Laporan Praktikum Ovariohisterectomy

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU BEDAH KHUSUS

“Ovariohisterectomy”

OVI PRUDENTA
115130100111011
KELOMPOK A2

PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertambahan populasi dalam suatu ekosistem memiliki dampak positif
berupa pencegahan hilangnya plasma nutfah dan dampak negatif yaitu
terjadinya overpopulasi. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas hidup
individu. Di Amerika Serikat, lebih dari 50.000 anak kucing dan anjing lahir
setiap harinya. Dari sekian banyak kelahiran hanya kurang dari ¼ yang
mendapatkan hidup yang layak sementara ¾ bagian lainnya terabaikan.
Hewan yang tidak memiliki tempat tinggal akan dimasukkan kedalam
penampungan, sebagian besar akan di euthanasia. Di Indonesia, adanya
peningkatan populasi pada anjing dan kucing dirasakan oleh beberapa
kalangan dengan mengamati semakin banyaknya hewan terlantar dan tidak
mendapatkan hidup yang layak sehingga diperlukan kontrol populasi.
Tindakan kontrol populasi tidak hanya berdampak pada tingkat
kesejahteraan hewan dan taraf hidup hewan namun juga terhadap tingkat
resiko penyebaran dan penularan penyakit. Taraf kehidupan hewan yang
rendah dapat menjadikan hewan tersebut sebagai perantara pertumbuhan
suatu penyakit infeksius dan zoonotik. Salah satu upaya untuk menekan laju
pertumbuhan yang berlebih adalah dengan melakukan tindakan sterilisasi
baik jantan maupun betina. Sterilisasi merupakan tindakan pembedahan untuk
mengangkat atau menghilangkan testis atau ovarium. Pada hewan jantan
disebut dengan kastrasi/orchiectomy, sedangkan pada betina disebut
ovaryhysterectomy (OH).
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan dari Ovariohisterectomy
a. Memahami pengertian ovariohisterectomy.
b. Memahami teknik pemberian anesthesia pada ovariohisterectom.
c. Memahami teknik bedah ovariohisterectomy.
d. Mengetahui keuntungan dan kerugian dari ovariohisterectomy.
e. Memahami tata cara perawatan post operasi ovariohisterectomy.
1.3 Manfaat
Dengan adanya “ovariohisterectomy” sebagai upaya pengatur
keseimbangan populasi, diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup hewan
dan manusia terhadap resiko penyebaran penyakit infeksius.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Organ Genitalia Kucing Betina


Sistem reproduksi betina terdiri atas ovarium, saluran reproduksi dan
jaringan penggantung. Ovarium merupakan tempat produksi ovum dan
hormon reproduksi yang terdiri atas medulla dan korteks. Bagian medulla
terdiri dari serabut pembuluh darah, saraf dan jaringan ikat sementara korteks
berisi lapisan sel yang terkait dengan ovum dan produksi hormone
reproduksi. Usia dewasa kelamin pada kucing betina adalah pada umur 5-9
bulan. Pada awal birahi ditemukan 3-4 folikel pada setiap ovarium dengan
diameter 1-2 mm pada 24 jam setelah koitus.

Saluran kelamin betina terdiri atas : tuba fallopii, cornua uteri, corpus
uteri, cervix uteri, vagina dan vulva (Fossum,2002). Tuba falopii berfungsi
sebagai tempat terjadinya fertilisasi ovum dan sperma. Cornua uteri, cervix
uteri dan corpus uteri merupakan bagian dari uterus yang berfungsi sebagai
lokasi pertumbuhan janin dan sebagai tempat seleksi sperma sebelum
mencapai tuba fallopi. Vagina dan vulva merupakan organ reproduksi betina
paling luar sebagai lokasi terjadinya kopulasi.

2.2 Ovariohisterectomy
2.2.1 Pengertian Ovariohisterectomy
Secara istilah kedokteran, ovariohisterectomy merupakan
gabungan tindakan pengambilan ovarium, corpus uteri dan cornua uteri
(Slatter,2003). Dalam istilah medis, desexing pada kucing betina
disebut dengan spaying, femal neutering, sterilization, fixing, desexing,
ovary and uterine ablation. Tindakan ini bertujuan untuk mengatasi
kelainan pada ovarium dan saluran reproduksi betina apabila terapi
secara kimia sudah tidak dapat dilakukan dan tidak memberikan efek
lebih baik.
Ovariohisterectomy dapat dilakukan pada hampir semua fase
siklus reproduksi tetapi paling baik dilakukan sebelum fase pubertas
dan selama anestrus (Pearson,1973). Usia yang masih sangat muda
membutuhkan waktu bedah yang lebih singkat dan pendarahan lebih
sedikit sehingga akan sembuh lebih cepat, pada akhirnya kucing dan
pemiliknya akan mengalam stres yang lebih sedikit. Efek yang timbul
akibat ovariohisterectomy adalah ketidakseimbangan hormon karena
hilangnya ovarium sebagai kelenjar endokrin (Hosgood,1998).

2.2.2 Keuntungan dan Kerugian Ovariohisterectomy


Sebagian besar kucing dilakukan ovariohisterectomy pada usia
sebelum puber yaitu 5-8 bulan kecuali apabila ada gangguan
reproduksi. Indikasi dilakukan ovariohisterectomy adalah sterilisasi,
penyembuhan penyakit, penggemukan dan modifikasi tingkah laku.
(Hickman,1995)
a. Keuntungan Ovariohisterectomy
Keuntungan pelaksanaan ovariohisterectomy adalah :
 Mengurangi kelahiran yang tidak diinginkan sehingga
populasi kucing dapat dikendalikan. Selain kualitas hidup
kucing yang lebih meningkat, pemilik hewan juga akan
lebih maksimal dalam perawatan kucing.
 Kucing betina akan lebih tenang dan tidak suka berkeliaran
 Mengurangi resiko terkena tumor mamae, ovarium dan
uterus
 Meningkatkan mutu genetik karena ada beberapa penyakit
yang dapat diturunkan pada generasi selanjutnya, sehingga
dengan adanya ovariohisterectomy akan mengurangi
jumlah kucing yang mengalami kelainan genetik.
b. Kerugian Ovariohisterectomy
Kerugian dari pelaksanaan ovariohisterectomy adalah :
 Obesitas atau kegemukan akibat daya metabolism yang
melemah sehingga hasil metabolism akan disimpan dalam
bentuk lemak
 Bagi para breeder, ovariohisterectomy berdampak pada
hilangnya keturunan potensial dari ras/breed yang
diinginkan.

2.2.3 Aplikasi Anesthesi


Pemberian obat premedikasi digunakan untuk mempersiapkan
pasien sebelum diberikan obat anesthesia dengan tujuan mengurangi
sekresi kelenjar ludah, meningkatkan keamanan saat operasi, mencegah
efek bradikardi dan mengurangi dosis anesthesia (Ibrahim,2000). Agen
preanesthesi digolongkan menjadi 4 yaitu antikolinergik, transquilizer
dan neuroleptanalgesik. Menurut Sardjana dan Kusumawati (2004)
pada umumnya obat-obat preanastesi bersifat sinergis terhadap
anastetik namun penggunaanya harus disesuaikan dengan umur, kondisi
dan temperamen hewan, ada atau tidaknya rasa nyeri, teknik anastesi
yang dipakai, dan adanya antisipasi komplikasi.
2.2.3.1 Atropin Sulfat
Atropin merupakan obat anestetik premedikasi yang
digolongkan dalam antikolinergik atau parasimpatetik dengan
tujuan mengurangi sekresi kelenjar saliva terutama pada obat
anestetik yang memiliki efek samping hipersalivasi. Atropin
juga berperan dalam mengurangi urinasi dan menekan aksi
vagus serta mendilatasi pupil selama anesthesia. Atropin sebagai
antimuskarinik memiliki kerja menghambat efek asetilkolin
pada syaraf postganglionic kolinergik dan otot polos. Atropin
sebagai premedikasi diberikan dengan kisaran dosis 0,02 – 0,04
mg/ kg BB secara Subkutan, Intravena maupun Intramuscular.
Pemberian atropine dilakukan 15- 20 menit sebelum anestesi
(Muirll,2000).
Efek atropin pada sistem kardiovaskuler (jantung)
bersifat bifasik yaitu atropin tidak mempengaruhi pembuluh
darah maupun tekanan darah secara langsung dan menghambat
vasodilatasi oleh asetilkolin. Pada saluran pencernaan, atropin
sebagai antispasmodik yaitu menghambat peristaltik usus dan
lambung, sedangkan pada otot polos atropin mendilatasi pada
saluran perkencingan sehingga menyebabkan retensi urin
(Harvey,1980)

2.2.3.2 Ketamin
Ketamin HCl merupakan analgesia yang tidak
menyebabkan depresi dan hipnotika pada syaraf pusat tetapi
berperan sebagai kataleptika (Honamand,2008).
Setelah pemberian ketamin, refleks mulut dan menelan
tetap ada dan mata masih terbuka.
Ketamin dapat diberikan secara oral, IM, rectal, nasal
dan epidural dengan bioavibilitas pada oral sebesar 20%,
intramuscular 90 %, rectal 25% , epidural 77% dan nasal 50%.
Ketamin dengan pemberian tunggal bukan anastetik yang bagus
(Sardjana dan Kusumawati, 2004). Dosis pada kucing 10-30
mg/kg secara intra muskuler, mula kerja obat 1-5 menit, lama
kerja obat 30-40 jam dan recoverinya 100-150 menit. Dosis
ketamin pada anjing dan kucing ialah 10-20 mg/kg diberikan
secara intra muskuler. Penggunaan kombinasi ketamine-
xylazine memiliki keuntungn memudahkan pemberian,
ekonomis, induksi cepat, dan jarang menimbulkan komplikasi
klinis (Benson et all, 1985)
2.2.3.3 Xylazine
Dalam tindakan anesthesia hewan, xilazin
dikombinasikan dengan ketamine sebagai sedatif, analgesik dan
relaksasai otot. Kelemahan xylazine adalah efek analgesia yang
tidak dapat diukur. Efek samping dari xylazine adalah
mengalami penurunan tekanan darah dan menimbulkan
bradikardi. Pada kucing xylazine merangsang pusat muntah
sehingga sering digunakan sebagai emetic.
Pada penggunaannya, xylazine tidak boleh digunakan
pada hewan yang hypersensitive terhadap senyawa xylazine dan
tidak dianjurkan pada hewan yang menerima epinefrin
(Honarmand,2008).
BAB III
LAPORAN HASIL PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam tindakan bedah Orchiectomy meliputi
Scalpel Handle, Blade, IV cat, Cutter, Gunting tajam – tumpul, gunting
tajam-tajam, pinset Betina, Betamox, Castran, Ketamine, Xylazine, Alkohol
70%, Vicillin anatomis, Kelly hemostat, Artery clem, Alice forceps, timer,
stetoskop, thermometer, tali restrain, duk, needle holder, needle, towel,
handscoen, towel clem. jarum suntik, dan tampon. Bahan yang digunakan
dalam bedah Orchiectomy meliputi Kucing, Lidocain, Tolfen, catgut chromic,
benang silk dan Povidone Iodine.

3.2 Metode Pelaksanaan


a. Persiapan Bahan
 Membersihkan tubuh kucing
 Melakukan pengukuran suhu, pulsus, respirasi dan CRT
 Melakukan perhitungan dosis obat yang akan digunakan
b. Persiapan Alat dan Desinfeksi Ruangan Operasi
 Sterilisasi dengan autoclave
 Penataan alat alat bedah sesuai urutan pada meja operasi
c. Premedikasi
 Restrain kucing dengan menahan tubuh kucing agar tidak
membahayakan saat proses injeksi
 Injeksi Atropin Sulfat secara Subcutan (SC)
d. Anesthesi
 Injeksi ketamine + xylazine secara Intramuskuler (IM)
 Dilakukan monitoring hewan dan handling hewan
e. Persiapan operasi
 Peletakan pasien pada meja operasi secara ventrodorsal
 Restrain keempat kaki kucing menggunakan tali
 Pemasangan IV catheter
 Pencukuran pada area abdomen
 Bersihkan area yang akan diinsisi menggunakan alkohon 70% +
povidone iodine
f. Operasi
 Insisi pada daerah sebelum pusar 3-5 cm
 Preparasi lapisan yang ada di bawah kulit
 Insisi pada area linea alba sebagai daerah yang minim pembuluh darah
dan inervasi
 Dicari uterus dengan titip orientasi 1-2 cm caudal umbilical
 Klem pada daerah ligament ovary, mesovarium dan pada corpus uteri
 Ligasi kuat dengan cargut chromic
 Bersihkan darah dan diberikan antibiotic
 Dilakukan penjahitan secara berurutan
 Perawatan pasca operasi dengan antibiotik
g. Buka jahitan
 Saat kondisi jahitan telah menyatu tanpa ada reaksi inflamasi maka
jahitan dilepas dan dilanjutkan dengan perawatan pasca operasi hingga
luka sembuh total.

3.3 Pemeriksaan Hewan


Pemeriksaan kondisi hewan preoperasi dilaksanakan di Klinik Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Malang pada tanggal 10 Oktober
2014.
3.3.1 Signalement
Nama : Tutut
Jenis Hewan : Kucing
Kelamin : Betina
Ras / Breed : Domestik
Warna Bulu/ Kulit : Tricolour
Umur : 1 th
Berat Badan : 2,6 kg
Tanda Khusus : Kaki Hitam
3.3.2 Review Pasien
Pemeriksaan hewan secara langsung ditangani oleh asisten
sebagai prasyarat hewan yang digunakan dalam kondisi sehat sehingga
tidak mempengaruhi lama terapi penyembuhan pasca operasi.
Tanggal 10 Oktober 2014
Temperature : 28,8 ̊C
Pulse : 124 / menit
Membrana colour : merah muda
Hydration : Normal
Feces : pasta
Body condition : Overweight
Respirasi : 40 / menit
CRT : < 2 detik
System Review
Integumentary : Normal
Otic : Normal
Optalmic : Normal
Musculoskeletal : Normal
Nervus : Normal
Cardiovaskuler : Normal
Respiration : Normal
Digesty : Normal
Lympatic : Normal
Reproduction : Normal
Urinaria : Normal
Disease record : Diare
3.4 Medical Record Operasi Ovariohisterectomy
3.4.1 Registrasi
Nama Pemilik : Ovilia Zabhita
Alamat : Perum Neighbourhood
Nama Hewan : Tutut
Jenis Kelamin : Betina
Jenis Hewan : Kucing
Ras / Breeed : Domestik
Temperature : 38,4 ̊C
Membrane Mucosa : Merah Muda
CRT : < 2 detik
Pulsus : 124 /menit
3.4.2 Dosis Pemberian Obat
Dosis Konsentrasi
No Obat
No. Golongan Volume Rute Waktu
(mg/Kg) (mg/ml)
1. Betamox Antibiotik 15 150 0,26 IM 13.15
2. Castran Sedatif 0,02 - 0,052 IM 13.15
3. Atropin Premedikasi 0,04 1 0,104 SC 13.35
4. Ketamin Anesthesi 10 100 0,26 IM 13.45
5. Xylazine Anesthesi 2 20 0,26 IM 13.45
6. Vicillin Antibiotik - - 1 ml 14.50
7. Lidocain Anesthesi - - 1 ml 15.50
8. Tolfedine Analgesik 4 40 0,26 SC 1x/2hari
9. Amox Sirup Antibiotik 20 125/5 2,08 PO 1x/hari
Catatan :
Penambahan Ketamin + Xylazine 0,5 dosis secara IV pada 14.20
Penambahan Ketamin + Xylazine 0,5 dosis secara IV pada 14.50
3.4.3 Kontrol Pemeriksaan
Mulai Operasi : 13.50
Selesai Operasi : 16.15
Mulai Anesthesi : 13.45
Menit 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150
Pulsus 132 128 120 144 126 120 120 128 132 128 126
Temp.(̊C) 38,6 38,6 37,6 38,1 37,4 37 38 37 37,8 37,9 37,4

Menit 165 180 195 210 225 240 255 270 285 300 315
Pulsus 120 80 84 120 108 96 80 96 88 104 108
Temp.(̊C) 36,9 36,5 35,5 36,5 35,7 35,4 35 35,4 35,9 35,9 36,1
Menit 330 345 360 375 390 405 420 435 450 465 480
Pulsus 100 116 144 116 100 144 112 100 116 116 108
Temp.(̊C) 36,3 36,1 36,5 36,7 37,1 37,3 37,2 37,5 37,6 37,9 38,3

3.4.4 Rekam Medik Asisten


Keadaan Hewan : Tidak Bunting
Yang terpotong : Ovarium ( diatas bifuscatio )
Pembuluh darah : Uterus : Ya
Ovary : Ya
Bifurcatio : Ya

3.4.5 Monitoring Pasca Operasi

Tanggal Pemeriksaan Terapi


16/10/2014 Suhu : 38,1 ̊C Appetice : - + + + + Amox sirup
Pulsus : 96/menit Defekasi : - + + + + Penicilin G Tabur
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
17/10/2014 Suhu : 38,5 ̊C Appetice : - + + + + Amox sirup
Pulsus : 112/menit Defekasi : - + + + + Penicilin G Tabur
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++ Povidone iodine
SL :-++++ Tolfedine
18/10/2014 Suhu : Appetice : - + + + + Amox sirup
Pulsus :108/menit Defekasi : - + + + + Penicilin G Tabur
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++ Povidone iodine
SL :-++++ Vicillin
19/10/2014 Suhu : 38,6 ̊C Appetice : - + + + + Amox sirup
Pulsus : 124/menit Defekasi : - + + + + Penicilin G Tabur
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++ Povidone iodine
SL :-++++ Vicillin
Tolfedine
20/10/2014 Suhu : 38,4 ̊C Appetice : - + + + + Amox sirup
Pulsus : 116/menit Defekasi : - + + + + Penicilin G Tabur
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++ Povidone iodine
SL :-++++ Imunos
21/10/2014 Suhu : 38,7 ̊C Appetice : - + + + + Penicilin G Tabur
Pulsus : 112/menit Defekasi : - + + + + Imunos
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++ Tolfedine
SL :-++++
22/10/2014 Suhu : 38,8 ̊C Appetice : - + + + + Penicilin G Tabur
Pulsus : 104/menit Defekasi : - + + + +
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
23/10/2014 Suhu : 38,5 ̊C Appetice : - + + + + Penicilin G Tabur
Pulsus : 116/menit Defekasi : - + + + + Imunos
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
24/10/2014 Suhu : 38,7 ̊C Appetice : - + + + + Povidone iodine
Pulsus : 112/menit Defekasi : - + + + +
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
25/10/2014 Suhu : 38,6 ̊C Appetice : - + + + + Povidone iodine
Pulsus : 116/menit Defekasi : - + + + +
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
26/10/2014 Suhu : 38,5 ̊C Appetice : - + + + + Povidone iodine
Pulsus : 116/menit Defekasi : - + + + +
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
27/10/2014 Suhu : 38,8 ̊C Appetice : - + + + + Gentamycin Salep
Pulsus : 104/menit Defekasi : - + + + + Imunos
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
28/10/2014 Suhu : 38,5 ̊C Appetice : - + + + + Gentamycin Salep
Pulsus : 112/menit Defekasi : - + + + + Imunos
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
29/10/2014 Suhu : 38,7 ̊C Appetice : - + + + + Gentamycin Salep
Pulsus : 116/menit Defekasi : - + + + + Imunos
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses Pelaksanaan Ovariohisterectomy

Gb.1 Pencukuran Rambut Gb.2 Pemasangan duk clem Gb.3 Insisi dan Preparasi

Gb.4 Pencarian Uterus Gb.5 dan 6 Proses ligasi

Gb.7 Pemotongan Gb. 8 Hasil ovariohisterectomy


Gb. 9 Penjahitan dengan catgut chromic Gb. 10 Penjahitan kulit

Gb.11 Pemberian betadine Gb.12 Penutupan luka dengan kassa

4.2 Preoperasi
Hewan yang digunakan pada operasi ovariohisterectomy merupakan
kucing peliharaan rumahan milik individu. Pemeriksaan hewan sebelum
operasi dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan terkini dari pasien
karena berpengaruh besar pada kelancaran operasi dan recovery pascaoperasi.
Prasyarat kucing yang akan dilakukan ovariohisterectomy harus dalam
kondisi sehat, tidak bunting dan menyusui, karena saat fase laktasi, akan
banyak pembuluh darah yang menginervasi kelenjar mamae.
Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil bahwa total pulsus
adalah 124x/menit (normal: 140-220x/menit), suhu 38,4 ̊C (normal: 38,1-
39,5’C), respirasi 40x/menit (normal: 24-42/menit) dan CRT < 2 detik.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, kucing tidak mengalami kebuntingan
dan laktasi sehingga laik untuk dilakukan ovariohisterectomy. Sebelum
tindakan operasi, kucing dipuasakan 8 – 12 jam.
4.3 Tahap Anaesthesi
Sebelum dilakukan operasi, kucing diberikan obat preanesthesi /
premedikasi untuk persiapan pasien sebelum pemberian obat anesthesia baik
local, regional maupun general (Sardiana, 2011). Pemberian premedikasi
berfungsi untuk menenangkan hewan sehingga mudah dikendalikan,
mengurangi dosis anesthesia, mengurangi efek otonomik berlebihan,
mengurangi efek samping dan mengurangi rasa nyeri saat operasi. Obat yang
digunakan dalam anesthesia premedikasi meliputi golongan antikolinergik,
analgesic, neuroleptanalgik, transquilizer, obat dissosiatif dan barbiturate
(Sardjana, 2004).
Anestesi secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit
ketika melakukan tindakan medis berupa pembedahan. Agen anestesi umum
dapat digunakan melalui injeksi, inhalasi atau melalui kombinasi beberapa
anastikum yang disebut balanced anesthesia untuk mendapatkan efek anestesi
yang diinginkan dengan efek samping minimal (Harvey,1980). Anesthesi
umum seara injeksi merupakan metode yang paling sering dilakukan karena
tidak merusak jaringan, tidak menimbulkan nyeri, cepat terabsorbsi dan
memiliki pengaruh minimal terhadap organ tubuh terutama system respirasi
dan kardiovaskuler (Susilo,2009). Pemilihan obat anestesi didasarkan atas
beberapa pertimbangan mencakup kondisi pasien, sifat obat, efek samping,
jenis tindakan medis yang dilakukan serta lamanya tindakan medis
berlangsung (Saunders, 2003).
Setelah pemberian zat pra-anastesi dan zat anastesi dilakukan maka
kemudian perlu juga diperhatikan efek anastesi terhadap pasien. Jika pasien
masih ada respon gerak dan rasa sakit perlu diberikan tambahan dosis anastesi
sepertiga dari dosis awal. Setelah dipastikan bahwa respon pasien sudah tidak
ada maka, hal selanjutnya yang perlu diperhatikan yakni respon pasien
terhadap zat anastesi, jika respon berlebihan maka denyut jantung, pulsus,
nafas suhu akan menurun dan pasien mencapai keaadaan kritis.
Pada tindakan ovariohisterectomy ini digunakan obat premedikasi
berupa castran 0,02 mg/kg BB sejumlah 0,052 ml secara Intramuskuler.
Selanjutnya diberi sedative atropine 0,04 mg/kgBB sejumlah 0,104 ml
melalui Subcutan selama 15 menit sedangkan anestesi yang digunakan adalah
campuran dari ketamine 10 mg/kgBB dan xylazine 2 mg/kgBB dengan
jumlah masing-masing 0,26 ml dan dikombinasikan menjadi 1 dengan
perbandingan 1 : 1 hingga reflek kesadaran menghilang.
4.4 Tahap Operasi
Kucing yang telah memasuki stadium anaesthesi direstrain
menggunakan tali kekang pada keempat kakinya serta dilakukan pencukuran
pada area abdomen. Mulut kucing diganjal dengan tampon dan lidah
dikeluarkan agar tidah terjadi penyumbatan jalan nafas. Setelah itu dibuat
sayatan pada posterior umbilical dengan panjang kurang dari 3-4 cm.
Penyayatan tidak perlu dilakukan terlalu lebar karena penyembuhan luka akan
tergolong lebih lama. Lapisan pertama yang disayat adalah kulit kemudian
subkutan dan dilakukan preparasi tumpul hingga menemukan lapisan
peritoneum. Pada lapisan peritoneum akan terlihat garis putih yaitu linea
alba. Penyayatan pada linea alba berfungsi menghindari pembuluh darah
kecil yang menginervasi area peritoneum (Saunders,2003).
Setelah linea alba disayat maka dilakukan retraksi menggunakan
retractor untuk menyibakkan jaringan diatas peritoneum. Pencarian uterus dan
ovarium dilakukan menggunakan jari telunjuk. Setelah itu, uterus ditarik
keluar untuk selanjutnya dipreparir antara mesometrium, mesosalphinx dan
mesoovarium. Ovarium memiliki penggantung berupa mesovarium yang
berfungsi menjaga posisi ovarium dan dari guncangan serta tempat
vaskularisasi dan inervasi.
Daerah ini perlu dilakukan ligasi karena terdapat beberapa arteri besar.
Dengan menggunakan arteri klem dilakukan penjepitan pada bagian
penggantung ovarium dan pembuluh darahnya menggunakan dua arteri klem
yang bersebelahan. Pada anterior klem arteri dilakukan ligasi menggunakan
silk 2-3 kali untuk mengurangi resiko bocornya pembuluh darah. Setelah
ligasi cukup kuat maka dilakukan pemotongan pada daerah penggantung
menggunakan gunting. Rongga abdomen yang mengalami kontak dengan
udara akan lebih cepat kering sehingga perlu ditambahkan NaCl fisiologis
pada rongga abdomen.
Setelah dua ovarium terligasi maka bagian corpus yang dilakukan
ligasi dengan cara penjahitan menggunakan catgut chromic 3.0 dengan cara
kuat melingkar. Setelah itu dilakukan pemotongan dengan gunting dan
diberikan vicillin untuk antibiotik. Apabila sudah dipastikan tidak ada ligasi
yang mengalami kebocoran, dilakukan penjahitan pada perioneum dan linea
alba menggunakan catgut chromic3.0 dengan simple interrupted suture. Pada
daerah subkutan, dijahit menggunakan double metode yaitu simple
continuous suture dan matras continuous horizontal untuk memperkuat
jahitan dengan catgut chromic. Daerah kulit dijahit mengginakan silk dengan
tipe jahitan simple interrupted suture. Setelah operasi selesai, diberikan
povidone iodine pada area luka dan penicillin G tabur lalu ditutup dengan
kassa yang difiksasi menggunakan hipafix. Untuk mencegah kucing
menyentuh luka maka dipasang gurita untuk menutup wilayah abdomen.
Berdasarkan rekam medik selama operasi, sesaat setelah pemberian
anesthesia, suhu tubuh dan frekuensi nafas masih normal namun mengalami
penurunan pada menit ke 180. Hal ini terjadi karena waktu paruh obat
anaesthesi yang berkisar antara 2-3 jam. Setelah operasi selesai, kucing
mengalami hipotermia sehingga diberikan lampu penghangat berupa lampu
sampai kembali normal pada pukul 21.50 dengan suhu 38,3 0C
4.4 Tindakan Pascaoperasi
Perawatan pascaoperasi merupakan salah satu faktor paling berperan
dalam laju kesembuhan luka pasien (Aspinal,2006). Pemantauan kondisi
kucing dilakukan hingga kucing mencapai suhu normal, kucing sadar dan
mulai ada respon makan dan minum. Perawatan luka meliputi :
 Pemberian antibiotic berupa amox syrup selama 5 hari berturut turut
 Pengamatan kondisi pasien dengan mengukur pulsus, respirasi dan CRT
 Perlindungan daerah luka dengan penggantian kassa 2 hari sekali
 Pembersihan kandang untuk mencegah kontaminasi agen biologis
 Pemberian nutrisi berupa makan dan minum sesuai dengan porsi
recovery
Dengan perawatan luka yang baik, maka dalam jangka 7 hari luka akan
menyatu dengan baik dan dapat dilakukan pengambilan jahitan kulit.
Pengambilan silk pada kulit berfungsi untuk menuntaskan penyembuhan
jaringan dan menghindari adanya akumulasi mikroorganisme pathogenic
yang mempengaruhi kesembuhan luka.
BAB V
KESIMPULAN

Tindakan kontrol populasi tidak hanya berdampak pada tingkat


kesejahteraan hewan dan taraf hidup hewan namun juga terhadap tingkat resiko
penyebaran dan penularan penyakit. Salah satu upaya kontrol populasi adalah
dengan ovariohisterectomy. Prosedur bedah Ovariohisterectomy dilakukan dengan
cara mengangkat organ reproduksi betina ovarium serta salurannya uterus. Kucing
yang akan dilakukan tindakan bedah harus dengan kondisi yang sehat. Faktor
yang penting dalam bedah tersebut ada preoperasi, operasi, dan postoperasi.
Manajemen kesehatan hewan pada pascaoperasi merupakan hal penting
untuk menentukan lama kesembuhan luka. Apabila tidak ada kontaminasi silang
maka resiko terjadinya infeksi akan semakin sedikit begitu juga sebaliknya
apabila terjadi kontaminasi mikrobiologis maka penyembuhan luka akan semakin
lama. Faktor yang penting dalam pengobatan pasca operasi yakni, manajemen
kesehatan, manajemen nutrisi, manajemen kebersihan, restrain pasca operasi.
DAFTAR PUSTAKA

Aspinal, Victoria. 2006. The Complete Textbook of Veterinary Nursing.


Butterworth Heinemann: ELSEVIER
Benson, G.J, J.C Thumon and C.W Smith. 1985. Cardiopulmonary Effect of an
Intravenous Infusion of Quaifenesin, Ketamin and Xylazine in Dog. Am. J.
Vet. Res Vol. 46(9) : 1896-1898
Fossum, T.W. 2002. Small Animal Surgery. Ed 2. Mosby
Harvey, S.C. 1980. Hipnotics and sedatives in Goodman and Gilmans. The
farmacology basic of Therapheutic 6th ed. Publishing co. Ney York
Honamand A. Safavi. 2008. Comparison of prophylactic Use of Midazolam,
Ketamine and Ketamine plus Midazolam for Prevention of shivering
during regional Anesthesia:a randomized double-blind placebo controlled
trial. British Journal of Anesthesia Vol 101 : 557 - 62
Hickman, Jhpn. Dkk. 1995. An Atlas of Veterinary Surgery. University press
Cambridge: Great Britain
Hosgood, G dan Johnny D.H. 1998. Small Animal Paediatric Medicine and
Surgery. London: Reed Educational and Professional Publishing Ltd.
Ibrahim R. 2000. Pengantar Ilmu Bedah Veteriner. Edisi pertama, Syiah Kuala
Press : Banda Aceh
Muirll. W.W, Hubbell J.A.E, Skarda, R.T and Bednarski R.M . 2000. Handbook
of Veterinary Anesthesia.Ed 3. Mosby Inc. Missouri
Pearson.1973. The Complication Of Ovariohysterectomy In The Bitch. Jurnal
Small Animal Practise 14:257

Sardjana, I komang Wiarsa. 2011. Bedah veteriner. Unair Press : Surabaya

Saunders. 2003. Text Book Of Small Animal Surgery. The Curtis Center :
Philadelphia
Soegiri, Wulansari, Retno. 2007. Cara- cara mengekang Hewan. IPB Press :
Bogor
Slatter, DH. 2003. Textbook of Animal Surgery. WB Saunders : Philadelphia
Susilo. A. 2009. Manajemen dan Penelitian Kesehatan dengan Hewan
Coba.Warta UII : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai