PENDAHULUAN
Perawatan paliatif adalah bentuk perawatan medis dan kenyamanan pasien yang
mengontrol intensitas penyakit atau memperlambat kemajuannya, apakah ada atau tidak ada
harapan untuk sembuh. Perawatan paliatif tidak bertujuan untuk menyediakan obat dan juga
dalam perawatan pasien yang terminal yang dapat dilakuakan secara sederhana sering kali
prioritas utama adalah kulitas hidup dan bukan kesembuhan dari penyakit pasien. Namun
saat ini, pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien dengan
penyakit yang sulit disembuhkan tersebut, terutama pada stadium lanjut dimana prioritas
pelayanan tidak hanya pada penyembuhan tetapi juga perawatan agar mencapai kualitas
hidup yang terbaik bagi pasien dan keluarganya. Pada stadium lanjut, pasien dengan
penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas,
penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan
spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien
pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/ pengobatan gejala fisik,, namun
juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang
dilakukandengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif. (Doyle &
Macdonald, 2003: 5)
care, maka masyarakat menganggap perawatan paliatif hanya untuk pasien dalam kondisi
1
terminal yang akan segera meninggal. Namun konsep baru perawatan paliatif menekankan
pentingnya integrasi perawatan paliatif lebih dini agar masalah fisik, psikososial dan spiritual
dapat diatasi dengan baik Perawatan paliatif adalah pelayanan kesehatan yang bersifat
holistik dan terintegrasi dengan melibatkan berbagai profesi dengan dasar falsafah bahwa
setiap pasien berhak mendapatkan perawatan terbaik sampai akhir hayatnya. (Doyle &
Macdonald, 2003: 5) Sedangkan saat ini hanya beberapa rumah sakit yang mampu
memberikan pelaya pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih terbatas di 6 (enam) ibu
kota propinsi yaitudimulai pada tanggal 19 Februari 1992 di RS Dr. Soetomo (Surabaya),
Keadaan sarana pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih belum merata sedangkan
pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu, komprehensif dan holistik,
maka diperlukan kebijakan perawatan paliatif di Indonesia yang memberikan arah bagi
tantangan yang kita hadapi pada di hari-hari kemudian nyata sangat besar. Meningkatnya
jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik pada dewasa dan anak
seperti penyakit kanker, penyakit degeneratif, penyakit paru obstruktif kronis, cystic
fibrosis,stroke, Parkinson, gagal jantung /heart failure, penyakit genetika dan penyakit
infeksi seperti HIV/ AIDS yang memerlukan perawatan paliatif, disamping kegiatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.Tujuan HIV/AIDS utama dari perawatan HIV
AIDS adalah membuat orang dengan HIV/AIDS dapat hidup lebih lama, hidup lebih sehat
2
dan tidak menularkan kepada orang lain yang sehat, maka saat itulah dibutuhkan dukungan
dari keluarga dan masyarakat sekitar serta management diri sendiri dari klien HIV/AIDS.
pentingnya spiritualitas pada penyakit kronis termasuk HIV/AIDS telah banyak dilakukan .
Nokes et al. ( 1995 dalam Tuck &Thinganjana, 2001)mengatakan bahwa 100% dari sampel
sebanyak 145 orang dengan penyakit HIV menyatakan nyaman dengan terafi komplementer
yang dilakukan yang didalamnya terdapat komponen rohani . Oleh karena itu perawat dapat
mengambil peran penting , perawat hadir mendampingi pasien selama klien mengalami
periode stress dan kacau,mendengarkan dan memberi opini kepada klien, dan pada akhirnya
memberi harapan baru pada klien HIV/AIDS untuk menjalani kehidupan ( Potter& Perry).
Oleh sebab itu, penulis membahas tentang ruang lingkup perawatan paliatif care
pasien dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut, atau penyakit yang termasuk dalam
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
memahami tentang Asuhan Keperawatan pada pasien Terminal Illness (Palliative Care)
HIV / AIDS.
