Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWATDARURATAN
SISTEM PERNAPASAN
INSTALASI GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT
PURWOKERTO

TRI FAJAR SAPUTRA ,AMK

RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT


UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2019
A. PENDAHULUAN
Istilah pernafasan yang lazim digunakan mencakup 2 proses : pernafasan
luar (eksterna) yaitu penyerapan oksigen dan pengeluaran karbondioksida dari
tubuh secara keseluruhan serta pernafasan dalam (interna), yaitu penggunaan
oksigen dan pembentukan karbondioksida oleh sel-sel serta pertukaran gas antara
sel-sel tubuh dengan media cair sekitarnya. Sistem pernafasan terdiri dari organ
pertukaran gas (paru-paru) dan sebuah pompa ventilasi paru. Pompa ventilasi
terdiri dari dinding dada, otot-otot pernafasan, pusat pernafasan diotak yang
mengendalikan otot pernafasan.

B. FUNGSI PARU
Pada keadaan istirahat, frekuensi pernafasan manusia normal berkisar antara
12 – 15 kali permenit. Satu kali pernafasan , 500 ml udara, atau 6 – 8 L udara per
menit dimasukan dan dikeluarkan dari paru-paru. Udara ini akan bercampur dengan
gas yang terdapat dalam alveoli, dan selanjutnya oksigen masuk ke dalam darah di
kapiler paru, sedangkan karbondioksida masuk ke dalam alveoli, melalui proses
difusi sederhana. Dengan cara ini, 250 mL oksigen per m,enit masuk ke dalam
tubuh dan 200 mL karbondioksida akan dikeluarkan.

C. KEGAWATDARURATAN SISTEM PERNAFASAN


ASMA BRONCHIALE
Pengertian
Penurunan fungsi paru dan hiperresponsivitas jalan napas terhadap berbagai
rangsang. Karakteristik penyakit meliputi bronkhospasme, hipersekresi mukosa dan
perubahan inflamasi pada jalan napas.(Campbell. Haggerety,1990; orsi 1991).
Banyak orang mengabaikan keseriusan penyakit ini. Perawatan di RS sering kali
karena akibat dari pengabaian tanda penting ancaman serangan asma dan tidak
mematuhi regimen terapeutik. Status asmatikus mengacu pada kasus asma yang
berat yang tak berespon terhadap tindakan konvensional. Ini merupakan situasi
yang mengancam kehidupan dan memerlukan tindakan segera.
A. Patofisiologi.
Alergen masuk kedalam tubuh, kemudian allergen ini akan merangsang sel
B untuk menghasilkan sat anti. Karena terjadi penyimpangan dalam system
pertahanan tubuh maka terbentuklah imoglobulin E (Ig. E).Pada penderita alergi
sangat mudah memprouksi Ig. E. dan selai beredar didalam daerah juga akan
menempel pada permukaan basofil dan mastosit.Mastosit ini amat penting dalam
peranannya dalam reaksi alergi terutama terhadap jaringan saluan nafas, saluran
cerna dan kulit.
Bila suatu saat penderita berhubungan dengan allergen lagi, maka allergen
akan berikatan dengan Ig.E yang menempel pada mastosit, dan selanjutnya sel ini
mengeluarkan sat kimia yang di sebut mediator ke jaringan sekitarnya. Mediator
yang dilepas di sekitar rongga hidung akan menyebabkan bersin – bersin dan pilek.
Sedangkan mediator yang dilepas pada saluran nafas akan menyebabkan saluran
nafas mnengkerut, produksi lendir meningkat, selaput lendir saluran nafas
membengkak dan sel – sel peradangan berkumpul di sekitar saluran nafas.
Komponen – komponen itu menyebabkan penyimpitan saluran nafas.

B. Faktor pencetus.

▪ Alergen


Saluran nafas normal Tak terjadi
Alrgen
▪ asma
▪ Ketegangan jiwa
▪ Kegiatan jasmani
▪ Obat – obatan
▪ Polusi udara
▪ Lingkungan kerja

yang berlebihan
Gejala asma

C. Etiologi.
Dua tipe dasar imunologik dan non imunologik .Asma alergik ( disebut
ekstrinsik ) terjadi pada saat kanak – kanak terjadi karena kontak dengan elergan
dengan penderita yang sensitive.
Asma non imunologik atau non alergik ( di sebut instrinsik ), biasanya terjadi
pada usia diatas 35 tahun. Serangan dicetuskan oleh infeksi pada sinus atau cabang
pada bronchial.
Asma campuran yang serangannya diawali oleh infeksi virus atau bacterial
atau oleh allergen. Pada saat lain serangan dicetuskan oleh factor yang berbeda atau
juga dapat di cetuskan oleh perubahan suhu dan kelembaban, uap yang mengiritasi,
asap, bau – bauan yang kuat, latihan fisik dan stress emosional.
D. Pemeriksaan penunjang.
▪ Test fungsi paru ( Spirometer )
▪ Foto thorax
▪ Pemeriksaan darah (DL, BGA)
▪ Test kulit
▪ Test Provokasi bronkhial
E. Manifestasi klinik
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajad
hiperaktifitas bronkus.Obstruksi jalan nafas dapat revesible secara spontan maupun
dengan pengobatan.
Gejala asma antara lain :
a. Bising mengi ( weezing ) yang terdengar atau tanpa stetoskop
b. Batuk produktif, sering pada malam hari
c. Sesak nafas
d. Dada seperti tertekan atau terikat
e. Pernafasan cuping hidung
F. Terapi
1. Oksigen 4 – 6 liter / menit
2. Agonis B2 ( salbutamol 5 mg atau feneterol 2,5 mg atau terbulatin 10 mg )
intalasi nebulasi dan pemberiannya dapa diulang setiap 20 menit sampai 1 jam.
Pemberian agonis B2 dapat secara subcutan atau iv dengan dosis salbutamol
0,25 mg atau terbulatin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5 % dan diberikan
perlahan.
3. Aminofilin bolus iv 5 – 6 mg / kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam
12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
4. Kortikosteroid hidrokortison 100 – 200 mg iv jika tak ada respon segera atau
pasien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
G. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
1. Pengkajian
a. Keluhan :
- Sesak nafas tiba-tiba, biasanya ada faktor pencetus
- Terjadi kesulitan ekspirasi / ekspirasi diperpanjang
- Batuk dengan sekret lengket
- Berkeringat dingin
- Terdengar suara mengi / wheezing keras
- Terjadi berulang, setiap ada pencetus
- Sering ada faktor genetik/familier
b. Airway
- Inspeksi jalan nafas : sumbatan lendir, lidah, benda asing
- Auskultasi : suara sumbatan jalan nafas, whesing, mengi.
c. Breathing
- Saat serangan anak tampak gelisah, sesak nafas tak ada perubahan dg
merubah posisi
- Respirasi rate sedikit meningkat dengan ekspirasi diperpanjang
d. Cirkulasi
- Kadang disertai sianosis

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b. Pola nafas tidak efektif
c. Kecemasan berhubungan dengan ancaman kematian (sesaka nafas akibat
serangan ashma)
3. Rencana Tindakan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan criteria Hasil Intervensi

1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC : NIC :


❖ Respiratory status : Ventilation Airway :
Definisi : Ketidakmampuan untuk ❖ Respiratory status : Airway patency
membersihkan sekresi atau obstruksi dari ❖ Aspiration Control Airway suction
saluran pernafasan untuk mempertahankan
Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
kebersihan jalan nafas. Kriteria Hasil : Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
Batasan Karakteristik : ❖ Mendemonstrasikan batuk efektif dan suctioning.
suara nafas yang bersih, tidak ada Informasikan pada klien dan keluarga tentang
- Dispneu, Penurunan suara nafas sianosis dan dyspneu (mampu suctioning
- Orthopneu mengeluarkan sputum, mampu Minta klien nafas dalam sebelum suction
- Cyanosis bernafas dengan mudah, tidak ada dilakukan.
- Kelainan suara nafas (rales, wheezing) pursed lips) Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
- Kesulitan berbicara ❖ Menunjukkan jalan nafas yang paten memfasilitasi suksion nasotrakeal
- Batuk, tidak efekotif atau tidak ada (klien tidak merasa tercekik, irama Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
- Mata melebar nafas, frekuensi pernafasan dalam Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
- Produksi sputum rentang normal, tidak ada suara nafas setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
- Gelisah abnormal) Monitor status oksigen pasien
- Perubahan frekuensi dan irama nafas ❖ Mampu mengidentifikasikan dan Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
mencegah factor yang dapat suksion
Faktor-faktor yang berhubungan: menghambat jalan nafas Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila
- Lingkungan : merokok, menghirup asap pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
rokok, perokok pasif-POK, infeksi saturasi O2, dll.
- Fisiologis : disfungsi neuromuskular,
hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan Airway Management
nafas, asma. • Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan jaw thrust bila perlu
nafas, sekresi tertahan, banyaknya • Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
mukus, adanya jalan nafas buatan,
• Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
sekresi bronkus, adanya eksudat di
jalan nafas buatan
alveolus, adanya benda asing di jalan
• Pasang mayo bila perlu
nafas.
• Lakukan fisioterapi dada jika perlu
• Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
• Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
• Lakukan suction pada mayo
• Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2

