Anda di halaman 1dari 31

FD M 1 KB 1

Pembelajaran merupakan interaksi antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Interaksi tersebut berfungsi untuk
mengembangkan seluruh potensi, kecakapan, dan karakteristik siswa di antaranya karakteristik
fisik, motorik, intelektual, sosial, emosional, moral, dan spiritual. Untuk itu, hal yang pertama
harus dilakukan oleh guru ketika mengajar adalah mengenali dan memahami karakteristik siswa
Karakteristik siswa dapat dipengaruhi oleh masa usia mereka.

Setiap peserta didik memiliki potensi yang unik yang diwarisi oleh orang tuanya (nature)
sehingga lingkungan mempengaruhi dalam pengembangan potensi tersebut (nurture). Potensi
adalah kemampuan yang masih terkandung dalam diri siswa, masih tersembunyi, masih kuncup
dan belum terwujudkan yang diperoleh dari pembawaan sejak lahir dan harus dikembangkan
secara optimal. Potensi merupakan modal dan sekaligus batas-batas bagi perkembangan
kecakapan atau hasil belajar.

Potensi dibedakan menjadi potensi fisik dan psikologis (Desmita, 2014). Potensi fisik
berkaitan dengan kondisi dan kesehatan tubuh, ketahanan dan kekuatan tubuh, serta kecakapan
motorik. Sedangkan potensi psikologis berkaitan dengan kecerdasan atau intelegensi dan bakat
antara lain kecerdasan umum (kemampuan intelektual), kecerdasan majemuk, kecerdasan emosi
dan spiritual, serta bakat. Kecerdasan umum atau kemampuan intelektual merupakan
kemampuan mental umum yang merupakan potensi bawaan dan mendasari kemampuannya
untuk mengatasi kerumitan kognitif seperti pemecahan masalah, berpikir abstrak, dan bernalar.

Pada masa usia siswa sekolah


dasar dibagi kedalam dua jenjang yaitu masa kelas rendah dan masa kelas tinggi dengan
karakteristik sebagai berikut:

1) Masa kelas rendah; Masa usia siswa pada jenjang ini adalah 6 –10 tahun memiliki
karakteristik:

a) kondisi jasmani dan prestasi sangat berhubungan

b) sikap mematuhi aturan-aturan permainan tradisional menguat

c) kecenderungan memuji diri sendiri

d) suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak


laine.cenderung mengabaikan soal yang dianggap sulit karena merasa tidak penting

f) menginginkan nilai yang baik tanpa mengingat apakah prestasinya pantas diberi nilai baik
atau tidak.

2) Masa kelas tinggi; Masa usia siswa pada jenjang ini adalah 10 –13 tahun memiliki
karakteristik:
a) adanya minat terhadap aktivitas yang melibatkan sesuatu yang konkret

b) cenderung membandingkan aktivitas-aktivitas praktis

c) sangat realistis

d) rasa ingin tahu tinggi

e) kemauan belajar tinggi

f) menjelang akhir masa ini, sudah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus

g) sampai sekitar umur 11 tahun memerlukan guru atau orang dewasa lainnya untuk
menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya

h) memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajar di sekolah

i) senang membentuk kelompok sebaya umumnya agar dapat bermain bersama.

Lalu bagaimana mengenali karakteristik siswa sesuai dengan potensi mereka yang ada dan
memanfaatkannya untuk mengembangkan pembelajaran yang mendidik yang mampu
mengembangkan kemampuan mereka secara optimal?

Ada beberapa prosedur sistematis yang dapat digunakan guru untuk


mengidentifikasi keragaman karakteristik siswa yakni:

1) Pelajari dan pahami tugas-tugas perkembangan masa siswa SD.

2) Jabarkan tugas-tugas perkembangan kepada keterampilan-keterampilan dan


pola perilaku yang bersifat operasional seperti membaca, menulis, dan berhitung.

3) Lakukan observasi untuk mengamati perilaku siswa pada saat pembelajaran


dengan menggunakan pedoman pengamatan yang berisi aspek-aspek yang akan diamati.

4) Lakukan wawancara untuk meperdalam pemahaman terhadap karakteristik siswa.

5) Memperkuat pengamatan dan wawancara menggunakan angket untuk mengungkap


aspek-aspek kepribadian siswa.

6) Menggunakan analisis prestasi belajar, tugas, dan karya siswa untuk


mengidentifikasi aspek kecakapan dan kepribadian siswa.

7) Meminta informasi dari orang tua serta teman-teman siswa.

8) Menganalisis hasil identifikasi dan membuat catatannya


9) Mengembangkan catatan menjadi langkah-langkah pengembangan atau pemecahan
masalah dan tindak lanjut

Berdasarkan karakteristik peserta didik sekolah dasar di atas, maka guru perlu memfasilitasi
pembelajaran dengan aktivitas yang relevan dengan karakteristik di atas. Menurut Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 57 Tahun 2014, berbagai kegiatan yang dapat
dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangan peserta didik antara lain sebagai berikut.

1) Peserta didik sekolah dasar mengenali sesuatu berdasarkan apa yang didengarnya karena itu
guru dapat membacakan teks atau cerita.

2) Peserta didik sekolah dasar adalah pendengar yang baik, sehingga guru memberi kesempatan
kepada mereka untuk mendengarkan.

3) Peserta didik sekolah dasar suka bekerjasama, guru dapat memberikan tugas untuk melakukan
kegiatan berkelompok.

4) Siswa sekolah dasar senang berimajinasi, guru perlu mendorong anak untuk mampu
berimajinasi misalnya pada saat kegiatan membaca cerita.

5) Guru memberi kesempatan dan menyiapkan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan siswa di
luar ruang bersama teman-temannya.

6) Guru menyiapkan kegiatan yang mendorong siswa untuk bergerak secara terarah untuk
mengasah keterampilannya.

7) Siswa perlu diberi kesempatan mengasah keterampilan fisiknya sehingga dapat


mengembangkan kemampuan motorik kasarnya misalnya melalui berbagai kegiatan berjalan,
berlari, melompat, melempar dan untuk motorik halusnya dengan memberi kesempatan untuk
menulis, menggambar, menggunting, dan lain-lain.

8) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan sendiri secara aktif tanpa
diberi contoh.

9) Guru dapat menyiapkan berbagai kegiatan yang mendorong siswa untuk berbicara secara aktif
karena mereka suka melebih-lebihkan dalam bicara.

10) Memberi kesempatan kepada siswa untuk menjadi pembicara misalnya menyampaikan hasil
kegiatannya, memberi komentar terhadap sesuatu dan sebagainya.

11) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan diskusi atau kegiatan tanya jawab
berpasangan karena pada umumnya mereka juga suka berdialog atau melakukan percakapan
berpasangan.

12) Guru menyiapkan kegiatan yang mendorong siswa untuk berkata-kata yang sifatnya
deskriptif misalnya menceritakan pengalaman yang dialaminya.
13) Guru perlu menyiapkan kegiatan yang mendorong siswa untuk berbicara secara aktif.

14) Mendorong siswa untuk melaporkan hasil kerjanya secara lisan karena pada umumnya
mereka adalah pembicara yang baik dam mempunyai perkembangan kosakata yang cepat.

15) Guru dapat mendorong siswa mengkomunikasikan karyanya dalam berbagai bentuk gambar
lengkap (misal gambar manusia sudah dapat lengkap), mewarnai gambar dengan warna
natural/alami menyerupai warna aslinya.

Hasil dari proses pengenalan terhadap karakteristik siswa tentunya akan menjadi acuan bagi guru
dalam menciptakan proses pembelajaran yang baik, berkualias, bermakna, dan tentunya
mendidik. Berikut merupakan prinsip-prinsip pembelajaran mendidik yang berlaku umum, yaitu:
1) Prinsip perhatian dan motivasi; Perhatian terhadap pembelajaran akan timbul pada siswa
apabila bahan pelajaran dirasa penting atau dibutuhkan siswa dan diperlukan untuk belajar lebih
lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dan akhirnya membangkitkan motivasi.
2) Prinsip keaktifan; Belajar tidak dapat dipaksanakan oleh orang lain dan juga tidak dapat
dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila siswa mengalaminya
sendiri, guru sekedar membimbing dan mengarahkan.
3) Prinsip pengalaman atau keterlibatan secara langsung; Tiap-tiap siswa haruslah terlibat
langsung dengan merasakan dan mengalaminya, sehingga siswa secara langsung dapat
mengamati dan menghayati sehingga pengetahuan yang diperoleh lebih bermakna.
4) Prinsip pengulangan; Belajar adalah melatih daya manusia teridri atas mengamati,
mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir, dan lainnya yang akan berkembang dan menguat
ketika dilakukan pengulangan-pengulangan.
5) Prinsip tantangan; Pembelajaran yang dirancang dengan penuh tantangan bagi siswa dengan
memunculkan masalah untuk dipecahkan dapat mendorong rasa ingin tahu siswa untuk terus
mempelajarinya, sehingga menimbulkan motivasi untuk belajar.
6) Prinsip balikan dan penguatan; Pembelajaran harus didasarkan atas temuan-temuan
sebelumnya sehingga guru dapat memberikan balikan atau penguatan atas temuan-temuan
tersebut. Guru harus memikirkan bentuk balikan atau penguatan untuk memotivasi siswa belajar.
7) Prinsip perbedaan individu; Setiap siswa memilki keunikan dan potensi untuk
dikembangkan. Pembelajaran yang dilaksanakan harus sesuai dengan potensi dan karateristik
siswa agar pembelajaran efektif.
Jadi menurut pendapat saya, dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengenalan
karakteristik siswa sangat penting dalam menunjang kegiatan belajar. Dengan mengetahui
karakteristik siswa guru dapat menentukan model, media maupun metode pembelajaran yang
tepat untuk membuat pembelajaran menjadi optimal.
FD M1 KB 2

Teori belajar merupakan hasil pemikiran para ahli pendidikan berupa deskripsi temuan tentang
bagaimana individu belajar. TTeori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara
pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode
pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. Namun teori belajar ini
tidaklah semudah yang dikira, dalam prosesnya teori belajar ini membutuhkan berbagai sumber
sarana yang dapat menunjang, seperti : lingkungan siswa, kondisi psikologi siswa, perbedaan
tingkat kecerdasan siswa. Semua unsur ini dapat dijadikan bahan acuan untuk menciptakan
suatu model teori belajar yang dianggap cocok, tidak perlu terpaku dengan kurikulum yang ada
asalkan tujuan dari teori belajar ini sama dengan tujuan pendidikan.

Teori pembelajaran memilki dua arti penting yang pokok. Pertama, teori pembelajaran
menyediakan kosakata dan kerangka konseptual yang bisa kita gunakan untuk menginterpretasi
contoh-contoh pembelajaran yang kita amati. Hal ini penting artinya bagi siapa saja yang hendak
mengamati dunia secara seksama. Kedua, teori pembelajaran menuntun kita ke mana harus
mencari solusi atas persoalan-persoalan praktis. Teori memang tidak memberikan kita solusi,
namun teori mengarahkan perhatian kita kepada variable-variabel yang bermanfaat untuk
menemukan solusi.

Ada beberapa teori dalam pembelajaran yang mungkin bisa menjadi inspiratif bagi guru dalam
menyampaikan pembelajaran kepada peserta didik khususnya dengan pembelajaran di Sekolah
Dasar. Akan tetapi, sebelumnya kita terlebih dahulu harus mengidentifikasi teori belajar tersebut.
Upaya mengidentifikasi teori belajar yang relevan dengan pembelajaran di Sekolah dasar dengan
cara :

1. Mengadakan kajian atau diskusi mengenai teori-teori belajar untuk menghasilkan


rancangan belajar yang tepat sesuai dengan karakteristik siswa baik itu dengan teman
sejawat atau melalui forum kelompok kerja guru seperti KKG/MGMP.
2. Mengadakan penelitian sederhana seperti penelitian tindakan kelas (PTK) dengan
menggunakan teori-teori yang dianggap cocok diterapkan di kelas.
3. Memanfaatkan artikel, jurnal, atau video pembelajaran yang berisi penerapan teori-teori
belajar.
4. Mengenal karakteristik siswa beserta kemampuan dan potensi mereka sehingga dapat
dimaksimalkan dengan teori-teori belajar yang cocok dan tepat.

Menurut saya ada beberapa teori belajar yang saya kira sesuai dan relevan dengan karakteristik
siswa sekolah dasar, yaitu :

1. Teori belajar Behavioristik;


Teori belajar ini dapat diterapkan di SD, khususnya siswa SD kelas rendah karena adanya
stimulus dan respon sangat penting guna perubahan tingkah laku belajar siswa. Apalagi
pemberian motivasi dan penguatan yang sangat diperlukan, siswa SD kelas rendah masih
perlu adanya bimbingan guru sebab mereka belum bisa berpikir secara mandiri.
Menurut Gagne kegiatan belajar behavioristik meliputi tiga tahapan yaitu tahap
persiapan, tahap pemerolehan dan unjuk kinerja, serta tahap pengulangan dan evaluasi.
Ketiga tahapan tersebut dapat diurai menjadi sintaks yang spesifik sebagai berikut:

a. Tahap persiapan

1) Guru mengarahkan perhatian melalui kegiatan mengkondisikan siswa secara fisik dan
psikis contoh dengan menayangkan masalah yang tidak terstruktur (ill-structured
problem)

2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

3) Guru memberikan apersepsi dengan merangsang siswa untuk mengingat kembali


materi pembelajaran sebelumnya.

b. Tahap pemerolehan dan unjuk kinerja

1) Guru menugaskan siswa untuk mengerjakan tugas

2) Guru membimbing siswa dalam mengerjakan tugas

3) Setiap siswa mempresentasikan hasil kerjanya

4) Guru memberikan penguatan terhadap hasil kerja siswa

c. Tahap pengulangan dan evaluasi

1) Guru memberikan penilaian terhadap proses dan hasil kerja siswa

2) Guru memberikan penguatan terhadap materi yang dipelajari siswa melalui tanya
jawab (pengulangan)

3) Guru menyampaikan materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya

2. Teori Belajar Kognitif;


Teori belajar ini dapat diterapkan di SD, karena siswa SD haruslah belajar sesuai dengan
tahap perkembangannya. Siswa SD (usia 6-12 tahun) berada pada tahap berpikir
operasional konkrit. Pada tahap ini intinya untuk belajar siswa harus disediakan benda-
benda atau peristiwa yang nyata. Siswa hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara
dan diskusi dengan teman-temannya.

Menurut Piaget penerapan teori kognitivisme dalam pembelajaran di sekolah dasar


dengan meliputi tiga fase yaitu sebagai berikut:

a. Tahap eksplorasi
1) Guru memberikan apersepsi dengan menayangkan video tentang suatu fenomena

2) Siswa mengamati tayangan video tentang fenomena di atas

3) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang
belum dan ingin dipahaminya tentang fenomena yang terdapat pada tayangan video

b. Tahap pengenalan konsep

1) Guru menjelaskan materi ajar yang akan dipelajari

2) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi ajar yang
tidak dipahaminya

3) Siswa mengumpulkan informasi dari berbagai sumber tentang materi yang sedang
dipelajari

4) Setiap siswa mempresentasikan hasil pengumpulan informasinya

5) Guru memberikan penguatan terhadap presentasi siswa

c. Tahap aplikasi konsep

1) Guru memberikan evaluasi untuk menguji pemahaman siswa

2) Guru menyampaikan materi ajar dan rencana kegiatan belajar pada pertemuan
berikutnya dengan mengaitkannya dengan materi ajar yang telah dipelajari siswa

3. Teori Belajar Konstruktivisme;


Teori belajar konstruktivisme memberikan peluang pada siswa untuk menemukan dan
membangun sendiri pengetahuannya. Pada teori ini guru tidak menjadi satu-satunya
sumber belajar. Guru lebih bersifat sebagai fasilitaror dan siswa sebagai subyek dalam
proses belajar mengajar. Penggunaan media pembelajaran menjadi sangat penting, karena
selain sesuai dengan tahap perkembangan siswa yang masih berpikir operasional konkret
dengan penggunaan media pembelajaran dapat memberikan pengalaman-pengalaman
nyata yang dapat merangsang aktivitas siswa untuk belajar dan menemukan sendiri
pengetahuannya. Media pembelajaran yang dihadirkan guru akan mampu membangun
ide-ide atau gagasan-gagasan yang bersifat konseptual, sehingga mengurangi
kesalahpahaman siswa dalam mempelajarinya. Bagi siswa SD penggunaan media
pembelajaran mampu meningkatkan minat siswa serta menciptakan pembelajaran yang
lebih menyenangkan.
Implementasi teori belajar konstruktivisme ini berupa langkah-langkah dalam
pembelajaran di sekolah dasar sebagai berikut:

a. Guru memberikan apersepsi dengan menggali pengetahuan awal siswa melalui


bertanya menggunakan pertanyaan-pertanyaan eksploratif dikaitkan dengan materi yang
akan dipelajari

b. Guru mengelompokkan siswa secara heterogen terdiri dari 4 s.d. 6 orang

c. Guru membagikan LKS, alat dan bahan kepada setiap kelompok dan menjelaskan
langkah kerja pada LKS serta alat dan bahan yang tersedia

d. Siswa secara berkelompok melakukan percobaan sesuai dengan langkah kerja pada
LKS dengan bimbingan guru

e. Siswa secara berkelompok mendiskusikan temuan-temuan pada saat percobaan


berlangsung dan menuliskannya pada LKS

f. Siswa secara berkelompok menyimpulkan hasil percobaannya dan menuliskan


kesimpulannya pada LKS dengan bimbingan guru

g. Wakil dari setiap kelompok mempresentasikan proses dan hasil kerja kelompoknya
dan guru memberikan penguatan

h. Guru memberikan evaluasi

i. Guru menutup pembelajaran

4. Teori Belajar Humanistik;


Teori ini juga relevan dengan pembelajaran di SD, siswa sekolah dasar berada pada
perkembangan mental masih ditahap suka bermain dan senang dengan suasana penuh
kegembiraan. Dengan adanya teori ini belajar lebih menarik, siswa diajak untuk belajar
dengan suasana yang menyenangkan dan menggairahkan.

