Anda di halaman 1dari 10

6Insects are extremely successful animals and they affect many aspects of our lives, despite their small

size. All kinds of natural and modified, terrestrial and aquatic, ecosystems support communities of
insects that present a bewildering variety of life-styles, forms and functions. Entomology covers not only
the classification, evolutionary relationships and natural history of insects, but also how they interact
with each other and the environment. The effects of insects on us, our crops and domestic stock, and
how insect activities (both deleterious and beneficial) might be modified or controlled, are amongst the
concerns of entomologists. The recent high profile of biodiversity as a scientific issue is leading to
increasing interest in insects because of their astonishingly high diversity. Some calculations suggest that
the species richness of insects is so great that, to a near approximation, all organisms can be considered
to be insects. Students of biodiversity need to be versed in entomology.

This book is not an identification guide, but addresses entomological issues of a more general nature.
We commence with the significance of insects, their internal and external structure, and how they sense
their environment, followed by their modes of reproduction and development. Succeeding chapters are
based on major themes in insect biology, namely the ecology of ground-dwelling, aquatic and plant
feeding insects, and the behaviours of sociality, predation and parasitism, and defence. Finally, aspects
of medical and veterinary entomology and the management of insect pests are considered. Those to
whom this book is addressed, namely students contemplating entomology as a career, or studying
insects as a subsidiary to specialized disciplines such as agricultural science, forestry, medicine or
veterinary science, ought to know something about insect systematics this is the framework for
scientific observations. However, we depart from the traditional order-by-order systematic arrangement
seen in many entomological textbooks. The systematics of each insect order are presented in a separate
section following the ecological–behavioural chapter appropriate to the predominant biology of the
order. We have attempted to keep a phylogenetic perspective throughout, and one complete chapter is
devoted to insect phylogeny, including examination of the evolution of several key features.
Gullan Cranston (2010) The Outline of Entomology 4th Edition

1.1. Definisi Entomology


Entomologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang serangga. Ahli entomologi (Entomologist)
merupakan orang yang mempelajari serangga, mengamati, mengumpulkan, mempersenjatai diri
dan melakukan eksperimen dengan serangga. Studi yang dilakukan oleh entomologist melingkupi
berbagai disiplin ilmu biology mencakup evolusi, ekologi, perilaku, anatomi, fisiologi, biokimia, dan
genetika. Ciri-ciri atau keistimewaan yang mempersatukan berbagai disiplin ilmu biologi tersebut
yaitu mempelajari organisme berupa serangga.

Ahli biologi mempunyai beberapa pertimbangan atau alasan terkait melakukan penelitian terhadap
serangga, antara lain: kemudahan dalam pemeliharaan di laboratorium, pergantian populasi yang
sangat cepat, dan ketersediaan banyak individunya. Selain itu, faktor lain yang menjadi
pertimbangan yaitu terkait komisi etik yang mudah terkait tanggung jawab eksperimen penggunaan
serangga dibandingkan dengan vertebrata.

Studi entomologi modern dimulai pada awal abad ke 18 ketika penemuan kembali literature klasik,
penyebaran rasionalisme, dan ketersediaan ground-glass optics yang membuat studi tentang
serangga dapat diterima. Walaupun orang-orang yang bekerja dalam hal serangga merupakan
orang-orang profesional, banyak aspek dari studi tentang serangga tetap pantas bagi para hobbyist.
Antusiasme awal Charles Darwin terkait sejarah alam yaitu dengan menjadi kolektor kumbang.
Seluruh hidupnya kemudian dia lanjutkan untuk mempelajari evolusi serangga dan berkomunikasi
dengan entomologist amatir di seluruh dunia. Pemahaman kita saat ini terkait keragaman serangga
banyak berasal dari studi yang dilakukan oleh non-profesional. Kontribusi tersebut berasal dari
kolektor serangga yang menarik perhatian seperti kupu-kupu dan kumbang, tetapi lainnya dengan
kesabaran dan kepintaran dilanjutkan oleh Jean Henri Fabre dalam observasi aktivitas serangga
dalam jarak dekat. Kita dapat menemukan banyak minat saintifik dengan biaya yang sedikit terkait
sejarah alam bahkan terkait serangga. Beragam ukuran, struktur, dan warna serangga sangat
menarik baik itu yang tergambarkan dalam gambar, foto maupun film.

