Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


SISTEM MUSKULOSKELETAL :
“PENYAKIT PAGET”

DISUSUN OLEH:
Kelompok 3:

EKA PUJI HASTUTI


HENDRO W SIHOMBING
IIS KURAESIN
IKE PUDJI WAHYUNINGSIH
ILHAM PRATAMA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PROGRAM S1 KEPERAWATAN NON REGULER
BANTEN - 2019

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Penyakit Paget”, suatu
penyakit yang berhubungan dengan sistim Muskuloskeletal.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai
penyakit ini, serta mengetahui tentang jalan penyakit “Paget”. Makalah ini disusun
untuk memenuhi mata kuliah “Sistem Muskuloskeletal”, pada metode pembelajaran
tutorial.
Tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Terima kasih kepada Bapak Jaenudin
selaku dosen tutor kami, yang telah membimbing dalam proses penyelesaian
makalah ini.
Makalah ini menurut kami masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun sangat kami butuhkan. Semoga makalah ini bermanfaat
untuk semua yang membacanya.

Tangerang

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan...........................................................................................................2
C. Metode Penulisan..........................................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI..............................................................................................3
A. Definisi.........................................................................................................................3
B. Klasifikasi.....................................................................................................................3
C. Etiologi.........................................................................................................................4
D. Insiden..........................................................................................................................4
E. Manifestasi Klinis.........................................................................................................5
F. Patofisiologi..................................................................................................................8
G. Pathway......................................................................................................................10
H. Pemeriksaan Penunjang..............................................................................................11
I. Penatalaksanaan..........................................................................................................12
J. Komplikasi..................................................................................................................16
K. Asuhan Keperawatan..................................................................................................16
1. Pengkajian.............................................................................................................16
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan...................................................................17
BAB III PENUTUP..............................................................................................................21
A. Simpulan.....................................................................................................................21
B. Saran...........................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit paget merupakan penyakit gangguan pada osteoklas dimana
osteoklas lebih aktif dibanding osteoblast, sehingga terjadi absorbsi tulang yang
berlebihan dan diikuti oleh pembentukan tulang baru yang juga berlebihan oleh
osteoblas. Tulang menjadi lebih besar dari normal, namun struktur dalam
tulangnya sangat kacau. Hal ini dapat menyebabkan nyeri tulang, deformitas,
dan kerapuhan tulang. Keadaan ini dicurigai berhubungan dengan etnis dan
distribusi geografis.
Pertama kali penyakit ini dideskripsikan oleh seorang ali bedah dari
Inggris, yaitu Sir James Page, pada tahun 1876 sebagai kelainan tulang yang
sering terjadi pada populasi geriatri. Terminologi osteitis deformans diambil dari
suatu pemikiran bahwa penyakit ini asalnya merupakan suatu inflamasi tulang
yang menyebabkan deformitas.
Tulang yang normal memiliki bentuk struktur yang bersilangan, dan
rapat, seperti dinding tembok yang terbuat dari batu bata yang teratur. Namun
pada penyakit paget, struktur dalam tulang berubah menjadi struktur yang
mozaik dan irregular, seperti tumpukan bata yang dicampur adukan semen
namun dilempar begitu saja tanpa ditata dengan baik. Hal ini menyebabkan
tulang menjadi menebal dan membesar, namun sangat rapuh dan mudah patah,
tulang juga menjadi mudah bengkok dan berubah bentuk karena terisi oleh
jaringan fibrosa dan pembuluh darah.
Sampai saat ini penyebab penyakit paget masih belum diketahui secara
pasti. Selain itu, penyakit paget juga mempunyai tanda dan gejala yang sangat
susah untuk diketahui sejak dini, karena tanda dan gejala awal yang muncul
sangat susah dibedakan dengan penyakit tulang lainnya. Sehingga sebagian
besar penderita penyakit ini mengetahui bahwa dirinya menderita penyakit paget
secara pasti setelah adanya pemeriksaan-pemeriksaan yang mendukung untuk
penyakit ini. Oleh sebab itu, diperlukan pembelajaran yang lebih lanjut dalam
memahami penyakit paget ini.

1
Penyakit paget terjadi sekitar 3% populasi di atas usia 50 tahun.
Insidensinya sedikit lebih tinggi pada pria dibanding wanita dan meningkat
sesuai pertambahan usia.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
a. Mahasiswa mampu memahami pengertian, etiologi, manifestasi klinis,
patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, dan komplikasi
penyakit paget
b. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian, etiologi, manifestasi klinis,
patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, dan komplikasi
penyakit paget
c. Meningkatkan pengetahuan dan menemukan wawasan tentang keperawatan
khususnya Asuhan Keperawatan pada pasien gangguan Sistem
Muskuloskeletal (penyakit paget).

C. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, kelompok menggunakan metode studi
kepustakaan yaitu mempelajari buku-buku dan sumber-sumber lainya untuk
mendapatkan dasar-dasar ilmiah yang berikutnya dengan permasalahan dalam
makalah ini.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi
Penyakit paget, yang juga disebut osteitis deformans, merupakan penyakit
metabolik tulang yang perkembangannya berjalan lambat dan ditandai oleh pola
remodelling tulang yang cepat. Fase awal resoprsi tulang yang berlebihan (fase
osteoklasik) diikuti oleh fase reaktif pembentukan tulang yang abnormal (fase
osteoblasik). Remodelling cepat yang kronis pada akhirnya akan membuat tulang
yang terkena menjadi besar dan lunak. Struktur tulang baru yang kacau, rapuh
dan lemah menyebabkan deformitas kontur eksternal maupun internal disertai
rasa nyeri. Biasanya penyakit paget terdapat pada satu atau beberapa bagian
skeleton (bagian yang paling sering terkena adalah vertebra lumbo sakral, tulang
kranium, pelvis, femur, dan tibia) tetapi kadang-kadang terjadi deformitas skletal
yang tersebar luas (Kowalak, 2011).
Penyakit paget pada tulang, atau osteitis deformans, adalah penyakit
gangguan pertumbuhan dan remodelling tulang (Greenberg, 2014).
Penyakit paget (deformans osteitis)didefinisikan sebagai kelainan tulang
idiopatik yang dikarakteristikkan dengan resopsi tulang dipercepat dan formasi
satu atau lebih tulang.Tulang normal digantikan oleh tulang yang lebih “lemah
dan memiliki struktur tulang yang abnormal.(Black,2014)

B. Klasifikasi
Menurut Brunner & Smeltzer, 2001 penyakit paget dibagi menjadi tiga
fase, yaitu:
1. Fase Osteolitik, ditandai dengan resorpsi tulang oleh sejumlah osteoklast
yang abnormal. Kemudian adanya reaksi dari osteoblast dalam memproduksi
tulang baru secara berlebihan namun sangat tidak terkontrol.
2. Fase Menengah
Pada tahap ini aktivitas osteoblast mendominasi. Hal ini ditunjukkan dengan
perubahan struktur tulang atau deformitas.
3. Fase Quiescent
3
Pada fase ini aktivitas osteoblastik berkurang. Tulang menjadi diam dan
proses remodelling tulang tidak mengalami peningkatan. Tulang membesar
dan melebar dari ukuran normal. Jaringan vaskular fibrosa menggantikan
sumsum.

C. Etiologi
Meskipun penyebab pasti penyakit paget tidak diketahui, salah satu teori
mengatakan bahwa infeksi virus yang dini menyebabkan infeksi skeletal yang
dorman dan baru muncul beberapa tahun kemudian sebagai penyakit paget.
(Kowalak, 2011).
Keadaan lain yang mungkin menjadi penyebab meliputi:
 Tumor tulang yang benigna atau maligna
 Defisiensi vitamin D selama fase pembentukan tulang selama usia kanak-
kanak
 Penyakit autoimun
 Faktor lingkungan
 Infeksi virus : paramyxo viruses
 Kelainan Genetik (terjadi pada anggota keluarga dengan penyakit yang
sama)

D. Insiden
Penyakit paget adalah penyakit yang umum pada 1-2 % dari orang kulit
putih dewasa yang berusia diatas 55 tahun. Perbandingan laki-laki dan wanita
adalah 1,8:1. Penyakit ini sering mengenai tulang pelvis (70%), femur (55%),
lumbar spine (53%), tengkorak (42%), tibia (32%).

Tabel : Tulang yang umum diserang oleh penyakit Paget

Tulang Persentase
Pelvis 70%
Femur 55%
Lumbar Spine 53%
Tengkorak 42%
Tibia 32%
Humerus 31%
Cervical Spine 14%

4
Sumber : Ralston S, Langston A, Reid I. Pathogenesis and Management of
Paget’s Disease of Bone. The Lancet. 2008; 372 : 155-163
Prevalensi penyakit paget meningkat secara substansial seiring dengan
bertambahnya umur, data dari Inggris menunjukkan bahwa penyakit ini
menyerang sekitar 8% dari laki-laki dan 5% dari wanita pada dekade ke delapan
dari hidup mereka. Terdapat perbedaan prevalensi yang besar berdasarkan ras dan
geografis. Inggris merupakan tempat dimana terdapat prevalensi tertinggi dari
penyakit ini, namun penyakit ini juga umum di Eropa barat dan selatan, serta di
negara dimana terdapat banyak imigran dari Inggris seperti Australia, Selandia
Baru, dan Afrika Selatan. Sebaliknya, penyakit ini jarang di daerah Skandinavia,
India, China, Japan dan negara di Asia Tenggara. Observasi ini menunjukkan
bahwa faktor genetik juga berperanan dalam kerentanan terhadap penyakit paget,
selain faktor lingkungan.
Karena diagnosis dan terapi pada usia dini sangatlah penting, maka pada
saat usia lebih dari 40 tahun, saudara atau anak dari penderita paget sebaiknya
dilakukan pemeriksaan kadar alkaline fosfatase setiap 2-3 tahun. Jika didapatkan
nilai di atas normal, tes lain seperti bone scan dan x-ray sebaiknya dilakukan.