Breathing
Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi

Respiratory Monitoring
• Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
respirasi
Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan otot diagfragma ( gerakan
paradoksis )
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
Uskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
Circulation
Circulation status
Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
eliminaSi
• Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak
seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik,
kelainan renal, gagal jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
• Monitor serum dan elektrolit urine
• Monitor serum dan osmilalitas urine
• Monitor BP, HR, dan RR
• Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan
irama jantung
• Monitor parameter hemodinamik infasif
• Catat secara akutar intake dan output
• Tetapkan kolaborasi pemberian cairan panaenteral
(infus)

Decompression
Fluid Managemen
❖ Monitor status cairan termasuk intake dan
ourput cairan
❖ Pelihara IV line
❖ Monitor tingkat Hb dan hematokrit
❖ Monitor tanda vital
❖ Monitor responpasien terhadap penambahan
cairan
❖ Monitor berat badan
❖ Dorong pasien untuk menambah intake oral
❖ Pemberian cairan Intravena
❖ monitor adanya tanda dan gejala
kelebihan/kekurangan volume cairan
2 Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :
❖ Respiratory status : Ventilation
Definisi : Pertukaran udara inspirasi dan/atau ❖ Respiratory status : Airway patency Airway Management
ekspirasi tidak adekuat ❖ Vital sign Status • Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
Kriteria Hasil : jaw thrust bila perlu
Batasan karakteristik : ❖ Mendemonstrasikan batuk efektif dan • Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi suara nafas yang bersih, tidak ada • Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
sianosis dan nafas
- Penurunan pertukaran udara per menit dyspneu (mampu mengeluarkan buatan
- Menggunakan otot pernafasan tambahan sputum, mampu bernafas dengan Pasang mayo bila perlu
- Nasal flaring mudah, tidak ada pursed lips) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Dyspnea Menunjukkan jalan nafas yang paten Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
- Orthopnea (klien tidak merasa tercekik, irama Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
- Perubahan penyimpangan dada nafas, frekuensi pernafasan dalam tambahan
- Nafas pendek rentang normal, tidak ada suara nafas Lakukan suction pada mayo
- Assumption of 3-point position abnormal) Berikan bronkodilator bila perlu
- Pernafasan pursed-lip Tanda Tanda vital dalam rentang Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
- Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama normal (tekanan darah, nadi, Lembab
- Peningkatan diameter anterior-posterior pernafasan)
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
- Pernafasan rata-rata/minimal
▪ Bayi : < 25 atau > 60 keseimbangan.
▪ Usia 1-4 : < 20 atau > 30 Monitor respirasi dan status O2
▪ Usia 5-14 : < 14 atau > 25
▪ Usia > 14 : < 11 atau > 24
- Kedalaman pernafasan Vital sign Monitoring
▪ Dewasa volume tidalnya 500 ml saat Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
istirahat Catat adanya fluktuasi tekanan darah
▪ Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
- Timing rasio berdiri
- Penurunan kapasitas vital Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
Faktor yang berhubungan : Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
- Hiperventilasi setelah aktivitas
- Deformitas tulang Monitor kualitas dari nadi
- Kelainan bentuk dinding dada Monitor frekuensi dan irama pernapasan
- Penurunan energi/kelelahan Monitor suara paru
- Perusakan/pelemahan muskulo- Monitor pola pernapasan abnormal
skeletal Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
- Obesitas Monitor sianosis perifer
- Posisi tubuh Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
- Kelelahan otot pernafasan yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
- Hipoventilasi sindrom Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
- Nyeri
- Kecemasan
- Disfungsi Neuromuskuler
- Kerusakan persepsi/kognitif
- Perlukaan pada jaringan syaraf
tulang belakang
- Imaturitas Neurologis

5 Cemas NOC : NIC :


Definisi : ❖ Anxiety control Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
Perasaan gelisah yang tak jelas dari ❖ Coping • Gunakan pendekatan yang menenangkan
ketidaknyamanan atau ketakutan yang ❖ Impulse control • Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
disertai respon autonom (sumner tidak Kriteria Hasil : pasien
spesifik atau tidak diketahui oleh individu); ❖ Klien mampu mengidentifikasi dan • Jelaskan semua prosedur dan apa yang
perasaan keprihatinan disebabkan dari mengungkapkan gejala cemas dirasakan selama prosedur
antisipasi terhadap bahaya. Sinyal ini ❖ Mengidentifikasi, mengungkapkan • Pahami prespektif pasien terhdap situasi stres
merupakan peringatan adanya ancaman dan menunjukkan tehnik untuk • Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
yang akan datang dan memungkinkan mengontol cemas mengurangi takut
individu untuk mengambil langkah untuk ❖ Vital sign dalam batas normal • Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
menyetujui terhadap tindakan ❖ Postur tubuh, ekspresi wajah, tindakan prognosis
Ditandai dengan bahasa tubuh dan tingkat aktivitas • Dorong keluarga untuk menemani anak
− Gelisah menunjukkan berkurangnya • Lakukan back / neck rub
− Insomnia kecemasan
• Dengarkan dengan penuh perhatian
− Resah • Identifikasi tingkat kecemasan
− Ketakutan • Bantu pasien mengenal situasi yang
− Sedih menimbulkan kecemasan
− Fokus pada diri • Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
− Kekhawatiran ketakutan, persepsi
− Cemas • Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
Faktor yang berhubungan : • Barikan obat untuk mengurangi kecemasan
- Terpapar racun
- Kebutuhan yang tidak terpenuhi
- Krisis situasional
- Ancaman kematian
- Stress
DAFTAR PUSTAKA

Hudak&Gallo., 1997, Keperawatan Kritis, Edisi-4, EGC, Jakarta

McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions


Classifications, Second edisi, By Mosby-Year
book.Inc,Newyork

NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and


classification, Philadelphia, USA

Noer Sjaifoellah. 1996. Buku Ajar: Ilmu penyakit dalam. Jilid


I, Ed 3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

University IOWA., NIC and NOC Project., 1987, Nursing


Interventions Classifications, Philadelphia, USA

University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome


Classifications, Philadelphia, USA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. A DENGAN
STATUS ASMATIKUS DI IGD RSGM UNSOED
PADA TANGGAL 09 MEI 2019

Identitas Pasien
Nama : Tn. A
No RM : 03 33 76
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 27/5/ 2019
Jam Kedatangan : 09.25 WIB
Jam Pengkajian : 09.28 WIB
Alasan Masuk : Pasien datang dengan keluhan sesak nafas mendadak dan batuk
sudah 3 hari yang lalu, gatal gatal,riwayat asma dan alergi debu

Initial Survey
A (alertness) :+
V (verbal) :+
P (pain) : + (Nyeri ulu hati seperti ditusuk tusuk skala 4 dari 10)
U (unrespons) :-

Survey Primer dan Resusitasi


A. AIRWAY DAN KONTROL SERVIKAL
1. Keadaan Jalan Nafas
Tingkat Kesadaran : Somnolen
Pernafasan : Pernafasan cuping hidup (+), SPO2 = 80 %
Upaya Bernafas :+
Benda asing di jalan Nafas : Secret (+)
Bunyi Nafas : Wheezing
Hembusan Nafas :+
2. Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

B. BREATHING
1. Fungsi Pernafasan
Jenis Pernafasan : Snoring (-), Gurgling (-), Stridor (-), Wheezing (+)
Frekwensi Pernafasan : Respirasi 31x/menit
Retraksi Otot Bantu Nafas :+
Kelainan Dingding Thoraks : simetris, perlukaan (-), jejas (-), trauma (-)
Bunyi Nafas : Whezing
Hembusan Nafas :+
2. Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan Pola Nafas

C. CIRCULATION
1. Keadaan sirkulasi
Tingkat Kesadaran : Somnolen
Perdarahan (internal/eksternal): Tidak ada perdarahan
Nadi Radial/carotis : Teraba
Akral Perifer : Hangat
Kapilari Refill : <2 detik
Pulse : 118x/menit
Blood Preasure : 200/120 mmHg

