PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH :
Bella Pratiwi
030.14.030
NIM: 030.14.030
Pembimbing
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. J
No. RM : 940597
Umur : 32 tahun
Asuransi : Umum
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
I. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis (istri pasien) pada tanggal
1 Februari 2019 pukul 13.00 WIB
Keluhan Utama
Nyeri dada kanan
2
Pasien juga mengeluhkan adanya batuk berdahak yang dirasa mulai 4 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan bahwa dahak berwarna putih.
Disertai demam lebih kurang 1 minggu, demam tidak naik turun dan mengeluh
keringat pada malam hari. Mual dan muntah disangkal. Bab dan Bak dalam batas
normal
Tidak ada riwayat kencing manis, asthma, dan keganasan pada keluarga pasien.
Keluarga pasien tidak ada yang mempunyai keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat Kebiasaan
Pasien bekerja sebagai tukang bangunan, dan sering terkena debu. Jika sedang
bekerja pasien tidak memakai masker. Pasien merokok dari usia 17 tahun sampai
sekarang, rata-rata pasien menghabiskan 1 bungkus rokok dalam satu hari.
Konsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang disangkal oleh pasien.
3
Riwayat Pengobatan
Pasien biasa megkonsumsi obat-obatan warung saat ada keluhan seperti demam
dan sakit kepala.
Kulit
Warna : Sawo Efloresensi : (-)
matang Jaringan parut : (-)
Ptechiae : (-) Pertumbuhan rambut: Merata
Pigmentasi : (-) Suhu raba : Hangat
Lembab/kering : Kering Turgor : Baik
Keringat : Umum Ikterus : (-)
Lapisan lemak : Merata
Oedem : (-)
4
Retroaurikuler : tidak teraba membesar
Sepanjang M. Sternokleidomastoideus : tidak teraba membesar
Supraklavikula : tidak teraba membesar
Infraklavikula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak dilakukan pemeriksaan
Kepala
Ekspresi wajah : tampak sakit sedang
Simetri muka : simetris
Rambut : distribusi merata, warna hitam
Mata
Exophthalmus : (-)
Endophthalmus : (-)
Kelopak : oedem (-)
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterik (-)
Lapangan penglihatan : baik
Nistagmus : (-)
Lensa : jernih
Visus : normal
Gerak bola mata : aktif ke
segala arah
Tekanan bola mata: normal
5
Telinga
Daun telinga : normotia/normotia
Liang telinga : lapang/lapang
Serumen : +/+
Sekret : -/-
Membran timpani : intak/intak (inspeksi)
Hidung
Deformitas : tidak ada
Cavum nasi : lapang/lapang
Concha : eutrofi/eutrofi
Septum deviasi : -/-
Sekret : -/-
Mulut
Bibir : kering
Lidah : normoglossia, tidak terdapat kelainan
Mukosa : tidak hiperemis, tidak terdapat kelainan
Gigi geligi : caries (+), oral hygiene cukup baik
Tonsil : T1-T1, tidak hiperemis, detritus -/-, kripta
melebar -/-
Dinding faring posterior : tidak hiperemis, tidak terdapat massa
Bau pernapasan : halitosis (-)
Trismus : (-)
Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5+2 cm
Kelenjar Tiroid : tidak teraba membesar
6
Paru-Paru
Inspeksi
Gerak nafas dada kanan tertinggal. efloresensi bermakna (-), jejas (-),
retraksi sela iga (-),sela iga tidak melebar. Tulang iga dan sternum tidak
terlalu cekung atau cembung.
Palpasi
Gerak dada nafas kanan tertinggal. nyeri tekan (-), vocal fremitus
melemah pada medial dan basal kanan.
Perkusi
Sonor pada hemithoraks paru kiri. Redup mulai pada ICS 2 hingga ke
basal paru hemithoraks kanan. Batas paru dan hepar sulit dinilai.
Peranjakan hepar sulit dinilai. Batas paru dan jantung kanan sulit dinilai.
