Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Hipertensi yang umum dikenal dengan penyakit tekanan darah tinggi


adalah penyakit yang ditandai dengan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan
atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang.
Hipertensi adalah salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di
Indonesia, sehingga tatalaksana penyakit ini merupakan intervensi yang sangat
umum dilakukan diberbagai tingkat fasilitas kesehatan.

Penderita hipertensi di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 77,9 juta


atau 1 dari 3 penduduk pada tahun 2010. Prevalensi hipertensi pada tahun 2030
diperkirakan meningkat sebanyak 7,2% dari estimasi tahun 2010. Data tahun
2007-2010 menunjukkan bahwa sebanyak 81,5% penderita hipertensi menyadari
bahwa bahwa mereka menderita hipertensi, 74,9% menerima pengobatan dengan
52,5% pasien yang tekanan darahnya terkontrol (tekanan darah sistolik <140
mmHg dan diastolik <90 mmHg) dan 47,5% pasien yang tekanan darahnya tidak
terkontrol. Persentase pria yang menderita hipertensi lebih tinggi dibanding
wanita hingga usia 45 tahun dan sejak usia 45-64 tahun persentasenya sama,
kemudian mulai dari 64 tahun ke atas, persentase wanita yang menderita
hipertensi lebih tinggi dari pria (Go dkk., 2014).

Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan


masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia.
Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara
berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di
perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada
angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini.

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 1


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% pada tahun 2013,
tetapi yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau riwayat minum obat
hanya sebesar 9,5%. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar kasus hipertensi
di masyarakat belum terdiagnosis dan terjangkau pelayanan kesehatan
(Kemenkes RI, 2013).Baik dari segi case-finding maupun penatalaksanaan
pengobatannya jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita
hipertensi tidak mempunyai keluhan. Profil data kesehatan Indonesia tahun 2011
menyebutkan bahwa hipertensi merupakan salah satu dari 10 penyakit dengan
kasus rawat inap terbanyak di rumah sakit pada tahun 2010, dengan proporsi
kasus 42,38% pria dan 57,62% wanita, serta 4,8% pasien meninggal dunia
(Kemenkes RI, 2012). Angka rata-rata prevalensi Hipertensi di Sumatera Barat
31.2 %, tidak berbeda jauh dengan rata-rata Indonesia 31.7 % namun beberapa
Kabupaten/Kota seperti Sawah Lunto, Tanah Datar, Payakumbuh, Solok Selatan
dan Dharmas Raya memiliki angka prevalensi diatas angka Nasional (Riskesda,
2014). Di Puskemas Nanggalo pada tahun 2015 ditemukan penderita hipertensi
sebanyak 999 orang. Pada Januari – Maret 2016 ditemukan penderita baru
Hipertensi sebanyak 414 orang dan kasus rujukan ke Rumah Sakit sebanyak 151
orang.
Penatalaksanaan penyakit hipertensi dikenal dengan 4 pilar utama
pengelolaan, yaitu penyuluhan, perencanaan pola makan, latihan jasmani dan
medikamentosa. Komponen utama dalam keberhasilan penatalaksanaan
hipertensi adalah modifikasi gaya hidup. Menjalani pola hidup sehat telah banyak
terbukti dapat menurunkan tekanan darah, dan secara umum sangat
menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular.Target
tekanan darah yang telah banyak direkomendasikan adalah tekanan darah sistolik
< 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik <90mmHg.

Berdasarkan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia yang mengatur


Standar Kompetensi Dokter Indonesia, Penyakit Hipertensi Essensial masuk ke
kompetensi 4A yaitu dokter umum mampu melakukan diagnosis klinis dan
melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas. Oleh

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 2


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
karena itu kami memutuskan untuk menjadikan pasien Hipertensi Essensial yang
berobat ke Puskesmas Nanggalo sebagai sampel untuk kegiatan Mini
Project.Diharapkan dengan kegiatan ini kami dapat membantu pasien dalam
pengelolaan penyakitnya berdasarkan 4 pilar utama pengelolaan yaitu penyuluhan
tentang etiologi, gejala, faktor resiko, komplikasi, pencegahan dan pengobatan,
perencanaan pola makan, latihan jasmani dan medikamentosa.

2. Rumusan Masalah
Bagaimana pengetahuan pasien Hipertensi tentang penyakit yang dideritanya
di Puskesmas Nanggalo Padang periode April-Mei 2016.

3. Tujuan Kegiatan
 Tujuan Umum
Diketahuinya tingkat pengetahuan pasien Hipertensi tentang penyakit
yang dideritanya.
 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya tingkat pengetahuan pasien Hipertensi sebelum
diberikan konseling tentang etiologi, gejala, faktor resiko, komplikasi,
pencegahan, dan pengobatan.
2. Diketahuinya tingkat pengetahuan pasien Hipertensi sesudah
diberikan konseling tentang etiologi, gejala, faktor resiko, komplikasi,
pencegahan, dan pengobatan.
3. Diketahuinya gambaran tekanan darah pasein Hipertensi sebelum
diberikan konseling.
4. Diketahuinya gambaran tekanan darah pasein Hipertensi sesudah
diberikan konseling.

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 3


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
4. Manfaat Kegiatan
1. Sebagai masukan bagi Puskesmas Nanggalo tentang Gambaran apa
saja yang berhubungan dengan pengetahuan penyakit Hipertensi untuk
keberhasilan pengobatan.
2. Bagi dokter Internsip untuk menambah pengetahuan dan wawasan
tentang gambaran yang berhubungan dengan pengetahuan penyakit
Hipertensi untuk keberhasilan pengobatan yang akan datang.

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 4


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGETAHUAN

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan terjadi
melalui panca Indera (Notoatmodjo, 2007:139)

2.1.1 Tingkat Pengetahuan


Pengetahuan atau kognitif merupakan desain yang sangat penting
untuk terbentuk tindakan seseorang (Over Behavior). Pengetahuan dapat
mempengaruhi perilaku (Notoadmojo, 2007:140) kemudian ada enam
tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif yakni:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya kedalam tingkat pengetahuan ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.Oleh
sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah ukurannya antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefenisikan, menyatakan dan seagainya.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh menyimpulkan, meramalkan
dan sebagaiknya terhadap objek yang dipelajari

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 5


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real
(sebenarnya), aplikasi dapat diartikan sebagai penggunaan
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya, dalam
konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu objek kedalam komponen-komponen,
tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih
ada kaitannya satu sama lain. Seperti dapat menggambarkan,
membedakan dan mengelompokkan
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis merupakan kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi baru yang ada.
Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan dan
menyesuaikan terhadap suatu teori yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau
objek.Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang
ingin diukur dari subjek atau responden. Kedalaman pengetahuan
yang ingin diketahui dan diukur dapat disesuaikan dengan
tingkat-tingkat pengetahuan diatas (Notoatmodjo, 2007:141)

2.1.2 Sikap
1. Penegetahuan
Sikap merupakan respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus. Sikap elum berupa tindakan, tetapi baru
bisa ditafsirkan (Notoatmodjo, 2007:142)

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 6


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
2. Komponen Sikap
Menurut Notoatmodjo, (2007:143) menjelaskan bahwa sikap
itu mempunyai komponen pokok yakni :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu
objek.
b.Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
c.Kecendrungan untuk bertindak
3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap
a. Faktor Internal
Faktor yang terdapat dalam diri orang yang
bersangkutan seperti selektifitas.
b.Faktor eksternal
Faktor yang merupakan berasal dari luar manusia yaitu
sifat objek yang dijadikan sasaran sikap adalah pandangan
atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak
sesuai dengan sikap yang objek tadi.Jadi sikap senantiasa
terarah terhadap suatu hal, suatu objek, tidak ada sikap
yang tanpa objek. Manusia dapat mempunyai sikap
terhadap bermacam-macam hal ( Heri Purwanto, 1999:62)
4. Tingkatan Sikap
Sikap terdiri dari 4 tingkatan :
a. Menerima (Recaifing)
Menerima artinya bawa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek)
b. Merespon (Responding)
Memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu
indikasi dari sikap.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 7


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
d. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap
yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2007:144)
5. Ciri-ciri Sikap
Ciri-ciri Sikap adalah sebagai berikut:
a. Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau
dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam
berhubungan dengan objeknya.
b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat
dipelahari dan karena itu pula sikap dapat berubah pada
orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-
syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
c. Sikap tidak dapat berdiri sendiri, tetapi senantiasa
mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek,
dengan kata lain sikap itu terbentuk, dipelajari atau
berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek
tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.
d. Obejk sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi
dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut
e. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan
sifat inilah yang membedakan sikap dari kecakapan-
kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki
(Heri Purwanto, 1999:63)
6. Pembentukan Sikap
Sikap dapat dibentuk/berubah melaui 4 macam cara:
a. Adopsi
Kejadian-kejadian dan peristiwa yang terjadi berulang
dan terus-menerus.lama kelamaan serta bertahap diserap
kedalam diri individu dan mempengaruhi terbentunya
suatu sikap

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 8


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
b. Dengan berkembang intelegensi, bertambahnya
pengalaman, sejalan dengan bertambhanya usia, maka
ada hal-hal yang terjadinya dianggap sejenis sekarang
dipandang tersendiri lepas dari jenisnya, terdapat objek
tersebut terbentuk sikap tersendiri pula.
c. Integrasi
Pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimlai
dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan
satu hal tertentu
d. Trauma
Pengalaman yang tiba-tiba mengejutkan yang
meninggalkan kesan medalam pada jiwa orang yang
bersangkutan, pengalamn-pengalaman yang traumatis
dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap (Heri
Purwanto,1999:65)
7. Pengukuran Sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan
tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana
pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek
(Notoatmodjo, 2007:144)

2.2 HIPERTENSI

2.2.1 Definisi
Hipertensi atau penyakit darah tinggi adalah suatugangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa
oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi
sering kali disebut sebagai Silent Killer, karena termasuk penyakit yang
mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai
peringatan bagi korbannya (Lanny Sustrani, dkk, 2004).

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 9


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat
melebihi batas normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan
usia. Berbagai faktor dapat memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian
besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi essential). Penyebab
tekanan darah meningkat adalah peningkatankecepatan denyut jantung,
peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari tepi dan peningkatan
volume aliran darah (Kurniawan,2002).

Penyakit hipertensi merupakan penyakit kelainan jantung yang ditandai


oleh meningkatnya tekanan darah dalam tubuh.Seseorang yang terjangkit
penyakit ini biasanya berpotensi mengalami penyakit-penyakit lain seperti
stroke, dan penyakit jantung (Rusdi dan Nurlaela, 2009).

The Sixth Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation,


and Treatment of High Blood Pressure (1997) mendefinisikan hipertensi sebagai
tekanan darah sistolik 140 mgHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 90
mmHg atau lebih atau sedang dalam pengobatan anti hipertensi.

2.2.2 Epidemiologi
Hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah, yang
cukup banyak mengganggu kesehatan masyarakat.Pada umumnya, terjadi pada
manusia yang setengah umur (lebih dari 40 tahun. Boedi Darmoyo dalam
penelitiannya menemukan bahwa antara 1,8% -28,6% penduduk dewasa adalah
penderita hipertensi.
Prevalensi hipertensi di seluruh dunia diperkirakan antara 15-20%. Pada
usia setengah baya dan muda, hipertensi ini lebih banyak menyerang pria
daripada wanita. Pada golongan umum 55 -64 tahun, penderita hipertensi pada
pria dan wanita sama banyak. Pada usia 65 tahun ke atas, penderita hipertensi
wanita lebih banyak daripada pria. Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa
tingginya tekanan darah berhubungan erat dengan kejadian penyakit
jantung.Sehingga, pengamatan pada populasi menunjukkan bahwa penurunan
tekanan darah dapat menurunkan terjadinya penyakit jantung.

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 10


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
2.2.3 Faktor Resiko
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
a) Umur
Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin tinggi
usia seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya.. Hal ini disebabkan
elastisitas dinding pembuluh darah semakin menurun dengan bertambahnya
usia.
b) Jenis Kelamin
Sejumlah fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem rennin
angiotensin.Secara umum tekanan darah pada laki – laki lebih tinggi
daripada perempuan. Pada perempuan risiko hipertensi akan meningkat
setelah masa menopause yang mununjukkan adanya pengaruh hormon.
c) Keturunan (genetik)
Adanya riwayatkeluarga terhadap hipertensi dan penyakit jantung secara
signifikan akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada perempuan
dibawah 65 tahun dan laki – laki dibawah 55 tahun.

2. Faktor risiko yang dapat diubah


a) Kegemukan (obesitas)
Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat kaitannya dengan
hipertensi.Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada besarnya
penambahan berat badan.Peningkatan risiko semakin bertambah parahnya
hipertensi terjadi pada penambahan berat badan tingkat sedang.
b) Merokok
Menurut penelitian, diungkapkan bahwa merokok dapat meningkatkan
tekanan darah.Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan
kesehatan, karena nikotin dapat meningkatkanpenggumpalan darah dalam
pembuluh darah dan dapat menyebabkan pengapuran pada dinding
pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf yang
menyebabkan peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik,
denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa,

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 11


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
pemakaian O2 bertambah, aliran darah pada koroner meningkat dan
vasokontriksi pada pembuluh darah perifer.
c) Kurang olahraga
Olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah pada semua
kelompok, baik hipertensi maupun normotensi.
d) Psikososial dan stress
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalaui saraf simpatis
yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten.
e) Konsumsi garam berlebih
Hubungan antara retriksi garam dan pencegahan hipertensi masih belum
jelas.Namun berdasarkan studi epidemiologi diketahui terjadi kenaikan
tekanan darah ketika asupan garam ditambah.
f) Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia
g) Diabetes melitus
h) Alkohol

2.2.4 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dibedakan menjadi 2:
1. Hipertensi primer atau esensial. Penyebab hipertensi ini masih belum
diketahui secara pasti penyebabnya. Namun, berbagai faktor diduga turut
berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur,
stres psikologis, dan hereditas (keturunan). Hipertensi primer memiliki
populasi kira-kira 90% dari seluruh pasien hipertensi.
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang hipertensi yang penyebabnya
dapat diketahui sepeti kerusakan ginjal, diabetes, kerusakan vaskuler,
gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal
(hiperaldosteronisme), dan lain-lain. Sekitar 10% dari pasien hipertensi
tergolong hipertensi sekunder.

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 12


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC-7 tahun 2003
Klasifikasi Tekanan
Sistolik (mmHg) Diatolik (mmHg)
Darah

Normal < 120 dan < 80

Prehipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi stadium 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi stadium 2 ≥ 160 atau ≥ 100

Pasien yang menderita hipertensi, kemungkinan besar juga dapat


mengalami krisis hipertensi.Krisis hipertensi merupakan suatu kelainan klinis 6
ditandai dengan tekanan darah yang sangat tinggi yaitu tekanan sistolik >180
mmHg atau tekanan distolik >120 mmHg yang kemungkinan dapat menimbulkan
atau tanda telah terjadi kerusakan organ.Krisis hipertensi meliputi hipertensi
emergensi dan hipertensi urgensi.Hipertensi emergensi yaitu tekanan darah
meningkat ekstrim disertai kerusakan organ akut yang progresif, sehingga tekanan
darah harus diturunkan segera (dalam hitungan menit-jam) untuk mencegah
kerusakan organ lebih lanjut. Hipertensi urgensi yaitu tingginya tekanan darah
tanpa adanya kerusakan organ yang progresif sehingga tekanan darah diturunkan
dalam waktu beberapa jam hingga hari pada nilai tekanan darah tingkat I (Depkes
RI, 2006).

2.2.5 Patofisiologi
Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer.
Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akan
mempengaruhi tekanan darah (gb. 1). Tekanan darah membutuhkan aliran darah
melalui pembuluh darah yang ditentukan oleh kekuatan pompa jatung (cardiac
output) dan tahanan perifer (peripheral resistance).Sedangkan cardiac output dan
tahanan perifer dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling berinteraksi (asupan

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 13


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
natrium, stres, obesitas, genetik dan lain-lain).Hipertensi terjadi jika terdapat
abnormalitas faktor-faktor tersebut.

Gambar 2.1.Beberapa faktor yang terlibat pada kontrol tekanan darah.

2.2.6 Manifestasi Klinis


Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak).
Keluhan-keluhan pada penderita hipertensi antara lain:
1. Sakit kepala, rasa berat di tengkuk
2. Gelisah, nokturia, epistaksis
3. Jantung berdebar-debar
4. Pusing, perasaan berputar dan serasa ingin jatuh.
5. Penglihatan kabur
6. Rasa sakit didada
7. Telinga berdenging.
8. Mual atau gangguan pencernaan
9. Keringat yang berlebihan

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 14


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
10. Kulit yang nampak pucat atau kemerahan
11. Mudah lelah, lekas marah, sulit tidur dan lain-lain.

Gejala akibat komplikasi hipertensi


1) Gangguan penglihatan
2) Gangguan saraf
3) Gangguan jantung
4) Gangguan fungsi ginjal
5) Angguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan perdarahan
akibat pecahnya pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan,
gangguan kesadaran hingga koma.

2.2.7 Diagnosis

A. Anamnesis
1) Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2) Indikasi adanya hipertensi sekunder
 Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal
 Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri,
pemakaian obat-obat analgesik dan obat/bahan lain
 Episode berkeringat, sekit kepala, kecemasan, palpitasi
(feokromositoma)
 Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
3) Faktor-faktor resiko
 Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau
keluarga pasien
 Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
 Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya
 Kebiasaan merokok
 Pola makan
 Kegemukan, intensitas olahraga
 Kepribadian

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 15


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
4) Gejala kerusakan organ
 Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan,
transient ischemic attacks, defisit sensoris atau motoris
 Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki
 Ginjal : haus, poliuria, hematuria
 Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten
5) Pengobatan hipertensi sebelumnya
6) Faktor-faktor pribadi, keluarga, dan lingkungan

B. Pemeriksaan fisik
- Pengukuran tekanan darah
Pengukuran di lakukan pada posisi duduk di kursi
setelah pasien istirahat selama 5 menit, kaki di lantai dan lengan
setinggi jantung. Pengukuran dilakukan dua kali dengan selang 1-5
menit, pengukuran tambahan dilakukan jika kedua hasil pangukuran
sebelumnya berbeda

Pada pasien hipertensi, beberapa pemeriksaan untuk


menetukan adanya kerusakan organ target dapat dilakukan secara
rutin, sedang pemeriksaan lain hanya dilakukan bila ada kecurigaan
yang didukung oleh kelihan dan gejala pasien. Pemeriksaan untuk
mengevaluasi adanya kerusakan organ target meliputi :

1) Jantung
 Pemeriksaan fisik
 Foto polos dada (untuk melihat pembesaran jantung, kondisi
arteri intratoraks dan sirkulasi pulmoner)
 Elektrokardiografi (untuk deteksi iskemia, gangguan
konduksi, aritmia serta hiprtrofi ventrikel kiri)
 Ekokardiografi
2) Pembuluh darah
 Pemeriksaan fisik termasuk perhitungan pulse pressure
Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 16
Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
 Ultrasonografi (USG) karotis
 Fungsi endotel (masih dalam penelitian)
3) Otak
 Pemeriksaan neurologis
 Diagnosis strok ditegakkan dengan menggunakan CT Scan
atau MRI (untuk pasien dengan keluhan gangguan neural,
kehilangan memori, atau gangguan kognitif)
4) Mata
 Funduskopi
5) Fungsi ginjal
 Pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanyan
proteinuria/makro-mikroalbuminuris serta rasio albumin
kreatinin urin
 Perkiraan laju filtrasi glomerulus

JNC 7 menyatakan bahwa tes yang lebih mendalam untuk


mencari penyebab hipertensi tidak dianjurkan kecuali jika dengan
terapi yang memadai tekanan darah tidak tercapai.

- Pemeriksaan penunjang

 Test darah rutin


 Glukosa darah puasa
 Kolesterol total serum
 Kolesterol LDL dan HDL serum
 Trigliserida serum puasa
 Asam urat serum
 Kreatinin serum
 Kalium serum
 Hemoglobin dan hematokrit
 Urinalisis

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 17


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
2.2.8 Tatalaksana

Gambar 2.2 Algoritma Terapi Hipertensi menurut JNC 7

1. Terapi non farmakologis


Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat
menurunkan tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan
dalam menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular.

Pada pasien yang menderita hipertensi derajat1, tanpa faktor risiko


kardiovaskular lain ,maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana
tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila
setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah
yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain,
maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 18


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines
adalah :

 Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan


memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan
manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah, sepert
menghindari diabetes dan dislipidemia.

 Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam


dan lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah.
Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam pada
makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya.
Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk
mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat
≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2gr/hari

 Olahraga.Olahraga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30–60


menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan
tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk
berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk
berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam
aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.

 Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum


menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi
alcohol semakin hari semakin meningkat seiring dengan
perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama dikota besar.
Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas perhari pada pria atau 1 gelas
perhari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan
demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alcohol sangat
membantu dalam penurunan tekanan darah.

 Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti
berefek langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 19


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular,
dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok.

 Makanan yang harus dihindari atau dibatasi adalah:

 Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru,


minyak kelapa, gajih).
 Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium
(biscuit, craker, keripik dan makanan kering yang asin).
 Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned,
sayuran serta buahbuahan dalam kaleng, soft drink).
 Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon,
ikan asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).
 Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta
sumber protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging
merah (sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam).
 Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus
sambal, tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya
mengandung garam natrium.
 Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian,
tape.

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 20


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
Tabel 2.2. Rerata penurunan Tekanan Darah berdasarkan
Modifikasi Gaya Hidup

2. Terapi farmakologis

Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal , masa


kerja yang panjang sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya
mungkin dapat ditarnbahkan selama beberapa bulan pertama
perjalanan terapi.Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok bergantung
pada keparahan penyakit dan respon penderita terhadap obat anti
hipertensi. Beberapa prinsip pemberian obat anti hipertensi sebagai
berikut :

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 21


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
1. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab
hipertensi. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk
menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur
dan mengurangi timbulnya komplikasi.
2. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan
obat anti hipertensi.
3. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan
pengobatan seumur hidup.

Tabel 2.3 Target pengobatan menurut JNC 8

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 22


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
Gambar 2.3 Alogaritma Pengobatan Hipertensi Menurut JNC 8

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 23


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
Jenis-jenis obat antihipertensi :
1. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan mengeluarkan cairan
tubuh (Iewat kencing), sehingga volume cairan tubuh berkurang
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi ingan dan berefek
turunnya tekanan darah.Digunakan sebagai obat pilihan pertama pada
hipertensi tanpa adanya penyakit lainnya.
2. Penghambat Simpatis
Golongan obat ini bekerja denqan menghambat aktifitas syaraf
simpatis (syaraf yang bekerja pada saat kita beraktifitas). Contoh obat
yang termasuk dalam golongan penghambat simpatetik adalah :
metildopa, klonodin dan reserpin. Efek samping yang dijumpai
adalah: anemia hemolitik (kekurangan sel darah merah kerena
pecahnya sel darah merah), gangguan fungsi ahati dan kadang-kadang
dapat menyebabkan penyakit hati kronis. Saat ini golongan ini jarang
digunakan.
3. Betabloker

Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan


daya pompa jantung.Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita
yang telah diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti asma
bronkhial.Contoh obat golongan betabloker adalah metoprolol,
propanolol, atenolol dan bisoprolol. Pemakaian pada penderita
diabetes harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia
(dimana kadar gula darah turun menjadi sangat rendah sehingga dapat
membahayakan penderitanya). Pada orang dengan penderita
bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian
obat harus hati-hati.
4. Vasodilatator
Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi
otot polos (otot pembuluh darah).Yang termasuk dalam golongan ini
adalah prazosin dan hidralazin.Efek samping yang sering terjadi pada
pemberian obat ini adalah pusing dan sakit kapala.
Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 24
Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
5. Penghambat enzim konversi angiotensin
Kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat
angiotensin II (zat yang dapat meningkatakan tekanan darah).Contoh
obat yang termasuk golongan ini adalah kaptopril.Efek samping yang
sering timbul adalah batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
6. Antagonis kalsium
Golongan obat ini bekerja menurunkan daya pompa jantung
dengan menghambat kontraksi otot jantung (kontraktilitas). Yang
termasuk golongan obat ini adalah : nifedipin, diltizem dan verapamil.
Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit
kepala dan muntah.
7. Penghambat reseptor angiotensin II
Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat
angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya
pompa jantung.Obat-obatan yang termasuk .golongan ini adalah
valsartan.Efek samping yang mungkin timbul adalah sakit kepala,
pusing, lemas dan mual.

Menurut ESH-2007, monoterapi dapat diberikan sebagai terapi inisial


untuk hipertensi ringan (derajat 1) dengan faktor risiko total kardiovaskuler
rendah atau moderat/sedang, dengan dosis rendah sesuai obat yang dipilih,
kemudian untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan dosis dapat
dinaikkan sampai dosis penuh atau diganti dengan obat yang mempunyai titik
tangkap berbeda juga dimulai dengan dosis rendah kemudian dosis dinaikkan
sampai dosis penuh. Bila masih belum tercapai target yang diinginkan dapat
ditambah 2 sampai 3 macam obat. Terapi kombinasi 2 obat dosis kecil diberikan
untuk terapi inisial pada hipertensi derajat 2 dan 3 dengan faktor risiko tinggi atau
sangat tinggi; bila dengan 2 macam obat target tekanan tidak tercapai dapat
diberikan 3 macam obat anti hipertensi.

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 25


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
Gambar 2.4. Strategi terapi monoterapi versus kombinasi

Gambar 2.5. Kombinasi yang memungkinkan diantara beberapa golongan


anti hipertensi

Tabel 2.4 Pilihan terapi antihipertensi pada pasien dengan indikasi


penyerta

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 26


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
Table 2.5. Indikasi dan kontraindikasi kelas-kelas utama obat anti hipertensi
menurut ESH

Kelas obat Indikasi Kontraindikasi

Mutlak Tidak mutlak

Diuretika Gagal jantung kongestif, Gout Kehamilan


(Thiazide) usia lanjut, isolated
systolic hypertension

Diuretika (Loop) Insufisiensi ginjal, gagal


jantung kongestif

Diuretika Gagal jantung kongestif, Gagal ginjal,


pasca infark miokard hiperkalemia
(Anti
Aldosteron)

Penyekat β Angina pectoris, pasca Asma, PPOM, Penyakit


infark miokars, CHF, A-V Block pembuluh darah
kehamilan, takikardi (derajat 2 atau perifer,
3) intoleransi
glukosa

Calcium Usia lanjut, isolated Takiaritmia,


Antagonist systolic hypertension, CHF
angina pectoris, penyakit
(Dihydropiridin
pembuluh darah perifer,
e)
aterosklerotik karotis,
kehamilan

Calcium Angina pectoris, A-V Block


antagonist aterosklerotis karotis, (derajat 2 atau

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 27


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
(Verapamil, takikardi supraventrikuler 3), CHF
Diltiazem)

Penghambat CHF, disfungsi ventrikel Kehamilan,


ACE kiri, pasca infark miokard, hiperkalemia,
non diabetic nefropati, stenosis arteri
nefropati DMT1, renalis bilateral
proteinuria

Angiotengsin II Nefropati DMT2, Kehamilan,


mikroalbminuria diabetic, hiperkalemia,
Receptor
proteinuria, hipertrofi stenosis arteri
Antagonist
ventrikel kiri renalis bilateral

α-Bloker Hyperplasia prostat Hipotensi CHF


(BPH), hiperlipidemia ortostatik

2.2.9 Komplikasi
Pada umumnya, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ yang umum ditemui
pasien pada pasien hipertensi adalah:

 Jantung (Hipertofi ventrikel kiri, Angina, infark miokard, Gagal jantung)


Penyakit jantung hipertensi adalah penyebab umum kematian pada pasien
hipertensi, Penyakit jantung hipertensi adalah hasil dari adaptasi struktur
dan fungsi jantung yang mengarah kepada Hipertrofi Ventrikel Kiri,
Congestive Heart Failure, abnormalitas aliran darah karena atheroskeloris
dan cardiac arrhythmias.
 Otak (Stroke atau transient ischemic attack)
Komplikasi hipertensi pada otak dapat berupa ensefalopati hipertensi,
hipertensi maligna, stroke hemoragik dan stroke non hemoragik (
iskemik).

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 28


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
 Penyakit ginjal kronik
Lesi aterosklerosis pada arteriol aferen dan eferen serta kapiler
glomerulus adalah lesi vaskuler renal yang paling umum pada hipertensi
dan berakibat pada penurunan tingkat filtrasi glomerulus dan disfungsi
tubuler.Proteinuria dan hematuria mikroskopik terjadi karena lesi pada
glomerulus dan +-10% kematian disebabkan oleh hipertensi akibat gagal
ginjal.
 Penyakit arteri perifer
Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah manifestasi utama dari
artherosklerosis sistemik pada daerah tungkai. PAP merupakan suatu
petanda adanya kelainan kardiovaskular ( infark miokard, stroke ) dan
kelainan vaskular berhubungan dengan kematian. Pembentukan
atherosklerosis sebagai kompensasi arteri menyebabkan pembuluh darah
meningkat ukurannya.Lesi tahap lanjut yang mengganggu lumen yang
akhirnya menyebabkan aliran darah menjadi terbatas sehingga terjadi
stenosis dan iskemik kronis.
 Retinopati
suatu keadaan yang dtiandai dengan kelainan pada vaskuler retina pada
penderita tekanan darah tinggi

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 29


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
BAB III

LAPORAN KEGIATAN

1. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk menggambarkan tingkat


pengetahuan pasien hipertensi tentang penyakitnya di Puskesmas
Nanggalo tahun 2016 dengan jadwal kegiatan 20 April sampai 24 Mei
2016.
2. Populasi dari penelitian ini adalah penderita hipertensi baru dari bulan
Januari – Maret 2016 yang berjumlah 414 orang. Kasus yang dirujuk
selama bulan Januari – Maret 2016 sebanyak 151 orang. Dan yang
berobat di Puskesmas Nanggalo sebanyak 263 orang. Kegiatan ini
dilakukan dari tanggal 20-27 April 2016 ditemukan pasien sebanyak 37
orang dan yang mengikuti kegiatan ini sampai akhir hanya 20 orang.
3. Pengujian Alfa Cronbach terhadap kuisioner yang dibagikan kepada
pasien hipertensi yang dirujuk dengan hasil Alfa Cronbach 0,79 (penilaian
baik).
4. Kegiatan selanjutnya dilakukan sebagai berikut :
a. Menjaring penderita hipertensi dan membagikan kuisioner awal dari
tanggal 20 April-27 April 2016.
b. Memberikan penyuluhan pada penderita hipertensi yang telah
diberikan kuisioner pada tanggal 28 April 2016.
c. Memberikan kuisioner akhir pada penderita hipertensi yang telah
diberikan penyuluhan pada tanggal 10 Mei-14 Mei 2016.
d. Mengolah dan menganalisa data dari tanggal 15 Mei-21 Mei 2016
dengan cara kuisioner diedit dan dilakukan tabulasi, dan diberikan
penilaian jika benar diberi nilai 1 dan jika salah diberi 0.
e. Melakukan presentasi pada tanggal 24 Mei 2016.
5. Adanya keterbatasan dalam melakukan penelitian ini yaitu berupa waktu,
dana, sarana dan prasarana serta komitmen pasien.

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 30


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
BAB VI

HASIL PENILAIAN

4.1 Karakteristik Responden

4.1.1 Umur

Tabel 4.1Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

No Uraian Jumlah Persentase (%)


1 41-59 9 45
2 60-74 9 45
3 75-83 2 10
Total 20 orang 100
Pada tabel diatas dapat dilihat sebagian besar penderita hipertensi
berumur 41-74 tahun yaitu sebesar 90% dan 10% yang berumur diatas 74 tahun.

4.1.2 Jenis Kelamin

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Uraian Jumlah Persentase (%)


1 Laki-laki 4 20
2 Perempuan 16 80
Total 20 orang 100

Pada tabel diatas dapat dilihat sebagian besar penderita hipertensi


berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 80% dan hanya 20% berjenis
kelamin laki-laki

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 31


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
4.1.3 Pekerjaan

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

No Uraian Jumlah Persentase (%)


1 PNS 3 15
2 IRT 12 60
3 PENSIUNAN 2 10
4 WIRASWASTA 3 15
Total 20 orang 100

Pada tabel diatas dapat dilihat sebagian besar pasien yang


menderita hipertensi memiliki pekerjaan sebagai IRT yaitu sebesar 60%,
PNS dan wiraswasta 15% dan pensiunan 10%.

4.1.4 Pendidikan

Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

No Uraian Jumlah Persentase (%)


1 SD 6 30
2 SMP 1 5
3 SMA 7 35
4 DIII 4 20
5 S1 2 10
Total 20 orang 100

Pada tabel diatas dapat dilihat sebesar 65 % pendidikan penderita


hipertensi berpendidikan tamat dari SMA ke atas dan hanya 35%
berpendidikan di bawah SMA.

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 32


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
4.1.5 Riwayat Keluarga

Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Keluarga


yang memiliki penyakit hipertensi

No Uraian Jumlah Persentase (%)


1 Ada 6 30
2 Tidak ada 14 70
Total 20 orang 100

Pada tabel diatas dapat dilihat sebagian besar penderita hipertensi


sebanyak 70% tidak memiliki riwayat keluarga hipertensi dan 30%
memiliki riwayat keluarga hipertensi.

4.1.6 IMT

Tabel 4.6 Indeks Massa Tubuh

No Uraian Jumlah Persentase (%)


1 <18,5 (kurus) 0 0
2 18,5-22,9 (normal) 11 55
3 23-24,9 (berlebih) 7 35
4 25-29,9 (obesitas I) 2 10
5 >30 (obesitas II) 0 0
Total 20 100

Pada tabel diatas dapat dilihat sebagian besar penderita hipertensi


memiliki BB normal sebanyak 55%, berlebih 35% dan obesitas 10%.

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 33


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
4.1.7 Tingkat pengetahuan penderita hipertensi sebelum diberikan
konseling

Tabel 4.7 Tingkat pengetahuan penderita hipertensi sebelum diberikan


konseling

No Uraian Jumlah Persentase (%)


1 ≤12 (kurang) 0 0
2 13-18 (baik) 6 30
3 19-25 (sangat baik) 14 70
Total 20 orang 100

Pada tabel diatas dapat dilihat sebagian besar penderita hipertensi


memiliki pengetahuan yang sangat baik yaitu sebesar 70%, dan 30%
berpengetahuan baik.

4.1.8 Tekanan Darah Pertemuan Awal

Table 4.8 Tekanan Darah Pertemuan Awal

No Uraian Jumlah Persentase (%)


1 Normal 1 5
Pre Hipertensi 4 20
Hipertensi stg 1 11 55
Hipertensi stg 2 4 20
Total 20 orang 100

Pada tabel diatas dapat dilihat 75% dari penderita hipertensi di


puskesmas masih menderita hipertensi stage 1 dan stage 2.

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 34


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
4.1.9 Tingkat pengetahuan penderita hipertensi setelah diberikan konseling

Table 4.9 Tingkat pengetahuan penderita hipertensi setelah diberikan


konseling

No Uraian Jumlah Persentase


(%)
1 ≤12 (kurang) 0 0
2 13-18 (baik) 0 0
3 19-25 (sangat baik) 20 100
Total 20 orang 100

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa semua penderita hipertensi


memiliki pengetahuan yang sangat baik yaitu sebanyak 100%.

4.1.10 Tekanan Darah Pertemuan Akhir

Table 4.10 Tekanan Darah Pertemuan Akhir

No Uraian Jumlah Persentase


(%)
1 Normal 1 5
Pre Hipertensi 6 30
Hipertensi stg 1 13 65
Hipertensi stg 2 0 0
Total 20 orang 100

Pada tabel diatas dapat dilihat 65% dari penderita hipertensi di


puskesmas masih menderita hipertensi stage 1 dan tidak ada lagi yang
menderita hipertensi stage 2.

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 35


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
BAB V

PEMBAHASAN

Dari hasil kegiatan ini terlihat bahwa kejadian hipertensi lebih banyak
terjadi pada umur 41-74 tahun, hal ini sesuai dengan analisis antara umur dengan
kejadian hipertensi, dimana prevalensi kejadian hipertensi pada usia tersebut
lebih banyak dibandingkan dengan usia remaja. Boedi Darmoyo dalam
penelitiannya menemukan bahwa antara 1,8% -28,6% penduduk dewasa adalah
penderita hipertensi. Pada dewasa muda dan lansia lebih beresiko menderita
penyakit hipertensi dikarenakan pembuluh darah pada umur tersebut sudah
mengalami pengerasan dan kaku dikarenakan berbagai hal antara lain kadar
kolesterol yang tinggi dan berbagai penyakit lainnya yang seringkali di derita
oleh dewasa muda dan usia lanjut.

Dari hasil kegiatan ini didapat 80% penderita hipertensi berjenis kelamin
wanita, hal ini sesuai dengan penelitian Boedi Darmoyo.Prevalensi hipertensi di
seluruh dunia diperkirakan antara 15-20%. Pada usia setengah baya dan muda,
hipertensi ini lebih banyak menyerang pria daripada wanita. Pada usia 55 tahun
ke atas, penderita hipertensi wanita lebih banyak daripada pria. Sesuai dengan
hasil kegiatan yang telah dilakukan bahwa kejadian hipertensi paling banyak
terjadi pada usia 41-74 tahun dan 80% nya merupakan wanita. Dari teori
didapatkan risiko hipertensi akan meningkat pada wanita usia 41-74 keatas
disebabkan karena hormone sex mempengaruhi system rennin angiotensin. Pada
perempuan resiko hipertensi akan meningkat setelah masa menopause yang
mununjukkan adanya pengaruh hormon.

Dari hasil kegiatan yang dilakukan didapat sebagian besar pekerjaan


responden yang menderita hipertensi merupakan Ibu Rumah Tangga sebanyak
60%. Berdasarkan analisis hubungan antara pekerjaan dengan kejadian hipertensi

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 36


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan Ibu
Rumah Tangga dengan kejadian hipertensi.

Dari hasil kegiatan didapatkan bahwa sebagian besar penderita hipertensi


merupakan lulusan SMA keatas sebanyak 65%. Hal ini membuktikan bahwa
tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kejadian hipertensi. Orang yang
berpendidikan tinggi biasanya akan memiliki pengetahuan yang lebih baik
tentang kesehatan. Menurut Mustaida (2000), terdapat hubungan antara tingkat
pengetahuan penderita hipertensi dengan terkontrolnya tekanan darah.
Peningkatan pengetahuan penderita hipertensi tentang penyakit akan mengarah
pada kemajuan berfikir tentang perilaku kesehatan yang lebih baik sehingga
berpengaruh terhadap terkontrolnya tekanan darah. Penelitian Mardiyati (2009),
menunjukkan bahwa penderita hipertensi mempunyai sikap yang buruk dalam
menjalani diet hipertensi hal tersebut disebabkan oleh faktor pengetahuan
penderita tentang hipertensi.

Faktor resiko dari kejadian hipertensi terbagi dua yaitu factor resiko yang
dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Yang tidak dapat
dimodifikasi antara lain umur, jenis kelamin dan riwayat hipertensi dalam
keluarga. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi antara lain kegemukan
(obesitas), merokok, kurang olahraga, alkohol, konsumsi garam berlebih,
hiperlipidemia/hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, psikososial dan stress.
Terkait ada tidaknya pengaruh keturunan dalam kejadian hipertensi pada kegiatan
ini didapatkan sebesar 70% responden tidak memiliki riwayat hipertensi dalam
keluarga. Belum diketahui penyebab pasti kenapa angka kejadian hipertensi pada
responden lebih banyak disebabkan oleh faktor selain keturunan. Pada responden
diduga penyebab kejadian hipertensi karena pengaruh factor resiko berupa umur,
jenis kelamin, kegemukan (obesitas), merokok, kurang olahraga, alkohol,
konsumsi garam berlebih, hiperlipidemia/hiperkolesterolemia, diabetes mellitus,
psikososial dan stress.

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 37


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
Indeks Massa Tubuh responden pada kegiatan ini rata-rata memiliki tubuh
yang normal yaitu sebesar 55% dan 35% memiliki Indeks Massa Tubuh berlebih.
Hal ini menunjukkan bahwa Indeks Massa Tubuh mempunyai pengaruh terhadap
kejadian hipertensi. IMT yang tinggi berkaitan dengan konsumsi lemak yang
tinggi sehingga menyebabkan seseorang memiliki berat badan yang berlebih. Hal
ini sesuai dengan teori bahwa asupan lemak yang tinggi dapat menyebabkan
penimbunan lemak pada pembuluh darah sehingga menyebkan penyempitan dan
kaku pada pembuluh darah yang nantinya akan berakibat terjadinya hipertensi.

Pada kegiatan ini dilakukan pengisian kuisioner untuk mengetahui tingkat


pengetahuan penderita mengenai hipertensi sebelum dan setelah diberikan
konseling. Sebelum diberikan konseling didapat tingkat pengetahuan penderita
mengenai hipertensi sebanyak 70% berpengetahuan sangat baik dan setelah
dilakukan konseling didapatkan kenaikan persentase tingkat pengetahuan
penderita menjadi 100% berpengetahuan sangat baik.

Dari peningkatan tingkat pengetahuan penderita mengenai hipertensi,


didapatkan perubahan tekanan darah yang cukup signifikan dimana sebelum
diberikan konseling penderita hipertensi yang memiliki tekanan darah terkontrol
sebanyak 25%. Setelah diberikan konseling, tekanan darah penderita hipertensi
yang terkontrol berubah menjadi 35%. Hal ini membuktikan bahwa tingkat
pendidikan memiliki pengaruh terhadap kejadian hipertensi. Orang yang
berpendidikan tinggi biasanya akan memiliki pengetahuan yang lebih baik
tentang kesehatan. Menurut Mustaida (2000), terdapat hubungan antara tingkat
pengetahuan penderita hipertensi dengan terkontrolnya tekanan darah.
Peningkatan pengetahuan penderita hipertensi tentang penyakit akan mengarah
pada kemajuan berfikir tentang perilaku kesehatan yang lebih baik sehingga
berpengaruh terhadap terkontrolnya tekanan darah. Penelitian Mardiyati (2009),
menunjukkan bahwa penderita hipertensi mempunyai sikap yang buruk dalam
menjalani diet hipertensi hal tersebut disebabkan oleh faktor pengetahuan
penderita tentang hipertensi.

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 38


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
BAB VI
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari kegiatan penatalaksaan hipertensi dengan 4 pilar dapat disimpulkan


sebagai berikut :
1. Tingkat pengetahuan penderita hipertensi sebelum dan sesudah
diberikan konseling meningkat yang mana sebelum diberikan
konseling tingkat pengetahuan sangat baik penderita hipertensi
70% dan menjadi 100% setelah diberikan konseling.
2. Diketahui tekanan darah penderita hipertensi yang terkontrol
sebelum diberikan konseling hanya 25% dan setelah diberikan
konseling tekanan darah menjadi terkontrol sebesar 35%.
3. Karakteristik dari penderita hipertensi sebagian besar adalah
berumur mulai dari 41 tahun, jenis kelamin perempuan, pekerjaan
ibu rumah tangga, pendidikan tamat SMA dengan IMT normal
sebanyak 55% dan berlebih sebanyak 35%.
4. Diketahui bahwa penatalaksaan hipertensi berdasarkan 4 pilar
sangat berpengaruh terhadap terkontrolnya tekanan darah
penderita hipertensi
.
6.2 Saran
1. Agar puskesmas dapat memberikan penyuluhan tentang hipertensi
dengan system 4 pilar yaitu dengan melakukan konseling terpadu
dengan pozi secara berkelanjutan.
2. Puskesmas meningkatkan penyuluhan tentang hipertensi terhadap
sasaran yang beresiko yaitu ibu rumah tangga dengan usia 41
tahun keatas.
3. Lebih sering melakukan penyuluhan di dalam dan di luar gedung
guna dapat menarik minat para masyarakat untuk dapat

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 39


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
memeriksakan diri ke puskesmas sehingga dapat dideteksi
kemungkinan seseorang menderita hipertensi secara awal.
4. Disarankan Puskesmas Nanggalo mengadakan pelayanan Penyakit
Tidak Menular (Hipertensi dan Diabetes Mellitus) dalam satu
ruangan agar penatalaksanaan penyakit ini lebih berkualitas.

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 40


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
DAFTAR PUSTAKA

1. Yogiantoro, Mohammad. Hipertensi Esensial. Dalam : Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI.
Jakarta. 2007. Hal : 599-603.
2. Penatalaksaan hipertensi. Cermin Dunia Kedokteran. 172/vol.36
no.6/September - Oktober 2009
3. Bandiara. R. An Update Management Concept in Hypertension. Disadur
dari www.pustaka.unpad.ac.id
4. Sugiyanto, Edi. Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular. Cermin
Dunia Kedokteran No. 157, 2007
5. UPT – Balai Informasi Teknologi LIPI. Hipertensi. Disadur dari
www.bit.lipi.go.id
6. Diraktorat pengendalian Penyakit Tidak Menular, Direktorat Jendral PP
dan PL, Departemen Kesehatan RI. Pedoman Teknis Penemuan dan
Tatalaksana Penyakit Hipertensi. Jakarta. Bakti Husada. 2007.
7. Departemen Kesehatan RI. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. 2004
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskuler. 2015

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 41


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
LAMPIRAN

Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 42


Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016
Dokter Internsip Puskesmas Nanggalo 43
Periode 08 Februari 2016 – 07 Juni 2016

Anda mungkin juga menyukai