E. Manifestasi Klinis
Sebagian besar orang tidak tahu jika dirinya menderita penyakit paget,
karena kebanyakan pasien merasakan keluhan yang ringan atau bahkan tanpa
gejala. Kelainan ini biasanya terdiagosis pada saat pemeriksaan radiologis untuk
kepentingan lainnya, atau secara tidak sengaja menemukan kenaikan serum
alkaline phospatase. Gejala klinik dapat berupa :
1. Nyeri tulang
Merupakan keluhan yang paling umum, nyeri ini dapat terjadi pada setiap
tulang yang terkena penyakit paget, sering pada area yang berdekatan dengan
sendi. Nyeri bersifat tumpul yang konstan terutama bila penderita bangun
tidur dan nyeri akan bertambah bila terjadi fraktur patologis akibat
melemahnya tulang, serta nyerinya tidak berhubungan dengan aktifitas.
2. Nyeri kepala dan hilangnya pendengaran

5
Dapat terjadi ketika penyakit paget mengenai tulang kepala, basis cranii,
dan tulang pendengaran.
3. Penekanan Syaraf Kranial
Akan menyebabkan gangguan penglihatan, paralisis nervus fasialis,
neuralgia trigeminal, dan kehilangan pendengaran. Kehilangan pendengaran
ini juga dapat terjadi akibat sklerosis tulang-tulang telinga.
4. Pembesaran ukuran kepala dan pembengkokan anggota gerak bawah
Biasanya pasien merasa kepala mereka bertambah besar, ditandai dengan
topi yang mereka pakai tidak muat lagi (hat dont fit any more), postur tubuh
pasien menjadi membungkuk, postur tubuh memendek, dan tungkai menjadi
bengkok sesuai dengan arah dari tekanan mekanis; sehingga tibia
membengkok ke anterior dan femur ke anterolateral. Tungkai menjadi
bengkok dan terasa tebal, permukaan kulit juga teraba hangat. Jika tulang
tengkorak terkena, dasar tengkorak mungkin terlihat mendatar (Platybasia),
sehingga leher terlihat memendek. Hal ini dapat terjadi pada kasus yang
lanjut

Gambar 1: Pembengkokan (bowing) dari ekstremitas bawah pada pasien paget

6
Gambar 2 : Pembesaran kepala pada penyakit paget, tampak dalam x-ray
osteoporosis circumscripta dan gambaran cotton wool

5. Kerusakan tulang rawan sendi


Perubahan bentuk tulang akibat proses resorpsi dan formasi tulang yang
berlebihan terutama pada ujung tulang panjang mengakibatkan perubahan
bentuk dan inkongruensi dari permukaan sendi. Hal ini akan mengakibatkan
mekanisme wear and tear pada kartilago sendi yang akan membawa ke
oasteoarthritis sekunder
6. Penebalan pada tulang vertebra
Dapat menyebabkan penekanan pada korda spinalis dan serabut saraf.
7. Steal syndrome
Akibat peningkatan kinerja resorpsi dan formasi tulang pada penyakit
paget, maka terjadi hipervaskularisasi pada daerah tulang yang terkena, hal
ini akan menyebabkan pengalihan sirkulasi darah dari organ dalam ke
sirkulasi tulang disekitarnya, hal ini dapat menyebabkan gangguan serebral
dan iskemi medulla spinalis. Apabila terdapat spinal stenosis, pasien akan
mengalami gejala yang khas, yaitu klaudikasio spinal dan kelemahan tungkai
bawah
8. Deformitas postur tubuh
Pada penyakit paget generalisata, terdapat pembengkokan pada tulang
punggung, sehingga postur tubuh pasien menjadi kiphosis, lebih pendek, dan
tampak seperti kera (ape like) dengan tungkai yang membengkok dan lengan
menggantung di depan tubuh pasien

