Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 2.1 Komposisi darah


Sumber : (Syaifuddin, 2012)

Darah adalah cairan didalam pembuluh darah yang warnanya


merah. Warna merah ini keadaannya tidak tetap, bergantung pada
banyaknya oksigen dan karbon dioksida didalamnya. Darah berada dalam
tubuh karena adanya kerja pompa jantung. Selama darah berada dalam
pembuluh, darah akan tetap encer. Tetapi bila berada diluar pembuluh
darah akan membeku. Pembekuan ini dapat dicegah dengan
mencampurkan sedikit ditras sitras natrikus atau anti pembeku darah.
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan
interseluler adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya juga
terdapat unsur-unsur padat, yaitu sel darah. Volume darah secara
keseluruhan kira-kira 1/12 berat badan atau kira-kira 5 liter. Sekitar 55
persennya adalah cairan, sedangkan 45% sisanya terdiri atas sel darah.
Angka ini dinyatakan dalam nilai hematokrit atau volume sel darah yang
dipadatkan yang berkisar antara 40-47. Diwaktu sehat volume darah
adalah konstan dan sampai batas tertentu diatur oleh tekanan osmotik
dalam pembuluh darah dan dalam jaringan.

7
8

1. Kandungan yang ada di dalam darah :


a Air : 91%

b Protein : 3% (albumin, globulin, protombin, dan


fibrinigen)

c Mineral : 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat,


garam fosfat, magnesium, kalsium dan zat
besi.

d Bahan : 0.1% (glukosa, lemak asam urat, kreatinin,


Organik kolesterol, dan asam amino)

2. Fungsi Darah :
a. Sebagai alat pengangkut, yaitu :
1) Mengambil oksigen / zat pembakaran dari paru-paru untuk
diedarkan keseluruh jaringan tubuh.
2) Mengangkut karbon dioksida dari jaringan untuk dikeluarkan
melalui paru-paru.
3) Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan
dibagikan keseluruh jaringan / alat tubuh.
4) Mengangkat / mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi
tubuh untuk dikeluarkan melalui ginjal dan kulit.
5) Mengedarkan hormon yaitu hormon untuk membantu proses
fisiologis.
b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun
dalam tubuh dengan perantaraan leukosit dan antibodi / zat-zat anti
racun.
c. Menyebarkan panas keseluruh tubuh.
d. Menjaga keseimbangan asam basa jaringan tubuh untuk menghindari
kerusakan.
9

3. Karakteristik Darah :
a. Volume darah : 7% - 10% BB (5 Liter pada dewasa normal)
b. Komponen darah : Eritrosit, Leukosit, trombosit →40% - 45%
volume darah; tersuspensi dalam plasma darah
c. PH darah : 7,37 – 7,45
d. Temp : 38°C
e. Viskositas lebih kental dari air dengan BJ 1,041 – 1,067

4. Bagian-Bagian Darah
a. Sel-Sel Darah
1) Eritrosit (Sel darah merah)
Merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti, ukurannya
0.007 mm, tidak bergerak, banyaknya kira-kira 4,5-5 juta/mm³,
warnanya kuning kemerah-merahan karena didalamnya
mengandung hemoglobin (hemoglobin adalah protein pigmen
yang memberi warna merah pada darah). Hemoglobin terdiri atas
protein yang di sebut globin dan pigmen non-protein yang disebut
heme, setiap eritrosit mengandung sekitar 300 juta molekul
hemoglobin, sifatnya kenyal sehingga dapat berubah bentuk
sesuai dengan pembuluh darah yang dilalui.
Sel darah merah memerlukan protein karena strukturnya
terbentuk dari asam amino, juga memerlukan zat besi. Wanita
memerlukan lebih banyak zat besi karena beberapa diantaranya
dibuang sewaktu menstruasi. Sewaktu hamil diperlukan zat besi
dalam jumlah yang lebih banyak lagi untuk perkembangan janin
dan pembuatan susu.
Sel darah merah dibentuk didalam sumsum tulang, terutama
dari tulang pendek, pipih, dan tak beraturan dari jaringan konselus
pada ujung tulang pipa dan dari sumsum dalam batang iga-iga dan
dari sternum. Perkembangan sel darah dalam sumsum tulang
melalui berbagai tahap mula-mula besar dan berisi nukleus tetapi
tidak ada hemoglobin, kemudian dimuati hemoglobin dan
10

akhirnya kehilangan nukleusnya dan baru diedarkan ke dalam


sirkulasi darah.
Rata-rata panjang hidup sel darah merah normalnya 120 hari.
Sel menjadi usang dan dihancurkan dalam sistema retikulo-
endotelial, terutama dalam limpa dan hati. Globin dan
hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk digunakan
sebagai protein dalam jaringan-jaringan dan zat besi dalam heme
dari hemoglobin dikeluarkan untuk digunakan dalam
pembentukan sel darah merah lagi. Sisa heme dari hemoglobin
diubah lagi menjadi bilirubin (pigmen kuning) dan biliverdin
yaitu yang berwarna kehijau-hijauan yang dapat dilihat pada
perubahan warna hemoglobin yang rusak pada luka memar.
Bila terjadi perdarahan maka sel merah dengan
hemoglobinnya sebagai pembawa oksigen hilang. Pada
perdarahan sedang, sel-sel itu diganti dalam waktu beberapa
minggu berikutnya. Tetapi bila kadar hemoglobin turun sampai
40% atau dibawahnya, maka diperlukan tranfusi darah.
Fungsi sel darah merah yaitu mengikat oksigen dari paru-
paru untuk diedarkan keseluruh jaringan tubuh dan mengikat
karbon dioksida dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui
paru-paru / melalui jalan pernafasan.
Produksi Eritrosit (Eritropoesis):
a) Terjadi di sumsum tulang dan memerlukan besi, Vit B12, asam
folat, piridoksin (B6)
b) Di pengaruhi oleh O₂ dalam jaringan
c) Masa hidup : 120 hari
d) Eritrosit tua dihancurkan di sistem retikuloendotelial (hati dan
limpa)
e) Pemecahan Hb menghasilkan bilirubin dan besi. Besi berkaitan
dengan protein (transferin) dan diolah kembali menjadi Hb
baru.
11

