Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT SEPTEMBER 2017

DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS LAPORAN KASUS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOUT ARTHRITIS

OLEH:

HERLINA
C111 12
ANDI NIRMAWATI. AR
C111 12 063

PEMBIMBING:
dr. Alifia Ayu Delima

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Yang tersebut dibawah ini :

Nama/Nim : Herlina C11112145


Andi Nirmawati. AR C11112063

Adalah benar telah menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Gout Arthritis”
pada Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Keluarga Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, September 2017

Mengetahui,

dr. Alifia Ayu Delima

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
LAPORAN KASUS ....................................................................................................................... 1
A. DATA RIWAYAT KELUARGA ................................................................................. 1
1. Identitas Pasien ......................................................................................................... 1
2. Riwayat Biologis Keluarga : ..................................................................................... 1
3. Psikologis Keluarga .................................................................................................. 1
4. Keadaan Rumah/Lingkungan .................................................................................... 2
5. Spiritual Keluarga ..................................................................................................... 2
6. Keadaan sosial keluarga ............................................................................................ 2
7. Kultural keluarga ...................................................................................................... 2
8. Anggota Keluarga : ................................................................................................... 3
B. ANAMNESIS ............................................................................................................... 3
C. PEMERIKSAAN FISIK ............................................................................................... 4
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG .................................................................................. 6
E. DIAGNOSA KERJA .................................................................................................... 6
F. ANJURAN PENATALAKSANAAN PENYAKIT ..................................................... 6
BAB II ......................................................................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 17

iii
BAB I
LAPORAN KASUS

A. DATA RIWAYAT KELUARGA


1. Identitas Pasien
a. Nama : Tn. SS
b. Jenis Kelamin : Laki-Laki
c. Tanggal Lahir : 11/01/1973 ( 43 tahun)
d. Alamat : Jl Camba Jawaya
e. Pekerjaan : Karyawan Swasta
f. Agama : Islam
g. Status Pasien : BPJS
h. Klinik : Health and Nutrition Clinic
i. Waktu Pemeriksaan : Rabu, 15 September 2017
2. Riwayat Biologis Keluarga :
a. Keadaan kesehatan sekarang : Sedang
b. Kebersihan perorangan : Baik
c. Penyakit yang sering diderita : Hiperurisemia
d. Penyakit keturunan : Tidak ada
e. Penyakit kronis/menular : Tidak ada
f. Kecacatan anggota keluarga : Tidak ada
g. Pola makan : Baik
h. Pola istirahat : Baik
i. Jumlah anggota keluarga : 4 orang
3. Psikologis Keluarga
a. Kebiasaan buruk : Tidak ada
b. Pengambilan keputusan : Kepala Keluarga
c. Ketergantungan obat : Tidak ada
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan : Klinik
e. Pola rekreasi : Baik

1
4. Keadaan Rumah/Lingkungan

a. Jenis bangunan : Permanen


b. Lantai rumah : Keramik
c. Luas rumah : Kamar 9 x 12 m2
d. Penerangan : Baik
e. Kebersihan : Baik
f. Ventilasi : Baik
g. Dapur : Ada
h. Jamban keluarga : Ada
i. Sumber air minum : Air galon
j. Sumber pencemaran air : Tidak ada
k. Pemanfaatan pekarangan : Ada
l. Sistem pembuangan air limbah : Ada
m. Tempat pembuangan sampah : Ada
n. Sanitasi keluarga : Baik
5. Spiritual Keluarga
a. Ketaatan beribadah : Baik
b. Keyakinan tentang kesehatan : Baik
6. Keadaan sosial keluarga
a. Tingkat pendidikan : Cukup
b. Hubungan antar anggota keluarga : Baik
c. Hubungan dengan orang lain : Baik
d. Kegiatan organisasi sosial : Baik
e. Keadaan ekonomi : Sedang
7. Kultural keluarga
a. Adat yang berpengaruh : Makassar
b. Lain-lain : Tidak ada

2
8. Anggota Keluarga :

Hub. dgn Keadaan Keadaan


No Nama Umur Pekerjaan Agama Imunisasi KB Ket
Pasien Kesehatan Gizi

Karyawan
1 Ny. SA Istri 40 Islam Baik Baik - - -
Swasta
2 Nn. MA Anak 17 Mahasiswa Islam Sehat Baik - - -
3 Tn. WA Anak 13 Pelajar Islam Sehat Baik - - -
B. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Bengkak pada ibu jari kaki kiri
b. Keluhan Tambahan : Tidak ada
c. Anamnesis Terpimpin : Seorang pasien laki-laki berusia 43 tahun datang ke Klinik
Health and Nutrition Clinic dengan keluhan bengkak pada ibu jari kaki kiri sejak 2 hari
yang lalu. Keluhan juga disertai nyeri pada ibu jari kaki yang bengkak. Pasien memiliki
riwayat bengkak pada ibu jari kaki kanan kurang lebih 1 bulan yang lalu, dan membaik
setelah diberikan pengobatan. Pasien mengkonsumsi allopurinol sejak 1 bulan lalu.
Demam tidak ada, nyeri dada tidak ada, batuk tidak ada, mual dan muntah tidak
ada. BAB biasa lancar, BAK kuning lancar.
d. Riwayat Pengobatan :
Riwayat pengobatan sebelumnya yaitu allopurinol 1 kali sehari.
e. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat dengan keluhan yang sama ada 1 bulan yang lalu, dan didiagnosis
dengan hiperurisemia. Tidak ada riwayat penyakit lain.
f. Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit keluarga.
g. Riwayat Alergi :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi
h. Riwayat Psikososial :
Pasien tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol, dan tidak mengonsumsi obat-
obatan terlarang. Pasien gemar mengkonsumsi coto dan kacang-kacangan.

3
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
- Sakit Ringan/Gizi cukup /Komposmentis
- BB : 65 Kg, TB: 170 cm, IMT : 22.4 kg/m2 (Normal)
2. Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 130/70 mmHg
- Nadi : 88 x/menit
- Pernapasan : 20 x/menit
- Suhu : 37,0 °C
3. Mata
- Eksoftalmus : Tidak ada
- Edema palpebra : Tidak Ada
- Konjungtiva : Anemis (-)
- Kornea : Refleks kornea (+)
- Enoptalmus : Tidak ada
- Sklera : Ikterus (-)
- Pupil : Bulat isokor 2,5 mm ODS
4. Kepala
- Deformitas : Tidak ada
- Wajah : Simetris
- Rambut : Sukar dicabut
- Ukuran : Normocephal
- Bentuk : Mesocephal
5. Telinga
- Pendengaran : Dalam batas normal
- Otorrhea : Tidak ada
6. Hidung
- Epistaksis : Tidak ada
- Rhinorrhea : Tidak ada
7. Mulut
- Bibir : Kering (-) Lidah : Kotor (-)

4
- Tonsil : T1-T1 Tidak Hiperemis
- Faring : Tidak Hiperemis
8. Leher
- KGB : Tidak ada pembesaran
- JVP : R+2 cmH2O
- Kelenjar Gondok : Tidak ada pembesaran
- Kaku kuduk : Tidak Ada
9. Thoraks
- Inspeksi : Normochest, simetris kiri kanan
- Palpasi : Nyeri tekan dan massa tumor (-)
- Perkusi : Sonor pada kedua hemithoraks
- Auskultasi : Pola Pernapasan Bronkovesikuler
Ronkie -/-, Wheezing -/-
10. Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palapasi : Iktus kordis teraba
- Perkusi : Batas jantung kanan line para sternalis dextra,
batas jantung kiri line midclavicularis sinistra
- Auskultasi : BJ I/II murni reguler, murmur tidak ada
11. Abdomen
- Inspeksi : Datar, ikuti gerak napas
- Palpasi : Hepar, Lien, Ginjal tidak teraba
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Peristaltik kesan normal
12. Alat Kelamin : Dalam batas normal
13. Anus dan Rektum : Tidak dilakukan pemeriksaan
14. Ekstremitas :
a. Atas : Dalam batas normal
b. Bawah:
o Inspeksi: Tampak hiperemis dan edema di ibu jari kaki kiri
o Palpasi: Teraba hangat dan nyeri tekan ada pada ibu jari kaki kiri