D. DISABILITY
1. Pemeriksaan Neurologis
GCS : E3 V5 M6 ( 14 )
Reflex Fisiologis :+
Reflex Patologis :-
Kekuatan Otot :444 444
444 444
2. Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah keperawatan
3. Intervensi / Implementasi
-
4. Evaluasi
-
Pengkajian Sekunder / Survey Sekunder
1. Riwayat Kesehatan
a. RKD :
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien sudah memiliki riwayat asma sejak
+10 tahun yang lalu.
b. RKS :
Keluarga pasien mengatakan bahwa sekarang asma yang dideritanya sering
kambuh jika terdapat debu dalam jumlah banyak atau pasien mengalami
kelelahan.
c. RKK
Keluarga pasien mengatakan ibu pasien memiliki riwayat asma.
2. Riwayat dan Mekanisme Trauma
-
3. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
a. Kepala
Kulit Kepala : Bersih, Tidak nyeri tekan
Mata : Simetris, palpebrae tidak oedema, sclera non ikterik,
Konjungtiva non anemis,pupil isokor tidak ada nyeri
tekan.
Telinga : Canalis bersih, pendengaran baik, tidak memakai
alat
Bantu pendengaran.
Hidung : Tidak ada polip, secret (-), radang (-), benjolan (-),
mukosa hidung lembab , fungsi penciuman baik.
Mulut dan Gigi : Gigi bersih, karies gigi (-), peradangan (-),bibir
kering.
Wajah : Bulat.
b. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid maupun
vena jugularis.
c. Dada/thoraks
- Paru-paru
Inspeksi : Menggunakan otot bantu pernapasan
Palpasi : Simetris, Tidak ada nyeri tekan,
retraksi dingding dada (+)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Terdengar Wheezing
- Jantung
Inspeksi : Gerak jantung normal
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Redup
Auskultasi : S1 Lup, S2 Dup, tidak ada suara tambahan.
d. Abdomen
Inspeksi : Datar pada empat kuadran
Palpasi : Ada nyeri tekan
Perkusi : Redup
Auskultasi : Bising usus (6x/menit)
e. Pelvis
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
f. Perineum dan Rektum : Pasien mengatakan tidak ada keluhan
g. Genetalia : Pasien mengatakan tidak ada .keluhan
h. Ekstermitas
Status Sirkulasi : Teraba nadi brakialis, tidak ada perubahan warna
kulit.
Keadaan Injury : Tidak ada trauma
i. Neurologis
Fungsi Sensorik : Normal
Fungsi Motorik : Normal
4. Hasil Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium.
5. Hasil Pemeriksaan Diagnostik
-
6. Terapi Dokter
a. Nebulizer ventolin + flexotide 1 ampul selama 10 menit
b. Kolaborasi pemberian O2 (nasal kanul) 4 liter
c. Methyprednisolone 125mg rute IV

ANALISIS DATA
Data Fokus Analisis Masalah
Data Subyektif : Faktor pencetus serangan Ketidakefektifan bersihan
pasien mengatakan pasien asma jalan nafas bersihan jalan
mengalami sesak nafas nafas berhubungan dengan
Edema mukosa dan dinding
mendadak disertai batuk bronkhus produksi mukus berlebih
berdahak sejak 3 hari yang ditandai dengan secret
lalu Peningkatan usaha dan berlebih, batuk tidak efektif,
frekuensi pernapasan
gelisah, dan orthopneu.
Data Obyektif : Penggunaan otot bantu
Adanya suara nafas napas
tambahan (wheezing),
Ketidakefektifan bersihan
dengan respirasi 31x/menit,
jalan napas
adanya pernafasan cuping
hidung, SPO2 = 80%
Data Subjektif : Faktor pencetus serangan Ketidakefektifan pola napas
pasien mengatakan pasien asma berhubungan dengan nyeri
mengalami sesak mendadak ditandai dengan adanya
Edema mukosa dan dinding
dan nyeri bronkhus takipneu, retraksi otot
pernafasan, dan penurunan
Data Objektif : Peningkatan usaha dan SpO2
frekuensi pernapasan
Adanya pernafasan cuping
hidung, respirasi 31x/menit, Penggunaan otot bantu
SpO2 80%, adanya retraksi napas
otot pernafasan.
Ketidakefektifan pola napas
napas
Data Subyektif : Faktor bawaan Nyeri akut berhubungan
P: dengan agen cedera biologis
Sistem imunologis
Keluarga pasien mengatakan ditandai dengan melaporkan
bahwa pasien mengeluh IgE menyerang sel-sel mast, intensitas nyeri
nyeri ketika asmanya maka terjadi reaksi antigen- menggunakan skala nyeri,
kambuh. antibody melindungi area nyeri, dan
Q: gelisah.
Terjadi proses pelepasan
keluarga pasien mengatakan produk-produk sel mast
nyerinya seperti ditusuk-
tusuk. Mempengaruhi otot polos
dan kelenjar jalan nafas
R:
Pasien mengatakan nyerinya Bronkospasme
terjadi pada ulu hati.
S: Kontraksi otot dada

Pasien mengatakan skala


Nyeri Akut
nyerinya 4 dari 0-10
T:
Pasien mengatakan nyeri
saat bernafas.

Data Obyektif :
Pasien memegang bagian
tubuh yang nyeri, pasien
nampak gelisah, Pasien
nampak meringis,
Bood Preasure :
200/120mmHg
Pulse : 118x/menit
Respiration : 34x/menit
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas bersihan jalan nafas berhubungan dengan
produksi mukus berlebih ditandai dengan secret berlebih, batuk tidak efektif,
gelisah, dan orthopneu.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri ditandai dengan adanya
takipneu, retraksi otot pernafasan, dan penurunan SpO2
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan melaporkan
intensitas nyeri menggunakan skala nyeri, melindungi area nyeri, dan gelisah.

PERENCANAAN
N0. Tujuan Intervensi Rasional
Dx
1 Respiratory status: Airway Management Airway Management
Airway patency 1. Posisikan pasien untuk 1. Untuk mengefektifkan
Respiratory status:
memaksimalkan ventilasi aliran oksigen ke dalam
Ventilation
Setelah diberikan asuhan (semifowler) tubuh.
keperawatan selama 1x 24
2. Lakukan fisioterapi dada jika 2. Untuk mengeluarkan
jam masalah
ketidakefektifan bersihan perlu sekret.
jalan napas klien dapat
3. Auskultasi suara nafas, catat 3. Untuk menentukan
teratasi dengan kriteria
hasil : adanya suara tambahan tindakan selanjutnya
4. Menganjurkan klien untuk 4. Agar sekret keluar dengan
1. Mampu mengeluarkan
batuk efektif lebih cepat.
secret
5. Monitor respirasi dan status 5. Agar tidak timbul resiko
2. Kedalaman inspirasi
O2 yang lebih tinggi
dalam batas normal
6. Kolaborasi pemberian terapi 6. Untuk mempercepat
3. Irama pernapasan
nebulizer proses penyembuhan
dalam batas normal
7. Kolaborasi pemberian terapi 7. Agar pasien lebih tenang
4. Tidak ada dispneu
oksigen dan respirasi normal.
ketika istirahat
Oxygen Therapy Oxygen Therapy
5. Tidak ada dispneu
1. Pertahankan jalan napas yang 1. Agar O2 dapat masuk
ketika selesai
paten secara efektif
beraktivitas
2. Atur peralatan oksigenasi 2. Untuk memperlancar
6. Tidak memakai otot
3. Monitor keefektifitasan aliran kinerja alat oksigenasi
bantu napas
7. Klien tidak batuk oksigen 3. Agar aliran O2 tetap
8. Saturasi oksigen dalam 4. Pertahankan posisi pasien masuk ke tubuh pasien
batas normal (95- 4. Agar masuk nya O2 lebih
100%). efektif

