Anda di halaman 1dari 90

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan luas lautan terbesar di dunia,

dengan 2/3 dari total luas wilayah Indonesia atau 6.000.000 km² merupakan

luas wilayah laut Indonesia. Dan luas wilayah laut Zona Ekonomi Eksklusif

(ZEE) Indonesia mencapai 2.700.000 km². Itu berarti bahwa sebagian besar

luas wilayah Indonesia adalah laut1. Dari kondisi tersebut, Indonesia

sebenarnya menyimpan potensi sumber daya kelautan hayati ataupun non

hayati yang sangat besar dan potensial. Potensi sumber daya hayati laut

terbesar yang dimiliki Indonesia itu berasal dari sektor perikanan. Hal tersebut

menjadikan Indonesia sebagai negara maritim dengan potensi maritim yang

sangatlah melimpah.

Selama beberapa tahun terakhir potensi maritim yang dimiliki

Indonesia justru banyak dicuri oleh pihak asing, dengan sebagian besar kapal-

kapal asing pencuri ikan tersebut berasal dari negara yang berbatasan

langsung dengan Indonesia, seperti Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.

Kebanyakan kapal pelaku Illegal Fishing yang berasal dari negara-negara

tersebut merupakan kapal nelayan yang masih sederhana yang terbuat dari

kayu.

Tindakan Illegal Fishing terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Illegal

Fishing merupakan kejahatan perikanan yang sudah terorganisasi secara

matang, mulai tingkat nasional sampai internasional. Dewasa ini, tindakan

1 Hutajulu, Marudut dkk. 2014. Analisis Hukum Pidana Terhadap Pencurian Ikan di Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (Studi
Putusan Np. 03/PID.SUS.P./2012/PN.MDN). Jurnal Ilmu Hukum, (Online), Vol. 2, No. 01,
(jurnal.usu.ac.id, diakses 26 Oktober 2016).
2

Illegal Fishing telah berubah cara beroperasinya bila dibandingkan dengan cara

beroperasi pada tahun 1990-an. Mulai dari pelaku illegal fishing hingga lokasi

kejahatan illegal fishing yang sudah melintas batas negara.

Indonesia telah mempunyai beberapa peraturan perundang-undangan

sebagai dasar hukum yang menjadi landasan pencegahan dan pemberantasan

illegal fishing di Indonesia, diantaranya Undang-Undang Laut Teritorial dan

Lingkungan Maritim Tahun 1939 (Territorial Zee en Maritime Kringen

Ordonantie, Stbl. 1939 No. 442), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5

Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations

Convention of The Law of The Sea (UNCLOS), Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Undang-Undang

Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2014 tentang Kelautan, dsb2. Namun kenyataannya di Indonesia

masih banyak kasus illegal fishing yang terjadi dan terkesan diabaikan oleh

pemerintah. Hal ini bisa terlihat dari perkembangan Penerimaan Negara Bukan

Pajak (PNBP) dari sektor kelautan dan perikanan yang mengalami fluktuasi3.

Pada tahun 2012, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memperkirakan

kerugian negara akibat kejahatan IUU Fishing sebesar Rp300 Triliun setiap

2 Jaelani, Abdul Kadir dan Basuki, Udiyo. 2014. Illegal Unreported and Unregulated (IUU)
Fishing : Upaya Mencegah dan Memberantas Illegal Fishing dalam Membangun Poros
Maritim Indonesia. Jurnal Ilmu Hukum, (Online), Vol. 3, No. 1, (aifis-digilib.org, diakses 26
Oktober 2016).
3 Muhammad, Simela Victor. 2016. Illegal Fishing di Perairan Indonesia : Permasalahan

dan Upaya Penangannya secara Bilateral di Kawasan. Jurnal Ilmu Hukum, (Online).
(jurnal.dpr.go.id, diakses 20 Oktober 2016).
3

tahunnya dan menimbulkan kerusakan habitat dan ekosistem laut yang parah,

seperti rusaknya terumbu karang4. Oleh karena itulah illegal fishing merupakan

masalah yang sangat serius dan harus segera ditangani dengan serius pula

oleh pemerintah.

Pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, kebanyakan

kapal pelaku Illegal Fishing yang telah ditangkap dan ditahan di dermaga

dilelang dan dijual kepada negara asal kapal tersebut. Akibatnya, kapal yang

dilelang tersebut kembali dipergunakan untuk melakukan kejahatan Illegal

Fishing di wilayah laut Indonesia5. Hal tersebut diakui oleh Freddy Numberi

(Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan 2004-2009). Pada saat dirinya

menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, sulit dilakukan kebijakan

penenggelaman kapal pelaku Illegal Fishing di wilayah laut Indonesia. Bahkan

pada saat Freddy Numberi mengeluarkan kebijakan penenggelman kapal

pelaku Illegal Fishing atas Vietnam, SBY pun menegurnya. Menurut SBY,

kebijakan penenggelaman kapal pelaku Illegal Fishing tersebut dianggap bisa

mengganggu keakraban SBY dengan Perdana Menteri Vietnam pada saat itu6.

Hal tersebut diperparah dengan tidak adanya dasar hukum yang kuat untuk

melakukan kebijakan penenggelaman kapal pelaku Illegal Fishing di Indonesia.

Selain itu, pada tahun 2004 Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan

kebijakan nasionalisasi kapal asing untuk bebas menangkap ikan di wilayah

4 Bendar, Amin. 2015. Illegal Fishing sebagai Ancaman Kedaulatan Bangsa. Jurnal Ilmu
Hukum, (Online). (perpus.hangtuah.ac.id, diakses 26 Oktober 2016).
5 JPNN.com, Era SBY, Kapal Nelayan Asing yang Ditangkap itu Dilelang, diakses dari

https://www.jpnn.com/news/era-sby-kapal-nelayan-asing-yang-ditangkap-itu-dilelang,
pada 09 November 2017 pukul 13:19 wita.
6 nasional.tempo.com, SBY Pernah Tegur Pembakaran Kapal Asing Ilegal, diakses dari

https://nasional.tempo.co/read/626629/sby-pernah-tegur-pembakaran-kapal-asing-ilegal,
pada 09 November 2017 pukul 13:30 wita.
4

laut Indonesia yang mengakibatkan sekitar 10.000 kapal asing melakukan

penangkapan ikan secara ilegal di wilayah laut Indonesia7.

Dari hal tersebut, Pemerintah Republik Indonesia di masa

kepemimpinan Joko Widodo memiliki peran yang penting dalam menangani

Illegal Fishing di Indonesia. Oleh karena itu, penulis kemudian melakukan

penelitian dengan mengangkat judul Kebijakan Penenggelaman Kapal

Pelaku Illegal Fishing di Masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo.

1.2 Rumusan dan Batasan Masalah

Sejak Susi Pudjiastuti menjabat sebagai Menteri Kelautan dan

Perikanan, Pemerintah Republik Indonesia pun secara resmi menyatakan sikap

yang keras, tegas, dan tidak kompromi dalam perang melawan praktek illegal

fishing dengan kebijakan penenggelaman kapal pelaku illegal fishing yang

tertangkap mencuri ikan di wilayah laut Indonesia. Hal tersebut terlihat dari

banyaknya kapal asing yang ditenggelamkan karena ketahuan melakukan

praktek illegal fishing di Indonesia.

Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada periode 2014 – 2017, karena

dalam rentang waktu tersebutlah kebijakan penenggelaman kapal illegal fishing

sedang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.

Setelah melihat latar belakang dan batasan masalah, maka peneliti menetapkan

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana modus operandi illegal fishing yang terjadi di Indonesia di masa

pemerintahan Joko Widodo?

7 viva.co.id, Menteri Susi Cerita Sulitnya Nelayan di Era SBY, diakses dari
https://www.viva.co.id/berita/nasional/912644-menteri-susi-cerita-sulitnya-nelayan-di-era-
sby, pada 11 September 2018 pukul 06:02 wita
5

2. Bagaimana kebijakan penenggelaman kapal pelaku illegal fishing di

Indonesia di masa pemerintahan Joko Widodo?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana modus operandi Illegal Fishing yang terjadi di

Indonesia

2. Untuk mengetahui bagaimana Pemerintah Republik Indonesia di masa

kepemimpinan Joko Widodo melaksanakan kebijakan penenggelaman

kapal pelaku Illegal Fishing di Indonesia

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, teori atau konsep yang digunakan dalam penelitian ini

membantu dalam memahami kebijakan yang telah dilakukan oleh Joko Widodo

dalam menangani Illegal Fishing di Indonesia. Teori atau konsep yang

digunakan tersebut adalah Illegal Fishing, Kedaulatan Maritim, dan Transnational

Organized Crime (TOC). Ketiga konsep dalam penelitian ini sebagai kacamata

yang digunakan untuk menganalisis fenomena yang terjadi dan menjawab

rumusan masalah serta menjadi referensi bagi pembaca untuk mengetahui lebih

dalam tentang Illegal Fishing, Kedaulatan Maritim, dan Transnational Organized

Crime (TOC) dalam kaitannya dengan kebijakan yang dilakukan pada masa

kepemimpinan Joko Widodo dalam menangani Illegal Fishing di Indonesia.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Hasil penelitian secara praktis diharapkan dapat dijadikan sebagai

masukan dalam pengambilan kebijakan kedepannya bagi Kementerian Kelautan

dan Perikanan Republik Indonesia dalam menjalankan kebijakan


6

penenggelaman kapal pelaku Illegal Fishing di Indonesia. Kemudian, penelitian

ini juga dapat dijadikan sebagai acuan atau materi dalam penyusunan karya

ilmiah berikutnya yang tertarik membahas mengenai kebijakan pemberantasan

Illegal Fishing yang dilakukan oleh pemerintah.


7

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Transnational Organized Crime (TOC)

Organized Crime berasal dari kata Organize dan Crime. Organized

adalah segala sesuatu yang terencana dengan baik, sedangkan Crime adalah

tindak kriminal / kejahatan. Adapun Donald Cressey memberikan sebuah definisi

tentang Organized Crime dengan mengatakan bahwa “any crime committed by

occupying, in a established division of labor, a position designed for the

commission of crime providing that such division of labor also includes at least

one position for corrupter, one position for corruptee, and one position for an

enforcer”.

Dari definisi di atas, Cassey lebih menekankan pada adanya hubungan-

hubungan dan organisasi yang terjadi di dalam kejahatan itu sendiri. Perspektif

yang sama juga digunakan dalam pemikiran Michael Maltz mengenai Organized

Crime yang menyatakan bahwa “an organized crime is a crime in which there is

more than one defender, and the offenders are and intend to remain associated

with one another for the purpose of committing crimes. The means of executing

the crime including violence, theft, corruption, economic power, deception, and

victim participant”.

Dengan meminjam definisi mengenai yang diajukan oleh Frank Hagan,

organized crime mencakup “any group of individuals whose primary activity

involves violating criminal laws to seek illegal profits and power by engaging in

racketeering activities and, when appropriate, enganging in intricate financial

manipulations”.
8

Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

yang termasuk “organized crime” apabila8 :

1. Dilakukan oleh lebih dari satu orang, dalam suatu kegiatan yang

terorganisir dengan baik

2. Dibangun untuk beroperasi menurut suatu pola yang sudah mapan

3. Mendasarkan kegiatannya pada hubungan-hubungan yang lebih sering

permanen daripada yang tidak

4. Mempunyai aturan-aturan yang berlaku secara internal dan diterapkan

secara ketat

5. Mempunyai hirarki yang ketat dalam organisasi yang berkesinambungan,

dan jelas pembagian cara kerjanya

6. Memperoleh keuntungan dari kejahatan, baik dalam materi ataupun non-

materi

7. Tidak segan menggunakan cara kekerasan, paksaan, ataupun upaya

koruptif untuk memperoleh kekebalan

8. Kontiniuitas tidak dipatahkan oleh kematian salah seorang dalam

organisasi

9. Didukung oleh sejumlah orang yang profesional

Jurnal yang ditulis oleh Harkristuti Harkrisnowo yang membahas

Transnational Organized Crime: Dalam Perspektif Hukum Pidana dan

Kriminologi. Dimana jurnal ini menjelaskan bahwa bagaimana fenomena

kejahatan ini terjadi di Indonesia serta bagaimana upaya pemerintah

menanganani kejahatan-kejahatan, khususnya di masa pemerintahan Joko

Widodo. Dalam jurnal tersebut, dijelaskan bahwa tidak mudah melacak siapa

8 Harkrisnowo, Harkristuti. 2004. Transnational Organized Crime: Dalam Perspektif


Hukum Pidana dan Kriminologi. Jurnal Ilmu Hukum (Online), Vol. 1, No. 2,
(journal.ui.ac.id, diakses 08 November 2017).
9

saja yang menjadi pelaku dalam suatu organized crime, karena informasi

mengenai organized crime lebih banyak diperoleh dari jurnalis atau ditulis sendiri

oleh orang-orang yang pernah terlibat dalam kejahatan tersebut. Namun

demikian, tidak dapat disangkal bahwa orang-orang yang terlibat dalam

melakukan organized crime bukan orang yang dapat dikategorikan sebagai

“penjahat jalanan” belaka yang berasal dari kelas bawah, akan tetapi lebih sering

yang terlibat adalah mereka yang sering mendapat kesempatan yang tidak

dimiliki oleh orang-orang kelas bawah. Organized Crime juga memiliki struktur

organisasi yang lebih teratur. Keberadaan organized crime sering dikaitkan

dengan dengan white collar crime (kejahatan kerah putih). Apabila organized

crime dengan white collar crime menyatu, maka akan muncul ancaman yang

besar dalam masyarakat.

Selain itu, juga dijelaskan bahwa tidak dapat dipungkiri Indonesia

bekerja sendiri untuk dapat memerangi kejahatan Transnational Organized

Crime. Kerjasama internasional, khususnya regional harus dilakukan apabila

upaya ini ingin mencapai hasil yang diinginkan. Kampanye bersama untuk

memerangi berbagai kejahatan tersebut merupakan upaya yang segera dapat

dilaksanakan. Namun untuk dapat melakukan kerjasama regional, seperangkat

hal harus disepakati terlebih dahulu, agar tidak terjadi kesalahpahaman dan

konflik dalam penanganan kejahatan tersebut. Kesemua upaya tersebut tentunya

harus didahului dengan upaya di lingkup domestik, khususnya mengenai

penyiapan Sumber Daya Manusia yang memadai, serta sarana dan prasarana9.

Berdasarkan artikel tersebut, dapat ditinjau upaya kerjasama

internasional yang dilakukan untuk memerangi kejahatan Transnational

9
loc.cit.
10

Organized Crime. Adapun upaya kerjasama internasional yang telah dilakukan

oleh pemerintah di masa pemerintahan Joko Widodo adalah mendorong dunia

internasional untuk mempertegas komitmen dalam pemberantasan illegal fishing

di berbagai forum internasional maupun regional. Dari upaya tersebut,

memberikan kontribusi pada penelitian ini dalam mengkaji kebijakan

penenggelaman kapal pelaku illegal fishing.

2.2 Illegal Fishing

Illegal fishing adalah istilah asing yang dipopulerkan oleh para pakar

hukum di Indonesia yang kemudian menjadi istilah populer di media massa dan

dijadikan sebagai kajian hukum yang menarik bagi para aktivis lingkungan hidup.

Secara terminologi illegal fishing dari pengertian secara harfiah yaitu berasal dari

bahasa Inggris. Dalam The Contemporary English Indonesia Dictionary,

dikemukan bahwa “illegal” artinya tidak sah, dilarang atau bertentangan dengan

hukum. “Fish” artinya ikan atau daging ikan, “fishing” artinya penangkapan ikan

sebagai mata pencaharian ataupun tempat menangkap ikan. Berdasarkan

pengertian secara harfiah tersebutlah dapat dikatakan illegal fishing sebagai

kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan secara tidak sah dan bertentangan

dengan hukum yang berlaku10.

Undang-Undang Republik Inodonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004

tentang Perikanan Pasal 1 Ayat 5 menyebutkan bahwa penangkapan ikan

adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan

dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang

10R.S., Wiliater Pratomo. 2014. Tinjauan Kriminologis Terhadap Illegal Fishing yang
Terjadi di Kota Makassar (Studi Kasus 2010-2013). Makassar. Jurusan Ilmu Hukum
Universitas Hasanuddin.
11

menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan,

menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.

Penangkapan ikan secara illegal berarti segala bentuk kegiatan

penangkapan ikan yang melanggar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan peraturan perundang-undangan

lainnya yang masih berlaku. Illegal fishing di dalam pengaturannya sering

disandingkan dengan IUU Fishing yang secara harfiah dapat dikatakan sebagai

kegiatan perikanan yang tidak sah, kegiatan perikanan yang tidak diatur oleh

peraturan yang berlaku, ataupun aktivitasnya yang tidak dilaporkan kepada

institusi atau lembaga pengelolaan perikanan yang berwenang.

Dengan kata lain illegal fishing ialah kegiatan perikanan penangkapan

perikanan yang masuk kedalam kategori sebagai berikut :

1. Dilakukan oleh orang atau kapal asing pada suatu perairan yang menjadi

yuridiksi suatu negara tanpa izin dari negara tersebut ataupun melanggar

peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara tersebut.

2. Bertentangan dengan peraturan nasional yang berlaku ataupun kewajiban

internasional.

3. Dilakukan oleh kapal yang mengibarkan bendera suatu negara yang

menjadi anggota organisasi pengelolaan perikanan regional, tetapi tidak

beroperasi sesuai dengan ketentuan pelestarian dan pengelolaan yang

diterapkan oleh organisasi tersebut ataupun ketentuan hukum yang

berlaku.

Untuk menjaga keutuhan dan kelestarian lingkungan hidup tersebut dari

kegiatan-kegiatan illegal fishing yang dapat merusak keutuhan ekosistem


12

perairan ada beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur dan telah

dituangkan ke dalam pasal-pasal sebagai berikut :

1. Pasal 67 dan 68 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun

2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berisi

bahwa :

a. Pasal 67 berbunyi “Setiap orang berkewajiban memelihara

kelestarian fungsi dan lingkungan hidup serta mengendalikan

pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup”

b. Pasal 68 berbunyi bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan

atau kegiatan berkewajiban :

 Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, dan tepat

waktu

 Menjaga fungsi keberlanjutan lingkungan hidup

 Menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan

atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup

2. Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004

tentang Perikanan yang berisi bahwa :

a. Setiap orang dilarang melakukan penangkapan ikan / dan atau

pembudidayaan ikan dengan merugikan dan / atau lingkungannya di

Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia

b. Nahkoda atau pimpinan kapal perikanan, ahli penangkapan ikan, dan

anak buah kapal yang melakukan penangkapan ikan dilarang

menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan /

atau cara, dan / atau bangunan yang dapat merugikan dan / atau
13

membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan / atau lingkungan

di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia

c. Pemilik kapal perikanan, pemilik perusahaan perikanan,

penanggungjawab perusahaan perikanan, dan / atau operator kapal

perikanan dilarang menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan

peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat

merugikan dan / atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan

dan/atau lingkungan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik

Indonesia

d. Pemilik perusahaan pembudidayaan ikan, kuasa pemilik perusahaan

pembudidayaan ikan, dan / atau penanggungjawab perusahaan

pembudidayaan ikan dilarang menggunakan bahan kimia, bahan

biologis, bahan peledak, alat dan / atau cara, dan / atau bangunan

yang dapat merugikan dan / atau membahayakan kelestarian sumber

daya ikan dan / atau lingkungan di Wilayah Pengelolaan Perikanan

Republik Indonesia

e. Penggunaan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, dan/atau

cara, dan / atau bangunan untuk penangkapan ikan dan / atau

pembudidayaan ikan sebagaimana yang dimaksud di ayat 1,

diperbolehkan hanya untuk penelitian

f. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan bahan kimia, bahan

biologis, bahan peledak, dan / atau cara, dan / atau bangunan untuk

penangkapan ikan dan / atau pembudidayaan ikan sebagaimana

yang dimaksud di ayat 5, diatur dengan peraturan pemerintah.


14

Saat ini Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun

2004 tentang Perikanan dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32

Tahun 2014 tentang Kelautan menjadi payung hukum utama di dalam

pemberantasan illegal fishing, karena substansi undang-undang tersebut

mengatur segala hal yang berkaitan dengan kelautan dan perikanan.

Pada bagian ini, peneliti mengacu pada jurnal yang ditulis oleh M. Rizqi

Isnurhadi yang membahas Sekuritisasi Illegal, Unreported, and Unregulated

Fishing di Perairan Indonesia di Era Pemerintahan Joko Widodo11. Dimana jurnal

ini menjelaskan bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah di masa

pemerintahan Joko Widodo menangani illegal fishing di Indonesia untuk

mendukung agenda poros maritim dunia.

Dalam penelitian tersebut, dijelaskan juga bagaimana pemerintah di

masa pemerintahan Joko Widodo melakukan upaya penanganan illegal fishing.

Pada bagian kesimpulan, dijelaskan bahwa pemerintah telah melakukan

sekuritisasi isu dan speech act yang disampaikan melalui situs resmi mereka

serta melalui berbagai Pidato Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti

yang bertujuan untuk mendorong masyarakat Indonesia untuk memberikan

kewenangan bagi pemerintah untuk melakukan kebijakan publik yang sesuai

demi menangani illegal fishing. Diantaranya adalah kebijakan penenggelaman

kapal asing pelaku illegal fishing di perairan Indonesia dan didukung pula dengan

pembentukan Satuan Tugas Pemberantasan Illegal Fishing 115 (Satgas 115).

Berdasarkan artikel tersebut, dapat ditinjau bagaimana upaya yang

dilakukan pemerintah di masa pemerintahan Joko Widodo dalam menangani

11
Isnurhadi, M. Rizqi. 2017. Sekuritiasi Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUUF) di
Perairan Indonesia di Era Pemerintahan Joko Widodo. Jurnal Hubungan Internasional,
(Online), Vol. 10, No. 2, (e-journal.unair.ac.id, diakses 04 Juni 2018).
15

illegal fishing di Indonesia untuk mendukung agenda poros maritim dunia.

Adapun upaya yang dilakukan pemerintah di masa pemerintahan Joko Widodo

dalam menangani illegal fishing di Indonesia untuk mendukung agenda poros

maritim dunia adalah dengan kebijakan penenggelaman kapal pelaku illegal

fishing di perairan Indonesia, pembentukan Satgas 115, moratorium kapal asing

dan eks asing, memperketat lembaga pengawasan laut, larangan transshipment

(pemindahan hasil tangkapan dari kapal penangkap ikan ke kapal pengangkut) di

tengah laut, serta penegakan hukum di laut.

Salah satu aktor yang melakukan securitizing move dalam kasus illegal

fishing adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Speech

act dapat diidentifikasi dari publikasi-publikasi Kementerian Kelautan dan

Perikanan Republik Indonesia. Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik

Indonesia mengusung tiga tema penting visi misinya, yaitu kedaulatan,

keberlanjutan, dan kesejahteraan. Sedangkan pada aspek kebijakan

pencegahan dan pemberantasan illegal fishing ditempatkan di tema besar

kedaulatan. Dalam visinya yang tertulis “Membangun kedaulatan yang mampu

menopang kemandirian ekonomi dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan

perikanan. Kedaulatan dimulai dari keberanian dan ketegasan serta sikap

konsisten dalam penegakan hukum dengan sanksi yang tegas dan adil”12.

Dari cara yang telah dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan

Republik Indonesia, memberikan kontribusi pada penelitian dalam mengkaji

upaya pemberantasan illegal fishing yang dilakukan oleh pemerintah di masa

pemerintahan Joko Widodo dalam mewujudkan agenda poros maritim dunia.

12
loc.cit.
16

2.3 Kedaulatan Maritim

Menurut Jean Bodin, Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi suatu

negara untuk menentukan hukum dalam negara tersebut dan sifatnya tunggal,

asli, abadi serta tidak di bagi- bagi. Negara yang berdaulat adalah negara yang

memiliki otonomi penuh dan tanggung jawab terhadap perkembangan suatu

negara baik dalam bidang politik, ekonomi, hukum, pertahahanan dan keamanan

serta dalam melakukan komunikasi maupun hubungan dengan negara lain13.

Sesuai dengan hukum internasional, kedaulatan memiliki 3 (tiga) aspek

utama, yaitu sebagai berikut :

a. Aspek eksternal kedaulatan adalah hak bagi setiap negara untuk

menentukan hubungannya dengan negara- negara dan kelompok laut tanpa

ada tekanan.

b. Aspek internal kedaulatan ialah hak atau wewenang eksklusif suatu negara

untuk menentukan bentuk lembaga- lembaganya, cara kerja lembaga-

lembaganya tersebut dan hak untuk membuat undang-undang yang di

inginkannya serta tindakan-tindakan untuk mematuhi.

c. Aspek teritorial kedaulatan berarti kekuasaan penuh dan eksklusif yang

dimiliki oleh negara atas individu-individu dan benda-benda yang terdapat di

wilayah tersebut.

Negara memiliki wewenang serta tanggung jawab yang penuh atas

wilayahnya. Wilayah tersebut digunakan untuk menyelenggarakan yuridiksi atas

masyarakatnya serta segala kegiatan yang ada di dalam negara tersebut.

Adapun yang masuk dalam wilayah negara yakni adalah wilayah daratan

13Anggraeni, Prameswari Surya. 2016. Politik Luar Negeri


Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia di Era Pemerintahan Joko Widodo. Jurnal Ilmu
Hubungan Internasional (Online), Vol. 4, No. 2, (ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id, diakses 15
November 2016).
17

termasuk tanah di dalamnya, wilayah perairan, wilayah dasar laut dan tanah

dibawahnya yang terletak dibawah wilayah perairan dan wilayah ruang udara.

Karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian wilayahnya laut

sehingga negara ini memiliki hak dan kewajiban untuk menjaga kedaulatan

maritimnya melalui kebijakan dan program yang memanfaatkan serta menjaga

wilayah lautnya. Oleh karena itu dengan adanya konsep poros maritim dunia

yang akan diwujudkan oleh Indonesia, maka perlu adanya peningkatan

pertahanan keamanan terhadap laut Indonesia, karena laut merupakan batas

terluar yang sangat penting untuk keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI).

Jurnal yang ditulis Prameswari Surya Anggraeni yang membahas Politik

Luar Negeri Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia di Era Pemerintahan Joko

Widodo14. Dimana jurnal ini menjelaskan bagaimana kebijakan politik luar negeri

Indonesia terkait kebijakan maritim di masa pemerintahan Joko Widodo. Pada

jurnal tersebut, khususnya di masa pemerintahan Joko Widodo, dijelaskan ada

dua konsep yang menjadi dasar pengambilan kebijakan politik luar negeri. Yang

pertama adalah konsep Kepentingan Nasional, Indonesia merupakan negara

berkembang, memiliki visi dan misi untuk negaranya maupun kepentingan yang

bertujuan untuk mengembangkan negaranya. Kepentingan tersebut merupakan

salah satu unsur yang digunakan pemerintah untuk melaksanakan hubungan

kerjasama dengan negara lain, kerjasama tersebut berkaitan dengan

kepentingan yang ingin dicapai, mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim

dunia. Yang kedua adalah konsep Kedaulatan Maritim. Negara yang berdaulat

yaitu negara yang memiliki otonomi penuh dan tanggung jawab terhadap

14 loc.cit.
18

perkembangan suatu negara, baik dalam bidang politik, ekonomi, hukum,

pertahanan, dan keamananan, serta dalam melakukan komunikasi maupun

hubungan dengan negara lain.

Negara memiliki wewenang serta tanggung jawab penuh atas

wilayahnya, karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian

wilayahnya laut sehingga negara ini memiliki hak dan kewajiban untuk menjaga

kedaulatan maritimnya melalui kebijakan maupun program guna menjaga

wilayahnya. Karena itu konsep ini digunakan untuk mewujudkan Indonesia

sebagai poros maritim dunia.

Berdasarkan artikel tersebut, dapat ditinjau bagaimana kebijakan politik

luar negeri Indonesia terkait kebijakan maritim yang dijalankan oleh pemerintah

di masa pemerintahan Joko Widodo. Adapun kebijakan politik luar negeri yang

terkait dengan kebijakan maritim yang dijalankan oleh pemerintah di masa

pemerintahan Joko Widodo adalah kebijakan poros maritim dunia. Poros maritim

dunia merupakan sebuah konsep yang dicanangkan untuk dapat memanfaatkan

jalur laut yang dimiliki Indonesia. Poros maritim merupakan segala kegiatan yang

berhubungan dengan pemanfaatan laut sebagai sumber hidup baru bagi bangsa

Indonesia. Untuk mewujudkan konsep tersebut diperlukan paradigma baru dan

strategi terhadap pembangunan segala sesuatu yang berhubungan dengan laut

yang dimulai dari sarana prasarana, pertahanan keamanan, maupun

pemanfaatan sumber daya laut secara benar.

Adapun strategi dan kebijakan yang dilakukan oleh Joko Widodo sesuai

dengan visi-misinya adalah sebagai berikut15 :

15 loc.cit.
19

a. Menerapkan paradigma baru, termasuk diantaranya ocean based

development

b. Memiliki strategi yang meliputi penguatan konektivitas dan

peningkatan pertahanan dan keamanan laut

c. Kebijakan terkait pembangunan infrastruktur

d. Kebijakan peningkatan keamanan laut terkait illegal fishing


20

BAB III

Metode Penelitian

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yang

dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif. Penelitian

deskriptif adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk memberikan gambaran

atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Penelitian ini

menggunakan hasil wawancara dan kepustakaan (library research) dengan fokus

analisis akan didasarkan pada data-data sekunder yang diperoleh dari buku,

jurnal ilmiah, majalah, koran, internet dan berbagai jenis publikasi resmi lainnya

yang berhubungan dan mempunyai benang merah dengan judul yang penulis

angkat. Dengan demikian diperolehlah hasil dari penelitian tersebut dan hasil

analisisnya kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif dengan pendekatan

kualitatif.

Penelitian kualitatif merupakan istilah umum yang menjadi payung dari

berbagai pendekatan dan metode yang berbeda serta bervariasi dalam hal fokus,

asumsi tentang sifat pengetahuan dan peran peneliti. Namun, menurut Jennifer

Mason, meskipun terdapat keanekaragaman, semua pendekatan dalam kualitatif

memiliki kesamaan sebagai berikut. Pertama, berdasarkan pada posisi

‘’interpretivist’’, yaitu mereka memusatkan perhatian pada bagaimana sebuah

fenomena diinterpretasikan, dipahami, dialami, diproduksi atau dibentuk. Kedua,

berdasarkan metode penelitian yang fleksibel dan sensitif terhadap konteks


21

sosial. Ketiga, berdasarkan metode analisis yang memperhitungkan

kompleksitas, detail dan konteks16.

Berdasarkan metode penelitian tersebut skripsi ini menjelaskan

mengenai kebijakan penenggelaman kapal pelaku illegal fishing di masa

pemerintahan Joko Widodo. Adapun variabel yang diteliti dalam skripsi ini adalah

modus operandi dan kebijakan penenggelaman kapal pelaku illegal fishing.

3.2 Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti dalam penelitian kualitatif merupakan peran manusia

sebagai instrumen penelitian menjadi suatu keharusan. Bahkan, dalam penelitian

kualitatif, posisi peneliti menjadi instrumen kunci (the key instrument). Untuk itu

keabsahan, validitas dan reliabilitas data kualitatif banyak tergantung pada

ketrampilan metodologis, kepekaan, dan integritas peneliti sendiri. Maksudnya

dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data ataupun informasi tentang

kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan pemerintah dalam upaya

pemberantasan illegal fishing di Indonesia dengan melakukan wawancara

dengan pihak yang terkait dalam kebijakan tersebut. Selain itu, penulis

mengamati dan menganalisa berbagai sumber kepustakaan seperti jurnal, media

online, dan hasil penelitian dari berbagai pihak yang sejalan dan sesuai dengan

materi penelitian yang dibutuhkan penulis.

3.3 Lokasi Pengambilan Data dan Penelitian

Untuk kebutuhan literatur dan informasi mengenai Kebijakan

Penenggelaman Kapal Pelaku Illegal Fishing di masa pemerintahan Joko

Widodo, lokasi penelitian dilakukan di beberapa tempat sebagai referensi guna

16 Bakry, Umar Suryadi. 2016. Metode Penelitian Hubungan Internasional, Pustaka Pelajar:
Yogyakarta, hlm. 107-109
22

penyelesaian penelitian ini. Adapun lokasi pengambilan data penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP) di Jakarta

2. Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla) di Jakarta

3. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) di Jakarta

4. Direktorat Polisi Perairan Korps Polisi Perairan dan Udara Badan

Pemeliharaan dan Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia

(Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri) di Jakarta

5. Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejakgung) di Jakarta

6. Perpustakaan Program Studi Hubungan Internasional Universitas Fajar

(Unifa) di Makassar

Di Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia terdapat

direktorat yang menangani masalah penanganan illegal fishing yang terjadi di

wilayah laut Indonesia, terutama laut perbatasan. Direktorat Jenderal

Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (Ditjen

PSDKP KKP) merupakan salah satu direktorat yang berada dalam naungan

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Di dalam direktorat

jenderal inilah terdapat Direktorat Pemantauan dan Peningkatan Infrastruktur,

Direktorat Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan, Direktorat

Pengoperasian Kapal Pengawas, dan Direktorat Penanganan Pelanggaran yang

menangani masalah penanganan illegal fishing di wilayah laut Indonesia. Dengan

demikian peneliti dapat mengambil data-data yang diperlukan dari Direktorat

Pengoperasian Kapal Pengawas dan Direktorat Penanganan Pelanggaran.


23

3.4 Sumber Data

Sumber data penelitian adalah sumber subjek dari tempat mana data

bisa didapatkan. Sumber data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari

tangan pertama), sementara data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti

dari sumber yang sudah ada. Salah satu pertimbangan dalam memilih masalah

penelitian adalah ketersediaan sumber data, jadi penulis menggunakan sumber

data sekunder.

Untuk kepentingan penelitian ini, maka penulis menggunakan data

primer dan sekunder. Adapun data primer yang digunakan berupa hasil

wawancara yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan penenggelaman

kapal pelaku illegal fishing di masa pemerintahan Joko Widodo. Selain itu,

penulis juga akan mengumpulkan data mengenai jumlah kapal yang ditangkap

oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Jenderal Sumber Daya Kelautan dan

Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia di wilayah

laut Indonesia sepanjang tahun 2009 – 2017, jumlah kapal yang ditenggelamkan

oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Jenderal Sumber Daya Kelautan dan

Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia di wilayah

laut Indonesia sepanjang tahun 2009 – 2017, jumlah kapal yang dipulangkan

oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Jenderal Sumber Daya Kelautan dan

Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia di wilayah

laut Indonesia sepanjang tahun 2009 – 2017, serta jumlah anggaran

Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan sepanjang tahun 2010 –

2017. Data-data tersebut dikumpulkan untuk melihat sejauh mana kebijakan

penenggelaman kapal pelaku illegal fishing di Indonesia berjalan dengan baik.


24

Data primer yang dikumpulkan berupa informasi yang didapatkan penulis dalam

wawancara dengan informan pihak yang terkait dalam pelaksanaan kebijakan ini,

seperti KKP, Bakamla, TNI AL, Polair Polri, serta Kejakgung dan data dalam

bentuk soft file tabel. Alasan penulis memilih informan tersebut karena pegawai

KKP, Bakamla, TNI AL, Polair Polri, serta Kejakgung yang menjalankan

kebijakan ini sehingga penulis menganggap informan dapat membantu

memberikan data maupun informasi mengenai kebijakan penenggelaman kapal

pelaku illegal fishing di Indonesia.

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh orang lain, bukan

peneliti itu sendiri. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak

langsung dengan menggunakan teknik kepustakaan (library research) yang

didapatkan dari buku-buku, jurnal, skripsi, tesis, dokumen, dan sumber-sumber

lainnya yang memiliki kaitan erat dengan tema penelitian. Peneliti juga

menggunakan sarana internet dari lembaga resmi atau institusi terkait mengenai

kebijakan penenggelaman kapal pelaku illegal fishing di Indonesia.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data primer dan data sekunder.

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari pihak

pertama. Dalam penelitian ini, data primer diperoleh dengan data statistik dari

Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia untuk mengetahui

dengan jelas jenis pelanggaran tindak pidana perikanan yang banyak terjadi di

wilayah laut Indonesia, jumlah kapal pelaku illegal fishing yang ditangkap, jumlah

kapal pelaku illegal fishing yang ditenggelamkan, jumlah kapal pelaku illegal
25

fishing yang dipulangkan, dan jumlah anggaran pengawasan sumber daya

kelautan dan perikanan serta dengan melakukan wawancara dengan beberapa

ahli / pakar yang menekuni pekerjaan yang berkaitan dengan materi penelitian

ini. Misalnya, wawancara yang dilakukan dengan :

1. Sahono Budianto (Kepala Sub Bagian Kerja Sama dan Hubungan

Masyarakat Sekretariat Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya

Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik

Indonesia)

2. Thomas (Jabatan Fungsional Tertentu Peneliti Madya Badan Keamanan

Laut Republik Indonesia)

3. Kapten Laut TNI Fuad (Staf Badan Pembinaan Hukum Tentara Nasional

Indonesia Angkatan Laut)

4. Komisaris Polisi Agus (Kepala Urusan Administrasi Bagian Penegakan

Hukum Direktorat Polisi Perairan Korps Polisi Perairan dan Udara Badan

Pemeliharaan dan Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia)

5. Olivia Sembiring (Jaksa Fungsional Direktorat Tindak Pidana Keamanan

dan Ketertiban Umum dan Tindak Pidana Umum Jaksa Agung Muda

Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Republik Indonesia)

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak lagsung dengan

menggunakan teknik kepustakaan (library research) yang didapatkan dari buku-

buku, jurnal, skripsi, tesis, laporan tahunan dan sumber-sumber lainnya yang

memiliki kaitan erat dengan tema penelitian. Dalam penelitian ini, data sekunder

diperoleh dari berbagai sumber bacaan, termasuk diantaranya jurnal ilmiah,

berita, website resmi (KKP, Ditjen PSDKP KKP, Bakamla, Dirpolair Korpolairud

Baharkam Polri, TNI AL, dan Kejakgung). Selain itu, peneliti juga akan
26

melakukan analisis yang lebih mendalam mengenai kebijakan penenggelaman

kapal pelaku illegal fishing yang telah dilakukan oleh Pemerintah Republik

Indonesia di masa kepemimpinan Joko Widodo.

3.6 Teknik Analisis Data

Setelah mengumpulkan data-data yang relevan mengenai Kebijakan

Penenggelaman Kapal Pelaku Illegal Fishing di masa pemerintahan Joko Widodo

dan apa yang menyebabkan maraknya illegal fishing di Indonesia. Perlu digaris

bawahi analisis data adalah suatu proses yang pada dasarnya sudah mulai

dikerjakan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif.

Penulis kemudian menganalisis data tersebut dengan menggunakan

teknik kualitatif deskriptif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode penelitian yang

ditujukan untuk menggambarkan fenomena yang ada, baik yang berlangsung

saat ini maupun yang berlangsung di masa lalu17.

Penulis kemudian menganalisis data tersebut dengan menggunakan

teknik kualitatif deskriptif. Metode ini menekankan pada penelitian sumber tertulis

atau studi literatur. Tahapan yang harus dilakukan adalah tahap pencarian,

penelusuran dan pengumpulan sumber-sumber yang relevan dengan Ilmu

Hubungan Internasional yang dapat digunakan dalam penelitian ini, pencarian

sumber-sumber penulisan dapat dilakukan melalui studi kepustakaan.

3.7 Pengecekan Validitas Temuan

Pengecekan validitas data merupakan reliabilitas yang merupakan derajat

ketepatan antara data yang berada pada obyek penelitian dengan data yang di

17
Suryana. 2010. Metode Penelitian Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Universitas Pendidikan Indonesia
27

dapat oleh penulis. Sedangkan reliabilitas, berkenaan dengan derajat konsistensi

stabilitas data atau temuan18. Reliabilitas yang dipakai adalah keakuratan, yakni

penyesuaian antara hasil penelitian dengan kajian pustaka yang telah

dirumuskan. Selain itu, reliabilitas selalu berdasarkan pada ketekunan

pengamatan dan pencatatan, pengkajian yang cermat sehingga akan

berpengaruh pada makna yang diperoleh.

3.8 Tahap-Tahap Penelitian

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini memuat uraian mengenai latar belakang x dan fenomena

illegal fishing di Indonesia, serta menggambarkan bagaimana kebijakan yang

dilakukan oleh pemerintah di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Pada bab pendahuluan ini juga terdiri fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan

penelitian dan kegunaan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis memaparkan konsep dan teori untuk menjawab

rumusan masalah yang diangkat dengan menggunakan tinjauan Trannsnational

Organized Crime, Illegal Fishing, dan Kedaulatan Maritim yang berkaitan

langsung dengan skripsi.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini penulis memberikan pengertian dari metode penelitian

yang secara umum dimengerti sebagai suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan

secara bertahap membahas uraian tentang bagaimana penelitian dilakukan oleh

penulis mulai dari rancangan penelitian, tahap penelitian, kehadiran penulis,

18Nana Syaodih Sukamadinata, 2007, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Rosda,


hlm 363-364
28

lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data,

pengecekan validitas data dan tahap-tahap penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan memaparkan hasil dari penelitian yang telah

dilakukan oleh penulis berdasarkan rumusan masalah dan judul yang diteliti. Dari

rumusan masalah ini akan di kembangkan dengan hasil dari penelitian kualitatif

yang mengangkat judul Kebijakan Penenggelaman Kapal Pelaku Illegal Fishing

di Masa Pemerintahan Joko Widodo.

BAB V KESIMPULAN

Penutup sebagai bab terakhir akan memberikan kesimpulan dan saran

dari keseluruhan bab yang ada dalam skripsi ini. Penulis akan memberikan

simpulan dan saran yang dapat dipahami oleh pembaca, baik dosen maupun

mahasiswa lainnya yang ingin melakukan penelitian berkenaan dengan judul

penelitian ini.
29

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Modus Praktek Illegal Fishing di Indonesia

Indonesia merupakan negara dengan luas lautan terbesar di dunia,

dengan 2/3 dari total luas wilayah Indonesia atau 6.000.000 km² merupakan

luas wilayah laut Indonesia. Dan luas wilayah laut Zona Ekonomi Eksklusif

(ZEE) Indonesia mencapai 2.700.000 km². Itu berarti bahwa sebagian besar

luas wilayah Indonesia adalah laut19. Dari kondisi tersebut, Indonesia

sebenarnya menyimpan potensi sumber daya kelautan hayati ataupun non

hayati yang sangat besar dan potensial. Potensi sumber daya hayati laut

terbesar yang dimiliki Indonesia itu berasal dari sektor perikanan. Hal tersebut

menjadikan Indonesia sebagai negara maritim dengan potensi maritim yang

sangatlah melimpah dan menjanjikan.

Selama beberapa tahun terakhir potensi maritim yang dimiliki

Indonesia justru banyak dicuri oleh kapal-kapal ikan asing, dengan sebagian

besar kapal-kapal asing pencuri ikan tersebut berasal dari negara yang

berbatasan langsung dengan Indonesia, seperti Malaysia, Filipina, Thailand,

dan Vietnam. Kebanyakan kapal pelaku Illegal Fishing yang berasal dari

negara-negara tersebut merupakan kapal nelayan yang masih sederhana yang

terbuat dari kayu. Kapal-kapal asing tersebut membawa dan menjual hasil

tangkapannya tersebut ke negara asalnya, sehingga Indonesia justru harus

menderita kerugian yang tidak sedikit pula.

Illegal Fishing merupakan kejahatan perikanan yang sudah

terorganisasi secara matang, mulai tingkat nasional sampai internasional.

19 loc.cit.
30

Dimana kejahatan illegal fishing ini mengalami banyak perubahan dari waktu ke

waktu, mulai dari wilayah tempat illegal fishing tersebut dilakukan sampai

dengan pelaku dari kejahatan illegal fishing ini yang sudah melintasi batas

negara. Bahkan, modus dari kejahatan illegal fishing pun semakin berkembang

dari waktu ke waktu.

Adapun modus dari praktek Illegal Fishing yang selama ini banyak

terjadi di wilayah laut Indonesia, khususnya di masa kepemimpinan Joko

Widodo antara lain sebagai berikut :

1. Kapal Penangkap Ikan Tidak Memiliki Dokumen Perizinan yang Lengkap

Untuk bisa melakukan kegiatan penangkapan ikan secara legal di

wilayah laut Indonesia, maka Kapal Penangkap Ikan tersebut haruslah memiliki

3 (tiga) jenis izin untuk Penangkapan Ikan, yaitu :

a. SIUP (Surat Izin Usaha Perikanan)

SIUP adalah izin tertulis yang harus dimiliki perusahaan perikanan

untuk melakukan usaha perikanan dengan menggunakan sarana produksi yang

tercantum dalam izin tersebut20. SIUP wajib dimiliki oleh setiap pihak yang

melakukan usaha perikanan tangkap di laut lepas dan berlaku selama pihak

tersebut melakukan kegiatan usaha perikanan tangkap, kecuali jika ada

perluasan atau pengurangan. Adapun SIUP harus diajukan ke Dinas Kelautan

dan Perikanan setempat21.

Dalam laman batam.tribunnews.com yang diunggah pada 26 Juli 2015,

Kapal Republik Indonesia (KRI) Clurit 641 milik Tentara Nasional Indonesia

Angkatan Laut (TNI AL) yang dipimpin oleh Komandan KRI Clurit 641, Mayor

20 Pasal 1 Angka 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 Tentang


Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 Tentang
Perikanan. 2009. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
21 dkp.jatengprov.go.id, Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), diakses dari
http://dkp.jatengprov.go.id/index.php/siup, pada 05 Juli 2018 pukul 14:31 wita
31

Laut TNI (Pelaut) Agung Nugroho pada tanggal 24 Juli 2015 pukul 20:15 WIB

berhasil menangkap 2 (dua) Kapal Ikan Asing Vietnam di Laut Natuna,

Kepulauan Riau. Penangkapan tersebut bermula saat Radar KRI Clurit 641

mendeteksi adanya dua kontak radio yang mencurigakan.

Kemudian petugas melakukan komunikasi radio dan pemantauan lewat

teropong. Setelah dipantau lewat teropong, diketahui bahwa dua Kapal Ikan

Asing Vietnam tersebut berada pada posisi 04 34’ 094” LU – 108 31’ 375”

haluan 357 dengan kecepatan 4,7 knot. Komandan KRI Clurit 641 pun

mengambil posisi siaga tempur untuk memeriksa dan melakukan

penggeledahan terhadap kedua Kapal Ikan Asing Vietnam tersebut. Perwira

Jaga KRI Clurit 641, Letnan Satu Laut TNI (Pelaut) Luthfi Rhamdhani Apriyanto

mengatakan prosedur penghentian dan pemeriksaan dengan komunikasi

melalui FM CH 16 dilakukan tetapi tidak ada jawaban dari kedua Kapal Ikan

Asing Vietnam tersebut. Sehingga terpaksa KRI Clurit 641 melakukan

penghadangan dan pemeriksaan terhadap kedua Kapal Ikan Asing Vietnam

tersebut. Pada saat itulah diketahui kedua Kapal Ikan Asing Vietnam tersebut

bernama dan KM Kurnia 09 (BV 9796 TS) dan KM Kurnia 10 (BV 99868 TS).

Pemeriksaan terhadap kedua Kapal Ikan Asing Vietnam tersebut

dilakukan, ditemukan kedua Kapal Ikan Asing Vietnam tersebut tidak memiliki

Buku Lapor Pangkalan, Surat Keterangan Layak Tangkap (SKLT), Sertifikat

Keselamatan Kapal, Sertifikat Radio, Crew List, Sijil / Monsterol / Daftar Awak

Kapal, Surat Keterangan Kecakapan Nahkoda (SKK Nahkoda), Surat


32

Keterangan Kecakapan Kepala Kamar Mesin (SKK KKM), dan Surat Izin Usaha

Perikanan (SIUP)22.

b. SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan)

SIPI adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk

melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan Indonesia maupun di wilayah

Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEE Indonesia). SIPI merupakan bagian

yang tak terpisahkan dari SIUP23. Masa berlaku dari SIPI adalah selama 3 (tiga)

tahun. Adapun SIPI dapat diurus di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi

setempat24.

Dalam laman manado.tribunnews.com yang diunggah pada 05 Mei

2015, Kapal Negara (KN) Singa Laut 4803 yang dioperasikan oleh Badan

Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla) Satuan Tugas II Manado yang

dikomandoi oleh Letnan Kolonel Maritim TNI (Pelaut) Agus Tri Ariyanti pada

tanggal 03 Mei 2015 berhasil menangkap 3 (tiga) Kapal Ikan Filipina dan 2 (dua)

Kapal Ikan Indonesia di 100 mil sebelah barat Pulau Tahuna, Sulawesi Utara.

Penangkapan tersebut terjadi dalam Operasi Nusantara IV yang dilaksanakan

oleh Bakamla bersama dengan beberapa stakeholder, seperti Tentara Nasional

Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), Direktorat Jenderal Perhubungan Laut

Kementerian Perhubungan Republik Indonesia (Ditjen Hubla Kemenhub),

Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia (Ditjen Imigrasi Kemenkumham), Direktorat Bea dan Cukai

22 batam.tribunnews.com, KRI Clurit Hentikan Ilegal Fishing Dua Kapal Vietnam, diakses
dari http://batam.tribunnews.com/2015/07/26/kri-clurit-hentikan-ilegal-fishing-dua-kapal-
vietnam, pada 28 Juli 2018 pukul 15:23 wita
23 Pasal 1 Angka 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 Tentang


Perikanan. 2009. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
24 dkp.jatengprov.go.id, Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), diakses dari
http://dkp.jatengprov.go.id/index.php/sipi, pada 05 Juli 2018 pukul 14:31 wita
33

Kementerian Keuangan Republik Indonesia (DJBC Kemenkeu), Lembaga Sandi

Negara Republik Indonesia (Lemsaneg), dan Dinas Kelautan dan Perikanan

Provinsi Sulawesi Utara (Dinas KKP Provinsi Sulut).

Adapun ketiga Kapal Ikan Filipina yang ditangkap tersebut adalah KM

Reychel, KM Reyvin, dan KM Barelos. Sedangkan dua Kapal Ikan Indonesia

yang ditangkap tersebut adalah KM Berkat 03 asal Bitung, Sulawesi Utara dan

KM Yordan 02 asal Bitung, Sulawesi Utara. Dimana ditemukan kelima kapal

tersebut tidak memiliki SPB (Surat Persetujuan Berlayar), SLO (Surat Layak

Operasi), Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan

(SIPI), Ijazah Nahkoda, serta Dokumen Perjalanan dan Visa yang Sah.

Penggeledahan pun dilakukan, ditemukan barang bukti 43 ekor ikan tuna, 13

ekor ikan layar, dan 3 ekor ikan tenderong25.

c. SIKPI (Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan)

SIKPI adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan

untuk melakukan kegiatan pengangkutan ikan dari pelabuhan ke pelabuhan di

Wilayah Republik Indonesia dan / atau dari pelabuhan di Indonesia ke

pelabuhan negara tujuan26. SIKPI untuk kapal berbendera Indonesia berlaku

selama 3 (tiga) tahun, sedangkan SIKPI untuk kapal berbendera asing berlaku

selama 1 (satu) tahun. Adapun SIKPI untuk kapal perikanan yang dimiliki oleh

perusahaan non-perikanan adalah 1 (satu) tahun. SIKPI dapat diurus di Dinas

Kelautan dan Perikanan Provinsi setempat

25 manado.tribunnews.com, Lagi, Kapal Ikan Filipina Ditangkap Karena Curi Ikan di


Perairan Sulawesi, diakses dari http://manado.tribunnews.com/2015/05/05/lagi-kapal-
ikan-filipina-ditangkap-karena-curi-ikan-di-perairan-sulawesi, pada 28 Juli 2018 pukul
15:11 wita
26 Pasal 1 Angka 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 Tentang


Perikanan. 2009. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
34

Dalam laman mongabay.co.id yang diunggah pada 01 November 2017,

Kapal Republik Indonesia (KRI) Teuku Umar milik Tentara Nasional Indonesia

Angkatan Laut (TNI AL) pada tanggal 12 Agustus 2015 dinihari berhasil

menangkap Kapal Silver Sea 2 yang dimiliki oleh Yotin Kuarabiab

berkebangsaan Thailand di 80 mil laut dari Pulau Weh, Sabang - Aceh

meskipun Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) sempat kesulitan

menangkap Kapal Silver Sea 2 karena Kapal Silver Sea 2 mematikan AIS

(Automatic Identification System) pada waktu-waktu tertentu dan berlayar

melalui jalur layar yang tidak biasa dilalui.

Penangkapan tersebut bermula saat digital globe merilis hasil pantauan

satelit yang menunjukkan pada tanggal 14 Juli 2015, terjadi aktivitas bongkar

muat hasil tangkapan ikan / transshipment yang dilakukan oleh Kapal Silver Sea

2 dengan dua kapal penangkap ikan yang diduga merupakan kapal milik PT.

Pusaka Benjina Resources. Pada tanggal 29 Juli 2015, Kapal Silver Sea 2

memasuki WPP-NRI 718 Laut Arafura. Setelah memasuki wilayah laut

Indonesia, pada tanggal 31 Juli – 02 Agustus 2015, AIS (Automatic Identification

System) Kapal Silver Sea 2 berada dalam kondisi mati sampai akhirnya pada

tanggal 03 Agustus 2015 terpantau berada di sebelah selatan Timor Leste.

Pada tanggal 30 Juli 2015, surat berisi permintaan penangkapan

terhadap Kapal Silver Sea 2 dikirim kepada Kepala Staf Tentara Nasional

Indonesia Angkatan Laut (Kasal) ,Laksamana TNI Ade Supandi dan Panglima

Komando Armada Republik Indonesia Kawasan Barat (Pangarmarbar),

Laksamana Muda TNI Achmad Taufiqurroechman pun diperintahkan untuk

memeriksa dan menangkap Kapal Silver Sea 2. Laksamana Muda TNI Achmad

Taufiqurroechman selaku Pangarmarbar mengatakan pada saat penangkapan,


35

Kapal Silver Sea 2 yang memiliki kargo pendingin untuk menyimpan ikan hasil

tangkapan tidak memiliki Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) dan

menemukan 1.930 ton ikan campuran hasil tangkapan serta mengamankan 19

Anak Buah Kapal (ABK) dari kapal tersebut27.

Oleh karena itu, jika Kapal Penangkap Ikan tersebut tidak memiliki

sebagian ataupun seluruhnya, baik dalam hal izin untuk penangkapan ikan

maupun dokumen perizinannya, maka kapal tersebut tidak boleh melakukan

Kegiatan Penangkapan Ikan di wilayah laut Indonesia. Jika kapal tersebut tetap

melakukan Kegiatan Penangkapan Ikan di wilayah laut Indonesia tanpa memiliki

dokumen perizinan yang sah dan lengkap, maka kapal tersebut telah melanggar

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 1983 Tentang Zona

Ekonomi Eksklusif Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17

Tahun 1985 Tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Atas

Hukum Laut / United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS),

dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004

Tentang Perikanan.

Dalam laman detik.com yang diunggah pada tanggal 24 Juli 2017,

diberitakan sebuah Kapal Vietnam tertangkap tangan melakukan kejahatan

Illegal Fishing oleh Kapal Republik Indonesia (KRI) Sutanto-377 milik Tentara

Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) pada 22 Juli 2017 di Laut Natuna,

Kepulauan Riau. Penangkapan dipimpin langsung oleh Komandan Gugus

Keamanan Laut Armada Republik Indonesia Kawasan Barat

27mongabay.co.id, Putusan Pengadilan Sabang: Terbukti Bersalah, Kapal Silver Sea 2


Disita Untuk Negara, diakses dari http://www.mongabay.co.id/2017/11/01/putusan-
pengadilan-sabang-terbukti-bersalah-kapal-silver-sea-2-disita-untuk-negara/, pada 28 Juli
2018 pukul 15:40 wita
36

(Guskamlaarmarbar), Laksamana Pertama TNI Bambang Irwanto, ketika Kapal

Ikan Asing (KIA) Vietnam tersebut mengapung di atas Laut Natuna. Komandan

KRI Sutanto-377, Letnan Kolonel Laut TNI (Pelaut) Erwin Baharudin pun

menginstruksikan penggeledahan ke KIA Vietnam tersebut28.

Dimana ditemukan KIA tersebut tanpa dokumen yang sah melakukan

penangkapan ikan campuran dan cumi. Tidak dijelaskan disitu jenis dokumen

yang dimaksud dan berapa jumlah ikan yang ditangkap KIA Vietnam tersebut.

2. Menangkap Ikan dengan Peralatan Tangkap yang Dilarang

Dalam kegiatan penangkapan ikan, pelaku usaha perikanan harus

memperhatikan peralatan-peralatan tangkap apa saja yang diizinkan maupun

yang dilarang digunakan berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia.

Adapun peralatan tangkap yang dilarang, tetapi justru banyak digunakan untuk

kegiatan penangkapan ikan di wilayah laut Indonesia adalah Cantrang dan Bom

Ikan. Cantrang adalah alat penangkapan ikan yang bersifat aktif dengan

pengoperasian yang dilakukan di dasar perairan / menyentuh dasar perairan.

Cantrang dioperasikan dengan cara menebar tali selambar secara melingkar,

kemudian dilanjutkan dengan menurunkan jaring cantrang dan ujung tali selabar

dipertemukan. Kedua ujung tali tersebut ditarik ke arah kapal sampai seluruh

bagian kantong jaring terangkat. Penggunaan tali selambar yang encapai

panjang lebih dari 1.000 m (masing-masing sisi kanan dan sisi kiri 500 m)

menyebabkan sapuan lintasan tali selambar sangat luas. Ukuran cantrang dan

panjang tali selambar yang digunakan tergantung ukuran dari kapal29.

28 news.detik.com, Curi Ikan di Laut Natuna, Kapal Vietnam Ditangkap TNI AL, diakses
dari https://news.detik.com/berita/d-3570669/curi-ikan-di-laut-natuna-kapal-vietnam-
ditangkap-tni-al, pada 31 Mei 2018 pukul 12:04 wita
29
ekonomi.kompas.com, Seperti Ini Bentuk dan Cara Kerja Cantrang yang Membuatnya
Dilarang, diakses dari https://ekonomi.kompas.com/read/2018/01/18/103706026/seperti-
37

Sedangkan Bom Ikan adalah bahan peledak yang digunakan untuk menangkap

ikan. Bom Ikan digunakan dengan cara dinyalakan sumbunya dan dilemparkan

ke lokasi tempat gerombolan ikan tersebut. Meskipun bom ikan tenggelam ke

dalam laut, namun sumbunya tetap menyala. Setelah meledak, Kapal Ikan

tersebut mendekati wilayah perairan tersebut untuk mengumpulkan ikan yang

mati atau terkejut akibat gelombang yang dihasilkan ledakan tersebut dengan

cara menyelam langsung atau menggunakan kompresor30. Ledakan tersebut

dapat mematikan ikan-ikan yang berada dalam 10 – 20 meter radius peledak

serta dapat mengakibatkan lubang berukuran 1 – 2 meter pada terumbu karang

tempat ikan bersarang dan berkembang biak.

Dalam laman Okezone.com yang diunggah pada tanggal 09 Oktober

2017, Kapal Angkatan Laut (KAL) Tidore I-14-11 yang dikomandoi oleh Kapten

Laut TNI (Pelaut) Habiby Achmad menangkap Kapal Triton pada 06 Oktober

2017 di Laut Halmahera, Maluku Utara. Penangkapan ini terjadi dalam sebuah

operasi rutin pengamanan perairan yang digelar oleh Badan Keamanan Laut

Republik Indonesia (Bakamla). Kapal tersebut tertangkap sedang melakukan

kegiatan penangkapan ikan dengan jaring hand line / pancing ulur (alat

penangkapan ikan yang digunakan dengan cara memancing ikan target

sehingga terkait dengan mata pancing yang dirangkai dengan tali menggunakan

ataupun tanpa umpan) tanpa dokumen izin yang sah31. Dimana seharusnya

sebuah kapal penangkap ikan memiliki dokumen yang lengkap seperti: SIUP

ini-bentuk-dan-cara-kerja-cantrang-yang-membuatnya-dilarang, pada 18 Juli 2018 pukul


14:13 wita
30
news.detik.com, Begini Cara Nelayan Menangkap Ikan Menggunakan Bondet, diakses
dari https://news.detik.com/jawatimur/2933719/begini-cara-nelayan-menangkap-ikan-
menggunakan-bondet pada 02 Agustus 2018 pukul 17:42 wita
31
news.okezone.com, Lakukan Illegal Fishing, Kapal Triton diciduk Bakamla RI, diakses
dari https://news.okezone.com/read/2017/10/09/337/1791450/lakukan-illegal-fishing-
kapal-triton-diciduk-bakamla-ri, pada 31 Mei 2018 pukul 10:04 wita
38

(Surat Izin Usaha Perikanan), SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan), dan SIKPI

(Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan).

3. Berbendera Ganda

Dalam mengajukan perizinan, pihak pemohon haruslah mencamtukan

negara asal kapal tersebut secara benar dan valid. Akan tetapi, seringkali

sebelum memasuki wilayah perairan Indonesia, kapal-kapal asing tersebut

mengganti bendera negara mereka dengan bendera Indonesia agar dapat

mengelabui aparat yang sedang berpatroli di wilayah laut yang akan mereka

masuki. Sehingga aparat yang sedang berpatroli di wilayah tersebut seolah-olah

melihat kapal ikan tersebut sebagai kapal Indonesia berdasarkan benderanya.

Dalam laman Kompas.com yang diunggah pada tanggal 23 September

2017, terjadi penangkapan dua buah Kapal Ikan Asing (KIA), yaitu KM BD

95599 TS dan KM 96623 TS. Penangkapan dilakukan pada tanggal 17

September 2017 oleh Kapal Perikanan (KP) Orca 2 di Laut Natuna, Kepulauan

Riau. Waluyo Sejati Abutohir selaku Sekretaris Jenderal Direktorat Jenderal

Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan

Perikanan mengatakan pada saat penangkapan, kedua KIA tersebut

berbendera Malaysia. Namun, setelah dilakukan penyelidikan , kedua KIA

tersebut diduga kuat berasal dari Vietnam32. Penggeledahan berlanjut sampai

pada muatan, ABK dan Nahkodanya, kembali ditemukan lagi kedua KIA

tersebut tidak memiliki dokumen perizinan yang sah, seperti tercantum pada

poin 1.

32nasional.kompas.com, Indonesia Kembali Tangkap Dua Kapal Ikan Asing Ilegal di Laut
Natuna, diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2017/09/23/05245851/indonesia-
kembali-tangkap-dua-kapal-ikan-asing-ilegal-di-laut-natuna, pada 31 Mei 2018 pukul
11:58 wita
39

4. Adanya Pabrik Pengolahan Ikan di Dalam Kapal maupun Tengah Laut

Seharusnya pabrik pengolahan ikan itu berada di daratan dan berupa

gedung. Agar kegiatan pengolahan hasil tangkapan tersebut dapat terpantau

secara baik oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

setempat (provinsi dan kabupaten / kota). Namun tidak sedikit kapal asing yang

membuat pabrik pengolahan ikan di tengah laut dengan cara menjadikan kapal

pengumpul ikan sebagai tempat pengolahan ikannya. Sehingga setelah hasil

tangkapan dibawa ke kapal yang menjadi pabrik pengolahan ikan di tengah laut,

maka hasil tangkapan yang telah diolah tersebut dapat langsung dibawa ke

negara asalnya tanpa terdeteksi oleh aparat.

Dalam laman Detik.com yang diunggah pada tanggal 14 Maret 2016,

Kapal Republik Indonesia (KRI) Sultan Thaha Syaifuddin - 376 pada tanggal 26

Februari 2016 di ZEE Indonesia (12,7 mil dari Perairan Tanjung Berakit, Riau),

melakukan penangkapan Kapal MV Viking. Ternyata ditemukan fakta bahwa

Kapal MV Viking selama 10 tahun terakhir (2006-2016) beroperasi di seluruh

dunia dengan menggunakan 12 nama dan berbendera 8 negara (Libya,

Mongolia, Honduras, Togo, Korea Selatan, Papua Niugini, Uruguay, dan

Jepang). Panglima Komando Armada Republik Indonesia Kawasan Barat

(Pangarmarbar), Laksamana Muda TNI Achmad Taufiqurroechman mengatakan

penangkapan tersebut bermula saat International Labour Organization (ILO) dan

International Finance Corporation (IFC) di Singapura memberikan laporan

bahwa Kapal MV Viking yang sejak Maret 2013 menjadi buronan International

Criminal Police Organization (ICPO / Interpol) memasuki wilayah laut Indonesia.

Komando Armada Republik Indonesia Kawasan Indonesia Barat (Koarmarbar)

pun mengirimkan kapal, namun terkendala cuaca buruk sehingga terpaksa


40

diterbangkan helikopter serbu dan helikopter angkut untuk mencari keberadaan

Kapal MV Viking tersebut. Tim WFQR (Western Fleet Quick Response) IV

Komando Armada Republik Indonesia Kawasan Indonesia Barat (Koarmarbar)

bersama dengan Wing Udara 2 Tanjungpinang menemukan Kapal MV Viking

berada di 12,7 mil Perairan Tanjung Berakit, Kepulauan Riau.

Pada pukul 17:00 WIB, Kapal Republik Indonesia (KRI) Sultan Thaha

Syaifuddin – 376 pun melakukan penangkapan terhadap Kapal MV Viking

dengan dituntun menggunakan helikopter sebagai penunjuk arah menuju ke

lokasi Kapal MV Viking tersebut. Kemudian setelah dilakukan penyergapan dan

penangkapan, pada pukul 00:30 WIB Kapal MV Viking pun digiring ke Tanjung

Uban. Kemudian Nahkoda yang bernama Huan Venesa dan seluruh Anak Buah

Kapal (ABK) dari Kapal MV Viking tersebut dimintai keterangan. Setelah

dilakukan pemeriksaan terhadap Nahkoda dan ABK Kapal MV Viking tersebut,

ditemukan mereka tidak mengetahui siapa pemilik sebenarnya dari Kapal MV

Viking. Bahkan, mereka mengaku sudah 7 bulan mereka belum dibayar oleh

pemilik kapal. Kapal MV Viking diketahui beroperasi di Laut Atlantik bagian

Selatan33.

Kapal MV Viking diketahui memasuki wilayah laut Indonesia tanpa

pemberitahuan, tidak memiliki dokumen perizinan yang sah dan lengkap (Surat

Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), dan SIKPI

(Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI)), mematikan AIS (Automatic

Identification System), dan menangkap ikan dengan alat tangkap Gill Net /

Jaring Insang (jaring ikan dengan bentuk empat persegi panjang yang

mempunyai mata jaring sama ukurannya pada seluruh jaring serta lebar jaring

33 rri.co.id, Ini Kronologi Penangkapan Kapal MV Viking, diakses dari


http://www.rri.co.id/post/berita/251928/nasional/ini_kronologi_penangkapan_kapal_mv_vi
king.html, pada 01 Agustus 2018 pukul 10:34 wita
41

yang lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya) sepanjang 399 km

atau 399.000 m. Penggeledahan pun dilakukan, ditemukan pabrik pengolahan

ikan di dalam kapal tersebut34.

Fakta lain pun terungkap, Kapal MV Viking pernah ditangkap dan

ditahan di Malaysia pada bulan Maret 2015. Penangkapan tersebut dilakukan

karena kapten Kapal MV Viking menunjukkan dokumen perizinan yang palsu

kepada petugas pemeriksa. Kapten kapal MV Viking pun didenda sebesar RM

200.000,-. Kapal MV Viking sendiri sudah menjadi buronan International

Criminal Police Organization (ICPO / Interpol) sejak Maret 2013 dan diperbarui

oleh Pemerintah Kerajaan Norwegia sejak Januari 2015.

Dari berbagai dokumen yang ditemukan, terungkap Kapal MV Viking

sering mendaratkan hasil tangkapannya di Thailand. Beberapa dokumen lain

juga menyatakan Kapal MV Viking sering melakukan pengisian logistik

perkapalan dan perbaikan kapal di Singapura. Kapal MV Viking juga memiliki

keterkaitan dengan perusahaan perikanan di Spanyol35.

4.2 Kebijakan Penenggelaman Kapal Terhadap Praktek Illegal Fishing di


Indonesia di Masa Pemerintahan Joko Widodo

Sebelum Joko Widodo dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia

pada 20 Oktober 2014, ketegasan Pemerintah Republik Indonesia di masa

kepemimpinan sebelumnya, terutama di masa kepemimpinan Susilo

Bambang Yudhoyono dalam memberantas illegal fishing di wilayah laut

34 news.detik.com, Susi Paparkan Kasus Illegal Fishing yang Diberantas, Ini Daftarnya,
diakses dari https://news.detik.com/berita/d-3223419/susi-paparkan-kasus-illegal-fishing-
yang-diberantas-ini-daftarnya pada 30 Mei 2018 pukul 14:02 wita
35 ekonomi.kompas.com, Ini 8 Catatan Kejahatan FV Viking, Kapal Buronan Interpol

yang Ditenggelamkan Susi, diakses dari


https://ekonomi.kompas.com/read/2016/03/16/103439526/Ini.8.Catatan.Kejahatan.FV.Vik
ing.Kapal.Buronan.Interpol.yang.Ditenggelamkan.Susi, pada 27 Juli 2018 pukul 12:42
wita
42

Indonesia tidaklah setegas kebijakan yang dijalankan oleh masa kepemimpinan

Joko Widodo sekarang ini. Pada masa kepemimpinan Susilo Bambang

Yudhoyono, hampir semua kapal asing pelaku illegal fishing yang tertangkap di

wilayah laut Indonesia hanya ditahan di dermaga pangkalan laut atau pelabuhan

terdekat. Sebagian besar kapal pelaku illegal fishing yang ditahan tersebut

akhirnya dilelang ataupun dijual kembali ke negara asal kapal yang ditahan

tersebut. Akibatnya, kapal yang dilelang atau dijual tersebut kembali digunakan

untuk melakukan praktek illegal fishing di wilayah laut Indonesia. Hal itulah yang

mengakibatkan kapal-kapal asing tersebut tidak pernah jera melakukan

kejahatan illegal fishing. Dan jelas hal tersebut sangatlah merugikan negara.

Fakta tersebut diakui oleh Freddy Numberi, Mantan Menteri Kelautan

dan Perikanan Republik Indonesia (2004 – 2009). Pada saat beliau menjabat

sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, kebijakan

penenggelaman kapal pelaku illegal fishing yang beliau upayakan sulit dan

bahkan tidak mungkin bisa dilaksanakan. Karena pada saat beliau berusaha

menerapkan kebijakan tersebut, beliau pun mendapat teguran dari Susilo

Bambang Yudhoyono. Menurut Susilo Bambang Yudhoyono, kebijakan

penenggelaman kapal tersebut dapat mengganggu keakraban Susilo Bambang

Yudhoyono dengan pemimpin-pemimpin negara lain, khususnya dengan

pemimpin negara asal kapal pelaku illegal fishing di wilayah laut Indonesia.

Apalagi pada saat kebijakan penenggelaman kapal pelaku illegal fishing akan

diterapkan oleh Freddy Numberi selaku Menteri Kelautan dan Perikanan

Republik Indonesia pada waktu itu, Susilo Bambang Yudhoyono sedang

menjalani hubungan yang sangat akrab dengan Perdana Menteri Vietnam pada

saat itu.
43

Keadaan tersebut diperparah dengan tidak adanya landasan hukum

yang kuat untuk dapat melaksanakan kebijakan penenggelaman kapal pelaku

ilegal fishing di wilayah laut Indonesia serta kebijakan Susilo Bambang

Yudhoyono yang menerapkan Moratorium (penghentian atau penundaan suatu

kegiatan dalam periode waktu tertentu) Terhadap Penenggelaman Kapal Pelaku

Illegal Fishing di wilayah laut Indonesia. Akibatnya, praktek illegal fishing yang

banyak dilakukan oleh kapal-kapal asing semakin marak terjadi pada waktu itu.

Padahal dalam Pasal 69 Ayat 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45

Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan sudah memberikan kewenangan

kepada kapal pengawas perikanan ataupun kapal petugas untuk dapat

melakukan tindakan penenggelaman kapal asing pelaku illegal fishing jika

sudah memiliki bukti permulaan yang cukup. Tetapi dengan dalih agar

hubungan Indonesia dengan negara-negara lain, khususnya dengan negara

asal kapal-kapal pelaku illegal fishing tetap terjalin / berjalan dengan baik, maka

Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pada saat itu tidak menjalankan

kebijakan penenggelaman kapal asing pelaku illegal fishing.

Pada masa kepemimpinan Joko Widodo, upaya yang tegas dalam

pemberantasan Illegal Fishing baru benar-benar bisa terealisasikan. Hal

tersebut sesuai dengan salah satu misi Joko Widodo yang ingin menjadikan

Indonesia sebagai negara poros maritim dunia. Untuk mewujudkan visi

tersebut, Indonesia di era kepemimpinan Joko Widodo menyatakan secara

tegas perang melawan illegal fishing. Praktik illegal fishing untuk negara

Indonesia dengan luas laut yang mencapai 6.000.000 km² bukanlah hal yang

mudah untuk diatasi dalam waktu yang cepat, bahkan cenderung


44

membutuhkan waktu puluhan tahun untuk bisa menuntaskannya secara

sempurna. Kent Sondakh (Mantan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia

Angkatan Laut 2002-2005) memasukkan pelanggaran hukum tersebut sebagai

salah satu ancaman yang serius bagi ketahanan nasional karena berpotensi

merusak setiap sisi perekonomian Indonesia.

Hal ini sejalan dengan perintah yang dikeluarkan oleh Joko Widodo

kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP), Badan

Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla), Tentara Nasional Indonesia

Angkatan Laut (TNI AL), dan Direktorat Polisi Perairan Korps Polisi Perairan

dan Udara Badan Pemeliharaan dan Keamanan Kepolisian Negara Republik

Indonesia (Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri) untuk melakukan

penenggelaman ratusan kapal pelaku illegal fishing yang tertangkap memasuki

wilayah laut Indonesia secara illegal. Menurut Joko Widodo, illegal fishing yang

banyak dilakukan oleh kapal-kapal asing selama ini sangat merugikan negara

Indonesia. Hal tersebut terbukti dengan laporan yang menyatakan bahwa setiap

harinya ada 4.500 kapal asing yang masuk ke wilayah laut Indonesia secara

illegal36. Berdasarkan data dari Ditjen PSDKP KKP, dalam kurun waktu 2014-

2017 saja sudah ada 363 kapal (350 kapal asing dan 13 kapal Indonesia) yang

ditenggelamkan oleh Pemerintah Republik Indonesia di seluruh wilayah laut

Indonesia. Adapun kapal-kapal asing yang ditenggelamkan tersebut berasal

dari Malaysia berjumlah 51 kapal, Thailand berjumlah 22 kapal, Filipina

berjumlah 75 kapal, Vietnam berjumlah 188 kapal, Republik Rakyat Tiongkok

36Darmika, Ketut. 2015. Penegakan Hukum Tindak Pidana Perikanan oleh Kapal Perang
Republik Indonesia (KRI) dalam Perspektif Undang-Undang RI Nomor 45 Tahun 2009
tentang Perikanan. Jurnal Ilmu Hukum dan Peradilan, (Online), Vol. 4, No. 3, (oaji.net,
diakses 29 Oktober 2016)
45

(RRC) berjumlah 1 kapal, Nigeria berjumlah 1 kapal, Belize berjumlah 1 kapal,

dan Papua Niugini berjumlah 1 kapal37.

Tabel 1.1 Jumlah Kapal Pelaku Illegal Fishing yang ditangkap di wilayah laut

Indonesia sepanjang tahun 2009 – 2017

TAHUN KAPAL IKAN KAPAL IKAN TOTAL KAPAL


INDONESIA ASING PER TAHUN
(KII) (KIA)

2009 78 125 203


2010 24 159 183
2011 30 76 106
2012 42 70 112
2013 24 38 62
2014 19 15 34
2015 37 59 96
2016 21 100 121
2017 45 80 125
TOTAL 320 722 1.042
KAPAL

Sumber: Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan


Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari kurun waktu 2009 –

2017, ada kecenderungan penurunan jumlah kapal penangkap ikan, baik lokal

maupun luar negeri yang ditangkap. Hal ini dibuktikan pada tahun 2009 ada

total 203 kapal yang ditangkap, sedangkan pada tahun 2017 hanya 125 kapal

yang ditangkap.

37 detik.com, 363 Kapal Ditenggelamkan dalam 3 Tahun, Paling Banyak dari Vietnam,
diakses dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3810782/363-kapal-
ditenggelamkan-dalam-3-tahun-paling-banyak-dari-vietnam, pada 19 Juli 2018 pukul
16:39 wita.
46

Tabel 1.2 Jumlah Kapal Pelaku Illegal Fishing yang ditenggelamkan di wilayah

laut Indonesia sepanjang tahun 2009 – 2017

TAHUN KAPAL IKAN KAPAL IKAN TOTAL KAPAL


INDONESIA ASING PER TAHUN
(KII) (KIA)

2009 0 32 32
2010 0 3 3
2011 0 1 1
2012 0 1 1
2013 0 0 0
2014 0 8 8
2015 4 109 113
2016 3 112 115
2017 4 123 127
TOTAL 11 389 400
KAPAL

Sumber: Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan


Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari tahun 2009 – 2017

ada kenaikan yang signifikan jumlah kapal penangkap ikan yang

ditenggelamkan. Kapal ikan asing yang paling banyak ditenggelamkan.

Walaupun demikian, begitu terlihat ketegasan pemerintah dalam menindak

kapal penangkap ikan ilegal.


47

Tabel 1.3 Jumlah Kapal Pelaku Illegal Fishing yang dipulangkan di wilayah laut

Indonesia sepanjang tahun 2009 – 2017

TAHUN KAPAL IKAN KAPAL IKAN TOTAL KAPAL


INDONESIA ASING PER TAHUN
(KII) (KIA)

2009 0 17 17
2010 0 3 3
2011 0 12 12
2012 0 10 10
2013 0 1 1
2014 0 0 0
2015 0 0 0
2016 0 0 0
2017 0 0 0
TOTAL 0 43 43
KAPAL

Sumber: Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan


Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat jelas bahwa dari kurun waktu

2009 – 2017, mengalami penurunan yang sangat signifikan, bahkan mencapai

angka 0. Artinya, dari kurun waktu 2014 – 2017, tidak ada kapal penangkap ikan

ilegal yang ditangkap lalu dipulangkan.

Adapun pada tahun 2014 - 2017 terjadi peningkatan kasus illegal

fishing karena beberapa faktor, antara lain38 :

1. Meningkatnya konsumsi ikan global

Semakin tingginya konsumsi dan minat terhadap produk ikan laut

membuat para nelayan asing berlomba-lomba menangkap ikan sebanyak

mungkin tanpa menyadari mereka sudah melewati batas teritori Indonesia.

38 voaindonesia.com, Konsumsi Ikan Global Meningkat, Penangkapan Ikan Ilegal Naik,


diakses dari https://www.voaindonesia.com/a/konsumsi-ikan-global-meningkat-
penangkapan-ikan-ilegal-naik/3780018.html, pada 09 September 2018 pukul 17:30 wita
48

Konsumsi ikan Indonesia saja meningkat hampir 38 kg per kapita setiap tahun.

Konsumsi ikan dunia juga mengalami peningkatan, apalagi bagi negara maju.

Hal tersebut juga memicu nelayan asing untuk menangkap ikan di wilayah laut

Indonesia secara ilegal.

2. Mahalnya harga ikan di luar negeri

Karena luas wilayah laut di negara lain tidak seluas wilayah laut

Indonesia, maka banyak nelayan asing yang nekat menangkap ikan di wilayah

laut Indonesia tanpa izin, untuk dijual kembali di negara asalnya dengan harga

tinggi. Misalnya, seekor ikan tuna seberat 200 kg yang ditangkap di wilayah laut

Indonesia bisa dijual di Jepang seharga Rp300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah)

atau seharga satu unit Mobil Kijang Innova yang terbaru.

3. Luasnya wilayah laut

Indonesia memiliki luas wilayah laut sebesar 6.000.000 km², dengan

luas wilayah laut Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia mencapai 2.700.000 km².

Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara dengan luas wilayah laut

yang lebih besar daripada luas wilayah daratnya. Tetapi, di sisi lain luasnya

wilayah laut Indonesia tersebut menimbulkan masalah baru bagi Indonesia.

Karena tanggung jawab yang semakin besar, sedangkan armada dan Sumber

Daya Manusia yang dimiliki terbatas.

4. Keterbatasan Patroli dan Sumber Daya yang memadai

Sumber Daya Manusia dan peralatan yang dimiliki Indonesia belum

memadai untuk melakukan patroli rutin di seluruh wilayah laut Indonesia. Hal ini

terkait dengan poin nomor 3 di atas mengenai luas wilayah laut Indonesia,

sehingga belum semua wilayah laut Indonesia tersebut mampu dijangkau oleh

patroli yang ada saat ini.


49

Dalam melaksanakan kebijakan penenggelaman kapal pelaku illegal

fishing di Indonesia, dasar hukum digunakan adalah sebagai berikut39 :

1. Pasal 69 Ayat 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31

Tahun 2004 Tentang Perikanan yang berbunyi “Dalam melaksanakan

fungsi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 penyidik dan / atau

pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa

pembakaran dan / atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera

asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup.”

2. Pasal 76A Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31

Tahun 2004 Tentang Perikanan yang berbunyi “Benda dan / atau alat yang

digunakan dalam dan / atau yang dihasilkan dari tindak pidana perikanan

dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah mendapat

persetujuan Ketua Pengadilan Negeri.”

3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 115 Tahun 2015 Tentang

Satuan Tugas Pemberantasan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing

(Satgas Pemberantasan IUUF) yang mengatur bagaimana :

 Kedudukan, Tugas, dan Wewenang yang dimiliki oleh Satgas

Pemberantasan IUUF

 Struktur Organisasi, Pedoman Operasi, dan Pelaporan Masa Tugas

yang berlaku di dalam Satgas Pemberantasan IUUF

39 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 45/PERMEN-


KP/2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor 25/PERMEN-KP/2015 Tentang Rencana Strategis Kementerian
Kelautan dan Perikanan Tahun 2015-2019. 2015. Jakarta: Kementerian Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia.
50

 Skema Pendanaan yang diperlukan bagi menjalankan tugas dan

wewenang yang dimiliki oleh Satgas Pemberantasan IUUF

4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2017 Tentang

Kebijakan Kelautan Indonesia yang mengatur bagaimana Garis Besar

Kebijakan Pemerintah Republik Indonesia di Bidang Kelautan dan

Perikanan

5. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 01

Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Tugas 115

Pemberantasan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (Satgas 115

Pemberantasan IUUF) yang mengatur bagaimana Struktur Organisasi dan

Tata Kerja yang Berlaku di dalam Satgas 115 Pemberantasan IUUF

6. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 37

Tahun 2017 Tentang Standar Operasional Prosedur Penegakan Hukum

Pemberantasan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (SOP

Penegakan Hukum Pemberantasan IUUF) yang mengatur bagaimana

Prosedur yang Benar dalam menangani Pelanggaran Illegal, Unreported,

and Unregulated Fishing (IUUF)

7. Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2015

Tentang Barang Bukti Kapal dalam Perkara Pidana Perikanan yang

mengatur tentang bagaimana Penanganan Terhadap Barang Bukti Kapal

dalam Perkara Pidana Perikanan

Adapun tahapan proses penanganan / penindakan pelanggaran Illegal

Fishing yang dilakukan oleh pemerintah, berdasarkan hasil wawancara dengan

Sahono Budianto selaku Kepala Sub Bagian Kerja Sama dan Hubungan

Masyarakat Sekretariat Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya


51

Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik

Indonesia dan Komisaris Polisi Agus selaku Kepala Urusan Administrasi Bagian

Penegakan Hukum Direktorat Polisi Perairan Korps Polisi Perairan dan Udara

Badan Pemeliharaan dan Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia,

antara lain :

1. Kapal Ikan diidentifikasi atau tertangkap tangan melakukan Illegal Fishing di

Wilayah Laut Indonesia

Sebuah Kapal Ikan baru bisa ditangkap oleh aparat yang berwenang

jika kapal tersebut telah teridentifikasi atau tertangkap tangan melakukan

kejahatan Illegal Fishing di Wilayah Laut Indonesia. Tetapi kapal petugas

ataupun kapal pengawas perikanan yang bertugas tersebut tidak boleh

langsung menembaki atau menenggelamkan kapal ikan tersebut, kecuali jika

kapal tersebut melakukan manuver yang membahayakan ataupun Nahkoda dan

ABK dari kapal tersebut melakukan perlawanan.

2. Kapal tersebut dikawal ke Pelabuhan atau Pangkalan terdekat

Setelah dokumen-dokumen perizinan, muatan kapal, serta dokumen

yang dimiliki oleh Nahkoda dan ABK (Anak Buah Kapal) dari kapal tersebut

diperiksa oleh petugas, maka kapal tersebut dikawal oleh Kapal Patroli ke

Pelabuhan ataupun Pangkalan terdekat dari lokasi kapal tersebut ditangkap.

Tetapi sebelum kapal dikawal ke Pelabuhan atau Pangkalan Terdekat, para

ABK dan Nahkoda dari kapal tersebut dipindahkan ke kapal petugas.

3. Proses penyelidikan terhadap perkara tersebut

Setelah kapal tersebut sampai di Pelabuhan ataupun Pangkalan

terdekat, barulah proses penyidikan terhadap perkara dimulai. Dokumen-

dokumen perizinan, dokumen Nahkoda dan ABK serta muatan kapal diperiksa /
52

diselidiki lebih lanjut oleh pihak penyidik di pangkalan untuk mengetahui apakah

dokumen perizinan yang dimiliki oleh Nahkoda maupun ABK dalam kapal

tersebut lengkap dan sah serta mengetahui dengan jelas jenis pelanggaran

illegal fishing yang seperti apa yang dilakukan oleh kapal tersebut.

4. Berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri setempat

Setelah berkas-berkas penyidikan perkara dirasa cukup kuat, pihak

penyidik melakukan koordinasi dengan Kejaksaan Negeri setempat untuk

proses lanjutan serta pelimpahan berkas perkara. Dalam hal ini, pihak penyidik

akan melimpahkan berkas-berkas perkara yang meliputi keterangan pihak

Nahkoda maupun ABK, dokumen-dokumen perizinan (SIUP, SIPI, dan SIKPI),

peralatan tangkap yang digunakan, dan muatan kapal tersebut kepada

Kejaksaan Negeri setempat.

5. Berkas-berkas penyelidikan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri setempat

Setelah penyidik memiliki berkas penyidikan yang cukup, barulah

Berkas Penyidikan perkara dan Berita Acara Penyidikan Perkara tersebut

dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri setempat untuk proses lebih lanjut.

6. Jika berkas dinyatakan P-21 / lengkap, maka barang bukti dan tersangka

diserahkan kepada Kejaksaan Negeri setempat

Pelimpahan Berkas Penyidikan Perkara, Berita Acara Penyidikan

Perkara, Barang Bukti (dokumen perizinan (baik SIUP, SIPI, maupun SIKPI),

peralatan tangkap yang digunakan, keterangan Nahkoda dan ABK, keterangan

saksi, dst.) dan Tersangka dari pihak penyidik dapat diterima oleh Kejaksaan

Negeri jika Berkas Perkara maupun Barang Bukti yang dilimpahkan telah

dinyatakan lengkap / P-21. Sedangkan jika masih dinyatakan P-18 ataupun P-

19 (belum lengkap / masih ada yang harus dilengkapi), maka Berkas Penyidikan
53

Perkara tersebut dikembalikan kepada penyidik (PPNS Perikanan Ditjen PSDKP

KKP, Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri, ataupun TNI AL) untuk dilengkapi

sesuai dengan apa yang harus dilengkapi oleh pihak penyidik.

7. Kejaksaan Negeri setempat memproses perkara tersebut ke Pengadilan

Negeri setempat

Setelah berkas yang dilimpahkan dinyatakan P-21 / lengkap, barulah

Kejaksaan Negeri memulai proses lebih lanjutnya. Pihak Kejaksaan Negeri

terlebih dahulu membuat Surat Dakwaan yang Jelas dan Lengkap terhadap

perkara tersebut. Kemudian setelah d Surat Dakwaan jelas dan lengkap, maka

Kejaksaan Negeri setempat melimpahkan berkas perkara yang dilengkapi

dengan Surat Dakwaan ke Pengadilan Negeri setempat.

8. Pengadilan Negeri setempat memulai proses persidangan

Proses persidangan dapat dilaksanakan setelah Kejaksaan Negeri

setempat melimpahkan berkas perkara tersebut ke Pengadilan Negeri setempat

dan berkas perkara tersebut diperiksa lebih lanjut oleh pihak Pengadilan Negeri.

Setelah itu, dapat dimulai proses persidangannya yang dimulai dengan

Pembuktian oleh Pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pada saat pembukitan,

Pihak JPU berhak mengajukan bentuk fisik dari barang bukti yang sah dimiliki

oleh Pihak JPU yang dapat menjadi dasar penuntutan, baik berupa dokumen,

perlengkapan, ataupun peralatan yang disita oleh penyidik dari Pihak Terdakwa

pada saat pemeriksaan di pangkalan kepada Majelis Hakim di depan

persidangan. Bahkan Pihak JPU berhak mengajukan saksi maupun saksi ahli

untuk memberikan keterangannya kepada Majelis Hakim dalam persidangan

tersebut. Kemudian Pihak JPU mengajukan tuntutan kepada Pihak Terdakwa

berdasarkan bukti-bukti dan keterangan-keterangan dari saksi maupun saksi


54

ahli. Dalam persidangan yang dilaksanakan 1 (satu) minggu setelah Pihak JPU

mengajukan barang bukti maupun keterangan dari saksi maupun saksi ahli

serta penuntutan kepada Pihak Terdakwa dalam persidangan sebelumnya,

Pihak Terdakwa mengajukan Pledoi (Pembelaan dari Pihak Terdakwa). Dalam

pengajuan pledoi, Pihak Terdakwa juga berhak mengajukan saksi maupun saksi

ahli yang dapat meringankan posisi terdakwa dalam persidangan. Kemudian,

Pihak JPU mengajukan Replik (Jawaban atas Pledoi dari Pihak Terdakwa)

dalam sidang berikutnya yang akan dilaksanakan 1 (satu minggu) minggu

setelah pledoi dibacakan. Dalam waktu 1 (satu) minggu setelah Replik

dibacakan oleh Pihak JPU, Pihak Terdakwa mengajukan Duplik (Jawaban Pihak

Terdakwa atas Replik) dalam sidang berikutnya.

9. Majelis Hakim membacakan Vonis / Putusan atas perkara tersebut

Setelah melalui beberapa pembuktian maupun keterangan dari para

saksi ataupupun saksi dari JPU serta memperhatikan jawaban pembelaan dari

Pihak Terdakwa maupun jawaban Pihak JPU atas pledoi dan jawaban Pihak

Terdakwa atas replik, barulah Majelis Hakim mengeluarkan vonis / putusan atas

perkara tersebut dalam sidang pembacaan vonis / putusan.

10. Eksekusi Vonis oleh Jaksa Penuntut Umum dan Eksekutor

Setelah Pengadilan Negeri setempat mengeluarkan vonis / putusan

atas perkara Illegal Fishing tersebut dan vonis / putusan tersebut dinyatakan

berkekuatan hukum tetap (Incracht), Pihak JPU dan Pihak Eksekutor (baik dari

Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP KKP), Badan Keamanan

Laut Republik Indonesia (Bakamla), Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut

(TNI AL), maupun Direktorat Polisi Perairan Korps Polisi Perairan dan Udara
55

Badan Pemeliharaan dan Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia

(Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri)) melaksanakan vonis / putusan yang

telah dijatuhkan oleh pengadilan negeri setempat.

Tahapan-tahapan tersebut di atas juga disebutkan dalam hasil

wawancara yang dilakukan dengan beberapa narasumber lain yang terkait,

yaitu :

a. Thomas, selaku Jabatan Fungsional Tertentu Peneliti Madya Badan

Keamanan Laut Republik Indonesia

b. Olivia Sembiring, selaku Jaksa Fungsional Direktorat Tindak Pidana

Keamanan dan Ketertiban Umum dan Tindak Pidana Umum Jaksa Agung

Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Republik Indonesia

c. Kapten Laut TNI Fuad, selaku Staf Badan Pembinaan Hukum Tentara

Nasional Indonesia Angkatan Laut

Berkaitan dengan kebijakan penenggelaman kapal pelaku illegal

fishing, adapun kapal tersebut dapat ditenggelamkan apabila kapal tersebut

memenuhi persyaratan berikut, yang dijelaskan oleh Sahono Budianto selaku

Kepala Sub Bagian Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Sekretariat

Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia :

1. Subjektif (Tanpa Melalui Proses Pengadilan)

Kapal pelaku Illegal Fishing tersebut dapat ditenggelamkan tanpa

melalui proses pengadilan apabila kapal tersebut :

a. Melakukan Manuver atau Pergerakan yang Berbahaya

b. Nahkoda dan Anak Buah Kapal (ABK) Melakukan Perlawanan


56

2. Objektif (Harus Melalui Proses Pengadilan)

a. Kumulatif

Sebelum Pengadilan Negeri menjatuhkan putusan terhadap kasus,

tentu saja Majelis Hakim terlebih dahulu memeriksa dan meneliti catatan hukum

dari pelaku illegal fishing tersebut, baik ABK maupun Nahkodanya. Dalam hal ini

Majelis Hakim tentu saja telah terlebih dahulu memeriksa catatan / riwayat

hukum dari pelaku dan kapal yang digunakan untuk melakukan praktek illegal

fishing tersebut. Adapun putusan / vonis penenggelaman kapal pelaku illegal

fishing tersebut dapat dijatuhkan apabila kapal tersebut memiliki catatan /

riwayat gabungan pelanggaran yang telah dilakukan kapal tersebut pada waktu-

waktu sebelumnya.

b. Alternatif

Kapal pelaku Illegal Fishing dapat ditenggelamkan apabila kapal

tersebut memenuhi beberapa syarat khusus, antara lain :

 Kapal Tersebut Sudah Berusia Tua

 Nilai Ekonomis Kapal Tersebut Rendah

 Kondisi Kapal yang Rusak dan Dapat Membahayakan Kapal Lainnya

Dalam melaksanakan kebijakan ini, adapun tantangan dan hambatan

yang dihadapi oleh pemerintahan Joko Widodo, menurut hasil wawancara

dengan Sahono Budianto selaku Kepala Sub Bagian Kerja Sama dan Hubungan

Masyarakat Sekretariat Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya

Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik

Indonesia dan Komisaris Polisi Agus selaku Kepala Urusan Administrasi Bagian

Penegakan Hukum Direktorat Polisi Perairan Korps Polisi Perairan dan Udara
57

Badan Pemeliharaan dan Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia,

antara lain :

1. Jumlah Armada Kapal dan Persenjataan yang Minim dan Tidak Sebanding

dengan Luas Wilayah Laut maupun Jumlah Kapal Perikanan yang Harus

Diawasi

Indonesia memiliki luas wilayah laut sebesar 6.000.000 km².

Sedangkan luas wilayah laut Zona Ekonomi Eksklusif mencapai 2.700.000 km².

Untuk dapat mengawasi seluruh wilayah laut Indonesia tersebut, tentu

dibutuhkan armada kapal dengan jumlah kapal yang banyak serta berteknologi

canggih. Sedangkan jumlah armada kapal yang ada, baik yang dimiliki oleh

Ditjen PSDKP KKP, Bakamla, TNI AL, maupun Polair Polri kurang memadai

untuk mengawasi luasnya wilayah laut Indonesia maupun jumlah kapal

perikanan yang harus diawasi, baik kapal perikanan dalam negeri maupun luar

negeri.

Dalam hal ini, pemerintah sebaiknya menambah jumlah armada kapal

yang memiliki teknologi yang lebih canggih. Agar pelaksanaan pengawasan

terhadap setiap wilayah laut di Indonesia dapat berjalan dengan baik.

2. Banyak Armada Kapal yang Sudah Berusia Tua

Rata-rata armada kapal yang dimiliki oleh Ditjen PSDKP KKP,

Bakamla, TNI AL, maupun Polair Polri berusia cukup lama serta memiliki

teknologi yang lama. Sedangkan kapal-kapal perikanan mulai menggunakan

teknologi yang lebih canggih. Sehingga armada kapal yang dimiliki oleh Ditjen

PSDKP KKP, Bakamla, TNI AL, maupun Polair Polri sering mengalami kesulitan

untuk melacak keberadaan kapal pelaku illegal fishing yang memiliki teknologi

lebih canggih.
58

Dalam hal ini, instansi terkait terutama KKP, Bakamla, TNI AL, dan

Polair Polri harus melakukan pembenahan terkait dengan teknologi yang

digunakan di setiap armada kapal.

3. Minimnya Anggaran untuk Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan

Perikanan

Setiap kegiatan atau program tentu membutuhkan anggaran yang

memadai agar kegiatan atau program tersebut dapat berjalan dengan maksimal

dan sesuai yang direncanakan.

Sebelum Joko Widodo dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia

pada 20 Oktober 2014, permasalahan illegal fishing belumlah menjadi suatu

permasalahan yang mendapat perhatian serius dari pemerintahan sebelumnya,

terutama di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Hal tersebut

terlihat dari minimnya anggaran pengawasan PSDKP yang dialokasikan oleh

pemerintah di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Pemerintah seharusnya mempersiapkan anggaran yang cukup

memadai untuk membiayai operasional dari pelaksanaan kebijakan ini.


59

Tabel 1.4 Jumlah anggaran pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan

sepanjang tahun 2010 - 2017

TAHU ALOKASI ANGGARAN (Rp) KETERANGAN


N AWAL AKHIR

2010 324.400.000.000 284.630.669.000 Realokasi


Anggaran
2011 363.704.000.000 362.704.000.000 Realokasi
Anggaran
2012 529.968.481.000 509.774.190.000 Pemotongan
Anggaran
2013 700.049.000.000 549.043.645.000 Pemotongan
Anggaran
2014 601.941.004.000 664.528.242.000 Penambahan
Anggaran
2015 903.542.518.000 1.529.542.518.000 Penambahan
Anggaran
2016 1.838.304.293.000 1.147.340.161.000 Self-Blocking
2017 855.375.357.000 855.375.357.000 Tidak Ada
Perubahan
Sumber: Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan
Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa dalam kurun waktu 2010

– 2017, ada peningkatan jumlah anggaran yang signifikan guna pelaksanaan

pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan di wilayah laut Indonesia. Hal

ini sejalan dengan meningkatnya keseriusan pemerintah dalam mewujudkan

misi menjadi poros maritim dunia.

4. Kesiapan Sumber Daya Manusia yang Belum Memadai

Untuk mendukung kebijakan ini, dibutuhkan Sumber Daya Manusia

yang memadai dan memiliki keahlian yang mumpuni. Tetapi, hanya sedikit yang

memiliki keahlian seperti itu. Dan juga untuk dapat memiliki Sumber Daya
60

Manusia yang mumpuni, dibutuhkan pula berbagai pelatihan dan membutuhkan

waktu yang cukup lama.

Instansi terkait, terutama KKP harus mempersiapkan SDM PPNS

Perikanan dengan sebaik dan seefisien mungkin, agar SDM PPNS Perikanan

yang dihasilkan benar-benar memiliki kompetensi dan keahlian yang dibutuhkan

untuk menjalankan kebijakan ini.

5. Diperlukan Persiapan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Lanjutan agar

Dapat Lebih Terampil

Untuk mendukung kebijakan ini, diperlukan Sumber Daya Manusia

Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan (SDM PPNS Perikanan) yang lebih

terampil. Hal tersebut bisa diwujudkan jika SDM PPNS Perikanan tersebut

mendapatkan pelatihan-pelatihan yang sesuai dengan keahlian yang

dibutuhkan. Tetapi, itu semua tidak dilakukan dengan mudah. Diperlukan

anggaran dana yang tidak sedikit serta membutuhkan waktu yang cukup lama

untuk melatih SDM PPNS Perikanan agar memiliki keahlian yang sesuai.

6. Diperlukan Kesiapan Kompetensi Sumber Daya Manusia yang lebih untuk

Penerapan Port State Measures Agreement (PSMA) dan keahlian lainnya

yang mendukung Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan

Untuk mendukung pelaksanan kebijakan ini, dibutuhkan kompetensi

Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki keahlian yang mumpuni. Namun,

pada kenyataannya, tidak semua SDM PPNS Perikanan memiliki kompetensi

yang sesuai dengan yang dibutuhkan untuk menjalankan kebijakan ini. Apalagi

proses pelatihan SDM PPNS Perikanan pun membutuhkan waktu yang cukup

lama.
61

7. Dasar Hukum yang Tidak Jelas

Suatu kebijakan yang akan dijalankan oleh pemerintah membutuhkan

dasar hukum yang kuat untuk mendukung kebijakan tersebut. Karena jika

kebijakan tersebut tanpa didasari oleh dasar hukum yang kuat, maka kebijakan

tersebut dapat menimbulkan masalah dan dapat digugat dengan mudah oleh

pihak lain di kemudian hari.

8. Rumusan Delik dan Sanksi yang Tidak Efektif untuk memberikan Efek Jera

bagi Pelaku Illegal Fishing

Sebelum Joko Widodo dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia

pada 20 Oktober 2014, penegakan hukum yang diterapkan oleh pemerintahan

sebelumnya, terutama di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

dalam rangka pemberantasan illegal fishing di Indonesia sangat lemah. Karena

pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, kapal-kapal pelaku

illegal fishing yang ditangkap di wilayah laut Indonesia tidak ditenggelamkan,

tetapi hanya ditahan di dermaga pelabuhan pangkalan. Kemudian, kapal-kapal

tersebut dilelang ataupun dijual kembali ke negara asal kapal tersebut.

Akibatnya, kapal yang dilelang tersebut sangat mungkin bisa digunakan kembali

untuk melakukan praktek illegal fishing di wilayah laut Indonesia.

Freddy Numberi, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (2004 –

2009) mengatakan bahwa kebijakan penenggelaman kapal pelaku illegal fishing

yang sempat beliau gagas sulit dilakukan. Karena, pada saat beliau mencoba

untuk menerapkan kebijakan ini, beliau pun mendapat teguran dari Susilo

Bambang Yudhoyono pada saat itu. Menurut Susilo Bambang Yudhoyono,

kebijakan tersebut bisa mengganggu keakraban Susilo Bambang Yudhoyono

dengan pemimpin negara lain pada saat itu. Selain itu, Susilo Bambang
62

Yudhoyono juga mengeluarkan Moratorium (Pemberhentian Suatu Kebijakan

untuk Jangka Waktu Tertentu) Penenggelaman Kapal Pelaku Illegal Fishing. Hal

tersebut mengakibatkan Freddy Numberi sebagai Menteri Kelautan dan

Perikanan pada waktu itu tidak bisa lagi mengeluarkan kebijakan

Penenggelaman Kapal Pelaku Illegal Fishing karena tidak adanya dasar hukum

yang kuat untuk mendukung kebijakan tersebut.

9. Pendekatan Penegakan Hukum yang Masih Konvensional

Di Indonesia, penegakan hukum dalam kasus pidana perikanan masih

hanya menggunakan Undang-Undang Perikanan yang tentu memiliki beberapa

keterbatasan. Dan hal tersebut menyulitkan pihak penyidik untuk menjerat

pelaku illegal fishing dengan ancaman hukuman yang berat karena kurangnya

pasal maupun ayat yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku illegal fishing

tersebut.

Padahal dalam penegakan hukum terkait penanganan illegal fishing,

dasar hukum yang digunakan tidak hanya satu dasar hukum saja. Tetapi juga

membutuhkan dasar hukum yang lain untuk melengkapi apa yang menjadi

kelemahan dari dasar hukum tersebut. Karena jika hanya satu dasar hukum

yang digunakan untuk penegakan hukum terkait penanganan illegal fishing,

maka para pelaku illegal fishing dapat memanfaatkan kelemahan dari dasar

hukum tersebut agar dapat lolos dari jerat hukum.

10. Kejahatan di Sektor Kelautan dan Perikanan yang merupakan Kejahatan

Lintas Sektor

Kejahatan Illegal Fishing tidak hanya berkaitan dengan masalah sektor

keamanan saja, namun juga sudah merambah ke sektor ekonomi, lingkungan

hidup, dan sosial. Karena Illegal Fishing juga merusak kehidupan perekonomian
63

masyarakat pesisir. Akibatnya, tidak sedikit nelayan yang harus kehilangan

mata pencahariannya akibat maraknya praktek illegal fishing. Selain itu,

kejahatan illegal fishing juga merusak ekosistem laut di Indonesia.

Pemerintah sebaiknya lebih tegas dan jelas dalam penegakan aturan

terkait dengan illegal fishing, agar pencegahan dan penanganan illegal fishing di

Indonesia dapat lebih cepat dan tepat dijalankan.

11. Keterbatasan Peraturan Perundang-Undangan yang Ada Mengakibatkan

Dibutuhkannya Undang-Undang Lain untuk Menjerat Pelaku Illegal Fishing

Sebelum Joko Widodo dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia

pada 20 Oktober 2014, Kebijakan Penenggelaman Kapal Pelaku Illegal Fishing

di Indonesia sulit dilaksanakan karena tidak adanya peraturan maupun

perundang-undangan yang bisa menjadi dasar hukum yang kuat untuk

mendukung kebijakan tersebut. Akibatnya, aparat penegak hukum kesulitan

menemukan dasar hukum yang kuat untuk menjerat pelaku illegal fishing

dengan hukuman yang berat.

Padahal pemerintah sebaiknya merevisi peraturan perundang-

undangan yang ada ataupun membuat peraturan perundang-undangan yang

baru yang dapat membantu aparat penegak hukum untuk menjerat pelaku

illegal fishing.

12. Kejahatan Illegal Fishing sangat berpotensi diikuti dengan Tindak Pidana

Pencucian Uang (TPPU), Korupsi, Gratifikasi, dan Penghindaran Pajak

Dalam proses penyelidikan maupun penyidikan perkara illegal fishing,

sangat mungkin terjadi praktek penyuapan ataupun gratifikasi (pemberian

barang ataupun hadiah) oleh pihak pelaku illegal fishing kepada pihak penyidik.
64

Selain itu, juga sangat mungkin terjadi praktek Tindak Pidana Pencucian Uang

(TPPU) maupun Penghindaran Pajak yang dilakukan oleh pelaku illegal fishing.

Untuk mencegah hal ini terjadi, kerjasama antara instansi terkait

dengan penanganan illegal fishing, terutama KKP, Bakamla, TNI AL, dan Polair

Polri dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Direktorat Jenderal

Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Ditjen Pajak Kemenkeu)

sangat dibutuhkan.

13. Multirezim Perundang-Undangan

Dalam melaksanakan suatu kebijakan, tentu dibutuhkan beberapa

dasar hukum yang kuat, baik dalam bentuk Perundang-Undangan maupun

peraturan lainnya. Dan dasar-dasar hukum tersebut muncul dari beberapa masa

kepemimpinan sebelumnya yang tentu saja memiliki sudut pandang yang

berbeda-beda.

Oleh karena itu, undang-undang dan peraturan lainnya terkait illegal

fishing harus disatukan menjadi suatu undang-undang atau peraturan baru yang

lebih lengkap dan tepat sasaran.

14. Multi Penegakan dan Multi Instansi

Kebijakan Pencegahan maupun Pemberantasan Illegal Fishing di

Indonesia tentu tidak dapat hanya dilakukan oleh satu instansi pemerintah saja,

yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP). Pihak

KKP juga pasti menggandeng instansi lain untuk bekerja sama dalam kebijakan

pencegahan maupun pemberantasan illegal fishing. Karena illegal fishing itu

merupakan salah satu permasalahan yang kompleks dan dalam

penanganannya membutuhkan banyak pihak yang berkaitan dengan

permasalahan pencegahan maupun pemberantasan illegal fishing.


65

Oleh karena itu, instansi-instansi terkait harus bersinergi dan bekerja

sama dalam pencegahan dan pemberantasan illegal fishing.

15. Lamanya Waktu Proses Penegakan Hukum

Proses penanganan illegal fishing tidaklah melalui proses yang

membutuhkan waktu singkat. Karena dalam proses penanganan illegal fishing

ada beberapa tahapan yang harus dilalui agar putusan dari perkara tersebut

memiliki kekuatan hukum yang tetap.

16. Rendahnya Kesadaran Masyarakat dan Pelaku Usaha Lokal dalam

Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan

Indonesia sebenarnya memiliki potensi Sumber Daya Kelautan dan

Perikanan yang melimpah. Namun, seringkali masyarakat dan para pelaku

usaha perikanan lokal kurang mendapat pemahaman yang cukup mengenai

pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan yang baik. Oleh karena itu,

di butuhkan kerja keras dan sinergi semua pihak yang terkait agar potensi

kelautan dan perikanan yang ada di Indonesia dapat dimanfaatkan dengan baik

oleh masyarakat dan para pelaku usaha lokal.

Pemerintah sebaiknya menggalakkan sosialisasi dan edukasi

mengenai pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan yang efektif bagi

masyarakat dan para pelaku usaha lokal.

17. Di Tingkat Regional maupun Internasional, Tidak Semua Negara

Mendukung Penuh Upaya Pemberantasan Illegal Fishing

Dalam hal kebijakan penenggelaman kapal pelaku illegal fishing,

Indonesia tidak hanya menghadapi hambatan maupun tantangan yang ada di

dalam negeri, tetapi juga di level regional dan internasional. Karena tidak semua

negara anggota RFMO yang memiliki komitmen penuh untuk mendukung


66

kebijakan pemberantasan kapal pelaku illegal fishing. Bahkan tidak sedikit

negara yang justru menghalangi upaya Pemerintah Republik Indonesia dalam

memberantas illegal fishing di Indonesia.

Salah satu contohnya adalah Kasus KM Kway Fey 10078 yang

tertangkap tangan melakukan kegiatan illegal fishing yang “diselamatkan” oleh

Kapal Coast Guard RRT saat akan ditangkap oleh KP Hiu 11 di Laut Natuna,

Kepulauan Riau pada 19 Maret 2016. Peristiwa tersebut bermula ketika KM

Kway Fey 10078 terdeteksi masuk ke wilayah laut Indonesia berdasarkan hasil

deteksi target operasi yang dimulai pada Sabtu (19/03/2016) pukul 14:15 WIB.

Target operasi pun dikejar oleh KP Hiu 11. Namun, KM Kway Fey tidak mau

berhenti. Kemudian petugas yang bertugas pun melepaskan tembakan

peringatan, tetapi kapal tersebut berusaha melarikan diri dengan melakukan

gerakan zig-zag sehingga KP Hiu 11 pun mendekati kapal tersebut dan tidak

bisa lagi menghindari tabrakan. Tiga orang petugas yang ikut dalam KP Hiu 11

pun melompat ke kapal tangkapan dan berhasil membekus 8 orang ABK.

Setelah dokumen-dokumen dan muatan kapal diperiksa, para ABK pun lantas

dipindahkan ke KP Hiu 11. Kemudian pada pukul 15:00 WIB kapal tangkapan

tersebut dibawa dalam perjalanan sebagai barang bukti40. Namun di tengah

perjalanan, tiba-tiba 1 Kapal Coast Guard RRT mengejar KP Hiu 11. Komandan

KP Hiu 11, Kapten Laut (Pelaut) TNI La Edi pun mencoba menghubungi lewat

radio, namun tidak ada jawaban. Kemudian Komandan KP Hiu pun

menghubungi Lanal untuk melaporkan insiden tersebut. Kapal Coast Guard

RRT berjalan dengan kecepatan 25 knots. Kapal tersebut pun mendekat,

40 BBC.com, Penangkapan Kapal Ikan Asing Ilegal Cina di Natuna ‘Digagalkan’, diakses
dari
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/03/160320_indonesia_kapal_cina,p
ada 31 Mei 2018 pukul 09:48 WITA
67

menyorot dengan lampu sorot, kemudian menabrak kapal tangkapan yang akan

dibawa tersebut. Setelah kapal tangkapan berhenti dan melihat adanya tiga

orang petugas KP Hiu 11, merekapun tidak jadi naik. Tetapi tetap mengawasi

kapal tangkapan tersebut. Akibatnya, kapal tangkapan tersebut menjadi rusak

dan tiga orang petugas KP Hiu 11 pun memutuskan kembali ke KP Hiu 11 dan

meninggalkan kapal tangkapan tersebut. Pada pukul 01:45 WIB, Kapal Coast

Guard RRT merapat ke kapal tangkapan tersebut. Kemudian KP Hiu 11 pun

meninggalkan kapal tangkapan tersebut untuk menghindari insiden yang tidak

diinginkan. Pada saat kapal tangkapan hendak dikawal ke pelabuhan pangkalan

terdekat, salah satu ABK kapal tersebut mencoba menarik kemudi sehingga

salah seorang petugas KP Hiu 11 menghambil alih dan memerintahkan yang

bersangkutan untuk duduk. Meskipun semua ABK kapal tangkapan tersebut

berhasil dibawa ke Pulau Tiga Natuna, namun kapal tangkapannya menjadi

rusak karena ditabrak oleh Kapal Coast Guard RRT tersebut41.

Akibat insiden tersebut, pihak Kementerian Luar Negeri Republik

Indonesia menyampaikan Nota Protes dan Nota Pelanggaran Kapal Coast

Guard RRT tersebut kepada pihak Kedutaan Besar Republik Rakyat Tiongkok

untuk Republik Indonesia pada tanggal 20 Maret 2016. Tidak hanya

menyampaikan nota protes saja, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh

Republik Rakyat Tiongkok untuk Republik Indonesia pun dipanggil oleh

Pemerintah Republik Indonesia untuk dimintai klarifikasi dan penjelasan atas

insiden tersebut42.

41 gresnews.com, Kasus Kway Fey dan Kedaulatan RI di Natuna, diakses dari


www.gresnews.com/berita/internasional/104364-kasus-kway-fey-dan-kedaulatan-laut-ri-
di-natuna/, pada 31 Mei 2018 pukul 12:56 wita
42 mongabay.co.id, Dinilai Intervensi Kapal IUU Fishing, Indonesia Protes Kepada

Tiongkok, http://www.mongabay.co.id/2016/03/22/dinilai-intervensi-kapal-iuu-fishing-
indonesia-protes-kepada-tiongkok/, pada 31 Mei 2018 pukul 12:52 wita
68

Tantangan dan hambatan tersebut di atas juga disebutkan dalam hasil

wawancara yang dilakukan dengan beberapa narasumber lain yang terkait,

yaitu :

a. Thomas, selaku Jabatan Fungsional Tertentu Peneliti Madya Badan

Keamanan Laut Republik Indonesia

b. Olivia Sembiring, selaku Jaksa Fungsional Direktorat Tindak Pidana

Keamanan dan Ketertiban Umum dan Tindak Pidana Umum Jaksa Agung

Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Republik Indonesia

c. Kapten Laut TNI Fuad, selaku Staf Badan Pembinaan Hukum Tentara

Nasional Indonesia Angkatan Laut

Berdasarkan landasan hukum yang terkait dengan kebijakan

penenggalaman Kapal Asing yang terbukti melakukan tindak kejahatan Illegal

Fishing, Penulis paparkan beberapa kasus yang sudah pernah terjadi, bukti

ketegasan Indonesia menangani sekaligus memberantas Illegal Fishing di Laut

Indonesia antara lain :

1. Penenggelaman Kapal MV Viking

Dalam laman Detik.com yang diunggah pada tanggal 14 Maret 2016,

Kapal Republik Indonesia (KRI) Sultan Thaha Syaifuddin - 376 pada tanggal 26

Februari 2016 di ZEE Indonesia (12,7 mil dari Perairan Tanjung Berakit, Riau),

melakukan penangkapan Kapal MV Viking. Ternyata ditemukan fakta bahwa

Kapal MV Viking selama 10 tahun terakhir (2006-2016) beroperasi di seluruh

dunia dengan menggunakan 12 nama dan berbendera 8 negara (Libya,

Mongolia, Honduras, Togo, Korea Selatan, Papua Niugini, Uruguay, dan

Jepang). Panglima Komando Armada Republik Indonesia Kawasan Barat

(Pangarmarbar), Laksamana Muda TNI Achmad Taufiqurroechman mengatakan


69

penangkapan tersebut bermula saat International Labour Organization (ILO) dan

International Finance Corporation (IFC) di Singapura memberikan laporan

bahwa Kapal MV Viking yang sejak Maret 2013 menjadi buronan International

Criminal Police Organization (ICPO / Interpol) memasuki wilayah laut Indonesia.

Komando Armada Republik Indonesia Kawasan Indonesia Barat (Koarmarbar)

pun mengirimkan kapal, namun terkendala cuaca buruk sehingga terpaksa

diterbangkan helikopter serbu dan helikopter angkut untuk mencari keberadaan

Kapal MV Viking tersebut. Tim WFQR (Western Fleet Quick Response) IV

Komando Armada Republik Indonesia Kawasan Indonesia Barat (Koarmarbar)

bersama dengan Wing Udara 2 Tanjungpinang menemukan Kapal MV Viking

berada di 12,7 mil Perairan Tanjung Berakit, Kepulauan Riau. Pada pukul 17:00

WIB, Kapal Republik Indonesia (KRI) Sultan Thaha Syaifuddin – 376 pun

melakukan penangkapan terhadap Kapal MV Viking dengan dituntun

menggunakan helikopter sebagai penunjuk arah menuju ke lokasi Kapal MV

Viking tersebut.

Kemudian setelah dilakukan penyergapan dan penangkapan, pada

pukul 00:30 WIB Kapal MV Viking pun digiring ke Tanjung Uban. Kemudian

Nahkoda yang bernama Huan Venesa dan seluruh Anak Buah Kapal (ABK) dari

Kapal MV Viking tersebut dimintai keterangan. Setelah dilakukan pemeriksaan

terhadap Nahkoda dan ABK Kapal MV Viking tersebut, ditemukan mereka tidak

mengetahui siapa pemilik sebenarnya dari Kapal MV Viking. Bahkan, mereka

mengaku sudah 7 bulan mereka belum dibayar oleh pemilik kapal. Kapal MV

Viking diketahui beroperasi di Laut Atlantik bagian Selatan43.

43 rri.co.id, Ini Kronologi Penangkapan Kapal MV Viking, diakses dari


http://www.rri.co.id/post/berita/251928/nasional/ini_kronologi_penangkapan_kapal_mv_vi
king.html, pada 01 Agustus 2018 pukul 10:34 wita
70

Kapal MV Viking diketahui memasuki wilayah laut Indonesia tanpa

pemberitahuan, tidak memiliki dokumen perizinan yang sah dan lengkap (Surat

Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), dan SIKPI

(Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI)), mematikan AIS (Automatic

Identification System), dan menangkap ikan dengan alat tangkap Gill Net /

Jaring Insang (jaring ikan dengan bentuk empat persegi panjang yang

mempunyai mata jaring sama ukurannya pada seluruh jaring serta lebar jaring

yang lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya) sepanjang 399 km

atau 399.000 m. Penggeledahan pun dilakukan, ditemukan pabrik pengolahan

ikan di dalam kapal tersebut44.

Fakta lain pun terungkap, Kapal MV Viking pernah ditangkap dan

ditahan di Malaysia pada bulan Maret 2015. Penangkapan tersebut dilakukan

karena kapten Kapal MV Viking menunjukkan dokumen perizinan yang palsu

kepada petugas pemeriksa. Kapten kapal MV Viking pun didenda sebesar RM

200.000,-. Kapal MV Viking sendiri sudah menjadi buronan International

Criminal Police Organization (ICPO / Interpol) sejak Maret 2013 dan diperbarui

oleh Pemerintah Kerajaan Norwegia sejak Januari 2015. Dari berbagai

dokumen yang ditemukan, terungkap Kapal MV Viking sering mendaratkan hasil

tangkapannya di Thailand. Beberapa dokumen lain juga menyatakan Kapal MV

Viking sering melakukan pengisian logistik perkapalan dan perbaikan kapal di

Singapura. Kapal MV Viking juga memiliki keterkaitan dengan perusahaan

perikanan di Spanyol45.

44 news.detik.com, Susi Paparkan Kasus Illegal Fishing yang Diberantas, Ini Daftarnya,
diakses dari https://news.detik.com/berita/d-3223419/susi-paparkan-kasus-illegal-fishing-
yang-diberantas-ini-daftarnya pada 30 Mei 2018 pukul 14:02 wita
45 ekonomi.kompas.com, Ini 8 Catatan Kejahatan FV Viking, Kapal Buronan Interpol

yang Ditenggelamkan Susi, diakses dari


https://ekonomi.kompas.com/read/2016/03/16/103439526/Ini.8.Catatan.Kejahatan.FV.Vik
71

Kapal MV Viking pun ditenggelamkan pada tanggal 14 Maret 2016

pukul 12:30 WIB di laut lepas Pantai Pangandaran, Kabupaten Pangandaran –

Jawa Barat. Penenggelaman Kapal MV Viking dipimpin langsung oleh kSusi

Pudjiastuti (Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia selaku

Komandan Satuan Tugas 115 Pemberantasan IIllegal, Unreported, and

Unregulated Fishing (Satgas 115 Pemberantasan IUUF)) dan disaksikan juga

oleh Laksamana Madya TNI Arie Henrycus Sembiring Meliala (Wakil Kepala

Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut selaku Ketua Pelaksana Harian

Satuan Tugas 115 Pemberantasan IIllegal, Unreported, and Unregulated

Fishing (Satgas 115 Pemberantasan IUUF)), Mas Achmad Santosa (Penasehat

Bidang Hukum Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia selaku

Koordinator Staf Khusus Satuan Tugas 115 Pemberantasan IIllegal, Unreported,

and Unregulated Fishing (Satgas 115 Pemberantasan IUUF)), Jeje

Wirahadinata (Bupati Pangandaran), dan Adang Hadari (Wakil Bupati

Pangandaran)46.

Adapun Kapal MV Viking tidak ditenggelamkan seluruhnya, melainkan

hanya ditenggelamkan separuh badan kapal saja. Agar separuh badan kapal

yang tidak ditenggelamkan tersebut dijadikan monumen pemberantasan illegal

fishing di Indonesia dan sebagai tanda keseriusan Pemerintah Republik

Indonesia dalam memberantas illegal fishing, khususnya di masa kepemimpinan

Joko Widodo47.

ing.Kapal.Buronan.Interpol.yang.Ditenggelamkan.Susi, pada 27 Juli 2018 pukul 12:42


wita
46 jabar.tribunnews.com, Kapal Viking Diledakkan di Pangandaran, diakses dari

http://jabar.tribunnews.com/2016/03/15/kapal-viking-diledakan-di-pangandaran, pada 27
Juli 2018, 11:26 wita
47 liputan6.com, Bangkai Kapal Viking Jadi Monumen Perlawanan Pencurian Ikan,

diakses dari https://www.liputan6.com/news/read/2457934/bangkai-kapal-viking-jadi-


monumen-perlawanan-pencurian-ikan, pada 27 Juli 2018 pukul 11:16 wita
72

2. Penenggelaman Kapal KIA KF 5615 dan Kapal MV Orienstar

Dalam laman mongabay.co.id yang diunggah pada 23 Februari 2016,

Kapal Patroli Viper Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) pada

tanggal 10 Februari 2016 berhasil menangkap Kapal KF 5615 yang berbendera

Malaysia di sekits perairan Pulau Salah Nama, Kabupaten Batubara. Dalam

penangkapan Kapal KF 5615, barang bukti hasil tangkapan seberat 2 ton dan 4

(empat) orang Anak Buah Kapal (ABK) yang berkewarganegaraan Myanmar

dari Kapal KF 5615 tersebut diamankan ke Pelabuhan Pangkalan Utama

Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut I Belawan (Lantamal I Belawan) .

Akan tetapi, satu diantaranya tewas ditembak petugas setelah berusaha

melawan petugas pada saat akan ditangkap. Sedangkan Kapal Patroli

Keamanan Laut (Patkamla) Pangkalan Utama Tentara Nasional Indonesia

Angkatan Laut I Belawan (Lantamal I Belawan) pada bulan Oktober 2015

berhasil menangkap Kapal MV Orientstar yang berbendera Belize di Peraian

Sungai Nonang, beberapa saat setelah Kapal MV Orienstar meninggalkan

Pelabuhan Belawan, Medan – Sumatera Utara dengan tujuan Pelabuhan

Lumut, Perak – Malaysia.

Pada saat penggeledahan terhadap Kapal MV Orienstar, ditemukan

kapal tersebut membawa berbagai jenis ikan yang berjumlah 830 boks dengan

total berat hasil tangkapan sebanyak 83 ton, seperti Ikan Bawal, Tuna, serta

Udang yang dikemasi dalam kotak plastic yang tidak dilengkapi dengan Surat

Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI).

Pada tanggal 22 Februari 2016, Kapal KF 5615 dan Kapal MV

Orienstar ditenggelamkan di Perairan Belawan oleh kapal milik Tentara

Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) yang dioperasikan oleh Pasukan
73

Satuan Keamanan Laut Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (Satkamla

TNI AL). Penenggelaman kedua kapal tersebut dilakukan dengan cara

diledakkan menggunakan bahan peledak TNT seberat 25 kg bagi Kapal KF

5615 dan 30 kg bagi Kapal MV Orienstar. Penenggelaman kedua kapal tersebut

dipimpin oleh Komandan Pangkalan Utama Tentara Nasional Indonesia

Angkatan Laut I Belawan (Danlantamal I Belawan), Laksamana Pertama TNI

Yudo Margono berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Medan (PN Medan)

yang berkekuatan hukum tetap (Inchract) pada tanggal 19 Februari 2016. Dalam

penenggelaman kedua kapal tersebut, perwakilan dari Kejaksaan Negeri

Belawan (Kejari Belawan), Pengadilan Negeri Medan (PN Medan), Direktorat

Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian

Kelautan Republik Indonesia (Ditjen PSDKP KKP), dan Satuan Polisi Perairan

Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Satpolair Polda Sumut).

Danlantamal I Belawan mengatakan bahwa kegiatan penenggelaman

kedua kapal tersebut dilakukan atas dukungan dan kerja sama Kepolisian

Daerah Sumatera Utara, Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla),

dan instansi terkait lainnya. Penenggelaman kedua kapal tersebut diharapkan

dapat memberikan efek jera bagi kapal ikan asing agar tidak melakukan

kegiatan illegal fishing di wilayah laut Indonesia48.

48mongabay.com, Detik-Detik Peledakan Kapal Ikan Ilegal di Perairan Belawan, diakses


dari http://www.mongabay.co.id/2016/02/23/detik-detik-peledakan-kapal-ikan-ilegal-di-
perairan-belawan/, pada 27 Juli 2018 pukul 15:22 wita
74

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Illegal Fishing merupakan sebuah Kejahatan Transnasional

(Transnational Organized) yang sangatlah serius terhadap kedaulatan maritim

Indonesia. Hal tersebut karena Illegal Fishing tidak hanya merusak kedaulatan

maritim Indonesia, tetapi juga sudah merusak perekonomian masyarakat

nelayan dan ekosistem laut di wilayah laut Indonesia. Bahkan kapal-kapal asing

tersebut membawa hasil tangkapannya ke negara asalnya dan dijual di negara

asalnya, sehingga Indonesia justru harus menderita kerugian yang tidak sedikit,

yaitu sekitar Rp300 Triliun setiap tahunnya.

Adapun kebanyakan modus dari illegal fishing yang terjadi di wilayah

laut Indonesia di masa pemerintahan Joko Widodo adalah :

a. Tidak Memiliki Dokumen Perizinan yang Lengkap

b. Menggunakan Peralatan Tangkap yang Dilarang

c. Berbendera Ganda

d. Adanya Pabrik Pengolahan Ikan di Dalam Kapal maupun di Tengah Laut

Indonesia sebenarnya telah memiliki beberapa peraturan yang menjadi

landasan hukum dalam penanganan illegal fishing. Hanya saja dalam

beberapa waktu terakhir ini pelaksanannya dirasa kurang maksimal, bahkan

cenderung tidak efektif mengatasi illegal fishing dengan sempurna. Hal ini

terbukti dari masih maraknya illegal fishing terjadi di wilayah laut Indonesia.

Pada masa kepemimpinan Joko Widodo, upaya yang tegas dalam

pemberantasan Illegal Fishing baru benar-bisa terealisasikan. Hal tersebut

sesuai dengan salah satu misi Joko Widodo yang ingin menjadikan Indonesia
75

sebagai negara poros maritim dunia. Untuk mewujudkan visi tersebut, Indonesia

di era kepemimpinan Joko Widodo menyatakan secara tegas perang melawan

illegal fishing. Karena jika tidak ditangani dengan tegas, maka praktek illegal

fishing dapat benar-benar mematikan kehidupan perekonomian masyarakat

Indonesia, khususnya di daerah pesisir. Selain itu, kedaulatan maritim bangsa

pun juga rusak karena kapal-kapal asing tersebut dapat dengan leluasanya

keluar masuk wilayah laut Indonesia dan melakukan illegal fishing di wilayah

laut Indonesia.

Kebijakan Penenggelaman Kapal Pelaku Illegal Fishing dilakukan

setelah Pengadilan Negeri menjatuhkan putusan / vonis terhadap kasus illegal

fishing tersebut dan berkekuatan hukum tetap (Inchract) dan ditenggelamkan

dengan cara diledakkan. Setelah kapal tersebut diledakkan, maka kapal

tersebut akan terbakar dan tenggelam ke dalam perairan. Adapun kapal illegal

fishing dapat ditenggelamkan tanpa melalui proses peradilan jika dalam

keadaan tertentu, seperti kapal tersebut melakukan manuver yang

membahayakan maupun Nahkoda dan Anak Buah Kapal dari kapal tersebut

melakukan perlawanan terhadap petugas.

Meskipun kebijakan tersebut perlahan membuat perubahan yang positif

bagi masyarakat, khususnya yang bermatapencaharian sebagai nelayan,

namun tidak sedikit juga hambatan dan tantangan yang harus dihadapi oleh

pemerintah secara internal seperti dasar hukum yang tidak jelas, jumlah armada

kapal dan persenjataan yang minim dan tidak sebanding, banyak armada kapal

yang sudah berusia tua, minimnya anggaran, kesiapan sumber daya manusia

yang belum memadai, dasar hukum yang tidak jelas, pendekatan penegakan

hukum yang masih konvensional, multi penegakan dan multi instansi.


76

Sedangkan hambatan dan tantangan yang ada secara eksternal seperti tidak

semua negara mendukung penuh upaya pemberantasan illegal fishing.

Kebijakan penenggelaman kapal yang digalakkan oleh Pemerintahan Joko

Widodo pun tetap membutuhkan perbaikan agar kebijakan ini dapat benar-

benar efektif memberantas praktek Illegal Fishing di Indonesia.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan tersebut, adapun penulis

dapat memberikan saran sebagai berikut :

1. Peraturan dan Perundang-Undangan yang sudah ada diperbaiki dan

dilengkapi agar dapat memiliki kekuatan hukum yang lebih kuat untuk

menjerat para pelaku illegal fishing dengan hukuman yang berat, khususnya

dengan cara penenggelaman kapal pelaku illegal fishing

2. Peraturan ataupun Regulasi yang Khusus Mengatur Mengenai Prosedur

Penanganan Kasus Illegal Fishing disusun oleh pemerintah, agar

Penanganan Kasus Illegal Fishing memiliki standar operasional yang jelas

dan baku

3. Pendekatan Penegakan Hukum mendapat perhatian yang serius dari

pemerintah

4. Armada dan Persenjataan yang ada diremajakan, terutama kapal patroli,

speed boat, pistol, dan senapan

5. Sarana dan Prasarana yang ada lebih ditingkatkan, terutama Pangkalan

Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Pangkalan PSDKP),

Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Stasiun

PSDKP), dan Gedung Satuan Pengawasan (Satwas).


77

6. Koordinasi Antar Aparat Penegak Hukum lebih diperbaiki dan ditingkatkan,

terutama KKP, Bakamla, TNI AL, dan Polair Polri

7. Sinergitas Penegakan Hukum dalam Penanganan Illegal Fishing lebih

diperhatikan dan ditingkatkan, terutama KKP, Bakamla, TNI AL, dan Polair

Polri

8. Anggaran Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dapat lebih

diperhatikan dengan serius

9. Pelatihan PPNS Perikanan yang akan ditugaskan dalam penegakan hukum

terkait illegal fishing maupun pelaksanaan kebijakan penenggelaman kapal

illegal fishing lebih ditingkatkan


78

DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

Albanese, Jay S. 2016. Kejahatan Terorganisasi (Organized Crime) Aktor dan


Perkembangannya. Jakarta: Prenadamedia Group.
Bakry, Umar Suryadi. 2016. Metode Penelitian Hubungan Internasional, Pustaka
Pelajar: Yogyakarta.
Fauzi, Akhmad. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan: Isu, Sintesis, dan
Gagasan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Madsen, Frank G. 2009. Transnational Organized Crime. New York: Routledge
Mahmudah, Nunung. 2015. Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi
di Wilayah Perairan Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Marsetio, 2014. Sea Power Indonesia. Jakarta: Universitas Pertahanan Indonesia,
Cetakan Kedua.
Marsetio, 2018. Mengembalikan Kejayaan Maritim Indonesia. Bogor: Universitas
Pertahanan.
Nainggolan, Poltak Partogi. 2018. Aktor Non-Negara: Kajian Implikasi Kejahatan
Transnasional di Asia Tenggara. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, Edisi Pertama, Cetakan Pertama.
Satria, Arif. 2015. Politik Kelautan dan Perikanan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, Cetakan Pertama.
Suryana. 2010. Metode Penelitian Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Tanzeh, Ahmad. 2005. Pengantar Metode Penelitian, Yogyakarta – Teras.

DOKUMEN & JURNAL :

Abdul, Firmansyah. 2016. Pencurian Ikan Oleh Kapal Asing di Wilayah Teritorial
Indonesia Dalam Perspektif Hukum Positif di Indonesia. Jurnal Ilmu
Hukum, (Online), Vol. 4, No. 1, (ejournal.unsrat.ac.id, diakses 02
Desember 2017).
Adhyanto, Oksep. 2014. Maritime Constitution. Jurnal Selat, (Online), Vol. 6, No.
1, (law.umrah.ac.id, diakses 07 November 2016).
Aji Sularso, Overfishing, Over Capacity dan Illegal Fishing (Studi Kasus Laut
Arafura), (Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2009).
Akbar, Helmi. 2014, Perspektif Realisme dalam Hubungan Internasional, diakses
dari http://helmi-akbar-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-94111-
(SOH201)%20Teori%20Hubungan%20Internasional-
Perspektif%20Realisme%20dalam%20Teori%20Hubungan%20Internasio
nal.html , pada 01 Desember 2017 pukul 11:25 wib.
79

Alamsyah, Bobby Bella. 2017. Upaya Pemerintah Indonesia Dalam


Menanggulangi Illegal Fishing di Kepulauan Riau 2010-2015. Jurnal Ilmu
Hubungan Internasional, (Online), Vol. 5, No. 4 (ejournal.hi.fisip-
unmul.ac.id, diakses 06 Maret 2018).
Amir, Usmawadi. 2013. Penegakan Hukum IUU Fishing Menurut UNCLOS 1982
(Studi Kasus: Volga Case). Jurnal Ilmu Hukum, (Online), Vol. 12
(pustakahpi.kemlu.go.id, diakses 26 Oktober 2016).
Anggraeni, Prameswari Surya. 2016. Politik Luar Negeri Indonesia Menuju Poros
Maritim Dunia di Era Pemerintahan Joko Widodo. Jurnal Ilmu Hubungan
Internasional (Online), Vol. 4, No. 2, (ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id, diakses
15 November 2016).
Ardana, Putu Si. 2002. Konsepsi Maritim dalam Bingkai Geopolitik Indonesia.
Jurnal Ketahanan Nasional, (Online), Vol. 6, No. 3, (i-ligb.ugm.ac.id,
diakses 06 November 2016).
Arthatiani, Freshty Yulia. 2014. Peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
Perikanan Dalam Proses Penegakan Hukum Kasus IUU Fishing di
Indonesia, (Online), Vol. 12, No. 1, (widyariset.pusbindiklat.lipi.go.id,
diakses 16 November 2016).
Asrudin, Azwar. 2014. Thomas Kuhn dan Teori Hubungan Internasional:
Realisme sebagai Paradigma. Jurnal Ilmu Hubungan Internasional,
(Online), Vol. 1, No. 2, (jurnal.ugm.ac.id, diakses 01 Desember 2017).
Barama, Michael. 2016. Menuju Efektivitas UU No. 45 Tahun 2009 tentang
Perikanan dan Pelaksanaannya. Jurnal Ilmu Hukum, (Online), Vol. 22,
No. 1, (ejournal.unsrat.ac.id, diakses 29 Oktober 2016).
Bendar, Amin. 2015. Illegal Fishing sebagai Ancaman Kedaulatan Bangsa. Jurnal
Ilmu Hukum, (Online), (perpus.hangtuah.ac.id, diakses 26 Oktober 2016).
Cahyaningrum, Dian. 2015. Penegakan Hukum dalam Kasus Kapal MV Hai Fa.
Jurnal Hukum, (Online), Vol. 7, No. 7, (jurnal.dpr.go.id, diakses 23 Maret
2018).
Darmika, Ketut. 2015. Penegakan Hukum Tindak Pidana Perikanan oleh Kapal
Perang Republik Indonesia (KRI) dalam Persepktif Undang-Undang RI
Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Jurnal Hukum dan Peradilan,
(Online), Vol. 4, No. 3 (oaji.net, diakses 29 Oktober 2016).
Direktorat Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan
Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan. Refleksi 2008 dan
Outlook 2009). (Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan dan
Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, 2008).
Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Refleksi 2015
dan Outlook 2016. (Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber
Daya Kelautan dan Perikanan, 2015).
80

Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan.


Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya
Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan. (Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan,
2015).
Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Refleksi 2016
dan Outlook 2017. (Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber
Daya Kelautan dan Perikanan, 2016).
Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Refleksi 2017
dan Outlook 2018. (Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber
Daya Kelautan dan Perikanan, 2017).
Direktorat Pengoperasian Kapal Pengawas, Direktorat Jenderal Pengawasan
Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Tahun 2015, Daerah Rawan
Pelanggaran, Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015.
Efritadewi, Ayu dan Jefrizal, Wan. 2017. Penenggelaman Kapal Illegal Fishing di
Wilayah Indonesia dalam Perspektif Hukum Internasional. Jurnal Selat,
(Online), (ojs.umrah.ac.id, diakses 06 Desember 2017).
Food and Agriculture Organization Code of Conduct for Responsible Fisheries.
1995. Rome. Food and Agriculture Organization.
Food and Agriculture Organization Scheme on Port State Measures to Combat
Illegal, Unreported, and Unregulated. 2007. Rome. Food and Agriculture
Organization.
Harkrisnowo, Harkristuti. 2004. Transnational Organized Crime: Dalam Perspektif
Hukum Pidana dan Kriminologi. Jurnal Ilmu Hukum (Online), Vol. 1, No. 2,
(journal.ui.ac.id, diakses 08 November 2017).
Haryanto dan Setiyono, Joko. 2017. Kebijakan Penenggelaman Kapal Asing
Pelaku Illegal Fishing oleh Pemerintah Indonesia dalam Perspektif Hukum
Internasional. Jurnal Law Reform, (Online), Vol. 17, No.1,
(ejournal.undip.ac.id, diakses 22 Maret 2018).
Hidayat, Safril dan Ridwan. 2017. Kebijakan Poros Maritim dan Keamanan
Nasional Indonesia: Tantangan dan Harapan. Jurnal Pertahanan & Bela
Negara, (Online), Vol. 7, No. 3, (jurnal.idu.ac.id, diakses 09 Maret 2018).
Hutajulu, Marudut dkk. 2014. Analisis Hukum Pidana Terhadap Pencurian Ikan di
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan
Republik Indonesia (Studi Putusan No. 03/PID.SUS.P./2012/PN.MDN).
Jurnal Ilmu Hukum, (Online), Vol. 2, No. 01, (jurnal.usu.ac.id, diakses 26
Oktober 2016).
International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported,
and Unregulated Fishing. 2001. Rome. Food and Agriculture
Organization.
Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing: Sanctions in The EU. 2014.
Brussels. European Parliament.
81

Iqbal, Moch. 2012. Illegal Fishing sebagai Kejahatan Korporasi Suatu Terobosan
Hukum Pidana dalam Mengadili Kejahatan Illegal Fishing. Jurnal Hukum
dan Peradilan, (Online), Vol. 1 No. 3, (www.jurnalhukumdanperadilan.org,
diakses 24 September 2017).
Isnurhadi, M. Rizqi. 2017. Sekuritiasi Illegal, Unreported, Unregulated Fishing
(IUUF) di Perairan Indonesia di Era Pemerintahan Joko Widodo. Jurnal
Hubungan Internasional, (Online), Vol. 10, No. 2, (e-journal.unair.ac.id,
diakses 04 Juni 2018).
Istanto, Yusuf. 2015. Penegakan Kapal Pelaku Illegal Fishing sebagai Upaya
Penegakan Hukum Perikanan di Indonesia (Studi Putusan Nomor
4/PID.SUS-PRK/PN.TPG Pengadilan Negeri Tanjungpinang). Jurnal Ilmu
Hukum, (Online), (download.portalgaruda.org, diakses 26 Oktober 2016).
Ivan, Bob. 2014. Illegal Fishing di Kawasan Perairan Kepulauan Bangka Belitung
(Studi Kasus Penangkapan Ikan Tanpa Dokumen yang Sesuai). Jurnal
Kriminologi Indonesia, (Online), (lib.ui.ac.id, diakses 14 Agustus 2017).
Jaelani, Abdul Kadir dan Basuki, Udiyo. 2014. Illegal Unreported and Unregulated
(IUU) Fishing : Upaya Mencegah dan Memberantas Illegal Fishing dalam
Membangun Poros Mairitm Indonesia. Jurnal Ilmu Hukum, (Online), Vol.
3, No. 1, (aifis-digilib.org, diakses 26 Oktober 2016).
Kartika, Shanti Dwi. 2014. Keamanan Maritim dari Aspek Regulasi dan
Penegakan Hukum. Jurnal Hukum, (Online), Vol. 5, No. 2,
(jurnal.dpr.go.id, diakses 31 Oktober 2016).
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Overfishing, Overcapacity dan Illegal
Fishing, 2009.
Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Nomor 57/ KEP-DJPSDKP/2015 Tentang Rencana Strategis Direktorat
Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Tahun 2015
– 2019. 2015. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia.
Keliat, Makmur. 2009. Keamanan Maritim dan Implikasi Kebijakannya bagi
Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. (Online),
(download.portalgaruda.org, diakses 06 November 2016).
Khairi, Mawardi. 2016. Politik Hukum Pemerintah dalam Penanganan Tindak
Pidana Perikanan (Illegal Fishing) di Indonesia. Jurnal Hukum. (Online),
Vol. 10, No. 2, (jurnal.fh.unila.ac.id, diakses 08 November 2017).
Laksamana, Arief. 2015. Pelaksanaan Penegakan Hukum Tindak Pidana di
Bidang Perikanan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009
Tentang Perikanan di Kepolisian Resor Rokan Hilir. Jurnal Ilmu Hukum,
(Online), Vol. 2, No. 1, (media.neliti.com, diakses 23 Maret 2018).
Latuconsina, Huasin. 2010. Identifikasi Alat Penangkapan Ikan Ramah
Lingkungan Di Kawasan Konservasi Laut Pulau Pombo Provinsi Maluku.
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan, (Online), Vol. 3, No. 2,
(ejournal.stipwunaraha.ac.id, diakses 31 Juli 2018).
82

Lewerissa, Yanti Amelia. 2010. Praktek Illegal Fishing di Perairan Maluku


sebagai Bentuk Kejahatan Ekonomi. Jurnal Sasi, (Online), Vol. 16, No.3,
(ejournal.unpatti.ac.id, diakses 24 September 2017).
Maksun, Ali. 2015. Poros Maritim dan Politik Luar Negeri Jokowi. Jurnal Ilmu
Hubungan Internasional, (Online), Vol. 4, No. 1, (ajis.fisip-unand.ac.id,
diakses 09 Maret 2018).
Muhammad, Simela Victor. 2016. Illegal Fishing di Perairan Indonesia:
Permasalahan dan Upaya Penanganannya secara Bilateral di Kawasan.
Jurnal Ilmu Hukum, (Online), Vol. 6, No. 21, (jurnal.dpr.go.id, diakses 20
Oktober 2016).
Nainggolan, Poltak Partogi. 2015. Kebijakan Poros Maritim Dunia Joko Widodo
dan Implikasi Internasionalnya. Jurnal Ilmu Politik, (Online), Vol. 6, No. 2,
(jurnal.dpr.go.id, diakses 08 November 2017).
Nugraha, Aditya Taufan dan Irman. 2014. Perlindungan Hukum Zona Ekonomi
Ekslusif (ZEE) Terhadap Eksistensi Indonesia sebagai Negara Maritim,
Jurnal Selat, (Online), (law.umrah.ac.id, diakses 07 November 2016).
Nurcahyawan, Teddy dan Saputra, Leonardo. 2017. Penegakan Hukum Dan
Penenggelaman Kapal Asing (Studi Kasus Tindak Pidana Pelaku Illegal
Fishing), Jurnal Ilmu Hukum, (Online), (journal.untar.ac.id, diakses 23
Maret 2018).
Paskarina, Caroline. 2016. Wacana Negara Maritim dan Reimajinasi
Nasionalisme Indonesia, Jurnal Wacana Politik – Jurnal Ilmiah
Departemen Ilmu Politik, Vol. 1, No. 1, (jurnal.unpad.ac.id, diakses 19
Maret 2018).
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
01/PERMEN-KP/2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Tugas
Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing). 2015.
Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
25/PERMEN-KP/2015 Tentang Rencana Strategis Kementerian Kelautan
dan Perikanan Tahun 2015-2019. 2015. Jakarta: Kementerian Kelautan
dan Perikanan Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
45/PERMEN-KP/2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 25/PERMEN-KP/2015
Tentang Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun
2015-2019. 2015. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
33/PERMEN-KP/2016 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. 2016.
Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
83

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor


06/PERMEN-KP/2017 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kelautan dan Perikanan. 2017. Jakarta: Kementerian Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
37/PERMEN-KP/2017 Tentang Standar Operasional Prosedur
Penegakan Hukum Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal
(Illegal Fishing). 2017. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 178 Tahun 2014 Tentang
Pembentukan Badan Keamanan Laut. 2014. Jakarta: Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 115 Tahun 2015 Tentang Satuan
Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing).
2015. Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Kebijakan
Kelautan Indonesia. 2017. Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia.
Pratiwi, Yuniarti Dwi. 2016. Pertanggungjawaban Pidana Illegal Fishing Korporasi
Dalam Cita-Cita Indonesia Poros Maritim Dunia. Jurnal Defendonesia,
(Online), (ejournal.lembagakeris.net, diakses 09 Maret 2018).
Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Laporan Akhir Analisis dan Evaluasi Hukum Dalam Rangka
Pemberantasan Kegiatan Perikanan Liar (IUU Fishing), Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2016.
Putra, Yudi Dharma. 2015. Tinjauan Tentang Penegakan Hukum Tindak Pidana
Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing) di Wilayah Zona
Ekonomi Ekslusif Indonesia. Jurnal Ilmu Hukum, (Online),
(download.portalgaruda.org, diakses 26 Oktober 2016).
Radityo, Agung Tri. 2017. Criminal Responsibility of Corporate Crime Towards
The Criminal Act of Illegal Fishing. Jurnal Ilmu Hukum, (Online), Vol. 1,
No. 1, (journal.uumpo.ac.id, diakses 23 Maret 2018).
Rahman, Zaqiu. 2015. Penenggelaman Kapal sebagai Upaya Memberantas
Praktik Illegal Fishing. Jurnal Ilmu Hukum, (Online),
(rechtsvinding.bphn.go.id, diakses 26 Oktober 2016).
Rudiansyah, Bakri. 2015. Peran Aparatur Negara dalam Penanganan Kegiatan
Perikanan yang Tidak Sah di Perairan Raja Ampat. Jurnal Kajian Politik
dan Masalah Pembangunan (Online), (journal.unas.ac.id, diakses 07
November 2016).
Ramlan, 2016. Perbuatan Melawan Hukum Penanaman Modal Asing Bidang
Usaha Perikanan di Indonesia. Jurnal Ilmu Hukum, (Online),
(jurnal.hukum.uns.ac.id, diakses 29 Oktober 2016).
84

Rifai, Eddy dan Anwar, Khaidir. 2014. Politik Hukum Penanggulangan Tindak
Pidana Perikanan. Jurnal Media Hukum, (Online), Vol. 21 No. 2,
(jurnal.umy.ac.id, diakses 24 September 2017).
Risnain, Muh. 2017. Rekonsepsi Model Pencegahan dan Pemberantasan Illegal
Fishing di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum, (Online), (jurnal.unpad.ac.id,
diakses 23 Maret 2018).
Rohingati, Sulasi. 2014. Penenggelaman Kapal Asing: Upaya Penegakan Hukum
Laut Indonesia. Jurnal Hukum, (Online), Vol. 6, No. 24, (jurnal.dpr.go.id,
diakses 14 Agustus 2017).
Saeri, M. 2012. Teori Hubungan Internasional Sebuah Pendekatan Paradigmatik.
Jurnal Transnasional, (Online), Vol. 3, No. 2, (ejournal.unri.ac.id, diakses
06 Februari 2018).
Safitri, Dasa Feby, Realisme sebagai Perspektif dalam Hubungan Internasional,
diakses dari http://dasa-feby-safitri-fisip15.web.unair.ac.id/artikel_detail-
155148-SOH201%20%20Teori%20Hubungan%20Internasional-
Realisme%20sebagai%20Perspektif%20dalam%20Hubungan%20Interna
sional.html, pada 01 Desember 2017 pukul 11:23 WIB.
Salfauz, Claudiya Radekna. 2015. Efektivitas Code of Conduct for Responsible
Fisheries di Samudera Hindia (Studi Kasus: Kerjasama Indonesia dan
Australia Menanggulangi Illegal Unregulated Unreported (IUU) Fishing).
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional, (Online), Vol. 1, No. 2, (ejournal-s1-
undip.ac.id, diakses 02 Januari 2018).
Saputra, Ferdy Ari. 2016. Dampak Program Pemberantasan IUU Fishing
Terhadap Hubungan Bilateral Indonesia-China. Jurnal Ilmu Hubungan
Internasional, (Online), Vol. 4, No. 4, (ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id, diakses
13 September 2018).
Setiadi, Ignatius Yogi Widianto. 2014. Upaya Negara Indonesia dalam Menangani
Masalah Illegal Fishing di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Jurnal Ilmu Hukum, (Online), (e-journal.uajy.ac.id, diakses 26 Oktober
2016).
Silalahi, Oude Putra. 2012. Penerapan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004
Tentang Perikanan jo. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang
Perikanan Terhadap Tindak Pidana Di Bidang Perikanan. Jurnal Ilmu
Hukum, (Online), (jurnal.usu.ac.id, diakses 09 Agustus 2017).
Siregar, Fahreza Rizkita Putra Ricky. 2016. Kebijakan Kementerian Kelautan
Indonesia dalam Kasus Pencurian Ikan oleh Nelayan Malaysia di Perairan
Natuna Indonesia. Jurnal Ilmiah, (Online), (repository.umy.ac.id, diakses
25 Oktober 2016).
Sunyowati, Dina. 2014. Dampak Kegiatan IUU-Fishing di Indonesia. Jurnal Ilmu
Hukum, (Online), (jom.unpak.ac.id, diakses 29 Oktober 2016).
Tamara, Fredie Alexander. 2015. Kewenangan Tentara Nasional Indonesia
Angkatan Laut dalam Memberantas Illegal Fishing di Perairan Yurisdiksi
Nasional. Jurnal Ilmu Hukum, (Online), (ejournal.unsrat.ac.id, diakses 22
Maret 2018).
85

The Globalization of Crime: a Transnational Organized Crime Threat Assessment,


2010. Jenewa. United Nations Office on Drugs and Crime.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana. 1981, Jakarta: Departemen
Kehakiman Republik Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1983 Tentang Zona
Ekonomi Ekslusif Indonesia. 1983. Jakarta: Departemen Kehakiman
Republik Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan
United Nations Convention on The Law of The Sea. 1985. Jakarta:
Departemen Kehakiman Republik Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran.
1994. Jakarta: Departemen Perhubungan Republik Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1996 Tentang Perikanan.
1996. Jakarta: Departemen Perhubungan Republik Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia. 2002. Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan.
2004. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan
United Nations Convention of Transnational Organized Crime (UNTOC).
2009. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan
atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 Tentang
Perikanan. 2009. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
2014. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
United Nations Convention of The Law of The Sea. 1994. New York. United
Nations.
Uno, Exellano Ramadhan. 2017. Upaya Kerjasama Pemerintah Indonesia-Filipina
dalam Memberantas Kegiatan IUU-Fishing di Perbatasan Kedua Negara
Khususnya Laut Sulawesi 2014-2016., Jurnal Ilmu Hubungan
Internasional, (Online), (ejournal-s1-undip.ac.id), diakses 13 September
2018).
Widodo. Implementasi MOU Common Guidelines Indonesia Malaysia Tentang
Perlindungan Nelayan dalam Penanganan Illegal Fishing di Selat Malaka.
Jurnal Jurnal Keamanan Maritim, (Online), (jurnal.idu.ac.id, diakses 01
Maret 2018).
86

Widyatmodjo, Ruth Shella, Pujiyono, dan Purwanto. 2016. Penegakan Hukum


Terhadap Tindak Pidana Pencurian Ikan (Illegal Fishing) Di Wilayah Zona
Ekonomi Eksklusif (Studi Kasus: Putusan Pengadilan Negeri Ambon
Nomor 01/PID.SUS/PRK/2015/PN.AMB). Jurnal Ilmu Hukum, (Online),
(ejournal-s1-undip.ac.id, diakses 23 Maret 2018).
Yamin, Muhammad. 2018. Poros Maritim Sebagai Upaya Membangun Kembali
Kejayaan Nusantara. Jurnal Ilmu Hubungan Internasional, (Online),
(jos.unsoed.ac.id, diakses 09 Maret 2018).
Yohana, Ria, R, L. Tri Setyawanta, dan Hardiwinoto, R. Sukotjo. 2015.
Perbandingan Proses Penegakan Hukum Terhadap Illegal Fishing di Laut
Teritorial dan di ZEE Natuna Indonesia. Jurnal Ilmu Hukum, (Online),
(ejournal-s1-undip.ac.id, diakses 22 Maret 2018).

INTERNET :

BBC.com, Penangkapan Kapal Ikan Asing Ilegal Cina di Natuna ‘Digagalkan’,


diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/03/160320_indonesi
a_kapal_cina,pada 31 Mei 2018 pukul 09:48 wita.
Batam.tribunnews.com, KRI Clurit Hentikan Ilegal Fishing Dua Kapal Vietnam,
diakses dari http://batam.tribunnews.com/2015/07/26/kri-clurit-hentikan-
ilegal-fishing-dua-kapal-vietnam, pada 28 Juli 2018 pukul 15:23 wita.
BBC.com, Kapal Modern Pencuri Ikan, Viking, Ditenggelamkan, diakses dari
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/03/160314_indone
sia_viking_sudah_ditenggelamkan, pada 27 Juli 2018 pukul 11:08 wita.
BBC.com, Kapal FV Viking Berbendera Nigeria Akan Ditenggelamkan di
Pangandaran, diakses dari
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/03/160313_indone
sia_viking_penenggelaman, pada 27 Juli 2018, 11:09 wita.
Bintang.com, Menteri Susi Berhasil Tenggelamkan Kapal Buronan Dunia, diakses
dari https://www.bintang.com/lifestyle/read/2459310/menteri-susi-berhasil-
tenggelamkan-kapal-buronan-dunia, pada 27 Juli 2018 pukul 12:44 wita.
detik.com, 363 Kapal Ditenggelamkan dalam 3 Tahun, Paling Banyak dari
Vietnam, diakses dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-
3810782/363-kapal-ditenggelamkan-dalam-3-tahun-paling-banyak-dari-
vietnam, pada 19 Juli 2018 pukul 16:39 wita.
dkp.jatengprov.go.id, Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), diakses dari
http://dkp.jatengprov.go.id/index.php/siup, pada 05 Juli 2018 pukul 14:31
wita.
dkp.jatengprov.go.id, Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), diakses dari
http://dkp.jatengprov.go.id/index.php/sipi, pada 05 Juli 2018 pukul 14:31
wita.
87

ekonomi.kompas.com, Seperti Ini Bentuk dan Cara Kerja Cantrang yang


Membuatnya Dilarang, diakses dari
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/01/18/103706026/seperti-ini-
bentuk-dan-cara-kerja-cantrang-yang-membuatnya-dilarang, pada 18 Juli
2018 pukul 14:13 wita.
ekonomi.kompas.com, Ini 8 Catatan Kejahatan FV Viking, Kapal Buronan Interpol
yang Ditenggelamkan Susi, diakses dari
https://ekonomi.kompas.com/read/2016/03/16/103439526/Ini.8.Catatan.K
ejahatan.FV.Viking.Kapal.Buronan.Interpol.yang.Ditenggelamkan.Susi,
pada 27 Juli 2018 pukul 12:42 wita.
ekbis.sindonews.com, Menteri Susi Ungkap Kronologi Tangkap Kapal Pencuri
Ikan Terbesar, diakses dari
https://ekbis.sindonews.com/read/1092829/34/menteri-susi-ungkap-
kronologi-tangkap-kapal-pencuri-ikan-terbesar-1457943014, pada 27 Juli
2018 pukul 12:46 wita.
gresnews.com, Kasus Kway Fey dan Kedaulatan RI di Natuna, diakses dari
www.gresnews.com/berita/internasional/104364-kasus-kway-fey-dan-
kedaulatan-laut-ri-di-natuna/, pada 31 Mei 2018 pukul 12:56 wita.
Jabar.tribunnews.com, Kapal Viking Diledakkan di Pangandaran, diakses dari
http://jabar.tribunnews.com/2016/03/15/kapal-viking-diledakan-di-
pangandaran, pada 27 Juli 2018, 11:26 wita.
JPNN.com, Era SBY, Kapal Nelayan Asing yang Ditangkap itu Dilelang, diakses
dari https://www.jpnn.com/news/era-sby-kapal-nelayan-asing-yang-
ditangkap-itu-dilelang, pada 09 November 2017 pukul 13:19 wita.
Jawapos.com, Mencoba Memahami Kebijakan Penenggelaman Kapal, diakses
dari
https://radar.jawapos.com/baliexpress/read/2018/01/19/41859/mencoba-
memahami-kebijakan-penenggelaman-kapal, pada 24 Mei 2018 pukul
13:03 wita.
Liputan6.com, Kapal FV Viking Diledakkan, Pemiliknya Diburu, diakses dari
https://www.liputan6.com/news/read/2458976/kapal-fv-viking-diledakkan-
pemiliknya-diburu, pada 27 Juli 2018 pukul 11:11 wita
Liputan6.com, Bangkai Kapal Viking Jadi Monumen Perlawanan Pencurian Ikan,
diakses dari https://www.liputan6.com/news/read/2457934/bangkai-kapal-
viking-jadi-monumen-perlawanan-pencurian-ikan, pada 27 Juli 2018 pukul
11:16 wita.
Manado.tribunnews.com, Lagi, Kapal Ikan Filipina Ditangkap Karena Curi Ikan di
Perairan Sulawesi, diakses dari
http://manado.tribunnews.com/2015/05/05/lagi-kapal-ikan-filipina-
ditangkap-karena-curi-ikan-di-perairan-sulawesi, pada 28 Juli 2018 pukul
15:11 wita.
Mongabay.co.id, Dinilai Intervensi Kapal IUU Fishing, Indonesia Protes Kepada
Tiongkok, http://www.mongabay.co.id/2016/03/22/dinilai-intervensi-kapal-
iuu-fishing-indonesia-protes-kepada-tiongkok/, pada 31 Mei 2018 pukul
12:52 wita.
88

Mongabay.com, Buron Sejak 2013, Kapal FV Viking Ditenggelamkan di


Pangandaran, diakses dari http://www.mongabay.co.id/2016/03/15/buron-
sejak-2013-kapal-fv-viking-ditenggelamkan-di-pangandaran/, diakses dari
27 Juli 2018 pukul 11:24 wita.
Mongabay.com, Detik-Detik Peledakan Kapal Ikan Ilegal di Perairan Belawan,
diakses dari http://www.mongabay.co.id/2016/02/23/detik-detik-
peledakan-kapal-ikan-ilegal-di-perairan-belawan/, pada 27 Juli 2018 pukul
15:22 wita.
Mongabay.co.id, Putusan Pengadilan Sabang: Terbukti Bersalah, Kapal Silver
Sea 2 Disita Untuk Negara, diakses dari
http://www.mongabay.co.id/2017/11/01/putusan-pengadilan-sabang-
terbukti-bersalah-kapal-silver-sea-2-disita-untuk-negara/, pada 28 Juli
2018 pukul 15:40 wita.
Nasional.kompas.com, Indonesia Kembali Tangkap Dua Kapal Ikan Asing Ilegal
di Laut Natuna, diakses dari
https://nasional.kompas.com/read/2017/09/23/05245851/indonesia-
kembali-tangkap-dua-kapal-ikan-asing-ilegal-di-laut-natuna, pada 31 Mei
2018 pukul 11:58 wita.
Nasional.tempo.com, SBY Pernah Tegur Pembakaran Kapal Asing Ilegal, diakses
dari https://nasional.tempo.co/read/626629/sby-pernah-tegur-
pembakaran-kapal-asing-ilegal, pada 09 November 2017 pukul 13:30
wita.
News.detik.com, Curi Ikan di Laut Natuna, Kapal Vietnam Ditangkap TNI AL,
diakses dari https://news.detik.com/berita/d-3570669/curi-ikan-di-laut-
natuna-kapal-vietnam-ditangkap-tni-al, pada 31 Mei 2018 pukul 12:04
wita.
News.detik.com, Susi Paparkan Kasus Illegal Fishing yang Diberantas, Ini
Daftarnya, diakses dari https://news.detik.com/berita/d-3223419/susi-
paparkan-kasus-illegal-fishing-yang-diberantas-ini-daftarnya, pada 30 Mei
2018 pukul 14:02 wita.
news.detik.com, Begini Cara Nelayan Menangkap Ikan Menggunakan Bondet,
diakses dari https://news.detik.com/jawatimur/2933719/begini-cara-
nelayan-menangkap-ikan-menggunakan-bondet pada 02 Agustus 2018
pukul 17:42 wita
News.okezone.com, Lakukan Illegal Fishing, Kapal Triton diciduk Bakamla RI,
diakses dari
https://news.okezone.com/read/2017/10/09/337/1791450/lakukan-illegal-
fishing-kapal-triton-diciduk-bakamla-ri, pada 31 Mei 2018 pukul 10:04
wita.
News.okezone.com, Menteri Susi Tenggelamkan Kapal MV Viking Lagos di
Pangandaran, diakses dari
https://news.okezone.com/read/2016/03/14/525/1335136/menteri-susi-
tenggelamkan-kapal-mv-viking-lagos-di-pangandaran, pada 27 Juli 2018
pukul 12:45 wita.
89

rmol.co, Ini Kronologi Penangkapan Kapal MV Viking, diakses dari


http://www.rmol.co/read/2016/02/26/237305/Ini-Kronologi-Penangkapan-
Kapal-MV-Viking-, pada 01 Agustus 2018 pukul 10:36 wita.
RRI.co.id, Ini Kronologi Penangkapan Kapal MV Viking, diakses dari
http://www.rri.co.id/post/berita/251928/nasional/ini_kronologi_penangkapa
n_kapal_mv_viking.html, pada 01 Agustus 2018 pukul 10:34 wita.

SKRIPSI & TESIS :

Akram, Muhammad. 2016. Dampak Illegal Fishing Terhadap Keamanan Maritim


Indonesia. Makassar: Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ekonomi dan Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Fajar.
Ariyanto, Bendot. 2015. Optimalisasi Peran Penyidik TNI AL Dalam Penegakan
Hukum Illegal Fishing Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Malang.
Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Brawijaya.
Efridha, Nurul. 2015. Pencurian Ikan (Illegal Fishing) Oleh Nelayan Asing Di
Wilayah Laut Indonesia Ditinjau Dari Hukum Laut Internasional. Medan.
Departemen Hukum Internasional Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Fathun, Laode Muhamad. 2016. Kebijakan Geopolitik Poros Maritim di Era
Jokowi. Yogyakarta. Jurusan Magister Ilmu Hubungan Internasional
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Hosang, Lesly Gijsbert Christian. 2011. Pandangan Paradigme Realisme,
Liberalisme, dan Konstruktivisme Terhadap ASEAN Political Security
Community 2015 Sebagai Kerjasama Keamanan Kawasan Asia
Tenggara. Depok. Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Ishak, Nurfaika. 2015. Pengawasan Penangkapan Ikan di Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia. Makassar: Bagian Hukum Administrasi Negara
Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
Jaya, Belardo Prasetya Mega. 2016. Tindakan Penegakan Hukum Terhadap
Kapal Asing yang Melakukan Illegal Fishing di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Indonesia. Bandar Lampung: Program Sarjana Fakultas
Hukum Universitas Lampung.
Kastanya, Leonardo. 2017. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana
Pencurian Ikan dan Terumbu Karang. Denpasar. Jurusan Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Warmadewa.
Maulana, Fuad. 2017. Kebijakan Sekuritisasi Maritim Indonesia Melalui
Penenggelaman Kapal Asing Ilegal Pada Masa Pemerintahan Joko
Widodo. Malang. Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang.
90

Mutiara, 2014. Efektivitas Sistem Peradilan dalam Penyelesaian Perkara IUU


(Illegal, Unreported, and Unregulated) Fishing. Bogor. Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Naim, Armain. 2010. Pengawasan Sumber Daya Perikanan dalam Penanganan
Illegal Fishing di Perairan Provinsi Maluku Utara (Studi Kasus pada Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara). Tangerang Selatan.
Program Pascasarjana Universitas Terbuka.
Naim, Nurul Azizah Pratiwi Aryansyah. 2017. Sanksi dan Penanggulangan Pidana
Illegal Fishing di Kabupaten Sinjai. Sungguminasa. Jurusan Hukum
Pidana dan Ketatanegaraan Syari’ah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar.
Ramalia, Desima. 2012. Analisis Praktik IUU (Illegal, Unreported, and
Unregulated) Fishing Dan Upaya Penanganannya Melalui Adopsi
Mekanisme Port State Measures Di Pelabuhan Perikanan Samudera
Nizam Zachman Jakarta. Bogor. Program Studi Teknologi dan
Manajemen Perikanan Tangkap Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Rumegang, Andre Putra. 2016. Kewenangan TNI AL Dalam Pemberantasan
Tindak Illegal Fishing Menurut Perpres RI No. 115 Tahun 2015 Tentang
Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal
Fishing). Manado. Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi.
Silalahi, Lambok. 2006. Tindak Pidana Pencurian Ikan (Illegal Fishing) di Perairan
Pantai Timur Sumatera Utara. Medan. Magister Ilmu Hukum Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Supriadi, Asep. 2013. Strategi Operasi Pengawasan Terhadap Illegal Fishing
Berdasarkan Posisi Rumpon di Laut Maluku oleh Kapal Pengawas
Perikanan. Tangerang Selatan. Magister Ilmu Kelautan dan Perikanan
Program Pascasarjana Universitas Terbuka.
Victor, Trumen. 2013. Kebijakan Pemerintah Indonesia Mengenai Dampak Illegal
Fishing oleh Nelayan Malaysia Terhadap Hasil Produksi Perikanan
Indonesia Tahun 2007-2011. Pekanbaru. Jurusan Ilmu Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau.
Wasundari, Ni Putu Putri. 2015. Tinjauan Hukum Internasional Terhadap
Tindakan Illegal Fishing yang Dilakukan oleh Nelayan Vietnam di Wilayah
Indonesia. Denpasar. Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Udayana.
Yusuf, Nurul Putriyana. 2015. Tinjauan Kriminologi Terhadap Kejahatan
Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing) oleh Nelayan (Studi
Kasus di Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun 2011 – 2014). Makassar.
Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

Anda mungkin juga menyukai