Anda di halaman 1dari 75

KEGIATAN 1

TEKANAN DARAH

A. Tujuan praktikum

1. Tujuan kegiatan
a. Mengetahui pengaruh suhu tubuh terhadap tekanan darah sistole dan
diastole.
b. Mengetahui pengaruh aktivitas tubuh terhadap tekanan darah sistole
dan diastole.
2. Kompetensi khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran tekana darah sistole dan
diastole.
b. Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
tekanan darah sistole dan diastole.

B. Dasar Teori

Setiap organisme multiseluler yang telah memiliki sistern kardiovasa se-


lalu mendistribusikan darahnya ke seluruh tubuh untuk mensuplai segala ke-
butuhan sel sebagai struktur dasar fungsional kehidupan dalam rangka men-
jaga kelangsungan hidup (continuity of life). Jantung dalam hal ini berperan
sebagai pompa sehingga darah dapat mengalir melalui pembuluh darah (vasa)
ke seluruh jaringan. Jantung secara bergantian berkontraksi dan berelaksasi
dalam siklus berirama. Ketika berkontraksi, jantung memompa darah; ketika
berelaksasi, bilik-bilik akan terisi dengan darah. Satu urutan lengkap pemom-
paan dan pengisian disebut siklus jantung (cardiac cycle). Fase kontraksi sik-
lus disebut sistol, dan fase relaksasi disebut diastole (Campbell dkk, 2000:47).
Manifestasi kontraksi jantung tersebut dapat dirasakan pada hampir seluruh
pembuluh arteri berupa denyut nadi (pulsus). Pulsus merupakan salah satu
indikator parameter fungsi fisiologis hewan maupun manusia.

Jantung diinervasi (disarafi) oleh saraf otonom yang terdiri atas saraf sim-
patis dan parasimpatis. Simpatis berperan meningkatkan frekuensi denyut ke-
kuatan kontraksi jantung, sedangkan parasimpatis berperan sebaliknya. De-
ngan demikian rangsangan saraf sirnpatis akan berakibat meningkatnya teka-

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 1


nan darah, dan sebaliknya rangsangan saraf parasimpatis akan moenurunkan
tekanan darah.

Vaskuler (pembuluh darah) dapat dikategorikan berdasarkan ukurannya


sebagai berikut: aorta, arteri, arteriola" kapiler, venula, vena, dan vena cava.
Struktur arteri (vena) tersusun atas lapisan endothel, otot polos, dan jaringan
ikat. Struktur arteriola tersusun atas lapisan endothel, dan otot polos. Struktur
kapiler tersusun atas lapisan endothel. Hubungan antara arteriola dan venula
disebut anastomose artcriovenula (pembuluh dalah shunr). Arteriola sebagai
pembuluh darah resistan berfungsi mengatur aliran darah dari arteri ke kapi-
ler. Pertukaran zat-zat yang terlarut dalcm cairan darah ke jaringan tubuh dan
sebaliknya terjadi melalui kapiler. Keistimewaannya pembulu vena adalah
adanya katup-katup terutamapada vena didaerah ekstremitas (anggota badan)
yang terdiri atas 2 lapisan semilunaris yang menonjol ke dalam lumen.

Denyut nadi (pulsus) dapat dirasakan melalui pembuluh darah darah su-
perfisial seperti: arteri radialis. Pulsus rnerupakan manifestasi dari kontraksi
jantung. Efek Windkessel yaitu aorta akan rnengembang jika ventrikel berkon-
traksi sehingga darah dari ventrikel dapat tertampung dalam aorta dan diterus-
kan ke arteri. Aorta mempunyai daya komplians yang sanagt tinggi.

Frekuensi denyut jantung (heart rate, HR) yaitu banyak denyut jantung
permenit. Stroke volume (SV) yaitu volume satu kali pompa yang merupakan
volume akhir diastole dikurangi volume akhir systole. volume akhir diastole
tergantung regangan, tekanan mendorong vena cava. Cardiac Output (CO)
adalah banyak darah yang dipompa selama satu menit.

Starling’s law (Hukum Starling) yaitu makin tinggi regangan pada otot
jantung, maka makin kuat kontraksinya.
1. Menghitung Cardiac Output dengan menggunakan rumus:
Cardiac Output (CO) = HR x SV
2. Bagaimana jumlah CO setelah melakukan kegiatan?
Akibat kontraksi jantung yang terus menerus dan secara ritmis dalam
rangka mensuplai kebutuhan zat-zat yang diperlukan oleh jaringan tubuh,

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 2


maka timbul tekanan dorongan ke seluruh pembuluh darah terutama arteri
(Green, 1973:17). pengaliran darah ke jaringan melalui kapiler diatur oleh otot
polos yang terdapat pada arteriole. bila jumlah darah yang dipompa oleh jan-
tung dan yang mengalir ke seluruh jaringan tubuh lewat arteriole seimbang,
maka tekanan darah di arteri stabil. akan tetapi jika jumlah darah yang dipom-
pa jantung lebih banyak daripada yang keluar lewat arteriole, maka timbul
masalah peningkatan tekanan darah (hipertensi).

Tekanan darah sistole maupun diastole merupakan salah satu indikator


parameter fungsi fisiologis jantung. tekanan darah diukur secara langsung
dengan menempatkan alat pengukur pada arteri. Pada manusia pengukuran
tekanan darah systole dan diastole dilakukan secara tidak langsung dengan
menggunakan sabuk tekan dan sphygmomanometer.

