TINJAUAN PUSTAKA
7
8
2. Fungsi Darah :
a. Sebagai alat pengangkut, yaitu :
1) Mengambil oksigen / zat pembakaran dari paru-paru untuk
diedarkan keseluruh jaringan tubuh.
2) Mengangkut karbon dioksida dari jaringan untuk dikeluarkan
melalui paru-paru.
3) Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan
dibagikan keseluruh jaringan / alat tubuh.
4) Mengangkat / mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi
tubuh untuk dikeluarkan melalui ginjal dan kulit.
5) Mengedarkan hormon yaitu hormon untuk membantu proses
fisiologis.
b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun
dalam tubuh dengan perantaraan leukosit dan antibodi / zat-zat anti
racun.
c. Menyebarkan panas keseluruh tubuh.
d. Menjaga keseimbangan asam basa jaringan tubuh untuk menghindari
kerusakan.
9
3. Karakteristik Darah :
a. Volume darah : 7% - 10% BB (5 Liter pada dewasa normal)
b. Komponen darah : Eritrosit, Leukosit, trombosit →40% - 45%
volume darah; tersuspensi dalam plasma darah
c. PH darah : 7,37 – 7,45
d. Temp : 38°C
e. Viskositas lebih kental dari air dengan BJ 1,041 – 1,067
4. Bagian-Bagian Darah
a. Sel-Sel Darah
1) Eritrosit (Sel darah merah)
Merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti, ukurannya
0.007 mm, tidak bergerak, banyaknya kira-kira 4,5-5 juta/mm³,
warnanya kuning kemerah-merahan karena didalamnya
mengandung hemoglobin (hemoglobin adalah protein pigmen
yang memberi warna merah pada darah). Hemoglobin terdiri atas
protein yang di sebut globin dan pigmen non-protein yang disebut
heme, setiap eritrosit mengandung sekitar 300 juta molekul
hemoglobin, sifatnya kenyal sehingga dapat berubah bentuk
sesuai dengan pembuluh darah yang dilalui.
Sel darah merah memerlukan protein karena strukturnya
terbentuk dari asam amino, juga memerlukan zat besi. Wanita
memerlukan lebih banyak zat besi karena beberapa diantaranya
dibuang sewaktu menstruasi. Sewaktu hamil diperlukan zat besi
dalam jumlah yang lebih banyak lagi untuk perkembangan janin
dan pembuatan susu.
Sel darah merah dibentuk didalam sumsum tulang, terutama
dari tulang pendek, pipih, dan tak beraturan dari jaringan konselus
pada ujung tulang pipa dan dari sumsum dalam batang iga-iga dan
dari sternum. Perkembangan sel darah dalam sumsum tulang
melalui berbagai tahap mula-mula besar dan berisi nukleus tetapi
tidak ada hemoglobin, kemudian dimuati hemoglobin dan
10
B. DEFINISI
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan ditesis hemoragik. Demam Berdarah Dengue (DBD)
merupakan penyakit virus yang ditularkan oleh nyamuk yang terpenting di
dunia yang biasanya ditemukan di daerah tropis termasuk Indonesia.
(Soedarto 2012)
16
C. ETIOLOGI
Penyebab demam berdarah adalah virus dengue sejenis arbovirus
yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti sebagai vector ke tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk tersebut. Virus dengue penyebab demam berdarah
termasuk group B Arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal
sebagai genus flavirus, family flaviviridae dan mempunyai 4 serotipe,
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Ternyata DEN-2 dan DEN-3
merupakan serotype yang paling banyak sebagai penyebab. Dalam hal ini
penularan melibatkan tiga faktor yaitu manusia, virus dan virus perantara.
Nyamuk- nyamuk tersebut dapat menularkan virus dengue kepada
manusia baik secara langsung, yaitu setelah menggigit orang yang sedang
18
D. EPIDEMIOLOGI
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi
klinis yang bervariasi antara yang paling ringan, demam dengue (DD),
DBD dan demam dengue yang disertai renjatan atau dengue shock
syndrome (DSS), ditularkan nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus
yang terinfeksi. Host alami DBD adalah manusia, agentnya adalah virus
dengue yang termasuk ke dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus,
terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den-4.1
Dengue di Asia Tenggara menyebar ke negara-negara tropis dan
subtropis dan sekelilingnya, Cina Selatan dan Taiwan Selatan, lalu
menurun ke negara-negara kepulauan Malaysia , Filipina, Guinea Baru,
Australia, dan beberapa pulau di Pasifik, antara lain Tahiti, Palau, Toga
dan Cook Island. Penularan hiperendemis berlangsung di Vietnam,
Thailand, Pakistan, India dan Indonesia. Dalam 50 tahun terakhir, kasus
DBD meningkat 30 kali lipat dengan peningkatan ekspansi geografis ke
negara- negara baru dan dalam dekade ini, dari kota ke lokasi pedesaan.
