Anda di halaman 1dari 19

KLB FILARIASIS DI DAERAH NTT

Latar Belakang

Filariasis ( penyakit kaki gajah ) atau juga dikenal dengan elephantiasis


adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing
filaria yang ditularkan melalui gigitan berbagai spesies nyamuk. Di Indonesia,
vektor penular filariasis hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk
dari genus Anophele, Culex, Mansonia, Aedes, dan Armigeres.
Filariasis dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan,
dan organ kelamin. Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging disease,
yaitu penyakit yang dulunya sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang
muncul kembali. Kasus penderita filariasis khas ditemukan di wilayah dengan
iklim sub tropis dan tropis ( Abercrombie et al, 1997) seperti di Indonesia.
Filariasis pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1877, setelah
itu tidak muncul da sekarang muncul kembali. Filariasis tersebar luas hampir di
seluruh Propinsi di Indonesia. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun
2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231
Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis
6233 orang. Untuk memberantas filariasis sampai tuntas, WHO sudah
menetapkan Kesepakatan Global ( The Global Goal of Elimination of Lymphatic
Filariasis as a Public Health Problem by The Year 2020 ) yaitu program
pengeliminasian filariasis secara masal. WHO sendiri telah menyatakan
filariasis sebagai urutan kedua penyebab cacat permanen di dunia. Di Indonesia
sendiri, telah melaksanakan eliminasi filariasis secara bertahap dimulai pada
tahun 2002 di 5 kabupaten percontohan. Perluasan wilayah akan dilaksanakan
setiap tahunnya. Upaya pemberantasan filariasis tidak bisa dilakukan olleh
pemerintah semata, masyrakat juga harus ikut memberantas penyakit ini sebagai
secara aktif.

1
PEMBAHASAN

Pengertian

filariasis ( penyakit kaki gajah ) adalah penyakit zoonosis menular yang banyak
ditemukan di wilaya tropis seluruh dunia. penyebabnya adalah infeksi oleh
sekelompok cacing nematoda super familia filarioidea. cacing tersebut adalah
cacing filaria atau microfilaria yang dapat menular dengan perantara nyamuk
sebagai vektor. penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapat
pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap seumur hidup berupa
pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki- laki
yang menimbulkan dampak psikologis bagi penderita dan keluarganya. penyakit
kaki gajah disebabkan oleh 3 spesies cacing filaria yaitu : wucheria bancrofti,
bulgaria Malayi dan Bugria Timori.
Kingdom = Animalia
Classis = Secernentea
Ordo = Spirurida
Family = Onchocercidae
Genus = Wuchereria

Epidemiologi Penyakit

Host, Agent dan Environment

1. Host.
Host dari filariasis adalah Manusia. dan reservoir lainnya adalah kera,
kucing dan musang.
a. Golongan umur
Pada masa kanak-kanak microfilaria rate biasanya rendah, tetapi
akan cepat meningkat pada usia antara 5 sampai 20 tahun dan akan
terus meningkat secara perlahan-lahan.

2
b. Kebiasaan Hidup
Kebiasaan hidup yang buruk dapat mengundang atau mempercepat
masuknya bibit penyakit.

2. Agent.

Agent dari Filariasis adalah cacing. Di Indonesia filariasis disebabkan


oleh tiga spesies cacing filaria, yaitu: W.Bancrofti, B.Malayi, B.Timori.
Cacing filarial baik limfatik maupun non limfatik, mempunyai ciri khas
yang sama sebagai berikut: dalam reproduksinya cacing filarial tidak
mengeluarkan telur tetapi mengeluarkan mikrofilaria (larva cacing), dan
ditularkan oleh Arthropoda (nyamuk). Daerah endemis filariasis pada
umumnya terdapat di daerah dataran rendah, terutama di pedesaan,
pantai, pedalaman, persawahan, rawa-rawa dan hutan. nematode dari
keluarga Filarioidea (Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia
timori). secara epidemiologi cacing filaria dibagi menjadi 6 tipe (
kemenkes RI, 2014).