5
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kadar Asam Urat : 9.6 mg/dl
E. DIAGNOSA KERJA
Gout Arthritis

F. ANJURAN PENATALAKSANAAN PENYAKIT


a. Promotif
Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang penyakit hiperurisemia dan gout
arthritis, setelah itu diharapkan pasien dapat minum obat secara teratur dan rutin
mengontrol, menjalankan pola hidup sehat dengan mengonsumsi makanan sehat,
melakukan olahraga ringan, istirahat yang cukup, serta menghindari stress.
b. Preventif
Menganjurkan kepada pasien dan keluarganya untuk menjalankan pola atau gaya hidup
yang sehat dengan mengurangi konsumsi makanan yang mengandung purin dan
melakukan olahraga ringan, mengurangi stress dan menghindari rokok.
c. Kuratif
Terapi medikamentosa :
- Allopurinol 1 kali sehari
- Natrium diclofenac 3 kali sehari
- Vit B complex 2 kali sehari
Terapi non-medikamentosa
- Mengatur pola makan dan mengurangi makanan yang mengadung tinggi purin
(jeroan, daging merah, kacang-kacangan, kangkung dan bayam) dan melakukan
olahraga ringan rutin minimal 3 kali dalam seminggu.
d. Rehabilitatif
 Kontrol penyakit ke dokter setiap 1 bulan sekali,
 Monitoring kadar asam urat 1 bulan depan
 Interaksi obat dan efek samping, kepatuhan minum obat
A. PROGNOSIS
a. Ad vitam : dubia ad bonam
b. Ad sanationam : dubia ad bonam
c. Ad fungsionam : dubia ad bonam

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hiperurisemia
Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat darah lebih dari normal. Asam
urat merupakan hasil akhir metabolisme purin dalam tubuh. Dalam keadaan normal terjadi
keseimbangan antara pembentukan dan degradasi nukleotida purin serta kemampuan ginjal
dalam mengekskresikan asam urat. Apabila terjadi kelebihan pembentukan (overproduction)
atau penurunan ekskresi (underexcretion) atau keduanya maka akan terjadi peningkatan
kadar asam urat darah yang disebut dengan hiperurisemia. Dikatakan hiperurisemia bila asam
urat serum lebih dari 7 mg/dL (lebih dari 0,42 mmol/l) pada pria dan lebih dari 5.7 mg/dL
(lebih dari 0,34 mmol/l) pada wanita. Kadar asam urat normal pada pria adalah 3.4-7.0
mg/dL, dan pada wanita adalah 2.4-5.7 mg/dL.4
Hiperurisemia yang berkepanjangan dapat menyebabkan penyakit Gout atau pirai,
namun tidak semua hiperurisemia akan menimbulkan kelainan patologik berupa Gout. Gout
adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh respon peradangan akibat deposisi kristal
monosodium urat pada jaringan. Penyakit Gout terdiri dari Gout artritis, pembentukan
tophus, kelainan ginjal berupa nefropati asam urat dan pembentukan batu pada saluran
kemih. Gout merupakan diagnosis klinis sedangkan hiperurisemia adalah keadaan biokimia
darah.4
2.1.1 Purin
Purin adalah inti dari senyawa komponen molekul nukleotida asam nukleat RNA dan
DNA. Nukleotida purin merupakan senyawa kecil mengandung nitrogen yang berperan sangat
penting pada peranan biologik. Diantara senyawa-senyawa lain, nukleotida berperan sebagai
karier metabolisme energi (misalnya ATP), sebagai substrat sintesis RNA dan DNA,
sebagai komponen-komponen enzim (misalnya NAD), dan sebagai pengatur alosterik
aktivitas enzimatik.5
Purin termasuk komponen non-esensial bagi tubuh, artinya purin dapat diproduksi oleh tubuh
sendiri. Apabila kita mengkonsumsi makanan yang mengandung purin, maka purin tersebut akan langsung
dikatabolisme oleh usus.5
Urat (bentuk ion dari asam urat), hanya dihasilkan oleh jaringan tubuh yang mengandung
xantin oxidase terutama dihati dan usus. Produksi urat bervariasi tergantung konsumsi

7
makanan mengandung purin, kecepatan pembentukan, biosintesis dan penghancuran purin di tubuh.
Normalnya, 2/3 -3/4 urat di ekskresi oleh ginjal melalui urin. Sisanya melalui saluran cerna.5

Gambar 1 Proses pemecahan protein


Sumber : Toha5
2.1.2 Epidemiologi Hiperurisemia
Angka kejadian hiperurisemia dan Gout berdasarkan berbagai kepustakaan sangat
bervariasi, diperkirakan antara 2.3-17.6%. Menurut Vazquez dkk. pada tahun 2004
hiperurisemia terjadi pada 5-30% populasi umum dan prevalensinya dapat lebih tinggi
pada kelompok etnik tertentu. Prevalensi hiperurisemia pada saat ini menunjukkan
peningkatan di seluruh dunia, diduga karena peningkatan prevalensi hipertensi dan
penggunaan obat-obatan.
Data yang dikemukakan oleh Luk AJ dkk. pada tahun 2005, prevalensi Gout
bervariasi yaitu dari 0,2-10 % di Eropa dan Amerika Serikat. Kejadian hiperurisemia dan
Gout banyak dijumpai pada penduduk Filipina, Samoan, Maori, dan penduduk di daerah
Pasifik Selatan lainnya dibandingkan bangsa Eropa. Hal tersebut diduga karena asupan
makanan tinggi purin seperti ikan laut dan faktor genetik.
2.1.3 Etiologi Hiperurisemia
Berdasarkan penyebabnya, hiperurisemia dapat diklasifikasikan menjadi :
 Hiperurisemia primer merupakan hiperurisemia yang tidak disebabkan oleh penyakit
lain. Biasanya berhubungan dengan kelainan molekuler yang belum jelas dan adanya
kelainan enzim.6
 Hiperurisemia sekunder merupakan hiperurisemia yang disebabkan oleh penyakit
atau penyebab lain. Hiperurisemia jenis ini dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu

8
kelainan yang menyebabkan peningkatan de novo biosynthesis, peningkatan
degradasi ATP, dan underexcretion.6
 Hiperurisemia idiopatik merupakan jenis hiperurisemia yang tidak jelas penyebab
primernya dan tidak ada kelainan genetik, fisiologi serta anatomi yang jelas.6
2.1.4 Faktor Risiko Terjadinya Hiperurisemia
Peningkatan kadar asam urat dalam darah dapat terjadi karena interaksi berbagai
faktor risiko. Keadaan hiperurisemia tidak selalu tampak dari gejala klinis sehingga
mempunyai risiko yang besar untuk terjadinya berbagai komplikasi terutama di ginjal. 7
Mekanisme beberapa faktor risiko terjadinya hiperurisemia dapat dilihat pada gambar
2.1.

Gambar 2 Faktor Risiko Terjadinya Hiperurisemia


Sumber : Roddy E7
2.1.4.1 Nutrisi
Purin adalah salah satu senyawa basa organik yang menyusun asam
nukleat dan termasuk dalam kelompok asam amino yang berguna untuk
pembentukan protein. Makanan dengan kadar purin tinggi (150 – 180 mg/100
gram) antara lain jeroan, daging sapi, babi, kambing atau makanan dari hasil laut
(sea food), kacang-kacangan, bayam, jamur, kembang kol, sarden, dan kerang.
Konsumsi makanan tinggi purin dapat menimbulkan penyakit asam urat. Dengan

9
demikian pada penderita radang sendi tanpa mengetahui penyebabnya, selalu
berupaya menghindari makanan tinggi purin.7

2.1.4.2 Obat- obatan


Penggunaan obat-obatan tertentu juga dapat memicu peningkatan kadar
asam urat atau membantu dalam mengekskresikan asam urat. Salah satu jenis obat
yang membantu proses ekskresi asam urat yaitu probenesid dan sulfinpirazon.
Untuk memperoleh hasil yang diinginkan maka ketika menggunakan obat tersebut
diperlukan minum air putih yang banyak supaya dapat menurunkan tingkat
saturasi asam urat sehingga dapat diekskresikan dengan mudah.8
Aspirin dapat menghambat proses ekskresi asam urat sehingga
memperparah keadaan hiperurisemia. Begitu juga dengan obat antihipertensi yang
memiliki dampak hampir sama dengan jenis aspirin. Obat antihipertensi memiliki
efek samping yaitu menghambat metabolisme lipid dalam tubuh. Timbunan lipid
di dalam tubuh dapat mengganggu proses ekskresi asam urat melalui urin. Salah
satu obat antihipertensi yang memiliki efek peningkatan kadar asam urat tersebut
adalah tiazid.8
2.1.4.3 Usia dan Jenis Kelamin
Hiperurisemia sering dijumpai pada lanjut usia (lansia) yaitu rata-rata
lebih dari 50 tahun. Akan tetapi tidak semua lansia dapat mengalami
hiperurisemia. Hal ini disebabkan karena pada sebagian lansia masih diproduksi
steroid seks dalam jumlah yang cukup. Steroid seks ini akan memproduksi
androgen, estrogen dan progesteron. Adanya hormon estrogen ini yang akan
membantu pengeluaran asam urat melalui urin.3
Penderita lansia yang mengalami hiperurisemia disebabkan penurunan
produksi beberapa enzim dan hormon di dalam tubuh yang berperan dalam proses
ekskresi asam urat. Wanita memiliki hormon estrogen. Produksi hormon ini akan
meningkat ketika pada usia pubertas, sehingga wanita sangat jarang mengalami
hiperurisemia. Hormon estrogen ini berfungsi untuk membantu ekskresi asam
urat. Pada wanita menopause, cenderung lebih sering mengalami hiperurisemia
yang disebabkan penurunan hormon estrogen tersebut.3

10
2.1.4.4 Hipertensi
Hipertensi akan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah
sehingga terjadi penurunan aliran darah glomerulus. Hal ini akan mengaktivasi
sistem renin-angiotensin yang menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium.
Pada prinsipnya air selalu mengikuti gerak dari natrium sehingga pada saat
terjadi reabsorpsi natrium maka air akan mengalami reabsorpsi pula. Pada saat
terjadi resistensi natrium dan air maka ekskresi asam urat dapat terhambat. Selain
menyebabkan penurunan aliran darah glomerulus, hipertensi juga berdampak
pada terjadinya kerusakan pembuluh darah. Kerusakan pembuluh darah
mengakibatkan iskemia pada jaringan yang akan meningkatkan produksi laktat
sehingga ekskresi asam urat berkurang dan mengakibatkan asam urat dalam darah
meningkat.9
2.1.4.5 Diabetes Melitus
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit menahun yang ditandai dengan
kadar glukosa darah melebihi normal (hiperglikemia) dan adanya gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh defisiensi
insulin secara relatif atau absolut. Hiperglikemia dapat menginduksi pembentukan
stres oksidatif yaitu dengan pembentukan reactive oxygen species (ROS) akibat
peningkatan respirasi pada mitokondria dan peningkatan aktivitas enzim xantin
oksidase sehingga dapat meningkatkan produksi asam urat.10
2.1.4.6 Gagal Ginjal
Pasien dengan gagal ginjal mengakibatkan tubuh gagal mengeluarkan
timbunan asam urat melalui urin. Semakin lama timbunan asam urat ini akan
menyebabkan hiperurisemia dan berbagai komplikasi antara lain batu urat dalam
ginjal. Kecenderungan penderita gagal ginjal akan mengalami hiperurisemia
sebesar 47-67 %.11
2.1.4.7 Obesitas
Pada obesitas, lemak banyak disimpan di jaringan adiposa dalam bentuk
trigliserida. Selain itu timbunan kolesterol pada obesitas juga banyak. Pada kadar

11
normal kolesterol merupakan salah satu bahan untuk membentuk hormon seks
steroid (estrogen, progesteron, androgen) akan tetapi jika produksinya berlebih
kolesterol tersebut akan menumpuk di endotel pembuluh darah dan terjadi plak
sehingga menghalangi darah maupun senyawa lain termasuk asam urat untuk
bersirkulasi.7
2.1.4.8 Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol berpengaruh pada kejadian hiperurisemia. Alkohol
memicu peningkatan produksi asam urat karena kandungan etanol dan purin yang
terdapat dalam alkohol. Selain itu produk sampingan dari alkohol adalah asam
laktat. Produk asam laktat ini juga akan menghambat pengeluaran asam urat
melalui urin sehingga terjadi hiperurisemia. Konsumsi alkohol juga dapat
menyebabkan perlemakan di dalam hati. Perlemakan hati akibat alkohol bersifat
reversible. Perlemakan hati terjadi pada individu yang mengonsumsi lebih dari 60
gram alkohol per hari. Mekanisme alkohol menginduksi perlemakan hati yaitu
terjadi peningkatan glycerol 3-phosphate yang menyebabkan peningkatan
esterifikasi asam lemak dan menyebabkan peningkatan lipolisis melalui stimulasi
langsung aksis adrenal-pituitary serta menyebabkan inhibisi oksidasi asam lemak
dan melepaskan VLDL ke dalam darah sehingga terjadi hiperlipidemia.
Terjadinya hiperlipidemia akan menyebabkan terbentuknya plak pada endotel
pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan hiperurisemia.12
2.2 Metabolisme Asam Urat
Asam urat merupakan hasil akhir metabolisme purin. Proses pembentukan asam urat
sebagian besar berasal dari metabolisme nukleotida purin endogen, guanylic acid (GMP),
inosinic acid (IMP), dan adenylic acid (AMP). Perubahan intermediet hypoxanthine dan
guanine menjadi xanthine dikatalisis oleh enzim xanthine oxidase dengan produk akhir
asam urat. Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan
(salvage pathway) yang dapat dilihat pada gambar 2.2.13
1. Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui prekursor
nonpurin. Substrat awalnya adalah ribosa-5-fosfat, yang diubah melalui serangkaian
zat antara menjadi nukleotida purin (asam inosinat, asam guanilat, asam adenilat).
Jalur ini dikendalikan oleh serangkaian mekanisme yang kompleks, dan terdapat

12
beberapa enzim yang mempercepat reaksi yaitu: 5-fosforibosilpirofosfat (FRPF)
sintetase dan amidofosforibosiltransferase (amido-FRT). Terdapat suatu mekanisme
inhibisi umpan balik oleh nukleotida purin yang terbentuk, yang fungsinya untuk
mencegah pembentukan yang berlebihan.13
2. Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nukleotida purin melalui basa purin
bebasnya, pemecahan asam nukleat, atau asupan makanan. Jalur ini tidak melalui
zat-zat perantara seperti pada jalur de novo. Basa purin bebas (adenin, guanin,
hipoxantin) berkondensasi dengan FRPF untuk membentuk prekursor nukleotida
purin dari asam urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua enzim yaitu hipoxantin guanin
fosforibosiltransferase (HGFRT) dan adenin fosforibosiltransferase (AFRT).13

Gambar 3 Metabolisme Asam Urat


Sumber : Rodwell13

2.3 Gout Arthritis


2.3.1 Gejala Klinis
2.3.1.1 Hiperurisemia Asimptomatik4
Hiperurisemia asimptomatik adalah keadaan hiperurisemia tanpa adanya
manifestasi klinik gout. Fase ini akan berakhir ketika muncul serangan akut gout
arthritis, atau urolithiasis dan biasanya setelah 20 tahun keadaan hiperurisemia
asimptomatik. Terdapat 10-40% pasien dengan gout mengalami sekali atau lebih
serangan kolik renal, sebelum adanya serangan arthritis. Sebuah serangan gout

13
terjadi ketika asam urat yang tidak dikeluarkan dari tubuh bentuk kristal dalam
cairan yang melumasi lapisan sendi, menyebabkan inflamasi dan pembengkakan
sendi yang menyakitkan. Jika gout tidak diobati, kristal tersebut dapat membentuk
tofi - benjolan di sendi dan jaringan sekitarnya.
2.3.1.2 Gout Arthritis Simptomatik4
2.3.1.2.1 Gout Arthritis Stadium Akut
Radang sendi timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa
ada gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan
tidak dapat berjalan. Biasanya bersifat monoartikuler dengan keluhan
utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik
berupa demam, menggigil dan merasa lelah. Lokasi yang paling sering
pada MTP-1 yang biasanya disebut podagra. Apabila proses penyakit
berlanjut, dapat terkena sendi lain yaitu pergelangan tangan/kaki, lutut,
dan siku. Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa trauma lokal,
diet tinggi purin, kelelahan fisik, stress, tindakan operasi, pemakaian obat
diuretik dan lain-lain.
2.3.1.2.2 Gout Arthritis Stadium Interkritikal
Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode
interkritik asimptomatik. Walaupun secara klinik tidak dapat ditemukan
tanda-tanda radang akut, namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat.
Hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan masih terus berlanjut,
walaupun tanpa keluhan. Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut
dimana terjadi periode interkritik asimptomatik. Walaupun secara klinik
tidak dapat ditemukan tanda-tanda radang akut, namun pada aspirasi sendi
ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan
masih terus berlanjut, walaupun tanpa keluhan.
2.3.1.2.3 Gout Arthritis Stadium Menahun ( Kronik Bertofus )
Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode
interkritik asimptomatik. Walaupun secara klinik tidak dapat ditemukan
tanda-tanda radang akut, namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat.
Hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan masih terus berlanjut,

14
walaupun tanpa keluhan. Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut
dimana terjadi periode interkritik asimptomatik. Walaupun secara klinik
tidak dapat ditemukan tanda-tanda radang akut, namun pada aspirasi sendi
ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan

masih terus berlanjut, walaupun tanpa keluhan.


2.3.2 Diagnosis
Tabel kriteria diagnostic gout berdasarkan kriteria American College of Rheumatology
(ACR) tahun 2015. Skor maksimal dari kriteria ini adalah 23 poin, jika seseorang
mendapatkan skor ± 8 maka seseorang tersebut masuk dalam kategori menderita gout.18
2.3.3 Penatalaksanaan
Secara umum, penanganan gout arthritis adalah memberikan edukasi, pengaturan
diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak terjadi
kerusakan sendi ataupun komplikasi lain. Pengobatan gout arthritis akut bertujuan

15
menghilangkan keluhan nyeri sendi dan peradangan dengan obat-obat, antara lain:
kolkisin, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), kortikosteroid atau hormon ACTH.
Obat penurun asam urat penurun asam urat seperti alupurinol atau obat urikosurik tidak
dapat diberikan pada stadium akut. Namun, pada pasien yang secara rutin telah
mengkonsumsi obat penurun asam urat, sebaiknya tetap diberikan. Pada stadium
interkritik dan menahun, tujuan pengobatan adalah menurunkan kadar asam urat, sampai
kadar normal, guna mencegah kekambuhan. Penurunan kadar asam urat dilakukan
dengan pemberian diet rendah purin dan pemakaian obat alupurinol bersama obat
urikosurik yang lain.

16
DAFTAR PUSTAKA
1. Wortmann RL. 2005. Gout and Other Disorders of Purine Metabolism. Dalam:
Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, editor. Harrison’s Principles of Internal
Medicine Edisi ke-16. New York: McGraw Hill.
2. Obermayr RP, Temml C, Gutjahr G, Knechtelsdorfer M, Oberbauer R, et al. 2008.
Elevated Uric Acid Increases the Risk for Kidney Disease. J Am Soc Nephro.
3. Becker MA, Jolly M. 2005. Clinical Gout and The Pathogenesis of Hyperuricemia.
Dalam: WJ K, editor. A Text Book of Rheumatology. Edisi ke-15. Baltimore: Lippincott
Williams and Wilkins.
4. Wortmann RL. 2009. Gout and hyperuricemia. Dalam: Firestein GS, Budd RC, Harris
ED, editor. Kelley’s Textbook of Rheumatology. Edisi ke-8. Philadelphia: Saunders.
5. Toha, 2001, Biokimia, Metabolisme Biomolekul, Bandung, Alfabeta.
6. Dincer HE, Levinson DJ. 2002. Asymptomatic Hyperuricemia: To Treat or Not To Treat.
Cleveland Clinic Journal of Medicine.
7. Roddy E. 2008, Hyperuricemia, Gout, and Lifestyle Factors. J Rheumatol.
8. Shinosaki T, Yonetani Y. 1991. Hyperuricemia Induced by the Uricosuric Drug
Probenecid in Rats Japan J Pharmacol.
9. Heinig M, Johnson RJ. 2006. Role of Uric Acid in Hypertension, Renal Disease, and
Metabolic Syndrome. Cleveland Clinic Journal of Medicine.
10. Ogbera AO, Azenabor AO. 2010. Hyperuricaemia and the metabolic syndrome in type 2
DM. Diabetol Metab Syndr.
11. Weiner DE, Tighiouart H, Elsayed EF. 2008. Uric Acid and Incident Kidney Disease in
the Community. J Am Soc Nephrol
12. Atkinson K, Karlson EW, Willett W. 2004. Alcohol intake and risk of incident gout in
men: a prospective study. Lancet.
13. Rodwell VW. 2009. Metabolism of purine and pyrimidine nucleotides. Dalam: Murray
RK, Bender DA, Botham KM, editor. Harper’s Illustrated Biochemistry. Edisi ke-6. New
York: McGraw Hill.
14. Zoccali C, Maio R, Mallamaci F. 2006. Uric Acid and Endothelial Dysfunction in
Essential Hypertension. J Am Soc Nephrol.

17
15. Watanabe S, Kang DH, Feng L. 2002. Uric Acid, Hominoid evolution, and the
Pathogenesis of salt sensitivity. Hypertension Res.
16. Ngo TC, Assimos DG. 2007. Uric Acid Nephrolithiasis: Recent Progress and Future
Directions. Rev Urol.
17. Gandasubrata R. 2004. Penuntun Laboratorium Klinik. Edisi ke-11. Jakarta: Dian Rakyat.
18. Neogi T, Jansen TLTA, Dalbeth N, Fransen J, Schumacher HR, Berendsen D, et al. 2015
Gout Classification Criteria: An American College of Rheumatology/European League
Against Rheumatism Collaborative Initiative. Arthritis & Rheumatology (Hoboken, Nj).
2015;67(10):2557-68

18

Anda mungkin juga menyukai