penerapan teori belajar menurut Rogers dalam pembelajaran di sekolah dasar adalah
sebagai berikut :

a. Guru menjelaskan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan

b. Guru bersama siswa membuat kontrak belajar

c. Guru mengelompokkan siswa kedalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4 s.d. 6
orang

d. Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok


e. Guru menjelaskan langkah kerja pada LKS

f. Siswa secara berkelompok melakukan penyelidikan dan penemuan sesuai dengan


langkah-langkah kerja pada LKS dan menuliskan hasilnya

g. Wakil dari setiap kelompok mempresentasikan proses dan hasil kerja kelompoknya
dan guru memberikan penguatan

h. Guru bersama siswa menyimpulkan dan merefleksi pembelajaran

i. Guru menjelaskan cakupan materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya dan
bertanya kepada siswa tentang harapan pada pembelajaran berikutnya.

j. Guru menutup pembelajaran

5. Teori Belajar Sosial


Teori belajar ini merupakan perluasan dari teori konstruktivisme yang lebih
memfokuskan pada pembelajaran kolaboratif dan sosial. Teori ini menyatakan bahwa
manusia belajar melalui pengamatannya terhadap perilaku orang lain sebagai model, dan
kemudian meniru perilaku model tersebut. Pakar pada teori belajar sosial ini adalah
Albert Bandura dan Bernard Weiner.

implementasi teori belajar sosial dalam langkah-langkah pembelajaran di sekolah dasar


adalah sebagai berikut:

a. Guru menjelaskan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan

b. Guru mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4 s.d. 6
siswa

c. Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok

d. Guru menjelaskan langkah kerja, alat dan bahan yang dibutuhkan

e. Guru mendemonstrasikan setiap percobaan dalam LKS yang harus dilakukan oleh
setiap kelompok supaya mereka dapat melakukan setiap percobaannya dengan baik

f. Guru bertanya kepada siswa untuk menguji pemahamannya terhadap demonstrasi yang
telah dilakukan

g. Guru memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk bertanya tentang hal-hal
yang belum dipahaminya

h. Guru memanggil satu orang siswa berkemampuan tinggi untuk mendemonstrasikan


ulang setiap percobaan sesuai dengan demostrasi yang telah dilakukan oleh guru
i. Guru memotivasi siswa untuk melakukan setiap percobaan sesuai dengan langkah kerja
pada LKS dan demonstrasi yang telah dilakukan dengan cara menyampaikan bentuk
hadiah yang akan diberikan kepada setiap kelompok yang dapat melakukan percobaannya
dengan tepat

j. Siswa secara berkelompok melakukan setiap percobaan sesuai dengan langkah kerja
pada LKS dan demonstrasi yang telah dilakukan

k. Setiap kelompok mengumpulkan hasil kerjanya

l. Guru memberikan penilaian dan hadiah kepada setiap kelompok yang melakukan
percobaannya dengan tepat

m. Guru menutup pembelajaran

FD M1 KB 3

Pembelajaran yang efektif didesain oleh guru dengan memperhatikan kekhasan bidang studi,
materi dan siswa. Kekhasan tentang bagaimana seharusnya guru mendidik atau memfasilitasi
pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik bidang studi disebut pedagogi khas bidang studi
(subject specific pedagogy).

Kekhasan bidang studi adalah ciri khusus yang dimiliki oleh suatu bidang studi atau mata
pelajaran yang menjadikannya khas dan berbeda dari mata pelajaran atau bidang studi yang
lainnya. Kekhasan suatu bidang studi biasanya hanya dimiliki oleh bidang studi itu
sendiri.kekhasan suatu bidang studi dikaji dari hakikat, objek kajian, tujuan bidang studi,tujuan
pembelajaran bidang studi, struktur materi, kompetensi, dan nilai yang dikembangkan. Berikut
adalah kekhasan masing-masing bidang studi, yaitu :

1. Kekhasan Bidang Studi Bahasa Indonesia;

Bahasa Indonesia merupakan sarana untuk mengungkapkan segala sesuatu yang ada dalam diri
seseorang, baik berbentuk perasaan, pikiran, gagasan, dan keinginan yang dimilikinya (sebagai
alat ekspresi diri) serta untuk menyatakan dan memperkenalkan keberadaan diri seseorang
kepada orang lain dalam berbagai tempat dan situasi.

Dengan demikian, hakikat mata pelajaran bahasa Indonesia antara lain:

a. Sarana berpikir

Bahasa Indonesia merupakan sarana belajar memahami dan memproduksi gagasan, perasaan,
pesan, informasi, data, dan pengetahuan untuk berbagai keperluan komunikasi keilmuan,
kesasteraan, dunia pekerjaan, dan komunikasi sehari-hari baik secara tertulis maupun lisan.
Dengan kata lain, bahasa Indonesia merupakan sarana berpikir yang merupakan aktivitas sentral
siswa untuk memahami dan memproduksi gagasan, perasaan, pesan, informasi, dan data dengan
baik.

b. Sarana perekat bangsa

Bahasa Indonesia memiliki peran sentral untuk mempersatukan bangsa dan sarana
pengembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa. Pembelajaran bahasa Indonesia
diharapkan membantu siswa mengembangkan potensi pikir, rasa, dan karsa untuk mengenal
dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, membangun komunikasi efektif sehari-hari,
membangun relasi sosial yang harmonis, berpartisipasi dalam masyarakat menggunakan bahasa
Indonesia, mengemukakan gagasan dan perasaan, menemukan serta menggunakan kemampuan
berpikir kritis, kreatif, inovatif, dan imaginatif yang ada dalam diri siswa.

c. Penghela ilmu pengetahuan

Bahasa Indonesia melalui aktivitas membaca, menyimak, berbicara dan menulis sebagai sarana
penerima dan penyampai ilmu pengetahuan lainnya. Melalui pembelajaran Bahasa Indonesia,
siswa dapat menerima dan menyampaikan ide dan gagasan yang dihasilkannya pada disiplin
ilmu lainnya dengan baik dan benar.

d. Penghalus budi pekerti

Lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup kemampuan berbahasa dan bersastra.
Melalui jenis teks sastra, bahasa Indonesia dapat dijadikan sebagai sarana penghalus budi pekerti
siswa. Sastra Indonesia sebagai media ekspresi sikap kritis dan kreatif terhadap berbagai
fenomena kehidupan mampu menumbuhkan kehalusan budi, kesetiakawanan sosial, kepedulian
terhadap lingkungan, dan mampu membangun kecerdasan kehidupan masyarakat.

e. Pelestari budaya bangsa

Bahasa Indonesia merupakan bagian dari budaya bangsa yang perlu terus dilestarikan
eksistensinya. Sebagai bagian dari budaya bangsa yang perlu dijunjung tinggi, eksistensi bahasa
Indonesia akan terus bertahan dan bahkan menguat bila dilestarikan setiap penuturnya.

Dengan demikian, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan


siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan
maupun tulisan melalui kegiatan membaca, menyimak, berbicara, dan menulis untuk
mengembangkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif.

Dalam pembelajaran bahasa yang berbasis teks, bahasa Indonesia diajarkan bukan sekedar
sebagai pengetahuan bahasa, melainkan sebagai teks yang berfungsi untuk menjadi aktualisasi
diri penggunanya pada konteks sosial dan akademis.

2. Kekhasan Bidang Studi Matematika


Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern.
Matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir
manusia. Matematika dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan
agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi
untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, penuh dengan ketidakpastian, dan
bersifat kompetitif.

Karakteristik bidang studi matematika, adalah :

a. Memiliki objek kajian abstrak yang mencakup fakta, relasi, konsep, dan prinsip

b. Bertumpu pada kesempatan, maksudnya dengan simbol yang telah disepakati dalam
matematika maka pembahasan selanjutnya akan menjadi mudah dilakukan dan dikomunikasikan.

c. Berpola piir deduktif, maksudnya pemikiran berangkat dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-
hal yang bersifat khusus.

d. Konsisten dalam sistemnya, artinya di dalam masing-masing sistem berlaku konsistensi, dan
tidak boleh terdapat kontradiksi. Dimana suatu teorema atau definisi harus menggunakan
istilah/konsep yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

e. Memperhatikan semesta pembicaraan, artinya jika lingkup yang sedang dipelajari adalah
bilangan, maa simbol-simbol yang digunakan harus menunukan bilangan.

3. Kekhasan Bidang Stusi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sering disebut juga Sains yang dalam bahasa Inggris disebut
Science merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang
sistematis tersusun secara teratur, berlaku secara umum, berupa kumpulan hasil observasi dan
eksperimen. Tidak hanya sebagai kumpulan benda atau makhluk hidup, tetapi tentang cara kerja,
cara berpikir, dan cara memecahkan masalah. IPA berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan
yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi merupakan suatu proses
penemuan (Depdiknas,2006:484).

Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri
dalam alam sekitar, serta aspek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman langsung
untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.
Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk
memperoleh pengalaman yang lebih mendalam tentang lingkungan sekitar.

4. Kekhasan Bidang Studi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)


Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah mata pelajaran yang mempelajari tentang kehidupan
manusia dalam berbagai dimensi ruang dan waktu serta berbagai aktivitas kehidupannya. Mata
pelajaran IPS bertujuan untuk menghasilkan warganegara yang religius, jujur, demokratis,
kreatif, kritis, senang membaca, memiliki kemampuan belajar, rasa ingin tahu, peduli dengan
lingkungan sosial dan fisik, berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan sosial dan budaya,
serta berkomunikasi secara produktif.

Ruang lingkup IPS terdiri atas pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap yang dikembangkan
dari masyarakat dan disiplin ilmu sosial. Penguasaan keempat konten ini dilakukan dalam proses
belajar yang terintegrasi melalui proses kajian terhadap konten pengetahuan.

5. Kekhasan Bidang Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) merupakan salah satu muatan kurikulum
pendidikan dasar dan menengah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 37
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Penjelasan
Pasal 37 “... dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air”. Berdasarkan rumusan tersebut, telah dikembangkan mata
pelajaran PPKn yang diharapkan dapat menjadi wahana edukatif dalam mengembangkan siswa
menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai
Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat Bhinneka
Tunggal Ika dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ruang lingkup mata pelajaran PPKn terdiri atas: (1) Pancasila sebagai dasar negara dan
pandangan hidup bangsa diperankan dan dimaknai sebagai entitas inti yang menjadi sumber
rujukan dan kriteria keberhasilan pencapaian tingkat kompetensi dan pengorganisasian dari
keseluruhan ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan; (2)
substansi dan jiwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, nilai dan
semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia
ditempatkan sebagai bagian integral dari Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, yang
menjadi wahana psikologis-pedagogis pembangunan warganegara Indonesia yang berkarakter
Pancasila.

6. Kekhasan Bidang Studi Seni Budaya dan Prakarya

Mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya (SBdP) merupakan aktivitas belajar yang
menampilkan karya seni estetis, artistik, dan kreatif yang berakar pada norma, nilai, perilaku, dan
produk seni budaya bangsa. Mata pelajaran ini bertujuan mengembangkan kemampuan siswa
untuk memahami seni dalam konteks ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta berperan dalam
perkembangan sejarah peradaban dan kebudayaan, baik dalam tingkat lokal, nasional, regional,
maupun global.

Mata pelajaran SBdP di tingkat pendidikan dasar sangat kontekstual dan diajarkan secara
konkret, utuh, serta menyeluruh mencakup semua aspek (seni rupa, seni musik, seni tari dan
prakarya), melalui pendekatan tematik. Untuk itu, guru SBdP harus memiliki wawasan yang baik
tentang eksistensi seni budaya yang hidup dalam konteks lingkungan sehari-hari di mana ia
tinggal, maupun pengenalan budaya lokal, agar siswa mengenal, menyenangi dan akhirnya
mempelajari. Dengan demikian, pembelajaran SBdP di SD harus dapat; “Memanfaatkan
lingkungan sebagai kegiatan apresiasi dan kreasi seni”.

7. Kekhasan Bidang Studi Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan

Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) pada hakikatnya adalah proses pendidikan
yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas
individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. PJOK memperlakukan anak sebagai
sebuah kesatuan utuh, makhluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang
terpisah kualitas fisik dan mentalnya.

PJOK membantu siswa mengembangkan pemahaman tentang apa yang mereka perlukan untuk
membuat komitmen seumur hidup tentang arti penting hidup sehat, aktif dan mengembangkan
kapasitas untuk menjalani kehidupan yang memuaskan dan produktif. Sehingga berdampak pada
meningkatkan produktivitas dan kesiapan untuk belajar, meningkatkan semangat, mengurangi
ketidakhadiran, mengurangi biaya perawatan kesehatan, penurunan kelakuan anti-sosial seperti
bullying dan kekerasan, mempromosikan hubungan yang aman dan sehat, dan meningkatkan
kepuasan pribadi.

Setelah kita mengetahui dan memahami tentang kekhasan dari masing-masing bidang studi.
Selanjutnya, kita sebagai guru harus menentukan pendekatan pembelajaran. Pendekatan
pembelajaran adalah cara pandang guru terhadap proses pembelajaran yang dilatarbelakangi
dengan landasan konsep tertentu dan dihasilkan dari kajian teoretik. Ada tiga pasangan
pendekatan yang berbeda, yaitu

1) pendekatan yang berpusat pada siswa versus berpusat pada guru,

2) pendekatan proses versus pendekatan konsep, dan

3) pendekatan induktif versus pendekatan deduktif. Pemilihan terhadap salah satu pendekatan,
strategi, dan metode akan melahirkan model pembelajaran.

Pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru, diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Pendekatan Saintifik

Siswa aktif mencari tahu bukan diberi tahu oleh guru atau disebut sebagai pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center).

2) Pembelajaran berbasis proyek

Kreativitas guru terlihat pada bagaimana guru merencanakan dan melaksanakan pembelajaran
yang sesuai dengan karakteristik siswa dan materi ajar sehingga pembelajaran menjadi efektif.
Sedangkan, kreativitas siswa terlihat pada saat mereka melakukan eksplorasi, elaborasi dan
konfirmasi sehingga menghasilkan suatu karya yang berbasis pemecahan masalah
3) Pembelajaran dengan Pendekatan Konstruktivisme

Pendekatan pembelajaran konstruktivisme adalah salah satu pendekatan yang berorientasi atau
berpusat pada siswa (student centered approach) karena menekankan pada kegiatan siswa.
Pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada
pengetahun awal siswa sebagai tolak ukur dalam belajar.

4) Pembelajaran dengan Pendekatan Berbasis Masalah

Sesuai dengan perkembangan jaman yang semakin kompleks dan banyak macamnya, maka
masalah-masalah kehidupan itupun muncul dan semakin kompleks. Perkembangan jaman
tersebut menuntut kita untuk berkompetisi dalam memenuhi segala kebutuhan hidup dan
memecahkan setiap masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menghadapi
tantangan dan perkembangan jaman tersebut, kurikulum pembelajaran di sekolah telah
memfokuskan pembelajaran pada Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning).

5) Pembelajaran Berbasis Penemuan (Diskoveri)

Pembelajaran diskoveri adalah proses pembelajaran yang terjadi bila siswa tidak disajikan materi
ajar dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri.

6) Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual

Pendekatan pembelajaran yang mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan situasi dunia
nyata yang dekat dengan kehidupan siswa dinamakan pendekatan pembelajaran kontekstual.
7) Pembelajaran dengan Pendekatan Kooperatif
Menurut Holubec (dalam Nurhadi, 2003: 59), “Pengajaran kooperatif memerlukan pendekatan
pengajaran melalui penggunaan kelompok siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan
kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar”. Pembelajaran kooperatif memiliki ciri utama
yaitu adanya kerjasama antar siswa. Dengan kata lain, pembelajaran kooperatif merupakan
pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi yang saling mencerdaskan sehingga
sumber belajar bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa.
8) Pembelajaran dengan Pendekatan Kuantum
Pendekatan kuantum atau disebut juga dengan Quantum Teaching and Learning merupakan cara
pandang masyarakat belajar bahwa belajar itu harus berenergi dan membangkitkan motovasi atau
energi positif siswa untuk berinteraksi dengan guru, siswa lain dan sumber belajar.
Dari beberapa pendekatan pembelajaran di atas menurut saya yang paling tepat digunakan untuk
siswa SD adalah pendekatan saintifik karena pendekatan tersebut berpusat pada siswa dan sesuai
dengan tuntutan pembelajaran abad 21. Dan juga dalam kurikulum k13 ini kita sudah
menggunakan pendekatan saintifik.
FD M1 KB 4

Pembelajaran Tematik Terpadu merupakan suatu pendekatan dalam pembelajara


n yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam
intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu,
peserta didik akan memperoleh pengetahuan dan ketrampilan secara utuh sehingga
pembelajaran menjadi bermakna bagi peserta didik. Pembelajaran tematik terpadu menggunakan
tema untuk mengaitkan materi-materi pembelajaran pada beberapa
mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi siswa.

Makna pembelajaran Tematik Terpadu adalah pendekatan pembelajaran yang melibatkan


beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada peserta didik.
Dikatakan bermakna pada pembelajaran Tematik Terpadu artinya, peserta didik akan memahami
konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkan dengan
konsep yang lain yang sudah mereka pahami.

