Anda di halaman 1dari 3

Syok Anafilaksis

A. Tata Laksana Inisial


a. Amankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)
b. Jika sianosis beri Oksigen 3-6 L/menit
c. Beri epinephrine 1:1000 sebanyak 0,3-0,5 mg IM pada M. vastus lateralis atau
dapat diberikan secara SC. Ulang tiap 5-15 menit jika tidak ada perbaikan klinis
d. Pasang akses vena untuk resusitasi cairan atau pemberian obat-obatan
e. Beri cairan saline, RL, koloid, atau plasma expander untuk mengganti plasma
yang hilang saat pasien mengalami hipotensi

B. Apabila tekanan darah semakin turun


a. Posisikan dalam posisi Trendelenburg, untuk melancarkan peredaran darah ke
otak
b. Beri resusitasi cairan secara agresif: bolus 1000 mL cairan isotonis salin
normal (dapat lebih agresif pada syok vasogenik), yang dititrasi hingga tekanan
sistolik >90 mmHg
c. Jika gejala klinis belum membaik atau hipotensi berulang, beri epinefrin
1:10000 0,3-0,5 mL IV perlahan, atau pertimbangkan pemberian infus epinefrin
0,0025-0,1 g/kg BB/menit. Tetap perhatikan efek samping epinefrin
d. Jika hipotensi masih belum teratasi, beri infus norepinefrin 0,05-0,5g/menit
atau dopamin HCl 2-10 g/kg BB/menit
e. Pada pasien yang mengkonsumsi -blocker non selektif, beri injeksi:
i. Glukagon 1mg/vial dengan dosis bolus 1-5 mgIV dalam 5 menit,
dilanjutkan infus 5-15 g/menit, atau
ii. Atropin sulfat 1 mg/mL, dengan dosis 0,3-0,5 mg IV (dapat diulang 5-
10 menit, max. 2 mg), atau
iii. Isoproterenol HCl 0,2 mg/mL dengan dosis diatas 2g/menit IV

C. Sesak Napas Hebat


a. Jika disertai spasme bronkus, tambahan inhalasi -2 agonis (misal: albuterol
0,5 mL dalam NaCl 0,9% 2,5 mL, selama 15-30 menit)
b. Jika spasme menetap, beri aminofilin 5,5mg/kg BB yang dilarutkan dalam NaCl
0,9% 10 mL, berikan perlahan dalam 20 menit (jika pasien tidak menggunakan
teofilin rutin)
c. Kortikosteroid IV dapat membantu jika gejala belum membaik dalam 1-2 jam
terapi
d. Jika edema hebat saluran napas atas, pertimbangkan intubasi endotrakeal
D. Pasien dengan Urtikaria dan Angioedema dapat ditambahkan antihistamin seperti:
a. Difenhidramin HCl 50 mg/mL IV atau IM
b. Hidroksizin. 25-50 mg IM atau per oral setiap 6-8 jam

STEVENS-JOHNSON SYNDROME AND TOXIC EPIDERMAL NECROLYSIS


A. Penghentian obat yang dicurigai
B. Perawatan suportif
a. Mempertahankan keseimbangan cairan, elektrolit, suhu lingkungan yang
optimal (280C-300C)
b. Nutrisi sesuai kebutuhan dan kemampuan
c. Perawatan kulit secara aseptik tanpa debridement
d. Perawatan mata dan mukosa mulut
C. Penggunaan kortikosteroid sistemik sampai saat ini hasilnya masih beragam,
sehingga penggunaannya belum dianjurkan

URTIKARIA DAN ANGIOEDEMA


Hal terpenting: identifikasi dan eliminasi penyebab dan atau faktor pencetus
Pasien diberi edukasi untuk menghindari konsumsi alkohol, kelelahan fisik dan mental,
tekanan pada kulit (misalnya dari pakaian), dan suhu lingkungan yang sangat panas

A. Terapi lini pertama: antihistamin H1 generasi baru (non-sedasi) yang dikonsumsi


secara teratur, bukan hanya digunakan ketika lesi muncul. Pemberian ini harus
mempertimbangkan usia, status kehamilan, status kesehatan, dan respon individu.

B. Terapi lini kedua: Jika gejala menetap setelah 2 minggu. Dosis AH1-ns dinaikkan,
dapat mencapai 4 kali dosis biasa, dengan mempertimbangkan ukuran utbuh pasien.

C. Terapi lini ketiga: Bila gejala tetap setelah 1-4 minggu. Mengubah jenis antihistamin
menjadi AH1 sedasi atau AH1-ns golongan lain, ditambah dengan antagonis
leukotrien (misalnya zafirlukast atau montelukast). Jika timbul eksaserbasi lesi, beri
kortikosteroid sistemik (prednisolon 10-30mg) selama 3-7 hari

D. Terapi lini keempat: Bila gejala menetap setelah 1-4 minggu. Tambhakn antihistamin
H2 dan imunoterapi (siklosporin A, omalizumab, imunoglobulin intravena (IVIG),
plasmafresis, takrolimus oral, metotreksat, hidrosiklorokuin, dan dapson). Untuk
eksaserbasi lesi, berikan kortikosteroid sistemik (prednisolon 10-30 mg) selama 3-7
hari

Terapi topikal dapat diberikan untuk mengurangi gatal: bedak kocok atau losio yang
mengandung mentol 0,5-1% atau kalamin.
Pada urtikaria luas atau disertai dengan angioedema, perlu dilakukan rawat inap dan
kortikosteroid sistemik (metilprednisolon 40-200 mg) untuk waktu singkat.

ASMA
Terapi medikamentosa
A. Terapi pelega
a. Agonis -2 kerja singkat
b. Kortikosteroid sistemik
c. Antikolinergik
d. Aminofilin
e. Adrenalin
B. Terapi pengontrol (Controller)
a. Kortikosteroid inhalasi
b. Kortikosteroid sistemik
c. Sodium kromoglikat
d. Nedokromil sodium
e. Methyl xanthin
f. -2 agonis kerja lama
g. Leukotrien modifiers
h. Antihistamin (antagonis H1) generasi kedua

Anda mungkin juga menyukai