Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ASKEP GADAR KARDIOPULMONAL

SINDROM KORONER AKUT

Oleh:

Deti Gusvena Sugiantari

P07220216011

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES KALTIM

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI D-IV KEPERAWATAN

2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya kami bisa
menyelesaikan tugas makalah pemberdayaan masyarakat ini sesuai batas waktu yang ditentukan.

Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah ASKEP GADAR
KARDIOPULMONAL . Dalam makalah ini, kami berusaha memaparkan tentang konsep dasar
dan askep SKA (Sindrom Koroner Akut)

Kami sadar dalam makalah ini pasti memiliki banyak sekali kekurangan. Oleh karena itu,
kami sangat memerlukan adanya kritik dan saran positif sebagai bahan pembelajaran.
Terimakasih.

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...........................................................................................................2

Daftar Isi ....................................................................................................................3

Pembahasan................................................................................................................4

1. Konsep Dasar .......................................................................................................4


1.1 Pengertian ......................................................................................................4
1.2 Penyebab ........................................................................................................4
1.3 Tanda dan gejala ............................................................................................7
1.4 Patofisiologi ...................................................................................................7
1.5 Pemeriksaan diagnostic ..................................................................................9
1.6 Pemeriksaan lab .............................................................................................12
1.7 Tindakan Gadar Medik ..................................................................................14
2. Asuhan keperawatan ............................................................................................17
2.1 Diagnosa Keperawatan ..................................................................................17
2.2 Intervensi........................................................................................................17

Daftar Pustaka ............................................................................................................18

3
PEMBAHASAN

1. Konsep Dasar

1.1 Pengertian

Definisi SKA merupakan spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan
keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan
oksigen (O2) miokardium dan aliran darah (Kumar, 2007).
Acute Coronary Syndrome meliputi berbagai kondisi patologi yang menghambat
aliran darah dalam arteri yang mensuplai jantung (C. Long, Barbara, 1999).
Acute Coronary Syndrome merupakan suatu istilah atau terminology yang
digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit
yang meliputi angina pectoris tidak stabil, infark miokard gelombang non Q atau infark
miokard tanpa elevasi segmen ST (Non ST elevation miocard infarction/NSTEMI),
infark miokard dengan gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segment ST
(ST elevation miocard infarction/STEMI) (Departemen Kesehatan, 2007).
Sheerwood, 2001 menjelaskan bahwa pada keadaan jantung normal, aliran darah
koroner meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan oksigen, namun pada
penyakit arteri koroner aliran darah tidak dapat memenuhi peningkatan kebutuhan
oksigen.

1.2 Penyebab

Etiologi terjadinya menurut Kasuari, 2002 yaitu :


1. Tiga faktor yang menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke miokard:
a. Faktor pembuluh darah :
1) Aterosklerosis
2) Spasme
3) Arthritis
b. Faktor sirkulasi:
1) Hipotensi
2) Stenosis aorta
3) Insufisiensi
c. Faktor darah:

4
1) Anemia
2) Hipoksemia
3) Polisitemia
2. Curah jantung yang meningkat:
a. Aktivitas yang berlebihan
b. Makan terlalu banyak
c. Emosi
d. Hipertiroidisme
3. Kebutuhan oksigen miokard meningkat, pada:
a. Kerusakan miokard
b. Hipertropi miokard
c. Hipertensi diastolik
Faktor resiko pada SKA (Muttaqin, 2009) dibagi menjadi :
1. Faktor resiko yang tidak dapat dirubah:

a. Usia
Angka morbiditas dan mortalitas penyakit SKA meningkat seiring pertambahan
usia. Sekitar 55% korban serangan jantung berusia 65 tahun atau lebih dan yang
meninggal empat dari lima orang berusia di atas 65 tahun. Mayoritas berada
dalam resiko pada masa kini merupakan refleksi dari pemeliharaan kesehatan
yang buruk di masa lalu.
b. Jenis kelamin
Pria memiliki resiko yang lebih untuk terserang SKA, sedangkan pada wanita
resiko lebih besar setelah masa menopause. Peningkatan pada wanita setelah
menopause terjadi akibat penurunan kadar estrogen dan peningkatan lipid dalam
darah.
c. Riwayat keluarga
Tingkat faktor genetika dan lingkungan membantu terbentuknya atherosklerosis
belum diketahui secara pasti. Tendensi atherosklerosis pada orang tua atau anak
dibawah usia 50 tahun ada hubungan terjadinya sama dengan anggota keluarga
lain.
d. Suku bangsa

5
Orang Amerika kulit hitam memiliki resiko lebih tinggi dibandinkan dengan kulit
putih, hal ini dikaitkan dengan penemuan bahwa 33% orang Amerika kulit hitam
menderita hipertensi dibandingkan dengan kulit putih.

