Anda di halaman 1dari 9

TUGAS BAHASA INDONESIA

NASKAH DRAMA ANEKDOT


Oleh : X MIPA 6
1. Aurellia Azahra S.
2. Faiha Azka Azzahira
3. Kania Dewi Irsanda B.
4. Kezia Felicia
5. Ni Made Cintya
Tema : Politik
Judul : Yang Disalahkan
Tokoh :

Nama Asli Berperan sebagai


Aurel,Kezia Narator
Kania Mia sebagai anggota perampok
Kezia Adora sebagai ketua sementara anggota perampok
Faiha Bu Adel sebagai anggota DPR
Cintya Cara sebagai anggota perampok
Cintya Alma sebagai siswi
Faiha Farah sebagai siswi
Kania Nada sebagai siswi
Aurel Bu Maya sebagai guru sejarah
Kania Fani sebagai siswi, teman sekelas Farah

Yang Disalahkan
Pada suatu hari, hiduplah seorang pejabat anggota DPR yang bahagia bernama Bu Adel. Bagaimana
tak bahagia ? Ia berpendapatan kurang lebihnya Rp. 16.000.000,00 per bulan, memiliki rumah bertingkat
yang mewah, keluarganya sejahtera (yah, walau perceraian dengan suaminya tak termasuk ), dan hal-hal
bahagia lain yang dapat terpikirkan oleh kita.

Suatu malam, awan tidak berpihak pada bumi dan menumpahkan hujan serta petir yang menggelegar
di daerah pemukiman Bu Adel. Sebuah mobil hitam pekat melesat melalui jalan pemukiman yang sepi
tersebut dan berhenti mendadak di sebuah rumah.

Cara : “ Woi! Bisa gak sih bawa mobil? Ga liat apa, gue yang jadi korban?”

Mia : “ Diem lu kucing! Lu kira lu aja yang kepentok atap mobil?”

Adora : “ Stttt diem bodoh! Kalau kalian terlalu berisik sang pemilik rumah bakal curiga! Daripada itu,
mending kita siapin alat-alat aja.”

3 orang berkenakan masker meloncat keluar dari mobil hitam tersebut, dipersenjatai lengkap oleh
beberapa senjata api.
Adora : “Kalian udah nguasain rencana perampokan yang disiapin bos besar ‘kan? Eksekusi sebaik
mungkin kalau kalian belum bosen hidup! Kalau kita gagal gue yang bakal kena getahnya, soalnya gue
nih pemimpin sementara lu.”

Mia : “ Wuiss, galak! Tenang aja, inimah ejet! Lagian kita udah ngelakuin ini beberapa tahun.“

Cara : “ Emang berapa tahun?”

Mia : “1..2..3…4…5…6…7…7 tahun! Eh, nggak deng, 8. Eh, atau 9 ya..”

Cara : “ Sepuluh tahun kocak, masa gitu aja lupa? Dasar pikun!”

Adora : “ Udahhh, ayo kita fokus aja sama ni kerjaan.”

Merekapun mulai melaksanakan rencana tersebut. Malang bagi Bu Adel, rumahnya dijadikan target
bagi para perampok. Parahnya lagi, fondasi rumahnya yang mewah tidak di desain khusus untuk
menerima situasi darurat seperti bencana alam , termasuk perampokan kali ini. Pintu hanya satu lapis,
jendela – jendela lebar tertanam tanpa teralis, membuat salah seorang perampok tersebut mendobrak pintu
depan dengan mudahnya sembari menodongkan senjata api.

Adora : “ Siapa pun yang ada di dalam rumah ini, keluar! Serahkan semua harta kalian!”

Bu Adel : “ AAHH, apa-apaan ini? Siapa kali-“

Adora : “ Berlutut! Kalian! ( menunjuk kedua rekannya) Cepet bawa dua wanita putus asa ini dan bocah
tengil itu ( anak Bu Adel ) ke pojok sana,trus ikat sekenceng-kencengnya! Awas saja sampai lepas.”

Mia dan Cara pun mengangguk patuh, lalu bergegas mengikat Bu Adel beserta anaknya, serta salah
seorang teman Bu Adel yang tak sengaja terlibat dalam kasus perampokan ini pada saat ia berkunjung.

Bu Adel : “ Berani-beraninya kalian hendak merampok kami!”

Cara : “ Diam! Anda ( menunjuk Bu Adel ) adalah sang pemilik rumahnya bukan?”

Bu Adel terdiam. Dilihat temannya yang pucat pasi bagai mayat, berlutut di samping anaknya yang
kini mulai menangis, namun segera disekap mulutnya oleh salah seorang perampok. Ia pun tak memiliki
pilihan lain dan mengangguk.

Cara : “ Sempurna! Sekarang tunjukkan pada kami di mana harta karunmu berada. Nyawa kalian

lah taruhannya, lihat anakku ini ( menggendong pistol ). Ia mulai lapar.”

Bu Adel : “ Jangan main-main! Kalian tak tahu Saya siapa? Saya adalah anggota DPR! Kalian akan
menyesal karena telah berurusan dengan orang yang salah!”

Mia : “ Wah… kita lagi beruntung nih temen-temen!”

Bu Adel : “ Saya adalah seorang anggota DPR! Saya memiliki banyak kenalan, termasuk teman saya
yang kalian ikat di sana……dia adalah asisten menteri!”
Adora : Heh (senyum miris), jadi kalianlah perampok yang sesungguhnya?”

Bu Adel : “ Hah? Apa yang kalian bicarakan? Saya anggota D-“

Cara : “ DPR. Ya, Maaf memotong tapi tahukah Anda berapa kali Anda sudah menjelaskan itu pada
kami?”

“Oi!” (Menunjuk Mia)

Mia : “ Hm?”

Cara : “ Lu tau kenapa kita gak perlu merasa khawatir berurusan sama orang-orang seperti mereka?”

Mia : “Memangnya kenapa?”

Cara : “ DPR adalah salah satu lembaga PERWAKILAN rakyat bukan?”

Mia mengangguk.

Cara : “ Tapi… apa benar mereka ngewakilin rakyat?.......... Apa mereka mikirin tentang kesejahteraan
kita? Kita sampe jadi perampok loh! Terus gimana masalah korupsi yang mereka lakuin?”

Mia : “ya,iyasih tapi pertama-tama lu pelan-pelan bisa gak kalau ngomong? Lu tau kan gue gimana sama
cincong kayak begituan? Terus masalah jadi perampoknya kayaknya ga terlalu nyambu-?”

Cara : “ Orang yang ingin memakai mahkota, harus bisa memikulnya. Kalau tak sanggup ,ya jangan
berharap. ”

Cara menatap mata Bu Adel dengan tajam. Untuk sesaat mereka terdiam, berusaha mencerna.

Cara : “ Apa? Bener kan?”

Mia : “ IH gue gak didengerin!”

Adora : “ Udahlah, kita udah ngebuang –buang waktu. Sekarang –“

Bu Adel : “ Apa-apaan kalian? Kalian berkata demikian seakan saya tak ada di sini? Keterlaluan!
Bagaimana kalian mengasumsikan saya sebagai seorang koruptor? Lagipula, mengapa perampok kali ini
semua beranggotakan wanita? ”

Mia : “Memang itu urusan Anda?”

Adora : “ Kami tak pernah berkata kau adalah koruptor.”

Bu Adel :” ……..”

Adora : “Kalau begitu kembalikan uang kami yang kalian rampok. Gantian kami yang menikmatinya.”

Bu Adel : “ Tidak ! Keluar dari rumah saya!”

Adora : “ Yakin ini rumah Anda? Uangnya dari mana ya kalau saya boleh tahu?”
Adora tersenyum licik membuat Bu Adel bisu.

Bu Adel : “Kalau saja Saya tak berkata bahwa saya anggota DPR, apa kalian masih mau merampok
kami?”

Perampok-perampok tersebut bertatapan satu sama lain, kemudian menumpahkan tawanya.


Merekapun berakhir dengan mengacak-acak rumah Bu Adel dan mendapatkan apa yang mereka
inginkan.Uang, surat-surat berharga, dan lain-lain.

Setelah para perampok pergi dengan tangan penuh, Bu Adel segera tertunduk lesu sembari memeluk
anaknya.

Bu Adel : “ Sudah nak. Cup,cup.”

Dilihat temannya yang segera berlari keluar rumah mencari pertolongan. Beruntung para perampok
tersebut tidak berakhir merenggut nyawa mereka. Terlintas kembali olehnya tentang hal yang terjadi
beberapa detik yang lalu.

Bu Adel : “ Sebenernya gue ada di situasi macem apa sih?”

Tak lama kemudian, berita tentang tragedi yang menimpa Bu Adel menyambar di berbagai media.
Berita tersebut sampai kepada dua orang siswi, Farah dan Nada, membuat mereka membahasnya pada
waktu istirahat di sekolah.

Farah memulai percakapan dengan Nada, sahabatnya, yang sedang berkutik dengan tumpukan kertas di
bangku taman.

Farah : “ Nada”

Nada : “ Hm?” ( matanya masih tertuju pada kertas)

Farah : “ Nadaa!”

Nada : “ Apaa?” (kini melihat kearah temannya)

Farah : “ Lagi apa?”

Nada : “ Tugas.”

Farah : “ Singkat banget jawabnya, kayak doi,…ups.”

Nada : “ …..”

Nada memutar bola matanya.

Farah : “ Ih Nada gue mau ngomong.”

Nada : “ Gue mau dengerin.”


Farah : “ Lu udah liat berita tentang perampokan rumah anggota DPR itu belum?”

Nada : “ Beritanya lagi panas ya?”

Farah : “ Iya.”

Nada : “ Lu ada beritanya? Liat dong!”

Farah pun memperlihatkan HP nya keNada.

Farah : “ Miris banget ya? Perampok merampok DPR tapi ternyata DPR juga sama… Merampok hak
milik rakyat… Mereka bahkan tidur pas sidang Nad!”

Nada : “ Intinya mereka sama aja sih.Tapi gue jadi inget sesuatu.”

Farah : “Apa?”

Nada : “Coba deh dengerin gue.”

Nada meletakkan alat tulisnya kemudian membenarkan posisinya kepada Farah.Farah terlihat kesal.

Farah : “Lu kira dari tadi gue ngapain? Main ping-pong?”

Nada memasang muka datar.

Nada : “ Ha, lucu banget.”

Farah : “ Ha ha. Yaudah lu mau ngomong apa? Kebanyakan basa basi deh kita.”

Nada : “ Gue gak tau berita itu bener apa ngga, tapi kalau bener, mungkin ada aeasan kenapa DPR kayak
gitu. Alesan kenapa mereka tidur waktu sidang.”

Farah : “ Kenapa? Masa rakyat harus gaji wakil rakyat yang kerjaannya kayak gitu? Yakali.”

Nada : “ Bukann..,gini loh. Misal lu lagi dengerin guru ngejelasin pelajaran yang banyak hafalannya,
misal PPKN. Lu ngantuk gak?”

Farah : “ Hm.. Maaf-maaf aja nih.”

Nada : “ Nah, sama kayak mereka. Coba kalau topik sidang yang dibahas bukan tentang rakyat, tapi
tentang hal-hal yang mereka suka?”

Farah : “ Misalnya?”

Nada : “ Proyek, gaji, jabatan,..”

Nada menaikkan kedua bahunya dengan muka tak bersalah. Farah terdiam, kemudian tertawa lepas.

Farah : “ HAHAHAH, Iya ya..”

Nada tersenyum. Iapun kembali mengerjakan tugasnya.


Alma : “Terus, yang masalah mereka korupsi gimana?”

Nada : “ Ya kalau itu sih emang manusia dari sananya.”

Alma : “ Maksud?”

Nada : “ Duh! Banyak Tanya banget sih lu! Greget sendiri gu-AHHH!”

Seketika Nada tercengang melihat kepala Alma yang menengok disampingnya.

Alma : “ HAHAHA, Cie kaget.”

Farah : “ Masa lu gak bisa bedain suara gue sama Alma sih Nad!Kita ga temen!”

Nada : “ Emang kita temen?”

Farah memasang muka sebalnya.

Nada : “ Yah, kan gue lagi fokus sama tugas gue. Waktu istirahat sebentar lagi habis nih! Ngomong-
ngomong Ma, kok lu bisa tiba-tiba ada di sini?”

Alma : “Gue tadi habis dari kantin, terus nguping hehe.”

Farah : “ Dosa lu nguping orang.”

Alma : “ Elu dosa. Eh, jadi gimana yang masalah korupsi itu? Penasaran nih!”

Nada menghela napas berat sebelum memulai ceramahnya.

Nada : “ Banyak dari kita, manusia, tujuan utamanya tuh kekayaan, soalnya kita pengen bahagia. Kita
ngira uang itu segala-galanya, Padahal bukan. Kita punya faktor lain yang patut dikejar demi dapetin
kebahagiaan.Keluarga, temen, pasangan. Lagian apa lu ga depresi kalau tiap hari mikirnya uang, uang,
dan uang terus? Akhirnya kita bakal pake cara apa aja ‘kan buat dapetin uang?”

Farah : “Ngga sih, justru kita malah lebih semangat kerja kan kalau inget kita bakal dapet uang?”

Nada: “ Iya, tapi bukan berarti uang itu faktor no.1 kesuksesan kan? Liat Gandhi, dia mulai pergerakan
besar di India bukan karena uang kan?Tapi karena motivasi. Terus contoh lain-“

Alma : “ Whoaaa, ok stop, stop, stop, sip gue ngerti. Lu kalau ngomong simpel aja kenapa? Otak gue
meledak lu tanggung jawab pokoknya.”

Nada : “Dih, lu yang nanya juga.”

Alma : “ Hahahahaa, iya walaupun gitu makasih ya sudah jelasin, Nada yang cantik tapi bohong.”

Nada : “ Lu bisa gak sih sekali-sekali muji orang yang ikhlas gitu.”

Mereka pun tertawa. Tiba-tiba bel masuk berbunyi. Mereka pun bergegas merapihkan barang-barang
yang bergeletakan, kemudian bergegas ke kelas masing-masing, karena pada dasarnya mereka bertiga
berbeda kelas.
Farah : “ AHHHH! Kenapa harus bel sekarang? Gue bahkan belum habisin asupan mecin gue..”

Nada : “Awas jadi bego.”

Farah : “ Jahat banget sumpah lu.”

Alma : “ Padahal kita lagi seru..”

Farah : “ Woi, menurut kalian topik ginian seru? Heh… Kayaknya cuma gue yang waras di sini.”

Alma : “Ihh, seru tau!”

Nada : “ Ya..ya…Yaudah pulang nanti ngumpul ya geng!”

Alma dan Nada : “Siap bosku!”

Merekapun berpisah. Dalam perjalanan kembali ke kelas, Farah bertemu Bu Maya.Iapun tersadar akan
sesuatu.

Farah : “Ah,..PPKN.”

Untuk beberapa saat, Farah terpaku pada tempatnya, hingga Bu Maya melihatnya berdiri memperhatikan
dirinya.

Bu Maya : “Eumm, Farah, bukannya ibu ga suka sama kamu, tapi kok kamu kayak stalker gitu ya…
ngeliatin ibu sampe segitunya?”

Farah : “ Ah, maaf bu.Tadi aslinya saya ngeliat cowok saya lewat di belakang Ibu, jadi…”

Bu Maya : “ ……Cepet masuk kelas!”

Bu Maya : “ Siang murid-muridku yang bahagia.”

Murid-murid awalnya terdiam, lalu menjawab sapaan Bu Maya.

Murid-murid : “ Siang bu..”

Bu Maya : “Nah, sekarang duduk ya. Sebelum ibu memulai pelajaran hari ini, ada yang mau izin main
HP, atau bolos kelas gitu? Bisa kokkk.”

Fani : “ Wah subhanallah… Rejeki anak sholehah.. Saya bu udah pasti!”

Bu Maya : “ Sini tatib ( tata tertib) kamu.”

Fani : “Lah bu? Katanya bisa? Padahal baru aja saya puji-puji ibu.”

Bu Maya : “ Saya bilangnya bisa, bukan boleh.”

Dengan tergopoh-gopoh Fani pun maju ke depan kelas dengan muka masamnya.
Bu Maya : “ Nilai sikap Ibu akan masukkan langsung ke data ya, tanpa memberi tahu kalian(berbicara
pada murid yang lain). Hanya sekedar informasi. “

Bu Maya menatap mata Fani. Fani kembali dengan wajah yang tak terdefinisi.

Bu Maya : “Baik anak-anak, ada yang inget besok hari apa?”

Murid-murid : “ Hari kartini bu!”

Bu Maya : “ Pinterrrr…Anak-anak ibu paling top deh! Besok jangan lupa pake baju batik bebas ya.Terus
ada yang inget gak semboyan apa yang terkenal dari Kartini?”

Murid-murid : “ Habis gelap terbitlah terang bu.”

Bu Maya : “ Wuiss mantapp deh kalian! Ibu bahagia. Nah dari adanya semboyan itu seharusnya kita
bersyukur banget kan, khususnya buat kaum wanita yang jadi punya kesetaraan hak.”

Farah mengangkat tangannya.

Bu Widi : “ Ya Farah?”

Farah : “ Tapi bu, menurut saya semboyan itu hanya cocok saat Kartini masih hidup saja bu.”

Bu Maya : “ Lho, kenapa? Jangan salah pikir Farah, semboyan kartini masih digunakan sampai zaman
modern ini loh.”

Farah : “Misalnya bu?”

Bu Maya berpikir sejenak, kemudian mengutarakan pendapatnya.

Bu Maya : “ Begini anak-anak. Mari kita sangkut pautkan hal ini pada korupsi. Pada masa orde baru,
korupsi dilakukan secara sembuni-sembunyi atau dalam istilah keadaan gelap. Lalu bandingkan dengan
korupsi yang dilakukan di zaman sekarang, mereka ada di mana-mana kan? Terang-terangan dilakukan,
para koruptor gak punya malu pula! Sama kan kayak semboyannya Bu Kartini? Habis gelap, terbitlah
terang.”

Murid-murid terdiam.

Bu Maya : “ Ibu jadi keingat sama salah satu lembaga perwakilan yang bakal kita bahas hari ini,
beritanya juga lagi panas. Buka buku halaman 104 tentang lembaga legislatif Indonesia. ”

Mereka pun melanjutkan plajaran seperti biasa.

Anda mungkin juga menyukai