Anda di halaman 1dari 15

20

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji Total Plate Count (TPC)


Hasil uji TPC terhadap 12 sampel susu dan 12 sampel swab tangan
menunjukkan adanya pembentukan koloni E. coli pada media EMBA. Jumlah
pertumbuhan koloni pada masing-masing sampel dari hasil uji TPC ditunjukkan
secara detil pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.

Tabel 4.1. Jumlah Koloni E.coli pada Sampel Susu

No. Nomor Sampel Hasil Uji TPC (cfu)

1 O1S1H1P 8.1 x 104


2 O1S1H2P 7.8 x 104
3 O2S2H1P 7.2 x 104
4 O2S2H2P 8 x 104
5 O3S3H1P 14 x 104
6 O3S3H2P 7.3 x 104
7 O1S1H1S 8.6 x 104
8 O1S1H2S 5.7 x 104
9 O2S2H1S 8.2 x 104
10 O2S2H2S 6.4 x 104
11 O3S3H1S 9.4 x 104
12 O3S3H2S 6 x 104
Keterangan : O1= Pemerah pertama
O2 = Pemerah kedua
O3 = Pemerah ketiga
S1 = Susu dari kambing pertama
S2 = Susu dari kambing Kedua
S3 = Susu dari kambing ketiga
H1 = Hari pertama pengambilan sampel
H2 = Hari kedua pengambilan sampel
P = Sampel yang diambil pagi hari
S = Sampel yang diambil sore hari
21

Tabel 4.2. Jumlah Koloni E. coli pada Sampel Swab Tangan

No. Nomor Sampel Hasil Uji TPC (cfu)

1 O1T1H1P 8 x 104
2 O1T1H2P 8.1 x 104
3 O2T2H1P 7.8 x 104
4 O2T2H2P 7.3 x 104
5 O3T3H1P 13 x 104
6 O3T3H2P 6.4 x 104
7 O1T1H1S 5 x 104
8 O1T1H2S 6.1 x 104
9 O2T2H1S 7 x 104
10 O2T2H2S 7.3 x 104
11 O3T3H1S 7.7 x 104
12 O3T3H2S 6.6 x 104
Keterangan : O1= Pemerah pertama
O2 = Pemerah kedua
O3 = Pemerah ketiga
T1 = Swab tangan dari pemerah pertama
T2 = Swab tangan dari pemerah kedua
T3 = Swab tangan dari pemerah ketiga
H1 = Hari pertama pengambilan sampel
H2 = Hari kedua pengambilan sampel
P = Sampel yang diambil pagi hari
S = Sampel yang diambil sore hari

Berdasarkan hasil yang ditunjukkan oleh Tabel 4.1, jumlah koloni E.coli
yang tumbuh pada Uji TPC dari sampel susu yang paling sedikit adalah 5.7 x 104 cfu
yaitu sampel susu dari kambing pertama yang diambil pada hari kedua pengambilan
sampel saat sore hari, dan jumlah paling banyak adalah 14 x 104 cfu yaitu sampel
susu dari kambing ketiga yang diambil pada hari pertama pengambilan sampel saat
pagi hari. Sedangkan berdasarkan hasil yang ditunjukkan oleh Tabel 4.2, jumlah
koloni E.coli yang tumbuh pada Uji TPC dari sampel swab tangan pemerah yang
paling sedikit adalah 5 x 104 cfu yaitu sampel dari tangan pemerah pertama yang
diambil pada hari pertama pengambilan sampel saat sore hari, dan jumlah paling
22

banyak adalah 13 x 104 cfu yaitu sampel dari tangan pemerah ketiga yang diambil
pada hari pertama pengambilan sampel saat pagi hari.
Adanya E.coli dalam susu menunjukkan susu tersebut telah tercemar. Susu
yang berasal dari hewan yang sehat dapat tercemar segera setelah diperah.
Pencemaran tersebut dapat berasal dari hewan itu sendiri, peralatan pemerah, debu,
udara, lalat, dan penanganan oleh pemerah. Hasil usap (swab) tangan pemerah susu
juga tercemar E.coli. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa higiene perorangan
masih kurang sehingga perlu ditingkatkan. Pencemaran E.coli kemungkinan dapat
berasal dari air yang digunakan untuk mencuci tangan ataupun kebersihan diri
pemerah yang stelah membuang air besar atau membersihkan kotoran ternak tidak
mencuci tangan dengan menggunakan sabun atau bahan desinfektan lainnya. (10)
Berdasarkan jumlah koloni E.coli yang tumbuh dari hasil Uji TPC, maka
hampir 100% menunjukkan adanya hubungan antara jumlah E.coli yang ada pada
susu dengan jumlah E.coli yang ada pada tangan pemerah. Hal tersebut dapat terlihat
pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Keterkaitan Jumah E.coli pada Swab Tangan dan Susu
Hari Waktu Sampel Swab tangan (cfu) Susu (cfu)
1 Pagi 1 8 x 104 8.1 x 104
2 Pagi 1 8.1 x 104 7.8 x 104
1 Pagi 2 7.8 x 104 7.2 x 104
2 Pagi 2 7.3 x 104 8 x 104
1 Pagi 3 13 x 104 14 x 104
2 Pagi 3 6.4 x 104 7.3 x 104
1 Sore 1 5 x 104 8.6 x 104
2 Sore 1 6.1 x 104 5.7 x 104
1 Sore 2 7 x 104 8.2 x 104
2 Sore 2 7.3 x 104 6.4 x 104
1 Sore 3 7.7 x 104 9.4 x 104
2 Sore 3 6.6 x 104 6 x 104

Pada Tabel 4.3, terlihat jumlah koloni E.coli lebih banyak pada pagi hari, hal
ini disebabkan karena pada saat pemerah melakukan pemerahan pada pagi hari,
kandang kambing tersebut belum dibersihkan. Pemerah melakukan pemerahan
23

dikandang tersebut. Faktor lain yang berpengaruh adalah pada saat pagi hari, pemerah
melakukan pemerahan setelah memberi pakan hewan-hewan ternak tersebut, dan
pemerah juga melakukan pemerahan sebelum mandi atau membersihkan diri
sehingga dapat menyebabkan lebih tingginya jumlah E.coli pada pagi hari
dibandingkan dengan sore hari. Namun perbedaan jumlah E.coli antara pagi hari dan
sore hari tidak terlalu signifikan.
Pertumbuhan koloni E.coli pada media EMBA dari sampel susu yang
digunakan dalam Uji TPC ditunjukkan oleh Gambar 4.1 dan untuk pertumbuhan
koloni E.coli dari sampel swab tangan ditunjukkan oleh Gambar 4.2.

Gambar 4.1. Pertumbuhan koloni E.coli sampel susu pada Media EMBA
24

Gambar 4.2. Pertumbuhan koloni E.coli sampel swab tangan pada Media EMBA

Media Eosyn Methylene Blue Agar (EMBA) merupakan media untuk


menumbuhkan bakteri gram negatif dari golongan Enterobacteriaceae dan
merupakan salah satu media yang baik untuk pertumbuhan E.coli. Media EMBA
adalah media sintesis karena komposisinya tersusun dari bahan-bahan kimia yang
(39)
telah diketahui komposisinya secara pasti (Lampiran 3). Pepton adalah produk
hidrolisis protein hewani atau nabati yang berfungsi sebagai sumber protein untuk
mikroorganisme yang dibiakkan. Laktosa dan sukrosa berfungsi sebagai sumber
karbohidrat untuk pertumbuhan mikroorganisme. Laktosa juga berfungsi untuk
memisahkan bakteri yang memfermentasikan laktosa seperti E.coli. Kalium
hidrogenofosfat merupakan garam yang sangat larut dalam air dan berfungsi sebagai
pupuk, makanan aditif dan zat penyangga. Eosin dan methylen blue berfungsi sebagai
indikator warna. Dan Agar yang berasal dari rumput laut berfungsi sebagai pemadat
media. Media EMBA bersifat selektif diferensial. Disebut bersifat selektif karena
mengandung Methylene Blue yang hanya akan menampilkan warna hjau metalik pada
pertumbuhan bakteri E.coli dan bersifat diferensial karena mengandung Eosin
sehingga diperoleh perbedaan warna dengan bakteri lain yang tumbuh. (40) E.coli pada
media EMBA diidentifikasi sebagai koloni bulat, licin daengan warna hijau metalik
(41)
dan bintik hitam ditengahnya.
25

Untuk menilai higiene pemerah dilakukan wawancara berdasarkan kuisioner


(lampiran 2), dan hasil dari wawancara tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data Hasil Kuisioner


Pemerah Pemerah Pemerah
No Parameter yang diamati
1 2 3
Pemerah mencuci tangan sebelum
1 melakukan pemerahan Ya Ya Ya

Pemerah mencuci tangan dengan


2 menggunakan sabun Tidak Ya Ya

Pemerah mencuci tangan setiap kali


3 selesai mengerjakan pekerjaan yang lain Ya Ya Ya

Pemerah mencuci tangan dengan air


4 yang mengalir Ya Ya Ya

Pemerah melakukan pemerahan dengan


5 dua tangan Tidak Tidak Tidak

Pemerah tetap melakukan pemerahan


6 ketika sedang sakit Ya Tidak Tidak

Pemerah sering melakukan hal lain saat


7 melakukan pemerahan seperti merokok, Tidak Tidak Tidak
menggaruk anggota badan/ kepala
Pemerah mencuci tangan lagi setiap
8 berpindah untuk memerah kambing yang Tidak Tidak Tidak
lain
Pemerah melakukan pemerahan di
9 kandang hewan atau di tempat khusus Tidak Tidak Tidak

Pemerah membersihkan ambing hewan


10 perah terlebih dahulu sebelum diperah Ya Ya Ya

Berdasarkan Tabel 4.4, terlihat bahwa ketiga pemerah mencuci tangan


sebelum melakukan pemerahan namun pemerah pertama tidak mencuci tangan
menggunakan sabun. Sedangkan pemerah kedua dan ketiga mencuci tangan dengan
menggunakan sabun tetapi pemerah menyebutkan mencuci tangan dengan sabun
mandi, bukan dengan sabun antibakteria atau handwash yang mengandung
desinfektan. Sebelum melakukan pemerahan, sebaiknya tangan pemerah dicuci
26

dengan menggunakan sabun dan disikat sampai bersih terlebih dahulu. (42) Dari Tabel
4.4 juga terlihat bahwa ketiga pemerah tidak mencuci tangan kembali saat akan
melakukan pemerahan pada kambing yang lain sehingga hal ini memungkinkan untuk
adanya kontaminasi bakteri yang terdapat pada tangan pemerah terhadap susu yang
akan diperah pada kambing berikutnya. Berdasarkan tabel diatas pemerah
membersihkan ambing hewan terlebih dahulu sebelum diperah, namun pemerah
hanya membersihkan dengan menggunakan handuk basah. Sebaiknya ambing hewan
dibersihkan dengan metode teat dipping. Teat dipping merupakan metode
pembersihan ambing yang dilakukan dengan cara mencelupkan putting dalam
sanitaiser yang efektif terhadap bakteri. Puting yang dibersihkan dan dikeringkan
sesegera mungkin sebelum pemerahan akan menurunkan Total Plate Count (TPC)
bakteri dalam susu, termasuk E.coli. (43)
Tabel 4.4 menunjukkan tingkat higiene ketiga pemerah berada pada
kategori “kurang”, dan terdapat pemerah yang kondisi higiene masuk dalam kategori
“cukup” dan “baik”. Tingkat higiene ini diklasifikasikan berdasarkan interval nilai
(38)
sebagai berikut:

Kurang Cukup Baik

70 80 90 100

Berdasarkan rumus yang telah ditetapkan untuk kriteria higiene pemerah,


maka pemerah pertama memiliki tingkat higiene sebesar 75%, pemerah kedua 75%,
dan pemerah ketiga juga 75% sehingga ketiga pemerah tersebut tergolong kedalam
tingkat higiene “kurang”. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya E.coli pada tangan
pemerah. Hasil perhitungan data kuisioner higiene pemerah dapat dilihat pada
lampiran 5.
Hasil penelitian yang ditampilkan pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa ada
hubungan antara jumlah E.coli pada susu dengan jumlah E.coli pada tangan pemerah.
Hubungan jumlah E.coli pada susu kambing dengan higiene pemerah ini dianalisis
dengan uji korelasi pearson untuk menilai signifikansinya. Hasil uji korelasi pearson
27

dari hubungan jumlah E.coli pada susu kambing dengan higiene pemerah
menunjukkan nilai p = 0,001 (p < 0,05) sehingga hubungan jumlah E.coli tersebut
bersifat signifikan (Lampiran 4)
Sumber-sumber pencemaran mikroorganisme dalam susu dapat berupa
ambing dan saluran puting susu, lingkungan kandang, tubuh ternak sendiri, feses,
pakan, peralatan pemerah, dan dari higiene pemerah. Terdapatnya E.coli pada susu
sangat dipengaruhi oleh higiene pemerah, terutama kebersihan tangan pemerah.
Rendahnya nilai higiene terutama dikarenakan pemerah tidak mencuci tangan dengan
menggunakan deterjen atau desinfektan terlebih dahulu. Keadaan ini juga diperburuk
dengan tidak dilakukan ny metode teat dipping saat membersihkan ambing hewan.
Kebersihan tangan merupakan hal yang penting diperhatikan dalam proses
pengolahan pangan, termasuk susu. Apabila higiene tangan rendah, maka akan
membuka peluang untuk terjadinya kontaminasi pada produk. Transfer patogen dari
pengolahan pangan terutama melalui tangan, merupakan faktor penting terhadap
keamanan pangan dirumah dan ditempat penjualan. Terdapat 3 (tiga) aspek utama
pada higiene pekerja pengolahan pangan industri rumah tangga yaitu masalah
(44)
kesehatan pekerja, kebersihan tangan pekerja, dan perlengkapan pekerja. Sebuah
penelitian melaporkan bahwa 46% tangan pemerah susu terkontaminasi
(28)
mikroorganisme, termasuk E.coli. Selain itu, cemaran E.coli juga dapat berasal
dari kotoran-kotoran hewan yang terdapat dikandang hewan tersebut, karena pemerah
melakukan pemerahan tidak ditempat yang khusu, melainkan dikandang hewan itu
sendiri. (45)
Dalam pengelolaan bahan pangan asal hewan, higiene merupakan hal yang
harus diperhatikan. Higiene merupakan upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan seperti mencuci tangan dengan menggunakan sabun untuk
melindungi kebersihan tangan, mencuci peralatan dengan baik, dan menjaga
(46)
kebersihan diri maupn kelompok masyarakat. Higiene bertujuan untuk
memberikan dasar kehidupan yang sehat bagi seluruh aspek kehidupan dalam rangka
(47)
mempertinggi kesejahteraan masyarakat. Higiene dan sanitasi tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain karena erat kaitannya. Apabila higiene sudah baik
28

karena mencuci tangan, tetapi sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup
(46)
tersedia air bersih, maka mencuci tangan tidak sempurna. Salah satu parameter
untuk higiene dan sanitasi susu adalah koliform, dan E.coli merupakan koliform fekal
(4)
yang dapat dijadikan parameter higiene susu. Berdasarkan SNI, jumlah E.coli
(7)
dalam susu segar adalah negatif.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa hipotesis diterima, dimana terdapat
hubungan jumlah E.coli pada susu kambing dengan higiene pemerah yang terlihat
berdasarkan tabel-tabel diatas. Hal ini juga didukung dengan hasil kuisioner yang
menunjukkan tingkat higiene ketiga pemerah berada pada kategori “kurang” dengan
persentase 75%.
29

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini yaitu:
1. Terdapatnya Escherichia coli pada susu kambing segar yang dikaitkan dengan
kontaminasi yang berasal dari tangan pemerah dengan jumlah E.coli tertinggi
adalah 14 x 104 cfu yaitu sampel susu dari kambing ketiga yang diambil pada
hari pertama pengambilan sampel saat pagi hari. Dan jumlah E.coli terendah
adalah 5.7 x 104 cfu yaitu sampel susu dari kambing pertama yang diambil
pada hari kedua pengambilan sampel saat sore hari.
2. Ada hubungan antara jumlah Escherichia coli yang ada pada susu kambing
segar dengan higiene pemerah yang dibuktikan dengan terdapatnya E.coli
pada susu dan pada swab tangan pemerah, serta ditunjang oleh hasil kuisioner
yang menunjukkan tingkat higiene pemerah berada pada kategori “kurang”
dengan nilai 75%.
3. Pemerah memiliki kontribusi terhadap peningkatan jumlah Escherichia coli
pada susu segar terlihat dari hasil analisis data yang menunjukan hasil yang
signifikan terhadap hubungan antara jumlah Escherichia coli yang ada pada
susu kambing segar dengan higiene pemerah dengan nilai p = 0,001.

5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian ini yaitu:
1. Perlu dilakukan upaya peningkatan higiene pada pemerah susu, khususnya
kebersihan tangan pemerah.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang jenis E.coli yang terdapat pada
susu segar dan pada tangan pemerah.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bakteri lain yang mungkin
terdapat dalam susu yang dapat menyebabkan sakit pada manusia.
30

DAFTAR PUSTAKA
1. [WHO] World Health Organization. Five Keys to Safer Food Manual Geneva:
WHO; 2006.

2. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jejaring Promosi Keamanan


Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional Jakarta: BPOM; 2006.

3. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pengujian Mikrobiologi Pangan


Jakarta: BPOM; 2008.

4. Suwito W. Bakteri yang Sering Mencemari Susu: Deteksi, Patogenesis,


Epidemiologi dan Cara Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian. 2010; 29(3):
p. 96-100.

5. Gustiani E. Pengendalian Cemaran Mikroba pada Bahan Pangan Asal Ternak


(Daging dan Susu) Mulai dari Peternakan sampai Dihidangkan. Jurnal Litbang
Pertanian. 2009; 28(3): p. 96-100.

6. Donkor ES, Aning KG, Nurah GK, Osafo EL, Staal S. Risk Factors in the
Hygienic Quality of Milk in Ghana. The Open Food Science Journal. 2007; 1: p.
6-9.

7. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. Standardisasi Nasional Indonesia (SNI) 01-


6366-2000 : Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Cemaran
Residu Dalam Bahan Makanan Asal Hewan Jakarta: BSN; 2000.

8. Wijastutik D. Hubungan Higiene dan Sanitasi Pemerahan Susu Sapi dengan Total
Plate Count Pada Susu Sapi di Peternakan Sapi Perah Desa Manggis Kabupaten
Boyolali. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2012; 1(2): p. 934-944.

9. Chye FY, Abdullah A, Ayob MK. Bacteriological Quality and Safety of Raw
Milk in Malaysia. Food Microbiology. 2004; 131: p. 30-39.

10. Handayani KS, Purwanti M. Kesehatan Ambing dan Higiene Pemerah di


Peternakan Sapi Perah Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin. Jurnal Penyuluhan
Pertanian. 2010; 5(1): p. 47-54.

11. Soediaoetama AD. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Edisi Kelima Jakarta:
Dian Rakyat; 2004.
31

12. Wijayanti S. Identifikasi dan Pemeriksaan Jumlah Total Bakteri Susu Sapi Segar
dari Koperasi Unit Desa di Kabupaten Boyolali. Skripsi. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Fakultas Farmasi; 2009.

13. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. Standardisasi Nasional Indonesia (SNI) 01–
3141–2011 : Susu Segar Jakarta: BSN; 2011.

14. Moeljanto RD, Wiryanta BTW. Khasiat dan Manfaat Susu Kambing : Susu
Terbaik Dari Hewan Ruminansia Jakarta: AgroMedia Pustaka; 2008.

15. Chotiah S. Beberapa Bakteri Patogen yang Mungkin Dapat Ditemukan pada Susu
Sapi dan Pencegahannya. In Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah
Menuju Perdagangan Bebas - 2020; 2008; Bogor. p. 259-271.

16. Saleh E. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Skripsi. Universitas
Sumatera Utara, Fakultas Pertanian; 2004.

17. Sodiq A, Abidin Z. Meningkatkan Produksi Susu Kambing Peternakan Etawa


Jakarta: AgroMedia Pustaka; 2008.

18. [FAO] Food Agricultural Organization. Milk Proccessing Guide Series : Hygienic
Milk Handling and Processing Kenya: FAO/TPC/KEN/6611 Project ; 2004.

19. Santoso L, Rukmi I, Lestari O. Jumlah total Bakteri dan Coliform dalam Air Susu
Sapi Segar Pada Pedagang Pengecer di Kota Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 2012; 1(2).

20. Bahri S. Mewaspadai Cemaran Mikroba Pada Bahan Pangan, Pakan, dan Produk
Peternakan di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 2001 55-64; 20(2).

21. Sutherland PS. Mycobacteria.In: Foodborne Microorganisms of Public Health


Significance Australia: Australian Institute of Food Science and Technology
Incorporated (NSW Branch); 2003.

22. [HITM] Hospitality Institute of Technology Management. Food Safety Hazards


And Controls For The Home Food Preparer Minnesota: HITM; 2006.

23. Brooks G, Butel J, Morse S. Mikrobiologi Kedokteran Jakarta: EGC; 2007.

24. Jawetz E, Menick JL, Adelberg EA. Mikrobiologi Kedokteran Mudihardi E,


32

editor. Jakarta: Salemba Medika; 2001.

25. Nurliyani , Wahyuni E, Susi. Milk Quality of Dairy Farmer, Milk Collector,and
Retail in Yogyakarta and Surrounding Area. In Pengembangan Agroindustri
Usaha Persususan Nasional untuk Perbaikan Gizi Masyarakat dan Kesejahteraan;
2008; Yogyakarta. p. 203-209.

26. Garrity G, Bell J, Lilburn T. Taxonomic Outline of The Prokaryotes Bergey's


Manual of Systemic Bacteriology New York: Bergey's Manual Trust; 2004.

27. Suardana I, Sumiarto B, Lukman D. Isolasi dan Identifikasi Escherichia coli


O157:H7 pada Daging Sapi di Kabupaten Bandung Provinsi Bali. Jurnal
Veteriner. 2007; 8(1): p. 16-23.

28. Sartika RA, Indrawani YM, Sudiarti T. Analisis Mikrobiologi Escherichia coli
0157:H7 Pada Hasil Olahan Hewan Sapi dalam Proses Produksinya. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. 2005; 9: p. 23-28.

29. Grahatika R. Identifikasi dan Pemeriksaan Jumlah Total Bakteri Pada Susu Sapi
di Kabupaten Karanganyar. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammdiyah
Surakarta, Fakultas Farmasi; 2009.

30. Muzira I, Ngarambe M, Ndankuu O, Cherono KP. Hygienic Milk Production


Kenya: Nairobi; 2006.

31. Rombaut R. Dairy Microbiology and Starter Cultures. Laboratory of Food


Technology and Engineering Belgium: Gent University; 2005.

32. Balia RL, Harlia E, Suryanto D. Jumlah Bakteri Total dan Koliform pada Susu
Segar Peternakan Sapi Perah Rakyat dan Susu Pasteurisasi Tanpa Kemasan di
Pedagang Kaki Lima Bandung: Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran;
2008.

33. Bas M, Ersun A, Kivanc G. The Evaluation of Food Hygiene Knowledge,


Attitudes and Practices of Food Handlers In Food Businesses In Turkey. Journal
Food Counter. 2004; 17: p. 317-322.

34. Nel S, Lues J, Buys E, Venter P. The ersonal and General Hygiene Practices In
The Deboning Room of A High Throughput Red Meat Abattoir. Journal Food
Counter. 2004; 15: p. 571-578.
33

35. Elmoslemanya. The Association Between Bulk Tank Milk Analysis For Raw
Milk Quality and On-farm Management Practices. Preventive Vetenary Medicine.
2010; 95: p. 32-40.

36. Lukman D. Penuntun Praktikum Higiene Pangan Asal Hewan : Penghitungan


Jumlah Mikroorganisme dengan Hitungan Cawan Bogor: Kesmavet FKH IPB;
2009.

37. Bereda A, Yilma Z, Nurfeta A. Hygienic and Microbial Quality of Raw Whole
Cow’s Milk Produced in Ezha District of The Gurage Zone,Southern Ethiopia.
Journal of Agricultural Research. 2012 Desember; 1(11).

38. Patrick IW, Jubb TF. Comparing Biosecurity in Smallholder Broiler and Layer
Farms in Bali and West Java. In Proceeding Towards The Adoption of Cost-
Effective Biosecurity on NICPS Farms in Indonesia; 2010; Bogor. p. 5-12.

39. Thrmo Fischer Scientific. Dehydrate Culture Media EOSIN METHYLENE


BLUE AGAR (MODIFIED) LEVIN; 2013.

40. Pommerville. Alcamo's Fundamental of Microbiology London: Jones and Bartlett


Publisher; 2004.

41. Shodikin MA. kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Es yang Digunakan oleh
Pedagang Kaki Lima di Sekitar Kampus Universitas Jember. Biomedis. 2007;
1(1): p. 26-33.

42. Sanjaya AW, Sudarwanto M, Soejoedono RR. Higiene Pangan Bogor: FKH-IPB;
2007.

43. Hayes MC, Boor K. Raw Milk and Fluid Milk Products. Journal Applied Dairy
Microbiologi. 2001;: p. 59-76.

44. Reij MW, Antrekker ED. Recontamination as a Source of Pathogen In Processed


Food. International Journal of Food MIcrobiology. 2004; 91(1): p. 1-11.

45. Djafar TF, Rahayu ES, Siti R. Cemaran Mikroba Pada Susu dan Produk Unggas.
In Proceeding Seminar Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan; 2005;
Jakarta. p. 5-29.

46. Depkes RI. Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman Jakarta: Ditjen PPM dan
34

PL; 2004.

47. Widyati R, Retno. Higiene dan Sanitasi Umum Jakarta: Grasindo; 2002.

Anda mungkin juga menyukai