Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ASKEP GADAR KARDIOPULMONAL

SINDROM ANGINA PEKTORIS

Oleh:

Alda Titania

P07220216002

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES KALTIM

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI D-IV KEPERAWATAN

2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya kami bisa
menyelesaikan tugas makalah pemberdayaan masyarakat ini sesuai batas waktu yang ditentukan.

Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah ASKEP GADAR
KARDIOPULMONAL . Dalam makalah ini, kami berusaha memaparkan tentang konsep dasar
dan askep Angina Pektoris.

Kami sadar dalam makalah ini pasti memiliki banyak sekali kekurangan. Oleh karena itu,
kami sangat memerlukan adanya kritik dan saran positif sebagai bahan pembelajaran.
Terimakasih.

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...........................................................................................................2

Daftar Isi ....................................................................................................................3

Pembahasan................................................................................................................4

1. Konsep Dasar .......................................................................................................4


1.1 Pengertian ......................................................................................................4
1.2 Penyebab ........................................................................................................5
1.3 Tanda dan gejala ............................................................................................5
1.4 Patofisiologi ...................................................................................................6
1.5 Pemeriksaan diagnostic ..................................................................................7
1.6 Pemeriksaan lab .............................................................................................9
1.7 Tindakan Gadar Medik ..................................................................................9
2. Asuhan keperawatan ............................................................................................12
2.1 Diagnosa Keperawatan ..................................................................................12
2.2 Intervensi........................................................................................................12

Daftar Pustaka ............................................................................................................13

3
PEMBAHASAN

1. Konsep Dasar

1.1 Pengertian

Angina pektoris adalah rasa tidak enak di dada sebagai akibat dari suatu iskemik
miokard tanpa adanya infark. Klasifikasi klinis angina pada dasarnya berguna untuk
mengevaluasi mekanisme terjadinya iskemik. Walaupun patogenesa angina mengalami
perubahan dari tahun ke tahun, akan tetapi pada umumnya dapat dibedakan 3 tipe
angina:
1. Classical effort angina (angina klasik) Pada nekropsi biasanya didapatkan
aterosklerosis koroner. Pada keadaan ini, obstruksi koroner tidak selalu
menyebabkan terjadinya iskemik seperti waktu istirahat. Akan tetapi bila
kebutuhan aliran darah melebihi jumlah yang dapat melewati obstruksi
tersebut, akan tetapi iskemik dan timbul gejala angina. Angina pektoris
akan timbul pada setiap aktifitas yang dapat meningkatkan denyut jantung,
tekanan darah dan atatus inotropik jantung sehingga kebutuhan O2 akan
bertambah seperti pada aktifitas fisik, udara dingin dan makan yang
banyak.
2. Variant angina (angina Prinzmetal) Bentuk ini jarang terjadi dan biasanya
timbul pada saat istirahat, akibat penurunan suplai O2 darah ke miokard
secara tiba-tiba. Penelitian terbaru menunjukkan terjadinya obsruksi yang
dinamis akibat spasme koroner baik pada arteri yang sakit maupun yang
normal. Peningkatan obstruksi koroner yang tidak menetap ini selama
terjadinya angina waktu istirahat jelas disertai penurunan aliran darah arteri
koroner.
3. Unstable angina (angina tak stabil / ATS) Istilah lain yang sering digunakan
adalah Angina preinfark, Angina dekubitus, Angina kresendo. Insufisiensi
koroner akut atau Sindroma koroner pertengahan. Bentuk ini merupakan
kelompok suatu keadaan yang dapat berubah seperti keluhan yang
bertambah progresif, sebelumnya dengan angina stabil atau angina pada
pertama kali. Angina dapat terjadi pada saat istirahat maupun bekerja. Pada
patologi biasanya ditemukan daerah iskemik miokard yang mempunyai ciri
tersendiri.

