Anda di halaman 1dari 3

PASIEN COMA

No. Dokumen : No. Revisi : Halaman


/ / /2018 0 1/3

RUMAH SAKIT RAFFLESIA


BENGKULU
Jl. Mahoni No. 10, Padang Jati,
Kota Bengkulu, Bengkulu -
Indonesia. Nomor Telepon :
(0736) 21710. Fax : (0736)
21954.
Tanggal Terbit : Ditetapkan
Direktur Rumkit RAFFLESIA Bengkulu
…………..2018
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL

Coma adalah keadaan tidak sadar lebih dari 6 (enam) jam, di mana seseorang tidak
dapat dibangunkan, gagal merespon rangsang nyeri secara normal, cahaya, atau
suara, hilangnya siklus bangun tidur yang normal dan tidak dapat memulai gerakan
PENGERTIAN
spontan. Seseorang dalam keadaan coma disebut comatous. Coma bukanlah
penyakit, tetapi merupakan gejala dari proses patologi yang didasari penyakit berat.
Diagnosis dan terapi perlu dilakukan secara simultan.
1. Menangani pasien secepat mungkin untuk penilaian awal coma.
2. Menilai tingkat kesadaran, seperti gerakan spontan, respon terhadap rangsang
TUJUAN
suara dan rangsang nyeri.
3. Pasien dan keluarga pasien memahami dan menerima kondisi pasien.
1. Diffuse (toxic, metabolic atau infeksi). Alkohol dan keracunan dapat
merupakan faktor utama.
KEBIJAKAN 2. Lesi Subtentorial (fossa posterior atau brainstem). Infark dan perdarahan RAS
(Reticular Activating System) termasuk diantaranya.
3. Lesi Supratentorial dengan efek massa.
1. Penilaian Awal dan Evaluasi
Pada penilaian awal coma, ukuran terbanyak untuk menilai tingkat kesadaran
adalah gerakan spontan, respon terhadap rangsang suara (Anda dapat
mendengar saya?) dan rangsang nyeri. Hal ini dikenal sebagai AVPU (Alert,
Vocal Stimuli, Paintful Stimuli, Unconscious) skala. Skala yang lebih
terperinci, misalnya Glasgow Coma Scale, menghitung reaksi individu, antara
lain membuka mata, respon gerakan dan bicara. GCS diindikasikan pada
luasnya kerusakan otak yang bervariasi dari nilai 3 (indikasi kerusakan otak
berat dan kematian) sampai maksimum 15 yang mengindikasi kerusakan otak
ringan atau normal.
PROSEDUR
2. Anamnesa
Semua sumber informasi yang ada harus digali, termasuk keluarga penderita
dan temannya, saksi lainnya, termasuk catatan paramedic. Perlu ditanyakan
riwayat adanya trauma, penggunaan obat-obatan atau alcohol, kondisi medis
(penyakit infeksi), nyeri kepala sebelumnya dan kelainan psikiatri. Perlu
ditanyakan mengenai waktu timbulnya coma, apakah berlangsung cepat (over
dosis obat, trauma, intercerebral atau perdarahan fossa posterior), atau gradual
(penyakit toxic-metabolic, infeksi, tumor otak atau perdarahan subdural
chronic).
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting setelah stabilisasi, meliputi tanda vital,
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman
/ / /2018 0 2/3