Tujuan pembelajaran tematik terpadu adalah menghilangkan atau mengurangi terjadinya


tumpang tindih materi, memudahkan siswa untuk melihat hubungan-hubungan yang bermakna,
dan memudahkan siswa untuk memahami materi/konsep secara utuh sehingga penguasaan
konsep akan semakin baik. Berdasarkan tujuan tersebut, pembelajaran tematik terpadu dapat
memberikan dampak yang signifikan terhadap keberhasilan belajar siswa pada seluruh aspek
kompetensinya jika dilaksanakan sesuai dengan karakteristik dan prinsip-prinsipnya.

Penerapan pembelajaran tematik terpadu tidak bisa lepas dari prinsip-prinsipnya, yaitu:

1) Holistik ;

Gejala atau peristiwa dalam pembelajaran tematik memungkinkan siswa untuk memahami
suatu fenomena dari segala sisi. Kegiatan ini membuat siswa menjadi lebih arif dan bijak dalam
menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada di hadapan mereka. Selain itu, melalui konsep
pembelajaran holistik dimana proses pembelajaran berusaha memasukkan semua unsur-unsur
nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi zaman yang semakin berkembang. Karena
dengan adanya uriulum yang disusun secara holistik, diharapkan dapat membangun dan
mengembangkan potensi dan karakter siswa. Dalam penerapannya, siswa harus diajak untuk
senantiasa perhatian dan peduli terhadap lingkungan dan diajak untuk mengembangkan
keterampilan dalam bersosialisasi karena melibatkan siswa dalam kegiatan nyata.

2) Berpusat pada siswa;

Pembelajaran tematik terpadu berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan
pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar
sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator. Pada dasarnya pembelajaran terpadu
merupakan suatu sistem pembelajaran yang memberikan keleluasaan pada siswa, baik secara
individu maupun kelompok. Siswa dapat aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta
prinsip-prinsip dari suatu pengetahuan yang harus dikuasainya sesuai dengan perkembangannya.
Siswa dapat mencari tahu sendiri apa yang dia butuhkan. Hal ini entu sesuai dengan pendekatan
belajar modern yag lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar, pera guru hanyalah
sebagai fasilitator, yaitu guru memberika kemudahan-kemudahan kepada siswa utuk melakukan
aktivitas belajar. Contohnya, Guru melaksanakan tughasnya sebagai fasilitator, salah satunya
menciptakan suasana kelas yang menyenangkan. Sehingga kelas terasa lebih nyaman dan
mengasyikka untuk belajar. Selain itu, guru juga dapat berperan sebagai fasilitator dalam
kegiatan praktikum. Guru hanya memberi petunjuk dan mengarahkan proses pelaksanaan
praktikum sesuai dengan arahan dari guru. Siswa mencatat hasil praktikumnya. Selanjutya, pada
saat presentasi guru meluruskan konsep yang salah, dan bersama-sama menyimpulkan hasil dari
praktikum.

3) Fleksibel;

Pembelajaran tematik terpadu bersifat luwes. Guru dapat mengaitkan materi dari satu mata
pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan keadaan
lingkungan di mana sekolah dan siswa berada.

4) Sesuai minat dan kebutuhan siswa;

Siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki sesuai dengan minat dan
kebutuhannya. guru di dalam proses pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk
dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Oleh
karena itu, kegiatan-kegiatan yang kita pilih dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu bertolak
dari minat dan kebutuhan siswa, menggunakan prinsip belajar menyenangkan bagi siswa, dan
mampu mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti : kerjasama, toleransi, komunikasi,
dan tanggap terhadap gagasan orang lain.

5) Menyenangkan;

Suasana dalam pembelajaran diupayakan berlangsung secara menyenangkan. Menyenangkan


bisa dibangun dengan berbagai kegiatan yang bisa mengakomodasi kegemaran siswa, misal
bermain teka-teki, tebak kata, bernyanyi lagu anak-anak, menari atau kegiatan lain yang
disepakati bersama dengan siswa. Menyenangkan tidak dimaksudkan banyak tertawa atau
banyak bernyanyi. Menyenangkan lebih dimaksudkan ‘mengasyikan’.

6) Bermakna;

Kegiatan belajar
mengajar menjadi lebih fungsional dan siswa mampu menerapkan perolehan belajarnya
untuk memecahkan masalah-masalah yang nyata di dalam kehidupannya.

7) Otentik

Pembelajaran tematik dilakukan dalam belajarnya secara langsung sehingga siswa memahami
dari hasil belajarnya sendiri, hasil dari interaksinya dengan fakta dan peristiwa secara langsung,
bukan sekedar dasil pemberitahuan guru. Informasi dan pengetahuan yang diperoleh sifatnya
menjadi lebih otentik. Guru lebih bersifat sebagai fasilitator dan katalisator, sedang siswanya
bertindak sebagai aktor pencari informasi dan pengetahuan. Pembelajaran tematik terpadu
diprogramkan untuk melibatkan siswa secara otentik (langsung) pada konsep dan prinsip yang
dipelajari. Kegiatan tersebut memungkinkan siswa belajar dengan melakukan kegiatan secara
langsung sehingga siswa akan memahami hasil belajarnya secara langsung sesuai dengan fakta
dan peristiwa yang mereka alami, bukan sekedar memperoleh informasi dari gurunya. Dengan
pengalaman langsug ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang konkret sebagai dasar untuk
memahami hal-hal yang lebih abstrak. Contohnya : Seorang guru mengajak siswa ke tempat
yang sesuai dengan mati pelajaran yang dipelajari, misalnya museum, pantai, gunung, kebun,
dan sebagainya. Denga pengalaman langsung tersebut, siswa dapat mengetahui dengan jelas
serta memahami materi yang sedang dipelajari.

8) Aktif

Pembelajaran tematik pada dasarnya dikembangkan dengan berdasar kepada pendekatan


diskoveri/inkuiri. Siswa perlu terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan hingga proses evaluasi. Pembelajaran tematik pada dasarnya
dilaksanakan dengan mempertimbangkan hasrat, minat dan kemampuan siswa. Keterlibatan
siswa dalam penyusunan rencana, pelaksanaan dan proses evaluasi mampu mewadahi
pertimbangan-pertimbangan di atas. Hal ini memungkinkan siswa termotivasi untuk secara terus
menerus belajar.

FD M2 KB 1

Bahasa adalah sistem komunikasi dalam bentuk kata-kata dan tata bahasa untuk menyampaikan
imformasi atau keiginan. Pemerolehan bahasa bisa dimulai sejak bayi masih berada dalam
kandungan sang ibu atau ayah bisa mengajak bayi berkomunikasi tentang hal yang positif
disekitar mereka. Apabila anak telah mendengar atau menangkap suatu kosakata, meraka
perlahan-lahan dapat menggunakannya untuk mengekspresikan objek dan tindakan mereka.

Perkembangan bahasa pada anak tidak lepas dari peranan orang tua anak. Anak pertama kali
belajar segala sesuatu di lingkungan keluarga dan orang tua adalah guru pertama bagi anak. Hal
ini membuat orang tua memiliki andil besar dalam pendidikan anaknya, baik dalam segi waktu,
materi, dan tenaga. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan di lingkungan rumah
merupakan hal penting bagi proses perkembangan anak. Yang penting, bagaimana orangtua
membuat kondisi rumah sedemikian rupa agar mampu menghasilkan stimulus positif sebanyak
dan sevariatif mungkin. Sesuai dengan nalurinya, anak senantiasa ingin mengetahui segala hal
dan mencoba sesuatu yang baru. Pemberian stimulus akan memengaruhi perubahan perilaku
anak. Stimulus yang diberikan orangtua akan terbingkai dalam pola pikir, pola tindak, dan pola
ucap anak. (Anomim 2009a)

Penguasaan sebuah bahasa oleh seorang anak dimulai dengan perolehan bahasa pertama yang
sering kali disebut bahasa ibu (B1). Pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses yang sangat
panjang sejak anak belum mengenal sebuah bahasa sampai fasih berbahasa. Setelah bahasa ibu
diperoleh maka pada usia tertentu anak lain atau bahasa kedua (B2) yang ia kenalnya sebagai
khazanah pengetahuan yang baru.

Apabila dalam proses awal menunjukkan pemahaman dan penghasilan yang baik dari keluarga
dan lingkungan bahasa yang diperolehnya, proses pemerolehan bahasa selanjutnya akan
mendapatkan kemudahan. Tahapan-tahapan berbahasa ini memberikan pengaruh yang besar
dalam proses pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa adalah proses pemahaman dan
penghasilan (produksi) bahasa pada diri anak melalui beberapa tahap mulai dari meraban sampai
fasih berbicara (Indrawati dan Oktarina, 2005:21).