2. Faktor resiko yang dapat dirubah:

a. Merokok
Perokok memiliki resiko 2 sampai 3 kali untuk meninggal karena SKA daripada
yang bukan perokok. Resiko juga bergantung dari berapa banyak rokok per hari,
lebih banyak rokok lebih tinggi pula resikonya. Hal ini dikaitkan dengan pengaruh
nikotin dan kandungan tinggi dari monoksida karbon yang terkandung dalam
rokok. Nikotin meningkatkan beban kerja miokardium dan dampak peningkatan
kebutuhan oksigen. Karbon monoksida menganggu pengangkutan oksigen karena
hemoglobin mudah berikatan dengan karbon monoksida daripada oksigen.
b. Hiperlipidemia
Kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah terlibat dalam transportasi, digesti,
dan absorbs lemak. Seseorang yang memiliki kadar kolesterol melebihi 300 ml/dl
memiliki resiko 4 kali lipat untuk terkena SKA dibandingkan yang memiliki kadar
200 mg/dl. Diet yang mengandung lemak jenuh merupakan faktor utama yang
menimbulkan hiperlipidemia.
c. Diabetes mellitus
Aterosklerosis diketahui berisiko 2 sampai 3 kali lipat pada diabetes tanpa
memandang kadar lipid dalam darah. Predisposisi degenerasi vaskuler terjadi pada
diabetes dan metabolisme lipid yang tidak normal memegang peranan dalam
pertumbuhan atheroma.
d. Hipertensi
Peningkatan resisten vaskuler perifer meningkatkan afterload dan kebutuhan
ventrikel, hal ini mengakibatkan kebutuhan oksigen untuk miokard untuk
menghadapi suplai yang berkurang.
e. Obesitas

6
Berat badan yang berlebihan berhubungan dengan beban kerja yang meningkat
dan juga kebutuhan oksigen untuk jantung. Obesitas berhubungan dengan
peningkatan intake kalori dan kadar low density lipoprotein.
f. Inaktifitas fisik
Kegiatan gerak dapat memperbaiki efisiensi jantung dengan cara menurunkan
kadar kecepatan jantung dan tekanan darah. Dampak terhadap fisiologis dari
kegiatan mampu menurunkan kadar kepekatan rendah dari lipid protein,
menurunkan kadar glukosa darah, dan memperbaiki cardiac output.
g. Stres psikologis berlebihan
Stres merangsang sistem kardiovaskuler melepaskan katekolamin yang
meningkatkan kecepatan jantung dan menimbulkan vasokontriksi

1.3 Tanda dan gejala

Nyeri dada merupakan sindrom klinis yang terjadi akibat aliran darah ke arteri
koroner berkurang. Ketidakseimbangan yang terjadi antara suplai dan kebutuhan
miokardium menimbulkan nyeri akibat perubahan metabolisme aerob menjadi anaerob,
produk tambahan dari metabolisme anaerob adalah asam laktat.
Pada unstable angina pektoris, nyeri dada biasanya dirasakan pada area substernal
dan retrosternal dapat menjalar ke leher, rahang, lengan, punggung. Nyeri timbul
dirasakan akibat gerakan atau aktivitas, gangguan emosi, namun dapat berkurang dengan
istirahat dan nitrogliserin.
Nyeri yang dirasakan pada infark miocard seperti diremas-remas yang hebat, tidak
hilang dengan istirahat, dan nitrogliserin sering disertai dengan sesak nafas/dispneu,
pucat, dingin, diaporesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.