RUMAH SAKIT RAFFLESIA


BENGKULU
Jl. Mahoni No. 10, Padang Jati,
Kota Bengkulu, Bengkulu -
Indonesia. Nomor Telepon :
(0736) 21710. Fax : (0736)
21954.
observasi pola pernapasan, gerakan tubuh (jika ada) dan habitus tubuh
termasuk penilaian batang otak, fungsi kortikal meliputi tes reflek khusus,
antara lain tes reflek oculocephalic (dolls eyes test), tes reflek oculovestibular
(cold caloric test), nasal tickle, reflek kornea dan reflek muntah.
Tanda vital lainnya, seperti suhu tubuh (rectal lebih akurat), tekanan darah,
denyut nadi, frekuensi pernapasan dan saturasi oksigen. Pola pernapasan sangat
penting dan perlu dicatat pada penderita coma. Beberapa pola khas pernapasan
seperti Cheyne-Stokes, di mana penderita bernapas sebagai episode bergantian
antara hyperventilasi dan apnea. Hal ini sangat berbahaya dan sering terlihat
pada saat herniasi otak, lesi kortikal luas atau kerusakan batang otak. Pola
napas lainnya adalah apneustic breathing, di mana ditandai dengan inspirasi
yang mendadak berhenti dan ini disebabkan oleh lesi dari pons. Ataxic
breathing biasanya irregular dan biasanya disebabkan oleh lesi medulla.
Penilaian posture dan habitus tubuh merupakan tahap selanjutnya. Hal tersebut
meliputi observasi menyeluruh tentang posisi penderita. Ada dua posture khas
penderita coma. Posture Decorticate adalah posisi di mana tangan penderita
fleksi pada siku dan mendekati tubuh dengan kedua kaki ekstensi. Posture
Decerebrate adalah posisi khas di mana kedua tangan dan kaki bersamaan
ekstensi. Posisi tersebut merupakan tanda kritis di mana terjadi kerusakan pada
sistem saraf pusat. Posture Decorticate mengindikasikan adanya lesi pada atau
di atas red nucleus (dekat korteks), di mana posture decerebrate
PROSEDUR mengindikasikan adanya lesi pada atau di bawah nucleus (dekat batang otak).
Penilaian pupil memiliki porsi yang penting dalam pemeriksaan penderita
comatous, pupil dapat memberikan informasi tentang sebab dari coma.
4. Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Khusus Lainnya
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dievaluasi pada penderita comatous lood
tergantung pada kemungkinan penyebab coma tersebut berdasarkan anamnesa
dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan khusus lainnya, meliputi pemeriksaan
Arterial Blood Gas (ABG), toxicology, punksi lumbal, dan lainnya.
Pemeriksaan EEG memiliki kegunaan untuk menentukan tingkat aktivitas dari
korteks atau adanya kejang.
5. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan otak adalah prosedur radiologi pilihan untuk mendeteksi
adanya massa intra-cranial, perdarahan otak atau herniasi struktur otak.
Resolusi tergantung generasi dari scanner dan densitas lesi. Perdarahan intra-
cranial sebesar beberapa millimeter dapat terdeteksi. CT memiliki sensitivitas
95% dan spesifisitas 95% dalam mendeteksi massa hemisfer cerebral,
diencephalon, dan cerebellum, serta sensitivitas 90-95% dalam mendeteksi
perdarahan sub arachnoid.
6. Tata Laksana dan Penyembuhan
Coma merupakan kegawatdaruratan medis, dan perhatian pertama kali harus
ditujukan untuk mempertahankan respirasi dan sirkulasi penderita dengan
menggunakan intubasi dan ventilasi, pemberian cairan intra vena atau darah
dan perawatan supportif lainnya bila diperlukan. Bila kondisi penderita stabil
dan tidak membahayakan, staf medis dapat berkonsentrasi mencegah terjadinya
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman
/ / /2018 0 3/3

RUMAH SAKIT RAFFLESIA


BENGKULU
Jl. Mahoni No. 10, Padang Jati,
Kota Bengkulu, Bengkulu -
Indonesia. Nomor Telepon :
(0736) 21710. Fax : (0736)
21954.
infeksi, antara lain pneumonia, ulcus decubitus, dan menjaga keseimbangan
nutrisi. Infeksi akan timbul pada yang tidak bergerak dan hanya terbatas di
tempat tidur. Staf medis/perawat akan menggerakkan penderita adalah untuk
mencegah timbulnya ulcus decubitus, atelektasis dan pneumonia. Pneumonia
dapat terjadi pada penderita yang tidak dapat menelan sehingga mengakibatkan
aspirasi, tidak adanya reflek muntah dan selang makanan. Terapi fisik juga
digunakan untuk mencegah kontraktur dan deformitas yang dapat membatasi
penyembuhan penderita coma.

BAGAN PROSEDUR PENANGANAN PASIEN COMA


Stabilisasi Dasar
1. Jalan Napas Penderita Comatous
2. Pernapasan GCS : 3 – 8
(Mendadak atau Gradual)
3. Sirkulasi

Anamnesa
Pemeriksaan Fisik
PROSEDUR Laboratorium
Radiologi
CT Scan
Tes Reflek Khusus

Diffuse (50 – 65%) Struktural (35 – 50%)

TOXIC (Obat, Racun) SUPRATENTORIAL (Perdarahan


INFEKSI (Meningittis, Encephalitis) Intracerebral/Subdural/Epidural, Traum,
METABOLIK (Koma Hipoglikemia, Infark massive, Abses, Tumor
Hepatic, Uremia, Hiponetremi, Primer/Metastasis)
Addison’s, hiperosmolarity, SUBTENTORIAL (Infark Pontine/Cerebelar,
Hipercarbia, hipercalcemia) Perdarahan Pontine/Cerebelar, Tumor, Abses,
Demyelimitation)

DOKUMEN TERKAIT Status rekam medis pasien


1. Intensive Care Unit (ICU)
2. Instalasi Gawat Darurat (IGD)
UNIT TERKAIT
3. Instalasi Rawat Inap
4. Instalasi Rawat Jalan

Anda mungkin juga menyukai