Gambar 3 : Tampilan klinis pasien dengan penyakit paget tampak tubuh


membungkuk dan pembengkokan (bowing) dari tungkai bawah

7
F. Patofisiologi
Kelainan awal pada penyakit paget adalah peningkatan dramatis dari laju
resorpsi tulang pada satu (monoostotic) atau beberapa daerah tulang (poliostotic).
Osteoklas pada penyakit paget memiliki bentuk yang abnormal, yaitu berukuran
lima kali lebih besar dan mengandung ± 20 inti tiap sel bila dibandingkan dengan
osteoklas orang dewasa normal yang hanya mengandung 3-4 inti tiap sel.
Osteoklas ini juga mengandung badan inklusi yang berbentuk struktur
mikrosilinder, dan badan inklusi ini memiliki karakteristik yaitu menyerupai
partikel virus. Badan inklusi ini tidak spesifik untuk osteoklas pada penyakit
paget, dan banyak struktur lain yang menyerupai badan inklusi ini seperti pada
penyakit osteopetrosis, pycnodysostosis, dan pada makrofag pasien yang
menderita hereditary oxalosis.
Sel osteoblas walaupun jumlahnya banyak, namun tidak memiliki
kelainan. Karena resorpsi tulang berhubungan dengan formasi tulang, maka
peningkatan resorpsi tulang dibarengi oleh peningkatan laju pembentukan tulang
yang dapat meningkat hingga 40 kali lipat. Tulang yang baru terbentuk memiliki
struktur yang tidak terorganisasi (chaotic) yang kemudian berakibat menurunnya
kekuatan tulang dan meningkatnya resiko fraktur dan deformitas. Sebagai
tambahan, peningkatan dari formasi tulang berakibat peningkatan vaskularitas
dan peningkatan jumlah jaringan penunjang fibrosa di sum-sum tulang, serta
peningkatan formasi tulang yang tidak teratur.
Secara histologis, kelainan ini menyebabkan hilangnya gambaran
arsitektur normal dari tulang, dan digantikan oleh gambaran mozaik dari tulang
yang merupakan gabungan dari woven bone dan tulang lamellar. Penyakit ini
sering mengenai tulang panjang pada ekstremitas bawah dan tulang tengkorak,
yaitu tulang pelvis, femur, vertebra lumbal, tulang tengkorak, dan tibia.
Kelainan sitologis ditandai dengan peningkatan aktifitas osteoklas dan
osteoblas. Siklus pertumbuhan tulang dipercepat, kadar alkaline phospatase di
darah meningkat akibat peningkatan aktifitas osteoblas, begitu juga kadar
urinary hydroxiproline yang menunjukkan peningkatan kerja osteoklas. Penyakit
ini umumnya bersifat asimptomatik, dan biasanya terdeteksi secara tidak sengaja
pada pemeriksaan radiologis, atau akibat peningkatan kadar alkaline phospatase.

8
Penyakit paget terdiri dari 3 stadium, meliputi :
1. Fase litik awal atau hot phase
Stadium ini disebut juga stadium vascular. Awalnya aktifitas osteoklastik
predominan pada bagian akhir tulang, kemudian perlahan-lahan menjalar ke
diafisis. Adanya gambaran “blade of grass” atau “flame” pada ujung tulang
panjang yang menuju ke diafisis. Karakteristik yang menyolok adalah
dibatasinya daerah osteolisis mulai dari tulang subcortical dan berlanjut
sepanjang diafisis. Aktifitas osteoblastik tertinggal, kemudian jaringan
vaskular fibrosa menggantikan jaringan tulang normal. Pada fase ini murni
terjadi destruksi tulang.
2. Intermediate atau mixed phase
Fase ini menampakkan kejadian osteolitik dan aktifitas osteoblastik yang tak
terorganisasi. Bentuk tulang baru abnormal dan menunjukkan gambaran khas
trabekula yang kasar dan penebalan cortex pada tulang kanselosa dan
kompakta. Pemasukan intrasitoplasmik jika dilihat secara mikroskopis
mendukung teori infeksi viral. Pada fase ini terjadi destruksi tulang dan
pembentukan tulang.
3. Final cold phase atau sclerotic phase
Ditandai oleh formasi densitas tulang dan menurunnnya vaskularitas. Fase ini
menggambarkan sedikit kejadian dari remodelling tulang yang terus menerus.
Sebelumnya jaringan tulang diubah menjadi tulang lamellar. Gambaran
histologik dari tulang yang tak terorganisisr sangat mencolok. Batas tulang
yang mengalami remodelling memiliki gambaran mozaik secara histologis.

9
G. Pathway

Infeksi Virus Genetik Lingkungan Faktor pencetus lainnya

Tubulus Tulang

Diafisis

Peningkatan aktivitas
osteoklasik terus

Peningkatan resorpsi tulang

Lubang-lubang pada tulang diisi Peningkatan kompesasi aktivitas


dengan jaringan fibrovaskuler osteoblastik (osteolitik osteoblastik)

Peningkatan vaskularisasi tulang Proses mozaik klasik perkembangan


matrix tulang
Peningkatan suhu di atas tulang
Densitas kortex & trabekula tulang
dipernuhi oleh deposit osteoblas
Risiko tinggi cedera (Fraktur)

Tulang sklerosis, Disorganisasi &


Organ Target
rapuh

Ekstremitas Kranial Vertebra


Penurunan
Deformitas massa Penekanan saraf kranial Penebalan vertebra
tulang tulang
Penekanan medulla
Ketidaksejajaran spinalis
sendi, panggul, Gangguan Tuli Neuralgia
lutut, pergelangan penglihatan trigeminus Kelemahan
kaki
ekstremitas bawah
Gangguan Persepsi sensori
Nyeri akut auditori Kerusakan mobilitas
fisik

10
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologis
Tampilan dari radiologis sangatlah karakteristik untuk penyakit paget,
sehingga diagnosis jarang meragukan. Saat fase resorpsi tampak daerah
osteolisis yang terlokalisasi; gambaran yang paling khas adalah gambaran
seperti api yang memanjang sepanjang diafisis dari tulang (flame shaped
lesion atau blade of grass), atau bercak osteoporosis berbatas tegas di tulang
tengkorak (osteoporosis circumscripta). Kemudian tulang menjadi menebal
dan sklerotik dengan gambaran trabekula yang kasar.
Gambaran radiologis sering patognomonik, khususnya pada fase litik.
Gambaran radiologi yang ditemukan meliputi :
a. Tulang tengkorak :
Terdapat osteoporosis circumscripta pada tulang frontal dan occipital,
berkembang pada fase intermediate (mixed phase) dengan bercak
sklerosis multifokal yang mirip dengan gambaran cotton wool.
Terdapat juga invaginasi basilar dengan gangguan pada foramen
magnum, deosifikasi dan sklerosis di tulang maxilla serta skeloris pada
dasar tengkorak
b. Tulang vertebra :
Korpus menjadi besar dengan batas cortical yang menyolok, atau
menjadi sclerotic, menyerupai lymphoma atau penyakit metastasis (ivory
vertebrae).
c. Tulang pelvis :
Terdapat penebalan pada garis ileopectineal di fase awal, berkembang
menjadi sklerosis dan lusen pada fase lanjut
d. Kelemahan tulang acetabular :
Dapat menyebabkan protrusio acetabuli dan fraktur

2. CT-Scan dan MRI


CT-Scan dan MRI tidak diperlukan dalam penegakan diagnosis
penyakit paget, namun keduanya sangat berguna untuk mengevaluasi
komplikasi penyakit paget, seperti degenerasi ganas, kelainan artikular, dan
keterlibatan tulang belakang dengan gangguan neurologis.

11
Kelainan pada sendi membutuhkan CT-Scan atau MRI untuk
menggambarkan sejauh mana komplikasi sendi yang terjadi. CT-Scan dan
MRI juga berguna untuk mendiagnosa dan mengevaluasi komplikasi
neurologis seperti invaginasi basilar, kompresi medulla spinalis, atau
hydrocephalus. Stenosis spinal dan keterlibatan vertebra paling baik di
evaluasi menggunakan CT-Scan atau MRI CT-Scan memberikan visualisasi
yang lebih baik untuk tulang dan fossa posterior, sedangkan MRI
memberikan gambaran yang lebih detil untuki otak, medulla spinalis, cauda
equina, dan jaringan lunak. Oleh karena itu, perubahan neoplastik seperti
sarcoma paget dan penyebarannya lebih baik dievaluasi menggunakan MRI.
3. Investigasi Biokimia
Kadar serum kalsium dan fosfat biasanya normal, namun pasien yang
imobilisasi dapat mengalami hiperkalsemia. Test rutin yang paling berguna
untuk mendiagnosa penyakit paget adalah penilaian konsentrasi serum
alkaline phospatase (merefleksikan aktifitas osteoblas dan menunjukkan
tingkat keparahan penyakit), dan kadar hydroxyproline di urine selama 24
jam (berkorelasi dengan proses resoprsi tulang).
4. Bone Scan
Pemindaian tulang adalah alat bantu diagnostik yang sangat sensitif
untuk mengevaluasi sejauh mana lesi tulang yang terkena penyakit paget.
Namun pemindaian tulang kurang spesifik daripada foto radiologis polos,
sehingga perubahan yang dideteksi pada skintigrafi harus dikonfirmasi oleh
adanya perubahan pada minimal satu tempat pada tulang dengan foto
radiologis polos.
5. Biopsi Tulang : memperlihatkan pola mosaik yang khas.

I. Penatalaksanaan
Umumnya pasien dengan penyakit paget tidak memiliki gejala, oleh
karena itu tidak memerlukan terapi. Terkadang nyeri yang timbul adalah akibat
arthritis pada sendi bukan akibat penyakit tulangnya, dan hal ini bisa diatasi
dengan pemberian obat anti inflamasi non steroid.

1. Dietetik
12
Tidak ada modifikasi diet yang spesifik untuk terapi pada penyakit paget.
Namun pada pasien yang menerima terapi dengan biphosponat, harus
dipastikan pasien mendapat intake kalsium sebesar 1000-1500 mg dan 400
unit Vitamin D perhari
2. Aktifitas fisik
Sangatlah penting untuk memelihara kesehatan tulang dan sendi. Pasien
yang bedrest lama (immobilisasi) beresiko untuk mengalami hiperkalsemia.
Apabila osteoartritis muncul pada lutut, latihan untuk penguatan otot
quadriceps mungkin dapat membantu. Apabila nyeri tulang saat menopang
beban muncul atau ada kelainan gait, harus dilakukan penyesuaian terhadap
aktifitas fisik pasien
3. Medikamentosa
Nyeri tulang akibat penyakit paget dapat diatasi dengan penggunaan
biphosphonates dan calcitonin yang menghambat resorpsi tulang dari
osteoklas (anti resorptive) namun juga dapat diterapi secara simptomatik
dengan obat analgesik atau obat anti inflamasi non steroid (AINS).

Antiresorptive therapy
Biphosphonate adalah obat antiresorptive yang paling banyak
digunakan dan saat ini dianggap sebagai pilihan utama untuk terapi penyakit
paget. Banyak klinisi yang merasa aminobiphosphonates seperti pamidronate,
risedronate, dan zoledronic acid lebih baik daripada jenis biphosphonate yang
lama seperti etidronate dan tiludronate karena aminobiphosphonates lebih
efektif dalam mengurangi bone turnover
Biphosphonate dapat diberikan secara oral maupun secara intravena.
Pemberian secara intravena menjamin komplians pasien, namun
aminobisphosponates seperti pamidronate dan zoledronic acid dapat
mencetuskan flu-like illness (respon fase akut) pada 10-25% pasien yang
diterapi menggunakan obat ini. Gejala ini berkurang dan menghilang setelah
pemberian intravena yang kedua dan seterusnya. Oral bisphosphonate juga
efektif, namun untuk mencapai kadar absorpsi yang adekuat, sebaiknya
pasien puasa selama 30 menit (risedronate) atau 120 menit (etidronate)
setelah mengkonsumsi obat ini. Dapat juga muncul efek samping dari

13
pemberian obat aminobisphosponate yaitu dyspepsia, dan diare pada
pemberian tiludronate atau etidronate.

Tabel : first line drugs and dosage untuk pengobatan penyakit paget
Defisiensi kalsium dan vitamin D umum terjadi pada pasien usia tua
dengan penyakit paget, dan sangatlah penting untuk mengoreksi defisiensi ini
sebelum pemberian bisphosphonate untuk menghindari komplikasi seperti
hipokalsemia, yang merupakan resiko tertentu pada pemberian secara
intravena. Kejadian osteomalasia fokal juga telah dilaporkan pda pasien yang
diterapi dengan etidronate, dan efek samping ini juga bisa terjadi pada pasien
yang mendapat terapi pamidronate intravena. Defek mineralisasi ini tidak
dapat dicegah dengan pemberian metabolit aktif vitamin D dan tampaknya
merupakan efek langsung dari pemberian bisphosphonate pada proses
mineralisasi tulang dan bukan akibat dari defisiensi vitamin D. Sejauh ini
belum ada laporan mengenai defek mineralisasi pada pasien yang diterapi
menggunakan tiludronate, risedronate, alendronate, atau zoledronic acid
Efek samping yang jarang lainnya setelah pemberian bisphosphonate
adalah uveitis, skin rash, gangguan ginjal, dan osteonecrosis pada rahang,
yang mana merupakan efek samping yang jarang terjadi akibat pemberian
bisphosphonate. Namun kejadian ini ditemukan pada pemberian dosis tinggi
bisphosphonate dalam jangka waktu lama untuk terapi pasien dengan
keganasan yang juga mendapat kemoterapi dan kortikosteroid. Kondisi ini
paling sering terjadi setelah operasi gigi dan ditandai dengan area yang gagal
menyembuh dari tulang yang terekspos dengan dunia luar. Resiko

14
osteonecrosis pada rahang sangatlah kecil pada pasien yang menerima terapi
bisphosphonate untuk kelainan yang bersifat jinak
Calcitonin saat ini jarang digunakan sebagai obat untuk penyakit
paget karena durasinya yang cepat dan efek antiresorptive nya yang lemah,
namun calcitonin masih cukup efektif untuk mengendalikan nyeri tulang.
Dosis calcitonin yang digunakan adalah 50 – 100 unit (0,25-50 ml) 1-
3 kali seminggu selama 6-18 bulan, pemberiannya secara injeksi subkutan
atau intramuskular. Efek samping yang paling sering adalah mual, facial
flushing, dan poliuria

4. Operasi Orthopaedi
Biasanya operasi dilakukan jika ada salah satu komplikasi berikut :
 Osteoarthritis yang menyebabkan nyeri
 Fraktur pada tulang panjang
 Deformitas berat
 Nerve entrapment
 Spinal stenosis
 Osteosarcoma yang dapat didiagnosis dini

Macam – macam operasi orthopaedi yang dapat dilakukan pada pasien


penyakit paget adalah
a. Osteotomi untuk mengoreksi deformitas
b. Hip Arthroplasty
Hip arthroplasty dilakukan pada keadaan yang menyebabkan deformitas
berat seperti coxa vara, femoral bowing, dan acetabular protrusio.
Dilakukan juga pada kasus stress fraktur pada proksimal femur, subcapital
fraktur, atau kasus non union
c. ORIF (Intramedullary nailing)
Merupakan pilihan utama pada fraktur diafisis tulang panjang

Bisphosphonate sering diberikan sebelum operasi untuk mengurangi


resiko perdarahan. Operasi orthopaedi mungkin juga diperlukan untuk pasien
penyakit paget yang mengalami degenerasi ganas menjadi osteosarcoma,
namun prognosis untuk pasien ini biasanya buruk walaupun dengan terapi
radikal. 5 years survival rate untuk osteosarcoma adalah sekitar 6%.

J. Komplikasi
 Fraktur

15
 Gagal jantung dapat terjadi karena tingginya kebutuhan aliran darah pada
tulang yang mengalami remodelling (gagal jantung high-output)
 Gagal napas dapat terjadi apabila tulang toraks terkena dan mengalami
deformitas
 Penyakit paget merupakan salah satu faktor resiko terjadinya sarkoma
(kanker tulang), mungkin hal ini berkaitan dengan tingginya kecepatan
siklus sel yang terjadi pada penyakit ini.
 Komplikasi neurologis:kompresi saraf kranial, tuli konduktif (karena
osifikasi tendon stapedius/kompresi N.VIII) dan stenosis spinal.

K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi biodata umum klien (nama, alamat, umur, jenis
kelamin, dan lain-lain), ras/suku bangsa, berat badan, dan faktor
lingkunagan ( pekerja berat )
b. Keluhan Utama
Adanya nyeri yang timbul pada daerah yang terkena. Nyeri bertambah
jika melakukan aktivitas atau bergerak. Terjadi penurunan tinggi badan
dan adanya deformitas pada daerah yang terkena. Rasa sakit tulang
punggung (bagian bawah), leher, dan pinggang, berat badan menurun.
c. Pola Nutrisi
Kurangnya asupan kalsium, pola makan yang tidak teratur, adanya
riwayat perokok dan riwayat mengkonsumsi alkohol serta riwayat
minum-minuman yang juga bersoda.
d. Pola Aktivitas
Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena, nyeri
(mungkin segera atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan
jaringan)
e. Neurosensori
Kesemutan, kelemahan atau hilang fungsi, penurunan visual, auditori,
hilang gerakan/sensasi, spasme otot, terjadi penekanan saraf cranial dan
kanalis spinalis
f. Pernapasan
Terjadi perubahan pernafasan pada kasus kiposis berat, karena penekanan
pada fungsional paru.
g. Skeletal

16
Inspeksi dan palpasi seluruh tubuh pasien, penderita dengan penyakit
paget berat sering menunjukkan adanya perubahan gaya berjalan,
deformitas tulang, nyeri pada daerah tulang yang terkena.
2. Analisa data
Tanda Penyebab Masalah
DS:mengeluh nyeri Gangguan fungsi Nyeri kronis (0078 )
DO:
metabolik
 Tampak meringis
 Gelisah tidak
mampu
menuntaskan
aktivitas
 Bersikap protektif
DS: Perubahan metabolisme Gangguan mobilitas
 Mengeluh sulit
fisik (0054)
menggerakan
ekstremitas
 Nyeri saat bergerak
 Merasa cemas saat
bergerak
DO:
 Kekuatan otot
menurun
 ROM menurun
 Sendi kaku
 Gerakan terbatas
DS Gangguan pendengaran Gangguan persepsi
 Mengatakan kesal
sensori(0085)
DO
 Respon tdk sesuai
 menyendiri
Perubahan sensasi Resiko cedera (0136)

3. intervensi keperawatan
kategori ;psikologis
subkategori :nyeri dan kenyamanan
nyeri akut/kronis
Standar luaran keperawatan Standar intervensi keperawatan indonesia
indonesia
Setelah dilakukan tindakan Management nyeri
Observasi
keperawatan nyeri teratasi dalam

17
waktu 15 -30 menit dg kriteria  Identifikasilokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kuali
a. Tingkat nyeri
tas dan intensitas nyeri
 Keluhan nyeri menurun
 Identifikasi skala nyeri
 Menangis sikap protektif
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Gelisah
 Monitor efek samping penggunaan analgetika
 Frekuensi nadi membaik
Terapeutika
 Pola nafas tekanan darah
 Berikan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi
membaik
nyeri:kompres hangat/dingin,hipnosis
b. Kontrol nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Melaporkan nyeri
Edukasi
terkontrol  Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Kemampuan mengenali  Ajarkan tehnik non farmakologi untuk mengurangi
onset nyeri nyeri
 Kemampuan mengenali  Jelaskan penyebab,periode dan pemicu nyeri
Kolaborasi
penyebab nyeri
 Kolaborasi pemberian analgetika,jika perlu
 Kemampuan
menggunakan tehnik nonn
farmakologis
 Keluhan nyeri menurun

Kategori fisiologis
Subkategori:aktivitas dan istirahat
Gangguan mobilitas fisik
Standar luaran keperawatan indonesia Standar intervensi keperawatan indonesia
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan ambulasi dan mobilisasi
Observasi
gangguan mobilitas fisik teratasi dalam
 Identifikasi adanye nyeri /keluhan fisik
waktu 30 menit dg kriteria lainnya
a. Mobilitas fisik  Identifikasi toleransi fisik melakukan
 Pergerakan ekstremitas meningkat ambulasi
 Monitor tanda vital sebelum ambulasi
 Kekuatan otot meningkat
Terapeutik
 ROM meningkat
 Fasilitasi ambulasi dg alat
bantu(tongkat,kruk)
 Fasilitasi melakukan mobiltas fisik,jika
perlu
 Libatkan klg untuk membantu ps dlm
meningkatkan ambulasi
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
 Ajarkan ambulasi sederhana yg harus
dilakukan:berjln dari tempat tidur ke
kursi roda,berjalan ke kamar mandi

18
Kategori fisiologis
Subkategori ;integritas ego
Gangguan persepsi sensori

Standar luaran keperawatan indonesia Standar intervensi keperawatan indonesia


Setelah dilakukan tindakan keperawatan Minimalisasi rangsangan
Observasi
gangguan persepsi sensori teratasi dalam
 Obs status sensori,tingkat
waktu 30 menit dg kriteria kenyamanan(nyeri)
Terapeutik
a. Persepsi sensori
 Batasi stimulus lingkungan(suara)
 Verbalisasi mendengar
bisikan membaik  Kombinasikan prosedur/tindakan
 Konsentrasi meningkat dalam satu waktu,sesuai kebutuhan
 Diskusikan tingkat toleransi beban
 Orientasi membaik
sensori
Edukasi
 Ajarkan cara meminimalisasi
stimulus
Kolaborasi
 Kolaborasi dalam meminimalkan
prosedur
 Kolaborasi pemberian obat yang
mempengari persepsi stimulus

Kategori :lingkungan
Subkategori keamanan dan proteksi
Resiko cedera
Standar luaran keperawatan indonesia Standar intervensi keperawatan indonesia
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan cedera
resiko cedera tidak terjadi dalam waktu Observasi
 Identifikasi area lingkungan yang
30 menit dg kriteria
berpotensi menyebabkan cedera
a. Tingkat cedera
 Kejadian cedera menurun  Identifikasi obat yang menyebabkan
cedera
 Identifikasi kesesuaian alas kaki
atau stoking elastis pd extremitas
bawah
Terapeutika
 Sediakan pencahayaan yang
memadai
 Gunakan lampu tidur selama tidur

19
 Diskusikan mengenai alat bantu
mobilitas yang sesuai(tongkat atau
alat bantu jalan)
 diskusikan bersama keluarga yang
mendampingi pasien
 pastikan roda tempat tidur atau kursi
roda dalam keadaan terkunci
Edukasi
 jelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh ke pasien dan
keluarga
 anjurkan berganti posisi secara
perlahan dan duduk selama beberapa
menit sebelum berdiri
Management keselamatan lingkungan
Observasi
 identifikasi kebutuhan keselamatan
 monitor perubahan status
keselamatan lingkungan
Terapeutika
 modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bahaya dan resiko
 sediakan alat bantu keamanan
lingkungan(commode chair
Edukasi
 ajarkan ada resiko tinggi bahaya
lingkungan

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit Paget adalah kelainan metabolik tulang kronik yang secara khas
mengakibatkan pembesaran, deformitas tulang, kerusakan formasi jaringan
tulang dan irregularitas struktur dalam tulang yang ditandai oleh peningkatan
remodelling tulang akibat kinerja osteoklas yang berlebihan dan diikuti oleh
peningkatan aktivitas osteoblas sehingga pada akhirnya akan menyebabkan
kerapuhan dan kelemahan tulang. Penyakit ini juga dikenal dengan nama Osteitis
Deformans.

B. Saran
Kebanyakan penderita tidak sadar bahwa dirinya telah menderita penyakit
paget, karena kebanyakan gejala yang muncul biasanya tidak terlalu signifikan
atau bahkan tidak menunjukkan gejala sama sekali. Penyakit paget biasanya dapat
didiagnosa setelah melakukan pemeriksaan diagnostik terhadap klien atau setelah
klien mengalami kelainan bentuk tulang atau rasa nyeri hebat pada tulang. Oleh
sebab itu diperlukan pembelajaran lebih lanjut mengenai pemahaman dari
penyakit paget ini.

21
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2007. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta. Buku


Kedokteran EGC.
Davey, Patrick. At a Glance Medicine. 2003. Jakarta. Erlangga.
Davies, Kim. Buku pintar Nyeri Tulang dan Otot. 2007. Jakarta. Erlangga.
Doenges, Marilynn dkk. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. 2000. Jakarta. EGC.
http://emedicine.medscape.com/article/334607-overview#a0104
http://joesmariantika.blogspot.com/2009/12/paget-disease.html
http://www.scribd.com/doc/88815460/BAB-II
http://www.slideshare.net/theshizuka11/asuhan-keperawatan-pada-penyakit-paget?
from_action=save
http://www.wheelessonline.com/ortho/pagets_disease_etiology_and_pathogenesis
Murray J, Holmes EJ, Misra RR. A-Z Musculoskeletal and Trauma Radiology.
London : Cambridge University Press 2008. P. 108-112
Robbins & Cotran. Buku Saku Dasar Patologis Edisi 7. 2006. Jakarta. EGC.
Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures
9th Ed. London : Hodder Arnold Inc 2010. p. 143 - 146
Sudiono, Janti. 2007. Gangguan Tumbuh Kembang Dentokraniofasial. Jakarta. Buku
Kedokteran EGC.
Yatim, Faisal. Penyakit Tulang dan Persendian. 2006. Jakarta. Pustaka Poupuler
Obor.
Black,Joyce .keperawatan medikal bedah.2014.Jakarta
PPNI,Standar diagnosis keperawatan Indonesia .2018.Jakarta
PPNI,Standar luaran keperawatan Indonesia .2018.Jakarta
PPNI,Standar intervensi keperawatan Indonesia .2018.Jakarta

22

Anda mungkin juga menyukai