Penderitanya banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan
subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan
Karibia. Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara,
terutama di daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di
19
Brazil dan bagian lain Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India.
Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta
orang, setengahnya dirawat di rumah sakit dan mengakibatkan 22.000
kematian setiap tahun, diperkirakan 2,5 miliar orang atau hampir 40 persen
populasi dunia, tinggal di daerah endemis DBD yang memungkinkan
terinfeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk setempat. (Soedarto 2012)
Indonesia adalah salah satu daerah endemis Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF). Faktor lingkungan dengan banyak genangan air bersih yang
bisa menjadi sarang nyamuk, mobilitas penduduk yang tinggi, dan
cepatnya transportasi antar daerah menyebabkan sering terjadinya epidemi
dengue. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) kemudian menyebar
keseluruh Indonesia dengan jumlah 158.912 kasus pada 2009. Kota-kota
besar di Jawa misal Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta umumnya
merupakan daerah endemis semua serotipe virus dengue. Menurut laporan
Departemen Kesehatan RI seluruh provinsi di Indonesia saat ini telah
terjangkit penyakit Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). (Soedarto, 2012)
Penyebaran penyakit DBD di Provinsi Kalimantan Selatan terjadi
di 13 (tiga belas) kota/kabupaten. Pada tahun 2005 terdapat kasus demam
berdarah dengan Incidence Rate (IR) = 9,3/100.000 penduduk dan Case
Fatality Rate (CFR) 2,6%. Pada tahun 2006 kasus DBD meningkat dengan
IR = 12,45/100.000 penduduk dan CFR 1,31%. Angka incidence rate di
Kalimantan Selatan pada tahun 2007 sebesar 35,59/100.000 penduduk
dengan CFR=1,21%, tahun 2008 sebesar 14,44/100.000 penduduk dengan
CFR=1,70%, dan tahun 2009 (periode Januari - September) sebesar
11,26/100.000, dengan CFR=1,91%. Kasus tertinggi terjadi di Kota
Banjarmasin, Kota Banjarbaru dan Kabupaten Banjar. Wilayah Kabupaten
Banjar dengan kasus terbesar tahun 2010 di Puskesmas Martapura dengan
jumlah kasus sebanyak orang 38 penderita. Tahun 2012 Provinsi
Kalimantan Selatan di tememukan sebanyak 1.394 kasus Demam Berdarah
Dengue. (DINKES PROV.Kalsel 2012)
Di Rumah sakit Suaka Insan Banjarmasin dari Tahun 2017 - 2018
di temukan 205 kasus Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) yang di lakukan
20
E. PATOFISIOLOGI
1. Narasi
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti dimana virus tersebut akan masuk ke alliran
darah, maka terjadilah viremia (virus dalam aliran darah). Kemudian
aliran darah beredar ke seluruh tubuh maka virus tersebut dapat dengan
mudah menyerang organ tubuh manusia. Paling banyak organ yang
terserang adalah sistem gastrointestinal, hepar, pembuluh darah dan
pada reaksi imunologi. Jika virus masuk ke dalam sistem
gastrointestinal maka tidak jarang klien mengeluh mual, muntah, dan
anoreksia. Bila virus menyerang organ hepar, maka virus dengue
tersebut mengganggu sistem kerja hepar, dimana salah satunya adalah
tempat sintesis dan oksidasi lemak, namun karena hati terserang virus
dengue maka hati tidak dapat memecahkan asam lemak tersebut
menjadi benda-benda keton, sehingga akan menyebabkan pembesaran
21
2. Skema
Resiko perfusi
jaringan tidak
efektif
Resiko syok
(hipovolemik)
Kekurangan Ke extravaskular
volume cairan
A B C
23
A B C
b. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada
hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat,
efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan
foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan
(pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG. (WHO,
2006)
c. Serologi
1) Uji serologi memakai serum ganda.
