Jurnal
Komunitas dan tropik. 2015
16. Rachmania AN. Profil penggunaan obat pada pasien otitis media supuratif kronik
(OMSK). Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
17. Panduan Praktik Klinik PP PERHATI-KL.2015
Penulis :
Kusumaningrum Wijayanti
20130310100 / 20174011084
Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorok
Dokter Pembimbing : dr. Agung Raharjo Sp.THT-KL
RSUD Panembahan Senopati
30 Juli 2018 - 18 Agustus 2018

Anda mungkin juga menyukai