BAGIAN ANESTESI
TADULAKO
REFLEKSI KASUS
“General Anestesi Pediatrik Pada Kasus Palatoschizis”
DISUSUN OLEH :
HERDYANSYAH USMAN
N 111 18 016
PEMBIMBING :
dr. Imtihana Amri, Sp.An., M.Kes.
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................... i
Daftar Isi........................................................................................................
ii BAB I Pendahuluan.....................................................................................
1
BAB II Tinjauan Pustaka.............................................................................. 2
2.1 Definisi dan Batasan........................................................................ 2
2.2 Perubahan pada Pasien Pediatrik..................................................... 2
2.2.1 Sistem Respirasi ..................................................................... 2
2.2.2 Sistem Sirkulasi ...................................................................... 4
2.2.3 Sistem Ekskresi dan Elektrolit................................................ 6
2.2.4 Sistem Saraf............................................................................ 6
2.2.5 Fungsi Hati ............................................................................. 7
2.2.6 Regulasi Suhu......................................................................... 7
2.2.7 Respon Psikologis................................................................... 8
2.2.8 Respon Farmakologi............................................................... 9
2.3 Tatalaksana Anestesi pada Pasien Pediatrik.................................... 9
2.3.1 Evaluasi dan Persiapan pra Anestesi ...................................... 9
2.3.2 Induksi Pada Pasien Pediatrik................................................. 12
2.3.3 Intubasi pada Pasien Pediatrik................................................ 13
2.3.4 Pemeliharaan Anestesi pada Pasien Pediatrik ........................ 14
2.3.5 Pengakhiran Anestesi pada Pasien Pediatrik .......................... 15
2.3.6 Komplikasi Anestesi pada Pasien Pediatrik ........................... 16
2.3.7 Pasca Anestesi pada Pasien Pediatrik..................................... 16
BAB III Laporan Kasus ..................................................................................... 21
BAB IV Pembahasan …..................................................................................... 25
BAB V Penutup ……..…................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Palatoskisis
Palatoskisis adalah celah palatum. Nyata sekali berhubungan erat secara
embriologis, fungsional, dan genetik. Celah palatum muncul akibat terjadinya
kegagalan dalam mendekatkan atau memfusikan lempeng palatum.9
Klasifikasi celah bibir dan celah langit-langit
Klasifikasi yang diusulkan oleh Veau dibagi dalam 4 golongan yaitu :
Golongan I : Celah pada langit-langit lunak (gambar 1).
Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras dibelakang foramen
incisivum (gambar 2).
Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang
alveolar dan bibir pada satu sisi (gambar 3).
Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar
dan bibir pada dua sisi (gambar 4).9
Gejala Klinis
Celah palate murni terjadi pada linea mediana dan dapat melibatkan hanya uvula
saja atau dapat meluas kedalam atau melalui palatum molle dan palatum durum
sampai keforamen insisivus. Apabila celah palatum ini bersamaan dengan calah bibir
(sumbing), cacat ini dapat melibatkan linea mediana palatum molle dan meluas
3
sampai ke palatum durum pada satu atau kedua sisi, memaparkan satu atau kedua
rongga hidung sebagai celah palatum unilateral atau bilateral. 9
Secara anatomi jalur nafas neonatus dan bayi lebih rentan tersumbat
daripada orang dewasa.3,4 Diameter dari lubang hidung, orofaring, dan trakea
relatif lebih kecil pada anak-anak daripada orang dewasa. Diameter tersempit
terdapat didaerah cricoid, berbeda dengan orang dewasa dimana tersempit
pada daerah epiglottis. Perbedaan ini membuat pernfasan lebih mudah tersumbat
oleh edema mukosa yang dapat disebabkan oleh inflamasi ataupun iritasi dan
dapat bersifat fatal.4,5 Produksi mukosa pada neonatus dan bayi juga lebih banyak
daripada orang dewasa, sehingga membuat jalur pernafasan lebih mudah
tersumbat.5 Lidah pada neonatus dan bayi juga relatif lebih besar dan cenderung
jatuh saat dalam pengaruh anestesi. Pada neonatus dan bayi ukuran epiglottis lebih
besar, berbentuk U, dan lebih terkulai.3,4 Hal ini membuat terkadang
pengangkatan epiglottis diperlukan untuk visualisasi pada proses intubasi.
Ukuran tonsil dan adenoid juga harus diperhatikan karena dapat mempersulit
proses intubasi. Karakteristik anatomis neonatus membuat neonatus hanya dapat
bernafas melalui hidung sampai berumur
5 bulan, sehingga pemasangan pipa naso-gastrik dapat membahayakan
pernafasan.5
Hampir sama dengan neonatus dan bayi, pada kelompok anak-anak
juga mempunyai lidah yang lebih besar, laring yang letaknya lebih anterior,
epiglottis yang lebih panjang, serta leher dan trakea yang lebih pendek
daripada dewasa membuat membuat seorang anestesi lebih berhati-hati.6
pipa lambung.Pada neonatus juga ditemukan pola nafas periodik dimana ada
- periode dimana nafas berhenti sebentar selama kurang dari 10 detik.5 Hal ini
harus dibedakan dengan apneu, dimana apneu berhubungan dengan desaturasi
dan bradikardi. Pada anak yang lebih besar, pola pernafasan sudah hampir sama
dengan orang dewasa namum frekuensi lebih cepat karena berhubungna
dengan tingkat metabolism yang lebih tinggi daripada orang dewasa (Tabel 1).
Karena pada posisi terlentang dinding abdomen cenderung mendorong
diafragma ke atas serta adanya keterbatasan pengembangan paru akibat sedikitnya
elemen elastis paru atau surfaktan, maka akan menurunkan FRC (Functional
Residual Capacity) sementara volume tidalnya relatif tetap (7 mL/kgBB). 3,4 Untuk
meningkatkan ventilasi alveolar dicapai dengan cara menaikkan frekuensi
nafas (40-60 kali/menit), karena itu neonatus mudah sekali gagal nafas.6
Peningkatan frekuensi nafas juga dapat akibat dari tingkat metabolisme pada
neonatus yang relative tinggi, sehingga kebutuhan oksigen juga tinggi, dua kali
dari kebutuhan orang dewasa dan ventilasi alveolar pun relative lebih besar dari
dewasa hingga dua kalinya.4,5 Tingginya konsumsi oksigen dapat menerangkan
mengapa desaturasi O2 dari Hb terjadi lebih mudah atau cepat, terlebih pada
neonatus prematur, karena adanya stress dingin maupun sumbatan jalan nafas.6
Estimasi volume darah pada neonatus dan bayi adalah sekitar 85 mL/kg
dan lebih tinggi pada bayi prematur (95 mL/kg) dengan nilai hematokrit neonatus
dan bayi berisar antara 45-65 %. Komposisi cairan pada neonatus dan bayi adalah
75-
80% dari berat badan dimana sebanyak 30% berada di ekstraselular, 40% di
intraselular, dan sekitar 5% di plasma. Semakin bertambah umur, komposisi
semakin menyerupai orang dewasa dimana komposisi cairan sekitar 60% dari
4,5,6
berat badan. Hemoglobin yang terdapat pada bayi terlebih neonatus
kebanyakan adalah hemoglobin fetal (HbF) yang mempunyai afinitas oksigen yang
lebih tinggi daripada hemoglobin dewasa (HbA). Hal ini membuat oksigen lebih
susah untuk
8
ditransfer ke jaringan dalam tubuh.4 Seiring berjalannya waktu, jumlah HbF akan
berkurang dan HbA akan meningkat dimana kadar hemoglobin terendah pada saat
usia 3 bulan dan HbA menggantikan HbF seluruhnya pada usia sekitar 6 bulan.4,5
Pada neonatus dan bayi reaksi pembuluh darah masih sangat kurang,
sehingga keadaan kehilangan darah, dehidrasi dan kelebihan volume juga sangat
kurang ditoleransi.6 Manajemen cairan pada neonatus dan bayi harus
dilakukan dengan cermat dan teliti. Tekanan sistolik merupakan indikator yang
baik untuk menilai sirkulasi volume darah dan dipergunakan sebagai parameter
yang adekuat terhadap penggantian volume.5 Autoregulasi aliran darah otak pada
bayi baru lahir tetap terpelihara normal pada tekanan sistemik antara 60-130
mmHg. Frekuensi nadi neonatus dan bayi antara 80-160 dengan rata-rata 120
kali/menit dengan tekanan darah sekitar 80/60 mmHg. 4,5 Sedangkan tekanan darah
dan frekuensi nadi pada anak-anak bervariasi menurut umur dan semakin lama
semakin sama dengan orang dewasa seiring dengan bertambahya usia (Tabel 1).
Tabel 1. Parameter Tanda Vital pada Pasien Pediatrik5
Frekuensi Napas Frekuensi Jantung
Tekanan Darah (mmHg)
(kali/menit) (kali/menit)
Umur Sistol Diastol
Myelinisasi pada neonatus belum sempurna dan akan matang dan lengkap
pada usia 3-4 tahun. Jadi saat neonatus, otak sangat sensitive terhadap keadaan-
keadaan hipoksia. Perkembangan yang belum sempurna pada neuromuscular
junction dapat mengakibatkan kenaikan sensitifitas dan lama kerja dari obat
pelumpuh otot non depolarizing.6
Syaraf simpatis belum berkembang dengan baik sehingga aktivitas
parasimpatis lebih dominan, yang mengakibatkan kecenderungan terjadinya
refleks vagal (mengakibatkan bradikardia; nadi <110 kali/menit) terutama pada
saat bayi dalam keadaan hipoksia maupun bila ada stimulasi daerah nasofaring. 4,5
Sirkulasi
bayi baru lahir stabil setelah berusia 24-48 jam. Belum sempurnanya mielinisasi
dan kenaikan permeabilitas blood brain barrier akan menyebabkan akumulasi
obat- obatan seperti barbiturat dan narkotik, dimana mengakibatkan aksi yang
lama dan depresi pada periode pasca anestesi. Sisa dari blok obat
relaksasi otot dikombinasikan dengan zat anestesi intravena dapat menyebabkan
kelelahan otot- otot pernafasan, depresi pernafasan dan apnoe pada periode pasca
anestesi.6
Setiap keadaan bradikardia harus dianggap berada dalam keadaan hipoksia
dan harus cepat diberikan oksigenasi. Kalau pemberian oksigen tidak
menolong baru dipertimbangkan pemberian sulfas atropin.6
Fungsi hati belum matang pada bayi terlebih neonatus. 3,4 Fungsi
detoksifikasi obat masih rendah dan metabolisme karbohidrat yang rendah
pula yang dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia dan asidosis
metabolik.6
Cadangan glikogen hati sangat rendah. Kadar gula normal pada bayi baru
lahir adalah 50-60%. Hipoglikemia pada bayi (dibawah 30 mg/dL) sukar
diketahui tanda-tanda klinisnya, dan diketahui bila ada serangan apnoe atau terjadi
kejang. Sintesis vitamin K juga belum sempurna. Pada pemberian cairan
rumatan dibutuhkan konsentrasi dextrose lebih tinggi (10%).3,6
• Infus
Infus dipasang untuk memenuhi kebutuhan cairan karena puasa,
mengganti cairan yang hilang akibat trauma bedah, akibat perdarahan, dll.
Cairan pemeliharaan/pengganti karena puasa diberikan dalam waktu 3 jam,
jam I 50% dan jam II, III maing-masing 25%. Kecukupan hidrasi
dapat dipantau melalui produksi urin (> 0,5ml/kgBB/jam). 1,3,7
Untuk pemeliharaan digunakan preparat D5% dalam NaCl 0,225% untuk
anak < 2 tahun dan preparat D5% dalam NaCl 0,45 % untuk anak > 2
tahun.1
Cara induksi pada pasien pediatrik tergantung pada umur, status fisik, dan
tipe operasi yang akan dilakukan. Ahli anestesi tentu memiliki cara dan
taktik tersendiri dalam menginduksi pasien pediatrik dan harus memiliki informasi
yang adekuat dari pasien yang akan diinduksi, minimal umur dan berat badan
pasien, jenis pembedahan, apakah emergensi atau elektif, status fisik
dan mental (kooperatif/tidak) pasien. Hal ini dilakukan untuk persiapan
keperluan-keperluan seperti pipa ETT, pemanjangan anestesi, manajemen nyeri
post operatif, ventilasi, dan perawatan intensif yang memadai.3,4,5
Induksi anestesia pada bayi dan anak sebaiknya ada yang membantu.
Induksi diusahakan agar berjalan mulus dengan trauma yang sekecil
mungkin. Induksi dapat dikerjakan secara inhalasi atau seintravena.3
• Induksi inhalasi.
Dikerjakan pada bayi dan anak yang sulit dicari venanya atau pada yang
takut disuntik. Diberikan halotan dengan oksigen atau campuran N 2O
dalam oksigen 50%. Konsentrasi halotan mula-mula rendah 0,5 vol%
kemudian dinaikkan setiap beberapa kali bernafas 0,5 vol % sampai tidur.
Sungkup muka mula-mula jaraknya beberapa sentimeter dari mulut dan
hidung, kalau sudah tidur barn dirapatkan ke muka penderita.3,4
• Induksi intravena.
Dikerjakan pada anak yang tidak takut pada suntikan atau
pada mereka yang sudah terpasang infus. Induksi dapat dilakukan
dengan menggunakan propofol 2-3 mg/kg diikuti dengan pemberian
pelumpuh otot non depolarizing seperti atrakurium 0,3 -0,6 mg/kg. 3,4
Seringkali pada praktik pediatri, intubasi bisa dilakukan dengan
kombinasi propofol, lidokain, dan opiate dengan atau tanpa agen
inhalasi sehingga tidak diperlukan pelumpuh otot. Pelumpuh otot juga
tidak diperlukan saat pemasangan LMA.3
3.2 Anamnesis
Dilakukan anamnesis secara heteroanamnesis (ibu dan ayah pasien)
Keluhan utama:
Langit-langit tidak mulut menyatu
120
115
110
Column3
105
100
95
9 9.15 9.3 9.45 10 10.15 10.3
Gambar. Diagram Observasi Heart Rate
Balance Cairan
Waktu Input Output
Urin : 100 cc
Pre operasi RL : 150 cc
Puasa : 400 cc/8 jam
Urin : 50 cc
Durante Perdarahan : 30 cc = 90 cc*
RL : 500cc
operasi Operatif : 2 x 15 = 30 cc/jam
Maintenance : 65 cc/jam
Total 650 cc 735 cc
Balance cairan: input – output = 650 – 735 cc = - 85 cc
`
3.6 Resume
Seorang anak laki-laki berumur 4 tahun datang diantar oleh orangtuanya
dengan rujukan dari RSUD Anuntaloko Parigi dengan diagnosis Palatoskisis. Pasien
datang dengan keluhan “Cleft Palatum” disertai dengan distartria. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan leukosit 11.490/mm3
Pasien akhirnya menjalani operasi palatoskisis pada tanggal 16 Mei 2019
dengan anestesi umum menggunakan obat premedikasi dan medikasi, dan menjalani
operasi selama 1 jam 15 menit
BAB IV
PEMBAHASAN
b. Durante Operasi
Pasien dilakukan operasi selama 1 jam 15 menit. Maka Maintenancenya
adalah 65 cc/1 jam 15 menit. Didapatkan dari :
10kg x 4cc= 40cc
5 kg x 2cc = 10 cc
= 50 cc/jam
= 50cc/jam = 65 cc/1 jam 15 menit
Untuk Replacement, yaitu cairan yang mengalami translokasi selama
pembedahan operasi bedah kecil (2cc), jadi:
2ccxBBx1,5jam
2ccx15x1 jam= 30 cc.
Dan EBV (Estimate Blood Volume) adalah 85 x BB 85 x 15 kg =
1275 cc. kemudian perdarahan pada pasien ini sebanyak 30 cc.
Jadi untuk mencari EBL ( Estimate Blood Lose) adalah perdarahan/ EBV
x 100% 30/1275 x 100% = 2,4%. Presentase EBL < 10% menggambarkan
bahwa pasien tidak pelu dilakukan transfuse darah.
Kebutuhan cairan karena perdarahan, dapat diganti dengan cairan
kristaloid 2-3 x EBL 2-3 x 30cc = 60-90 cc.
Pada kasus ini, pasien mengalami kehilangan cairan akibat puasa selama 8 jam
sebanyak 400 cc ditambah output (urin) sebanyak 100 cc. Total cairan yang harus
diganti selama pre op sebanyak 500 cc, sedangkan cairan yang didapatkan pasien
sebanyak 150 cc. Sehingga cairan yang masih perlu diganti yaitu sebanyak 350 cc.
Selama durante operasi, cairan maintenance untuk pasien ini yaitu sebanyak
65 cc. Sedangkan untuk cairan replacement (dengan operasi bedah kecil selama 1
jam 15 menit) dibutuhkan cairan sebanyak 30 cc. Adanya urin sebanyak 50 cc .
Adanya perdarahan yang terjadi yaitu sebanyak 30 cc. Maka total cairan yang harus
didapatkan pasien ini yaitu 500 cc + 65 cc + 50 cc + 30 cc + 90 cc = 735 cc.
Sedangkan cairan yang diperoleh sebanyak 650 cc. Sehingga kekurangan cairan
durante operasi yaitu 85 cc.
Total kekurangan cairan yang harus diganti selama pre op dan durante op yaitu
sebanyak 83 cc. Sehingga kekurangan cairan harus digantikan dengan pemberian
terapi cairan pada jam berikut post operasi.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
a. Klasifikasi status penderita digolongkan dalam PS ASA 2 karena merupakan
pasien pediatrik berumur 2 tahun dengan gangguan sistemik ringan, dimana
adanya labiopalataskisis didapatkan juga adanya leukositosis (11.490/mm3)
b. Pada kasus ini dipilih anestesi umum berdasarkan atas indikasi anestesi umum
itu sendiri yaitu, pasien merupakan pasien pediatric.
c. Pada kasus ini dilakukan premedikasi, dimana premedikasi berguna untuk
meredakan hiperaktivitas, kecemasan dan ketakutan pada pasien itu sendiri
serta memperlancar induksi anestesi.
d. Pada realita kebutuhan cairan yang diberikan selama operasi kurang yaitu –83
cc.
5.2 Saran
Pada kebutuhan cairan yang diberikan selama operasi agar lebih harus
diperhatikan saat melakukan observasi agar pasien tidak terjadi kekurangan cairan
agar mencegah terjadinya dehidrasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gde Mangku, Tjokorda Gde Agung Senapthi. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan
4. John Butterworth, David Mackey, dan Wasnick. Pediatric Anesthesia dalam Morgan &
28 Juli 2016.