Mispersepsi yang banyak ditemukan yaitu entomologist profesional menekankan pada pembunuhan
atau pengendalian serangga, tetapi faktanya, entomologi meliputi banyak aspek positif dari
serangga karena manfaat mereka melampaui aspek merusaknya.

1.2. The Important of Insect


Terdapat berbagai macam alasan mengapa kita harus mempelajari serangga. Ruang lingkup ekologi
serangga sangat bervariasi. Serangga dapat mendominasi rantai makanan dan jaring-jaring makanan
baik dalam volume maupun jumlah. Spesialisasi cara makan dari kelompok serangga yang berbeda
mencakup mencerna detritus, material yang membusuk, kayu yang hidup maupun kayu mati, dan
jamur (Ch 9), aquatic filter feeding and grazing (Ch 10), herbivora (fitofagus), mencakup pemakan
getah tumbuhan (Ch 11), serta predasi dan parasitisme (Ch 13). Serangga dapat hidup di air, daratan,
atau tanah selama atau dibagian hidup mereka. gaya hidup serangga dapat soliter, gregarious,
subsosial, atau sangat sosial (Ch 12). Serangga dapat sangat mencolok, menyerupai benda lain atau
tersembunyi (Ch 14), dan dapat aktif pada malam hari atau siang hari. Siklus hidup serangga (Ch6)
memungkinkan pertahanan hidup dibawah kondisi yang sangat bervrariasi seperti panas dan dingin
yang sangat ekstrim, lembab dan kering serta iklim yang tidak dapat diprediksi.

Serangga merupakan komponen esensial pada fungsi ekosistem berikut ini:


 Daur ulang nutrien; melalui penyampah daun dan degradasi kayu, penyebaran jamur,
pembuangan kotoran dan daging bangkai dan pergantian tanah
 Perkembangbiakan tanaman, termasuk polinasi dan penyebaran biji
 Pertahanan komposisi dan struktur komunitas tanaman, melalui fitofagus, termasuk
pemakan biji
 Makanan untuk vertebrata insektivora seperti kebanyakan kelompok burung, mamalia, dan
ikan

Setiap spesies serangga merupakan bagian dari perkumpulan yang lebih besar dan hilangnya
serangga mempengaruhi kompleksitas dan kelimpahan organisme lainnya. Beberapa serangga dianggap
sebagai spesies kunci karena hilangnya spesies tersebut dalam fungsi ekologi dapat menghancurkan
ekosistem yang lebih besar. Contohnya rayap yang dapat mengubah selulosa di tanah tropis, membuat
mereka menjadi spesies kunci dalam membentuk struktur tanah tropis. Pada ekosistem air, hal yang
sama juga diberikan oleh sekumpulan larva serangga yang memecah dan melepaskan nutrien dari kayu
dan daun yang berasal dar lingkungan darat di sekitarnya.
Serangga seringkali dihubungkan dengan pertahanan tubuh manusia, yang mana serangga
tertentu merusak kesehatan dan hewan peliharaan kita dan beberapa lainnya memberi pengaruh yang
kurang baik pada pertanian dan holtikultura. Serangga tertentu memberikan manfaat yang sangat besar
bagi manusia, baik itu menyediakan makanan secara langsung atau dengan memberikan kontribusi
untuk makanan atau bahan-bahan yang manusia butuhkan. Contohnya lebah madu menyediakan madu
tetapi lebah juga merupakan pollinator tanaman agriculture yang berharga yang nilainya kira-kira 15
miliar dollar US per tahun di USA. Perkiraan nilai dari pollinator yang bukan lebah madu di USA dapat
mencapai 5-6 miliar dolar per tahun. total nilai ekonomis dari pollinator untuk 100 tanaman yang
digunakan langsung untuk manusia secara global dapat mencapai lebih dari 200 miliar dolar per tahun
(berdasarkan data produksi dan konsumsi tahun 2005). Lebih lanjut, jasa berharga itu, baik diberikan
oleh kumbang dan binatang-binatang kecil predator atau lebah parasite yang mengontrol hama, sering
tidak disadari khususnya oleh penduduk padahal jasa ekosistem terebut bernilai milian dolar per
tahunnya.
Serangga mengandung banyak susunan senyawa kimia yang dapat diambil, di
ekstrak atau disintesis untuk kepetingan manusia. kitin, sebagai komponen kutikula serangga
dan turunannya dapat bekerja sebagai antikoagulan, yang meningkatkan penyembuhan luka
dan luka bakar, mengurangi serum kolesterol, berperan sebagai pembawa obat yang non alergik,
menghasilkan plastik yang dapat terdegradasai, dan meningkatkan penghilangan polutan dari air
yang tercemar. Sutra dari kepompong ulat sutera ngengat, Bombyx mori dan spesies terkait
lainnya, telah digunakan sebagai bahan kain berabad-abad lamanya, dan dua spesies endemik
Afrika Selatan mungkin dapat meningkatkan nilai lokalnya. Pewarna celup merah dapat dipole
secara komersial dari sisik serangga Dactylopius coccus yang dikembangbiakkan pada kaktus
Opuntia. Serangga bersisik lainnya, serangga lak Kerria lacca, merupakan sumber pernis
komersial yang disebut shellac. Berdasarkan cakupan bahan kimia yang dihasilkan serangga, dan
menerima ketidaktahuan kita terhadap kebanyakan serangga, tinggi kemungkinan penemuan
zat kimia baru lainnya.
Serangga memberikan lebih dari sekedar manfaat ekonomis maupun lingkungan;
karakteristik dari serangga tertentu membuat mereka berguna untuk dijadikan model dalam
memahami proses umum dalam biologi. contohnya, rentang hidup keturunan yang singkat,
tingkat kesuburan (fekunditas) yang tinggi, dan kemudahan dalam merawat,
mengembangbiakkan dan memanipulasi, lalat buah/cuka, Drosophila melanogaster, membuat
lalat tersebut dijadikan organisme bahan penelitian. Studi terkait D. melanogaster telah
memberikan kita pondasi dalam memahami genetika dan sitology, dan lalat tersebut terus
memberikan material experiment untuk kemajuan biologi molecule, embriologi, dan
perkembangan. Diluar laboratorium genetik, studi terkait serangga sosial, khususnya
hymenoptera seperti semut dan lebah, telah memungkinkan kita untuk memahami evolusi dan
pemeliharaan perilaku sosial seperti altruisme. Bidang sosiobiologi memperlihatkan
keberadannya pada studi entomologis terkait serangga sosial. Beberapa ide teoritis dalam
ekologi diturunkan dari studi tentang serangga. Contohnya, kemmapuan kita untuk
memanipulasi stok makanan (beras) dan sejumlah individu kumbang tepung (tribolium spp.)
dalam pertanian, dikombinasi dengan sejarah hidup singkat mereka (dibandingkan mamalia),
memberikan pemikiran tentang mekanisme regulasi populasi. Beberapa konsep holistic awal
dalam ekologi, seperti ekosistem dan niche, berasal dari ilmuan yang mempelajari sistem air
tawar yang didominasi oleh serangga. Alfred Wallace, penemu mandiri dan kontemporer
bersama dengan Darwin penemu teori evolusi oleh seleksi alam, berdasarkan ide nya pada
pengamatan serangga tropis. Hipotesis terkait banyak bentuk mimikri dan seleksi seksual
berasal dari observasi perilaku serangga yang terus diinvestigasi oleh entomologist.
Akhirnya, jumlah serangga dan pengaruhnya terhadap lingkungan dan kehidupan
manusia sangat signifikan. Serangga merupakan komponen utama biodiversitas makroskopis,
dan, untuk alasan tersebut, kita harus mencoba untuk mengerti tentang serangga lebih baik lagi.

1.3. Keragaman Serangga


a. Kekayaan taksonomi serangga yang sudah diuraikan
Mungkin sekitar lebih dari 1 juta spesies serangga telah diuraikan; yang mana telah direkam
dalam publikasi taksonomik sebagai “hal baru” (untuk sains), disertai deskripsi dan sering
dengan ilustrasi atau beberapa hal untuk mengenali spesies serangga tertentu. Karena beberapa
spesies serangga digambarkan sebagai spesies baru lebih dari sekali, dikarenakan kegagalan
dalam mengenali variasi atau adanya ketidaktahuan studi sebelumnya, serangga yang sudah
terdeskripsi dengan baik masih belum bisa dipastikan jumlahnya.
Spesies serangga yang sudah terdeskripsi tersebar secara tidak rata diantara kelompok
taksonomi lebih tinggi yang disebut ordo. Lima ordo “utama” yang menonjol karena kelimpahan
spesiesnya yang sangat tinggi yaitu kumbang (Coleoptera), lalat (Diptera), tawon, semut, dan
lebah madu (Hymenoptera), kupu-kupu dan ngengat (Lepidoptera), dank utu (Hemiptera).

b. Perkiraan kelimpahan taksonomi serangga.


Serangga yang telah terdeskripsi terdiri atas 40% kumbang (350.000 spesies), lebih dari 115.000
spesies Hymenoptera telah terdeskripsi, setidaknya 150.000 spesies Diptera dan Lepidoptera,
dan hampir 100.000 spesies Hemiptera telah terdeskripsi. Sisa ordo lainnya tidak ada yang
melebihi 20.000 spesies yaitu spesies pada Ordo orthoptera (belalang, mantis, jangkrik, dan
tonggeret). Kebanyakan dari ordo “kecil/minor” mempunyai 100 hingga beberapa ribu spesies
yang terdeskripsi. Walaupun ordo yang termasuk dalam ordo minor, bukan berarti hasil tersebut
tidak signifikan, binatang “earwig” termasuk dalam ordo Dermaptera dengan spesies yang
terdeskripsi lebih sediikit dari 2000; dan kecoa termasuk dalam ordo (Blattodea, termasuk rayap)
dengan spesies yang hanya berjumlah 6600. Meskipun demikian, hanya ada dua kali spesies
yang terdeskripsi dalam kelompok Aves yang sama seperti spesies pada ordo “kecil” Blattodea

Anehnya, gambaran yang diberikan pada teks sebelumnya, yang merepresentasikan usaha
kumulatif dari banyaknya taksonomis serangga dari setiap bagian dunia lebih dari 250 tahun
lamanya, nampaknya hanya merepresentasikan sedikit dari kelimpahan serangga yang
sebenarnya. Jika dilihat dari tinggi jumlah dan tidak lengkapnya distribusi serangga di waktu dan
tempat, sangat tidak mungkin dalam skala waktu kita untuk menemukan (menghitung dan
mendokumentasikan) keseluruhan spesies serangga, bahkan untuk area yang kecil sekalipun.
Ramalan diperlukan untuk mengestimasi total kelimpahan spesies, yang berkisar dari 3 juta
hingga 80 juta spesies. Perhitungan yang bervariasi tersbut baik rasio ramalan untuk kelimpahan
spesies pada kelompok taksonomik yang sama (atau area yang sama) hingga pada kelompok
lainnya yang tidak berkaitan (area berbeda), atau penggunaan rasio skala hirarki, diramalkan
dari subgroup (subarea) ke kelompok yang lebih inklusif (area lebih besar).

Umumnya, rasio yang diturunkan dari sejumlah spesies tropis untuk kelompok seperti
vertebrata memberikan perkiraan bebas yang lebih rendah jika digunakan untuk meramal dari
taksa serangga temperat ke fauna serangga tropis yang tidak diketahui. Estimasi paling
kontroversial, berdasarkan skala hirarki dan pemberian estimasi tertinggi jumlah total spesies,
yaitu ramalan dari sampel yang berasal dari spesies satu pohon ke kelimpahan spesies serangga
pada hutan hujan tropis. Sampel menggunakan kabut pembasmi serangga untuk menaksir fauna
pada bagian lebih atas (kanopi) dai hutan hujan tropis neotropis. Banyak dari perkiraan ini
meningkatkan kelimpahan spesies yang diturunkan dari kumbang arboreal (Coleoptera), tetapi
beberapa kelompok canopy-dwelling lainnya juga lebih banyak jumlahnya dari yang diperkirakan
sebelumnya. Faktor kunci dari penghitungan keanekaragaman tropis termasuk identifikasi
sjumlah spesies kumbang yang ditemukan, estimasi proporsi kelompok baru (yang sebelumnya
tidak terlihat/tidak diketahui), alokasi feeding group, estimasi tingkat kekhususan inang pada
spesies pohon yang tersurvey, dan rasio kumbang dan artropoda lainnnya. Asumsi tertentu
telah dites dan dicurigai: khususnya, serangga herbivora dengan inang khusus berupa tanaman,
setidaknya pada beberapa hutan hujan tropis, kelihatannya lebih sedikit dari estimasi awal
perdebatan ini.