 Wuchereria Bancrofti tipe perkotaan


ditemukan di daerah perkotaan seperti Bekasi, Tanggerang, Dan
sekitarnya memiliki periodisitas noktuna, ( nicrofilaria banyak
terdapat dalam darah tepi pada malam hari, sedangkan siang hari
terdapat di kapiler organ seperti, paru – paru, jantung dan ginjal.)
ditularkan oleh nyamuk culex quinquefasciatus yang berkembang
biak di air limbah rumah tangga.
 Wuchereria Bancrofti tipe pedesaan.
ditemukan di daerah pedesaan terutama tersebar luas di papua dan
nusa tenggara timur mempunyai perioditas nokturna yang ditularkan
melalui berbagai spesies nyamuk Anopheles, Culex dan Aedes.
 brugia malayi tipe periodik nokturna.
mikroilaria ditemukan di daerah tepi pada malam hari, nyamuk
penularannya dalah Anopheles Barbirotris yang ditemukan didaerah
persawahan.
 Brugia malayi supperiodik nokturna.

3
mikrofilaria ditemukan didaerah tepi pada siang hari dan pada
malam hari, tetapi lebih banyak ditemukan pada malam hari.
nyamuk penularannya dalah mansonia spp ditemukan didaerah
rawa.
 brugia Malayi tipe non periodik.
mikrofilaria ditemukan didaerah tepi baik malam maupun siang
hari. nyamuk penularannya adalah mansonia yang ditemukan di
hutan rimba.
 brugia timori periodik nokturna.
mikrofilaria ditemukan didaerah tepi pada malam hari. nyamuk
penularannya adalah Anopheles yang banyak ditemukan didaerah
persawahan.

Sifat agent :

1. Patogenesiti, cacing ini tegolong pathogenesis karena


menimbulkan penyakit.
2. Virulensi, karena derajat kerusakan yang ditimbulkan cacing ini
hebat maka dapat dikatakan virulen.
3. Antigenesiti, mekanisme pertahanan tubuh yang ditimbulkan
oleh agent ini rendah, sehingga dapat dikatakan antigenesitinya
juga rendah.
4. Infektiviti, agent ini memiliki kemampuan untuk tinggal di
dalam diri penjamu yang sangat baik, sehingga dapat dengan
mudah menyesuaikan diri dengan keadaan tubuh pejamu.
1. Environtment
Penyakit ini biasanya menyerang orang-orang yang hidup di daerah
khatulistiwa dan daerah tropis dari Amerika Latin sampai ke Asia
Tenggara. Bionomi nyamuk banyak dipengaruhi oleh iklim, curah
hujan, kelembaban udara, dan tanaman air. Habitat yang paling tepat
untuk agent ini adalah manusia, namun di Malaysia,Tahiland,
Philipina dan Indonesia hewan seperti kucing, musang dan kera dapat
menjadi reservoir untuk Brugia malayi subperiodik.

4
Lingkungan sangat mempengaruhi distribusi kasus filariasis dan mata
rantai penularannya. W.Bancrofti tipe perkotaan (urban) memiliki
daerah endemis di daerah-daerah perkotaan yang kumuh, padat
penduduk dan banyak genangan air kotor sebagai habitat dari vektor
yaitu nyamuk C. Quinquefasciatus. Daerah endemis W.Bancrofti tipe
pedesaan (rural) memiliki kondisi lingkungan yang secara umum
sama dengan daerah endemis B.Malayi yaitu di daerah sungai, hutan,
rawa-rawa, sepanjang sungai atau badan air lain yang ditumbuhi
tanaman air.

 Suhu udara. Suhu udara berpengaruh terhadap pertumbuhan, masa


hidup serta keberadaan nyamuk.

 Kelembaban udara. Kelembaban udara dapat berpengaruh


terhadap masa hidup, pertumbuhan, dan keberadaan nyamuk.
Kelembaban yang rendah akan memperpendek umur nyamuk
sedangkan pada kelembaban yang tinggi nyamuk menjadi lebih
aktif dan lebih sering menggigit, sehingga akan meningkatkan
risiko penularan.10

 Angin. Salah satu faktor yang menentukan jumlah kontak antara


manusia dan nyamuk adalah kecepatan angin. Kecepatan angin
pada saat matahari terbit dan terbenam menentukan waktu terbang
nyamuk ke dalam atau keluar rumah. Arah angin juga dapat
mempengaruhi jarak terbang nyamuk (flightrange). Jarak terbang
nyamuk Anopheles biasanya tidak lebih dari 2-3 km dari tempat
perindukannya. Bila ada angin yang kuat nyamuk Anopheles bisa
terbawa sampai 30 km.10

 Hujan. Hujan dapat mempengaruhi proses perkembangan larva


nyamuk menjadi bentuk dewasa. Jenis hujan, jumlah hari hujan,
derasnya hujan, jenis vektor dan jenis tempat perkembangbiakan
(Breedingplace) menentukan besar atau kecilnya pengaruh.

5
 Tempat perkembangbiakan nyamuk. Nyamuk dapat berkembang
biak pada genangan air, baik air tawar maupun air payau,
tergantung dari jenis nyamuknya.

 Faktor Resiko Filariasis.

a. Manusia
1) Umur
Filariasis dapat menyerang semua kelompok umur. Pada dasarnya
setiap orang memiliki risiko yang sama untuk tertular apabila
mendapat tusukan nyamuk infektif (mengandung larva stadium 3)
ribuan kali.
2) Imunitas
Orang yang pernah terinfeksi filariasis sebelumnya tidak terbentuk
imunitas dalam tubuhnya terhadap filaria, demikian pula yang
tinggal di daerahendemis biasanya tidak mempunyai imunitas alami
terhadap penyakit filariasis. Pada daerah endemis, tidak semua orang
yang terinfeksi filariasis menunjukkan gejala klinis. Seseorang yang
terinfeksi filariasis tetapi belum menunjukkan gejala klinis biasanya
telah mengalami perubahan patologis dalam tubuhnya.
3) Ras
Penduduk pendatang pada daerah endemis filariasis memiliki risiko
terinfeksi filariasis lebih besar dibanding penduduk asli. Penduduk
pendatang dari daerah non endemis ke daerah endemis, biasanya
menunjukan gejala klinis yang lebih berat walaupun pada
pemeriksaan darah jari mikrofilia yang terdeteksi hanya sedikit.

b. Lingkungan (Environment).

Lingkungan sangat mempengaruhi distribusi kasus filariasis dan mata


rantai penularannya. W.Bancrofti tipe perkotaan (urban) memiliki daerah
endemis di daerah-daerah perkotaan yang kumuh, padat penduduk dan
banyak genangan air kotor sebagai habitat dari vektor yaitu nyamuk C.
Quinquefasciatus. Daerah endemis W.Bancrofti tipe pedesaan (rural)

6
memiliki kondisi lingkungan yang secara umum sama dengan daerah
endemis B.Malayi yaitu di daerah sungai, hutan, rawa-rawa, sepanjang
sungai atau badan air lain yang ditumbuhi tanaman air. Pada dasarnya,
lingkungan hidup manusia terbagi menjadi dua yaitu, lingkungan hidup
internal dan eksternal. Lingkungan hidup internal merupakan suatu
keadaan yang dinamis dan seimbang, sedangkan lingkungan hidup
eksternal merupakan lingkungan di luar tubuh manusia yang terdiri atas
beberapa komponen, antara lain:

a. Lingkungan fisik.

Yang termasuk lingkungan fisik antara lain kondisi geografik dan


keadaan musim. Lingkungan fisik erat kaitannya dengan kehidupan
vektor , sehingga berpengaruh terhadap munculnya sumber sumber
penularan filariasis. lingkungan fisik dapat menyiapkan tempat tempat
perindukan dan beristirahatnya nyamuk.

 lingkungan dengan tumbuhan air di rawa- rawa dan adanya


hospes reservoir ( kera dan kucing ) berpenaru terhadap
penyebaran brugia malayi nokturna dan non periodik.

b. Lingkungan Biologi

Faktor lingkungan biologis yang mempunyai peran penting dalam


proses terjadinya penyakit selain bakteri dan virus patogen adalah
perilaku manusia, bahkan dapat dikatakan penyakit kebanyakan
timbul akibat perilaku manusia. contoh lingkungan biologi :

 orang yang tinggal di rumah yang memiliki tumbuhan air


 rumah yang memiliki banyak genangan air.
 kebersihan yang buruk didalam rumah.
c. Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya.
adalah lingkungan yang timbul sebagai akibat adanya interaksi,
termasuk prilaku, budaya , tradisi dan kebiasaan penduduk.

7
 kebiasaan kerja di kebun pada malam hari atau kebiasaan
keluar pada malam hari.
 tidur tanpa kelambu atau obat nyamuk.

Penyebaran Penyakit Filariasis Di Dunia, Indonesia, Dan NTT Menurut


Tempat, Waktu, Dan Orang

1. Di dunia
a. Orang
Penyakit filariasis menyerang semua golongan umur baik anak-anak
maupun dewasa, laki-laki dan perempuan.
Masyarakat yang berisiko terserang penyakit ini adalah mereka yang
bekerja pada daerah yang terkena paparan menahun nyamuk yang
mengandung larva
b. Tempat
Data WHO menunjukkan bahwa filariasis telah menginfeksi 120 juta
penduduk di 83 negara di seluruh dunia, terutama negara-negara di
daerah tropis dan daerah subtropis seperti Afrika, Asia, Pasifik
Selatan, dan Amerika Selatan. Pada tahun 2014 kasus filariasis
menyerang 1.103 juta orang di 73 negara yang berisiko filariasis.
Kasus filariasis menyerang 632 juta (57%) penduduk yang tinggal di
Asia Tenggara. Di Asia Tenggara ada 9 negara endemis yaitu
Banglades, India, Indonesia, Maldive, Myanmar, Nepal, Sri Langa,

8
Thailand, Dan Timor Leste. Penduduk yang menderita filariasis di
wilayah Afrika (35 negara endemis) sebesar 410 juta (37%)
penduduk. Sedangkan sisanya (6%) diderita oleh penduduk yang
tinggal di wilayah Amerika (4 negara endemis), Mediterania Timur
(3 negara endemis), dan wilayah barat Pasifik (22 negara endemis).
2. Di indonesia
a. Tempat
Filariasis di Indonesia tersebarluas, daerah endemi terdapat di banyak
pulau di seluruh Nusantara, seperti di Sumatera dan sekitarnya, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku, dan Irian Jaya. Di Indonesia
filariasis lebih banya k ditemukan di daerah pedesaan.

Berdasaran data diatas, Provinsi dengan jumlah klinis filariasis terbanyak


yaitu NTT (2.864 orang), Aceh (2.372 orang), dan Papua Barat (1.244
orang). Sedangan Provinsi dengan kasus klinis filariasis terendah adalah

9
Kalimantan Utara (11 orang), NTB (14 orang), dan Bali (18 orang).
Diperkirakan data yang ada belum menggambaran data sebenarnya
karena masih banyak kasus kronis yang belum dilaporkan atau
ditemukan karena masih ada stigma di masyarakat.
b. WAKTU

Berdasarkan data yang dilaporan oleh Dinas Provinsi dan survei di


Indonesia, kasus kronis filariasis dari tahun 2002 sampai tahun 2014 terus
meningkat. Pada tahun 2015, kasus filariasis menurun menjadi 13.032
kasus dari 14.932 pada tahun 2014. Kondisi ini disebabkan karena
beberapa Provinsi pada tahun 2015 melakukan validasi terhadap data
kasus kronis dan dilaporkan ada beberapa penderita meninggal dan
dilaporkan tidak berada tempat lagi serta rekonfirmasi diagnosis kasus
kronis dari laporan-laporan tahun sebelumnya

3. Di NTT

10
a. Tempat

b. Waktu

DATA 3 TAHUN TERAHIR TTN FILARIASIS

11
1. TAHUN 2015
Pada tahun 2015 terdapat kasus baru filariasis sebanyak 68 berasal dari
kabupaten Belu, Ende, Ngada, Sumba Barat dan Rote Ndao.

2. TAHUN 2016
Pada tahun 2013 ditemukan kasus baru Filariasis di Provinsi NTT sebesar
754 kasus Angka kesakitan Filariasis per 100.000 penduduk pada tahun
2013 sebesar 19 per 100.000 penduduk, pada tahun 2014 hanya ada 1
Kabupaten yang melaporkan kasus Filariasis ini yaitu Kabupaten
Manggarai Timur sebanyak 2 kasus, pada tahun 2015 sebesar 68 kasus,
pada tahun 2016 tidak ada yang melaporkan (tidak ada penemuan kasus),
sedangkan target pada Renstra Dinkes.Provinsi NTT pada tahun 2016
yang harus dicapai sebesar ≤ 1 per 100.000 penduduk, ini artinya tidak
mencapai target.

12
3. Tahun 2017
Tahun 2017 Kasus baru Filariasis di Provinsi NTT tahun 2014 hanya ada
1 Kabupaten yang melaporkan kasus Filariasis ini yaitu Kabupaten
Manggarai Timur sebanyak 2 kasus, pada tahun 2015 sebesar 68 kasus,
pada tahun 2016 tidak ada yang melaporkan (tidak ada penemuan kasus)
.dan pada tahun 2017 ditemukan 15 kasus baru filariasis.

13
Pengukuran penyakit yang digunakan

pengukuran yang digunakan adalah survailans filariasis.

 Penemuan Penderita

Penemuan penderita Filariasis dilaksanakan dengan melakukan survei


penderita Filariasis kronis atau dengan kegiatan rutin lainnya. Secara teoritis,
penemuan kasus klinis berdasar pada sebaran keberadaan penderita Filariasis
klinis, dan identifikasi orang-orang yang positif microfilaria serta analisis
faktor-faktor yang mempengaruhinya, Pada kenyataannya, penderita
Filariasis klinis seringkali tersembunyi ditengah-tengah masyarakat, tanpa
diketahui oleh petugas kesehatan (Puskesmas), terutama di daerah yang jauh
dari jangkauan pelayanan kesehatan. Setiap Puskesmas di seluruh Indonesia
yang belum mempunyai data penderita Filariasis kronis berkewajiban untuk
melakukan Survei Penderita Filariasis Kronis. Hasil Survei Penderita
Filariasis Kronis dimanfaatkan dalam penentuan status endemisitas Filariasis

14
daerah dan sebagai salah satu Data Dasar sebelum dilaksanakannya kegiatan
POPM Filarisis Survei Penderita Filariasis Kronis merupakan cara untuk
mencari, menemukan dan menentukan sebaran penderita Filariasis kronis
menurut desa/kelurahan di setiap wilayah Kabupaten/Kota. Identifikasi
orang-orang yang terinfeksi cacing filaria pada suatu populasi dilakukan
dengan pemeriksaan adanya mikrofilaria pada darah tepi atau dengan metode
diagnosis cepat atau rapid test yang tepat penggunaan.

1) Manfaat Survei Penderita Filariasis Kronis

1. Memperkirakan luas dan tingginya risiko penularan Filariasis


berdasarkan sebaran penderita Filariasis

2. Desa/kelurahan yang ditemukan penderita Filariasis kronis terbanyak


akan dilakukan Survei Darah Jari untuk mengukur tingginya angka
mikrofilaria rate sebagai dasar penentuan status endemisitas Filariasis
daerah tersebut

3. Sebelum pelaksanaan kegiatan POPM Filariasis, dilaksanakan Survei


Data Dasar Prevalensi Mikrofilaria. Survei ini merupakan Survei Darah
Jari yang dilaksanakan sebelum kegiatan POPM Filariasis dan juga
dilakukan ditempat (desa) yang terdapat kasus kronis terbanyak

4. Desa-desa yang terdapat penderita Filariasis kronis terbanyak akan


menjadi prioritas evaluasi dampak pelaksanaan kegiatan POPM
Filariasis di Kabupaten/Kota Endemis Filariasis

2) Pelaksana

Pelaksana survei adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, atau unit lain


di Pusat dan Daerah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota

3) Tahapan Kegiatan Survei

1. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mendistribusikan pedoman Survei


Penderita Filariasis Kronis, disertai dengan Formulir Data Penderita
Filariasis Kronis Desa/Kelurahan (Formulir 1), Formulir Data Penderita

15
Filariasis Kronis Puskesmas (Formulir 2) dan Bahan Promosi Filariasis,
berupa gambar penderita Filariasis kronis, ke semua Puskesmas di
seluruh wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

2. Puskesmas membuat Surat Edaran perihal Penemuan Penderita Filariasis


Kronis dan disampaikan kepada para petugas kesehatan (dokter praktek,
fasilitas kesehatan), Kepala Desa/Lurah dan tokoh masyarakat/kader di
seluruh wilayah kerja Puskesmas, dilampirkan Formulir Data Penderita
Filariasis Kronis Desa/Kelurahan dan Bahan Promosi Filariasis.

3. Puskesmas melakukan sosialisasi tentang Penemuan Penderita Filariasis


Kronis pada pertemuan-pertemuan di kecamatan dan desa serta
menyebarluaskan Bahan Promosi Filariasis di tempat-tempat umum.

4. Semua Kepala Desa/Lurah diminta laporannya dan dilakukan absensi


oleh Puskesmas (zero reporting).

5. Semua data penderita Filariasis kronis yang dilaporkan oleh Kepala


Desa, tokoh masyarakat, petugas kesehatan atau penderita sendiri yang
melapor langsung ke Puskesmas, dihimpun oleh Puskesmas.

6. Setiap penderita Filariasis kronis yang dilaporkan, dilakukan


pemeriksaan konfirmasi oleh petugas Puskesmas terlatih

7. Penderita Filariasis kronis yang telah dikonfirmasi tersebut dicatat dalam


Formulir Data Penderita Filariasis Kronis Puskesmas.

8. Formulir Data Penderita Filariasis Kronis Puskesmas yang telah diisi


dikirim ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

9. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menghimpun data penderita Filariasis


kronis menurut Puskesmas dalam Formulir Data Penderita Filariasis
Kronis Kabupaten/Kota, terdiri dari dua formulir, yaitu Formulir
Kelengkapan Laporan dan Jumlah Penderita (Formulir3) dan Formulir
Data Penderita (Formulir 4).

16
10. Data Penderita Filariasis Kronis Kabupaten/Kota ini, dikirim ke Dinas
Kesehatan Provinsi, Direktur Jenderal PP dan PL, Kementerian
Kesehatan dan B/BTKLPP Regional.

11. Tim Eliminasi Filariasis Pusat (Ditjen PP dan PL) menghimpun dan
mengirimkan data Penderita Filariasis Kronis ini ke semua B/BTKLPP,
B/BLK dan unit terkait lainnya, serta semua Dinas Kesehatan Provinsi,
agar dapat dilaksanakan kerjasama Program Eliminasi Filariasis lintas
batas, dan memberikan dukungan lainnya sesuai bidang tugasnya.

12. Dari data penderita Filariasis kronis yang diperoleh, dapat ditentukan
Angka Kesakitan Filarisis Kronis (Chronic Disease Rate = CDR) di
suatu desa dalam persen.

 survei data dasar prevalensi mikrofilaria

Secara sederhana, apabila pada suatu daerah terdapat seseorang yang di dalam
tubuhnya terdapat cacing filaria, dan di tempat tinggalnya terdapat nyamuk
penular yang sesuai, maka daerah sekitarnya adalah daerah penularan. Orang
yang mengidap cacing dewasa dalam tubuhnya, maka cacing tersebut akan
bertahan hidup cukup lama mencapai periode waktu hidup 5-7 tahun, artinya
penularan terus terjadi pada orang-orang disekitarnya, sehingga daerah ini
adalah daerah endemis Filariasis. Empat faktor yang mempengaruhi
terjadinya penularan Filariasis, yaitu adanya: Cacing filaria, manusia dan
hospes lain sebagai sumber penularan, vektor penular Filariasis dan kondisi
lingkungan yang mempengaruhi keberadaan vektor dan manusia rentan
terhadap penularan Filariasis. Pada daerah yang terdapat seseorang yang
mengidap cacing filaria sebagai sumber penularan, maka proses terjadinya
penularan Filariasis dari sumber penularan ke orang lain disekitarnya tidak
mudah, tetapi menyatakan tidak terjadi penularan juga tidak mudah
dilakukan.

17
Upaya pencegahan Filariasis yang di lakukan

1. Melakukan penyuluhan tentang pengenalan penyakit filariasis


kepada masyarakat endemis penyakit ini.
2. Menghindari gigitan nyamuk (mengurangi kontak dengan vektor)
misalnya :
 menggunakan kelambu sewaktu tidur
 menutup ventilasi dengan kasa nyamuk, menggunakan obat
nyamuk
 mengoleskan kulit dengan obat anti nyamuk
 menggunakan pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak
memakai pakaian berwarna gelap karena dapat menarik.
3. Memberantas Nyamuk Vektor.
 Menjaga kebersihan Lingkungan.
 menghilangkan atau membersih tempat perlindungan Nyamuk.
 pembersihan tanaman air di rawa rawa yang akan menjadi tempat
perkembang biakan.
 bersihkan selokan agar air tidak tergenang.
 3m : menimbun, mengubur dan menguras tempat perindukan
nyamuk.
2. Meminum obat pencegahan Filariasis Secara teratur.

5. Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius menangani kasus


filariasis karena penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat
fisik sehingga akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan Negara

18
SUMBER DATA

www.depkes.go.id -19-NTT-2015

https//siakesaunggul.academia.edu

19

Anda mungkin juga menyukai