Diajukan kepada :
dr. Rochmawati Istutiningrum, Sp.Rad
Disusun oleh :
Nida Fakhriyyah Rahmah 1810221031
Yovita Widawati 1810221035
PRESENTASI KASUS
Disusun oleh :
Nida Fakhriyyah Rahmah 1810221031
Yovita Widawati 1810221035
Mengetahui,
Pembimbing
I. Latar Belakang
Di Amerika Serikat kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan
mencapai 500 000 kasus Dan jumlah di atas , 10% penderita meninggal sebelum
tiba di rumah sakit . Yang sampai di rumah sakit , maka 80% dikelompokkan
sebagai cedera kepala ringan , 10% termasuk cedera kepala sedang dan 10% nya
sisanya adalah cedera kepala berat (ATLS, 2015).
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara
langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan
fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau
permanent (PERDOSSI, 2007). Menurut Brain Injury Assosiation of America,
cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital
ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Snell, 2006).
Cidera Otak Primer adalah cidera otak yang terjadi segera cidera kepala baik
akibat impact injury maupun akibat gaya akselerasi-deselerasi (cidera otak primer
ini dapat berlanjut menjadi cidera otak sekunder) jika cidera primer tidak mendapat
penanganan yang baik, maka cidera primer dapat menjadi cidera sekunder (Bajamal
A.H, Darmadipura : 1993). Yang termasuk cedera otak primer meliputi : Laserasi
kulit kepala, fraktur tulang tengkorak (fraktur basis Cranii), Komusio (Gegar otak),
Kontusio (Memar otak), Hematoma epidural, Hematoma subdural, Hematoma
intraserebral, Hemoragi subaraknoid traumatic, Cedera aksonal difus dan Cedera
serebrovaskular. Sedangkan yang tergolong cedera otak seunder adalah Edema
serebral , Iskemia, sindroma herniasi, koma dan Kondisi vegetative persisten,
Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan mempertahankan tekanan darah
yang cukup untuk perfusi otak dan menghindarkan terjadinya cedera otak sekunder.
Cedera otak juga diklasifikasikan menjadi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS
(Glasgow Coma Scale) yaitu: COR (Cedera Otak Ringan GCS > 13), COS (Cedera
Otak Sedang GCS 9-13) dan COB (Cedera Otak Berat GCS 3-8).
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Usia : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
No. Foto : 18-27562
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran post kecelakaan lalu lintas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien baru rujukan dari RS Ajibarang dengan Cedera otak berat.
Pasien ditemukan tergeletak di jalan 6 jam yang lalu (sekitar pukul
8malam). Pasien sebelumnya diketahui sedang mengendarai sepeda motor.
Tidak ada yg tahu mekanisme trauma, pasien muntah, riwayat kejang
disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Alergi : (-)
- Riwayat Trauma : (-)
- Riwayat Hipertens i : (-)
- Riwayat DM : (-)
- Riwayat Penyakit Ginjal : (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. KU/Kesadaran : Tampak lemah / E3V(terpasang gudel)M4
2. Tanda-Tanda Vital:
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 74x/menit (kuat angkat, reguler)
Suhu : 36,3 °C
3. Survei Primer
- A : clear (+), gurgling (-), snoring (-), neck collar (+), goedel (-), ngt (+)
- B : Gerakan hemithorax dextra dan sinistra simetris, krepitasi (-/-), sonor
pada kedua lapang paru, SD vesikuler +/+ rbk -/- rbh -/- whz -/-
- C : akral hangat (+) sianosis (-)
- D : KU/KES lemah,
- GCS E1V1M4=6
- pupil 3mm/3mm, RC +/+, rhinoragi (-/-), bloody otorhea (-/-)
4. Secondary Survey
- hematom palpebra dextra
- multiple vulnus ekskoriatum regio cubiti, antebrachii, genu, bahu
5. Status Generalis
- Kepala : mesocephal
- Mata : CA -/-, RC -/-, ukuran 3mm/3mm, hematom periorbita (-/-),
hematom palpebra +/-
- Hidung : NCH -/-, rhinoragi (-/-)
- Mulut : sianosis (-)
- Telinga : discharge -/-, bloody othorea (-/-)
- Leher : kaku kuduk (-) collar neck (+)
- Thorax : simetris (+), retraksi (-), jejas (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-)
- Pulmo : SD Ves (+/+), Stridor (-/-) RBK -/-RBH -/- wheezing -/-
- Cor : S1>S2 murmur - gallop -
- Abdomen : datar, nyeri tekan (-), BU (+) normal.
- Ekstremitas atas : edema -/- akral hangat +/+ fraktur -/-
- Ekstremitas bawah : edema -/-, akral hangat +/+ fraktur -/-
6. Status Vegetatif
BAB (-)
BAK (+) DC
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM RS AJIBARANG 9/9/2018
- Hemoglobin : 14.5
- Leukosit : 11020
- Hematokrit : 43
- Eritrosit : 5,2
- Trombosit : 248.000
- GDS : 107
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. RO Cranium RS Ajibarang 09/09/2018
5. DIAGNOSIS KERJA:
Cedera Otak Berat dengan Epidural Hemorrhage, Intracranial Hemorrhage dan
Subarachnoid Hemorrhage
III.2.4 Etiologi
Fraktur tengkorak dari trauma tumpul menyebabkan laserasi pembuluh
arteri, paling sering arteri meningea media. Fraktur terjadi paling sering di daerah
tulang temporal. Berbeda dengan subdural hematoma, kekuatan untuk terjadinya
hematoma epidural biasanya lebih besar.
III.2.5 Patofisiologi
Hematoma epidural biasanya hasil dari benturan singkat ke calvaria yang
menyebabkan pemisahan dura periostea dari tulang dan gangguan dari sela-sela
pembuluh karena tekanan geser. Fraktur tengkorak terjadi pada 85-95% kasus
dewasa, tetapi jarang pada anak-anak. Struktur arteri atau vena dapat terganggu,
menyebabkan ekspansi hematoma yang cepat.
Daerah meningea media dan temporoparietal paling sering terlibat (66%),
meskipun arteri ethmoidalis anterior mungkin terlibat pada cedera frontal, sinus
transversal atau sigmoid pada cedera oksipital, dan sinus sagittal superior dalam
trauma vertex. Bilateral hematoma epidural terjadi 2-10% dari semua hematoma
epidural akut pada orang dewasa tetapi sangat jarang pada anak-anak. Hematoma
fossa epidural posterior mewakili 5% dari semua kasus hematom epidural.
Hematoma epidural spinal bisa spontan atau bisa terjadi trauma minor,
seperti pungsi lumbal atau anestesi epidural. Spontaneous epidural hematoma
spinal dapat dikaitkan dengan antikoagulasi, trombolisis, diskrasia darah,
koagulopati, trombositopenia, neoplasma, atau malformasi vaskular. Pleksus vena
peridural biasanya terlibat, meskipun sumber perdarahan juga terjadi. Aspek dorsal
daerah toraks atau lumbar paling sering terjadi, dengan ekspansi terbatas pada
beberapa tingkat vertebral.
III.2.7 Tatalaksana
Hematoma epidural merupakan keadaan emergensi di bidang bedah saraf.
Hematoma epidural dengan volume lebih dari 30 cm3, aau terdapat midline shift
pada CT scan > 0,5 cm merupakan indikasi dilakukannya terapi pembedahan.
Evakuasi harus dilakukan secepatnya pada pasien hematoma epidural akut dengan
GCS < 9 dengan pupil anisokor.
III.2.8 Prognosis
5%-10% angka mortalitas jika di tatalaksana dalam beberapa jam pertama.
Mortalitas sebagian besar disebabkan oleh peningkatan tekanan intracranial dan
herniasi.
III.3 Perdarahan Intraserbral
III.3.1 Pengertian Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral disebabkan oleh jejas terhadap arteri atau vena yang ada
di parenkim otak. Region frontal dan temporal merupakan daerah yang paling
sering terkena. Kontusio intraserebral juga dapat terjadi karena trauma melalui jejas
coup atau countercoup.
III.3.2 Epidemiologi
Di USA, angka kejadian perdarahan intraserebral mencapai 12-15 per
100.000 individu pertahunnya, termasuk didalamnya terdapat 350 perdarahan
hipertensi per 100.000 pada individu usia lanjut. Kejadian keseluruhan perdarahan
intraserebral menurun sejak tahun 1950.
Pada Negara Asia kejadian perdaraan intraserebral lebih tinggi
dibandingkan Negara bagian yang lain di dunia. Insiden perdarahan intraserebral
meningkat pada usia > 55 tahun dan meningkat sampai usia 80 tahun.
III.3.3 Etiologi
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Narayan, dkk, faktor etiologi yang
paling umum adalah hipertensi, diikuti oleh diatesis perdarahan, trombolisis pada
infark miokard, dan thrombosis vena kortikal. Lokasi hematoma yang paling sering
adalah ganglia basal, thalamus, kapsul internal, dan parenkim cerebral.
III.3.4 Patofisiologi
Perdarahan intraserebral nontraumatik paling sering terjadi akibat
kerusakan pada pembuluh darah akibat hipertensi, tetapi juga bisa disebabkan oleh
disfungsi autoregulasi dengan aliran darah yang berlebihan (contoh: cedera
reperfusi), rupture aneurisma atau malformasi arteriovenosa (AVM), arteriopati,
perubahan hemostasis, nekrosis hemoragik (tumor, infeksi), atau obstruksi aliran
vena (thrombosis vena serebral).
Trauma penetrasi dan nonpenetrasi pada tulang tengkorak merupakan
penyebab uum terjadinya perdarahan intraserebral. Pasien yang mengalami trauma
kepala tumpul dan mendapatkan warfarin atau clopidogrel dianggap beresiko tinggi
mengalami perdarahan intrakranial traumatik.
Hipertensi kronik menghasilkan vaskulopati pembuluh darah kecil yang
ditandai dengan liphohyalinosis, nekrosis fibrinoid, dan perkembangan aneurisma
Charcot-Bouchard, yang memoengarhi penetrasi ke arteri di seluruh otak termasuk
lentikulostriates, thalamoperforator, cabang paramedian pada arteri basiler, arteri
serebral superior, dan arteri serebral anterior inferior.
Lokasi predileksi untuk perdarahan intraserebral yaitu ganglia basalis (40-
50%), daerah lobar (20-50%), thalamus (10-15%), pons (5-12%), cerebellum (5-
10%), dan regio batang otak lainnya (1-5%).
III.3.5 Tatalaksana
Indikasi pembedahan :
a. Pasien dengan GCS 6-8 dengan perdarahan parenkim otak pada daerah
frontal atau temporal dengan volume perdarahan > 20 cc, dengan
pergeseran struktur midline ≥ 5 mm dan atau kompresi pada sisterna.
b. Perdarahan parenkim otak dengan volume perdarahan > 50 cc
c. Pasien dengan perdarahan parenkim otak dan tanda-tanda deteriorasi
neurologis yang progresif sesuai dengan lesi, hipertensi intrakranial yang
refrakter dengan medikamentosa, atau didapatkan tanda-tanda efek massa
pada CT scan.
Waktu dan Metode :
Kraniotomy dan evakuasi lesi massa direkomendasikan pada pasien dengan
lesi fokal dan dengan indikasi pembedahan di atas. Kraniektomy dekompresi
bifrontal dalam 48 jam sejak trauma merupakan pilihan penanganan untuk pasien
dengan cerebral edema diffusa dan hipertensi intrakranial membandel dengan
pengobatan. Prosedur dekompresi termasuk dekompresi subtemporal, lobektomi
temporal dan kraniektomy dekompresi hemisfer, merupakan pilihan penanganan
untuk pasien dengan hipertensi intrakranial yang membandel dan trauma
parenkimal diffusa dengan klinis dan radiologis adanya impending herniasi
transtentorial.
DAFTAR PUSTAKA