Estimasi keanekaragaman serangga yang dihitung dari penaksiran para ahli terkait proporsi yang
kelompok yang belum terdeskripsi dan kelompok spesies yang sudah terdeskripsi diantara studi
serangga mereka secara komparatif cenderung rendah. Keyakinan akan rendahnya jumlah
spesies berasal dari ketidakmampuan kita untuk memastikan prediksi, yang mana konsekuensi
logis dari tingginya estiasi kelimpahan spesies, yang mana sampel serangga semestinya
mengandung proporsi yang sangat tinggi terkait taksa yang sebelumnya tidak dikenali/tidak
terdeskripsi). Sangat jelas bahwa segala ekspektasi terkait penyebaran merata terkait spesies
baru merupakan hal yang tidak realistic, karena beberapa kelompok dan daerah di dunia ada
yang tidak diketahui dibandingkan dengan kelompok/daerah lainnya. Walaupun demikian,
diantara ordo minor (kelimpahan spesies rendah), terdapat sedikit atau tidak ada kesempatan
untuk meningkat secara dramatis, kelimpahan spesies yang belum terdeteksi. Sangat tingginya
tingkat kebaruan, jika ada, secara realistis hanya dapat terjadi diantara ordo Coleoptera,
Lepidoptera berwarna blacu (drab-colored Lepidoptera), Diptera fitofagus, dan Hymenoptera
parasite.

Beberapa (tidak semua) re-analysis terkini cenderung mengarah pada rendahnya estimasi yang
diturunkan dari penghitungan taksonomist dan ramalan dari sampel regional daripada yang
diturunkan dari skala ekologis; 4 hingga 6 juta spesies serangga muncul secara realistis.

c. Lokasi kelimpahan spesies serangga

Daerah kemungkinan ditemukannya spesies serangga tambahan yang belum terdeskripsi tidak
mungkin berada di hemisper bagian utara, dimana keanekaragaman tersembunyi tersebut tidak
mungkin terkait fauna yang telah dipelajari dengan baik. Contohnya, penemuan 22.500 spesies
serangga di pulau kecil British kemungkinan berada antara 5% hampir selesai dan 30.000 atau
yang terdeskripsi dari Kanada harus merepresentasikan lebih dari setengah total spesies.
Keanekaragaman tersembunyi tidak ada ada di Arctic, atau Antartika, sumbu bumi bagian
selatan, yang tidak menunjang kehidupan serangga. Hal ini sangat jelas, sebagaimana pola
kelimpahan spesies itu tidak merata diantara kelompok-kelompok spesies, begitu juga dengan
distribusi geografisnya.

Meskipun kekurangan penemuan spesies lokal untuk membuktikannya, kelimpahan spesies


tropis cenderung lebih tinggi dari pada area berhawa sedang/dingin. Contohnya, pohon yang
disurvey di Peru menghasilkan 26 genus dan 43 spesies semut: jumlah ini sama dengan total
keanekaragaman semut dari semua habitat di Britania. Ketidakmampuan kita untuk secara pasti
terkait detail dari pola geograis di bagian dari hubungan inverse dari distribusi entomologist
yang tertarik pada permasalahan keanekaragaman (hemisphere bagian utara berhawa
dingin/sedang) dan pusat kelimpahan serangga (pada hemisphere tropis dan bagian selatan).
Studi yang dilakukan di hutan hujan tropis Afrika memberikan banyak kebaruan serangga yang
belum terdeteksi, mulai dari kumbang, yang menyediakan dasar dari estimasi tingginya
kelimpahan spesies serangga tersebut. Walaupun dominasi kumbang benar adanya di tempat
seperti Neotropis, ini mungkin saja berupa artifact dari koleksi dan bias penelitian entomologist.
Pada bberapa daerah bersuhu dingin yang telah dipelajari seperti Britain dan Kanada, spesies
dari lalat (Diptera) ternyata melampaui jumlah kumbang. Studi terkait serangga kanopi pada
pulau tropis Kalimantan menunjukkan bahwa kedua ordo Hymenoptera dan Diptera dapat
menjadi spesies yang lebih melimpah pada tempat tertentu daripada Colepotera. Penemuan
daerah komprehensif atau perkiraan kredibel dari keanekaragaman fauna serangga
sesungguhnya memberitahukan kepada kita bahwa ordo serangga sangat beragam secara global.

Serangga menempati setidaknya lebih dari setengah keanekaragaman spesies global. Jika kita
hanya melihat pada serangga yang hidup di darat serangga menempati proporsi yang lebih
besar dari spesies yang ada, karena penyebaran serangga merupakan fenomena sebagian besar
daerah daratan. Kontribusi relati dari serangga kepada keanekaragaman global akan semakin
berkurang jika dibandingkan pada keanekaragaman air, yang mana serangga yang memiliki
kontribusi sebenarnya lebih tinggi daripada yang dipahami.

d. Alasan kelimpahan spesies serangga


Serangga merupakan spesies luar biasa seberapapun estimasi global terkait kelimpahannya.
Tingginya kelimpahan serangga dapat dikaitkan pada beberapa faktor, antara lain:
1) Ukuran serangga yang kecil. Kecilnya ukuran serangga ditentukan oleh terbatsnya metode
pertukaran gas melalui trakea. Niche yang ada di lingkungan lebih banyak memberikan
keuntungan lebih bagi organisme bertubuh kecil daripada organisme bertubuh besar. Contoh:
satu pohon akasia yang menyediakan satu jenis makanan bagi jerapah, dapat mendukung siklus
hidup lengkap belasan spesies serangga: larva kupu-kupu lycaenid memakan daun,
kutu/kepinding menghisap getah batang pohon, kumbang longicorn membuat lubang pada kayu,
serangga kecil pada family Chironomidae (mirip nyamuk) meletakkan larvanya pada kuncup
bunga, kumbang bruchid menghancurkan biji, kutu Mealy Bug menghisap getah akar, dan
beberapa spesies lebah tabuhan menjadi parasite pada inang fitofagusnya. Pohon akasia yang
saling berdekatan dengan spesies yang berbeda dapat menyediakan makanan bagi jerapah yang
sama tetapi dapat memberikan keuntungan yang berbeda bagi beberapa jenis serangga
fitofagus. Lingkungan dapat dikatakan lebih tepat/cocok dari perspektif serangga dibandingkan
mammalia/burung.
2) Serangga mempunyai sistem indera dan neuro-motor yang lebih baik dari pada hewan
vertebrata/invertebrata lainnya. ukuran tubuh yang kecil tidak cukup untuk memungkinkan
ekploitasi keheterogenitasan lingkungan, karena organisme dengan tubuh yang lebi kecil
mempunyai kemampuan mengenali dan merespon perbedaan/perubahan lingkungan.
3) Serangga umumnya bertahan atau merepon perubahan lingkungan (akibat pemberian
insektisida) melalui perubahan genetik antar generasi (yang mengarah pada serangga resisten
insektisida). Tingginya heterogenitas/elastisitas genetik dalam spesies serangga memungkinkan
ketahanan dalam menghadapi perubahan lingkungan. Ketahananan spesies tersebut menaikkan
kesempatan terjadinya spesiasi, yang sebagian besar melibatkan fase ekspansi range dan/atau
fragmentasi lebih lanjut. Proses stokastik (genetic drift) dan atau tekanan seleksi menyediakan
perubahan genetik yang menjadi tetap dalam populasi yang secara spasial maupun temporal
terisolasi
4) Serangga mempunyai karakteristik yang menyingkap mereka kepada pengaruh diversifikasi
yang potensial sehingga meningkatkan kelimpahan spesiesnya. Interaksi antara kelompok
serangga tertentu dan organisme lainnya seperti tanaman (pada konteks serangga herbivora)
atau inang pada serangga parasite memungkinkan terjadinya diversifikasi genetik pemakan dan
yang dimakan (Section 8.6). interaksi tersebut sering disebut coevolusionary (dibahas lebih
lanjut pada chapter 11 dan 13). Sifat timbal balik dari interaksi tersebut dapat mempercepat
perubahan evolusioner pada satu atau kedua set partner, bahkan mungkin mengarah pada
penyebaran besar pada kelompok tertentu. Scenario tersebut melibatkan peningkatan
spesialisasi srangga , minimal pada inang tanaman. Bukti dari studi filogenetik membuktikan hal
ini terjadi, tapi secara umum dapat muncul dari rasiasi specialist, mungkin setelah beberapa
barrier kimia tumbuhan dapat terlewati. Frekuensi spesiasi diikuti dengan pemecahan dan
radiasi dapat menjadi faktor utama yang meningkatkan tingginya kelimpahan serangga fitofagus
5) Peran seleksi seksual dalam diversifikasi serangga. Kecenderungan serangga untuk terisolasi
dalam populasi kecil (karena skala aktivitasnya) dikombinasi dengan seleksi seksual (section 5.3
dan 8.6) dapat mengarah pada perubahan yang cepat dalam komunikasi intra spesifik. Ketika
populasi yang terisolasi bergabung kembali dengan populasi parental yang lebih besar, sinyal
perubahan seksual menghalangi hibridisasi dan identitas masing2 populasi (spesies baru( tetap
dalam keadaan sympatric. Mekanisme ini kelihatannya lebih cepat daripada genetic drift atau
bentuk seleksi lainnya, dan perlu melibatkan sedikit diferensiasi dalam hal ekologi dan
morfologi/perilaku non seksual.
6) Perbandingan diantara serangga dan kerabat dekatnya dapat mengarahkan pada diversitas
serangga. Kita dapat menanyakan apa karakteristik yang sama antara kebanyakan ordo spesies
coleopteran, Hymenoptera, Diptera, dan Lepidoptera? Ciri apa yang membedakan serangga
dengan arthropoda lainnya seperti arachnida (laba-laba), rayap, kalajengking dan lainnya)?
Penjelasan (namun tidak secara sederhana) yang dapat muncul dari perbandingan tersebut
antara lain: perbedaan ciri morfologis, fleksibilitas pola siklus hidup, dan pola pencarian makan
(akan dibahas lebih lanjut pada chapter 8). Dibandingkan dengan kebanyakan kelompok spesies
serangga, arachnida tidak memiliki sayap untuk terbang, transformasi bentuk tubuh secara
penuh selama tahap perkembangan (metamorfosis) dan ketergantungan pada organisme
tertentu, dan secara umum bukan fitofagus. Terkecuali, rayap, arachnida yang paling banyak
dan paling beragam, juga mempunyai asosiasi spesifik dengan organisme lainnya termasuk
tumbuhan.

Kesimpulan: penyebaran serangga dengan kelimpahan spesies yang tinggi kemungkinan


disebabkan oleh a) kecilnya ukuran individu, dikombinasi dengan b) pendeknya pergantian
generasi, c) canggihnya sistem indera dan neuro-motor serangga, d) interaksi evolusioner
dengan tanaman/ organisme lainnya, e) metamorfosis, dan f( fase dewasa yang bebas bergerak
(bersayap)
1.4. Penamaan dan Klasifikasi Serangga
Penamaan formal untuk serangga mengikuti kaidah nomenklatur yang dikembangkan untuk
klasifikasi hewan. Penamaan saintifik diperlukan untuk komunikasi antar semua ilmuwan, apapun
bahasa lokal yang digunakan untuk menyebut suatu spesies hewan tertentu. Nama umum
(Vernacular) tidak memenuhi kepentingan tersebut karena bisa saja ada lebih dari satu macam
nama vernacular untuk satu spesies yang sama. banyak serangga tidak mempunyai nama vernacular
atau satu nama umum bisa digunakan untuk menyebut banyak spesies sebagai satu spesies. Hal ini
merujuk penemuan sistem Linnaean, yang menyediakan serangga yang dideskripsikan dengan dua
nama (binomial). Nama pertama merupakan nama genus (kelompok yang lebih luas dari nama
kedua yang spesifik menggambarkan nama spesies. Nama latin ini selalu diigunakan secara
bersama2 dan dicetak miring. Kombinasi genus dan nama spesies memberikan setiap organisme
nama yang unik.
Contoh: Aedes aegypti dikenal oleh semua entomologis kedokteran (apapun nama lokalnya) sebagai
nama nyamuk yang menyebarkan penyakit.

Pada publikasi ilmiah, nama spesies sering diikuti oleh penemu nya, bahkan tahun nama tersebut
dipublikasikan pertama kali. Pada publikasi ilmiah juga sering ditemukan penyingkatan nama setelah
sitasi pertama kali. Contoh jika dikalimat sebelumnya telah disebutkan Aedes aegypti, maka pada
penyebutan selanjutnya seringkali hanya inisial saja A. aegypti. Akan tetapi penyingkatan tersebut
dapat menyebabkan ambigu jika ada dua nama spesies dengan inisial yang hampir sama seperti
Aedes dan Anopheles, dapat disingkat dengan dua huruf inisial Ae dan An .

Berbagai kelompok yang didefinisikan secara taksonomis (taksa), juga dikenal pada serangga. Sama
seperti semua organisme lainnya, taksa biologis dasar, yang baik secara unit daasr nomenklatur, dan
unit evolusi, studi multi spesies memungkinkan pengenalan genus, yang merupakan kelompok
tingkatan yang lebih tinggi. genus dapat dikelompokkan dalam suku, suku kedalam subfamily,
subfamily ke family. Hal ini berlanjut hingga serangga termasuk dalam satu kelas, Insecta. Terdapat
akhiran standard untuk menentukan tingkatan nama kelompok

Tabel 1. Kategori taksonomik


Kategori Takson Akhiran standard Contoh
Ordo Hymenoptera
Subordo Apocrita
Superfamily -oidea Apoidea
Epifamily -oidae Apoidae
Family -idae Apidae
Sub Famili -inae Apinae
Tribe -ini Apini
Genus Apis
Subgenus
Spesies A. Mellifera
Subspesies A.m mellifera
Berdasarkan sistem klasifikasi yang digunakan, 25-30 ordo serangga dapat dikenali. Perbedaan
muncul secara principal karena tidak ada aturan tetap untuk menentukan tingkatan taksonomik,
hanya persetujuan umum bahwa kelompok harus monofiletik, berisikan semua keturunan dari
moyang yang umum. Ordo telah dilihat sering berubah-ubah selama dua dekade, kebanyakan ordo
yang ada sekarang terdiiri atas serangga yang mirip dibedakan dari kelompok serangga lainnya.
Seiring berjalannya waktu, sistem klasifikasi yang relative lebih stabil telah berkembang namun
perbedaan pendapat tetap menjadi boundaries antara kelompok. Dengan “splitter” mengenali
jumlah kelompok yang lebih besar, dan “lumpers” lebih menyukai kategori yang lebih luas.
Contoh: kelompok taksonomis Amerika Utara (lump), mengelompokkan Alderflies, dobsonflies,
snakeflies, dan lacewings kedalam satu ordo Neuroptera, sedangkan kelompok lainnya, termasuk
kita, membagi kelompok tersebut dan mengenal tiga ordo yang berbeda, Megaloptera,
Raphidioptera, dan lebih sempit Neuroptera. Hemiptera terkadang dibagi menjadi dua ordo
(Homoptera dan Heteroptera) dll

Data baru dan metode analisis selanjutnya menjadi penyebab ketidakstabilan pengenalan ordo
serangga. Dalam buku ini kita akan membahas 28 ordo yang dijelaskan pada section 7.4. karakkter
biologi dan karakter fisik dari taksa yang dipilih dideskripsikan dalam kotak taksonomi di section
akhir buku ini. kesimpulan ciri diagnosis ke 28 ordo dan beberapa subgroup, dan beberapa cross
check reference dan informasi identifikasi dan ekologi lebih lengkap, tersaji dalam bentuk tabel di
Appendix.

1.5. Serangga dalam Kultur Populer dan Perniagaan

Anda mungkin juga menyukai