2) Leukosit (Sel darah putih)


Berbentuk bening, tidak bewarna, memiliki inti, lebih besar
dari sel darah merah (eritrosit), dalam keadaan normalnya
terkandung 4x109 hingga 11x109 sel darah putih di dalam seliter
darah manusia dewasa yang sehat, sekitar 7000-25000 sel per
tetes. Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 6000 sampai
10000 (rata-rata 8000) sel darah putih.
Leukosit selain berada di dalam pembuluh darah juga terdapat
di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit di
sebabkan oleh masuknya kuman / infeksi maka jumlah leukosit
yang ada di dalam darah akan lebih banyak dari biasanya. Hal ini
disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam kelenjar
limfe, beredar dalam darah untuk mempertahankan tubuh dari
serangan penyakit tersebut.
Rentang kehidupan leukosit setelah di produksi di sumsum
tulang, leukosit bertahan kurang lebih satu hari di dalam sirkulasi
sebelum masuk ke jaringan. Sel ini tetap dalam jaringan selama
beberapa hari, beberapa minggu, atau beberapa bulan, tergantung
jenis leukositnya.
Fungsi dari leukosit sebagai pertahanan tubuh yaitu
membunuh dan memakan bibit penyakit / bakteri yang masuk
kedalam jaringan RES (sistem retikuloendotel), tempat
pembiakannya didalam limpa dan kelenjar limfe, sebagai
pengangkut yaitu mengangkut membawa zat lemak dari dinding
usus melalui limpa terus ke pembuluh darah.
Macam-Macam Sel Darah Putih (Leukosit), meliputi :
a) Agranulosit
Sel leukosit yang tidak mempunyai granula di dalamnya,
yang terdiri dari :
1) Limfosit, yaitu macam leukosit yang dihasilkan dari
jaringan RES dan kelenjar limfe, bentuknya ada yang besar
dan kecil, didalam sitoplasmanya tidak terdapat glandula
12

dan intinya besar, banyaknya kira-kira 15%-20%. rentang


hidupnya dapat mencapai beberapa tahun. Struktur limfosit
mengandung nukleus bulat berwarna biru gelap yang
dikelilingi lapisan tipis sitoplasma. Ukurannya bervariasi
ukuran kecil 5 µm – 8 µm, ukuran terbesar 15 µm.
Berfungsi membunuh dan memakan bakteri yang masuk
kedalam jaringan tubuh dan berfungsi juga dalam reaksi
imunologis.
2) Monosit, terbanyak dibuat di sumsum merah, lebih besar
dari limfosit, mencapai 3%-8% jumlah total. Struktur
merupakan sel darah terbesar. Memilik protoplasma yang
lebar, berwarna biru abu-abu mempunyai bintik-bintik
sedikit kemerahan, inti selnya bulat dan panjang, warnanya
lembayung muda. Berfungsi sangat fagositik dan sangat
aktif. Sel ini siap bermigrasi melalui pembuluh darah. Jika
monosit telah meninggalkan aliran darah, maka sel ini
menjadi hitosit jaringan (makrofag tetap).
b) Granulosit
Disebut juga leukosit granular yang terdiri dari :
1) Neutrofil, atau disebut juga polimorfonuklear leukosit
banyaknya mencapai 50%-60%. Struktur neutrofil memiliki
granula kecil berwarna merah muda dalam sitoplasmanya
dan banyak bintik-bintik halus / glandula. Nukleusnya
memiliki 3-5 lobus yang terhubungkan dengan benang
kromatin tipis. Diameternya mencapai 9 µm – 12 µm.
Berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri
serta proses peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga
juga yang memberikan tanggapan pertama terhadap infeksi
bakteri, aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang
banyak menyebabkan adanya nanah.
2) Eusinofil, mencapai 1%-3% jumlah sel darah putih. Struktur
memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar, dengan
13

pewarnaan oranye kemerahan. Sel ini memiliki nukleus


berlobus dua, dan berdiameter 12 µm – 15 µm. Berfungsi
merupakan fagosti lemah, jumlahnya akan mengikat saat
terjadi alergi atau penyakit parasit, tetapi akan berkurang
selama stres berkepanjangan. Sel ini berfungsi dalam
detoksifikasi histamin yang di produksi sel mast dan
jaringan yang cedera saat inflamasi berlangsung.
3) Basofil, mencapai kurang dari 1% jumlah leukosit. Struktur
memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang
bentuknya tidak beraturan dan akan bewarna keunguan
sampai hitam serta memperlihatkan nukleus berbentuk S.
Diameternya 12 µm – 15 µm. Berfungsi bertanggung jawab
untuk memberi reaksi alergi dan antigen dengan jalan
mengeluarkan histamin kimia yang menyebabkan
peradangan.
3) Trombosit (Sel pembeku darah)
Trombosit merupakan benda-benda kecil yang mati yang
bentuk dan ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat dan
lonjong, warnanya putih, normal pada orang dewasa 200.000-
300.000/mm³. Bagian inti yang merupakan fragmen sel tanpa
nukleus yang berasal dari sumsum tukang. Ukuran trombosit
mencapai setengah ukuran sel darah merah. Sitoplasmanya
terbungkus suatu membran plasma dan mengandung berbagai
jenis granula yang berhubungan dengan proses koagulasi darah.
Trombosit lebih dari 300.000 disebut trombositosis.
Trombosit yang kurang dari 200.000 disebut trombositopenia.
Trombosit memiliki masa hidup dalam darah antara 5-9 hari.
Trombosit yang tua atau mati di ambil dari sistem perdaran darah,
terutama oleh makrofag jaringan. Lebih dari separuh trombosit
diambil oleh makrofag dalam limpa, pada waktu darah melewati
organ tersebut.
14

Di dalam plasma darah terdapat suatu zat yang turut


membantu terjadinya peristiwa pembekuan darah yaitu Ca2+ dan
fibrinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh mendapat
luka. Ketika kita luka maka darah akan keluar, trombosit pecah
dan akan mengeluarkan zat yang di namakan trombokinase.
Trombokinase ini akan bertemu dengan protrombin dengan
pertolongan Ca2+ akan menjadi trombin. Trombin akan bertemu
dengan fibrin yang merupakan benang-benang halus, bentuk
jaringan yang tidak teratur letaknya, yang akan menahan sel
darah, dengan demikian terjadilah pembekuan. Protrombin ini
dibuat di dalam hati dan untuk membuatnya diperlukan vitamin
K, dengan demikian vitamin K penting untuk pembekuan darah.
Fungsinya memegang peranan penting dalam pembekuan
darah (hemostatis). Jika banyaknya kurang dari normal, maka
kalau ada luka darah tidak lekas membeku sehingga timbul
perdarahan yang terus-menerus.
4) Plasma Darah
Merupakan komponen terbesar dalam darah dan merupakan
bagian darah yang cair, tersusun dari air 91%, protein plasma
darah 7%, asam amino, lemak, glukosa, urea, garam sebanyak
0,9%, dan hormon, antibodi sebanyak 0,1% . Berfungsi
mengangkut sari makanan ke sel-sel serta membawa sisa
pembakaran dari sel ke tempat pembuangan selain itu plasma
darah juga menghasilkan zat kekebalan tubuh terhadap penyakit
atau zat antibodi.
Protein plasma mencapai 7% dari plasma dan merupakan
satu-satunya unsur pokok plasma yang tidak dapat menembus
membran kapiler untuk mencapai sel. Ada 3 jenis protein plasma
yang utama :
a) Albumin adalah protein yang terbanyak, sekitar 55%-60%
tetapi ukurannya paling kecil. Albumin di sintesis di dalam hati
15

dan bertanggung jawab untuk tekanan osmotik koloid darah.


Mempertahankan tekanan osmotik agar normal (25 mmHg).
b) Globulin membentuk sekitar 30% protein plasma. Alfa dan
beta globulin disintesis di hati, dengan fungsi utama sebagai
molekul pembawa lipid, beberapa hormon, berbagai subtrat,
dan zat penting lainnya. Gamma globulin (immunoglobulin)
fungsi utama berperan sebagai antibodi.
c) Fibrinogen membentuk sekitar 4% protein plasma. Disintesis
di hati dan merupakan komponen esensial dalam mekanisme
pembekuan darah.

5) Proses Pembentukan Sel Darah


a) Terjadi awal masa embrional, sebagian besar pada hati dan
sebagian kecil pada limpa. Pada minggu ke-20 masa embrional
mulai terjadi pada sumsum tulang.
b) Semakin besar janin peranan pembentukan sel darah terjadi
pada sumsum tulang.
c) Setelah lahir semua sel darah dibuat di sumsum tulang, kecuali
limfosit yang juga di bentuk di kelenjar limfe, thymus dan lien.
d) Setelah usia 20 tahun sumsum tulang panjang tidak
memproduksi lagi darah kecuali bagian proximal, humerus,
dan tibia. (Syaifuddin. 2012)

B. DEFINISI
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan ditesis hemoragik. Demam Berdarah Dengue (DBD)
merupakan penyakit virus yang ditularkan oleh nyamuk yang terpenting di
dunia yang biasanya ditemukan di daerah tropis termasuk Indonesia.
(Soedarto 2012)
16

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan


oleh virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk genus Aedes sp. Penderita
yang terinfeksi virus tersebut akan mengalami berbagai gejala seperti
demam dan bisa terjadi komplikasi yang berpotensi fatal sebagai akibat
kebocoran plasma, akumulasi cairan, gagal nafas, pendarahan hebat dan
gangguan organ. (WHO, 2014)
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit demam akut
terutama pada anak-anak, dan saat ini cenderung polanya berubah ke orang
dewasa. Gejala yang ditimbulkan dengan manifestasi perdarahan dan
berpotensi manimbulkan shock yang dapat menimbulkan kematian.
(Depkes, 2011)
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam
tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aeges aegypty yang terdapat pada
anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri
sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.
Komplikasi Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menurut Smeltzer
dan Bare (2002) adalah perdarahan, kegagalan sirkulasi, Hepatomegali,
dan Efusi pleura.
1. Perdarahan
Perdarahan pada Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) disebabkan
adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit
(trombositopenia) <100.000 /mm³ dan koagulopati, trombositopenia,
dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum
tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan
terlihat pada uji tourniquet positif, petekie, purpura, ekimosis, dan
perdarahan saluran cerna, hematemesis dan melena.
2. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2–7,
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi
kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum,
17

hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan


berkurangnya aliran balik vena (venous return), preload, miokardium
volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi atau
kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan. DSS juga disertai
dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan perfusi miokard dan
curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia
jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel,
terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam
12-24 jam.
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemahan yang berhubungan
dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan
sel sel kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih
besar dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus
antibodi.
4. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan
ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan
dengan adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan
terjadi dispnea, sesak napas.