Namun, tidak semua anak mendapatkan perkembangan bahasa yang baik ketika memasuki tahap
pengenalan bahasa pertama. Hal itu disebabkan oleh kesibukan orang tua untuk bekerja. Orang
tua tidak mengetahui mengenai sikap dan tingkah laku anak-anaknya yang masih dalah tahap B1
ataupun B2 yang masih duduk di Sekolah Dasar. Karena mereka pun jarang berada di rumah.
Orang tua mereka hanya mementingkan tugas di luar sedangkan tugas utama mereka mendidik
anak-anaknya dengan baik. contohnya di daerah tempat tugas saya, karena rata-rata pencarian
masyarakat adalah petani karet mereka bekerja dari pagi-pagi sebelum anak bangun dan pulang
ketika sore hari. Akibatnya anak-anak usia SD sekolah sambil membawa adiknya kesekolah.
Akibatnya, tentu saja akan sangat berpengaruh terhadap anak tersebut.

secara teori ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa anak, yaitu:

a. Faktor alamiah, artinya anak lahir dengan seperangkat prosedur dan aturan bahasa yang
dinamakan Chomsky Language Acquisition Divice (LAD). Potensi tersebut akan
berkembang setelah mendapatkan stimulus dan lingkungan. Proses pemerolehan melalui
LAD sifatnya alamiah sehingga jika tidak dirangsang untuk mendapatkan bahasa pun
anak akan mampu bahasa yang di sekitarnya.
b. Faktor biologis, yang mempengaruhi pemerolehan bahasa anak adalah otak (sistem
syaraf pusat), alat dengar, dan alat ucap.
c. Faktor lingkungan sosial, artinya bahasa diperoleh dari lingkungan yang menggunakan
bahasa, sehingga anak memerrlukan orang lain untuk mendapatkan bahasa atau
menerima dan mengirim simbol-simbol bahasa dalam bentuk suara secara fisik.
d. Faktor intelegensi, artinya anak yang bernalar tinggi tidak dapat dipastikan akan lebih
sukses daripada anak yang berdaya nalar pas-pasan dalam hal pemerolehan bahasa.
e. Faktor motivasi, dalam belajar bahasa seorang anak tidak terdorong demi bahasa sendiri.
Dia belajar bahasa karena kebutuhan dasar yang bersifat, seperti lapar, haus serta perlu
perhatian, dan kasih sayang.

Sebagai orang tua kedua, disinilah guru berperan sebagai tempat perolehan bahasa B1 dan B2
untuk anak usia kelas rendah. Peranan guru dalam memaksimalkan kemampuan bahasa anak,
yaitu:

1. Guru harus memiliki pengetahuan tentang teori landasan pengajar an bahasa dan teori
pengajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua.
2. Sebelum proses pembelajaran dilaksanakan, guru dituntut untuk merencanakan dan
mendesain pembelajaran terlebih dahulu, agar proses pembelajaran yang dilaksanakan
dapat mencap ai tujuan secara optimal.
3. Di dalam proses pembelajaran guru harus menggunakan konteks-konteks berbahasa yang
sebenarnya yang dekat dengan kehidupan anak. Misalnya saja dimunculkan topik-topik
“menjaga adik” ,“membantu ayah dan ibu”, silaturahmi dengan sanak famili “bermain
bola” dan sebagainya. Maka pada bagian itulah guru sangat besar perannya dalam
pemerolehan dan perkembangan bahasa anak.
4. Guru harus mengemas sebuah proses pembelajaran yang merupakan sebuah upaya agar
anak-anak memperoleh pengalaman bahasa sebanyak-banyaknya dengan memperhatikan
kaidah bahasa yang berlaku. Namun perlu diingat, jangan sampai pembelajaran bahasa
Indonesia di sekolah menekankan pada penggunaan kaidah semata.
5. Guru harus lebih kreatif dalam menciptakan metode pembelajaran yang dapat
menyenangkan siswanya, karena guru yang hebat adalah guru yang tidak hanya mengaar,
tetapi mampu membangkitkan kecintaan siswa terhadap Bahasa Indonesia.

Selain itu, Peran guru dalam untuk memaksimalkan kemampuan bahasa di kelas rendah, yaitu:

1) Guru sebagai pembimbing; hal yang perlu diperhatikan dalam membimbing kelas I dan II
antara lain sebagai berikut :

a) Tingkat kesiapan anak, kesiapan anak yang berasal dari TK tentunya akan lebih matang bila
dibandingkan dengan yang bukan dari TK. Biasanya anak dari TK memiliki dasar kedisiplinan
dan dasar pembiasaan diri yang lebih, meskipun tidak mutlak. Hal ini diperkuat dengan GBPP
dan Kurikulum Pendidikan TK yang bertujuan untuk membantu kesiapan dalam menghadapi
pendidikan selanjutnya. Seharusnya bagi siswa yang memiliki kesaiapan plus mendapat tambahn
pengayaan, sedang bagi yang kurang diadakan bimbingan tambahan.

b) Tingkat pengembangan anak, anak usia dini kecenderungan ingin tahu sangat besar dengan
apa yang dilihat, serta pada diri anak kelas I dan II memiliki potensi yang besar untuk
mengembangkan bakat, minat, dan kemampuannya. Oleh karena itu, dorongan dan bimbingan
guru sangat diperlukan untuk memupuk dan membangkitkan bakat, minat, dan kemampuan anak
tersebut. Guru harus berperan aktif dan dapat memanfaatkan saat-saat yang tepat utnuk
mengoptimalkan perkembangan anak didiknya.

c) Bahasa Ibu, bahasa ibu anak kelas I dan II, seharusnya menadi sumber belajar yang akan
digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan bahan pelaaran, metode dan teknik
pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua.

2) Guru Sebagai Model; Guru harus menjadi cerminan bagi peserta d didik, yang biasanya
dorongan untuk meniru sangat menonjol. Dimana semua tingkah laku guru akan berpengaruh
bagi peserta didiknya. Begitu juga dengan tutur kata guru, secara sadar atau tidak sadar akan
menjadi model bagi peserta didik. Oleh karena itu, guru kelas I dan kelas II hendaknya santun
dalam berbicara, baik tutur katanya, serta menggunakan bahasa yang baik dan benar.
3) Guru Sebagai Administrator; Guru sebagai pengelola segala sesuatu yang ada
hubungannya dengan pengajaran termasuk pengadministrasian, misalnya : mencatat jumlah
siswa, pekerjaan orang tua, bagaimana prestasi peserta didik, kelebihan dan kekurangan masing-
masing siswa termasuk pengembangan bahasa.

4) Guru Sebagai Inovator; Guru tentunya menyadari bahwa bahasa yang digunakan dan
diajarkan bersifat hidup. Dengan demikian bahasa senantiasa mengalami perkembangan,
misalnya adanya adanya unsur serapan asing dan daerah yang merupakan wujud berkembangnya
bahasa tersebut. Di satu sisi perkembangan tersebut berakibat positif terhadap perbendaharaan
kata, di sisi lain menuntut kita untuk lebih kreatif dalam mendorong aktivitas siswa untuk
terampil menyaring dan memanfaatkan perkembangan tersebut secara tepat. Untuk itu, guru
harus bersifat terbuka dan mau menerima bahkan mengharap saran-saran, aktif dalam kegiatan
yang bersifat ajang bertukar pikiran kebahasaan dan tertanam rasa bangga dan hormat terhadap
perkembangan dan kedudukan Bahasa Indonesia serta mengimplementasikan secara sungguh-
sungguh dalam pembelajaran. Guru harus menyadari peran bahasa Indonesia sebagai sarana
mempelajari mata pelajaran lain dan sebagai salah satu keterampilan hidup bagi para siswa.

5) Guru Sebagai Evaluator; Aktivitas evaluasi oleh guru pada umumnya terbagi menjadi tiga
kategori yaitu:

a. Evaluasi awal yang sering kita sebut dengan analisis kondisi awal atau evaluasi
perencanaan.
b. Evaluasi tengah atau proses, yaitu kegiatan mengadakan penilaian sarana dan prasarana
kegiatan siswa telah searah dengan tujuan pembelajaran.
c. Evaluasi akhir atau evaluasi hasil merupakan kegiatan penilaian yang dilakukan oleh
guru dengan menggunakan alat evaluasi berupa tes, dengan tujuan untuk melihat tingkat
keberhasilan belajar siswa terhadap materi yang telah disajikan.

FD M2 KB 2

Literasi adalah suatu kemampuan seseorang untuk menggunakan potensi dan keterampilan dalam
mengolah dan memahami informasi saat melakukan aktivitas membaca dan menulis. Pendapat
lain mengatakan bahwa pengertian literasi adalah suatu kemampuan individu dalam mengolah
dan memahami informasi ketika melakukan kegiatan membaca dan menulis. Dengan kata lain,
literasi adalah seperangkat keterampilan dan kemampuan seseorang dalam membaca, menulis,
berhitung, serta memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-hari. Secara etimologis, istilah
literasi berasal dari bahasa Latin ‘literatus’ dimana artinya adalah orang yang belajar. Dalam hal
ini, arti literasi sangat berhubungan dengan proses membaca dan menulis.

Literasi tidak hanya sekedar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir
menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori.
Literasi merupakan keterampilan penting dalam hidup. Sebagian besar proses pendidikan
bergantung pada kemampuan dan kesadaran literasi. Budaya literasi yang tertanam dalam diri
peserta didik memengaruhi tingkat keberhasilannya, baik di sekolah maupun dalam kehidupan
bermasyarakat.

Membaca pada saat sekarang ini khususnya di Indonesia sepertinya kurang digemari. Pasalnya
banyak anak sekolah pada hakekatnya tidak termotivasi di dalam membaca. Mereka lebih
memilih bermain dari pada membaca. Mereka menganggap bahwa membaca itu biasa-biasa saja,
tidak ada daya tarik di dalamnya terutama ketika mereka melakukan proses belajar mengajar
disekolah. Padahal dengan membaca, kita bisa mendapatkan informasi dan pengetahuan.
Misalnya membaca buku cerita, buku pelajaran, koran atau majalah. Membaca juga kita bisa
mendapatkan hiburan seperti halnya apabila kita membaca Cerpen, novel. Dengan membaca
mampu memenuhi tuntutan intelektual, meningkatkan minat terhadap suatu bidang, dan mampu
meningkatkan konsentrasi. Menurut Lerner (1988:349) kemampuan membaca merupakan dasar
untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera
memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari
berbagai bidang studi pada kelas-kelas berikutnya.

National Institute for Literacy, mendefinisikan Literasi sebagai “kemampuan individu untuk
membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang
diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan masyarakat.” Definisi ini memaknai Literasi dari
perspektif yang lebih kontekstual. Dari definisi ini terkandung makna bahwa definisi Literasi
tergantung pada keterampilan yang dibutuhkan dalam lingkungan tertentu.

Permendikbud nomor 23 tahun 2015 tentang penumbuhan budi pekerti melalui pembiasaan
membaca buku non-pelajaran selama 15 menit setiap hari sebelum pembelajaran dimulai
merupakan payung bagi keberlangsungan Gerakan Literasi Sekolah untuk dijadikan sebuah
program nasional.

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh dan
berkelanjutan untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat
sepanjang hayat melalui pelibatan publik. Tujuan umum terciptanya Gerakan Literasi Sekolah
(GLS) ini adalah untuk menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan
ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar mereka
menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Hal yang paling mendasar dalam praktik literasi adalah kegiatan membaca. Keterampilan
membaca merupakan fondasi untuk mempelajari berbagai hal lainnya. Kemampuan ini penting
bagi pertumbuhan intelektual peserta didik. Melalui membaca peserta didik dapat menyerap
pengetahuan dan mengeksplorasi dunia yang bermanfaat bagi kehidupannya. Membaca
memberikan pengaruh budaya yang amat kuat terhadap perkembangan literasi peserta didik.
Sayangnya, sampai saat ini prestasi literasi membaca peserta didik di Indonesia masih rendah,
berada di bawah rata-rata skor internasional. Dari laporkan hasil studi yang dilakukan Central
Connecticut State University di New Britain, diperoleh informasi bahwa kemampuan literasi
Indonesia berada pada peringkat 60 dari 61 negara yang disurvei (Jakarta Post, 2016).

Menurut pendapat saya untuk mengembangkan minat baca siswa di sekolah, seorang guru
hendaknya mengetahui metode untuk menarik dan mengembangkan minat baca siswa di sekolah.
Karena membaca merupakan fondasi untuk mempelajari berbagai hal khususnya pelajaran di
sekolah. Banyak manfaat yang bisa kita dapatkan dari hasil membaca. seperti : Dengan
membaca, kita bisa mendapatkan informasi dan pengetahuan. Misalnya membaca koran atau
majalah. Membaca juga kita bisa mendapatkan hiburan seperti halnya apabila kita membaca
Cerpen, novel. Dengan membaca mampu memenuhi tuntutan intelektual, meningkatkan minat
terhadap suatu bidang, dan mampu meningkatkan konsentrasi.

Guru memiliki peran yang sangat penting dalam melakukan Program Literasi Sekolah.
Sebagai Agent of change tugas dan tanggungjawab guru mengarahkan atau membentuk prilaku
dan akhlak peserta didik agar menjadi lebih baik. Namun dalam Kurikulum 2013 peserta didik
diposisikan sebagai subjek pembelajaran dan guru sebagai fasilitator sehingga dalam setiap
pembelajaran tidak selalu berfokus pada peserta didik.

Ada 3 tahapan dalam pelaksanaan program literasi di sekolah, yaitu :

1) Pembiasaan

Penumbuhan minat baca melalui kegiatan 15 menit membaca (permendikbud 23/2015). Kegiatan
pelaksanaan pembiasaan gerakan literasi pada tahap ini bertujuan untuk menumbuhkan minat
peserta didik terhadap bacaan dan terhadap kegiatan membaca. Kegiatan membaca dan penataan
lingkungan kaya literasi antara lain:

 Membaca buku cerita/pengayaan selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Kegiatan


membaca yang dapat dilakukan adalah membacakan buku dengan nyaring dan membaca
dalam hati.
 Memperkaya koleksi bacaan untuk mendukung kegiatan 15 menit membaca.
 Memfungsikan lingkungan fisik sekolah melalui pemanfaatan sarana dan prasarana
sekolah, seperti perpustakaan, sudut buku kelas, area baca, kebun sekolah, kantin, Unit
Kesehatan Sekolah (UKS), dan lain-lain. Sarana dan prasarana ini dapat diperkaya
dengan bahan kaya teks.
 Melibatkan komunitas di luar sekolah dalam kegiatan 15 menit membaca dan
pengembangan sarana literasi, serta pengadaan buku-buku koleksi perpustakaan dan
sudut baca kelas.
 Memilih buku yang sesuai dengan minat peserta didik

2) Pengembangan

Meningkatkan kemampuan literasi melalui kegiatan menanggapi buku pengayaan atau media
pembelajaran lain. Kegiatan literasi pada tahap pengembangan bertujuan untuk mempertahankan
minat terhadap bacaan dan terhadap kegiatan membaca, serta meningkatkan kelancaran dan
pemahaman membaca peserta didik.

Terdapat beberapa alternatif cara membaca pada tahap pengembangan, sebagai berikut:

a) Membacakan nayring interaktif (interactive read aloud)


Cara ini dilakukan dengan guru membacakan buku/bahan bacaan dan mengajak peserta didik
untuk menyimak dan menanggapi bacaan dengan aktif. Proses membacakan buku ini bersifat
interaktif karena guru memperagakan bagaimana berpikir menanggapi bacaan dan
menyuarakannya serta mengajak peserta didik untuk melakukan hal yang sama. Fokus kegiatan
membaca nyaring alternatif untuk memahami kosakata baru.

b) Membaca terpandu (guided reading)

Cara ini dilakukan dengan guru memandu peserta didik dalam kelompok kecil (4-6 siswa) dalam
kegiatan membaca untuk meningkatkan pemahaman. Fasilitas pendukung yang perlu tersedia,
berupa buku untuk dibaca, alat tulis, kertas besar (flip chart), perekat, dan papan untuk
menempelkan kertas.

c) Membaca bersama (shared reading)

Cara ini dilakukan dengan guru mendemonstrasikan cara membaca kepada seluruh peserta didik
di kelas atau kepada satu persatu peserta didik. Guru dapat membaca bersama-sama peserta
didik, lalu meminta peserta didik untuk bergiliran membaca. Metode ini bertujuan memberikan
pengalaman kepada peserta didik untuk membaca dengan nyaring dan meningkatkan kefasihan
membaca. Fasilitas pendukung yang perlu tersedia, berupa buku besar (big book, apabila
dibacakan kepada banyak peserta didik), buku bacaan, kertas besar (flip chart) dan alat tulis.

d) Membaca mandiri (independent reading)

Kegiatan membaca mandiri dilakukan dengan peserta didik memilih bacaan yang disukainya dan
membacanya secara mandiri. Kegiatan membaca mandiri ini bisa diikuti oleh kegiatan tindak
lanjut seperti membuat peta cerita atau kegiatan lain untuk menanggapi cerita.

3) Pembelajaran

Kegiatan literasi pada tahap ini bertujuan untuk mempertahankan minat peserta didik terhadap
bacaan dan terhadap kegiatan membaca, serta meningkatkan kecakapan literasi peserta didik
melalui buku-buku pengayaan dan buku teks pelajaran. Kegiatan literasi pada tahap
pembelajaran berfokus pada peningkatan kemampuan berbahasa repesif (membaca dan
menyimak) dan aktif (menulis dan berbicara) yang disajikan secara rinci dalam konteks dua
kegiatan utama, yakni membaca dan menulis. Kemampuan membaca dan menulis dijenjangkan
agar peningkatan kecakapan di empat area bahasa (membaca, menyimak, menulis, dan berbicara)
dapat dilakukan secara terukur dan berkelanjutan.