Batas bawah paru dan lambung setinggi ICS 6 garis axillaris anterior
kiri dengan suara timpani. Batas paru dan jantung kiri setinggi ICS 5 1
cm medial garis midklavikularis kiri dengan suara redup. Batas atas
jantung setinggi ICS 3 garis parasternal kiri dengan suara redup.
Auskultasi
Suara nafas vesikuler menurun pada hemithoraks kanan dan normal
pada hemithoraks kiri, wheezing -/-, ronkhi -/-
Jantung
Inspeksi
Ictus cordis terlihat di ICS 5 1 cm dari garis midklavikularis kiri
Palpasi
Ictus cordis teraba pada ICS 5 + 1 cm medial garis midklavikularis kiri.
Tidak teraba thrill. Besar sudut angulus subcostae > 90°
Perkusi
7
Batas kanan jantung sulit dinilai. Batas kiri jantung setinggi ICS 5, 1 cm
medial garis midklavikularis kiri dengan suara redup. Batas atas jantung
setinggi ICS 3 garis parasternal kiri dengan suara redup.
Auskultasi
BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
Abdomen rata, sagging of the flank (-), smiling umbilicus (-), caput
medusae (-),hernia umbilikalis (-).
Auskultasi
BU (+) 6 x/menit
Palpasi
Supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-), organomegali (-), ascites (-).
Perkusi
Timpani di seluruh lapang abdomen.
Anggota gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus : normal normal
Massa : normal normal
Sendi : ke segala arah ke segala arah
Gerakan : ke segala arah ke segala arah
Kekuatan : 5 5
Oedem : (-) (-)
Lain-lain
Ptechiae : (-) (-)
Palmar eritema : (-) (-)
8
Luka : (-) (-)
Varises : (-) (-)
Otot
Tonus : normal normal
Massa : normal normal
Sendi : ke segala arah ke segala arah
Gerakan : ke segala arah ke segala arah
Kekuatan : 5 5
Oedem : (-) (-)
Lain-lain
Ptechiae : (-) (-)
Hematoma : (-) (-)
Refleks
Refleks tendon + +
Refleks Bisep + +
Refleks Trisep + +
Refleks Patella + +
Refleks Achilles + +
Refleks patologis - -
9
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
I. Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi
30 Januari 2019
Ht 40.1 42-52%
Eosinofil 0 2-4
10
Kalium 4.91 3.3-5.1
I. EKG
11
II. Rontgen
12
Tampak perselubungan homogen setinggi sela iga 3, bagian
lateral lebih tinggi dibanding bagian medial
- pneumonia
1.1 Resume
Pasien seorang laki-laki berusia 32 tahun datang ke IGD RSUD
Kardinah Tegal pada tanggal 30 Januari 2019 dengan keluhan nyeri dada kanan
sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan terus menerus dan
memberat saat menarik napas dalam. Disertai sesak napas yang dirasa lebih
kurang 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak semakin memberat saat posisi
berbaring dan berkurang saat posisi duduk.
Pasien juga mengeluhkan adanya batuk berdahak yang dirasa mulai
4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan bahwa dahak berwarna
putih. Disertai demam lebih kurang 1 minggu, demam tidak naik turun dan
mengeluh keringat pada malam hari. Mual dan muntah disangkal. Bab dan Bak
dalam batas normal. Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit paru maupun
berobat selama 6 bulan menggunakan obat berwarna merah. Pasien tidak
memiliki riwayat asma. Pasien belum pernah dirawat di rumah sakit
sebelumnya. Pasien tidak mempunyai riwayat kencing manis dan hipertensi.
Riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan disangkal.
13
vesikular negative pada hemithoraks kanan. Pada pemeriksaan penunjang
Hematokrit : 40.1% (↓), netrofil : 70.2 (↑), Limfosit : 12.9 (↓), Monosit : 16.4
(↑), Eosinofil 0 : (↓), LED 1 jam : 77 (↑), LED 2 jam : 89 (↑), Natrium : 133.4
(↓). Hasil foto rontgent menunjukkan adanya gambaran mengawan pada
bagian tengah dan basal paru kanan. Pasien merokok sejak usia 17 tahun,
konsumsi rokok lebih kurang 1 bungkus perhari. Berdasarkan rumus indeks
Brinkman pasien masuk kategori perokok ringan.