2 Respiratory Status Airway Management Airway Management


1. Untuk mengefektifkan
Respiratory Status : 1. Buka jalan napas, gunakan
Ventilation aliran oksigen ke dalam
teknik chin lift atau jaw
Setelah dilakukan asuhan tubuh.
thrust bila perlu
keperawatan selama 1 x
2. Untuk mengeluarkan
24 masalah 2. Posisikan pasien untuk
ketidakefektifan pola sekret.
memaksimalkan ventilasi
napas klien dapat teratasi 3. Untuk menentukan
3. Identifikasi pasien perlunya
dengan kriteria hasil :
tindakan selanjutnya
1. Jalan napas paten pemasangan alat jalan napas
4. Agar sekret keluar dengan
2. Kedalaman inspirasi buatan
lebih cepat.
dalam batas normal 4. Pasang mayo bila perlu
5. Agar tidak timbul resiko
3. Irama pernapasan 5. Lakukan fisioterapi dada jika
yang lebih tinggi
dalam batas normal perlu
6. Untuk mempercepat
4. Tidak ada dispneu 6. Keluarkan sekret dengan
proses penyembuhan
ketika istirahat batuk atau suction
7. Agar pasien lebih tenang
5. Tidak ada dispneu 7. Auskultasi suara napas, catat
dan respirasi normal
ketika selesai adanya suara tambahan
8. Untuk mengeluarkan
beraktivitas 8. Lakukan suction pada mayo
sekret
6. Tidak memakai otot 9. Berikan bronkodilator bila
9. Untuk memaksimalkan
bantu napas perlu
pola napas pasien
7. Saturasi oksigen dalam 10. Berikan pelembab udara
1. Agar udara yang masuk
batas normal (95- kassa basah NaCl lembab
tidak kering
100%) 11. Atur intake untuk cairan
2. Agar cairan yang masuk
mengoptimalkan
optimal
keseimbangan
3. Untuk memantau status
12. Monitor respirasi dan status
respirasi pasien dan SpO2
O2
Oxygen Therapy
1. Bersihkan mulut, hidung, dan Oxygen Therapy
secret trakea 1. Untuk mengoptimalkan
2. Pertahankan jalan napas yang jalan napas pasien
paten 2. Agar jalan napas berfungsi
3. Atur peralatan oksigenasi maksimal
4. Monitor keefektifitasan aliran 3. Untuk menunjang
oksigen respirasi pasien
5. Pertahankan posisi pasien 4. Agar aliran oksigen efektif
6. Observasi adanya tanda-tanda 5. Agar jalan napas tetap
hipoventilasi optimal
7. Monitor adanya kecemasan 6. Untuk mencegah
pasien terhadap oksigenasi terjadinya hipoventilasi
7. Mencegah pasien merasa
gelisah.
3 Pain Level Pain Management Pain Management
Pain Control
1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Agar mengetahui
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x24 secara komprehensif karakteristik nyeri
jam masalah nyeri akut
termasuk lokasi, 2. Agar mengetahui kondisi
klien dapat teratasi dengan
kriteria hasil : karakteristik, durasi, klien
frekuensi, kualitas, dan faktor 3. Memudahkan interasi
1. Melaporkan nyeri
presipitasi. 4. Agar nyeri berkurang
2. Klien tidak tampak
2. Observasi reaksi verbal dan 5. Agar nyeri bisa teratasi
memegang area yang
non verbal dari 6. Untuk mengetahui
nyeri
ketidaknyamanan perkembangan
3. Tidak mengekpresikan
3. Gunakan teknik komunikasi kesembuhan pasien
wajah meringis
terapeutik untuk mengetahui Analgesic Administration
4. Tidak gelisah
1. Agar sesuai dengan
pengalaman nyeri pasien
5. Melaporkan nyeri
prosedur serta 6 benar.
4. Kurangi faktor presipitasi
dapat terkontrol
2. Agar kita mengetahui
nyeri
6. Menjelaskan factor
skala nyeri yang dirasakan
5. Berikan analgetik untuk
penyebab nyeri
pasien.
mengurangi nyeri
7. Respirasi dalam batas
3. Untuk mengetahui riwayat
6. Evaluasi kefektifan kontrol
normal
alergi pasien.
nyeri
8. Nadi dalam batas
4. Untuk mengetahui
Analgesic Administration
normal 1. Kolaborasi pemberian obat keadaan umum pasien.
9. Tekanan darah dalam analgesic dengan dokter 5. Untuk mengetahui obat
batas normal 2. Tentukan lokasi, dapat bekerja secara baik
karakteristik, kualitas, dan atau tidak.
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
3. Cek riwayat alergi
4. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
5. Evaluasi afektivitas
analgesik, tanda dan gejala.

Catatan Keperawatan
No Tgl/ Jam Implementasi Respon Paraf
1 Kamis , 1. Melakukan S:-
27/5/2019-
pemasangan O2 canul
2019 O:
4 nltr/menit
Pukul 09.30 Airway pasien terkontrol,
2. Melakukan
WIB nafas (+), nadi (+), O2
pemasangan monitor
terpasang 15liter/menit,
pada pasien.
TD: 130/80mmHg, RR:
3. Mengkolaborasikan
31x/menit, N: 88x/menit,
pemberian terapi
S:360C, SpO2 : 80%,
oksigen
pasien tampak masih
4. Memonitor respirasi
lemas.
dan status O2 pasien
5. Mempertahankan
posisi pasien
6. Memonitor vital sign
pasien
7. Mengkolaboratif
pemberian obat
bronkhodilator,
ventolin ampul dan
Methylprednisolone
4mg (inhalasi)
2 Pukul 10.00 1. Mengkolaborasikan S:
WIB pemberian nebulizer Pasien mengatakan
2. Memonitor keefektifan nyaman dengan
aliran oksigen pemberian oksigen serta
masih merasa sesak.
O:
Pemberian O2
Menggunakan sungkup
sebanyak 4 Liter /mnt
Pemberian Nebulizer 1
amp Ventolin dan NaCl
10 menit.
3 Pukul 10.30 1. Memposisikan pasien S:
untuk memaksimalkan Pasien mengatakan
ventilasi (semifowler) merasa lebih nyaman
2. Mengobservasi suara dengan posisi yang telah
nafas, dan mencatat diberikan.
adanya suara tambahan O:
3. Mengobservasi TTV px Airway pasien terkontrol,
SpO2 pasien meningkat
menjadi 94%
Pasien kooperatif, adanya
suara nafas tambahan
(wheezing) dengan
adanya pernafasan cuping
hidung serta adanya
retraksi otot dada.
Respirasi : 28x/menit
TD: 120/80 mmHg
S : 36,5 OC
N : 92x/menit
4 Pukul 10.45 1. Delegatif pemberian S:
WIB obat Pasien mengatakan mau
2. Mengecek riwayat mendapatkan terapi obat
alergi pasien. dari perawat.
O:
Pasien kooperatif
Pasien tidak memiliki
riwayat alergi obat
5 Pukul 11.00 1. Memonitor vital sign S:
WIB 2. Mengevaluasi Pasien mengatakan sesak
afektivitas analgesik, berkurang, dahak masih
tanda dan gejala. sedikit keluar serta gatal-
3. Memonitor respirasi gatal
serta saturasi oksigen O:
pasien. TD: 110/90 mmHg
4. Mengevaluasi S : 36,OC
keefektifan kontrol N : 80x/menit
nyeri RR: 21 x/menit
SPO2 : 97%
Pasien sudah tidak
nampak meringis
kesakitan
Pasien terlihat lebih
tenang
6 Pukul 11.15 1. Mempersiapkan pasien S:
WIB pulang Pasien mengatakan sudah
merasa lebih baik dan bisa
pulang kerumah, hanya
batuk masih serta dahak
sedikit keluar.
O:
Tidak ada pernafasan
cuping hidung. Tidak ada
retraksi oto dada.
Dilakukan discharge
planning untuk pasien
pulang (HE pasien). Serta
pemberian resep obat oral
yaitu :
1. Methylprednisolone
3x4 mg
2. Cetrizin Kp 0,5 mg

EVALUASI
No Tgl/Jam Catatan Perkembangan Paraf
Dx.
1 Kamis, S:
27/
Pasien mengatakan sesak sudah berkurang, batuk masih
5/2019-
serta dahak yang keluar hanya sedikit.
Pukul 11.30
O:
WIB
Tidak adanya retraksi otot dada, tidak adanya
pernafasan cuping hidung, respirasi 21x/menit dengan
saturasi 97%, Secret yang keluar hanya sedikit.
A:
Tujuan tercapai sebagian
P:
Pasien pulang, Lanjutkan intervensi dengan HE yaitu:
1. Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani
pemeriksaan, mendeteksi substansi yang
mencetuskan terjadinya serangan.
2. Menghindari agen penyebab serangan antara lain
bantal, kasur (kapas), pakaian jenis tertentu,
hewan peliharaan, kuda, sabun, makanan tertentu,
jamur dan serbuk sari.
3. Hidrasi adekuat harus dipertahankan untuk
menjaga sekresi agar tidak mengental.
4. Serta dengan resep obat :
a. Methylprednisolone 3x4mg
5. Kontrol ke poli sesuai dengan anjuran dokter.

RESUME DAN PERENCANAAN PASIEN PULANG


Pasien pulang pada pukul 08.45 wita pada tanggal 09 Mei 2019. Dengan diberikan Health
Education yaitu :
1. Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan, mendeteksi substansi
yang mencetuskan terjadinya serangan.
2. Menghindari agen penyebab serangan antara lain bantal, kasur (kapas), pakaian
jenis tertentu, hewan peliharaan, kuda, sabun, makanan tertentu, jamur dan serbuk
sari.
3. Menganjurkan pasien untuk segera melaporkan tanda-tanda dan gejala yang
menyulitkan seperti bangun saat malam hari dengan serangan akut atau mengalami
infeksi pernafasan.
4. Hidrasi adekuat harus dipertahankan untuk menjaga sekresi agar tidak mengental.
5. Menggunakan obat-obat sesuai dengan resep yang telah diberikan yaitu :
1. Methylprednisolone 3x4mg
6. Kontrol ke poli sesuai dengan anjuran dokter.
LAPORAN PENDAHULUAN
CEDERA KEPALA

TRI FAJAR SAPUTRA ,AMK

RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT


UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mepunyai daya elastisitas untuk mengatasi
trauma bila dipukul atau terbentur benda tumpul. Namun pada benturan, beberapa mili
detik akan terjadi depresi maksimal dan diikuti osilasi. Trauma pada kepala dapat
menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak/otak atau kulit seperti
kontusio/memar otak, oedem otak, perdarahan dengan derajat yang bervariasi tergantung
pada luas daerah trauma.
Sehingga apabila terjadi cedera kepala memerlukan penatalaksanaan yang cepat, tepat dan
asuhan keperawatan yang benar. Sehingga efek sekunder dari cedera kepala dapat
diminimalkan dan penyembuhan dapat maksimal.

B. TUJUAN
Tujuan penulisan Laporan Pendahuluan ini adalah :
1. Mengetahui dan memahami mengenai trauma dan cedera kepala, patofisiologi,
tanda aqn gejala serta penatalaksanaannya.
2. Mengatahui asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan cedera
kepala.
3. Mampu menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien dengan cedera kepala.

II. KONSEP TEORI


A. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas
otak. Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera otak terdapat
dibagi dalam dua macam yaitu :
1. Cidera otak primer
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada cidera
primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
2. Cidera otak sekunder
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang
timbul setelah trauma.
Proses-proses fisiologi yang abnormal :
- Kejang-kejang
- Gangguan saluran nafas
- Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena :
• edema fokal atau difusi
• hematoma epidural
• hematoma subdural
• hematoma intraserebral
• over hidrasi
- Sepsis/septik syok
- Anemia
- Shock
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan sangat
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.

KLASIFIKASI
Beratnya cedera kepala saat ini didefinisikan oleh The Traumatik Coma Data Bank
berdasarkan Skore Scala Coma Glascow (GCS). Penggunaan istilah cedera kepala ringan,
sedang dan berat berhubungan dari pengkajian parameter dalam menetukan terapi dan
perawatan. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1. Cedera Kepela Ringan
Nilai GCS 13 – 15 yang dapat terjadi kehilanga kedaran atau amnesia akan tetapi kurang
dari 30 menit. Tidak terdapat fraktur tengkorak serta tidak ada kontusio serebral dan
hematoma.
2. Cedera Kepala Sedang
Nilai GCS 9 – 12 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 0 menit
tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Cedera Kepala Berat
Nilai GCS 3 – 8 yang diikuti dengan kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam
meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma intrakranial.
Tabel 1.
Skala Koma Glasgow (Blak, 1997)
1. Membuka Mata
Spontan 4
Terhadap rangsang suara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada 1
2. Respon Verbal
Orientasi baik 5
orientasi terganggu 4
Kata-kata tidak jelas 3
Suara Tidak jelas 2
Tidak ada respon 1
3. Respon Motorik
Mampu bergerak 6
Melokalisasi nyeri 5
Fleksi menarik 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak ada respon 1
Total 3 - 15
sumber : keperawatan kritis, pendekatan holostik vol, II tahun 1995, hal: 226

Perdarahan yang sering ditemukan :


• Epidural Hematom :
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya
pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater,
pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi
dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis
dan parietalis.
Tanda dan gejala :
penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa. Dilatasi pupil ipsilateral,
pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan
suhu.
• Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik.
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat
diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2
hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan edema pupil.
• Perdarahan Intraserebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
Tanda dan gejala :
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi kontralateral,
dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.
• Perdarahan Subarachnoid :
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan
otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk.

Tipe trauma kepala


a. Trauma kepala terbuka
1) Trauma ini dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi
durameter. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk
otak, misalnya akibat benda tajam atau tembakan.
2) Fraktur linier di daerah temporal, dimana arteri meningeal media berada
dalam jalur tulang temporal, sering menyebabkan perdarahan epidural.
Fraktur linier yang melintang garis tengah, sering menyebabkan
perdarahan sinus dan robeknya sinus sagitalis superior.
3) Fraktur di daerah basis, disebabkan karena trauma dari atas atau kepala
bagian atas yang membentur jalan atau benda diam. Fraktur di fosa
anterior, sering terjadi keluarnya liquor melalui hidung (rhinorhoe) dan
adanya brill hematom (raccon eye).
4) Fraktur pada os petrosus, berbentuk longitudinal dan transversal (lebih
jarang). Fraktur longitudinal dibagi menjadi anterior dan posterior.
Fraktur anterior biasanya karena trauma di daerah temporal, sedang yang
posterior disebabkan trauma di daerah oksipital.
5) Fraktur longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus
akustikus interna, foramen jugularis dan tuba eustakhius. Setelah 2 – 3
hari akan nampak battle sign (warna biru di belakang telinga di atas os
mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga). perdarahan dari telinga
dengan trauma kepala hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar
tengkorak. Pada dasarnya fraktur tulang tengkorak itu sendiri tidaklah
menimbulkan hal yang emergensi, namun yang sering menimbulkan
masalah adalah fragmen tulang itu menyebabkan robekan pada
durameter, pembuluh darah atau jaringan otak. Hal ini dapat
menyebabkan kerusakan pusat vital, saraf kranial dan saluran saraf (nerve
pathway).
b. Trauma kepala tertutup
1) Komotio serebri (gegar otak)
Penyebab gejala komotio serebri belum jelas. Akselerasi-akselerasi yang meregangkan
otak dan menekan formotio retikularis merupakan hipotesis yang banyak dianut. Setelah
penurunan kesadaran beberapa saat pasien mulai bergerak, membuka matanya tetapi tidak
terarah, reflek kornea, reflek menelan dan respon terhadap rasa sakit yang semula hilang
mulai timbul kembali. Kehilangan memori yang berhubungan dengan waktu sebelum
trauma disebut amnesia retrograde. Amnesia post traumatic ialah kehilangan ingatan
setelah trauma, sedangkan amnesia traumatic terdiri dari amnesia retrograde dan post
traumatic.
2) Edema serebri traumatic
Otak dapat menjadi sembab tanpa disertai perdarahan pada trauma kapitis terutama pada
anak-anak. Pingsan dapat berlangsung lebih dari 10 menit, tidak dijumpai tanda-tanda
kerusakan jaringan otak. Pasien mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah.
Pemeriksaan cairan otak mungkin hanya dijumpai tekanan yang agak meningkat.
3) Kontusio serebri
Kerusakan jaringan otak disertai perdarahan yang secara makroskopis tidak mengganggu
jaringan. Kontosio sendiri biasanya menimbulkan defisit neurologis jika mengenai daerah
motorik atau sensorik otak.
Kontusio serebri murni biasanya jarang terjadi. Diagnosa kontusio serebri meningkat
sejalan dengan meningkatnya penggunaan CT scan dalam pemeriksaan cedera kepala.
Kontusio serebri sangat sering terjadi difrontal dan labus temporal, walaupun dapat terjadi
juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan serebelum. Batas perbedaan antara
kontusio dan perdarahan intra serebral traumatika memang tidak jelas. Kontusio serebri
dapat saja dalam waktu beberapa jam atau hari mengalami evolusi membentuk pedarahan
intra serebral (ATLS 1997).

B. ETIOLOGI
» Kecelakaan
» Jatuh
» Trauma akibat persalinan.

C. TANDA DAN GEJALA


• Gangguan kesadaran
• Konfusi
• Abnormalitas pupil
• Awitan tiba-tiba defisit neurologik
• Perubahan tanda vital
• Gangguan penglihatan dan pendengaran
• Disfungsi sensory
• Kejang otot
• Sakit kepala
• Vertigo
• Gangguan pergerakan
• Kejang
Gejala yang ditimbulkan akibat hematoma adalah luas. Biasanya akan terlihat akan adanya
kehilangan kesadaran sebentar pada saat cedera,diikuti dengan pemulihan yang nyata
secara perlahan-lahan (interval yang jelas). Hal ini perlu dicatat walaupun interval nyata
merupakan karakteristik dari hematoma epidural.
Selama interval tertentu, kompensasi terhadap hematoma luas terjadi melalui absobsi luas
CSS dan penurunan volume intravaskuler yang mempertahankan TIK normal. Ketika
mekanisme ini tidak dapatmengkompensasi lagi, bahkan peningkatan kecil sekalipun
dalam volume bekuan darah menimbulkan peningkatan TIK nyata. Kemudian sering
secara tiba-tiba tanda kompresi muncul (biasanya penyimpangan kesadaran dan tanda
defisit neurologi fokal seperti dilatasi dan fiksasi pupil atau paralisis ekstremitas) dan
pasien menunjukkan penurunan yang cepat.

D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses
sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu
trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak.
Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub
temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi
selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba subkortex
adalah penyebab utama kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik
dan pemulihan yang tidak komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera
kepala traumatik berat.

Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal
(perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap
awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung
pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan
perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan
segera intrakranial, robekan regangan serabu saraf dan kematian langsung pada daerah
yang terkena.
Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan primer.
Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai gangguan
sistemik, hipoksia dan hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi
menurunnya tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark
otak. Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti
kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan
hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf proses
primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung lokasi
kerusakan.
Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis akan
mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus lainnya
baru akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai
ganguan sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan
timbulnya seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.
Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya
kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi
hepertermi. Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi sistem
vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma
tampaknya disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus
yang berhubungan dengan hipofisis. Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan
dikeluarkan melalui urine dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi
negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan
pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat didalam batang otak.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
» CT Scan : tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
» Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
» X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
» Analisa Gas Darah : medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
» Elektrolit : untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.
F. PATHWAY
Kecelakaan
Jatuh
Trauma persalinan

Cidera kepala TIK - oedem


- hematom
Respon biologi Hypoxemia

Kelainan metabolisme
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontusio Nyeri akut
Laserasi Kerusakan cel otak 

Gangguan autoregulasi  rangsangan simpatis Stress

Aliran darah keotak   tahanan vaskuler  katekolamin


Sistemik & TD   sekresi asam lambung

O2  → ggan metabolisme  tek. Pemb.darah Mual, muntah


Pulmonal

Asam laktat   tek. Hidrostatik Asupan nutrisi kurang

Oedem otak kebocoran cairan kapiler Ketidakseimbangan nutrisi


:kurang
dari kebutuhan tubuh
Perfusi jaringan oedema paru → cardiac out put 
CerebralTidak efektif
Difusi O2 terhambat Gangguan perfusi jaringan

Pola napastidak efektif → hipoksemia, hiperkapnea


G. PENATALAKSANAAN
Konservatif
• Bedrest total
• Pemberian obat-obatan
♥ Dexamethason/ Kalmethason
♥ Analgesik
♥ Larutan hipertonik, yaitu manitol 20% atau glukosa 40%
♥ Antibiotik
• Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.
• Tindakan terhadap peningkatan TIK
 pemantauan TIK dengan ketat
 oksigenasi adekuat
 pemberian mannitol
 penggunaan steroid
 peningkatan kepala tempat tidur
 bedah neuro
• Tindakan pendukung lain
 dukungan ventilasi
 pencegahan kejang
 pemeliharan cairan, elektrolit, dan keseimbangan nutrisi
 terapi antikonvulsan
 klorpromazin → menenangkan pasien
 selang nasogastrik
• Pembedahan

H. KOMPLIKASI
• Perdarahan ulang
• Kebocoran cairan otak
• Infeksi pada luka atau sepsis
• Timbulnya edema serebri
• Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
• Nyeri kepala setelah penderita sadar
• Konvulsi
Evaluasi epidural hematom dengan kontusio serebri lebih buruk daripada kalau hanya ada
epidural hematomnya (Guillermann, 1996)
Volume hematom epidural (EDH)
EDH < 50 cc → mortalitasnya 12 %
EDH 50 – 100 cc → mortalitasnya 33 %
EDH > 100 cc → mortalitasnya 66 %

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi
perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne
Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana
karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
BLOOD :
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada
pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang
akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak
akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,
sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas
dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi;
• Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
• Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia.
• Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
• Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
• Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
• Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu
sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri,
ketidakmampuan menahan miksi.
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin
proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan
terganggunya proses eliminasi alvi.
BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang
lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya
hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi
penurunan tonus otot.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Perfusi jaringan tidak efektif (cerebral)
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
4. Pola nafas tidak efektif
K. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosis Tujuan Intervensi

.1 Nyeri Akut berhubungan dengan agen NOC: Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri
injuri fisik, biologis, psikologis selama 5X24jam pasien mampu untuk − Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi:
Mengontrol nyeri dengan indikator: lokasi, karakteristik dan onset, durasi, frekuensi,
Definisi : − Mengenal factor-faktor penyebab nyeri kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor
Sensori yang tidak menyenangkan dan − Mengenal onset nyeri presipitasi
pengalaman emosional yang muncul − Melakukan tindakan pertolongan non- − observasi isyarat-isyarat non verbal dari
secara aktual atau potensial kerusakan analgetik ketidaknyamanan, khususnya dalam ketidakmampuan
jaringan atau menggambarkan adanya − Menggunakan analgetik untuk komunikasi secara efektif
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri − Melaporkan gejala-gejala kepada tim − Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
kesehatan
Internasional): serangan mendadak − Gunakan komunikiasi terapeutik agar pasien dapat
− Mengontrol nyeri
atau pelan intensitasnya dari ringan mengekspresikan nyeri
sampai berat yang dapat diantisipasi − Kaji latar belakang budaya pasien
Keterangan:
dengan akhir yang dapat diprediksi dan − Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap
− 1 = tidak pernah dilakukan
dengan durasi kurang dari 6 bulan. kualitas hidup: pola tidur, nafsu makan, aktifitas
− 2 = jarang dilakukan
kognisi, mood, relationship, pekerjaan, tanggungjawab
− 3 =kadang-kadang dilakukan
Batasan karakteristik : peran
− 4 =sering dilakukan
- Laporan secara verbal atau non − Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga
verbal − 5 = selalu dilakukan pasien
dengan nyeri kronis
- Fakta dari observasi
− Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol
- Posisi antalgic untuk menghindari
nyeri nyeri yang telah digunakan
Menunjukan tingkat nyeri
- Gerakan melindungi − Berikan dukungan terhadap pasien dan keluarga

- Tingkah laku berhati-hati


- Muka topeng Indikator: − Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab,
- Gangguan tidur (mata sayu, − Melaporkan nyeri berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan
tampak capek, sulit atau gerakan − Melaporkan frekuensi nyeri − kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat
kacau, menyeringai) − Melaporkan lamanya episode nyeri mempengaruhi respon pasien terhadap
- Terfokus pada diri sendiri − Mengekspresi nyeri: wajah ketidaknyamanan (seperti: temperatur ruangan,
- Fokus menyempit (penurunan − Menunjukan posisi melindungi tubuh penyinaran, dll)
persepsi waktu, kerusakan proses − kegelisahan − Anjurkan pasien untuk memonitor sendiri nyeri
berpikir, penurunan interaksi − perubahan respirasi rate − Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (seperti:
dengan orang dan lingkungan) − perubahan Heart Rate relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi,
- Tingkah laku distraksi, contoh : aplikasi panas-dingin, massase)
− Perubahan tekanan Darah
jalan-jalan, menemui orang lain
− Perubahan ukuran Pupil − Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
dan/atau aktivitas, aktivitas
− Perspirasi − Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan
berulang-ulang) respon pasien
− Kehilangan nafsu makan
- Respon autonom (seperti − Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
diaphoresis, perubahan tekanan − Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman
Keterang
darah, perubahan nafas, nadi dan an: nyeri secara tepat
dilatasi pupil) 1 : Berat − Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi
keluhan
- Perubahan autonomic dalam tonus 2 : Agak
− Informasikan kepada tim kesehatan lainnya/anggota
otot (mungkin dalam rentang dari berat 3 :
keluarga saat tindakan nonfarmakologi dilakukan,
lemah ke kaku) Sedang
untuk pendekatan preventif
- Tingkah laku ekspresif (contoh : 4 : Sedikit
− Monitor kenyamanan pasien terhadap manajemen nyeri
gelisah, merintih, menangis, 5 : Tidak ada
Pemberian Analgetik
waspada, iritabel, nafas
− Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan
panjang/berkeluh kesah)
keparahan sebelum pengobatan
- Perubahan dalam nafsu makan dan
minum − Berikan obat dengan prinsip 5 benar
Faktor yang berhubungan :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, − Cek riwayat alergi obat
psikologis)
− Libatkan pasien dalam pemilhan analgetik yang akan
digunakan
− Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih dari satu
analgetik jika telah diresepkan
− Tentukan pilihan analgetik (narkotik, non narkotik,
NSAID) berdasarkan tipe dan keparahan nyeri
− Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesuadah
pemberian analgetik
− Monitor reaksi obat dan efeksamping obat
− Dokumentasikan respon setelah pemberian analgetik
dan efek sampingnya
− Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek
analgetik (konstipasi/iritasi lambung)
Manajemen Lingkungan: Kenyamanan
− Pilihlah ruangan dengan lingkungan yang tepat
− Batasi pengunjung
− Tentukan hal hal yang menyebabkan
ketidaknyamanan pasien sepeti pakaian lembab
− Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
− Tentukan temperatur ruangan yang paling nyaman
− Hindari penyinaran langsung dengan mata
− Sediakan lingkungan yang tenang
− Perhatikan hygiene pasien untuk menjaga kenyamanan
− Atur posisi pasien yang membuat nyaman
2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari 1. Nutritional status 1. Nutritional management
kebutuhan tubuh berhubungan dengan - Intake nutrisi -Kaji kemungkinan klien alergi makanan
faktor biologis, fisiologis - Intake makanan dan cairan -Kaji makanan kesukaan klien
- energi - Motivasi klien untuk meningkatkan intake kalori, zat
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk - Masa tubuh besi, protein, dan vitamin C, jika perlu
keperluan metabolisme tubuh. - Berat badan -Tawarkan makanan ringan jika perlu
- Hasil - Berikan diit tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Batasan karakteristik : laboratorium Skala -Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi klien
- Berat badan 20 % atau lebih di :
bawah ideal
1 : tidak 2. Nutritional monitoring
- Dilaporkan adanya intake makanan
adekuat 2 : - Timbang berat badan klien
yang kurang dari RDA
sedikit adekuat - Monitor kehilangan berat badan klien
(Recomended Daily Allowance)
3 : sedang - Monitor jenis dan lama klien beraktivitas
- Membran mukosa dan konjungtiva
4 : agak adekuat - Monitor turgor kulit, rambut rontok, dan kulit kering
pucat
5 : sangat adekuat - Monitor mual dan muntah
- Kelemahan otot yang digunakan
- Monitor albumin, total protein, Hb, Ht
untuk menelan/mengunyah
2. Nutritional status : nutrient intake - Monitor limfosit
- Luka, inflamasi pada rongga mulut
- Intake kalori - Monitor tingkat energi, malaise, fatigue, kelemahan,
- Mudah merasa kenyang, sesaat
- Intake protein pucat, kemerahan
setelah mengunyah makanan
- Intake lemak - Catat adanya edema
- Dilaporkan atau fakta adanya
- Intake karbohidrat
kekurangan makanan
- Intake vitamin
- Dilaporkan adanya perubahan
sensasi rasa - Intake mineral
- Perasaan ketidakmampuan - Intake zat besi
untuk mengunyah makanan - Intake
- Miskonsepsi kalsium
- Kehilangan BB dengan makanan Skala :
cukup
1 : tidak
- Keengganan untuk makan
adekuat 2 :
- Kram pada abdomen
sedikit adekuat
- Tonus otot jelek
3 : sedang
- Nyeri abdominal dengan atau tanpa
4 : agak adekuat
patologi
5 : sangat adekuat
- Kurang berminat terhadap makanan
- Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
- Diare dan atau steatorrhea
- Kehilangan rambut yang cukup
banyak (rontok)
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya informasi, misinformasi

Faktor-faktor yang berhubungan :


Ketidakmampuan pemasukan atau
mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat
gizi berhubungan dengan
faktor biologis, psikologis
atau ekonomi.
3. Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :
❖ Respiratory status : Ventilation Airway Management
Definisi : Pertukaran udara inspirasi ❖ Respiratory status : Airway patency • Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
dan/atau ekspirasi tidak adekuat ❖ Vital sign thrust bila perlu
Status Kriteria • Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Batasan karakteristik : Hasil : • Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
- Penurunan tekanan ❖ Mendemonstrasikan batuk efektif dan nafas buatan
inspirasi/ekspirasi
suara nafas yang bersih, tidak ada • Pasang mayo bila perlu
- Penurunan pertukaran udara per
sianosis dan dyspneu (mampu • Lakukan fisioterapi dada jika perlu
menit
mengeluarkan sputum, mampu bernafas • Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
- Menggunakan otot pernafasan
tambahan dengan mudah, tidak ada pursed lips) • Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
- Nasal flaring ❖ Menunjukkan jalan nafas yang paten • Lakukan suction pada mayo
- Dyspnea (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, • Berikan bronkodilator bila perlu
- Orthopnea frekuensi pernafasan dalam rentang • Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
- Perubahan penyimpangan dada normal, tidak ada suara nafas abnormal) • Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
- Nafas pendek ❖ Tanda Tanda vital dalam rentang normal
- Assumption of 3-point position (tekanan darah, nadi, pernafasan) • Monitor respirasi dan status O2

- Pernafasan pursed-lip
- Tahap ekspirasi berlangsung sangat Terapi Oksigen
lama
Skala : ❖ Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
- Peningkatan diameter anterior- ❖ Pertahankan jalan nafas yang paten
posterior 1 : tidak
❖ Atur peralatan oksigenasi
- Pernafasan rata-rata/minimal adekuat 2 :
sedikit adekuat ❖ Monitor aliran oksigen
▪ Bayi : < 25 atau > 60
3 : sedang ❖ Pertahankan posisi pasien
▪ Usia 1-4 : < 20 atau > 30
4 : agak adekuat ❖ Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
▪ Usia 5-14 : < 14 atau > 25
5 : sangat adekuat ❖ Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
▪ Usia > 14 : < 11 atau > 24
- Kedalaman pernafasan
▪ Dewasa volume tidalnya 500 ml
saat
istirah
at
Vital sign Monitoring
▪ Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg
▪ Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Timing rasio
▪ Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Penurunan kapasitas vital
▪ Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
Faktor yang berhubungan : ▪ Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
- Hiperventilasi ▪ Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
- Deformitas tulang
▪ Monitor kualitas dari nadi
- Kelainan bentuk dinding dada
- Penurunan energi/kelelahan ▪ Monitor frekuensi dan irama pernapasan
▪ Monitor suara paru
- Perusakan/pelemahan
▪ Monitor pola pernapasan abnormal
muskulo- skeletal
▪ Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
- Obesitas
- Posisi tubuh ▪ Monitor sianosis perifer

- Kelelahan otot pernafasan ▪ Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang

- Hipoventilasi sindrom melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)

- Nyeri ▪ Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

- Kecemasan
- Disfungsi Neuromuskuler
- Kerusakan persepsi/kognitif
- Perlukaan pada jaringan syaraf
tulang belakang
- Imaturitas Neurologis
4. Perfusi jaringan tidak efektif b/d NOC : NIC :
menurunnya curah jantung, hipoksemia ❖ Circulation status Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi
perifer)
jaringan, asidosis dan kemungkinan ❖ Tissue Prefusion :
❖ Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
thrombus atau emboli cerebral Kriteria Hasil :
terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
a. mendemonstrasikan status
❖ Monitor adanya paretese
Definisi : sirkulasi
❖ Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika
Penurunan pemberian oksigen dalam yang ditandai
ada lsi atau laserasi
kegagalan memberi makan jaringan dengan :
❖ Gunakan sarun tangan untuk proteksi
pada tingkat kapiler ❖ Tekanan systole dandiastole
❖ Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
Batasan karakteristik : dalam rentang yang
❖ Monitor kemampuan BAB
Renal diharapkan
❖ Kolaborasi pemberian analgetik
- Perubahan tekanan darah di ❖ Tidak ada ortostatikhipertensi
❖ Monitor adanya tromboplebitis
luar batas parameter ❖ Tidak ada tanda tanda peningkatan
❖ Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
- Hematuria tekanan intrakranial (tidak lebih dari
- Oliguri/anuria 15 mmHg)
Vital sign Monitoring
- Elevasi/penurunan BUN/rasio b. mendemonstrasikan kemampuan
▪ Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
kreatinin Gastro Intestinal kognitif yang ditandai dengan:
▪ Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Secara usus hipoaktif atau tidak ❖ berkomunikasi dengan jelas dan
ada ▪ Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
sesuai dengan kemampuan
berdiri
- Nausea
❖ menunjukkan perhatian,
▪ Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
- Distensi abdomen
konsentrasi dan orientasi
▪ Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
- Nyeri abdomen atau tidak
❖ memproses informasi aktivitas
terasa lunak (tenderness)
❖ membuat keputusan dengan benar ▪ Monitor kualitas dari nadi
Peripheral
c. menunjukkan fungsi sensori motori ▪ Monitor frekuensi dan irama pernapasan
- Edema
cranial yang utuh : tingkat kesadaran ▪ Monitor suara paru
mambaik, tidak ada
gerakan gerakan involunter
- Tanda Homan positif ▪ Monitor pola pernapasan abnormal
- Perubahan karakteristik kulit Skala : ▪ Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
(rambut, kuku, air/kelembaban) 1 : tidak ▪ Monitor sianosis perifer
- Denyut nadi lemah atau tidak adekuat 2 : ▪ Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
ada
sedikit adekuat melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
- Diskolorisasi kulit
3 : sedang ▪ Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
- Perubahan suhu kulit
4 : agak adekuat
- Perubahan sensasi
5 : sangat adekuat
- Kebiru-biruan
- Perubahan tekanan darah
di ekstremitas
- Bruit
- Terlambat sembuh
- Pulsasi arterial berkurang
- Warna kulit pucat pada elevasi,
warna tidak kembali pada
penurunan kaki
Cerebral
- Abnormalitas bicara
- Kelemahan ekstremitas atau
paralis
- Perubahan status mental
- Perubahan pada respon motorik
- Perubahan reaksi pupil
- Kesulitan untuk menelan
- Perubahan kebiasaan
Kardiopulmonar
- Perubahan frekuensi respirasi
di luar batas parameter
- Penggunaan otot
pernafasan tambahan
- Balikkan kapiler > 3 detik
(Capillary refill)
- Abnormal gas darah arteri
- Perasaan ”Impending Doom”
(Takdir terancam)
- Bronkospasme
- Dyspnea
- Aritmia
- Hidung kemerahan
- Retraksi dada
- Nyeri dada
Faktor-faktor yang berhubungan :
- Hipovolemia
- Hipervolemia
- Aliran arteri terputus
- Exchange problems
- Aliran vena terputus
- Hipoventilasi
- Reduksi mekanik pada vena
dan atau aliran darah arteri
- Kerusakan transport oksigen
melalui alveolar dan atau
membran kapiler
- Tidak sebanding antara
ventilasi dengan aliran darah
- Keracunan enzim
- Perubahan afinitas/ikatan O2
dengan Hb
- Penurunan konsentrasiHb
dalam
darah
L. DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius FK-UI,
Jakarta