C. ETIOLOGI
Penyebab demam berdarah adalah virus dengue sejenis arbovirus
yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti sebagai vector ke tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk tersebut. Virus dengue penyebab demam berdarah
termasuk group B Arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal
sebagai genus flavirus, family flaviviridae dan mempunyai 4 serotipe,
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Ternyata DEN-2 dan DEN-3
merupakan serotype yang paling banyak sebagai penyebab. Dalam hal ini
penularan melibatkan tiga faktor yaitu manusia, virus dan virus perantara.
Nyamuk- nyamuk tersebut dapat menularkan virus dengue kepada
manusia baik secara langsung, yaitu setelah menggigit orang yang sedang
18

mengalami viremia, maupun secara tidak langsung setelah mengalami


masa inkubasi dalam tubuhnya selama 8-10 hari. Pada manusia diperlukan
waktu 4-6 hari atau 13-14 hari sebelum menjadi sakit setelah virus masuk
dalam tubuh.
Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus sebagai vector ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
tersebut. Infeksi orang itu mendapat infeksi berulang oleh tipe virus
dengue yang berlainan akan menimbulkan reaksi yang berbeda. DBD
dapat terjadi bila seseorang yang telah terinfeksi dengue pertama kali,
mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. (Mansjoer, 2010)

D. EPIDEMIOLOGI
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi
klinis yang bervariasi antara yang paling ringan, demam dengue (DD),
DBD dan demam dengue yang disertai renjatan atau dengue shock
syndrome (DSS), ditularkan nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus
yang terinfeksi. Host alami DBD adalah manusia, agentnya adalah virus
dengue yang termasuk ke dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus,
terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den-4.1
Dengue di Asia Tenggara menyebar ke negara-negara tropis dan
subtropis dan sekelilingnya, Cina Selatan dan Taiwan Selatan, lalu
menurun ke negara-negara kepulauan Malaysia , Filipina, Guinea Baru,
Australia, dan beberapa pulau di Pasifik, antara lain Tahiti, Palau, Toga
dan Cook Island. Penularan hiperendemis berlangsung di Vietnam,
Thailand, Pakistan, India dan Indonesia. Dalam 50 tahun terakhir, kasus
DBD meningkat 30 kali lipat dengan peningkatan ekspansi geografis ke
negara- negara baru dan dalam dekade ini, dari kota ke lokasi pedesaan.
Penderitanya banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan
subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan
Karibia. Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara,
terutama di daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di
19

Brazil dan bagian lain Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India.
Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta
orang, setengahnya dirawat di rumah sakit dan mengakibatkan 22.000
kematian setiap tahun, diperkirakan 2,5 miliar orang atau hampir 40 persen
populasi dunia, tinggal di daerah endemis DBD yang memungkinkan
terinfeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk setempat. (Soedarto 2012)
Indonesia adalah salah satu daerah endemis Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF). Faktor lingkungan dengan banyak genangan air bersih yang
bisa menjadi sarang nyamuk, mobilitas penduduk yang tinggi, dan
cepatnya transportasi antar daerah menyebabkan sering terjadinya epidemi
dengue. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) kemudian menyebar
keseluruh Indonesia dengan jumlah 158.912 kasus pada 2009. Kota-kota
besar di Jawa misal Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta umumnya
merupakan daerah endemis semua serotipe virus dengue. Menurut laporan
Departemen Kesehatan RI seluruh provinsi di Indonesia saat ini telah
terjangkit penyakit Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). (Soedarto, 2012)
Penyebaran penyakit DBD di Provinsi Kalimantan Selatan terjadi
di 13 (tiga belas) kota/kabupaten. Pada tahun 2005 terdapat kasus demam
berdarah dengan Incidence Rate (IR) = 9,3/100.000 penduduk dan Case
Fatality Rate (CFR) 2,6%. Pada tahun 2006 kasus DBD meningkat dengan
IR = 12,45/100.000 penduduk dan CFR 1,31%. Angka incidence rate di
Kalimantan Selatan pada tahun 2007 sebesar 35,59/100.000 penduduk
dengan CFR=1,21%, tahun 2008 sebesar 14,44/100.000 penduduk dengan
CFR=1,70%, dan tahun 2009 (periode Januari - September) sebesar
11,26/100.000, dengan CFR=1,91%. Kasus tertinggi terjadi di Kota
Banjarmasin, Kota Banjarbaru dan Kabupaten Banjar. Wilayah Kabupaten
Banjar dengan kasus terbesar tahun 2010 di Puskesmas Martapura dengan
jumlah kasus sebanyak orang 38 penderita. Tahun 2012 Provinsi
Kalimantan Selatan di tememukan sebanyak 1.394 kasus Demam Berdarah
Dengue. (DINKES PROV.Kalsel 2012)
Di Rumah sakit Suaka Insan Banjarmasin dari Tahun 2017 - 2018
di temukan 205 kasus Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) yang di lakukan
20

perawatan di rumah sakit maupun rawat jalan . (Medical record Rumah


Sakit Suaka Insan Banjarmasin 2018)
Penularan virus dengue terjadi melalui gigitan nyamuk yang
termasuk subgenus Stegomya yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Ae.
albopictus sebagai vektor primer dan Ae. polynesiensis, Ae.scutellaris
serta Ae (Finlaya) niveus sebagai vektor sekunder, selain itu juga terjadi
penularan transexsual dari nyamuk jantan ke nyamuk betina melalui
perkawinan serta penularan transovarial dari induk nyamuk ke
keturunannya. Ada juga penularan virus dengue melalui transfusi darah
seperti terjadi di Singapura pada tahun 2007 yang berasal dari penderita
asimptomatik. Dari beberapa cara penularan virus dengue, yang paling
tinggi adalah penularan melalui gigitan nyamuk Ae. aegypti. Masa
inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-10
hari, sedangkan inkubasi intrinsik (dalam tubuh manusia) berkisar antara
4-6 hari dan diikuti dengan respon imun. (Candra, 2011)

E. PATOFISIOLOGI
1. Narasi
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti dimana virus tersebut akan masuk ke alliran
darah, maka terjadilah viremia (virus dalam aliran darah). Kemudian
aliran darah beredar ke seluruh tubuh maka virus tersebut dapat dengan
mudah menyerang organ tubuh manusia. Paling banyak organ yang
terserang adalah sistem gastrointestinal, hepar, pembuluh darah dan
pada reaksi imunologi. Jika virus masuk ke dalam sistem
gastrointestinal maka tidak jarang klien mengeluh mual, muntah, dan
anoreksia. Bila virus menyerang organ hepar, maka virus dengue
tersebut mengganggu sistem kerja hepar, dimana salah satunya adalah
tempat sintesis dan oksidasi lemak, namun karena hati terserang virus
dengue maka hati tidak dapat memecahkan asam lemak tersebut
menjadi benda-benda keton, sehingga akan menyebabkan pembesaran
21

hepar atau hepatomegali, dimana pembesaran hepar ini akan menekan


abdomen dan menyebabkan distensi abdomen. (Mansjoer, 2011)
Virus dengue juga masuk ke pembuluh darah dan menyebabkan
peradangan pada pembuluh darah vaskuler atau terjadi vaskulitis yang
mana akan menurunkan jumlah trombosit (trombositopenia) dan faktor
koagulasi merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat.
Dapat terjadi kebocoran plasma yang akan menyebabkan hipoksia
jaringan, asidosis metabolik dan berakhir dengan kematian. Bila virus
bereaksi dengan antibodi maka mengaktivasi sistem komplemen untuk
melepaskan histamin dan merupakan mediator faktor meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah atau terjadi demam, dimana di
dapat Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) dengan derajat I, II, III.IV.
(Mansjoer,2011)
22

2. Skema

Arbovirus (melalui nyamuk Inveksi virus


Beredar dalam aliran darah
aedes aegypti) Dengue (viremia)

Membentuk & melepas Mengaktifkan


PGE2 Hipotalamus
zat C3a,C5a sistem komplemen

Peningkatan reabsorsi Permeabilitas


Hipertermi membran
Na+ dan H2O
meningkat

Agregasi trobosit Kerusakan endotel Resiko syok


pembuluh darah hipovolemik
Trobositpoenia
Renjatan
Merangsang & hipovolemik dan
mengaktivasi faktor hipotensi
pembekuan
Kebocoran plasma
DIC

Resiko perdarahan Perdarahan

Resiko perfusi
jaringan tidak
efektif

Asidosis metabolik Hipoksia jaringan

Resiko syok
(hipovolemik)
Kekurangan Ke extravaskular
volume cairan

A B C
23

A B C

Paru-paru Hepar Abdomen

Efusi pleura Hepatomegali Asites

Ketidakefektifan Mual , muntah


pola nafas
Penekanan intra
abdomen Ketidak
seimbangan
nutrisi kurang
Nyeri dari kebutuhan
tubuh

Skema 2.1 Patofisiologi DHF


Sumber : (Nurarif & Kusuma, 2013)
24

F. COLLABORATIVE CARE MANAGEMEN


1. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien
tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi
untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran
limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell
culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik
RT-PCR (Reserve Transcriptase Polymerase Chain Reaction),
namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang
mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa
antibodi total, IgM maupun IgG. Parameter laboratoris yang dapat
diperiksa antara lain :
1) Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat
ditemui limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai
adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total
leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
2) Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
3) Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan
ditemukannya peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit
awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
4) Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-
Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan
atau kelainan pembekuan darah.
5) Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat
kebocoran plasma.
6) SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
7) Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
25

b. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada
hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat,
efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan
foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan
(pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG. (WHO,
2006)
c. Serologi
1) Uji serologi memakai serum ganda.
Serum yang diambil pada masa akut dan masa konvalegen
menaikkan antibodi anti dengue sebanyak minimal empat kali
termasuk dalam uji ini pengikatan komplemen (PK), uji
neutralisasi (NT) dan uji dengue blot.
2) Uji serologi memakai serum tunggal.
Ada tidaknya atau titer tertentu antibodi anti dengue uji
dengue yang mengukur antibodi anti dengue tanpa memandang
kelas antibodinya uji Ig M anti dengue yang mengukur hanya
antibodi anti dengue dari kelas Ig M.

2. Medikasi
Menurut Hadinegoro (2001) dan Hendrawanto (2003),
pengobatan demam berdarah dengue bersifat simptomatik dan suportif
yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan
oral tidak dapat diberikan oleh karena muntah atau nyeri perut yang
berlebihan maka cairan intravena perlu diberikan.
Medikamentosa yang bersifat simptomatis :
a. Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres es dikepala,
ketiak,inguinal.
b. Antipiretik sebaiknya dari asetaminofen, eukinin atau dipiron.
c. Antibiotik diberikan jika ada infeksi sekunder.
d. Larutan fisiologis NaCl
26

e. Larutan Isotonis ringer laktat


f. Ringer asetat
g. Glukosa 5%
Cairan pengganti :
Rumus menghitung balance cairan
CM – CK – IWL
Ket :
CM : Cairan Masuk
CK : Cairan Keluar
Rumus IWL
IWL = (15 x BB )
24 jam
Cth: Tn.A BB 60kg dengan suhu tubuh 37⁰C
IWL = (15 x 60 ) = 37,5 cc/jam
24 jam
Jika dalam 24 jam ----> 37,5 x 24 = 900cc

Rumus IWL Kenaikan Suhu


[(10% x CM)x jumlah kenaikan suhu] + IWL normal
24 jam
Cth: Tn.A BB 60kg, suhu= 39⁰C, CM= 200cc
IWL = [(10%x200)x(39⁰C-37⁰C)] + 37,5cc
24 jam
= (20x2) + 37,5cc
24
= 1,7 + 37,5 = 39cc/jam
27

3. Diet
Memberikan makanan dan cairan secukupnya untuk memperbaiki
jaringan tubuh yang rusak serta mencegah komplikasi pendarahan.
Pemberian diet pada kasus demam berdarah dengue ini dilakukan
secara bertahap kemudian ditingkatkan sesuai dengan kemampuan
penderita. (Huda K.A 2016)
1) Beri minum sebanyak mungkin
2) Beri intake makanan yang mengandung vitamin terutama vitamin C
3) Berikan makanan berbentuk lunak
4) Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam
4. Aktivitas
Batasi aktivitas pada pasien Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
dan anjurkan untuk tirah baring menghindari terjadinya perdarahan
aktif atau kelelahan akibat kehilangan cairan melalui aktivitas
berlebih. (Suciwati 2014)
5. Pendidikan kesehatan
Perilaku yang tidak sehat memberi ruang leluasa pada nyamuk
Aedes aegypti untuk hidup dan berkembang biak. Sebagian besar
masyarakat telah mengetahui program pemberantasan nyamuk demam
berdarah melalui kegiatan 3M (menguras, mengubur, dan menutup),
namun sebagian besar tidak banyak yang melaksanakannya.
Kepedulian masyarakat terhadap pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
relatif belum optimal. Masyarakat lebih senang jika pemberantasan
nyamuk demam berdarah dilakukan dengan cara yang langsung dapat
dilihat yaitu dengan cara pengasapan (fogging). Anjurkan pasien dan
keluarga untuk membersihkan lingkungan, ajarkan pasien dan keluarga
kompres dingin (air biasa) bila suhu meningkat di semua pelipatan.
jelaskan tanda-tanda Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) lanjutan dan
minta keluarga waspada. (Putri A dkk 2016)
28

G. MANAGEMEN ASUHAN KEPERAWATAN


1. Assessment
1. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan,
kepercayaan.
2. Keluhan Utama
Demam
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai
menggigil dengan kesadaran komposmentis. Turunnya panas
terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan keadaan anak semakin
lemah. Kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual,
diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, serta adanya
manifestasi pendarahan pada kulit.
b. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah
mengalami serangan ulang Dengue Hemorrhagic Fever (DHF).
c. Riwayat imunisasi
Apabila mempunyai daya tahan tubuh yang baik, maka
kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
d. Riwayat gizi
Status gizi yang menderita Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF) dapat bervariasi, dengan status gizi yang baik maupun
buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya.
Pasien yang Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sering
mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun.
Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan
pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka akan mengalami
penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
29

e. Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan
lingkungan yang kurang bersih ( seperti air yang menggenang
dan gantungan baju dikamar ).
4. Acitvity Daily Life (ADL)
a. Nutrisi : Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan.
b. Aktivitas : Nyeri pada anggota badan, punggung, sendi, kepala,
ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas
sehari-hari.
c. Istirahat, tidur : Dapat terganggu karena panas, sakit kepala dan
nyeri.
d. Eliminasi : Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai anuria.
e. Personal hygiene : Meningkatnya ketergantungan kebutuhan
perawatan diri.
5. Pemeriksaan fisik terdiri dari :
a. Keadaan umum : Berdasarkan tingkatan (grade) Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) keadaan umum adalah sebagai
berikut :
1) Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah,
tanda – tanda vital dan nadi lemah.
2) Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah,
ada perdarahan spontan petekie, perdarahan gusi dan telinga,
serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3) Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis,
somnolen, nadi lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi
menurun.
4) Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak
teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur,
ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis.
30

b. Kepala dan leher


1) Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata,
lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
2) Mulut : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor,
(kadang-kadang) sianosis.
3) Hidung : Epitaksis
4) Tenggorokan : Hiperemia
5) Leher : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas
rahang daerah servikal posterior.
c. Dada (Thorax)
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.
Pada Stadium IV :
Palpasi : Vocal – fremitus kurang bergetar.
Perkusi : Suara paru pekak.
Auskultasi : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.
d. Abdomen (Perut)
Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan
dehidrasi turgor kulit dapat menurun, suffiing dulness, balote
ment point (Stadium IV).
e. Anus dan genetalia
Eliminasi alvi : Diare, konstipasi, melena.
Eliminasi uri : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.
f. Ekstremitas atas dan bawah
Stadium I : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test.
Stadium II – III : Terdapat petekie dan ekimose di kedua
ekstremitas.
Stadium IV : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada
jari tangan dan kaki.
6. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah klien Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
akan dijumpai :
a. Hb dan PCV meningkat ( ≥20%).
31

b. Trambositopenia (≤100.000/ml).
c. Leukopenia.
d. Ig.D. dengue positif.
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.
f. Urium dan Ph darah mungkin meningkat.
g. Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg.
h. SGOT/SGPT mungkin meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
kebocoran plasma darah. (NANDA 2013)
2. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
(NANDA 2013)
3. Kekurang volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravascular ke ekstravaskular. (NANDA 2013)
4. Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan pindahnya cairan intravascular ke
ekstravaskular. (NANDA 2013)
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat mual dan
nafsu makan yang menurun. (NANDA 2013)
6. Resiko perdarahan berhubungan penurunan faktor-faktor pembekuan
darah (trombositopenia). (NANDA 2013)
7. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nafas terganggu
akibat spasme otot-otot pernafasan, nyeri, hipoventilasi. (NANDA
2013)
32

3. Perencanaan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
kebocoran plasma darah
Kriteria hasil :
Perfusi jaringan perifer kembali adekuat dengan kualitas dan
frekuensi denyut nadi tidak melemah, tekanan darah normal ( 120/80
mmHg ).
Intervensi :
a. Kaji dan catat tanda – tanda vital (kualitas dan frekuensi denyut
nadi, tekanan darah).
R/ Dengan mengetahui TTV, dapat menjadi acuan untuk
mengetahui fungsi organ vital tubuh.
b. Kaji dan catat sirkulasi pada ekstermitas (suhu, kelembaban dan
warna).
R/ Dengan mengetahui berapa suhu, tingkat kelembaban dan
warnanya dapat diketahui apakah ada perubahan perfusi jaringan
yang tampak pada ekstermitas.
c. Menilai kemungkinan terjadinya kematian jaringan pada
ekstermitas seperti dingin, nyeri, pembengkakan kaki.
R/ Kematian jaringan merupakan dampak dari perubahan perfusi
jaringan yang tidak adekuat.
2. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
Kriteria hasil :
Suhu tubuh normal (36-37oC), pasien bebas dari demam.
Intervensi :
a. Mengkaji saat timbulnya demam.
R/ Untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
b. Mengobservasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, tensi, pernapasan.
R/ Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui kea-
daan umum pasien.
c. Memberikan penjelasan tentang penyebab demam atau pening-
katan suhu tubuh.
33

R/ Penjelasan tentang kondisi yang dialami pasien dapat


membantu pasien/keluarga mengurangi kecemasan yang timbul.
d. Memberikan penjelasan pada pasien/keluarga tentang hal-hal
yang dapat dilakukan untuk mengatasi demam & menganjurkan
pasien / keluarga untuk kooperatif.
R/ Keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses penyem-
buhan pasien di rumah sakit.
e. Menjelaskan pentingnya tirah baring bagi pasien & akibatnya jika
hal tersebut tidak dilakukan.
R/ Penjelasan yang diberikan pada pasien/keluarga akan
memotivasi pasien untuk kooperatif.
f. Menganjurkan pasien untuk banyak minum  2,5 l/24 jam &
jelaskan manfaatnya bagi pasien.
R/ Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang
banyak.
g. Memberikan kompres dingin (pada daerah axila & lipat paha).
R/ Kompres dingin akan membantu menurunkan suhu tubuh.
h. Menganjurkan untuk tidak memakai selimut & pakaian yang
tebal.
R/ Pakaian yang tipis akan mem-bantu mengurangi penguapan
tubuh.
i. Memberikan terapi cairan intravena & obat-obatan sesuai dengan
program dokter (kolaborasi).
R/ Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu
tinggi. Pemberian cairan merupakan wewenang dokter sehingga
perawat perlu berkolaborasi dalam hal ini.
3. Kekurang volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravascular ke ekstravaskular
Kriteria Hasil :
Wajah klien tampak segar, turgor kulit baik.
34

Intervensi :
a. Kaji tingkat dehidrasi (keadaan umum, muka, mulut, turgor kulit).
R/ Untuk mengetahui tingkat dehidrasi yang dialami pasien
( ringan, sedang, berat ).
b. Observasi dan catat keadaan umum pasien dan tanda – tanda vital.
R/ Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui tindakan yang
sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Monitor tanda – tanda dehidrasi
R/ Agar dapat segera dilakukkan tindakan untuk menagani yang
dialami pasien.
d. Monitor dan catat masukan dan pengeluaran cairan.
R/ Untuk mengetahui keseimbangan cairan dan sebagai indikasi
untuk intervensi selanjutnya.
e. Kaji perubahan pengeluaran urine ( urine output 2 ml/jam 600
ml/hari ).
R/ Untuk mengetahui keseimbagan cairan.
f. Beri minum sedikit – sedikit tetapi sering sesuai dengan
kebutuhan pasien.
R/ Dengan minum sedikit – sedikit tapi sering sesuai dengan
kebutuhan pasien.
g. Kolaborasi dengan dokter dalam penberian cairan intravena.
R/ Pemberian cairan intravena sangat efektif untuk membantu
memenuhi kebutuhan cairan atau mengganti cairan yang hilang.
4. Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan pindahnya cairan intravascular ke
ekstravaskular
Kriteria hasil :
Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
a. Monitor keadaan umum pasien.
R/ Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama
35

saat terjadi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda


presyok /syok.
b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
R/ Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk
memastikan tidak terjadi presyok / syok.
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera
laporkan jika terjadi perdarahan.
R/ Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda
perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan
tepat dapat segera diberikan.
d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena.
R/ Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan
tubuh secara hebat.
e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombosit.
R/ Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang
dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat mual dan
nafsu makan yang menurun
Kriteria hasil :
Kebutuhan nutrisi kembali terpenuhi, menunjukkan peningkatan
BB/BB stabil dan tidak ada penurunan BB.
Intervensi :
a. Kaji keluhan mual/muntah, yang dialami pasien.
R/ Dapat mengidentifikasi intervensi yang diperlukan oleh pasien.
b. Anjurkan kepada pasien untuk makan sedikit – sedikit tapi sering.
R/ Dengan porsi yang kecil dapat mengurangi mual dan muntah.
c. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur dan hidangan
yang masih hangat.
R/ Membantu mengurangi mual dan muntah.
36

d. Jelaskan manfaat nutrisi bagi pasien terutama saat sakit.


R/ Meningkatkan pengetahuan pasien tentang nutrisi sehingga
memotivasi untuk makan meningkat.
e. Catat jumlah / porsi makan yang pasien habiskan saat sakit.
R/ Untuk mengetahui intake yang masuk kedalam tubuh pasien.
f. Timbang BB tiap 2 – 3 hari.
R/ Dengan menimbang BB tiap hari dapat diketahui apakah ada
perubahan dalam pemenuhan nutrisi pasien.

g. Beri terapi antiemetik sesuai program dokter.


R/ Antimetik berfungsi untuk mengurangu rasa mual dan muntah
sehingga diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.
h. Berikan nutrisi parenteral sesuai ketentuan dokter / ahli gizi.
R/ Nutrisi parenteral dapat membantu memenuhi kebutuhan
nutrisi pasien.
6. Resiko perdarahan berhubungan penurunan faktor-faktor pembekuan
darah (trombositopenia)
Kriteria hasil :
Perdarahan tidak terjadi, peningkatan trombosit.
Intervensi :
a. Monitor tanda penurunan jumlah trombosit, Hb, Ht, yang disertai
tanda – tanda klinis.
R/ Penurunan trombosit, Hb, Ht, merupakan tanda – tanda
kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat
menimbulkan tanda – tanda klinis berupa pendarahan nyata
( epitaksis, petekie, melena ).
b. Monitor jumlah trombosit setiap hari.
R/ Dengan jumlah trombosit yang dipantau setiap hari, diketahui
tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan
yang dialami oleh pasien.
37

c. Berikan penjelasan tentang pengaruh trombositopenia pada


pasien.
R/ Agar pasien dapat mengetahui hal – hal yang mungkin terjadi
pada pasien dan dapat membantu mengantisipasi terjadinya
perdarahan karena trombositopenia.
d. Berikan penjelasan kepada pasien / keluarga untuk segera
melaporkan adanya tanda – tanda perdarahan lebih lanjut seperti
epitaksis, melena, dan lain-lain.
R/ Keterlibatan pasien/keluarga sangat membantu pasien untuk
mendapatkan penanggulangan sedini mungkin.
e. Anjurkan pasien untuk banyak beristirahat.
R/ Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
perdarahan.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam memberi obat dan transfusi
darah apabila terjadi perdarahan.
R/ Pemberian obat anti koagulasi menbatu dalam proses
pembekuan darah dan transfusi untuk mengatasi perdarahan hebat
yang terjadi.
7. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nafas terganggu
akibat spasme otot-otot pernafasan, nyeri, hipoventilasi
Kriteria hasil :
Napas pendek tidak ada , tidak ada penggunaan otot bantu , bunyi
napas tambahan tidak ada , ekspansi dada simetris.
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
R/ Untuk mengetahui frekuensi & kedalaman pernafasan karena
kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.
b. Auskultasi bunyi nafas, dan catat adanya bunyi nafas tambahan.
R/ Perubahan bunyi nafas menunjukan obstruksi sekunder.
c. Observasi pola batuk.
R/ Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/iritatif.
38

d. Berikan pada klien posisi semi fowler.


R/ Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernafasan.
e. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan.
R/ Memaksimalkan pernafasan dan menurunkan kerja nafas.

4. Evaluasi
Evaluasi yang di nilai berdasarkan perkembangan yang terjadi
pada klien setelah dilakukan tindakan yang mengacu pada tujuan dan
kriteria hasil telah di tentukan. Evaluasi studi kasus ada dua macam :
1. Evaluasi Formatif merupakan hasil yang dilakukan setelah tindakan
keperawatan yang berupa respon hasil.
2. Evaluasi sumatif berupa SOAP, sehingga belum di ketahui dengan
masalah yang belum teratasi.
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan
melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi pada pasien dengan diagnosa medis DHF adalah :
1. Perfusi jaringan perifer kembali adekuat dengan kualitas dan
frekuensi denyut nadi tidak melemah, tekanan darah normal ( 120/80
mmHg ).
2. Suhu tubuh pasien kembali normal (36-37,50C)
3. Wajah klien tampak segar, turgor kulit baik.
4. Kebutuhan nutrisi kembali terpenuhi, menunjukkan peningkatan
BB/BB stabil dan tidak ada penurunan BB.
5. Perdarahan tidak terjadi, peningkatan trombosit.
6. Napas pendek tidak ada , tidak ada penggunaan otot bantu , bunyi
napas tambahan tidak ada , ekspansi dada simetris.

Anda mungkin juga menyukai