1.8 Monitoring
Tanggal 1 Februari 2019
S : nyeri dada kanan, sesak napas, batuk sedikit.
O : KU : Tampak sakit rsedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110 / 60 mmHg
Nadi : 80 x / menit
Respirasi : 24 x / menit
Suhu : 37,3 °C
SpO2 : 98%
14
Thoraks : gerak napas dada kanan tertinggal, vocal fremitus melemah,
suara nafas vesikular menurun pada lapang paru kanan.
A : DD : Efusi pleura
TB Paru
pneumonia
Gagal jantung
Keganasan
Bronkitis akut
P : Infus RL 12 tpm
paracetamol 2x500 mg
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
Metil prednisolon 2x7,5 mg
Codein 3 x 1
15
Tanggal 2 Februari 2019
S : nyeri dada kanan, sesak napas.
O : KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110 / 70 mmHg
Nadi : 84 x / menit
Respirasi : 24 x / menit
Suhu : 36,9 °C
SpO2 : 97%
Thoraks : gerak napas dada kanan tertinggal, vocal fremitus melemah,
suara nafas vesikular menurun pada lapang paru kanan.
A : DD : Efusi pleura
TB Paru
pneumonia
Gagal jantung
Keganasan
P : infus RL 12 tpm
Paracetamol 2x500 mg
Metil prednisolon 2x7,5 mg
Dilakukan tindakan pungsi pleura pada ICS 7 linea aksilaris posterior dextra,
namun hasil negative.
Ass : efusi pleura dextra
TB Paru
pneumonia
Pleuritis
Gagal jantung
Keganasan
IPDx : CT Scan
IPRx : infus RL 12 tpm
Paracetamol 2x500 mg
16
Metil prednisolon 2x7,5 mg
Oksigen nasal kanul 3 lpm
IPEx : Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai keluhan serta
indikasi mengenai tindakan CT Scan pada pasien.
17
Paracetamol 2x500 mg
Metil prednisolon 2x7,5 mg
Oksigen nasal kanul 3 lpm
IPEx : Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai keluhan serta
indikasi mengenai tindakan CT Scan pada pasien.
18
Pleuritis
Gagal jantung
Keganasan
IPDx : CT Scan
IPRx : infus RL 12 tpm
Paracetamol 2x500 mg
Metil prednisolon 2x7,5 mg
Oksigen nasal kanul 3 lpm
IPEx : Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai keluhan serta
indikasi mengenai tindakan CT Scan pada pasien.
19
TB Paru
pneumonia
Gagal jantung
Keganasan
IPDx : CT Scan
IPRx : infus RL 12 tpm
Metil prednisolon 2x7,5 mg
Oksigen nasal kanul 3 lpm
IPEx : Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai keluhan serta
indikasi mengenai tindakan CT Scan pada pasien.
20
Dilakukan pungsi pleura di ICS 5 linea aksilaris anterior dextra pada pukul
08.00 WIB. Cairan keluar sekitar 250 cc, warna kuning keruh, hasil lalu
diserahkan ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan citologi.
21
Thoraks : suara nafas vesikular meningkat dari sebelumnya pada
lapang paru kanan.
A : Efusi pleura ganas jenis adenokarsinoma
P : infus RL 12 tpm
Metil prednisolon 2x7,5 mg
Oksigen nasal kanul 3 lpm
HASIL CT SCAN
7 Februari 2019
22
Deskripsi :
Tampak lesi hipoden prominen pada hemithorax dextra
Jaringan paru dextra tampak collap dengan air bronhogram (+)
Pada contras enhancement CT jaringan paru dextra enhance kuat
Mediastinum deviasi kiri
Corakan pulmo sinistra normal
Massa (-)
Kesan : Efusi pleura dextra massive dengan atelectasis pulmo dextra
23
Hasil Pemeriksaan Citologi
Asal jaringan : cairan pleura kanan
Makroskopis :
24
1.9 Alur Karakteristik Penyakit
Adenokarsinoma
EPG
Sesak
Nyeri dada
25
BAB II
ANALISA MASALAH
Pada hasil foto rontgent thoraks juga didapatkan gambaran perselubungan hipoden
pada paru tengah sampai ke basal yang kemungkinan menunjukkan adanya
akumulasi cairan pada area tersebut.
Adenoskarsinoma paru merupakan salah satu jenis karsinoma paru jenis
Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK). Kanker paru ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan pemeriksaan patologi
anatomik. Pada anamnesis didapatkan batuk lama, batuk berdarah, sesak nafas,
nyeri dada, suara serak, sulit/nyeri menelan yang tidak merespon dengan
pengobatan atau penurunan berat badan dalam waktu singkat, nafsu makan
menurun, demam hilang timbul, sakit kepala, nyeri di tulang atau parese, dan
pembengkakan atau ditemukannya benjolan di leher, aksila atau dinding dada. Pada
pemeriksaan Fisik mencakup tampilan umum (performance status) penderita yang
menurun, penemuan abnormal pada pemeriksaan fisik paru seperti suara napas yang
abnormal, benjolan superfisial pada leher, ketiak atau dinding dada, tanda
pembesaran hepar atau tanda asites, dan nyeri ketok di tulang. Pada pasien ini
ditemukan adanya sesak nafas, nyeri dada, demam. Setelah dilakukan pungsi pleura
26
dan didapatkan cairan pleura lalu cairan dilakukukan pemeriksaan citologi dan
didapatkan hasil adenokarsinoma paru.
Salah satu gejala klinis dari adenokarsinoma paru adalah adanya efusi
pleura. Kemungkinan pada pasien ini efusi pleura merupakan salah satu komplikasi
dari adenokarsinoma paru. Pasien juga perokok aktif yang merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya adenokarsinoma paru.
Dapat dikatakan bahwa pasien ini merupakan pasien efusi pleura ganas jenis
Adenokarsinoma berdasarkan manifestasi yang muncul dan pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan.
27
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
28
Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel (yang
memproduksi cairan), membran basalis, jaringan elastik dan kolagen,
pembuluh darah dan limfe.
Keluar dan masuknya cairan dari dan ke pleura harus berjalan seimbang
agar nilai normal cairan pleura dapat dipertahankan
3.1.2 DEFINISI
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari
dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa
cairan transudat atau cairan eksudat. 2
3.1.3 ETIOLOGI
Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan pleura. Tahap
yang pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura jenis
transudat atau eksudat.
29
Efusi pleura tipe transudatif biasanya terdapat pada keadaan meningkatnya
tekanan kapiler sistemik, meningkatnya tekanan kapiler pulmoner,
menurunnya tekanan koloid osmotik ke dalam pleura, menurunnya tekanan
intrapleura.
Transudat Eksudat
30
Efusi pleura berupa:
a) Eksudat,
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang
permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan
protein transudat. Terjadinya perubahan permeabilitas membrane adalah karena
adanya peradangan pada pleura. Protein yang terdapat dalam cairan pleura
kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah
bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan
konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat. Efusi pleura
eksudat dapat disebabkan oleh :
31
4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui
focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara
hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi
disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan,
sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura,
menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh
TBC biasanya unilateral pada hemithoraks dan jarang yang masif. Pada pasien
pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan, dyspneu,
dan nyeri dada pleuritik.
5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru,
mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan
ukuran jantung yang tidak membesar. Keluhan yang paling banyak ditemukan
adalah sesak dan nyeri dada. Gejala lain adalah akumulasi cairannya kembali
dengan cepat walaupun dilakukan torakosintesis berkali-kali. Patofisiologi
terjadinya efusi ini diduga karena :
b). Transudat
Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik
dan koloid osmotic menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi
32
pleura akan melebihi reabsorpsi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada:
(1). Meningkatnya tekanan kapiler sistemik, (2). Meningkatnya tekanan kapiler
pulmoner, (3) Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura, (4) Menurunnya
tekanan intra pleura. Efusi plura transudat dapat terjadi pada :
1. Gangguan kardiovaskular
2. Hipoalbuminemia
3. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang
kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi
33
kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila
penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada
alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan yang dapat dilakukan adalah
pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi)
dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa
dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.
4. Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan
sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor
ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul
karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya terjadi
karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma. Klinisnya
merupakan penyakit kronis.
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi
unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisa dari rongga peritoneal
ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan
samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisa.
34
c). Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada
hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang
baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor
koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila
darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari
trauma dinding dada.
3.1.4 PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura
berfungsi untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling
bergerak karena pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu terjadi filtrasi
cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler pleura parietalis dan diabsorpsi oleh
kapiler dan saluran limfe pleura parietalis dengan kecepatan yang seimbang dengan
kecepatan pembentukannya.
1). Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada sirkulasi
kapiler
3). Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga
pleura.
35
Gambar 1. Patofisiologi efusi pleura
36
pada sirosis hepatis. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat
terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan
b. Pemeriksaan Fisik.
Inspeksi. Pengembangan paru menurun, tampak sakit, tampak lebih
cembung
Palpasi. Gerakan dada yang tertinggal dan penurunan fremitus vocal atau
taktil pada sisi yang sakit
Perkusi. Redup pada perkusi
Auskultasi. Penurunan bunyi napas
Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub. Apabila terjadi
atelektasis kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan bunyi napas
bronkus. Nyeri dada pada pleuritis : Simptom yang dominan adalah sakit yang
tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura
visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura parietalis yang inflamasi
dan mendapat persarafan dari nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan
pada tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain :
1. Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G.
Nervuis intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan
abdomen.
37
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada permulaan dan akhir
penyakit terdengar krepitasi pleura.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto thoraks
Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang terdapat
dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan
permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial, tampak sudut
kostrofrenikus menumpul. Pada pemeriksaan foto dada posisi lateral
dekubitus, cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi.
2. Torakosentesis.
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun
terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi
dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan
jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya
tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi. Untuk diagnosis cairan
pleura dilakukan pemeriksaan:
38
a. Warna cairan. Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan (serous-
santrokom).Bila agak kemerahan-merahan, dapat terjadi trauma, infark
paru, keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kunig
kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan empiema. Bila merah coklat
menunjukkan abses karena amuba.
b. Biokimia. Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat.
3. Sitologi.
Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel
patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
Sel neutrofil: pada infeksi akut
Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau limfoma
maligna).
Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru
Sel mesotel maligna: pada mesotelioma
Sel giant: pada arthritis rheumatoid
Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik
Sel maligna: pada paru/metastase.
4. Bakteriologi.
Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat mengandung
mikroorganisme berupa kuman aerob atau anaerob. Paling sering
Pneumokokus, E.coli, klebsiela, pseudomonas, enterobacter.
5. Biopsi Pleura.
Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan
tumor pleura. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks,
penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.3
39
3.1.6 Diagnosa
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan fisik
yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi dan analisa
cairan pleura.6
4.1.1 Definisi
4.1.2 Etiologi
4.1.3 Patofisiologi
Mekanisme langsung :
40
- Pembesaran kelenjar getah bening mediastinum yang mengakibatkan
penurnan drainase pleura melalui sistem limfatik
- Sumbatan duktus toracicus
- Obstruksi bronkus yang menyebabkan penurunan tekanan intrapleura
- Gangguan perikardial
- Hipoproteinemia
- Emboli paru
- Passcaradioterapi
41
pleura sehingga akan terjadi akumulasi cairan dalam rongga pleura dan
akhirnya akan terbentuk efusi pleura.
4.1.3 Diagnosis
Anamnesis
- sesak napas
- napas pendek
- batuk
- batuk darah
- nyeri dada
42
- isi dada terasa penuh
- tidak dapat tidur terlentang
- anoreksia
- berat badan turun
Pemeriksaan Fisik
Pencitraan
43
Bronkonskopi dilakukan jika dengan pencitraan tidak ditemukan tumor
primer intratoraks maka perlu dilakukan bronkoskopi. Dengan menggunakan
bronkoskop dapat dilihat tanda keganasan (mukosa infiltratif atau tumor
primer) pada lumen bronkus atau penekanan dinding bronkus oleh massa
sentral di rongga toraks.
44
4.1.4 Penatalaksanaan
1. Terapi penyakit dasarnya (Antibiotika).
2. Terapi Paliatif (Efusi pleura haemorhagic).
3. Torakosentesis.
1. Definisi
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan
yang berasal dari paru sendiri (primer). Dalam pengertian klinik yang dimaksud
dengan kanker paru primer adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus
(karsinoma bronkus/bronchogenic carcinoma).
45
2. Epidemiologi
Kanker paru merupakan penyebab utama keganasan di dunia, mencapai hingga
13 persen dari semua diagnosis kanker. Selain itu, kanker paru juga menyebabkan
1/3 dari seluruh kematian akibat kanker pada laki-laki. Di Amerika Serikat,
diperkirakan terdapat sekitar 213.380 kasus baru pada tahun 2007 dan 160.390
kematian akibat kanker paru pada tahun 2007. Berdasarkan data WHO, kanker paru
merupakan jenis kanker terbanyak pada laki-laki di Indonesia, dan terbanyak
kelima untuk semua jenis kanker pada perempuan. Kanker paru juga merupakan
penyebab kematian akibat kanker terbanyak pada laki-laki dan kedua terbanyak
pada perempuan.4
4. Patologi
Gambaran histologi yang khas adalah dominasi sel-sel kecil yang hampir
semuanya diisi oleh mucus dengan sebaran kromatin yang sedikit sekali tanpa
nukleol. Disebut juga sebagai oat cell carcinoma karena bentuknya mirip
dengan bentuk biji gandum, sel kecil ini cenderung berkumpul di sekeliling
pembuluh darah halus menyerupai pseudoseret. Sel-sel yang bermitosis banyak
sekali ditemukan begitu juga gambaran nekrosis. DNA yang gelap
menyebabkan gambaran warna gelap disekitar pembuluh darah.
46
- Karsinoma sel skuamosa/karsinoma bronkogenik
- Adenokarsinoma
- karsinoma bronkoalveolar
5. ETIOLOGI
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab pasti kanker paru belum
diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat
karsinogenik merupakan faktor penyebab utama selain adanya faktor lain
seperti kekebalan tubuh, genetic dan lain-lain.
47
Etiologi kanker paru sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok.
Terdapat hubungan antara raata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari dengan
tingginya insiden kanker paru. Dikatakan bahwa 1 dari 9 perokok berat akan
menderita kanker paru. Efek rokok bukan saja mengakibatkan kanker paru, tapi
dapat juga menimbulkan kanker organ lain seperti mulut, laring dan esophagus.
Etiologi lain dari kanker paru yang pernah dilaporkan antara lain seperti
paparan zat karsinogen seperti radiasi ion tambang uranium, radon, arsen,
kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorida, polusi udara, genetik.3
4. GAMBARAN KLINIS
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-
gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien sudah dalam
stadium lanjut. Gejala dapat berupa :
1. Batuk
2. Hemoptysis
3. Mengi (wheezing,stridor) karena adanya obstruksi jalan napas
4. Atelectasis
5. Nyeri dada
6. Sesak karena efusi pleura
7. Suara serak
48
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
3. Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan sitologi sputum rutin dilakukan terutama bila pasien
ada keluhan seperti batuk. Pemeriksaan sitologi tidak selalu
memberikan hasil positif karena ia tergantung dari letak tumor terhadap
bronkus, jenis tumor, Teknik mengeluarkan sputum, jumlah sputum
yang diperiksa, waktu pemeriksaan.
Pemeriksaan sitologi lain untuk diagnostic kanker paru dapat
dilakukan pada cairan pleura, aspirasi kelenjar getah bening, dan sikatan
bronkus pada bronkoskopi.
49
4. Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah pemeriksaan baku emas untuk
mendiagnosis kanker paru. Untuk mendapatkan spesimennya dapat
dilakukan biopsi melalui :
- Bronkoskopi.
- Trans torakal biopsi. Terutama untuk lesi yang letaknya perifer
dengan ukuran >2 cm, sensitivitasnya mencapai 90-95%.
- Torakoskopi. Teknik ini untuk tumor yang letaknya dipermukaan
pleura
- Mediastinoskopi.
- Torakotomi. Untuk diagnostik kanker paru, dikerjakan bila berbagai
prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel
tumor.
50
STADIUM CA PARU
51
52
53
8. TATALAKSANA
- Radioterapi
- Kemoterapi
54
Kemoterapi lini pertama :
1. Tampilan lebih dari atau sama dengan 70-80. Bila tampilan <70 atau pada
lanjut usia dapat diberikan obat antikanker dengan rejimen tertentu
2. Hb lebih dari atau sama dengan 10 g%, pada penderita anemia ringan
tanpa perdarahan akut, tidak perlu transfuse darah segera, cukup diberi
terapi sesuai dengan penyebab anemia
55
3. Granulosit ≥1500/mm3
4. Trombosit ≥100.000/mm3
5. Fungsi hati baik
6. Fungsi ginjal baik
56
SCLC (small cell lung cancer)
Secara umum, jenis kanker paru ini dapat dibagi menjadi dua
kelompok, Stadium terbatas (limited stage disease = LD), dan stadium lanjut
(extensive stage disease = ED). Berbeda dengan KPBSK, pasien dengan
KPKSK tidak memberikan respon yang baik terhadap terapi target. Regimen
kemoterapi yang tersedia untuk stadium ini adalah EP, sisplatin/karboplatin
dengan etoposid (pilihan utama), dan sisplatin/karboplatin dengan
irinotecan. Reseksi bedah dapat dilakukan dengan kemoterapi adjuvan atau
kombinasi kemoterapi dan radiasi terapi adjuvan pada TNM stadium dini,
dengan/tanpa pembesaran kelenjar getah bening.
9. PROGNOSIS
- Small cell lung cancer. Harapan hidup rata-rata dengan adanya terapi
meningkat dari <3 bulan menjadi 1 tahun. 50% bermetastasis ke otak.
- Non small cell lung. Pada pasien yang dilakukan tindakan bedah ,
kemungkinan hidup 5 tahun setelah operasi adalah 30%. 3
57
DAFTAR PUSTAKA
1. Hall J. Guyton dan Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Elsevier ; 2014
2. Khairani R, Syahrudiin E, Partakusuma G. Karakteristik Efusi Pleura. J
Respir Indo:32(3);2012
3. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing. Jilid II ;2016
4. Hudoyo A, Wibawanto A, Luthfi A, Rima A, Putra AC, Ratnawati A.
Pedoman Pelayanan Kedokteran. Kanker Paru. KEMENKES RI;2017
5. Suprijono A, Chodijah, Cahyono A. Kanker Paru sebagai Faktor Risiko
Terjadinya Efusi Pleura: 50(126);2012
6. Syahruddin E, Hudoyo A, Arief N. Efusi Pleura Ganas Pada Kanker Paru.
Jurnal Respir Indo;2009
7. Carson J. , Lung Cancer Staging: An Overview of the New Staging
System, and Implications for Radiographic Clinical Staging. 2011
8. Rasmin M, Jusuf A, Yunus S, Amin M, Aditama TY, Syaifuddin T, at all.
Buku Ajar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi. Penerbit FKUI;2017
9. Jusuf A, Wibawanto A, Icksan A, Juniarti, Endardjo S. Pedoman
Diagnosis & Tatalaksana Kanker Paru di Indonesia. Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia;2015
58