2. Tujuan Khusus
(palliative care)
3
c. Mahasiswa mampu menetapkan tujuan dan kriteria hasil pasien terminal illness
(palliative care)
care)
care)
4
BAB II
PEMBAHASAN
pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang
dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan
penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial
keadaan pasien yang dipersepsikan terhadap keadaan pasien sesuai konteks budaya dan
sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan, dan niatnya.
Menurut komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu
gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi) :
1. Gejala mayor
e. Demam/HIV ensefalopati
2. Gejala minor
b. Dermatitis generalisata
5
c. Adanya herpeszoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidas orofaringeal
f. Limfadenopati generalisata
Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat dibagikan
mengikut fasenya.
1. Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu selepas
muncul bersama dengan ledakan plasma viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis
dan mialgia jarang terjadi jika seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba
daripada kontak seksual. Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat
respon sistem imun terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan
2. Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan
bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara langsung
berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA virus HIV
6
yang tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada pasien dengan tingkat
3. Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,
gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit
Dr.Elisabeth Kublerr-Ross telah mengidentifikasi lima tahap berduka yang dapat terjadi
a. Denial ( pengingkaran )
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia akan meninggal dan dia tidak dapat
b. Anger ( Marah )
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia akan meninggal.
c. Bergaining ( tawar-menawar )
Merupakan tahapan proses berduka dimana pasien mencoba menawar waktu untuk
hidup.
d. Depetion ( depresi )
Tahap dimana pasien datang dengan kesadaran penuh bahwa ia akan segera mati.ia
sangat sedih karna memikirkan bahwa ia tidak akan lama lagi bersama keluarga dan
teman-teman.
e. Acceptance ( penerimaan)
7
Merupakan tahap selama pasien memahami dan menerima kenyataan bahwa ia akan
terselesaikan.
1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan yang cepat
2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, baisanya terjadi pada kondisi
3. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya terjadi pada
4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien dengan sakit
2.5 Pengkajian
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya
untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir
dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai. Doka
(1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam hidup kedalam empat
fase, yaitu :
1. Fase prediagnostik : terjadi ketika diketahui ada gejala atau factor resiko penyakit
2. Fase akut : berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada serangkaian
8
3. Fase kronis : klien bertempur dengan penyakit dan pengobatnnya, Pasti terjadi. Klien
dalam kondisi terminal akan mengalami masalah baik fisik, psikologis maupun
social-spiritual.
2.6 Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain :
kurang diet serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia
fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (mis Ca Colon),
retensi urin, inkopntinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi
penyakit misalnya : Trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake
3. Problem Nutrisi dan Cairan : Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic
menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah
kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan
cairan menurun.
5. Problem Sensori : Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati
menurun.
9
4. Problem nyeri : Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra
vena, klien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan
kenyamanan.
5. Problem Kulit dan Mobilitas : Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah
pada kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
6. Masalah Psikologis : Klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak
respon emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem
psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang
control diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan
kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian
dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan
sepanjang hidup.
1. Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai
masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada
mobilisasi, nyeri.
10
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien
Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal
2. Faktor Psikologis
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat harus
peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa
mengenali ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem
psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan,
kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus mengenali tahap-tahap menjelang
3. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal, karena
pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin
keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali
tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan social bisa
11
4. Faktor Spiritual
mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin berontak akan keadaannya. Perawat
juga harus mengetahui disaat-saat seperti ini apakah pasien mengharapkan kehadiran
Konsep dan prinsip etika, norma, budaya dalam pengkajian Pasien Terminal
Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural atau budaya yang
menjelang ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal
berdasarkan etika, norma, dan budaya, sehingga reaksi menghakimi harus dihindari.