Serum yang diambil pada masa akut dan masa konvalegen
menaikkan antibodi anti dengue sebanyak minimal empat kali
termasuk dalam uji ini pengikatan komplemen (PK), uji
neutralisasi (NT) dan uji dengue blot.
2) Uji serologi memakai serum tunggal.
Ada tidaknya atau titer tertentu antibodi anti dengue uji
dengue yang mengukur antibodi anti dengue tanpa memandang
kelas antibodinya uji Ig M anti dengue yang mengukur hanya
antibodi anti dengue dari kelas Ig M.
2. Medikasi
Menurut Hadinegoro (2001) dan Hendrawanto (2003),
pengobatan demam berdarah dengue bersifat simptomatik dan suportif
yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan
oral tidak dapat diberikan oleh karena muntah atau nyeri perut yang
berlebihan maka cairan intravena perlu diberikan.
Medikamentosa yang bersifat simptomatis :
a. Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres es dikepala,
ketiak,inguinal.
b. Antipiretik sebaiknya dari asetaminofen, eukinin atau dipiron.
c. Antibiotik diberikan jika ada infeksi sekunder.
d. Larutan fisiologis NaCl
26
3. Diet
Memberikan makanan dan cairan secukupnya untuk memperbaiki
jaringan tubuh yang rusak serta mencegah komplikasi pendarahan.
Pemberian diet pada kasus demam berdarah dengue ini dilakukan
secara bertahap kemudian ditingkatkan sesuai dengan kemampuan
penderita. (Huda K.A 2016)
1) Beri minum sebanyak mungkin
2) Beri intake makanan yang mengandung vitamin terutama vitamin C
3) Berikan makanan berbentuk lunak
4) Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam
4. Aktivitas
Batasi aktivitas pada pasien Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
dan anjurkan untuk tirah baring menghindari terjadinya perdarahan
aktif atau kelelahan akibat kehilangan cairan melalui aktivitas
berlebih. (Suciwati 2014)
5. Pendidikan kesehatan
Perilaku yang tidak sehat memberi ruang leluasa pada nyamuk
Aedes aegypti untuk hidup dan berkembang biak. Sebagian besar
masyarakat telah mengetahui program pemberantasan nyamuk demam
berdarah melalui kegiatan 3M (menguras, mengubur, dan menutup),
namun sebagian besar tidak banyak yang melaksanakannya.
Kepedulian masyarakat terhadap pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
relatif belum optimal. Masyarakat lebih senang jika pemberantasan
nyamuk demam berdarah dilakukan dengan cara yang langsung dapat
dilihat yaitu dengan cara pengasapan (fogging). Anjurkan pasien dan
keluarga untuk membersihkan lingkungan, ajarkan pasien dan keluarga
kompres dingin (air biasa) bila suhu meningkat di semua pelipatan.
jelaskan tanda-tanda Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) lanjutan dan
minta keluarga waspada. (Putri A dkk 2016)
28
e. Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan
lingkungan yang kurang bersih ( seperti air yang menggenang
dan gantungan baju dikamar ).
4. Acitvity Daily Life (ADL)
a. Nutrisi : Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan.
b. Aktivitas : Nyeri pada anggota badan, punggung, sendi, kepala,
ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas
sehari-hari.
c. Istirahat, tidur : Dapat terganggu karena panas, sakit kepala dan
nyeri.
d. Eliminasi : Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai anuria.
e. Personal hygiene : Meningkatnya ketergantungan kebutuhan
perawatan diri.
5. Pemeriksaan fisik terdiri dari :
a. Keadaan umum : Berdasarkan tingkatan (grade) Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) keadaan umum adalah sebagai
berikut :
1) Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah,
tanda – tanda vital dan nadi lemah.
2) Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah,
ada perdarahan spontan petekie, perdarahan gusi dan telinga,
serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3) Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis,
somnolen, nadi lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi
menurun.
4) Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak
teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur,
ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis.
30
b. Trambositopenia (≤100.000/ml).
c. Leukopenia.
d. Ig.D. dengue positif.
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.
f. Urium dan Ph darah mungkin meningkat.
g. Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg.
h. SGOT/SGPT mungkin meningkat.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
kebocoran plasma darah. (NANDA 2013)
2. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
(NANDA 2013)
3. Kekurang volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravascular ke ekstravaskular. (NANDA 2013)
4. Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan pindahnya cairan intravascular ke
ekstravaskular. (NANDA 2013)
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat mual dan
nafsu makan yang menurun. (NANDA 2013)
6. Resiko perdarahan berhubungan penurunan faktor-faktor pembekuan
darah (trombositopenia). (NANDA 2013)
7. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nafas terganggu
akibat spasme otot-otot pernafasan, nyeri, hipoventilasi. (NANDA
2013)
32
3. Perencanaan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
kebocoran plasma darah
Kriteria hasil :
Perfusi jaringan perifer kembali adekuat dengan kualitas dan
frekuensi denyut nadi tidak melemah, tekanan darah normal ( 120/80
mmHg ).
Intervensi :
a. Kaji dan catat tanda – tanda vital (kualitas dan frekuensi denyut
nadi, tekanan darah).
R/ Dengan mengetahui TTV, dapat menjadi acuan untuk
mengetahui fungsi organ vital tubuh.
b. Kaji dan catat sirkulasi pada ekstermitas (suhu, kelembaban dan
warna).
R/ Dengan mengetahui berapa suhu, tingkat kelembaban dan
warnanya dapat diketahui apakah ada perubahan perfusi jaringan
yang tampak pada ekstermitas.
c. Menilai kemungkinan terjadinya kematian jaringan pada
ekstermitas seperti dingin, nyeri, pembengkakan kaki.
R/ Kematian jaringan merupakan dampak dari perubahan perfusi
jaringan yang tidak adekuat.
2. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
Kriteria hasil :
Suhu tubuh normal (36-37oC), pasien bebas dari demam.
Intervensi :
a. Mengkaji saat timbulnya demam.
R/ Untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
b. Mengobservasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, tensi, pernapasan.
R/ Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui kea-
daan umum pasien.
c. Memberikan penjelasan tentang penyebab demam atau pening-
katan suhu tubuh.
33
Intervensi :
a. Kaji tingkat dehidrasi (keadaan umum, muka, mulut, turgor kulit).
R/ Untuk mengetahui tingkat dehidrasi yang dialami pasien
( ringan, sedang, berat ).
b. Observasi dan catat keadaan umum pasien dan tanda – tanda vital.
R/ Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui tindakan yang
sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Monitor tanda – tanda dehidrasi
R/ Agar dapat segera dilakukkan tindakan untuk menagani yang
dialami pasien.
d. Monitor dan catat masukan dan pengeluaran cairan.
R/ Untuk mengetahui keseimbangan cairan dan sebagai indikasi
untuk intervensi selanjutnya.
e. Kaji perubahan pengeluaran urine ( urine output 2 ml/jam 600
ml/hari ).
R/ Untuk mengetahui keseimbagan cairan.
f. Beri minum sedikit – sedikit tetapi sering sesuai dengan
kebutuhan pasien.
R/ Dengan minum sedikit – sedikit tapi sering sesuai dengan
kebutuhan pasien.
g. Kolaborasi dengan dokter dalam penberian cairan intravena.
R/ Pemberian cairan intravena sangat efektif untuk membantu
memenuhi kebutuhan cairan atau mengganti cairan yang hilang.
4. Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan pindahnya cairan intravascular ke
ekstravaskular
Kriteria hasil :
Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
a. Monitor keadaan umum pasien.
R/ Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama
35
4. Evaluasi
Evaluasi yang di nilai berdasarkan perkembangan yang terjadi
pada klien setelah dilakukan tindakan yang mengacu pada tujuan dan
kriteria hasil telah di tentukan. Evaluasi studi kasus ada dua macam :
1. Evaluasi Formatif merupakan hasil yang dilakukan setelah tindakan
keperawatan yang berupa respon hasil.
2. Evaluasi sumatif berupa SOAP, sehingga belum di ketahui dengan
masalah yang belum teratasi.
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan
melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi pada pasien dengan diagnosa medis DHF adalah :
1. Perfusi jaringan perifer kembali adekuat dengan kualitas dan
frekuensi denyut nadi tidak melemah, tekanan darah normal ( 120/80
mmHg ).
2. Suhu tubuh pasien kembali normal (36-37,50C)
3. Wajah klien tampak segar, turgor kulit baik.
4. Kebutuhan nutrisi kembali terpenuhi, menunjukkan peningkatan
BB/BB stabil dan tidak ada penurunan BB.
5. Perdarahan tidak terjadi, peningkatan trombosit.
6. Napas pendek tidak ada , tidak ada penggunaan otot bantu , bunyi
napas tambahan tidak ada , ekspansi dada simetris.