Kegiatan yang dilakukan pada tahap pembelajaran antara lain:

 Guru mencari metode pengajaran yang efektif dalam mengembangkan kemampuan


literasi peserta didik. Untuk mendukung hal ini, guru dapat melakukan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK).
 Guru mengembangkan rencana pembelajaran sendiri dengan memanfaatkan berbagai
media dan bahan ajar.
 Guru melaksanakan pembelajaran dengan memaksimalkan pemanfaatan sarana dan
prasarana literasi untuk memfasilitasi pembelajaran.
 Guru menerapkan berbagai strategi membaca untuk meningkatkan pemahaman peserta
didik terhadap materi pembelajaran

Berikut beberapa contoh program gerakan literasi di sekolah yang dapat dilaksanakan :

1. Jadwal Wajib Kunjung Perpustakaan


2. Pemberdayaan Mading Setiap Kelas
3. Membaca Buku Non Pelajaran Sebelum Proses Belajar Dimulai
4. Posterisasi Sekolah
5. Membuat Sudut Baca di beberapa tempat di sekolah
6. Membuat Dinding Motivasi di setiap kelas

FD M2 KB 3

Pembahasan

Untuk mencari panjang AB kita bisa menggunakan konsep Kesebangunan dan konsep
Pythagoras. Karena dua segitiga yg sebangun merupakan segitiga siku-siku.

Kesebangunan adalah kesamaan perbandingan panjang sisi dan besar sudut antara dua buah
bangun datar atau lebih.

Sifat-sifat atau syarat kesebangunan

1. Panjang sisi-sisi yang bersesuaian pada bangun-bangun tersebut memiliki perbandingan


yang senilai.
2. Sudut-sudut yang bersesuaian pada bangun-bangun tersebut

Maka,

Menentukan panjang CE
12 × CE = 9 (CE + 2)

12 CE = 9 CE + 18

12 CE - 9 CE = 18

3 CE = 18

CE =

CE = 6

Menghitung panjang DE dengan menggunakan rumus Pythagoras

DE² = CD² + CE²

= 9² + 6²

= 81 + 36

= 117

DE = √117

DE = 3√13

Mencari panjang AB

AB × 9 = 3√13 × 12

9 AB = 36√13

AB =

AB = 4√13

Jadi panjang AB adalah 4√13


pada proses belajar mengajar saya belum pernah menerapkan soal seperti ini, karena menurut
saya soal seperti di atas adalah soal level tinggi. Untuk pembelajaran di kelas biasanya saya
hanya menggunakan soal yang cukup dengan rumus pythagoras, tidak menggunakan
perbandingan kesebangunan. Namun, dalam mengajarkan soal dengan rumus
pythagoras kendala yang dihadapi adalah saat anak-anak mencari jawaban akhir dari rumus
Pythagoras yang berbentuk akarnya tidak habis atau tidak berupa angka bilangan bulat. Karena
untuk mencari hasil akar yang tidak berupa bilangan bulat dibutuhkan ketelitian siswa agar dapat
menentukan nilai di belakang koma yang mendekati dengan jawaban. Namun karena
pembelajaran ini diberikan pada anak-anak yang cerdas dan berbakat pembelajaran yang
diberikan dapat dipahami dengan mudah oleh anak. Walaupun sudah dijelaskan menggunakan
gambar secara konkrit tetapi hanya beberapa orang saja yang memahami soal seperti ini.
Mungkin cara yang saya berikan kurang menarik penyampaiannya sehingga siswa sulit
memahaminya.

FD M 3 KB 3

Nilai standar (angka baku ) merupakan suatu bentuk perubahan yang dipakai untuk
membandingkan dua buah keadaan atau lebih. Dalam statistika, angka baku dilambangkan
dengan Z score, yaitu suatu bilangan yang menunjukkan seberapa jauh sebuah nilai mentah
menyimpang dari rata - ratanya dalam suatu distribusi data yang dinyatakan dengan satuan
standar deviasi (SD). Nilai Z juga berfungsi untuk mengukur berapa simpangan baku sebuah
pengamatan terletak di atas atau di bawah nilai tengahnya. Dengan demikian, nilai standar tidak
lagi tergantung pada satuan pengukuran seperti cm, kg, rupiah, detik dan sebagainya.

Kita perlu menggunakan angka baku untuk mengetahui kedudukan suatu objek yang sedang
diselidiki dibandingkan terhadap keadaan pada umumnya (nilai rata - rata) kumpulan objek
tersebut atau angka baku digunakan untuk menyamakan skala dari dua kelompok data.

Angka baku digunakan untuk membandingkan suatu kejadian (data) dengan kebiasaan yang
terjadi pada suatu data. Angka baku dapat pula diartikan sebagai nilai standar yang menentukan
apakah suatu nilai menjadi lebih baik atau lebih buruk.
Rumus Angka Baku :

Z = (xi - x)/S
Keterangan :
xi = Nilai suatu data
x = Rata-rata hitung
S = Simpangan baku

Contoh penyelesaian masalah yang berkaitan dengan angka baku:

Hasil penilaian akhir tahun (PAT), Rahma memperoleh nilai 90 untuk mata pelajaran PABP
dengan rata-rata 85 dan simpangan baku 15. Pada mata pelajaran PAI, Siti memperoleh nilai 80
dengan rata-rata 65 dan simpangan baku 5.

Pada mata pelajaran apa Siti mendapatkan nilai yang lebih baik daripada teman-temannya?

Jawab :

Berdasarkan data tersebut tampak nilai PABP lebih tinggi daripada PAI

Tetapi perbandingan kedua nilai tersebut tidak dapat digunakan untuk menilai manakah nilai
Rahma yang lebih baik.

Menentukan nilai mata pelajaran mana yang lebih baik yang diperoleh Rahma yaitu dengan
menentukan angka baku, diuraikan sebagai berikut.

Mata pelajaran PABP:

Diketahui nilai Rahma (xi) 90, rata-rata nilai (x̄) 85, dan simpangan bakunya (S) 15.

Z = (xi - x̄)/S

= (90 – 85)/15

= 5/15

= 0,33
Mata pelajaran PAI:

Diketahui nilai Rahma (xi) 80, rata-rata nilai (x̄) 65, dan simpangan bakunya (S) 5.

Z = (xi - x̄)/S

= (80 – 65)/5

= 15/5

=3

Berdasarkan data tersebut, perolehan nilai angka baku pada mata pelajaran PABP sebesar 0,33 di
atas rata-rata dan nilai angka baku pada PAI sebesar 3 di atas rata-rata. Data tersebut
menunjukkan bahwa nilai mata pelajaran PAI oleh Rahma lebih baik dari nilai mata pelajaran
PABP.

FD M3 KB 4

Soal :

Bacalah problem berikut “ Andi mengelilingi stadiun dengan kecepatan 24 km/jam. Roni
juga mengelilingi stadiun yang sama dengan kecepatan 16 km/jam. Kedua anak tersebut
pertama berpapasan pada pukul 06.00. Pukul berapakah mereka akan berpapasan untuk
yang ke-n kali?”

Dapatkah soal tersebut diselesaikan? Jika dapat uraikan cara menghitungnya! Jika
tidak,lengkapi soal tersebut beserta dengan solusinya !

Pembahasan :

Untuk mengetahui soal di atas dapat diselesaikan atau tidak, maka terlebih dahulu kita
harus mengetahui rumus yang diperlukan, yaitu : mencari waktu apabila mempunyai dua
kecepatan.

Keterangan :

S = jarak tempuh
V1 = kecepatan 1

V2 = kecepatan 2

Diketahui : V1 Andi = 24 km/jam

V2 Roni = 16 km/jam

Waktu berpapasan = 06.00

Ditanyakan: Waktu berpapasan yang ke-n kali= . . . .?

Jawab :

Berdasarkan hal tersebut di atas, berarti bentuk atau jenis soal di atas tidak dapat
diselesaikan karena tida adanya komponen untuk mencari waktu berpapasan seperti pada
soal di atas. Karena untuk mencari waktu berpapasan diperlukan dua kecepatan dan jarak
tempuh. Sedangkan dalam soal tersebut tidak ada diketahui jarak tempuhnya yaitu S (jarak
tempuh). Sehingga untuk menyelesaikan soal tersebut perlu ditambah komponen jarak
tempuh (s). Penambahan komponen tersebut dapat dilihat pada soal berikut ini.

Andi mengelilingi stadiun dengan kecepatan 24 km/jam. Roni juga mengelilingi stadiun
yang sama dengan kecepatan 16 km/jam. Kedua anak tersebut pertama berpapasan pada
pukul 06.00. Jika keliling lapangan tersebut 8 km, maka pukul berapakah mereka akan
berpapasan untuk yang ke-n kali?

Diketahui : V1 Andi = 24 km/jam

V2 Roni = 16 km/jam

S = 8 km

Waktu berpapasan = 06.00

Ditanyakan: Waktu berpapasan yang ke-n kali= . . . .?

Jawab :

Waktu berpapasan =

= 8/(24 +16)

= 8 : 40

= 0,2 jam
= 0,2 x 60 menit

= 12 menit

Dengan demikian Andi dan Roni akan berpapasan untuk yang kedua kalianya pada
pukul = 06.00 + 12 menit

= 06.12

Jadi mereka akan berpapasan untuk yang ke-n kalinya adalah setiap 12 menit sekali.

Terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai