Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ILMU RESEP

RADIOFARMASI
Dosen Pengampu : Hendy Ristiono MPH.,Apt.

KELAS II A

Iradatul Ikhtiari (1800023093)


Suryati (1800023095)
Annis Mulyani (1800023096)
Bambang Semedi (1800023097)
M.Khoirul Ihsan (1800023099)
Nirmala Aprizia (1800023100)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN


YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan
banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Ilmu Resep
yang berjudul “Radiofarmasi” dengan baik.
Makalah ini telah kami selesaikan berkat kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu kami sampaikan banyak terima kasih kepada segenap pihak yang telah
berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini.
Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun
isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati , saya selaku penyusun menerima segala
kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Dengan karya ini kami berharap dapat
membantu pembaca untuk lebih mengetahui mengenai radiofarmasi saat ini.
Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah ilmu
pengetahuan dan memberikan manfaat.

Yogyakarta, 7 Juli 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Disadari atau tidak, ilmu dan teknologi nuklir memainkan peranan yang sangat penting

dalam kehidupan manusia sekarang,jauh lebih besar dari sekedar sebagai sumber energy listrik

yang dihasilkan dari pembangkit tenaga nuklir( PLTN ). Hasil survey ekonomi di Amerika

Serikat pada tahun 1992 menunjukkan bahwa,profit ekonomi yang diperoleh dari pekerjaan

yang berhubungan dengan pemanfaatan ilmu dan teknologi nuklir di bidang

kesehatan,manufaktur,penelitian,radiasi makanan,pengolahan limbah,transportasi,dan

sejenisnya mencapai 4 – 5 kali lebih besar dari benefit ekonomi yang dihasilkan oleh PLTN.

Memasuki abad ke 21 ini,peranan tersebut akan makin dominan seiring dengan

kemajuan baik dalam ilmu dan teknologi nuklir itu sendiri maupun pengaruh kemajuan bidang

– bidang lain. Karena banyak persoalan interdisiplin yang hanya bisa dipecahkan dengan

melibatkan teknologi nuklir. Salah satu bidang interdisiplin dari hasil simbiosis antara

teknologi nuklir dan biologi serta farmasi yang selanjutnya melahirkan bidang lain adalah

Radio Farmasi atau Farmasi Nuklir dan Kedokteran Nuklir.

Pencegahan dan pengobatan penyakit merupakan fokus utama dari Kedokteran Nuklir.

Beberapa penyakit yang lazim diobati dengan terapi kedokteran nuklir adalah Thyroid (

kelenjar gondok ), kankes prostat, hyperthyroidism, polycythaemia ( kelainan sel darah merah

dan kenaikan jumlah darah ), dan leukemia ( kenaikan jumalh sel darah putih ) serta banyak

penyakit lainnya. Untuk Eropa terapi Kedokteran Nuklir bahkan sudah lazim diterapkan dalam

pengobatan arthritis ( radang sendi ). Aplikasi secara klinis dari isotop radioaktif dimulai tahun

1973 untuk penanganan penderita leukemia di University of California di Barkeley.


B.TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Mengetahui dan memahami tentang Radio Farmasi Rumah Sakit dan Kedokteran

Nuklir.

2. Sebagai tugas individu pada mata kuliah Radio Farmasi

C.RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah :

1. Pengertian Radio farmasi dan kedokteran nuklir

2. Aplikasi radiologi dalam kesehatan / rumah sakit

3. Sifat fisik sinar X

4. Prosedur penggunaan radiofarmaka

5. Sifat-sifat ideal radio farmaka Imaging

6. Efek radiofarmasi
BAB II

PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN RADIO FARMASI DAN KEDOKTERAN NUKLIR

Radio Farmasi adalah suatu bidang ilmu kefarmasian ( penyiapan,pembuatan

sediaan,penyimpanan,pendistribusian,dispensing) yang memanfaatkan unsur/atom radioaktif

yang digunakan baik untuk tujuan diagnosis maupun terapi. Radio farmasi atau Farmasi nuklir

juga didefinisikan sebagai penggunaan prinsip dan cara-cara farmasi dan radiokimia untuk

pembuatan obat yang mengandung atom radioaktif ( radiofarmaka) bagi keperluan diagnosis

dan penyembuhan (terapi) penyakit yang diidap oleh pasien. Senyawa kimia atu obat , yang

salah satu atom penyusun strukturnya adalah nuklida radioaktif ,untuk keperluan diagnosis

atau penyembuhan(terapi) suatu penyakit dan dapat diberikan kepada pasien secara

oral,parenteral,dan inhalasi disebut sebagai Radiofarmaka. Radiofarmaka diformulasikan

dalam berbagai wujud kimia dan fisika untuk mengarahkan keradioaktifan ke bagian-bagian

tertentu dari tubuh dengan harapan bahwa radiasi yang dipancarkan dari radiofarmaka diagnosa

denagn mudah akan keluar dari tubuh sehingga memungkinkan deteksi dan pengukuran

dilakukan diluar tubuh.