1.4 Patofisiologi

Faktor penyebab utama pada SKA adalah kurangnya aliran darah ke miokard yang
terbanyak sering disebabkan aterosklerosis. Aterosklerosis ditandai dengan adanya
akumulasi bahan lemak/lipid dan jaringan fibrosa pada dinding arteri, pertambahan
aterosklerosis membuat lumen dari pembuluh darah menyempit dan aliran darah
terhambat ke daerah miokardium. Dinding pembuluh darah akan kehilangan elasitasnya
dan menjadi kurang responsif terhadap perubahan volume dan tekanan.

7
Pathogenesis dari aterosklerosis (C. Long, Barbara, 1999) pada ACS dimulai
dengan lesi atherosklerosis timbul pada permulaan dari arteri koroner utama. Proses
perjalanan penyakit pada awalnya setempat, kemudian menjadi difus dan bertambah.
Lesi yang pertama timbul pada dinding arteri koroner disebut garis lemak. Sel-sel yang
mengandung lipid atau sel-sel busa (foam cells) invasi ke dalam dinding intima dan
menimbulkan garis-garis lemak, karena penyakit berlanjut kemudian timbul sejenis
benjolan dengan ukuran yang terus meningkat sehingga kapasitas lumen pembuluh
menjadi terbatas. Lesi tersebut merupakan jenis karakteristik khas aterosklerosis yang
berkembang.

Tingkat aterosklerosis yang lebih berkembang ditandai dengan benjolan fibrosa


berkapur. Deposit kapur dapat ruptur dan meningkatkan resiko spasmus, membentuk
thrombus, dan emboli. Ini adalah jenis lesi aterosklerosis yang menimbulkan gejala
coronary artery disease (CAD). Lumen arteri menjadi begitu sempit, sehingga timbul
ketidakseimbangan suplai oksigen untuk miokardium dibandingkan dengan kebutuhan.
Manifestasi iskemik miokardium biasanya tidak akan terjadi sampai arteri 75%
tersumbat. Hal itu bisa berakibat angina pektoris, infark miokardium dan kematian
mendadak.

Angina pektoris merupakan cerminan dari iskemik miokard. Nyeri dada angina
biasanya berlokasi dibawah sternum (retrosternal) dan kadang menjalar ke leher,
rahang, bahu dan kadang lengan kiri atau keduanya. Kadang angina dikeluhkan sebagai
tanda tak enak di dada atau rasa berat di dada, rasa penuh, diremas, dicengkram, dan
rasa seperti ditikam (Muttaqin, 2009). Pada lansia kemungkinan rasa nyeri yang
dirasakan nyeri viseral yang disertai dengan sesak napas, keringat dingin, mual, rasa
melayang, dan lemah.

Angina pektoris stabil ditandai dengan nyeri dada yang berakhir 5-15 menit. Hal ini
dapat timbul karena aktivitas, stress, atau kedinginan kemudian menghilang dengan
istirahat atauminum obat. Angina pektoris stabil biasanya disebabkan oleh lesi koroner
yang fixed (plak yang stabil). Pada Unstable Angina Pektoris (UAP) mencerminkan
suatu keadaan klinis diantara angina pektoris stabil dan infark miokardium. Biasanya
berhubungan dengan ruptur plak dan trombosis.

8
Iskemia mengganggu permeabilitas sel-sel miokardium terhadap elektrolit-elektrolit
yang menyebabkan menurunnya kontraktilitas miokardium. Proses iskemik yang
berlangsung lebih dari 35–45 menit akan menyebabkan kerusakan sel-sel yang
ireversibel dan nekrosis miokardium.

Infark miokard akut disebabkan oleh penyumbatan yang tiba-tiba pada salah satu
cabang dari arteri koronaria. Penyumbatan ini dapat meluas dan mengganggu fungsi
jantung atau mengakibatkan nekrosis miokardium (Muttaqin, 2009). Infark tidak
langsung menjadi total. Trauma iskemik berkembang dan meluas kemudian baru terjadi
infark atau timbul nekrosis. Pada saat proses iskemik berlangsung, lapisan
subendokardium (karena sangat peka terhadap kekurangan oksigen) mengalami
hipoksia kemudian baru seluruh miokardium.

Nyeri dada oleh karena infark biasanya adanya serangan angina pektoris yang lebih
berat 15-30 menit, kecuali pada lansia dan penderita diabetes. Pasien dengan infark
inferior kadang terasa seperti nyeri abdomen, mual, dan muntah. Pasien yang
mengalami infark akut menjadi gelisah, cemas, takut, merasa nyawa terancam, sulit
bernapas, sianosis, dan syok. Ada pula sekitar 5-20 % dari pasien dengan serangan
infark miokard akut tanpa rasa nyeri.

1.5 Pemeriksaan diagnostic (Gambar EKG)

Diagnosa SKA umumnya diangkat berdasarkan tanda dan gejala,EKG 12 lead, tes
laboratoriumyang kemudian dapat dijadikan data untuk menentukan apakah pasien
termasuk UAP, NSTEMI atau STEMI. Prognosis tergantung dari seberapa berat
obstruksi arteri koroner dan seberapa kerusakan yang terjadi pada miokardium.

1. EKG
Merupakan pemeriksaan penunjang yang penting, normal EKG tidak
menyingkirkan tidak adanya iskemik miokard atau memulangkan pasien,
pemeriksaan EKG perlu dilakukan secara berkala.
a. NSTEMI : depresi ST segmen >0,5 mm pada sandapan yang berdekatan atau
inversi gelombang T >2 mm yang dinamik memberikan kecurigaan adanya suatu
sindrom koroner akur non ST elevasi.

9
b. STEMI: ST elevasi >1mm pada 2 atau lebih sandapan yang berdekatan pada
limb lead dan atau segment elevasi > 2 mm pada 2 sadapan chest lead, atau
gambaran LBBB baru yang menunjukan adanya suatu sindrom koroner akut
dengan elevasi ST/infark transmural. Gelombang T iskemik biasanya
terbalik,dalam dan simetris. Gelombang Q merupakan tanda kemungkinan
terdapat jaringan yang mati.

Penentuan lokasi infark berdasarkan hasil perekaman EKG (Dharma, Surya, 2009)
adalah:
1) Anterior : V3, V4
2) Anteroseptal : V1, V2, V3, V4
3) Antero ekstensif : I, AVL, V2sampai V6
4) Anterolateral : I, aVL, V3, V4, V5, V6
5) Inferior : II, III, aVF
6) Lateral : I, aVL, V5, V6
7) Septum : V1, V2
8) Posterior : V7, V8, V9

2. Foto thoraks
Foto thoraks biasanya normal pada pasien dengan angina. Pembesaran jantung atau
peningkatan tekanan vena dapat menandakan adanya infark miokard atau disfungsi
ventrikel kiri, namun temuan ini kadang tidak dapat diandalkan.
3. Enzim jantung
Sel otot jantung yang mati akan mengeluarkan enzim,dan enzim tersebut dapat
membantu dalam menegakkan infark miokard.
a. Creatinin Kinase (CK,CKMB) mulai naik dalam 6 jam, memuncak dalam 12-16
jam, normal kembali antara 3-4 hari tanpa terjadi nekrosis baru. Enzim CKMB
sering dijadikan indikator MCI sebab hanya terjadi saat kerusakan jaringan
miokard. Nilai referensi CKMB 0-24 u/l. Kuantitatif Troponin T sebagai
kriteria diagnostikuntuk infark miokard akut, baru–baru ini didefinisikan

10
kembali berdasarkan pengukuran troponin< 0.03= negative. 0.03 – 0,1 = low.
0,1 – 2 = MCI. > 2 = massive MCI.
b. LDH: Dapat dideteksi 24-48 jam pasca infark, mencapai puncaknya setelah 3-6
hari, normal setelah mencapai 8-14 hari.
c. Elektrolit: ketidakseimbangan elektrolit dalam darah dapat mempengaruhi
konduksi dan kontraktilitas jantung, misalnya: hipokalemia, hiperkalemia.
d. Sel darah putih: kadar leukosit biasanya tampak mengalami peningkatan pada
hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi.
e. Kecepatan sedimentasi meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA
menunjukkan inflamasi.
f. AGD: dapat menunjukan hipoksia atau proses penyakit paru akut maupun
kronis.
g. Kolesterol atau trigliserida serum meningkat, menunjukan arteriosklerosis
sebagai penyebab IMA.

4. Echocardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi ruang jantung, gerakan katup atau dinding
ventrikel dan konfigurasi atau fungsi katup.
5. Pemeriksaan Pencitraan Nuklir
a) Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard
misalnya lokasi atau luasnya AMI.
b) Technetium : terkumpul dalam sel iskemik disekitar area nekrotik.

6. Pencitraan darah jantung (MUGA)


Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional
dan fraksi ejeksi (aliran darah).
7. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner, biasanya dilakukan
untuk mengukur tekanan ruang jantung dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi
ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase AMI kecuali mendekati bedah
jantung angioplasty atau bersifat darurat.

11
8. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)

Memungkinkan visualisasi aliran darah, ruang jantung atau katup ventrikel, lesi
vaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.

1.6 Pemeriksaan Lab

Pemeriksaan sampel darah yang sangat penting adalah pemeriksaan biomarker yaitu
enzim jantung. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan enzim tersebut adalah
waktu pemeriksaan setelah onset serangan. Enzim jantung tidak serta merta muncul
dalam darah segera setelah onset, dan enzim jantung juga akan menghilang setelah
beberapa waktu tertentu. Pemeriksaan enzim jantung penting dalam mendiagnosis
sindroma koroner akut. Pada unstable angina tidak didapati peningkatan enzim jantung,
sementara pada NSTEMI terjadi peningkatan enzim jantung.[10]

Troponin:

Troponin merupakan enzim jantung yang penting untuk diperiksa. Troponin T yang
meningkat kadarnya dalam darah setelah 4 sampai 9 jam setelah serangan sindrom
koroner akut dan mencapai puncak pada jam ke-12 sampai 24 jam. Kadar troponin T
tersebut bertahan dalam darah selama 7 sampai 14 hari.[2]

12
Troponin merupakan protein yang didapati pada miokardium dan dilepaskan ke
dalam darah apabila terjadi iskemik pada miokardium. Kadar troponin Subunit
Troponin terbagi dua yakni:

 Troponin I
 Troponin T

Panduan AHA/ACC tahun 2014 menganjurkan pemeriksaan kadar troponin pada 3-


6 jam setelah onset gejala.[11] Pemeriksaan tersebut dilakukan bila menggunakan
pemeriksaan troponin secara kontemporer yang pada umumnya tersedia luas.

Pemeriksaan yang terbaru yaitu high-sensitive troponin. Pemeriksaan ini dapat


dilakukan mulai dari 1 jam setelah onset dan memiliki sensitifitas yang tinggi. Alat
pemeriksaan troponin terbaru mampu mendeteksi troponin hingga 3 ng/L sehingga nilai
cut-off troponin dapat diturunkan sehingga sensitifitas pemeriksaan kadar troponin
terhadap NSTEMI meningkat.[12] Pemeriksaan high-sensitive troponin (hsT) tersebut
juga memberikan keluaran yang baik terhadap penurunan mortalitas pasien dengan
sindroma koroner akut.[13]

Tingginya sensitifitas kadar troponin 1 jam setelah onset tidak diikuti spesifisitas
yang cukup tinggi sehingga pemeriksaan kadar troponin 3 jam dan 6 jam setelah onset
tetap perlu dilakukan karena pada baik sensitifitas dan spesifisitasnya sama-sama
tinggi.[12] Perubahan kadar troponin yang mutlak pada pemeriksaan secara serial
memiliki akurasi yang tinggi untuk infark miokardium.

Biomarker Lainnya:

Mioglobin, meningkat dalam 20 jam sejak onset dan mencapai kadar puncaknya
setelah 3-4 jam namun menghilang setelah 24 jam. Mioglobin tidak dianjurkan untuk
diperiksa karena karena kardiospesifisitasnya yang rendah.[13] Selain itu pemeriksaan
ini tidak tersedia luas.

13
CK-MB (creatinin kinase MB), meningkat setelah 3 jam setelah onset dan mencapai
kadar puncaknya setelah 12 jam dan bertahan selama 5 hari dalam darah.

Panduan AHA/ACC 2014 menyatakan bahwa pemeriksaan mioglobin dan CKMB


tidak bermanfaat, karena sensitifitasnya yang rendah dan secara global pemeriksaan
troponin yang sensitifitasnya tinggi sudah tersedia.

Saat ini juga ditemukan biomarker baru, cardiac myosin-binding protein C (cMyC)
yang telah diteliti sebagai marker untuk mendeteksi infark miokard akut.

Pemeriksaan Darah Lainnya:

Pemeriksaan darah lainnya yang penting dilakukan adalah pemeriksaan darah


lengkap dan panel metabolik. Pemeriksaan darah lengkap dapat menilai ada tidaknya
anemia yang dapat memperburuk prognosis pasien. Pemeriksaan metabolik yang perlu
dilakukan berupa kadar kolesterol, terutama LDL, kadar glukosa darah, dan fungsi
tiroid.

1.7 Tindakan Gadar Medik

Keberhasilan terapi SKA bergantung pada pengenalan dini gejala dan transfer pasien
segera ke unit/instalasi gawat darurat. Terdapat 3 hal yang harus dilakukan pada
penderita dengan infark miokard, yaitu :

1. Memantapkan terbukanya arteri koroner dapat dengan cara fibrinolitik,angioplasti,


atau CABG.
2. Menjaga agar arteri koroner tetap terbuka dengan antikoagulan atau dengan anti
platelet.
3. Mencegah meluasnya kerusakan miokard lebih lanjut dengan mengurangi oksigen
demand atau mencukupi kebutuhan oksigen.
Protokol tatalaksana awal SKA tanpa elevasi segmen ST di RS Jantung dan Pembuluh
Darah Harapan Kita:

14
1. Oksigen nasal 2-3 L/menit
2. Aspilet kunyah 160-320 mg
3. Clopidogrel loding dose 300 mg atau Ticagrelor 180 mg
4. Nitrat tablet 5 mg SL dapat diulang 3 kali, jika masih nyeri dada diberi Morphin
2,5–5 mg IVatau Pethidin 25 mg IV atau Nitrat IV dosis dimulai dari 5
mikrogram/menit atau dititrasi.
5. Cek laboratorium: Hb, Ht, Leukosit, Ureum, Kreatinin, GDS, Elektrolit, CKMB,
hs-Troponin
6. ACE Inhibitor (gagal jantung, DM, hipertensi)
7. Anti iskemik beta bloker (jika tidak ada kontraindikasi) atau kalsium antagonis
8. Statin
9. Anti koagulan:
a. CCT > 30 ml/menit berikan pondafarinux atau enoxafarine subkutan, jika CCT <
30 ml/menit berikan UFH atau enoxafarine (1 mg/KgBB subkutan sehari sekali).
b. Loding dose heparin bolus 60-70 unit maksimal 4000 unit dengan dosis
pemeliharaan 12-15 unit/KgBB/jam maksimal 1000 unit/jam dengan target
APTT 1,5-2 kali nilai kontrol. Dosis enoxafarine 1 mg/KgBB subkutan setiap 12
jam. Dosis pondafarinux 2,5 mg subkutan sekali sehari.

Protokol tatalaksana awal SKA dengan elevasi segmen ST di RS Jantung dan Pembuluh
Darah Harapan Kita:

1. Onset kurang dari 12 jam:


a. Oksigen nasal 2-3 L/menit.
b. Aspilet kunyah 160-320 mg
c. Clopidrogel loading dose 300 mg atau Ticagrelor 180 mg. clopidrogel loading
dose 600 mg hanya diberikan pada pasien yang akan dilakukan PPCI dan tidak
diberikan pada pasien usia lebih dari 75 tahun atau yang rutin mendapat
clopidrogel.

15
d. Nitrat tablet 5 mg SL maksimal 3 kali, jika masih nyeri dada diberikan Morphin
2,5–5 mg IV atau Pethidin 25 mg IV atau Nitrat IV dosis dimulai dari 10
mikrogram/menit.
e. Cek laboratorium: Hb, Ht, Leukosit, Ureum, Kreatinin, GDS, Elektrolit, CKMB,
hs-Troponin
f. Penatalaksanaan untuk SKA adalah PCI (Percutaneus Coronary
Intervention)dan fibrinolitik. PCI dapat dikerjakan dalam 60 menit di ruang
kateterisasi, jika PCI tidak bisa dilakukan diberikan fibrinolitik.
1) Indikasi fibrinolitik:
a) Usia kurang dari 75 tahun
b) Nyeri dada khas infark dalam 12 jam
c) Elevasi segmen ST pada perikordial dan ekstremitas lead >1 mm pada 2
lead atau lebih, pada lead yang berdekatan
d) LBBB baru
2) Kontraindikasi:
Kontraindikasi absolut fibrinolitik:
a) Riwayat perdarahan intrakranial
b) Lesi struktural cerebrovaskuler
c) Tumor intrakranial
d) Stroke iskemik dalam 3 bulan
e) Dugaan dalam diseksi aorta
f) Adanya trauma, pembedahan kepala dalam waktu 3 bulan terakhir
g) Adanya pendarahan aktif kecuali menstruasi
Kontraindikasi relatif fibrinolitik:
a) Riwayat hipertensi kronik dan berat yang tidak terkontrol
b) Hipertensi berat yang tidak terkontrol (saat diperiksa sistolik >180
mmHg atau diastolik >110 mmHg)
c) Riwayat stroke iskemik > 3 bulan
d) Resusitasi jantung paru traumatik/lebih dari 10 menit atau operasi besar
< 3 minggu
e) Perdarahan internal dalam 2–4 minggu terakhir

16
f) Terapi antikoagulan oral
g) Kehamilan
h) Ulkus peptikum aktif
2. Onset lebih dari 12 jam
Jika kondisi stabil rawat ICVCU kurang dari 48 jam, rawat ruang intermediate atau
ruang rawat biasa jika onset lebih dari 48 jam, echokardiografi dan angiografi
koroner dalam 24 jam. Pada pasien tidak stabil dilakukan PCI dini.

Indikasi PCI adalah:

a. Persentasi lebih dari 3 jam


b. Tersedia fasilitas PCI
c. Waktu kontak antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon kurang dari 90
menit
d. Waktu antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon dikurangi waktu antara
pasien tiba sampai dengan fibrinolitik kurang dari 1 jam
e. Terdapat kontraindikasi fibrinolitik
Resiko tinggi (gagal jantung kongestif killip III)
2. Asuhan keperawatan
2.1 Diagnosa Keperawatan
2.1.1 Nyeri Akut b.d agen cedera fisiologis (D.0077)
2.1.2 Penurunan Curah Jantung b.d perubahan irama jantung (D.0008)
2.1.3 Risiko Perfusi Miokard Tidak Efektif d.d spasme arteri koroner(D.0014)
A. Kriteria Hasil (SLKI)
1. Diagnosa Nyeri Akut
a. Keluhan nyeri (4) : cukup menurun
b. Gelisah (4) : cukup menurun
c. Diaforesis (4) : cukup menurun
d. Kesulitan tidur (4) : cukup menurun
2. Diagnosa Penurunan Curah Jantung
a. Palpitasi (4) : cukup menurun
b. Gambaran EKG aritmia (4) : cukup menurun
c. Lelah (4) : cukup menurun
3. Diagnosa Risiko Perfusi Miokard Tidak Efektif

17
a. Nyeri dada (2) : cukup menurun
b. Diaforesis (2) : cukup menurun
c. Tekanan darah (4) : cukup membaik

B. Intervensi Keperawatan (SIKI)


1. Diagnosa Nyeri Akut
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
b. Identifikasi skala nyeri.
c. Identifikasi respon nonverbal.
d. Identifikasi faktor-faktor yang memperberat dan mempperingan nyeri.
e. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis. TENS. hipnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain).
f. Fasilitasi istirahat dan tidur.
g. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri.
h. Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu.
2. Diagnosa Penurunan Curah Jantung
a. Identifikasi karakteristik nyeri dada (meliputi faktor pemicu dan pereda, kualitas,
lokasi, radiasi, skala, durasi, dan frekuensi.
b. Monitor EKG 12 sadapan untuk perubahan ST dan T.
c. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi).
d. Monitor elektrolit yang dapat meningkatkan risiko aritmia (mis, skor TIMI, Kilip,
Cruscade).
e. Monitor enzim jantung (mis. CK, CK-MB, Troponin T, Troponin I.
f. Pertahankan tirah baring minimal 12 jam.
g. Pasang akses intravena.
h. Puasakan hingga bebas nyeri.
i. Anjurkan segera melaporkan nyeri dada.
j. Anjurkan menghindari manuver Valsava (mis. mengedan saat BAB atau batuk).
k. Kolaborasi pemberian antiplatelet, jika perlu.
l. Kolaborasi pemberian antiangina, jika perlu.

18
m. Kolaborasi pemberian morfin, jika perlu.
n. Kolaborasi pemberian inotropik ,jika perlu .
o. Kolaborasi pencegahan trombus dengan antikoagulan, jika perlu.
p. kolaborasi pemeriksaan x-ray dada, jika perlu.
3. Diagnosa Risiko Perfusi Miokard Tidak Efektif
a. Periksa onset dan pemicu aritmia.
b. Identiikasi jenis aritmia.
c. Monitor status kardiopulmonal.
d. Monitor frekuensi dan durasi aritmia.
e. Monitor keluhan nyeri dada.
f. Monitor status cairan.
g. Monitor kadar elektrolit.
h. pasang kateter urine untuk menilai produksi urin.
i. Pertahankan jalan napas paten.
j. Berikan lingkungan yang tenang.
k. Pasang akses intravena.
l. Pasang monitor jantung.
m. Rekam EKG 12 sadapan.
n. Periksa interval QT sebelum dan sesudah pemberian obat yang dapat
memperpanjang QT.
o. Berikan oksigen sesuai indikasi.
p. Siapkan pemasangan ICD.
q. Kolaborasi pemberian aritmia, jika perlu.
r. Kolaborasi pemberian kardioversi, jika perlu.
s. Kolaborasi pemberian defibrilator, jika perlu.
t. Kolaborasi pemberian inotropik (mis. Dobutamine), jika TDS 70-100 mmHg tanpa
disertai tanda/gejala syok.
u. Kolaborasi pemberian vasopressor (mis. dopamine), jika TDS 70-100 diserati
tanda/gejala syok.
v. Kolaborasi pemberian vasopressor kuat (mis. Noreepinefrin), jika TDS <70.

19
Daftar Pustaka

Bare, Brenda and Smeltzer, Suzanne, dkk. 2002. Buku Ajar Keperwatan Medikal Bedah Bruner
and Suddarth. Jakarta : EGC.

Departemen kesehatan direktorat bidang alat kesehatan. Jakarta.


http://binfar.depkes.go.id.Sindrom Koroner Akut. Diambil tanggal 24 Juli 2019 jam 13.30
WITA.

Dharma, Surya. 2009. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta: EGC.

Doengoes E. Marilynn, Moorhouse F. Mary, Geissler C. Alice. (2000). Rencana Asuhan


Keperawatan. Jakarta: EGC.

Hediyani, Novie. 2012. Penyakit Jantung Koroner. www.dokterku-online. Jakarta. Diambil pada
tanggal 24 Juli 2019 jam 13.30 WITA.

Kalim, Harmani. 2009. Sirkulasi Koroner. Id.shvoong.com. Diambil pada tanggal 24 Juli 2019
jam 13.30 WITA.

Long, Barbara C. 1999. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan
Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

O’Cornnor, Robert E; Brady, William; et al. 2011. Acute Coronary Syndromes American Heart
Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care. http://circ.ahajournals.org.htm. diambil tanggal 24 Juli 2019 jam
13.30 WITA.

Rokhaeni, Heni dkk. 2001. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler. Edisi I. Jakarta: Bidang
Pelatihan dan Pelatihan Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.

Universitas Sumatera Utara. 2010. Sirkulasi Koroner. Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id.


Diambil pada tanggal 24 Juli 2019 jam 13.30 WITA.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Sjahruddin, Harun. 2011. Sindrom Koroner Akut. http://www.majalah-farmacia.com. Diambil


tanggal 24 Juli 2019 jam 13.30 WITA.

20

Anda mungkin juga menyukai