4
1.2 Penyebab

Adanya aterosklerosis koroner dimana terjadi kelainan pada intima bermula


berupa bercak fibrosa (fibrous plaque) dan selanjutnya terjadi ulserasi, pendarahan,
kalsifikasi dan trombosis. Perjalanan dalam kejadian aterosklerosis tidak hanya
disebabkan oleh faktor tunggal, akan tetapi diberati juga banyak faktor lain seperti :
hipertensi, kadar lipid, rokok, kadar gula darah yang abnormal.

Jantung adalah organ utama dalam tubuh, di mana peredaran darah dan oksigen
harus selalu lancar agar organ tubuh lainnya dapat bekerja dengan baik. Darah dialirkan
menuju jantung melalui dua pembuluh darah besar yang dinamakan arteri koroner.
Dalam jangka waktu tertentu, arteri berisiko diendapi plak seperti lemak, kolesterol,
kalsium dan zat lainnya yang mengakibatkan pembuluh darah menyempit dan tersumbat
(aterosklerosis). Kondisi ini mengakibatkan otot jantung bekerja lebih, khususnya pada
saat melakukan aktivitas berat, yang pada akhirnya berpotensi mengakibatkan gejala
angina pektoris, atau yang lebih parah adalah penyakit jantung koroner (PJK).

Risiko seseorang mengalami angina pektoris meningkat saat memasuki usia tua,
memiliki keturunan kelainan jantung atau gejala angina, dan kondisi medis lainnya
seperti hipertensi, kolesterol tinggi, dan diabetes. Selain itu, gaya hidup juga menjadi
faktor yang dapat meningkatkan risiko, seperti merokok, mengonsumsi alkohol berlebih,
mengonsumsi makanan berlemak, kurang berolahraga, obesitas, dan stres.

1.3 Tanda dan gejala

Angina menyebabkan rasa sakit seperti tertekan atau sensasi berat, biasanya di

daerah dada atau di bawah tulang dada (sternum). Hal ini terkadang menjalar ke lengan,

bahu, leher, atau daerah rahang. Karena episode angina terjadi bila jantung

membutuhkan lebih banyak oksigen darah di banding yang tersedia dalam pembuluh

darah, kondisi ini sering dipicu oleh aktivitas fisik.

5
Dalam kebanyakan kasus, gejala dapat mereda dalam beberapa menit dengan

beristirahat atau dengan minum obatangina. Stres emosional, suhu

ekstrim, makanan berat, merokok, dan alkohol juga dapat menyebabkan atau

memberikan kontribusi terjadinya episode angina.

1.4 Patofisiologi

Gejala angina pektoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang tidak
menetap akibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai O2 miokard. Beberapa
keadaan yang dapat merupakan penyebab baik tersendiri ataupun bersamasama yaitu :

1. Faktor di luar jantung


Pada penderita stenosis arteri koroner berat dengan cadangan aliran
koroner yang terbatas maka hipertensi sistemik, takiaritmia, tirotoksikosis dan
pemakaian obatobatan simpatomimetik dapat meningkatkan kebutuhan O2
miokard sehingga mengganggu keseimbangan antara kebutuhan dan suplai O2.
Penyakit paru menahun dan penyakit sistemik seperti anemi dapat menyebabkan
tahikardi dan menurunnya suplai O2 ke miokard.
2. Sklerotik arteri koroner
Sebagian besar penderita ATS mempunyai gangguan cadangan aliran
koroner yang menetap yang disebabkan oleh plak sklerotik yang lama dengan
atau tanpa disertai trombosis baru yang dapat memperberat penyempitan
pembuluh darah koroner. Sedangkan sebagian lagi disertai dengan gangguan
cadangan aliran darah koroner ringan atau normal yang disebabkan oleh
gangguan aliran koroner sementara akibat sumbatan maupun spasme pembuluh
darah.
3. Agregasi trombosit
Stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan stasis aliran
darah sehingga menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang akhirnya
membentuk trombus dan keadaan ini akan mempermudah terjadinya
vasokonstriksi pembuluh darah.
4. Trombosis arteri koroner
Trombus akan mudah terbentuk pada pembuluh darah yang sklerotik
sehingga penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas menjadi
mikroemboli dan menyumbat pembuluh darah yang lebih distal. Trombosis akut
ini diduga berperan dalam terjadinya ATS.

6
5. Pendarahan plak ateroma
Robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh darah kemungkinan
mendahului dan menyebabkan terbentuknya trombus yang menyebabkan
penyempitan arteri koroner.
6. Spasme arteri koroner
Peningkatan kebutuhan O2 miokard dan berkurangnya aliran koroner
karena spasme pembuluh darah disebutkan sebagai penyeban ATS. Spame dapat
terjadi pada arteri koroner normal atupun pada stenosis pembuluh darah koroner.
Spasme yang berulang dapat menyebabkan kerusakan artikel, pendarahan plak
ateroma, agregasi trombosit dan trombus pembuluh darah.

Beberapa faktor risiko yang ada hubungannya dengan proses aterosklerosis


antara lain adalah :
a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah : Umur, jenis kelamin dan riwayat
penyakit dalam keluarga.
b. Faktor risiko yang dapat diubah : Merokok, hiperlipidemi, hipertensi,
obesitas dan DM.

1.5 Pemeriksaan diagnostic (Gambar EKG)

1. Elektrokardiogram
Gambaran elektrokardiogram (EKG) yang dibuat pada waktu istirahat dan bukan
pada waktu serangan angina seringkali masih normal. Gambaran EKG kadang-
kadang menunjukkan bahwa pasien pernah mendapat infark miokard pada masa
lampau. Kadang-kadang EKG menunjukkan pembesaran ventrikel kiri pada pasien
hipertensi dan angina. Kadang-kadang EKG menunjukkan perubahan segmen ST dan
gelombang T yang tidak khas. Pada waktu serangan angina, EKG akan menunjukkan
adanya depresi segmen ST dan gelombang T menjadi negatif.
2. Foto Rontgen Dada
Foto rontgen dada seringkali menunjukkan bentuk jantung yang normal, tetapi
pada pasien hipertensi dapat terlihat jantung yang membesar dan kadang-kadang
tampak adanya kalsifikasi arkus aorta.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak begitu penting dalam diagnosis angina pectoris.
Walaupun demikian untuk menyingkirkan diagnosis infark miokard jantung akut
maka sering dilakukan pemeriksaan enzim CPK, SGOT, atau LDH. Enzim tersebut
akan meninggi pada infark jantung akut sedangkan pada angina kadarnya masih
normal. Pemeriksaan lipid darah seperti kadar kolesterol, HDL, LDL, dan trigliserida

7
perlu dilakukan untuk menemukan faktor resiko seperti hiperlipidemia dan
pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk menemukan diabetes mellitus yang
juga merupakan faktor risiko bagi pasien angina pectoris.
4. Uji Latihan Jasmani
Karena pada angina pectoris gambaran EKG seringkali masih normal, maka
seringkali perlu dibuat suatu ujian jasmani. Pada uji jasmani tersebut dibuat EKG
pada waktu istirahat lalu pasien disuruh melakukan latihan dengan alat treadmill atau
sepeda ergometer sampai pasien mencapai kecepatan jantung maksimal atau
submaksimal dan selama latihan EKG di monitor demikian pula setelah selesai EKG
terus di monitor. Tes dianggap positif bila didapatkan depresi segmen ST sebesar 1
mm atau lebih pada waktu latihan atau sesudahnya. Lebih-lebih bila disamping
depresi segmen ST juga timbul rasa sakit dada seperti pada waktu serangan, maka
kemungkinan besar pasien memang menderita angina pectoris.
Di tempat yang tidak memiliki treadmill, test latihan jasmani dapat dilakukan
dengan cara Master, yaitu latihan dengan naik turun tangga dan dilakukan
pemeriksaan EKG sebelum dan sesudah melakukan latihan tersebut.
5. Thallium Exercise Myocardial Imaging
Pemeriksaan ini dilakukan bersama-sama ujian latihan jasmani dan dapat
menambah sensifitas dan spesifitas uji latihan.thallium 201 disuntikkan secara
intravena pada puncak latihan, kemudian dilakukan pemeriksaan scanning jantung
segera setelah latihan dihentikan dan diulang kembali setelah pasien sehat dan
kembali normal. Bila ada iskemia maka akan tampak cold spot pada daerah yang
yang menderita iskemia pada waktu latihan dan menjadi normal setelah pasien
istirahat. Pemeriksaan ini juga menunjukkan bagian otot jantung yang menderita
iskemia.

8
1.6 Pemeriksaan Lab

Pemeriksaan darah lengkap dapat mengidentifikasi anemia maupun


hipertiroidisme sebagai pemicu iskemia. Kadar glukosa plasma dan HbA1c perlu
diperiksa pada setiap pasien yang dicurigai mengalami penyakit jantung koroner guna
mengidentifikasi diabetes dan memprediksi luaran kardiovaskuler. Peningkatan kadar
glukosa plasma puasa dan pasca makan diketahui berhubungan dengan luaran buruk
pada pasien dengan penyakit jantung koroner stabil.
Apabila temuan anamnesis mengungkap adanya riwayat hipertensi, diabetes, atau
penyakit renovaskuler, evaluasi fungsi ginjal harus dilakukan sebab disfungsi ginjal
berkaitan dengan prognosis buruk pada pasien dengan angina pektoris stabil.

1.7 Tindakan Gadar Medik

Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak ± 1 minggu dan memberat 2 hari ini. Pasien
pernah dirawat di RS 1 bulan yang lalu dengan diagnosa CKD. Namun menolak untuk
cuci darah. Riwayat transfusi darah 2 bulan yang lalu.

9
PRIMARY SURVEY

A. AIRWAY
Ada sumbatan jalan nafas yaitu cairan empisema. Tindakan keperawatan yang dilakukan
adalah pemberian posisi dan melakukan suction.
Diagnosa yang muncul adalah jalan nafas tidak efektif

B. BREATHING
Frekuensi pernapasan 30x/menit, tidak teratur, gerakan dada simetris, suara nafas ronchi,
hasil foto thorax kesannya oedem paru. Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah
memberikan oksigen 5 liter/menit.

C. CIRCULATION
Nadi 82x/menit, irama teratur, denyutan kuat, ada ketegangan pada vena cordis, Tekanan
Darah 170/100 mmHg, Suhu 36,8®C, ekstremitas hangat, edema pada ektremitas bawah,
capiraly refill 3 detik, kulit elastis, hasil EKG terlampir.

D. DISABILITY
GCS 15 dengan E 4 M 6 V5, ektremitas hangat, tidak ada fraktur. Berat badan 51 kg,
tinggi badan 155 cm. Aktivitas klien terbatas. Tindakan keperawatan yang dilakukan
adalah membantu klien dalam aktivitas seperlunya, memasang penyangga tempat tidur
untuk menghindari resiko injuri.
Diagnosa yang didapat adalah intoleransi aktivitas.

SECONDARY SURVEY
1. KEADAAN UMUM
Keadaan umum sedang, klien tampak lemah dan gelisah, tampak klien meringis kesakitan
memegangi dadanya, nyeri dada menjalar ke lengan kiri sampai belakang bahu dengan
skala nyeri 6 nyeri hilang timbul selama ± 10 menit, klien juga mengatakan pusing hilang
timbul, dan pusing hilang saat istirahat ± 10 menit.

10
2. PENYAKIT LAIN YANG DIDERITA/PENYAKIT KELUARGA
Mempunyai riwayat Hipertensi

3. PEMERIKSAAN FISIK
Tingkat kesadaran compos mentis, CGS 15 (E 4, M 6, V 5), pupil isokor, hasil TTV TD
170/100 mmHg, Nadi 82x/mnt, Suhu 36,8 C, Rr 30x/mnt. Kepala dan leher tidak ada
fraktur, tidak ada pembesaran KGB, mata tidak cekung, konjungtiva anemis, THT tidak
ada cairan atau serumen, tulang belakang pada saat nyeri dada terasa sakit, bising usus
12x/mnt, ektremitas hangat.

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
HASIL LABORATORIUM :
Hemoglobin 7,9 g/dl (normal 12-14 g/dl)
Lekosit 7200 u/l (normal 5000 – 10000 u/l)
Hematokrit 23 % (norm0al 37 – 43 %)
Trombosit 213000 /ul (normal 150000 – 400000 /ul)
Ureum 199 mg/dl (normal 15 – 40 mg/dl)
Creatinine 14,3 mg/dl (normal 0,5 – 1,5 mg/dl)

TERAPI yang diberikan :


O2 nasal 5 liter/menit
IVFD RL 7 tetes/menit
ISDN 5 mg (isosorbid dinitrat untuk vasodilatasi pembuluh darah)

11
1. Asuhan keperawatan
2.1 Diagnosa Keperawatan
2.1.1 Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologi (D.0077)
2.1.2 Penurunan Curah Jantung b.d perubahan irama jantung (D.0008)

A. Kriteria Hasil (Angina Pectoris)


1. Diagnosa Nyeri Akut
a. Keluhan nyeri (4) : cukup menurun
b. Gelisah (4) : cukup menurun
c. Diaforesis (4) : cukup menurun
d. Kesulitan tidur (4) : cukup menurun
2. Diagnosa Penurunan Curah Jantung
a. Palpitasi (4) : cukup menurun
b. Gambaran EKG aritmia (4) : cukup menurun
c. Lelah (4) : cukup menurun

B. Intervensi Keperawatan (Angina Pectoris)


1. Diagnosa Nyeri Akut
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
b. Identifikasi skala nyeri.
c. Identifikasi respon nonverbal.
d. Identifikasi faktor-faktor yang memperberat dan mempperingan nyeri.
e. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis. TENS. hipnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain).
f. Fasilitasi istirahat dan tidur.
g. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri.
h. Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu.

12
2. Diagnosa Penurunan Curah Jantung
a. Identifikasi karakteristik nyeri dada (meliputi faktor pemicu dan pereda, kualitas,
lokasi, radiasi, skala, durasi, dan frekuensi.
b. Monitor EKG 12 sadapan untuk perubahan ST dan T.
c. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi).
d. Monitor elektrolit yang dapat meningkatkan risiko aritmia (mis, skor TIMI, Kilip,
Cruscade).
e. Monitor enzim jantung (mis. CK, CK-MB, Troponin T, Troponin I.
f. Pertahankan tirah baring minimal 12 jam.
g. Pasang akses intravena.
h. Puasakan hingga bebas nyeri.
i. Anjurkan segera melaporkan nyeri dada.
j. Anjurkan menghindari manuver Valsava (mis. mengedan saat BAB atau batuk).
k. Kolaborasi pemberian antiplatelet, jika perlu.
l. Kolaborasi pemberian antiangina, jika perlu.
m. Kolaborasi pemberian morfin, jika perlu.
n. Kolaborasi pemberian inotropik ,jika perlu .
o. Kolaborasi pencegahan trombus dengan antikoagulan, jika perlu.
p. kolaborasi pemeriksaan x-ray dada, jika perlu.

13
Daftar Pustaka

http://library.usu.ac.id/download/fk/gizi-bahri2.pdf

https://www.honestdocs.id/angina-pektoris

https://www.academia.edu/34619117/Angina_Pektoris

https://www.scribd.com/doc/123927470/Askep-Angina-Pectoris-Unstable

14

Anda mungkin juga menyukai