Kedokteran Nuklir adalah bidang keahlian dalam kedokteran yang menggunakan

isotop radioaktif secara aman, tanpa sakit,dan murah, baik untuk pencitraan,maupun untuk

pencegahan dan pengobatan penyakit. Jadi ada 2 fokus utama dalam kedokteran nuklir, yaitu

pencitraan organ tubuh serta pencegahan dan pengobatan penyakit. Pencitraan di sini unik

karena dapat menggambarkan fungsi dan struktur organ tubuh sekaligus,sehingga banyak

penyakit yang bisa diseteksi lebih dini ,dengan demikian pengobatannya pun dapat lebih

efektif. Untuk tujuan pencegahan dan oengobatan penyakit/ diagnosa , digunakan senyawa
spesifik yang akan masuk ke dalam organ yang akan di diagnosa dimana senyawa tersebut

sebelumnya telah ditandai dengan isotop. Kemudian senyawa tersebut dimasukkan ke dalam

organ yang akan di peiksa ,lalu pasien difoto dengan kamera khusus. Senyawa yang telah

ditandai dengan isotop memiliki waktu paruh yaitu waktu dimana konsentrasi dalam tubuh

tersisa setengahnya. Setiap selang waktu itu, kadar senyawa tersebut berkurang setengahnya

sehingga akhirnya tersisa dalam jumlah yang amat kecil dan akan habis diekskresikan melalui

urin. Selama waktu tersebut pasien harus di observasi di rumah sakit. Tindakan ini hanya dapat

dilakukan di rumah sakit yang memiliki sarana kedokteran nuklir,dan bangunan serta system

drainasenya di rancang khusus sesuai peraturan,sehingga limbah tidak membahayakan bagi

masyarakat.

B.APLIKASI RADIOLOGI DALAM KESEHATAN / RUMAH SAKIT

Dunia medis erat kaitannyadengan diagnosis dan pengobatan (terapi) suatu penyakit.

Berbagai cara dan teknologi diterapkan untuk melakukan keduanya. Ada yang menggunakan

obat-obatan herbal,kimia,hingga ke sinar dari radioaktif. Sinar radioaktif yang umum

digunakan adalah sinar X untuk rontgen. Selain itu ,saat ini juga ada teknologi dengan

menggunakan sinar gamma dan materi bermuatan( alfa dan beta ). Penggunaannya melalui

aliran darah,baik dengan oral,injeksi,maupun diisap/inhalasi.

Sinar X ditemukan oleh Wilhem Conrad Roentgen,seorang professor fisika dari

Universitas Wurzburg,Jerman. Saat itu beliau melihat timbulnya sinar fluoresensi yang berasal

dari Kristal Barium Platinosianida dalam tabung Crookes-Hittorf yang dialiri listrik. Pada

tahun 1901 beliau mendapat nobel atas penemuan tersebut. Akhir Desember 1895 dan awal

Januari 1896 , Dr. Otto Walkhoff adalah dokter gigidan orang pertama pertama yang memakai

sinar X pada foto gigi ( premolar bawah ) dengan waktu penyinaran 25 menit. Kemudian
seorang ahli fisika Walter Koenig menjadikan waktu penyinaran menjadi 9 menit,dan sekarang

waktu penyinaran menjadi 1/10 detik ( 6 impuls ).

Sinar X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang

listrik,radio,inframerah panas,cahaya,sinar gamma,sinar kosmik,dan sinar ultraviolet tetapi

dengan panjang gelombang yang sangat pendek. Penggunaan sinar X adlah sesuatu yang sangat

penting untuk diagnosa gigi geligi serta jaringan sekitarnya dan pemakaiannya paling banyak

pada diagnostic imaging system. Perbedaan antara sinar X dengan sinar elektromagnetik

lainnya terletak pada panjang gelombang dimana panjang gelombang pada sinar X lebih

pendek yaitu :

1 A = 1/100.000.000 cm = 10-8 cm.

Lebih pendek panjang gelombang dan lebih besar frekuensinya maka energy yang diberikan

lebih banyak. Energy pada sinar X memberikan kemampuan untuk penetrasi khususnya

gigi,tulang dan jaringan di sekitar gigi. Kemampuan sinar X menghasilkan gambar

mengindikasikan sinar X dapat menembus kulit,jaringan,dan tulang.

Sinar X tidak dapat dilihat mata,bergerak lurus yang mana kecepatannya sama dengan

kecepatan cahaya,tidak dapat difraksikan dengan lensa atau prisma tetapi dapat difraksikan

dengan kisi Kristal. Dapat diserap oleh timah hitam, dapat dibelokkan setelah menembus logam

atau benda padat,mempunyai frekuensi gelombang yang tinggi. Sinar X juga mempunyai

beberapa sifat fisik .


C.SIFAT FISIK SINAR X

Sinar X memiliki beberapa sinar fisik ,yaitu:

1.Daya Tembus

Sinar X dapat menembus bahan atau massa yang padat dengan daya tembus yang

sangat besar seperti tulang dan gigi. Makin tinggi tegangan tabung( besarnya KV )yang

digunakan,makin besar daya tembusnya. Makin rendah berat atom atau kepadatan suatu

benda,makin besar daya tembusnya.

2.Pertebaran

Apabila berkas sinar X melalui suatu bahan atau suatu zat,maka berkas sinar tersebut

akan bertebaran ke seluruh arah,menimbulkan radiasi sekunder( radiasi hambur ) pada bahan

atau zat yang dilalui. Hal ini akan menyebabkan terjadi gambar radiograf atau pada film akan

tampak pengaburan kelabu senyara menyeluruh. Untuk mengurangi akibat dari radiasi hambur

ini maka diantara subjek dengan sinar diletakkan timah hitam(grid) yang tipis.

3.Penyerapan

Sinar X salam radiografi diserap oleh bahan atau zat sesuai berat atom atau kepadatan

bahan atau zat tersebut. Makin tinggi kepadatan atau berat atomnya maka makin besar

penyerapannya.

4.Fluoresensi

Sinar X menyebabkan bahan- bahan tertentu seperti kalsium tungstat atau zinc sulfide

memendarkan cahaya( luminisensi ). Luminisensi ada 2 jenis yaitu


a. Fluoresensi yaitu memendarkan cahaya sewaktu ada radiasi sinar X saja.

b. Fosforisensi, dimana pemendaran cahaya akan berlangsung beberapa saat

walaupun radiasi sinar X sudah dimatikan ( after-glow ).

5.Ionisasi

Efek primer dari sinar X adalah apabila mengenai suatu bahan atau suatu zat dapat

menimbulkan ionisasi partikel-partikel atau zat tersebut

6.Efek Biologi

Sinar X akan menimbulkan perubahan-perubahan biologi pada jaringan. Efek biologi

ini yang akan dipergunakan dalam pengobatan radioterapi.

Sinar X yang sering ditemui di rumah sakit adalah pada pesawat rontgen. Suatu tabung

pesawat rontgen mempunyai beberapa persyaratan yaitu:

1.Mempunyai sumber elektron

2.Gaya yang mempercepat elektron

3.Lintasan elektron yang bebas dalam ruang hampa udara

4.Alat pemusat berkas elektron

5.Penghenti gerakan elektron

Tabung sinar X terdiri dari tabung gelas hampa udara,elektroda positif disebut anoda

dan elektroda positif disebut katoda. Katoda dibalut dengan filament,bila diberi arus beberapa
mA bisa melepaskan elektron. Dengan memberi tegangan tinggi antara anoda dan katoda maka

elektron katoda ditarik ke anoda. Arus electron ini kemudian dikonsentrasikan dalam satu

berkas dengan bantuan sebuah silinder( focusing cup ). Antikatoda menempel pada anoda

dibuat dari logam dengan titik permukaan lebih tinggi,berbentuk cekungan seperti mangkuk.

Waktu electron dengan kecepatan tinggi di dalam berkas tersebut menumbuk

antikatoda,terjadilah sinar X. makin tinggi nomot atom katoda maka makin tinggi kecepatan

electron,akan makin besar daya tembus sinar X yang terjadi. Antikatoda umumnya dibuat dari

tungsten,sebab elemen ini nomor atomnya tinggi dan titik leburnya juga tinggi(3400`C). Hanya

sebagian kecil energy electron yang berubah menjadi sinar X,kurang dari 1% pada tegangan

100kV dan sebagian besar berubah menjadi panas waktu menumbuk antikatoda. Panas yang

tinggi pada tabung didinginkan dengan menggunakan pendingin minyak emersi/air.

D.PROSEDUR PENGGUNAAN RADIOFARMAKA

Prosedur penggunaan radiofarmaka di dalam kedokteran nuklir dapat dibagi dalam

tiga kategori:

1.Prosedur imaging atau pencitraan

Prosedur imaging memberikan informasi diagnose atas dasar pola distribusi

keradioaktifan di dalam tubuh. Dua kajian utama dalam pemberian informasi imaging dalam

tubuh dari radiofarmaka adalah:

a. Kajian dinamik memberikan informasi fungsional melalui pengukuran laju

akumulasi dan laju keluarnya radiofarmaka oleh organ.

b. Kajian statik memberikan informasi morfologi berkenaan dengan ukuran ,bentuk,dan

letak organ atau adanya lesi yang menempati ruang,dan dalam beberapa kasus
mengenai fungsi relatif. Pola distribusi radiofarmaka dalam suatu organ bervariasi dan

tergantung organ yang diamati dan ada atau tidak adanya penyakit.

Adapun 2 jenis pengamatan yang dilakukan melalui imaging atau pencitraan adalah:

1. Citra ( image ) dalam bentuk “ hot spots “ atau adanya keradioaktifan yang merata

disebabkan radiofarmaka terkonsentrasi dengan mudah di dalam organ yang sehat atau

normal,sedangkan jaringan berpenyakit menolak atau mengeluarkan radiofarmaka

tersebut dan lesion muncul dalam bentuk citra yang “cold spots”. Misalnya pada

penatahan(scanning) liver dengan partikel koloid bertanda radioaktif; setelah partikel

koloid tersebut diinjeksikan,pertikel berakumulasi pada sel-sel Phagocytosis yang

terdapat di liver. Bila tumor atau lesi lain berada di dalam liver,maka sel-sel yang

melokalisasi koloid radioaktif akan digantikannya.

2. Citra (image) dalam bentuk “hot spots”atau adanya keradioaktifan yang merata

disebabkan radifarmaka terkonsentrasi dengan mudah di dalam organ berpenyakit atau

lesion,sedangkan jaringan yang sehat atau normal menolak atau mengeluarkan

radiofarmaka tersbut sehingga citra muncul sebagai “cold spots”. Misalnya penatahan

otak dengan menggunakan radiofarmaka yang ditolak oleh “blood-brain-barier”. Bila

otak tersebut berpenyakit sehingga “blood-brain-barrier” menjadi rusak,maka

radiofarmaka dapat meninggalkan ruang vascular dan selanjutnya terlokalisasi di dalam

lesi.

Organ normal bisa mengakumulasi radiofarmaka,tetapi jaringan berpenyakit mampu

mengakumulasikan baik pada tingkat yang lebih tinggi lagi bila fungsi organ berlebihan atau

meningkat,maupun pada tingkat yang lebih rendah daripada organ normal apabila fungsi organ

menurun. Misalnya,dalam pencitraan kelenjar thyroid( thyroid gland) dengan menggunakan


iodium radioaktif. Kelenjar thyroid dengan mudah mengakumulasikan radiofarmaka iodium-

131 melalui fungsi normal,tetapi kelenjar yang sakit dengan jaringan thyroid yang

hyperfunction atau hypofunction akan menunjukkan konsentrasi radioiodium-131 yang

meningkat atau menurun .

2.Kajian fungsi in vivo

Mengukur fungsi suatu organ atau system didasarkan atas

absorpsi,pengenceran(dilution),pemekatan,atau ekskresi keradioaktifan setelah pemberian

radiofarmaka ini disebut dengan telaah/kajian radiofarmasi secara in vivo. Radiofarmaka

sendiri harus tidak mempengaruhi ,dalam cara apapun,fungsi system organ yang sedang diukur.

Cara ini tidak memerlukan pencitraan,tetapi analisis dan interpretasi didasarkan atas

pencacahan keradioaktifan yang muncul baik secara langsung dari organ-organ yang berada di

dalam tubuh atau dari cuplikan darah atau urin yang dicacah secara in vitro.

3.Prosedur terapi

Pada prosedur terapi,penggunaan radiofarmaka dimaksudkan untuk melakukan terapi

terhadap suatu penyakit setelah tegaknya diagnose. Penggunaan radiofarmaka dapat secara

oral,intravena,intratekal,intraperitoneal,ataupun inhalasi.

E.SIFAT IDEAL RADIOFARMAKA IMAGING

Beberapa sifat –sifat radiofarmaka diagnostic imaging yang ideal adalah:

1.Pemancar gamma murni

Meluruh melalui electron capture atau isomeric transition. Radiasi yang mempunyai

daya tembus rendah,seperti partikel alfa dan beta tidak diinginkan,karena : linear energy
transfer ( LET ) tinggi,fraksi energy yang didepositkan per cm jarak tempuh sangat tinggi,yang

mengakibatkan absorpsi kuantitatif di dalam tubuh ataupun sedikit partikel yang sampai ke

detector,sehinnga partikel alfa dan beta tidak memberikan citra. Partikel dengan LET yang

tinggi mengakibatkan dosis radiasi sangat signifikan terhadap pasien.

2.100keV< energy gamma < 250keV

Umumnya peralatan imaging ( kamera gamma ) didisain untuk berfungsi dengan baik

,memberikan kualitas citra (image) optimal,di daerah rentang energi ini.

3.Waktu paruh efektif = 1.5 X lamanya pemeriksaan

Batasan waktu ini memberikan kesesuaian antara keinginan meminimalkan dosis yang

diterima pasien dan memaksimalkan dosis yang diinjeksikan agar statistic pencacahan dan

kualitas citra memberikan hasil yang optimal. Gas mulia yang digunakan untuk ventilation

study merupakan pengecualian. Radiofarmaka harus bisa dikeluarkan dari tubuh secara

kuantitatif dalam beberapa menit setelah diagnose selesai. Kebanyakan radiofarmaka

menunjukkan pola “clearance” eksponensial sehingga waktu paruh efektifnya cukup panjang.(

dalam hitungan jam atau hari,bukan detik atau menit ).

4.Target to non target ratio tinggi

Jika ratio tidak cukup tinggi,hasil scan menunjukkan adanya “nondiagnostic scan” dan

ini menyulitkan atau tidak memungkinkan untuk membedakan organ berpenyakit dari latar

belakang. Misalnya, untuk “tyrhoid scan “ , idealnya semua radioaktifitas berada dalam thyroid

dan tidak ada di tempat lain di sekitar leher. Rendahnya ratio juga menimbulkan radiasi yang

tidak perlu yang diterima pasien.


5.Dosimetri radiasi internal

Dosimetri radiasi terhadap pasien maupun petugas kedokteran nuklir harus

memerlukan perhatian khusus,terutama dalam memenuhi persyaratan sesuai dengan panduan

ALARA ( As Low As Reasonable Achieveable ). Konsep ALARA didasarkan terhadap upaya

mempertahankan dosis radiasi serendah mungkin yang dapat dicapai. Dengan konsep ini telah

dapat diimplementasikan pengurangan menyeluruh dosis terhadap pekerja radiasi. Tentunya

meskipun dosisi radiasi yang diinjeksikan ke pasien harus sekecil mungkin,tetapi harus

konsisten memberikan kualitas citra yang baik. Untuk pekerja radiasi,Maximum Permissible

Dose(MPD) untuk keseluruhan tubuh adalah 1 Rem per tahun untuk tiap tahun umur pekerja

tersebut.

6.Keselamatan pasien

Radiofarmaka harus memperlihatkan tidak adanya toksisitas terhadap pasien.

Misalnya mengapa kita tidak mempersoalkan Tl dalam bentuk thallous klorida ( TlCl ) yang

sering digunakan pada pasien dengan diagnose kelainan jantung? Dimana diketahui bahwa ion

thallous merupakan kardiotoksin yang potent. Hal ini bisa diterima karena dalam praktek

sehari-hari , karena keaktifan jenis Tl yang bebas pengemban adalah sangat tinggi dan jumlah

Tl yang terkandung dalam sediaan dengan aktifitas 3 mCi hanya sekitar 42 ng, sutau jumlah

yang sangat kecil dan berada di bawah tingkat yang signifikan untuk dapat memberikan respon

fisiologis dari pasien.

7.Reaktivitas kimia

Harus tersedia substrat atau tempat di dalam molekul dimana memungkinkan reaksi

penandaan dengan atom radioaktif dapat dilakukan. Tidak setiap senyawa dapat ditandai

dengan setiap isotop. Dalam kenyataannya penandaan sering memerlukan suatu posisi yang
selektif di dalam molekul atau senyawa. Senyawa ynag menunjukkan biodistribusi yang dapat

diterima ,sering menjadi tidak berguna bila telah ditandai logam radioaktif atau telah

mengalami iodinasi. Bahkan perubahan sedikit saja yang dilakukan terhadap struktur molekul

sering akan menyebabkan perubahn biodistribusi yang drastis.

8.Tidak mahal dan tersedia dengan mudah

Radiofarmaka harus stabil baik sebelum dan sesudah proses penandaan. Apabila suatu

senyawa tertentu memperlihatkan kinerja yang baik untuk suatu prosedur tertentu.dan hanya

tersedia di suatu rumah sakit besar,maka penggunaannya dengan jelas akan sangat terbatas.

Karena itu dengan melihat kondisi ekonomi saat ini,maka radiofarmaka yang sangat mahal

tentu penggunaannya akan terbatas dan tidak popular, apalagi bila ada metode alternative yang

lebih murah.

9.Penyiapan serta kendali kualitasnya sederhana jika dibuat di tempat ( Rumah Sakit )

Penyiapan suatu obat tentu harus sederhana dengan tahapan pengerjaan yang relatif

sedikit. Prosedur dengan tahapan lebih dari tiga tahap umumnya tidak memenuhi persyaratan

ini. Disamping itu tidak diperlukan suatu peralatan yang rumit dan tidak ada tahap dengan

waktu pengerjaan yang lama. Jika radiofarmaka dibuat di tempat, maka sangatlah penting

kendali kauliti (quality control) dilaksanakan untuk setiap batch yang disiapkan dalam upaya

menjamin bahwa tiap-tiap sediaan akan memberikan citra( image) kualitas tinggi dan bisa

meminimalkan dosis radiasi terhadap pasien.

E.EFEK SAMPING RADIOFARMASI

Penggunaan radiofarmasi untuk terapi mungkin membuat orang awam khawatir pada

efek sampingnya. Namun kenyataannya,jumlah radioaktif yang dimasukkan ke aliran darah itu
sangat kecil dan radiasinya akan hilang seiring selesainya ia bertugas. Masa paruh radioaktif

untuk terapi sekitar dua hari. Sedangkan untuk diagnosis,waktu paruhnya sekitar dua hingga

enam jam. Sistem ini sudah dirancang sedimikian rupa sehingga tidak memberikan efek

farmakologis di tubuh. Ini berbeda dengan obat yang memberikan efek samping . uji toksisitas

telah dilakukan ,hasilnya bahwa toksisitas berada pada tingkat aman untuk terapi

radiofarmasi,yaitu di bawah lethal dosis 50.


BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Radio farmasi adalah suatu bidang ilmu kefarmasian yang memanfaatkan

unsur/atom radioaktif yang digunakan baik untuk tujuan diagnosa maupun

terapi..

2. Radiofarmaka adalah senyawa kimia atau obat yang salah satu atom

penyusunnya adalah nuklida radioaktif, digunakan untuk keperluan diagnosis

dan penyembuhan penyakit dan diberikan ke pasien secara oral,parenteral,dan

inhalasi.

3. Kedokteran nuklir adalah bidang keahlian dalam kedokteran yang

menggunakan isotop radioaktif secara aman,tanpa sakit,dan murah,baik untuk

pencitraan maupun untuk pencegahan dan pengobatan penyakit. Jadi 2 fokus

utama kedokteraan nuklir adalah pencitraan organ tubuh serta pencegahan dan

pengobatan penyakit.

4. Penerapan radiofarmasi di lingkungan rumah sakit yang paling umum adalah

penggunaan sinar X dan sinar gamma untuk pencitraan organ tubuh,dan

pencegahan serta pengobatan suatu penyakit.


DAFTAR PUSTAKA

Leswara ND. 2008. Buku Ajar Radiofarmasi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Saha,GB. 2004. Fundamentals of Nuclear Pharmacy 5th ed. New York : Springer

International Atomic Energy Agency. 2006. Nuclear Medicine Resources Manual. Austria:

IAEA

Anda mungkin juga menyukai