Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Biologi Indonesia 4(5):279-287 (2008)

Geologi Batuan Dasar Gunung Ciremai Jawa barat

Hanang Samodra

Pusat Survei Geologi, Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral Jl.
Diponegoro 57, Bandung 40122

ABSTRACT

The Stone Geology Structure of Ciremai Mountain West Jawa. A Middle to Late
Miocene rocks association around the Ceremai Volcano, namely the Cinambo, Cantayan
and Bantarujeg Formations is a deep marine sediment that physiographically belongs to
the Bogor Zone. As a submarine fan system, this turbidite sediment has already prograded
to the north. The provenance of sediments is a landmass that occupied the southern part
of the deep basin. Shallowing of the basin during Late Tertiary is roled by Pliocene
claystone forming of the Subang, Kaliwangu and Citalang Formations. The claystone
was deposited in a middle neritic to fluviatile environment. During the early Quaternary
time the deep basin has totally become a landmass and the building of Ceremai Volcano
was started. The difference kind of rocks will influence chemical composition of soil,
and the diversity of vegetation is possibly implied by this phenomenon.

Key words: stone. structure, geology, ciremai

PENDAHULUAN di luar jalur gunungapi aktif yang


membentuk deretan di sepanjang bagian
Pengertian batuan dasar pada tulisan tengah pulau. Jika dilihat dari posisi letak
ini adalah batuan yang tersingkap di G. Ceremai yang masih aktif sering
sekitar tubuh gunungapi dan bertindak disebut sebagai gunungapi terisolir.
sebagai alas dari aneka jenis batuan yang Secara petrologi dan geokimia, jalur
dihasilkan oleh gunungapi tersebut. gunungapi aktif tipe strato di P. Jawa
Sentuhan stratigrafi antara batuan dasar menghasilkan andesit piroksin dan basal
dengan batuan gunungapi dapat terjadi alumina tinggi (Neumann 1951; Nicholls
secara selaras atau tidak selaras. & Whitford 1976; Whitford 1975).
Sentuhan dinamakan selaras jika umur Dibandingkan dengan jalur sejenis di
relatif antara batuan dasar dan batuan Sumatera, dasit atau batuan silika tidak
gunungapi menerus. Sedang jika di dijumpai di Jawa.
antaranya terdapat rumpang waktu maka Gunungapi aktif berjenis strato ini
sentuhannya dinamakan tidak selaras. terletak di 6055’S LS dan 108025’ BT,
Pada peta distribusi gunungapi dengan puncaknya yang berada di
Kuarter di P. Jawa, G. Ceremai terdapat ketinggian 3.080 m dpl. Batuan yang

279
Hanang Samodra

dihasilkan oleh letusan gunungapi ini dijumpai batupasir tufan berlapis tebal.
dikelompokkan menjadi batuan gunungapi Batuan gunungapi hasil letusan G.
Kuarter Tua dan batuan gunungapi Kuarter Ceremai yang bersifat eksplosif (breksi
Muda (Djuri 1973; Silitonga & Masria gunungapi) dan effusif (lava) sejak
1978). Selanjutnya yang dimaksud dengan permulaan Zaman Kuarter menindih
Kuarter Tua adalah Plistosen (1,2 juta tahun satuan batuan yang lebih tua (batuan dasar),
lalu), sedang Kuarter Muda adalah Holosen baik secara selaras maupun tidak-selaras.
(dimulai sejak 11 ribu tahun lalu hingga Kelompok batuan dasar G. Ceremai
sekarang). berumur Miosen Tengah hingga Plistosen.
Secara litologi, himpunan batuan
gunungapi Ceremai Tua terdiri dari lahar, BAHAN DAN CARA KERJA
batupasir tufan dan breksi gunungapi. Di
selatan Kuningan endapannya membentuk Pengkajian geologi batuan-dasar yang
morfologi yang lebih menonjol dan terkikis mengalasi G. Ceremai menggunakan
lebih kuat dibanding bentang alam yang berbagai aspek. Dari aspek stratigrafi,
disusun oleh batuan gunungapi muda. Di batuan-dasar itu dikaji mengikuti alur
lapangan untuk mengenalnya dapat dilihat kajian Koolhoven (1936); Bemmelen
sifat bongkahan andesit dan basal yang (1949), Marks (1957), Djuri (1973), Soejo-
terdapat pada lapisan tanah berwarna no (1984) dan Djuhaeni & Martodjojo
kuning kecoklatan. Sebagian bongkahan (1989).
batuan beku itu merupakan komponen dari Oleh karena hasil kajian tersebut
endapan lahar tua dan breksi gunungapi, masing-masing peneliti memberi nama
sebagian lainnya dijumpai sebagai penggalan satuan litostratigrafi batuan-dasar yang
lava. Aliran lava tua yang tersingkap di menjadi alas G. Ceremai secara berbeda-
sekitar Desa Tarikolot bersusunan andesit beda maka penataan nama satuan
horenblenda. Pengkekaran melembar berdasarkan Sandi Stratigrafi Indonesia
(sheeting-joints) menjadikan batuan ini mengikuti (Soejono 1973) yaitu seperti yang
mempunyai kenampakan melembar. dilakukan oleh Djuhaeni & Martodjojo
Penduduk setempat memanfaatkannya (1989).
menjadi batu-tempel untuk hiasan dinding.
Batuan gunungapi Ceremai Muda HASIL
terdiri dari lava dan breksi gunungapi.
Lavanya lebih cenderung bersifat andesit- Fisiografi
basalan, setempat menampakkan struktur Secara fisiografi, daerah singkapan
aliran. Breksi gunungapi disusun oleh batuan dasar G. Ceremai melalui
komponen andesit dan basal; di banyak pendekatan sejarah geologi termasuk dalam
tempat membentuk morfologi pebukitan zona Bogor (Bemmelen 1949; Soejono
rendah atau dataran menggelombang, 1984). Menurut Koesoemadinata &
dengan lapisan tanah hasil pelapukan Martodjojo (1974), zona ini merupakan
batuan yang cukup tebal berwarna kelabu, sebuah cekungan laut dalam, dan di
kuning, coklat dan kemerahan. Setempat dalammnya terendapkan seri sedimen

280
Geologi Batuan Dasar Gunung Ciremai Jawa barat

turbidit. Soejono (1984) menciri endapan ini mayeri, Gt. peripheroronda dan Gt.
sebagai sistem sedimen kipas laut dalam. linguensis. Kumpulan fosil tersebut
Di dalam model kipas laut dalam, menunjukkan umur Miosen Tengah (N9
penyebaran kipas ke arah lateral biasanya hingga N14). Batulempung yang terbentuk
terbatas. Dalam waktu yang sama dapat 17-10 juta tahun lalu itu terendapkan di laut
terbentuk lebih dari satu kipas laut dalam. dalam (zona batial), yaitu sebagaimana
Dikarenakan masing-masing kipas ditafsirkan dari kehadiran foraminifera
cenderung mempunyai ciri sendiri-sendiri bentos Eponides umbonatus, Gyrodina
maka perkembangan endapan batuan dapat soldani, Cyclamina canvcellata dan
diurut selama ruang dan waktu geologi Karreriella bradyi.
yang tersedia. Endapan batuan yang Tebal seluruh satuan tidak kurang dari
dimaksud adalah himpunan batuan yang 650 m. Banyaknya sisipan batupasir tufan
terkelompokkan sebagai formasi dengan pada runtunan batulempung bagian atas
umur, penyebaran dan batas satuan yang menunjukkan perubahannya secara
jelas sebagaimana diamanatkan oleh Sandi berangsur ke satuan batuan lainnya yang
Stratigrafi Indonesia. lebih muda, yaitu Formasi Cinambo.
Sebelumnya, Formasi Cisaar dinamakan
Stratigrafi Seri Cimanuk (Koolhoven 1936), Lower
Uraian mengenai pengelompokkan Pemali Beds (Bemmelen 1949), Pemali
satuan batuan yang tersingkap di sekitar Beds (Marks 1957), Anggota Atas Formasi
G. Ceremai diidentifikasi sebagai batuan- Cinambo (Djuri 1973), atau Formasi
dasar dari gunungapi aktif (Djuhaeni & Cinambo bagian bawah (Lempung Cisaar:
Martodjojo 1989). Soejono 1984).
Stratigrafi batuan-dasar yang
bertindak sebagai alas dari G. Ceremai, Formasi Cinambo
berturut-turut dari tua ke muda adalah: Satuan ini disusun oleh perselingan
monoton antara batulempung dan
Formasi Cisaar batupasir, yang berdasarkan tebal dan
Secara litologi runtunannya didominasi perbandingan pasir-lempung dibedakan
oleh batulempung gampingan yang menjadi bagian bawah, bagian tengah dan
mempunyai kenampakan menyerpih. bagian atas. Nama satuan yang pertama
Batulempung berwarna kehijauan hingga kali diusulkan oleh Djuri (1973) ini
kelabu ini banyak mengandung foraminifera selanjutnya diciri oleh Soejono (1984)
kecil. Setempat mengandung sisipan sebagai endapan turbidit. Tebal seluruh
batupasir gampingan. Sisipan batupasir tufan satuan berkisar antara 1.500-1.800 m.
lebh banyak berkembang pada runtunan Bagian bawah Formasi Cinambo me-
batu lempung bagian atas. rupakan perselingan antara batulempung
Bagian bawah runtunan batulempung gampingan dan batupasir tufan berbutir halus
mengandung Globorotalia lobata, Orbulina hingga sedang. Perlapisan yang umumnya
universa, Globorotalia siakensis; sementara baik mempunyai tebal antara 2-6 cm,
bagian atasnya kaya dengan Globorotalia dengan perbandingan pasir-lempung 1:1

281
Hanang Samodra

hingga 1:3. Pada runtunannya banyak soldanii, Ephonides umbonatus,


dijumpai struktur sedimen sekuen Bouma Uvigerina peregina dan Cibicides sp.
T.bc dan T.bcd. Tekstur batuan dan struktur sedimennya
Bagian tengah Formasi Cinambo menunjukkan bahwa Formasi Cinambo
disusun oleh perselingan batupasir tufan adalah endapan turbidit, yang terbentuk
dan batulempung, dengan tebal lapisan 10- pada sistem kipas laut dalam bagian bawah
75 cm dan perbandingan pasir-lempung 3:1 hingga tengah (lower-middle fan). Nama
hingga 5:1. Struktur sedimen yang umum satuan sebelumnya adalah Seri Cimanuk
dijumpai adalah T.abc sekuen Bouma dan (Koolhoven 1936), Upper Pemali Beds-
cetakan-suling. Struktur permukaan yang Halang Beds (Bemmelen 1949), atau
terkikis teramati di dasar lapisan batupasir Halang Beds (Marks 1957).
tebal.
Bagian atas Formasi Cinambo hampir Formasi Cantayan
mirip dengan bagian bawah, di mana Secara litologi satuan ini merupakan
batulempung gampingan yang berselingan runtunan tebal (675-750 m) breksi yang
dengan batupasir tufan berbutir sedang- berselingan dengan batupasir tufan dan
kasar mempunyai tebal antara 8-24 cm. batulempung gampingan menyerpih.
Perbandingan pasir-lempungnya sekitar Breksinya disusun oleh komponen andesit,
1:3. Semakin ke atas batulempung menjadi batupasir dan sedikit batugamping, dengan
lebih dominan, dan batupasir tufan hadir masadasar berupa batupasir kasar
sebagai sisipan. Struktur sedimennya (setempat gampingan). Perselingan breksi-
berupa T.ab, T.abc dan T.bc sekuen Bouma. batupasir tufan-batulempung semakin ke
Formasi Cinambo berumur Miosen atas berubah menjadi perselingan batupasir
Tengah-Akhir (sekitar 10-5 juta tahun), tufan dan batulempung, dan lebih ke atas
pada zona N14-N15. Kisaran umur relatif lagi didominasi oleh breksi. Runtunan
itu ditentukan berdasarkan kehadiran fora- paling atas disusun oleh breksi dan
minifera kecil seperti Globorotalia lingue- batupasir tufan. Himpunan batuan ini
nsis, Gt. mayeri, Gt. merotumida, menindih selaras Formasi Cinambo di
Sphaeroidinella subdehiscens, Globi- bawahnya.
gerinoides extremus dan Globigerina Formasi Cantayan, berdasarkan
nephentes. Foraminifera besar yang kelimpahan struktur sedimennya berupa
merupakan fosil runtungan (reworked- T.ab dan T.abc sekuen Bouma setempat
fossils), yang menunjukkan umur Te5 atau endapan saluran (channel) dan nendatan
N5 adalah Spiroclypeus orbitoides, (slump) diciri sebagai endapan turbidit yang
Miogypsina thecidaeformis, Lepido- terbentuk di sistem kipas laut dalam bagian
cyclina sumatrensis, L. verucosa dan atas (upper fan). Sedimen laut dalam ini
Cycloclypeus sp. juga dicirikan dari kumpulan foraminifera
Satuan batulempung batupasir ini bentos di dalam lapisan batuannya (Gyroi-
terbentuk di lingkungan laut dalam (zona dina soldanii, Cibicides sp., Karreriella
batial) karena dapat ditunjukkan dari bradyi dan Bullimina striata). Formasi ini
kehadiran foraminifera bentos Gyroidina berumur Miosen Akhir (zona N16-N17),

282
Geologi Batuan Dasar Gunung Ciremai Jawa barat

yaitu sebagaimana ditunjukkan oleh mida, Gt. mio-cenica menunjuk-kan


kumpulan foraminifera kecil Globigerina kisaran umur dari Miosen Akhir hingga
bulloides, Globorotalia margaritae, Gt. permulaan Pliosen (zona N18). Ciri
linguensis, Globorotalia cf plesiotumida darerah ini merupakan endapan laut dalam
dan Globorotalia cf dutertrei. (zona batial atas hingga neritik luar), yaitu
Nama sebelumnya adalah Seri sebagaimana ditunjukkan oleh kumpulan
Cimanuk (Koolhoven 1936), Breksi foraminifera bentos Robulus sp., Nonion
Kumbang (Bemmelen 1949) dan Kumbang pompiloides, Eponides umbonatus dan
Beds (Marks 1957). Di daerah Majalengka, Uvigerina peregrina. Sistem arus turbid
oleh Djuri (1973) dinamakan Anggota mengendapkan Formasi Bantarujeg pada
Bawah Formasi Halang, atau Anggota bagian paling atas dari kipas laut dalam.
Jatigede Formasi Cinambo (Soejono 1984). Formasi Bantarujeg sinonim dengan fasies
Nama Formasi Cantayan sendiri diusulkan selatan Cidadap Beds (Koolhoven 1936),
oleh Sudjatmiko (1972). Tapak Beds (Marks 1957), atau Anggota
Atas Formasi Halang (Djuri 1973).
Formasi Bantarujeg
Satuan ini terdiri dari perselingan Formasi Subang
batupasir dan batulempung gampingan Formasi Subang merupakan runtunan
menyerpih. Secara umum dapat dipisahkan tebal (487-650 m dpl) batulempung
antara bagian bawah dan bagian atas. gampingan berwarna kelabu atau
Sisipan batupasir konglomeratan dan kehijauan; setempat bersisipan batupasir
konglomerat menciri runtunan bagian tufan. Secara stratigrafi satuan ini menindih
bawah yang disusun oleh perselingan selaras Formasi Bantarujeg yang lebih tua
batupasir (tufan, gampingan) dan di bawahnya. Sentuhannya berupa bidang
batulempung (gampingan, menyerpih). tegas yang dibentuk oleh konglomerat dan
Struktur sedimen yang umum dijumpai batulempung.
adalah T.bc dan T.abc sekuen Bouma. Batulempung Formasi Subang
Lapisan konglomerat yang setempat mengandung Pulleniatina primalis,
mengandung fragmen koral dan moluska Globorotalia tumida, Gt. acostaensis,
berkembang sebagai endapan aliran butiran Globigerina reveroae dan Sphaeroi-
(debris flow deposits). dinella subdehiscens yang kumpulan-
Formasi Bantarujeg menindih selaras nya menunjukkan umur relatif Pliosen
Formasi Cantayan di bawahnya, yang (zona N19). Satuan terbentuk di lingkungan
sentuhannya ditandai dengan berakhirnya laut dangkal (neritik tengah-pinggir) karena
breksi yang digantikan oleh perselingan dapat ditunjukkan oleh kumpulan
batupasir dan batulempung. Tebal satuan Quinqueloculina sp., Rotalia becarii,
berkisar antara 700-750 m. Bolivina sp. dan Textularia sp.
Kumpulan foraminifera kecil plangton Formasi Subang identik dengan fasies
yang banyak dijumpai pada lapisan batu utara Cidadap Beds (Koolhoven 1936),
lempung seperti Globorotalia tu-mida, Gt. dan pertama kali diajukan oleh Sudjatmiko
plesiotumida, Globorotalia cf merotu- (1972).

283
Hanang Samodra

Formasi Kaliwangu Tengah-Pliosen) itu membentuk himpunan


Satuan ini disusun oleh batulempung antiklin dan sinklin dengan sumbunya yang
hijau yang banyak mengandung moluska, berarah hampir barat-timur. Pensesaran
bersisipan batupasir dan lignit setempat utara-selatan mengalihkan kedudukan
batupasir tufan. Sisipan batupasir sumbu-sumbu lipatan ke arah kiri (sinistral)
berstruktur perarian sejajar mengalami dan kanan (dekstral). Selain mempunyai
penebalan dan pengasaran ke atas; kondisi gerakan mendatar, sesar-sesar itu juga
ini di cirikan dari endapan gosong lepas- mempunyai komponen alihan ke arah tegak
pantai (offshore bar). sehingga diciri sebagai oblique faults.
Moluska pada satuan ini berling- Silitonga & Masria (1978) memetakan
kungan laut dangkal (zona neritik pinggir), daerah timur G. Ceremai menggambar-
dan oleh Soejono (1984) dan ditafsirkan kan batuan Miosen (Tengah) dan Pliosen
terbentuk di lingkungan peralihan (laguna). juga mengalami pelipatan arah barat-
Hubungan stratigrafi satuan ini dengan baratlaut-timurtenggara. Sedimen Miosen
Formasi Subang di bawahnya adalah Formasi Halang di daerah ini tersesarkan
selaras, dengan perubahannya yang terjadi naik di atas sedimen Pliosen Formasi
secara berangsur. Cijulang dan Formasi Kalibiuk. Sesar-naik
tersebut arahnya sejajar dengan sumbu
Formasi Citalang lipatan. Pada konglomerat Formasi Cijulang
Satuan ini merupakan endapan sungai dilaporkan adanya kepingan tulang
teranyam (braided stream deposits) di vertebrata.
lingkungan darat. Runtunannya terdiri dari
konglomerat dan batupasir tufan. Di daerah PEMBAHASAN
sebelah timur G. Ceremai (Lembar
Cirebon), Silitonga & Masria (1978) Sejarah geologi cekungan zona Bogor
menamakan himpunan batuan yang hampir di sekitar G. Ciremai
mirip dengan Formasi Citalang dengan Zona Bogor di sekitar G. Ceremai,
Formasi Gintung. Silitonga & Masria yang belasan juta tahun lalu merupakan
(1978) beragumentasi bahwa konglomerat cekungan laut dalam, pada saat ini berupa
Formasi Gintung setempat mengandung rangkaian pebukitan di sekitar Majalengka,
kayu terkersik dan kepingan fosil vertebrata yang litologinya disusun oleh batuan Miosen
Kuarter dan tebal Formasi Gintung sekitar Tengah-Miosen Akhir. Sebagaimana
90 m. didiskusikan sebelumnya, tekstur batuan
dan himpunan struktur sedimen pada
Struktur Geologi Formasi Cinambo, Formasi Cantayan dan
Pada peta geologi Lembar Ardjawina- Formasi Bantarujeg (Kelompok Cimanuk)
ngun yang disusun oleh Djuri (1973) tampak dan Djuhaeni & Martodjojo (1989)
adanya struktur lipatan yang berkembang mencirikan endapan turbidit yang terbentuk
pada Formasi Cinambo, Formasi Halang selama Negen. Endapan laut dalam yang
dan Formasi Citalang. Pola deformasi yang mengisi Cekungan Bogor itu membentuk
melibatkan batuan Neogen (Miosen sistem kipas bawah laut yang berprogradasi

284
Geologi Batuan Dasar Gunung Ciremai Jawa barat

(meluas) ke utara. Daratan yang terkikis bagian timur. Ke utara, memotong jurus
dan menjadi sumber dari sedimen turbidit busur gunungapi, unsur stronsiumnya
laut dalam itu berada di sebelah selatan cenderung lebih bersifat radioaktif.
cekungan. Meskipun belum dibuktikan, keadaan itu
Kehadiran batulempung Pliosen berkaitan dengan proses sejenis yang
Formasi Subang, Formasi Kaliwangu dan menghasilkan pertambahan unsur
Formasi Citalang yang terbentuk di laut potasium. Melalui sistem percelah-retakan
dangkal (zona neritik tengah) hingga darat kulibumi, magma yang membubung dari
(sungai) menunjukkan jika menjelang kedalaman memiliki kesempatan mencapai
akhir Zaman Tersier cekungan mengalami permukaan membentuk G. Ceremai.
pendangkalan. Pada permulaan Zaman
Kuarter seluruh cekungan berubah menjadi Implikasi aspek tipe tanah dan
daratan. vegetasi
Batuan gunungapi bersusunan basa di Tipe tanah pada tulisan ini diartikan
Jawa dapat digunakan sebagai petunjuk sebagai tanah hasil pelapukan batuan, yang
jika kerak benua asam di bawah jalur sebagian besar disebabkan oleh proses
gunungapi utama belum terbentuk. fisis. Batuan-dasar berumur Miosen
Keadaan itu cocok dengan hadirnya Tengah-Akhir yang secara stratigrafi
bancuh Kapur Akhir atau permulaan Tersier bertindak sebagai alas dari batuan
yang tersingkap di jalur magmatik (Hamilton gunungapi Kuarter merupakan himpunan
1978). Pada saat ini, pembubunan jalur batuan sedimen. Sedang batuan gunungapi
tunjaman dan magmatisma busur di Jawa Kuarter yang tersingkap di sekitar daerah
membentuk kerak benua yang tebal kajian adalah produk dari G. Ceremai. Dua
sehingga magma mempunyai kesempatan jenis himpunan batuan yang berbeda itu
menjadi lebih asam. Dugaan jika kerak di sudah tentu menghasilkan tipe tanah yang
Jawa Barat lebih tebal dan bersusunan lebih berbeda pula.
asam dibanding di Jawa Timur semata mata Dari ukuran butir, tipe tanah asal batuan
didasarkan pada susunan batuan pirokla- sedimen laut tidak berbeda secara signifikan
tiknya, yang di barat relatif lebih asam dan dengan tipe tanah asal batuan gunungapi
isotop stronsiumnya lebih banyak. yaitu berkisar antara kasar hingga halus.
Sifat keradioaktifan batuan gunungapi Tetapi dari sisi penyebaran, tipe tanah hasil
muda di jalur gunungapi kapur-alkali pelapukan batuan gunungapi (terutama
mengalami pengurangan mulai dari Jawa yang berbutir halus, seperti abu gunungapi)
Barat hingga Bali (Whitford 1975). Di relatif lebih luas. Demikian pula dengan
barat, perbandingan Sr87/Sr86nya mencapai ketebalannya, di mana tipe tanah batuan
0,705 sedang di timur hanya 0,704. sedimen umumnya lebih tipis.
Keadaan itu memberi kesan terjadinya Dari sisi warna, kedua jenis tipe tanah
pengotoran magma selubung oleh batuan hampir memiliki warna yang sama yaitu
kerak selama pembubungan magma di merah, coklat dan kekuningan. Tipe tanah
sepanjang busur, di mana pengotoran di berwarna merah mendominasi tanah
bagian barat nisbi lebih banyak dibanding pelapukan batuan gunungapi. Tipe tanah-

285
Hanang Samodra

tipe tanah laterit itu bersifat agak plastis, dengan jenis batuan. Kemudian jika
berstruktur menggumpal, dan yang berbutir kehadiran unsur hara mempengaruhi jenis
kasar umumnya mempunyai kemampuan tumbuhan, maka keterkaitan yang dapat
meluluskan air. Setempat, tipe tanah tebal diasumsikan adalah keragaman jenis
yang homogen dijumpai berasosiasi dengan tumbuhan dipengaruhi oleh jenis batuan.
batuan-induknya (batuan sedimen, batuan Asumsi itu dapat didekati dari aspek
gunungapi) yang melapuk sedang-kuat. geokimia batuan, di mana setelah batuan
Batuan induk yang nilai permeabilitasnya melapuk unsur-unsur oksida seperti P2O5,
tinggi (batupasir, batupasir gunungapi) K 2O, CaO dan MgO masih tetap
cenderung membentuk tipe tanah yang dipertahankan keberadaannya di dalam tipe
tebal. tanah. Identifikasi perbedaan kelimpahan
Dari aspek ketinggian, tipe tanah unsur oksida fosfat, potasium, kalsium dan
berwarna merah lebih banyak berkembang magnesium pada lapisan tanah yang
di daerah rendah. Pengamatan tipe tanah berbeda-asal pernah dicoba di daerah
di lereng baratdaya G. Ceremai menun- perbatasan antara Gunung Sewu dan lereng
jukkan jika semakin ke atas warnanya baratdaya G. Lawu. Oksida-oksida
berubah menjadi kecoklatan hingga coklat tersebut ternyata lebih melimpah jumlahnya
tua. Lereng ini memiliki jumlah hujan yang pada tipe tanah terra-rossa asal-
lebih banyak dan suhunyapun relatif lebih batugamping daripada tipe tanah asal tuf
dingin. Dominasi tipe tanah berwarna gunungapi Lawu. Secara kimiawi,
coklat diduga mempunyai hubungan genesis kandungan fosfat dan potasium pada tipe
dengan tebalnya lapisan humus. Sedang tipe tanah batuan gunungapi lebih kecil
tanah berwarna kuning yang umumnya dibanding batuan karbonat (batugamping).
lapuk kuat banyak dijumpai berasosiasi Demikian pula dengan unsur magnesium.
dengan batuan silikaan atau batuan Di kawasan Gunung Sewu, senyawa
bersusunan andesit-basal. Batuan yang magnesium yang lebih tinggi dari kalsium
banyak mengandung kuarsa (silika) dan membentuk batugamping dolomit
tidak terpengaruh oleh cuaca mempunyai (meskipun jumlah dolomit di Gunung Sewu
peluang besar membentuk tipe tanah laterit relatif sedikit).
podzolan. Di lereng G. Ceremai, tipe tanah
coklat yang sifatnya lengas (humic brown KESIMPULAN
tipe tanah) berkembang di ketinggian lebih
dari 1000 m dml. Tuf bersusunan andesit- Batuan-dasar yang bertindak sebagai
basal hasil aktivitas gunungapi berfungsi alas dari G. Ceremai adalah himpunan
sebagai batuan induk. batuan sedimen turbidit berumur Miosen
Banyaknya unsur hara pada lapisan Tengah-Miosen Akhir yang mengisi
tipe tanah menjadi peluang berkembangnya cekungan laut dalam di Zona Bogor.
jenis-jenis vegetasi di permukaan tanah. Endapan yang membentuk sistem kipas
Oleh karena tipe tanah adalah hasil bawahlaut dan berprogradasi ke utara itu
pelapukan batuan, maka keragaman dan menunjukkan sumbernya yang berada di
kelimpahan jenis unsur hara berhubungan daratan di sebelah selatannya.

286
Geologi Batuan Dasar Gunung Ciremai Jawa barat

Pendangkalan cekungan secara Geologi. 31. Jawatan Geologi,


bertahap dimulai dengan pengendapan Bandung.
batulempung Pliosen di zona neritik tengah, Nicholls, IA & DJ, Whitford. 1976.
dan diakhiri dengan sedimen klastik daratan Primary magmas associated with
berfasies sungai. Quaternary volcanism in the western
Pembubungan magma yang Sunda arc, Indonesia. In: R.W.
mencapai permukaan melalui bidang lemah Johnson (ed.), Volcanism in
kulitbumi dan menembus satuan batuan Australia, Amsterdam, Elsevier, 77
Neogen pada akhirnya membentuk kerucut 90.
aktif G. Ceremai bertipe strato (berlapis), Silitonga, PH. & M, Masria. 1978. Geologi
yang dimulai sejak permulaan Zaman Lembar Cirebon, Jawa, skala
Kuarter (Plistosen). 1:100.000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
DAFTAR PUSTAKA Soejono, M. 1984, Evolusi Cekungan Bogor,
Jawa Barat. Disertasi Doktor. Institut
Djuhaeni & S. Martodjojo 1989. Stratigrafi Teknologi Bandung, tidak diterbitkan.
daerah Majalengka dan hubungannya Soejono, M. 1973, Sandi Stratigrafi
dengan tatanama satuan litostratigrafi Indonesia, Komisi Sandi Stratigrafi,
di Cekungan Bogor. Geol. Indon., Ikatan Ahli Geologi Indonesia,
Volume Khusus 60 Tahun Prof. Dr. Jakarta.
J.A. Katili 12 (1): 227-252. Sudjatmiko. 1972. Geologi Lembar
Djuri, M. 1973. Geologi Lembar Cianjur, Jawa, skala 1:100.000.
Arjawinangun, Jawa, skala Pusat Penelitian dan Pengembangan
1:100.000. Pusat Penelitian dan Geologi, Bandung.
Pengembangan Geologi, Bandung. van Bemmelen, RW. 1949. The geology
Hamilton, W. 1978. Tectonics of the of Indonesia, Vol. IA, General Geology,
Indonesian region, Geological Survey Martinus Nijhoff, The Hague,
Professional Paper 1078, Netherland.
Washington. van Neumann, PM. 1951. Indonesia,
Koesoemadinata, RP. & S. Martodjojo, Pt. 1 of catalogue of the active
1974. Penelitian turbidit di P. Jawa. volcanoes of the world including
Laporan Penelitian No. 1295/74, solfatara field, Internat. Volcanol.
Badan Penelitian, Insitut Teknologi Assoc, 271.
Bandung. Whitford, DJ. 1975. Strontium isotopic
Koolhoven, WCB. 1936. Report on a trip studies of the volcanic rocks of the
in Cirebon (sheet 48 Madjalengka, Saunda (Sunda) arc, Indonesia, and
53 Cirebon). Direktorat Geologi, their petrogenetic implications,
Bandung (tidak diterbitkan). Geochim. et Cosmochim. Acta, 39,
Marks, P. 1957. Stratigraphic lexicon of 1287-1302.
Indonesia Publikasi Keilmuan Seri

287
Hanang Samodra

288

Anda mungkin juga menyukai