Doenges M.E. at al., 1992, Nursing Care Plans, F.A. Davis Company, Philadelphia

Hudak C.M., 1994, Critical Care Nursing, Lippincort Company, Philadelphia.

Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth,
EGC, Jakarta

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification


(NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St.
Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002,
NANDA
RESUME
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CEDIRA KEPALA PADA Sdr. E
DENGAN CIDERA KEPALA RINGAN,
DI RUANG IGD RSGM UNSOED

Oleh :
Tri Fajar Saputra, Amk

RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2018
RESUME
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CEDIRA KEPALA PADA Sdr. E,
DI RUANG IGD RSGM UNSOED

A. Pengkajian
Nama Pengkaji : Tri fajar Saputra

Tanggal pengkajian : 03 Desember 2018


a. Identitas Klien
Nama klien : Sdr. Nn. E
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Purwokerto Lor
No. RM : 03-13-09
Diagnosisi medis : CKR
b. Penanggung Jawab
Nama : Ny. P
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Purwokerto Lor
Hub dengan klien : Ibu kandung
A. STATUS KESEHATAN
1. Status Kesehatan Saat Ini
a. Keluhan utama
Pasien post KLL, lemah, tremor,mual, sakit di daerah kepala belakang.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami kecelakaan waktu menyebrang jalan
tertabrak mobil, lalu pasien jatuh pingsan oleh keluarganya langsung dibawa ke
IGD RSGM Unsoed.
c. Timbulnya keluhan : Semakin pusing, mual dan lema
2. Status Kesehatan Masa Lalu
a. Tidak ada riwayat hipertensi dan Diabetes Mellitus
b. Klien belum pernah mengalami kecelakaan
c. Klien belum pernah dirawat di rumah sakit.
d. Klien belum pernah menjalani operasi

B. DATA PENUNJANG
1. Therapy
a. Infus RL 21 tts/menit

C. ANALISA DATA
No Tgl / Jam Data Etiologi Masalah
1 03/12/2018 DS : Gangguan Gangguan
Jam Klien mengatakan perfusi pemenuhan
16.00 untuk menggerakkan Jaringan pada kebutuhan dasar
kepala kaku dan otak akibat rasa aman nyaman;
merasakan nyeri cedera kepala nyeri
DO :
TD : 138/80 mmHg
N : 80 X/Menit
RR : 20 X/Menit
S : 36 C
Klien terlihat
kesulitan dalam
melakukan aktifitas
saat terbaring di
tempat tidur.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan pada otak akibat cedera dan penurunan
kesadaran
2. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik

RENCANA KEPERAWATAN
No Dx Tujuan dan Kriteria Intervensi
1. 1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Monitor keadaan umum dan
selama 1 x 24 jam diharapkan perfusi tingkat kesadaran
jaringan otak efektif dengan KH : b. Batasi klien dalam melakukan
a. Mempertahankan kesadaran aktifitas
b. N : 80 – 100 x/mnt c. Monitor TTV
b. RR : 16 – 24 x/mnt d. Berikan cairan parental sesuai
indikasi
e. Berikan program therapy
sesuai indikasi
2. 2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Kaji keluhan nyeri, lokasi dan
selama 1 x 24 jam diharapkan nyeri faktor yang memperburuk
terkontrol, KH : nyeri
a. Wajah tampak kesakitan pada luka b. Observasi adanya tanda-tanda
dikepala. nyeri non verbal
b. Klien tidak mengeluh pusing c. Berikan teknik relaksasi
c. Skala nyeri 1 – 3 d. Kolaborasi tentang pemberian
d. N : 80 – 100 x/mnt therapy

CATATAN KEPERAWATAN
No Hari /Tgl/ Jam Implementasi Respon
Dx
1. Senin, 03-12-18 Mengkaji keadaan umum S: klien mengatakan sakit di kepala
16.00 klien bagian belakang
O:
KU : lemah
TD : 138/80 mmHg
S : 36 C
RR : 20 x/meinit
16.30 mengobservasi adanya S:
tanda nyeri non verbal O: wajah klien tampak meringis
menahan sakit
Mengkaji keluhan nyeri, S:Klien menyatatakan nyeri sedang
skala nyeri O: skala nyeri 6
Mengobservasi daerah S:
kepala yang terluka O:Tidak ada perdarahan di kepala
Melakukan perawatan luka S:
dengan teknik aseptik O: merintih jika lukanya disentuh
17.00 mengukur TTV S:
O:
TD : 117/84 X/Menit
N : 86 x/mnt
RR : 28 x/mnt
S : 36,8 oC
18.00 mengkaji keadaan umum S:
pasien O:KU : sedang
mengamati tanda-tanda S:
inflamasi O:Tidak ada tanda inflamasi
mengukur TTV S:
O:
TD : 120/80 X/menit
N : 80 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 36,4 oC
19.00 Mengkaji tingkat S:
kesadaran O:GCS : E4 M5 V4
memberikan tempat yang S:
nyaman dan tenang O: klien tampak nyaman
mengkaji tingkat nyeri S:
O: skala nyeri 6
Pasien di rujuk ke RS
ananda purwokerto

CATATAN PERKEMBANGAN
Hari / Tgl/ No.
No Evaluasi Ttd
Jam Dx
1 Senin 03-12-18 1 S : klien mengeluh sakit di kepala bagian
belakang
16.00 WIB O : - Pasien tampak gelisah
TD : 120/80 x/menit
N : 80 x/mnt
S : 36 C
A : masalah teratasi sebagian
P : - lanjutkan intervensi
Monitor tingkat kesadaran
Monitor TTV
Berikan program terapi sesuai indikasi
17.00 WIB 2 S:-
O : - luka di kepala
Wajah meringis
A : masalah teratasi sebagian
P : - lanjutkan intervensi
Kaji keluhan nyeri dan lokasinya
Berikan teknik relaksasi
Kolaborasi pemberian teraphy
18.00 WIB 1. S:-
O : - pasien tampak agak tenang
- TD : 117/84 mmHg
- N : 80 x/mnt
- Pasien sadar
- GCS : E4V5 M5
A : masalah teratasi sebagian
P : - monitor tingkat kesadaran
Monitor TTV
Berikan terapi sesuai indikasi
19.00 2. S : pasien mengatakan sakit kepala
O: klien tampak meringis kesakitan
TD : 120/80 X/Menit RR : 20 x/menit
S : 36,4 oC N : 80 x/mnt
GCS : E3 V 4 M 5
A : masalah teratasi sebagian
P : - pasien instruksiakan untuk rujuk ke RS
yang lebih memadai

DAFTAR PUSTAKA

Block & Mekassari. (2000). Medical Surgical Nursing, Book 2.Philadelpia : W.B.Saunders
Company.

Carpenito, L.J. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan., edisi 8. Jakarta : EGC

Doenges dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Smeltzer & Brenda. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1. Jakarta :
EGC

Suriadi dkk (2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1. Jakarta : CV


Agung Seto

Prince.(1996). Pathofisiologi Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai