Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN KASUS

“SEORANG LAKI-LAKI 32 TAHUN DENGAN EFUSI PLEURA GANAS


DEXTRA JENIS ADENOKARSINOMA PS 70-80”

PEMBIMBING :

dr. Yusfi Rydoka, Sp.P, M.Kes

DISUSUN OLEH :

Bella Pratiwi

030.14.030

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 12 DESEMBER 2018 – 16 FEBRUARI 2019


LEMBAR DIAJUKAN

Laporan Kasus dengan judul :

“SEORANG LAKI-LAKI 32 TAHUN DENGAN EFUSI PLEURA GANAS


JENIS ADENOKARSINOMA PS 70-80”

Nama : Bella Pratiwi

NIM: 030.14.030

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kardinah Tegal

periode 12 Desember 2018 – 16 Januari 2019

Tegal, Februari 2019

Pembimbing

dr. Yusfi Rydoka, Sp.P, M.Kes


LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. J

No. RM : 940597

Umur : 32 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status pernikahan : Menikah

Pekerjaan : Tukang Bangunan

Alamat : Dinuk, Kramat

Asuransi : Umum

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Tanggal masuk RS : 30 Januari 2019

I. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis (istri pasien) pada tanggal
1 Februari 2019 pukul 13.00 WIB

Keluhan Utama
Nyeri dada kanan

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Kardinah dengan keluhan utama nyeri dada kanan
sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan terus menerus dan
memberat saat menarik napas dalam. Disertai sesak napas yang dirasa lebih kurang
4 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak semakin memberat saat posisi berbaring
dan berkurang saat posisi duduk.

2
Pasien juga mengeluhkan adanya batuk berdahak yang dirasa mulai 4 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan bahwa dahak berwarna putih.
Disertai demam lebih kurang 1 minggu, demam tidak naik turun dan mengeluh
keringat pada malam hari. Mual dan muntah disangkal. Bab dan Bak dalam batas
normal

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit paru maupun berobat selama 6 bulan
menggunakan obat berwarna merah. Pasien tidak memiliki riwayat asma. Pasien
belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Pasien tidak mempunyai riwayat
kencing manis dan hipertensi. Riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan
disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat kencing manis, asthma, dan keganasan pada keluarga pasien.
Keluarga pasien tidak ada yang mempunyai keluhan yang sama dengan pasien.

Riwayat Kebiasaan
Pasien bekerja sebagai tukang bangunan, dan sering terkena debu. Jika sedang
bekerja pasien tidak memakai masker. Pasien merokok dari usia 17 tahun sampai
sekarang, rata-rata pasien menghabiskan 1 bungkus rokok dalam satu hari.
Konsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang disangkal oleh pasien.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien bekerja sebagai tukang bangunan. Pasien tinggal di lingkungan padat


penduduk, namun ventilasi dan penerangan di rumah pasien baik.

3
Riwayat Pengobatan

Pasien biasa megkonsumsi obat-obatan warung saat ada keluhan seperti demam
dan sakit kepala.

II. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Suhu : 37,4º C
Pernapasan : 26 x/menit
Tinggi badan : 167 cm
Berat badan : 51 kg
Kesan Gizi : normal (BMI = 18,21)
Sianosis : (-)
Ikterik : (-)
Oedema anasarka : (-)
Mobilitas (aktif/pasif) : aktif

Kulit
Warna : Sawo Efloresensi : (-)
matang Jaringan parut : (-)
Ptechiae : (-) Pertumbuhan rambut: Merata
Pigmentasi : (-) Suhu raba : Hangat
Lembab/kering : Kering Turgor : Baik
Keringat : Umum Ikterus : (-)
Lapisan lemak : Merata
Oedem : (-)

Kelenjar Getah Bening


Preaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Submental : tidak teraba membesar

4
Retroaurikuler : tidak teraba membesar
Sepanjang M. Sternokleidomastoideus : tidak teraba membesar
Supraklavikula : tidak teraba membesar
Infraklavikula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak dilakukan pemeriksaan

Kepala
Ekspresi wajah : tampak sakit sedang
Simetri muka : simetris
Rambut : distribusi merata, warna hitam
Mata
Exophthalmus : (-)
Endophthalmus : (-)
Kelopak : oedem (-)
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterik (-)
Lapangan penglihatan : baik
Nistagmus : (-)
Lensa : jernih
Visus : normal
Gerak bola mata : aktif ke
segala arah
Tekanan bola mata: normal

5
Telinga
Daun telinga : normotia/normotia
Liang telinga : lapang/lapang
Serumen : +/+
Sekret : -/-
Membran timpani : intak/intak (inspeksi)

Hidung
Deformitas : tidak ada
Cavum nasi : lapang/lapang
Concha : eutrofi/eutrofi
Septum deviasi : -/-
Sekret : -/-

Mulut
Bibir : kering
Lidah : normoglossia, tidak terdapat kelainan
Mukosa : tidak hiperemis, tidak terdapat kelainan
Gigi geligi : caries (+), oral hygiene cukup baik
Tonsil : T1-T1, tidak hiperemis, detritus -/-, kripta
melebar -/-
Dinding faring posterior : tidak hiperemis, tidak terdapat massa
Bau pernapasan : halitosis (-)
Trismus : (-)

Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5+2 cm
Kelenjar Tiroid : tidak teraba membesar

Kelenjar Limfe : tidak teraba membesar

6
Paru-Paru
Inspeksi
Gerak nafas dada kanan tertinggal. efloresensi bermakna (-), jejas (-),
retraksi sela iga (-),sela iga tidak melebar. Tulang iga dan sternum tidak
terlalu cekung atau cembung.
Palpasi
Gerak dada nafas kanan tertinggal. nyeri tekan (-), vocal fremitus
melemah pada medial dan basal kanan.
Perkusi
Sonor pada hemithoraks paru kiri. Redup mulai pada ICS 2 hingga ke
basal paru hemithoraks kanan. Batas paru dan hepar sulit dinilai.
Peranjakan hepar sulit dinilai. Batas paru dan jantung kanan sulit dinilai.
Batas bawah paru dan lambung setinggi ICS 6 garis axillaris anterior
kiri dengan suara timpani. Batas paru dan jantung kiri setinggi ICS 5 1
cm medial garis midklavikularis kiri dengan suara redup. Batas atas
jantung setinggi ICS 3 garis parasternal kiri dengan suara redup.
Auskultasi
Suara nafas vesikuler menurun pada hemithoraks kanan dan normal
pada hemithoraks kiri, wheezing -/-, ronkhi -/-

Jantung
Inspeksi
Ictus cordis terlihat di ICS 5 1 cm dari garis midklavikularis kiri
Palpasi
Ictus cordis teraba pada ICS 5 + 1 cm medial garis midklavikularis kiri.
Tidak teraba thrill. Besar sudut angulus subcostae > 90°
Perkusi

7
Batas kanan jantung sulit dinilai. Batas kiri jantung setinggi ICS 5, 1 cm
medial garis midklavikularis kiri dengan suara redup. Batas atas jantung
setinggi ICS 3 garis parasternal kiri dengan suara redup.
Auskultasi
BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi
Abdomen rata, sagging of the flank (-), smiling umbilicus (-), caput
medusae (-),hernia umbilikalis (-).
Auskultasi
BU (+) 6 x/menit
Palpasi
Supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-), organomegali (-), ascites (-).
Perkusi
Timpani di seluruh lapang abdomen.

Anggota gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus : normal normal
Massa : normal normal
Sendi : ke segala arah ke segala arah
Gerakan : ke segala arah ke segala arah
Kekuatan : 5 5
Oedem : (-) (-)
Lain-lain
Ptechiae : (-) (-)
Palmar eritema : (-) (-)

Tungkai dan Kaki Kanan Kiri

8
Luka : (-) (-)
Varises : (-) (-)
Otot
Tonus : normal normal
Massa : normal normal
Sendi : ke segala arah ke segala arah
Gerakan : ke segala arah ke segala arah
Kekuatan : 5 5
Oedem : (-) (-)
Lain-lain
Ptechiae : (-) (-)
Hematoma : (-) (-)

Refleks

Pemeriksaan Kanan Kiri

Refleks tendon + +

Refleks Bisep + +

Refleks Trisep + +

Refleks Patella + +

Refleks Achilles + +

Refleks patologis - -

9
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
I. Pemeriksaan Laboratorium
 Hematologi
 30 Januari 2019

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Leukosit 11.000 4.4 – 11.3 ribu/uL

Eritrosit 4.9 4.4 – 5.9 juta/uL

Hb 14.0 13,2-17.7 g/dL

Ht 40.1 42-52%

Trombosit 364.000 150-521 ribu/uL

MCV 82.7 80-96 µ

MCH 28.9 28-33 pg

MCHC 34.9 33 – 36 g/dL

Netrofil 70.2 50-70

Limfosit 12.9 25-40

Monosit 16.4 2-8

Eosinofil 0 2-4

Basofil 0.3 0-1

LED 1 Jam 77 0-15

LED 2 Jam 89 0-25

Natrium 133.4 135-145

10
Kalium 4.91 3.3-5.1

Klorida 103.2 96-106

SGOT 20.7 <35

SGPT 33.3 <46

Ureum 27.2 19.0 - 44.0

Creatinin 0.93 0.70 – 1.30

Glukosa sewaktu 102 82.0 – 115.0

I. EKG

Kesan : irama sinus

11
II. Rontgen

Jenis : Foto Thoraks PA


Deskripsi :
 Kekerasan cukup
 Simetris
 Diafragma kiri licin, kanan sulit dinilai
 Sudut costofrenicus kiri lancip, kanan tertutup perselubungan
homogen
 CTR sulit dinilai

12
 Tampak perselubungan homogen setinggi sela iga 3, bagian
lateral lebih tinggi dibanding bagian medial

Kesan : - Efusi pleura dextra

- pneumonia

1.1 Resume
Pasien seorang laki-laki berusia 32 tahun datang ke IGD RSUD
Kardinah Tegal pada tanggal 30 Januari 2019 dengan keluhan nyeri dada kanan
sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan terus menerus dan
memberat saat menarik napas dalam. Disertai sesak napas yang dirasa lebih
kurang 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak semakin memberat saat posisi
berbaring dan berkurang saat posisi duduk.
Pasien juga mengeluhkan adanya batuk berdahak yang dirasa mulai
4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan bahwa dahak berwarna
putih. Disertai demam lebih kurang 1 minggu, demam tidak naik turun dan
mengeluh keringat pada malam hari. Mual dan muntah disangkal. Bab dan Bak
dalam batas normal. Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit paru maupun
berobat selama 6 bulan menggunakan obat berwarna merah. Pasien tidak
memiliki riwayat asma. Pasien belum pernah dirawat di rumah sakit
sebelumnya. Pasien tidak mempunyai riwayat kencing manis dan hipertensi.
Riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan disangkal.

Pemeriksaan fisik ditemukan pernapasan 26 kali permenit, gerak


nafas pada dada kanan tampak tertinggal, vocal fremitus pada hemithoraks
kanan menurun pada area tengah dan basal, pada perkusi ditemukan sonor pada
hemithoraks kiri dan mulai redup pada ICS 2 hingga ke basal paru, suara navas

13
vesikular negative pada hemithoraks kanan. Pada pemeriksaan penunjang
Hematokrit : 40.1% (↓), netrofil : 70.2 (↑), Limfosit : 12.9 (↓), Monosit : 16.4
(↑), Eosinofil 0 : (↓), LED 1 jam : 77 (↑), LED 2 jam : 89 (↑), Natrium : 133.4
(↓). Hasil foto rontgent menunjukkan adanya gambaran mengawan pada
bagian tengah dan basal paru kanan. Pasien merokok sejak usia 17 tahun,
konsumsi rokok lebih kurang 1 bungkus perhari. Berdasarkan rumus indeks
Brinkman pasien masuk kategori perokok ringan.

1.6 Daftar Abnormalitas


 Nyeri dada kanan
 Sesak napas
 Demam
 Batuk

1.7 Daftar Masalah


1. Efusi pleura
2. Batuk

1.8 Monitoring
Tanggal 1 Februari 2019
S : nyeri dada kanan, sesak napas, batuk sedikit.
O : KU : Tampak sakit rsedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110 / 60 mmHg
Nadi : 80 x / menit
Respirasi : 24 x / menit
Suhu : 37,3 °C
SpO2 : 98%

14
Thoraks : gerak napas dada kanan tertinggal, vocal fremitus melemah,
suara nafas vesikular menurun pada lapang paru kanan.
A : DD : Efusi pleura
TB Paru
pneumonia
Gagal jantung
Keganasan
Bronkitis akut

P : Infus RL 12 tpm
paracetamol 2x500 mg
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
Metil prednisolon 2x7,5 mg
Codein 3 x 1

Ass : efusi pleura dextra


TB Paru
pneumonia
Gagal jantung
Keganasan
IPDx : pungsi pleura, analisis caira pleura, CT Scan, TCM
IPRx : paracetamol 2x500 mg
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
Metil prednisolon 2x7,5 mg
Codein 3 x 1
Oksigen nasal kanul 3 lpm
IPEx : Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai keluhan serta
indikasi mengenai tindakan pungsi pleura pada pasien.

15
Tanggal 2 Februari 2019
S : nyeri dada kanan, sesak napas.
O : KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110 / 70 mmHg
Nadi : 84 x / menit
Respirasi : 24 x / menit
Suhu : 36,9 °C
SpO2 : 97%
Thoraks : gerak napas dada kanan tertinggal, vocal fremitus melemah,
suara nafas vesikular menurun pada lapang paru kanan.
A : DD : Efusi pleura
TB Paru
pneumonia
Gagal jantung
Keganasan
P : infus RL 12 tpm
Paracetamol 2x500 mg
Metil prednisolon 2x7,5 mg

Dilakukan tindakan pungsi pleura pada ICS 7 linea aksilaris posterior dextra,
namun hasil negative.
Ass : efusi pleura dextra
TB Paru
pneumonia
Pleuritis
Gagal jantung
Keganasan
IPDx : CT Scan
IPRx : infus RL 12 tpm
Paracetamol 2x500 mg

16
Metil prednisolon 2x7,5 mg
Oksigen nasal kanul 3 lpm
IPEx : Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai keluhan serta
indikasi mengenai tindakan CT Scan pada pasien.

Tanggal 3 Februari 2019


S : nyeri dada kanan berkurang , sesak napas brekurang.
O : KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 120 / 80 mmHg
Nadi : 94 x / menit
Respirasi : 24 x / menit
Suhu : 36,8 °C
SpO2 : 98%
Thoraks : gerak napas dada kanan tertinggal, vocal fremitus melemah,
suara nafas vesikular menurun pada lapang paru kanan.
A : DD : Efusi pleura
TB Paru
pneumonia
Gagal jantung
Keganasan
P : infus RL 12 tpm
Paracetamol 2x500 mg
Metil prednisolon 2x7,5 mg
Ass : efusi pleura dextra
TB Paru
pneumonia
Gagal jantung
Keganasan
IPDx : CT Scan
IPRx : infus RL 12 tpm

17
Paracetamol 2x500 mg
Metil prednisolon 2x7,5 mg
Oksigen nasal kanul 3 lpm
IPEx : Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai keluhan serta
indikasi mengenai tindakan CT Scan pada pasien.

Tanggal 4 Februari 2019


S : nyeri dada kanan berkurang, sesak napas (-)
O : KU : Tampak sakit rsedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110 / 60 mmHg
Nadi : 88 x / menit
Respirasi : 22 x / menit
Suhu : 36,8 °C
SpO2 : 98%
Thoraks : gerak napas dada kanan tertinggal, vocal fremitus melemah,
suara nafas vesikular menurun pada lapang paru kanan.
A : DD: efusi pleura dextra
TB Paru
pneumonia
Gagal jantung
Keganasan
P: infus RL 12 tpm
Paracetamol 2x500 mg
Metil prednisolon 2x7,5 mg
Oksigen nasal kanul 3 lpm

Ass : efusi pleura dextra


TB Paru
pneumonia

18
Pleuritis
Gagal jantung
Keganasan
IPDx : CT Scan
IPRx : infus RL 12 tpm
Paracetamol 2x500 mg
Metil prednisolon 2x7,5 mg
Oksigen nasal kanul 3 lpm
IPEx : Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai keluhan serta
indikasi mengenai tindakan CT Scan pada pasien.

Tanggal 5 Februari 2019


S : nyeri dada kanan berkurang, sesak napas (-)
O : KU : Tampak sakit rsedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110 / 70 mmHg
Nadi : 83 x / menit
Respirasi : 22 x / menit
Suhu : 36,8 °C
SpO2 : 98%
Thoraks : gerak napas dada kanan tertinggal, vocal fremitus melemah,
suara nafas vesikular menurun pada lapang paru kanan.
A : DD: efusi pleura dextra
TB Paru
pneumonia
Gagal jantung
Keganasan
P: infus RL 12 tpm
Metil prednisolon 2x7,5 mg
Oksigen nasal kanul 3 lpm
Ass : efusi pleura dextra

19
TB Paru
pneumonia
Gagal jantung
Keganasan
IPDx : CT Scan
IPRx : infus RL 12 tpm
Metil prednisolon 2x7,5 mg
Oksigen nasal kanul 3 lpm
IPEx : Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai keluhan serta
indikasi mengenai tindakan CT Scan pada pasien.

Tanggal 6 Februari 2019


S : nyeri dada kanan berkurang, sesak napas (-)
O : KU : Tampak sakit rsedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 120 / 70 mmHg
Nadi : 82 x / menit
Respirasi : 22 x / menit
Suhu : 37,3 °C
SpO2 : 96%
Thoraks : gerak napas dada kanan tertinggal, vocal fremitus melemah,
suara nafas vesikular menurun pada lapang paru kanan.
A : efusi pleura dextra
Keganasan
P: infus RL 12 tpm
Metil prednisolon 2x7,5 mg
Oksigen nasal kanul 3 lpm

20
Dilakukan pungsi pleura di ICS 5 linea aksilaris anterior dextra pada pukul
08.00 WIB. Cairan keluar sekitar 250 cc, warna kuning keruh, hasil lalu
diserahkan ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan citologi.

Ass : efusi pleura dextra


TB Paru
Keganasan
IPDx : analisis cairan pleura
IPRx : infus RL 12 tpm
Metil prednisolon 2x7,5 mg
Oksigen nasal kanul 3 lpm
IPEx : Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai keluhan serta
indikasi mengenai tindakan analisis pleura pada pasien.

Tanggal 7 Februari 2019


S : Keluhan (-)
O : KU : Tampak sakit rsedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110 / 70 mmHg
Nadi : 88 x / menit
Respirasi : 21 x / menit
Suhu : 36,8 °C
SpO2 : 98%.

21
Thoraks : suara nafas vesikular meningkat dari sebelumnya pada
lapang paru kanan.
A : Efusi pleura ganas jenis adenokarsinoma
P : infus RL 12 tpm
Metil prednisolon 2x7,5 mg
Oksigen nasal kanul 3 lpm

HASIL CT SCAN
7 Februari 2019

22
Deskripsi :
Tampak lesi hipoden prominen pada hemithorax dextra
Jaringan paru dextra tampak collap dengan air bronhogram (+)
Pada contras enhancement CT jaringan paru dextra enhance kuat
Mediastinum deviasi kiri
Corakan pulmo sinistra normal
Massa (-)
Kesan : Efusi pleura dextra massive dengan atelectasis pulmo dextra

23
Hasil Pemeriksaan Citologi
Asal jaringan : cairan pleura kanan

Diagnosis klinis : Efusi pleura dextra

Makroskopis :

- Sel limfosit, sel PMN


- Sel mesotel yang tersebar difus
- Sel bulat oval yang berkelompok, tersebat
- Inti sel polimorfi, sebagian kromatin kasar, sitoplasma bervakuola

Kesimpulan : ditemukan sel tumor pleura dextra (jenis Adenocarsinoma)


Ass : efusi pleura ganas jenis adenokarsinoma dengan tampilan 70-80
IPDx : CEA
IPRx : infus RL 12 tpm
Metil prednisolon 2x7,5 mg
Oksigen nasal kanul 3 lpm
Kemoterapi
Radioterapi
IPEx : Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai diagnosis dan
rencana tindakan lanjutan.

Tanggal 7 Februari 2019


Pasien pulang

24
1.9 Alur Karakteristik Penyakit

Adenokarsinoma

EPG
Sesak
Nyeri dada

Lembar pemecahan masalah

Tanggal Problem aktif Tanggal Problem pasif


30-01- 1. Efusi pleura
2019 2. batuk
2-02- 1. efusi pleura 2-02- 1. batuk
2019 2019
7-02- 1. Efusi pleura ganas
2019 jenis
adenokarsinoma

25
BAB II
ANALISA MASALAH

Efusi pleura ganas disebabkan oleh adanya proses keganasan, baik


primer, sekunder maupun metastatis, volume cairan terakumulasi melebihi volume
normal, dan umumnya cairan berupa eksudat yang tidak selalu terdapat sel tumor
ganas pada pemeriksaan citologi dan/atau histologi melalui biopsi pleura. Efusi
pleura ganas ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan sitologi yang
mana saat anamnesis ditemuka adanya sesak napas, nyeri dada kanan, batuk, batuk
berdarah, rasa penuh pada dada. Pada pasien ini ditemukan adanya sesak napas,
nyeri dada kanan dan juga batuk. Selanjutnya pada pemeriksaan sitologi cairan
pleura didapatkan hasil positif yang menunjukkan adanya keganasan.

Pada hasil foto rontgent thoraks juga didapatkan gambaran perselubungan hipoden
pada paru tengah sampai ke basal yang kemungkinan menunjukkan adanya
akumulasi cairan pada area tersebut.
Adenoskarsinoma paru merupakan salah satu jenis karsinoma paru jenis
Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK). Kanker paru ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan pemeriksaan patologi
anatomik. Pada anamnesis didapatkan batuk lama, batuk berdarah, sesak nafas,
nyeri dada, suara serak, sulit/nyeri menelan yang tidak merespon dengan
pengobatan atau penurunan berat badan dalam waktu singkat, nafsu makan
menurun, demam hilang timbul, sakit kepala, nyeri di tulang atau parese, dan
pembengkakan atau ditemukannya benjolan di leher, aksila atau dinding dada. Pada
pemeriksaan Fisik mencakup tampilan umum (performance status) penderita yang
menurun, penemuan abnormal pada pemeriksaan fisik paru seperti suara napas yang
abnormal, benjolan superfisial pada leher, ketiak atau dinding dada, tanda
pembesaran hepar atau tanda asites, dan nyeri ketok di tulang. Pada pasien ini
ditemukan adanya sesak nafas, nyeri dada, demam. Setelah dilakukan pungsi pleura

26
dan didapatkan cairan pleura lalu cairan dilakukukan pemeriksaan citologi dan
didapatkan hasil adenokarsinoma paru.
Salah satu gejala klinis dari adenokarsinoma paru adalah adanya efusi
pleura. Kemungkinan pada pasien ini efusi pleura merupakan salah satu komplikasi
dari adenokarsinoma paru. Pasien juga perokok aktif yang merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya adenokarsinoma paru.
Dapat dikatakan bahwa pasien ini merupakan pasien efusi pleura ganas jenis
Adenokarsinoma berdasarkan manifestasi yang muncul dan pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan.

27
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 EFUSI PLEURA


3.1.1 ANATOMI FISIOLOGI PLEURA
Pleura adalah membran serosa yang licin, mengkilat, tipis dan transparan.
Membran ini membungkus jaringan paru. Pleura terdiri dari 2 lapis:

1. Pleura viseralis: terletak disebelah dalam, yang melekat pada permukaan


paru.
2. Pleura parietalis: terletak disebelah luar, yang berhubungan dengan
dinding dada.

28
Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel (yang
memproduksi cairan), membran basalis, jaringan elastik dan kolagen,
pembuluh darah dan limfe.

Membran pleura bersifat semipermiabel. Sejumlah cairan terus menerus


merembes keluar dari pembuluh darah yang melalui pleura parietal. Cairan ini
diserap oleh pembuluh darah pleura viseralis, dialirkan ke pembuluh limfe dan
kembali kedarah.

Rongga pleura adalah rongga potensial, mempunyai ukuran tebal 10-


20 mm, berisi sekitar 10 cc cairan jernih yang tidak bewarna, mengandung
protein < 1,5 gr/dl dan ± 1.500 sel/ml. Sel cairan pleura didominasi oleh
monosit, sejumlah kecil limfosit, makrofag dan sel mesotel. Sel
polimormonuklear dan sel darah merah dijumpai dalam jumlah yang sangat
kecil didalam cairan pleura.1

Keluar dan masuknya cairan dari dan ke pleura harus berjalan seimbang
agar nilai normal cairan pleura dapat dipertahankan

3.1.2 DEFINISI
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari
dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa
cairan transudat atau cairan eksudat. 2

3.1.3 ETIOLOGI
Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan pleura. Tahap
yang pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura jenis
transudat atau eksudat.

Efusi pleura transudatif terjadi jika faktor sistemik yang mempengaruhi


pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi
pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.

29
Efusi pleura tipe transudatif biasanya terdapat pada keadaan meningkatnya
tekanan kapiler sistemik, meningkatnya tekanan kapiler pulmoner,
menurunnya tekanan koloid osmotik ke dalam pleura, menurunnya tekanan
intrapleura.

Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran kapiler yang


permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan
proetin transudat. Terjadinya perubahan permeabilitas membran adalah karena
adanya peradangan pada pleura seperti infeksi, infark paru atau neoplasma.
Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran
getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini akan menyebabkan
peningkatan konsentrasi protein cairan pleura sehinga menimbulkan eksudat. 3

Tabel 1. Perbedaan Cairan Transudat-Eksudat Pada Efusi Pleura

Transudat Eksudat

Kadar protein dalam <3 >3


efusi (g/dL)

Kadar protein dalam <0,5 >0,5


efusi

kadar LDH dalam efusi <200 >200

Kadar LDH dalam efusi <0,6 >0,6

Berat jenis <1,016 >1,016

rivalta negatif positif

30
Efusi pleura berupa:

a) Eksudat,
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang
permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan
protein transudat. Terjadinya perubahan permeabilitas membrane adalah karena
adanya peradangan pada pleura. Protein yang terdapat dalam cairan pleura
kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah
bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan
konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat. Efusi pleura
eksudat dapat disebabkan oleh :

1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia, Chlamydia.


Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala
penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit
dada, sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan dengan cara
mendeteksi antibodi terhadap virus dalam cairan efusi.

2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh


bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara
hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob
(Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas,
Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-
lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika ampicillin dan
metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari rongga
pleura.

3. Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus,


dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme
fungi.

31
4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui
focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara
hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi
disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan,
sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura,
menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh
TBC biasanya unilateral pada hemithoraks dan jarang yang masif. Pada pasien
pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan, dyspneu,
dan nyeri dada pleuritik.

5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru,
mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan
ukuran jantung yang tidak membesar. Keluhan yang paling banyak ditemukan
adalah sesak dan nyeri dada. Gejala lain adalah akumulasi cairannya kembali
dengan cepat walaupun dilakukan torakosintesis berkali-kali. Patofisiologi
terjadinya efusi ini diduga karena :

 Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi


kebocoran kapiler.
 Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,
bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan
aliran balik sirkulasi.
 Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif
intra pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang
ditemukan berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura
tersebut mungkin menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup
tinggi. Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan sitologik cairan pleura dan
tindakan blopsi pleura yang menggunakan jarum (needle biopsy).

b). Transudat
Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik
dan koloid osmotic menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi

32
pleura akan melebihi reabsorpsi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada:
(1). Meningkatnya tekanan kapiler sistemik, (2). Meningkatnya tekanan kapiler
pulmoner, (3) Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura, (4) Menurunnya
tekanan intra pleura. Efusi plura transudat dapat terjadi pada :

1. Gangguan kardiovaskular

Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab


lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior.
Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan
tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura
parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan
menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah
bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongga pleura
dan paru-paru meningkat. Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh
rongga dada dapat juga menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang
agak sulit menerangkan adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada
sisi kanan. Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya
teratasi dengan istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera
menghilang. Kadang-kadang torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat
sesak.

2. Hipoalbuminemia

Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura


dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan
bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan
diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan yang terbaik adalah
dengan memberikan infus albumin.

3. Hidrothoraks hepatik

Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang
kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi

33
kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila
penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada
alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan yang dapat dilakukan adalah
pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi)
dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa
dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.

4. Meig’s Syndrom

Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan
sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor
ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul
karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya terjadi
karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma. Klinisnya
merupakan penyakit kronis.

5. Dialisis Peritoneal

Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi
unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisa dari rongga peritoneal
ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan
samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisa.

34
c). Darah

Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada
hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang
baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor
koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila
darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari
trauma dinding dada.

3.1.4 PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura
berfungsi untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling
bergerak karena pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu terjadi filtrasi
cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler pleura parietalis dan diabsorpsi oleh
kapiler dan saluran limfe pleura parietalis dengan kecepatan yang seimbang dengan
kecepatan pembentukannya.

Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya kecepatan


proses pembentukan cairan pleura akan menimbulkan penimbunan cairan secara
patologik di dalam rongga pleura. Mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya
efusi pleura yaitu;

1). Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada sirkulasi
kapiler

2). Penurunan tekanan kavum pleura

3). Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga
pleura.

35
Gambar 1. Patofisiologi efusi pleura

Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh


peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
sehingga empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar
pleura dapat menyebabkan hemothoraks. Proses terjadinya pneumothoraks karena
pecahnya alveoli dekat parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga
pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah
tersebut yang kurang elastik lagi seperti pada pasien emfisema paru.

3.1.5 MANIFESTASI KLINIS


a. Gejala dan Tanda.
Gejala-gejala timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau jika mekanika
paru terganggu. Gejala yang paling sering timbul adalah sesak, berupa rasa
penuh dalam dada atau dispneu. Nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak,
berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Adanya gejala-gejala
penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis
(pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak
keringat, batuk, banyak riak. Berat badan menurun pada neoplasma, ascites

36
pada sirosis hepatis. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat
terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan

b. Pemeriksaan Fisik.
 Inspeksi. Pengembangan paru menurun, tampak sakit, tampak lebih
cembung
 Palpasi. Gerakan dada yang tertinggal dan penurunan fremitus vocal atau
taktil pada sisi yang sakit
 Perkusi. Redup pada perkusi
 Auskultasi. Penurunan bunyi napas
Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub. Apabila terjadi
atelektasis kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan bunyi napas
bronkus. Nyeri dada pada pleuritis : Simptom yang dominan adalah sakit yang
tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura
visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura parietalis yang inflamasi
dan mendapat persarafan dari nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan
pada tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain :

1. Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G.
Nervuis intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan
abdomen.

2. Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus


menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.

Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,


karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak
dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati
daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis
melengkung (garis Ellis Damoiseu).
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi

37
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada permulaan dan akhir
penyakit terdengar krepitasi pleura.

c. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto thoraks
Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang terdapat
dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan
permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial, tampak sudut
kostrofrenikus menumpul. Pada pemeriksaan foto dada posisi lateral
dekubitus, cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi.

2. Torakosentesis.
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun
terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi
dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan
jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya
tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi. Untuk diagnosis cairan
pleura dilakukan pemeriksaan:

38
a. Warna cairan. Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan (serous-
santrokom).Bila agak kemerahan-merahan, dapat terjadi trauma, infark
paru, keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kunig
kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan empiema. Bila merah coklat
menunjukkan abses karena amuba.
b. Biokimia. Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat.

3. Sitologi.
Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel
patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
 Sel neutrofil: pada infeksi akut
 Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau limfoma
maligna).
 Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru
 Sel mesotel maligna: pada mesotelioma
 Sel giant: pada arthritis rheumatoid
 Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik
 Sel maligna: pada paru/metastase.

4. Bakteriologi.
Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat mengandung
mikroorganisme berupa kuman aerob atau anaerob. Paling sering
Pneumokokus, E.coli, klebsiela, pseudomonas, enterobacter.

5. Biopsi Pleura.
Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan
tumor pleura. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks,
penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.3

39
3.1.6 Diagnosa
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan fisik
yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi dan analisa
cairan pleura.6

4.1 Efusi Pleura Ganas

4.1.1 Definisi

Efusi pleura ganas adalah efusi yang disebabkan oleh proses


keganasan, baik primer, sekunder maupun metastatis, volume cairan
terakumulasi melebihi volume normal, dan umumnya cairan berupa eksudat
yang tidak selalu terdapat sel tumor ganas pada pemeriksaan citologi dan/atau
histologi melalui biopsi pleura.

4.1.2 Etiologi

Sekitar 40% penderita kanker paru yang telah menyebar mengalami


efusi pleura. Hampir seluruh jenis kanker paru dapat menyebabkan efusi pleura
ganas, namun yang paling sering ditemukan adalah jenis adenokarsinoma
dengan proporsi 40%

4.1.3 Patofisiologi

Terdapat beberapa mekanisme timbulnya efusi pleura pada


keganasan. Mekanisme ini secara garis besar dibagi menjadi mekanisme
langsung dan mekanisme tidak langsung.

Mekanisme langsung :

- Metastatis pleura dengan peningkatan permebilitas permukaan pleura


- Metastatis pleura dengan obstruksi pembuluh getah bening di pleura

40
- Pembesaran kelenjar getah bening mediastinum yang mengakibatkan
penurnan drainase pleura melalui sistem limfatik
- Sumbatan duktus toracicus
- Obstruksi bronkus yang menyebabkan penurunan tekanan intrapleura
- Gangguan perikardial

Mekanisme tidak langsung :

- Hipoproteinemia
- Emboli paru
- Passcaradioterapi

Pada beberapa kasus tumor yang bermetastatis ke pleura akan


mengakibatkan peningkatan permeabilitas permukaan pleura sehingga volume
cairan yang masuk ke rongga pleura lebih banyak daripada volume cairan yang
dapat dikeluarkan. Sebaliknya, kemampuan untuk mengeluarkan cairan dari
rongga pleura juga dapat menyebabkan terjadinya efusi pleura. Penurunan
drainase limfatik ini disebabkan oleh dua mekanisme yang berbeda.
Mekanisme pertama yaitu metastatis di pleura parietal
mengakibatkan penyumbatan cairan yang akan meninggalkan rongga pleura
menuju daerah pembuluh getah bening, sehingga saluran yang tersumbat oleh
metastatis tersebut menyebabkan penurunan kemampuan untuk mengeluarkan
cairan dari rongga pleura dan akhirnya terjadi akumulasi cairan pleura.
Mekanisme kedua yaitu karena pembuluh getah bening dari pleura
parietal mengalir menuju kelenjar getah bening mediastinal maka suatu
keganasan yang menyerang daerah mediastinal,baik primer atau metastatis akan
menyebabkan penyumbatan saluran ini sehingga kemampuan drainase cairan
pleura berkurang.
Mekanisme lainnya adalah obstruksi bronkus. Parenkim paru
sebelah distal tempat obstruksi akan mengalami atelektasis saat neoplasma
menimbulkan abstruksi bronkus utama atau bronkus salah satu lobus.
Atelektasis paru akan menyebabkan timbulnya tekanan negatif dalam rongga

41
pleura sehingga akan terjadi akumulasi cairan dalam rongga pleura dan
akhirnya akan terbentuk efusi pleura.

4.1.3 Diagnosis

Anamnesis

- sesak napas
- napas pendek
- batuk
- batuk darah
- nyeri dada

42
- isi dada terasa penuh
- tidak dapat tidur terlentang
- anoreksia
- berat badan turun

Pemeriksaan Fisik

- gerakan diafragma tertinggal


- deviasi trakea dan/atau jantung kearah kolateral
- fremitus melemah
- perkusi redup
- suara napas melemah pada sisi toraks yang sakit

Pencitraan

Foto toraks posteroanterior (PA) dibutuhkan untuk menyokong dugaan


efusi pleura pada pemeriksaan fisis dan jika volume cairan tidak terlalu banyak
dibutuhkan foto toraks lateral untuk menentukan lokasi cairan secara lebih
tepat. Etiologi keganasan harus dipikirkan bila didapatkan volume efusi pleura
sangat banyak dan dikategorikan masif atau pada foto toraks meskipun jumlah
cairan masif tetapi tidak terlihat pendorongan mediastinum.

Magnetic resonance imaging (MRI) tidak terlalu dibutuhkan kecuali


untuk evaluasi keterlibatan dinding dada atau ekstensi transdiafragmatik pada
kasus mesotelioma dan prediksi untuk pembedahan. Positron emission
tomography (PET) scan selalu positif pada EPG tetapi peran utamanya adalah
untuk evaluasi stadium lanjut mesotelioma ganas.

Torakosintesis di dapat berfungsi sebagai alat diagnostik terapi.


Diagnosis pasti EPG adalah dengan penemuan sel ganas pada cairan pleura
(sitologi) atau jaringan pleura (histologi patologi). Jumlah cairan yang akan
dikeluarkan umumnya tidak lebih dari 1.500 ml setiap kali pungsi untuk
mencegah terjadinya syok hipovolemik.

43
Bronkonskopi dilakukan jika dengan pencitraan tidak ditemukan tumor
primer intratoraks maka perlu dilakukan bronkoskopi. Dengan menggunakan
bronkoskop dapat dilihat tanda keganasan (mukosa infiltratif atau tumor
primer) pada lumen bronkus atau penekanan dinding bronkus oleh massa
sentral di rongga toraks.

Indikasi torakoskopi medik adalah untuk mengevaluasi efusi eksudatif


yang tidak diketahui penyebabnya, menentukan stage mesotelioma dan kanker
paru, terapi EPG dan efusi pleura rekuren. Teknik torakoskopi hampir sama
dengan prosedur video-assisted thoracic surgery (VATS) tetapi lebih
sederhana, kurang invasif dan dapat dilakukan dengan anestesi lokal atau
dengan sedasi. Prosedur VATS dengan biopsi pleura dapat meningkatkan
kepastian diagnosis lebih dari 90%.8

44
4.1.4 Penatalaksanaan
1. Terapi penyakit dasarnya (Antibiotika).
2. Terapi Paliatif (Efusi pleura haemorhagic).
3. Torakosentesis.

2.1 KANKER PARU

1. Definisi
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan
yang berasal dari paru sendiri (primer). Dalam pengertian klinik yang dimaksud
dengan kanker paru primer adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus
(karsinoma bronkus/bronchogenic carcinoma).

45
2. Epidemiologi
Kanker paru merupakan penyebab utama keganasan di dunia, mencapai hingga
13 persen dari semua diagnosis kanker. Selain itu, kanker paru juga menyebabkan
1/3 dari seluruh kematian akibat kanker pada laki-laki. Di Amerika Serikat,
diperkirakan terdapat sekitar 213.380 kasus baru pada tahun 2007 dan 160.390
kematian akibat kanker paru pada tahun 2007. Berdasarkan data WHO, kanker paru
merupakan jenis kanker terbanyak pada laki-laki di Indonesia, dan terbanyak
kelima untuk semua jenis kanker pada perempuan. Kanker paru juga merupakan
penyebab kematian akibat kanker terbanyak pada laki-laki dan kedua terbanyak
pada perempuan.4

3. Jenis Tumor Paru


Untuk tujuan pengobatan, pembagian tumor paru dibagi berdasarkan :
1. Small cell lung cancer (SCLC)
2. Non small cell lung cancer (NSCLC) yang meliputi karsinoma
skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma sel besar.

4. Patologi

a. small cell lung cancer (SCLC)

Gambaran histologi yang khas adalah dominasi sel-sel kecil yang hampir
semuanya diisi oleh mucus dengan sebaran kromatin yang sedikit sekali tanpa
nukleol. Disebut juga sebagai oat cell carcinoma karena bentuknya mirip
dengan bentuk biji gandum, sel kecil ini cenderung berkumpul di sekeliling
pembuluh darah halus menyerupai pseudoseret. Sel-sel yang bermitosis banyak
sekali ditemukan begitu juga gambaran nekrosis. DNA yang gelap
menyebabkan gambaran warna gelap disekitar pembuluh darah.

b. Non small cell carcinoma (NSCLC)

46
- Karsinoma sel skuamosa/karsinoma bronkogenik

Karsinoma sel skuamosa mempunyai ciri khas proses keratinisasi dan


pembentukan bridge intraselular. Hasil sitologi menunjukkan dysplasia
skuamosa ke karsinoma in situ.

- Adenokarsinoma

Adenokarsinoma khas dengan bentuk formasi glandular dan kecenderungan


kea rah pembentukan konfigurasi papiler. Biasanya membentuk musin, sering
tumbuh dari bekas kerusakan jaringan parut. Dengan penanda tumor CEA
(carcinoma embryonic antigen) karsinoma jenis ini bisa dibedakan dari
mesothelioma.

- karsinoma bronkoalveolar

Karsinoma jenis ini merupakan subtype dari adenokarsinoma, meliputi


permukaan alveolar tanpa menginvasi atau merusak jaringan paru.

- karsinoma sel besar

Karsinoma sel besar merupakan suatu subtype yang gambaran histologisnya


dibuat secara eksklusi. Tidak ada gambaran diferensiasi skuamosia atau
glandular, sel bersifat anaplastic, biasanya disertai dengan infiltrasi sel netrofil.

5. ETIOLOGI

Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab pasti kanker paru belum
diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat
karsinogenik merupakan faktor penyebab utama selain adanya faktor lain
seperti kekebalan tubuh, genetic dan lain-lain.

47
Etiologi kanker paru sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok.
Terdapat hubungan antara raata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari dengan
tingginya insiden kanker paru. Dikatakan bahwa 1 dari 9 perokok berat akan
menderita kanker paru. Efek rokok bukan saja mengakibatkan kanker paru, tapi
dapat juga menimbulkan kanker organ lain seperti mulut, laring dan esophagus.

Etiologi lain dari kanker paru yang pernah dilaporkan antara lain seperti
paparan zat karsinogen seperti radiasi ion tambang uranium, radon, arsen,
kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorida, polusi udara, genetik.3

4. GAMBARAN KLINIS
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-
gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien sudah dalam
stadium lanjut. Gejala dapat berupa :
1. Batuk
2. Hemoptysis
3. Mengi (wheezing,stridor) karena adanya obstruksi jalan napas
4. Atelectasis
5. Nyeri dada
6. Sesak karena efusi pleura
7. Suara serak

Kanker paru seringkali menyebabkan penimbunan cairan di sekitar


paruparu (efusi pleura), sehingga penderita mengalami sesak. Efusi dan
adanya obstruksi pada bronkus oleh karsinoma paru jenis epidermoid akan
menyebabkan sesak napas hebat, kadar oksigen darah yang rendah dan
gagal jantung. Meskipun pada penderita dilakukan aspirasi cairan pleura
(torako sintesis) yang berulang-ulang, tetapi jumlah cairan efusi pleura tetap
banyak dan selalu berakumulasi kembali dengan cepat.5

48
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Rontgent thoraks PA.

Pemeriksaan foto rontgent dada dengan cara tomografi lebih akurat


menunjang kemungkinan adanya tumor paru. Akan didapatkan gambaran
masa hilar atau perihilar, lesi parenkim, pembesaran mediastinum.

2. CT-Scan dan MRI

Pemeriksaan CT-Scan pada thoraks lebih sensitif daripada


pemeriksaan foto dada biasa, karena bisa mendeteksi kelainan atau
nodul dengan diameter minimal 3 mm. pemeriksaan MRI tidak
diutamakan karena hanya terbatas untuk menilai kelainan tumor yang
menginvasi ke dalam vertebra, medulla spinalis disamping biayanya
yang cukup mahal.

3. Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan sitologi sputum rutin dilakukan terutama bila pasien
ada keluhan seperti batuk. Pemeriksaan sitologi tidak selalu
memberikan hasil positif karena ia tergantung dari letak tumor terhadap
bronkus, jenis tumor, Teknik mengeluarkan sputum, jumlah sputum
yang diperiksa, waktu pemeriksaan.
Pemeriksaan sitologi lain untuk diagnostic kanker paru dapat
dilakukan pada cairan pleura, aspirasi kelenjar getah bening, dan sikatan
bronkus pada bronkoskopi.

49
4. Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah pemeriksaan baku emas untuk
mendiagnosis kanker paru. Untuk mendapatkan spesimennya dapat
dilakukan biopsi melalui :
- Bronkoskopi.
- Trans torakal biopsi. Terutama untuk lesi yang letaknya perifer
dengan ukuran >2 cm, sensitivitasnya mencapai 90-95%.
- Torakoskopi. Teknik ini untuk tumor yang letaknya dipermukaan
pleura
- Mediastinoskopi.
- Torakotomi. Untuk diagnostik kanker paru, dikerjakan bila berbagai
prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel
tumor.

5. Pemeriksaan Serologi/ Tumor Marker


Sampai saat ini belum ada pemeriksaan serologi penanda tumor
yang spesifitasnya tinggi. Beberapa tes yang dipakai adalah CEA
(carcinoma embryonic antigen), NSE (neuron-spesific enolase), Cyfra
(cytokeratin fragments)3

50
STADIUM CA PARU

51
52
53
8. TATALAKSANA

NSCLC (Non small cell lung cancer)

- Radioterapi

Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam


tatalaksana kanker paru. Dalam tatalaksana Kanker Paru Bukan Sel Kecil
(KPKBSK), radioterapi dapat berperan di semua stadium KPKBSK sebagai
terapi kuratif definitif, kuratif neoajuvan, ajuvan maupun paliatif.
Indikasi/Tujuan radioterapi kuratif definitif sebagai modalitas terapi dapat
diberikan pada KPKBSK stadium awal (stadium I) yang secara medis
inoperabel atau yang menolak dilakukan operasi setelah evaluasi bedah
thoraks dan pada stadium lokal lanjut (stadium II dan III) secara konkuren
dengan kemoterapi. Pada pasien yang tidak bisa mentoleransi kemoradiasi
konkuren, dapat juga diberikan kemoterapi sekuensial dan radiasi atau
radiasi saja. Pada pasien stadium IIIA resektabel, kemoterapi preoperasi dan
radiasi pasca operasi merupakan pilihannya. Pada pasien Stadium IV,
radioterapi diberikan sebagai paliatif atau pencegahan gejala (nyeri,
perdarahan, obstruksi).

- Kemoterapi

Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat


utama harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance
status). Prinsip pemberian jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen
kemoterapi adalah :

1. Platinum based therapy (sisplatin atau karboplatin)


2. Respons objektif satu obat antikanker ≥15%
3. Toksisitas obat tidak melebihi grade 3 skala WHO
4. Harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 3 siklus pada
penilaian terjadi progresivitas tumor.

54
Kemoterapi lini pertama :

1. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin, siklus 3 minggu . paklitaksel


175 mg/BSA + sisplatin 60-80 mg/BSA atau paklitaksel 175
mg/BSA + karboplatin AUC-5
2. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin, siklus 3 minggu.
Gemsitabin 1250 mg/BSA (hari 1,8) + sisplatin 60-80 mg/BSA (hari
1) atau gemsitabin 1250 mg/BSA (hari 1,8) + karboplatin AUC-5
(hari 1)
3. Dosetaksel 75 mg/BSA + sisplatin 60-80 mg/BSA atau Dosetaksel
75 mg/BSA + karboplatin AUC-5 selama 3 minggu
4. Vinorelbin 30 mg/BSA (hari 1,8) + sisplatin 60-80 mg/BSA atau
vinorelbine 30 mg/BSA hari (1,8) + karbopletin AUC hari 1 selama
3 minggu
5. Pemetreksed 500 mg/BSA + sisplatin 60-80 mg/BSA (hari 1) atau
pemetreksed 500 mg/BSA hari (1,8) + karboplatin AUC-5 (hari 1)

Umumnya kemoterapi dapat diberikan sampai 4-6 siklus/sekuen, atau


penderita menunjukkan respons yang memadai. Hasil pengobatan 4-6 siklus
tidak berbeda secara signifikan tetapi pemberian 6 siklus dapat
memperpanjang masa progresivitas penyakit. Evaluasi dengan melihat
perubahan ukuran tumor pada foto toraks PA setelah pemberian siklus ke-2
dan CT Scan setelah pemberian siklus ke-3.9

Syarat yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi :

1. Tampilan lebih dari atau sama dengan 70-80. Bila tampilan <70 atau pada
lanjut usia dapat diberikan obat antikanker dengan rejimen tertentu
2. Hb lebih dari atau sama dengan 10 g%, pada penderita anemia ringan
tanpa perdarahan akut, tidak perlu transfuse darah segera, cukup diberi
terapi sesuai dengan penyebab anemia

55
3. Granulosit ≥1500/mm3
4. Trombosit ≥100.000/mm3
5. Fungsi hati baik
6. Fungsi ginjal baik

Diagram pilihan terapi sistemik berdasarkan jenis sel

56
SCLC (small cell lung cancer)

Secara umum, jenis kanker paru ini dapat dibagi menjadi dua
kelompok, Stadium terbatas (limited stage disease = LD), dan stadium lanjut
(extensive stage disease = ED). Berbeda dengan KPBSK, pasien dengan
KPKSK tidak memberikan respon yang baik terhadap terapi target. Regimen
kemoterapi yang tersedia untuk stadium ini adalah EP, sisplatin/karboplatin
dengan etoposid (pilihan utama), dan sisplatin/karboplatin dengan
irinotecan. Reseksi bedah dapat dilakukan dengan kemoterapi adjuvan atau
kombinasi kemoterapi dan radiasi terapi adjuvan pada TNM stadium dini,
dengan/tanpa pembesaran kelenjar getah bening.

9. PROGNOSIS

- Small cell lung cancer. Harapan hidup rata-rata dengan adanya terapi
meningkat dari <3 bulan menjadi 1 tahun. 50% bermetastasis ke otak.

- Non small cell lung. Pada pasien yang dilakukan tindakan bedah ,
kemungkinan hidup 5 tahun setelah operasi adalah 30%. 3

57
DAFTAR PUSTAKA

1. Hall J. Guyton dan Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Elsevier ; 2014
2. Khairani R, Syahrudiin E, Partakusuma G. Karakteristik Efusi Pleura. J
Respir Indo:32(3);2012
3. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing. Jilid II ;2016
4. Hudoyo A, Wibawanto A, Luthfi A, Rima A, Putra AC, Ratnawati A.
Pedoman Pelayanan Kedokteran. Kanker Paru. KEMENKES RI;2017
5. Suprijono A, Chodijah, Cahyono A. Kanker Paru sebagai Faktor Risiko
Terjadinya Efusi Pleura: 50(126);2012
6. Syahruddin E, Hudoyo A, Arief N. Efusi Pleura Ganas Pada Kanker Paru.
Jurnal Respir Indo;2009
7. Carson J. , Lung Cancer Staging: An Overview of the New Staging
System, and Implications for Radiographic Clinical Staging. 2011
8. Rasmin M, Jusuf A, Yunus S, Amin M, Aditama TY, Syaifuddin T, at all.
Buku Ajar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi. Penerbit FKUI;2017
9. Jusuf A, Wibawanto A, Icksan A, Juniarti, Endardjo S. Pedoman
Diagnosis & Tatalaksana Kanker Paru di Indonesia. Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia;2015

58

Anda mungkin juga menyukai