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi dukungan. Perawat
harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian,
CD4 (bila tersedia) dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya. Hal
terapi antiretroviral atau belum. Berikut ini adalah rekomendasi cara memulai
12
a. Tidak tersedia pemeriksaan CD4
Dalam hal tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka penentuan mulai terapi ARV adalah
Rekomendasi :
1. Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4 <350 sel/mm3 tanpa
2. Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu hamil dan
3. Memulai Terapi ARV pada Keadaan Infeksi Oportunistik (IO) yang Aktif
Infeksi oportunistik dan penyakit terkait HIV lainnya yang perlu pengobatan
atau diredakan sebelum terapi ARV dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
13
Tabel 7.Tatalaksana IO sebelum memulai terapi ARV
Progresif Multifocal
Kriptosporidiosis
• Efektivitas
• Interaksi obat
• Kepatuhan
• Harga obat
14
d. Prinsip dalam pemberian ARV adalah
3. Paduan obat ARV harus menggunakan 3 jenis obat yang terserap dan berada dalam
4. Membantu pasien agar patuh minum obat antara lain dengan mendekatkan akses
pelayanan ARV .
2.9 Kepatuhan
Kepatuhan atau adherence pada terapi adalah sesuatu keadaan dimana pasien mematuhi
pengobatannya atas dasar kesadaran sendiri, bukan hanya karena mematuhi perintah dokter. Hal
ini penting karena diharapkan akan lebih meningkatkan tingkat kepatuhan minum obat.
Adherence atau kepatuhan harus selalu dipantau dan dievaluasi secara teratur pada setiap
mengkonsumsi ARV. Untuk mencapai supresi virologis yang baik diperlukan tingkat kepatuhan
terapi ARV yang sangat tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa untuk mencapai tingkat supresi
virus yang optimal, setidaknya 95% dari semua dosis tidak boleh terlupakan. Resiko kegagalan
terapi timbul jika pasien sering lupa minum obat. Kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan
dengan pasien serta komunikasi dan suasana pengobatan yang konstruktif akan membantu pasien
15
2.10 Faktor-faktor yang mempengaruhi atau faktor prediksi kepatuhan:
kesehatan yang mahal, tidak jelas dan birokratik adalah penghambat yang berperan
sangat signifikan terhadap kepatuhan, karena hal tersebut menyebabkan pasien tidak
dapat mengakses layanan kesehatan dengan mudah. Termasuk diantaranya ruangan yang
nyaman, jaminan kerahasiaan dan penjadwalan yang baik, petugas yang ramah dan
membantu pasien.
etnis, penghasilan, pendidikan, buta/melek huruf, asuransi kesehatan, dan asal kelompok
dalam masyarakat misal waria atau pekerja seks komersial) dan faktor psikososial
(kesehatan jiwa, penggunaan napza, lingkungan dan dukungan sosial, pengetahuan dan
3. Paduan terapi ARV. Meliputi jenis obat yang digunakan dalam paduan, bentuk
paduan (FDC atau bukan FDC), jumlah pil yang harus diminum, kompleksnya paduan
(frekuensi minum dan pengaruh dengan makanan), karakteristik obat dan efek samping
terdiagnosis HIV, jenis infeksi oportunistik penyerta, dan gejala yang berhubungan
dengan HIV. Adanya infeksi oportunistik atau penyakit lain menyebabkan penambahan
16
Hubungan pasien-tenaga kesehatan. Karakteristik hubungan pasien-tenaga kesehatan yang
dapat mempengaruhi kepatuhan meliputi: kepuasan dan kepercayaan pasien terhadap tenaga
kesehatan dan staf klinik, pandangan pasien terhadap kompetensi tenaga kesehatan, komunikasi
yang melibatkan pasien dalam proses penentuan keputusan, nada afeksi dari hubungan tersebut
(hangat, terbuka, kooperatif, dll) dan kesesuaian kemampuan dan kapasitas tempat layanan
dengan kebutuhan pasien Sebelum memulai terapi, pasien harus memahami program terapi ARV
beserta konsekuensinya. Proses pemberian informasi, konseling dan dukungan kepatuhan harus
2.11 Tiga langkah yang harus dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan antara lain:
Klien diberi informasi dasar tentang pengobatan ARV, rencana terapi, kemungkinan
timbulnya efek samping dan konsekuensi ketidakpatuhan. Perlu diberikan informasi yang
kepatuhan berobat.
Sebagian klien sudah jenuh dengan beban keluarga atau rumah tangga, pekerjaan dan tidak dapat
menjamin kepatuhan berobat.Sebagian klien tidak siap untuk membuka status nya kepada orang
lain. Hal ini sering mengganggu kepatuhan minum ARV, sehingga sering menjadi hambatan
dalam menjaga kepatuhan. Ketidak siapan pasien bukan merupakan dasar untuk tidak
memberikan ARV, untuk itu klien perlu didukung agar mampu menghadapi kenyataan dan
17
Langkah 3:Mencari penyelesaian masalah praktis dan membuat rencana terapi.
Setelah memahami keadaan dan masalah klien, perlu dilanjutkan dengan diskusi untuk
mencari penyelesaian masalah tersebut secara bersama dan membuat perencanaan praktis.
Harus direncanakan mekanisme untuk mengingatkan klien berkunjung dan mengambil obat
secara teratur sesuai dengan kondisi pasien.Perlu dibangun hubungan yang saling percaya
antara klien dan petugas kesehatan. Perjanjian berkala dan kunjungan ulang menjadi kunci
kesinambungan perawatan dan pengobatan pasien. Sikap petugas yang mendukung dan
peduli, tidak mengadili dan menyalahkan pasien, akan mendorong klien untuk bersikap jujur
Menelaah kesiapan pasien untuk terapi ARV. Mempersiapan pasien untuk memulai terapi
Mengutamakan manfaat minum obat daripada membuat pasien takut minum obat dengan
18
Jelaskan bahwa waktu makan obat adalah sangat penting, yaitu kalau dikatakan dua kali
Membantu pasien mengenai cara minum obat dengan menyesuaikan kondisi pasien baik
kultur, ekonomi, kebiasaan hidup (contohnya jika perlu disertai dengan banyak minum
Membantu pasien mengerti efek samping dari setiap obat tanpa membuat pasien takut
Tekankan bahwa meskipun sudah menjalani terapi ARV harus tetap menggunakan
kondom ketika melakukan aktifitas seksual atau menggunakan alat suntik steril bagi para
pasien.
Sampaikan bahwa obat tradisional (herbal) dapat berinteraksi dengan obat ARV yang
diminumnya. Pasien perlu diingatkan untuk komunikasi dengan dokter untuk diskusi
dengan dokter tentang obat-obat yang boleh terus dikonsumsi dan tidak.
Menanyakan cara yang terbaik untuk menghubungi pasien agar dapat memenuhi
janji/jadwal berkunjung.
Mengevaluasi sistem internal rumah sakit dan etika petugas dan aspek lain diluar pasien
sebagai bagian dari prosedur tetap untuk evaluasi ketidak patuhan pasien.
19
2.13 Unsur Konseling untuk Kepatuhan Berobat
Memberikan informasi yang benar dan mengutamakan manfaat postif dari ARV
Mengembangkan rencana terapi secara individual yang sesuai dengan gaya hidup sehari-
hari pasien dan temukan cara yang dapat digunakan sebagai pengingat minum obat
Paduan obat ARV harus disederhanakan untuk mengurangi jumlah pil yang harus
diminum dan frekuensinya (dosis sekali sehari atau dua kali sehari), dan meminimalkan
Penyelesaian masalah kepatuhan yang tidak optimum adalah tergantung dari faktor
penyebabnya.
satunya adalah Henderson mengatakan fungsi khas perawat yaitu melayani individu baik sakit
maupun sehat dengan berbagai aktifitas yang memberikan sumbangan terhadap kesehatan dan
upaya penyembuhan (maupun upaya mengantar kematian yang tenang) sehingga klien dapat
dimilikinya. Jadi, tugas utama perawat yaitu membantu klien menjadi lebih mandiri secepatnya.
Henderson memandang manusia secara holistik atau keseluruhan. Terdiri dari unsur fisik,
biologi, sosiologi dan spiritual. Neuman memandang manusia secara keseluruhan (holistik),
yaitu terdiri dari faktor fisiologis, psikologis, sosial budaya, faktor perkembangan, dan faktor
spiritual yang berhubungan secara dinamis dan tidak dapat dipisah-pisahkan, yaitu:
20
1. Faktor fisiologis meliputi struktur dan fungsi tubuh,
3. Faktor sosial budaya meliputi fungsi sistem yang menghubungkan sosial dan ekspektasi kultural
dan aktivasi,
(Tomey & Alligood, 2006) Taylor, Lilis & Lemone (1997) mengatakan spiritualitas adalah segala
sesuatu yang menyinggung tentang hubungan manusia dengan sumber kekuatan hidup atau Yang
maha memiliki kekuatan; Spiritualitas adalah proses menjadi tahu, cinta dan melayani Tuhan;
spiritualitas adalah suatu proses yang melewati batas tubuh atau fisik dan pengalaman energy
Craven & Hirnle (2007) mengatakan spiritualitas adalah kualitas atau kehadiran dari proses
meresapi atau memaknai, integritas dan proses yang melebihi kebutuhan biopsikososial. Inti
spiritual menurut Murray & Zentner (1993 dalam Craven & Hirnle, 2007) adalah kualitas dari
suatu proses menjadi lebih religius, berusaha mendapatkan inspirasi, penghormatan, perasaan
kagum, memberi makna dan tujuan yang dilakukan oleh individu yang percaya maupun tidak
percaya kepada Tuhan. Proses ini didasarkan pada usaha untuk harmonisasi atau penyelarasan
dengan alam semesta, berusaha keras untuk menjawab tentang kekuatan yang terbatas, menjadi
lebih fokus ketika individu menghadapi stress emosional, sakit fisik atau menghadapi kematian.
Karakteristik mayor dari spiritualitas menurut Craven & Hirnle (2007) adalah perasaan yang
menyeluruh dan harmonisasi dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan Tuhan yang
lebih besar yang dipengaruhi oleh status perkembangan, identitas yang kuat, dan harapan.
21
2.13 DiagnosaKeperawatan
1. Biologi :
2. Psikologi :
3. Social :
- isolasi soaial b.d stigma, ketakutan orang lain terhadap penyebaran infeksi
mengaktualisasi diri
4. Spiritual :
keperawatan
2. Adherence (pengaturansuhu)
22
4. Risk control 2 jam
monitor suhu
secara continue
KriteriaHasil :
1.3 Monitor TD, nadi,
- Keseimbanganantarapr
RR
oduksipanas, panas
1.4 Monitor warna dan
yang diterima, dan
suhu kulit
kehilangan panas.
1.5 Monitor tanda-
- Seimbang antara
tanda hipotermi
produksi panas, panas
dan hipertermi
yang diterima, dan
1.6 Tingkatkan intake
kehilangan panas
cairan dan nutrisi
selama 28 hari
1.7 Selimuti pasien
pertama kehidupan.
untuk mencegah
- Keseimbangan asam
hilangnya
basa bayi baru lahir
kehangatan tubuh
- Temperature stabil :
1.8 Ajarkan pada
36,5-37 C
pasien cara
- Tidak ada kejang
mencegah
- Tidak ada perubahan
keletihan akibat
warna kulit
panas
- Glukosa darah stabil
1.9 Diskusikan tentang
- Pengendalian risiko :
23
hipertermia pentingnya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan
penanganan yang
diperlukan
24
asupan oral hasil: dimakan mengandung
pengecapan dan
menelan
- Tidak terjadi
yang berarti
25
gangguan hasil: latihan diwaktu luang.
- Keseimbangan merencanakan
tepat.
26
- Mengidentifikasi, dirasakan
mengurangi
kecemasan
Hasil : situasi
27
respon adaptif klien kekuatan dirinya
- Menunjukkan melalui
sendiri
sumber-sumber lain (
perawat specialis
keagamaan )
counseling
pertolongan interaktif
28
kebutuhan, masalah
untuk meningkatkan
atau mendukung
koping pemecahan
masalah
29
dukungan aktivitas yang 6.5 Berikan umpan balik
30
7. Tidak ada - Tingkat persepsi keterampilan social
n dan perkembangan.
n perilaku organisasi.
dapat peningkatan
31
kultural - Menungkapkan
komunkati,
menarik
diri
Subjektif :
1. Minat yang
tidak sesuai
dengan
perkemban
gan
2. Mengalami
perasaan
berbeda
dari orang
lain
3. Tidak
percaya
diri saat
berhadapan
dengan
32
public
4. Mengungk
apkan
perasaan
kesendirian
yang
didorong
oleh orang
lain.
5. Mengungk
apkan
perasaan
penolakan.
6. Mengungk
apkan nilai
yang tidak
dapat
diterima
kelompok
cultural
dominan.
Factor yang
33
berhubungan :
1. Perubahan
status
mental
2. Gangguan
penampilan
fisik
- - keluarga bisa
menerima keadaan
klien
34
b.d penyakit tindakan keperawatan 3 x percaya dengan
mengungkapkan yakini
35
kegiatan keagamaan
mengevaluasi
perasaan setelah
melakukan kegiatan
spiritual lainnya.
Menetapkan kemajuan yang telah dialami oleh klien dengan melakukan identifikasi terhadap
kriteria hasil yang telah ditentukan dan respon klien dan keefektifan dari intervensi keperwatan
yang telah direncanakan untuk klien serta melakukan modifikasi pada beberapa intervensi
keperawatan yang telah dilakukan tergantung pada kemajuan yang dapat dicapai oleh klien
HIV/AIDS
36
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perubahan spiritual yang dibutuhkan oleh klien setelah di diagnosis HIV/Aids Nilai-nilai
spiritual dan tujuan hidup klien pasca diagnosis HIV/Aids adalah menghargai hidup pasca
diagnosis HIV dengan lebih menghargai makna hidup sebenarnya, menikmati hidup dan pasrah
menerima keadaan. Dukungan yang kuat dari keluarga dalam hal ini pasangan hidup, teman
dekat membantu klien HIV/Aids melewati masa-masa sulit pasca diagnosis HIV sangat
penting. Harapan terhadap kehidupan yang lebih baik dihari depan setelah keluar dari rumah
sakit adalah mencari pekerjaan dan memulai hidup yang baru, masih ingin terus berkarya,
memanfaatkan kesempatan hidup yang telah diberikan Tuhan, memperbaiki diri kembali pada
4.2 Saran
Penderita HIV AIDS memerlukan dukungan dukungan dari keluarga mauapun orang
orang terdekat, Nilai-nilai spiritual dan tujuan hidup klien pasca diagnosis HIV/Aids adalah
menghargai hidup pasca diagnosis HIV dengan lebih menghargai makna hidup sebenarnya,
menikmati hidup dan pasrah menerima keadaan. Dukungan yang kuat dari keluarga dalam hal ini
pasangan hidup, teman dekat membantu klien HIV/Aids adalah sangat penting dan hindari
pengucilan pada paien HIV AIDS karena justru akan memperburuk dari segi kesehatan maupun
mentalnya dan perlunya untuk membimbing maupun menuntun pasien HIV AIDS untuk dekat
37
LAMPIRAN
Disalah satu rumah sakit di Kota Sumedang , terdapat pasien yang menderita penyakit
HIV/AIDS. Pasien bernama Intan yang berusia 20 tahun pada awalnya dibawa ke Rumah Sakit
dengan keluhan BAB lebih dari 3x dalam sehari dan tubuhnya mengeluarkan keringat yang
berlebih. Pasien mendapatkan perawatan dan meminum obat secara rutin. Akan tetapi, setelah
mendapatkan perwatan yang intensif selama seminggu , kondisi pasien bukannya membaik akan
tetapi sebaliknya, kondisi pasien justru kian hari kian memburuk. Pasien mengalami peningkatan
suhu tubuh serta mengalami penurunan berat badan yang sangat drastis. Dokter dan Perawat pun
melakukan pemeriksaan kembali berupa tes darah. Ternyata dari hasil pemeriksaan, pasien
positif terkena HIV/AIDS. Dokter pun memberitahukan hal tersebut kepada keluarga pasien.
Perawat : “Assalamualikum, apakah benar ini dengan keluarga dari pasien yang bernama
Intan?”
Perawat : “Baik, mari ikut dengan saya” dokter ingin bicara dengan ibu terkait dengan
38
Perawat : “Silahkan duduk bu” (sambil menunjuk kearah kursi)
pemeriksaan)
Dokter : “Iya bu, HIV/AIDS termasuk salah satu pentakit yang sangat berbahaya.
HIV/AIDS adalah penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh, sehingga pasien sangat
rentang untuk terkena penyakit. Pada saat anak ibu batuk-batuk yang tak kunjung henti, itu
merupakan salah satu tanda bahwa sistem kekebalan tubuhnya sudah terserang oleh virus.
HIV/AIDS juga termasuk salah satu penyakit yang menular. Oleh sebab itu anak ibu akan kami
pindahkan ke ruangan isolasi, guna mencegah terjadinya penularan pada pasien lainnya”
Keluarga : “Bagaimana dengan pengobatannya dok , bisa sembuh kan?” (sambil menangis
Dokter : “Untuk sembuh, kemungkinannya memang kecil, akan tetapi kita dapat menekan
pergerakan dari virus tersebut, agar virus tidak menimbulkan kerusakan yang
semakin parah”
Keluarga : “Tapi.. apa penyebabnya apa dok ? (dengan wajah yang cemas)
Dokter : “Biasanya virus ini bisa ditularkan dari penggunaan jarum suntik, pergaulan
bebas, atau dari ibu yang terinfeksi HIV/AIDS yang kemudian menyusui
39
anaknya. Nah bagaimana dengan pola pergaulan dan lingkungan anak ibu
sendiri?”
Keluarga : “Setau saya anak saya sering keluar malam, dan saya tidak dapat memantau
Dokter : “ohh... kalau begitu sebaiknya kita fokus saja ke pengobatan yang akan
Ibu pasien pun kembali menuju ke ruangan dimana anaknya dirawat, dan ia memberitahukan hal
Keluarga : “Assalamualaikum” (dengan raut wajah yang lemas dan mata yang sembab)
Keluarga : “Nak, ada yang ingin mamah sampaikan, kamu harus kuat ya nak...”
Keluarga : “Tadi setelah mamah dipanggil sama perawat terkait dengan kondisi kamu saat
ini. (menghela nafas). Kamu harus rajin minum obat ya nak, biar kamu cepet sembuh”
Setelah beberapa hari mendapatkan perawatan, kondisi pasien tak kunjung membaik.
40
Pasien : “Mah aku tuh kenapa sih? Kok semakin hari aku merasa kalau kondisi aku
Keluarga : “Kamu yang sabar nak, mamah juga mengusahakan yang terbaik buat
kesembuhan kamu”
Semenjak pasien mengetahui penyakit yang dideritanya, pasien sangat terpukul. Pasien tidak
mau makan, tidak mau bertemu dengan siapa pun, dan kondisinya semakin memburuk.
Beberapa hari kemudian , perawat dan rohaniawan mengadakan doa bersama sebelum memulai
aktivitas. Perawat dan rohaniawan mendatangi pasiennya satu persatu untuk memimpin doa
Salah satu perawat dan rohaniawan pun datang ke ruangan dimana Intan dirawat.
Perawat : “Assalamualaikum”
Perawat : “,ibu, perkenalkan saya perawat yang shift pagi nama saya Eli, dan ini ibu Sri,
kami akan memimpin doa bersama untuk kesembuhan intan, bagaimana ibu
setuju?”.
Rohaniawan : “Sekarang kita berdoa terlebih dahulu ya, untuk kesembuhan pasien, mari kita
41
Ya Allah, Rabb manusia, hilangkanlah kesusahan dan berilah dia kesembuhan,
Perawat : “Assalamualaikum”
Perawat :” Intan masih kenal dengan saya ? nama saya Eli , saya sekarang akan
membantu intan minum obat karena’ Sekarang sudah waktunya makan dan
Pasien : “Untuk apa makan dan minum obat, penyakit saya juga kan ga sembuh-
Perawat : “Intan kamu ga boleh kaya gitu, kamu harus yakin kalau kamu akan sembuh.
Kamu harus percaya bahwa ada kekuatan yang lebih besar, yaitu Allah SWT.
Allah akan memberikan yang terbaik bagi umatnya yang berikhtiar dan sabar”
Pasien : “Engga, saya mending mati aja. Dari pada hidup, tapi saya hanya menyusahkan
Perawat : “Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, kamu harus percaya akan hal itu.
Kamu juga harus ingat bahwa orang di sekitar kamu itu sayang samu kamu,
42
kesembuhan kamu, sekarang tinggal kamu yang harus berjuang untuk
yang sayang sama kamu” dan untuk ibu atau keluarga yang lain mohon untuk
Pasien : (terdiam)
Pasien : “Saya merasa malu dengan masa lalu saya sus, jikalau saya hidup pun, saya
hanya akan membawa rasa malu yang akan di tanggung oleh keluarga saya”
Perawat : “Tidak ada orang tua yang akan membenci anaknya sendiri, jika kamu hidup
Keluarga : “ betul intan mamah sayang kamu, mamah ingin kamu cepat sembuh “.
Dzuhur, Intan bisa sekalian berdoa kepada Allah SWT agar diberikan
Perawat : “Baiklah saya akan menuntun Intan untuk melakukan sholat Dzuhur ya.
43
Pasien : “Iya sus”
Perawat : “Baiklah, sekarang kita lakukan tayamum dulu ya. Caranya intan pukulkan
kedua telapak tangan ke tembok, lalu tiup, kemudian usapkan pada telapak
tangan kanan dan kiri, lalu sebaliknya. Kemudian usapkan ke wajah dengan
kedua telapak tangan. Dilakukan sekali usap saja ya. (sambil mempraktekan)
Perawat : “Nah tayamumnya sudah selesai, sekarang Intan sholatya, niatkan didalam hati
Intan dan mintalah kesembuhan kepada Allah, karena hanya Allah lah yang
Perawat : “nah makan dan obatnya saya simpan disini, nanti jika Intan sudah selasai
sholatnya, Intan makan dan jangan lupa obatnya juga diminum ya. Kalau
Perawat : “Assalamualaikum”
Pasien : “Waalikumsalam”
Setelah berbincang dengan perawat cukup lama dan sering , pasien sudah mulai menerima
penyakit yang di deritanya. Sekarang pasien juga menjadi rajin sholat, mau makan dan
Sekian
44
DAFTAR PUSTAKA
AIDS” AIDS; Petunjuk Untuk Petugas Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
1989.
3. Soemarsono “Patogenesis, Gejala klinis dan Pengobatan Infeksi HIV” AIDS; Petunjuk
Jakarta 1989.
45
46
47