Tekanan darah adalah tekanan yang mendesak dinding arteri ketika ven-
trikel kiri melakukan sistol kemudian diastole. Pengukurannya menggunakan
sfignomanometer. Tekanan darah sistol adalah tekanan darah yang direkam
selama kontraksi ventrikuler. Tekanan darah diastole adalah tekanan darah
yang direkam selama relaksasi ventrikular. Tekanan darah normal adalah
120/80 mmHg. Tekanan denyutan adalah perbedaan antara tekanan sistolik
dan diastolik. Tekanan denyutan normal kira-kira 40 mmHg yang memberikan
informasi tentang kondisi arteri (Soewolo dkk, 2005: 265-261).

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Teka-
nan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Te-
kanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat.
Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap
tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sam-
pai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80.

Adapun cara pengukuran tekanan darah dimulai dengan membalutkan


manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas dan dikembangkan
dengan pompa. Tekanan dalam manset dinaikkan sampai denyut radial atau

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 3


brakial meng-hilang. Hilangnya denyutan menunjukkan bahwa tekanan sis-
tolik darah telah dilampaui dan arteri brakialis telah tertutup. Manset dikem-
bangkan lagi sebesar 20 sampai 30 mmHg diatas titik hilangnya denyutan ra-
dial. Kemudian manset dikempiskan perlahan, dan dilakukan pembacaan se-
cara auskultasi maupun palpasi. Dengan palpasi kita hanya dapat mengukur
tekanan sistolik. Sedangkan dengan auskultasi kita dapat mengukur tekanan
sistolik dan diastolik dengan lebih akurat. Untuk mengauskultasi tekanan da-
rah, ujung stetoskop yang berbentuk corong atau diafragma diletakkan pada
arteri brakialis, tepat di bawah lipatan siku (rongga antekubital), yang meru-
pakan titik dimana arteri brakialis muncul diantara kedua kaput otot biseps.
Manset dikempiskan dengan kecepatan 2 sampai 3 mmHg per detik, semen-
tara kita mendengarkan awitan bunyi berdetak, yang menunjukkan tekanan
darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai Bunyi Korotkoff yang terjadi
bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus terdengar dari arteri brakialis
sampai tekanan dalam manset turun di bawah tekanan diastolik dan pada titik
tersebut, bunyi akan menghilang (Smeltzer & Bare, 2001 dalam Repository
usu 2012).

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi jumlah denyut jantung sese-
orang, yaitu aktivitas fisik atau tingkat kebugaran seseorang, suhu udara di-
sekitar, posisi tubuh (berbaring atau berdiri), tingkat emosi, Ukuran tubuh
serta obat yang sedang dikonsumsi. Denyut jantung seseorang juga dipenga-
ruhi oleh usia dan aktivitasnya. Olahraga atau aktivitas fisik dapat meningkat-
kan jumlah denyut jantung, namun jika jumlahnya terlalu berlebihan atau di
luar batas sehat dapat menimbulkan bahaya. Berbagai penelitian membuktikan
bahwa daya tahan kardiorespirasi adalah salah satu indikator obyektif dalam
mengukur aktivitas fisik seseorang dan merupakan komponen terpenting da-
lam meningkatkan kebugaran jasmani seseorang. Olahraga menyebabkan pe-
rubahan besar dalam sistem sirkulasi dan pernapasan, dimana keduanya ber-
langsung bersamaan sebagai bagian dari respon homeostatik. Respon tubuh
terhadap olahraga yang melibatkan kontraksi otot dapat berupa peningkatan
kecepatan denyut jantung (Necel, dalam Hilwa Walida dkk, 2011).

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 4


Penelitian dari Linda S. Pescatello, PhD; Ann E. Fargo, MA; Charles N. Leach
Jr., MD; and Herbert H. Scherzer, MD diperoleh hasil yaitu selama olahraga
sekitar 30 menit pada pada orang normal (tidak mengalami hiper-tensi) terjadi
peningkatan tekanan darah dari 117/76 mmHg menjadi 122/74 mmHg serta.
Begitu pula dengan frekunsi denyut jantung, yang pada awalnya sebanyak 66
kali/menit meningkat menjadi 78 kali/menit. Sedangkan pada orang yang
mengalami hipertensi, selama olahraga sekitar 30 menit terjadi penurunan
mengalami hipertensi, selama olahragasekitar 30 menit terjadi pe-nurunan
tekanan darah dari 136/91 mmHg menjadi 130/82 mmHg penurunan ini terjadi
pula pada frekuensi denyut jantungnya dari 83 kali/menit menjadi 80
kali/menit (cicr.ahajournals.org dalam Hilwa Walida dkk, 2011).

C. Metode praktikum
1. Jenis kegiatan : eksperimen.
2. Obyek pengamatan : tekana darah arteri.
3. Bahan dan alat.
Pengukuran tekanan darah sistole dan diastole memerlukan alat-alat dan
bahan sebagai berikut :
1) Tensimeter (sphygmomanometer) dengan sabuk tekanan.
2) Stetoskop.
4. Cara kerja
1) Melilitkan sabuk tekanan yang telah dilengkapi dengan pompa dan
sphygmomanometer (tenzimeter) pada lengan atas tepatnya diatas
sendi siku. Meletakkan kepala steteskop pada bawa sabuk tekan tepat
diatas arteri radialis selanjutnya dengarkan siara denyut jantung.
Pompa sampai sabuk tekan menekan lengan dan suara jantung tidak
terdengar lagi. Setelah itu mengendorkan skrup pengatur pada pompa
sedemikian rupa sehingga udara keluar (nggembos) dan pantau suara
jantung dengan seksama. Apabila suara jantung terdengar (koroskof),
maka hal itu menunjukan tekana sistole, teruskan penggembosan dan
monitor terus suara jantung sampai tak terdengar lagi, nah pada saat itu
merupakan tekanan diastole.

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 5


2) Melakukan pengukuran ini beberapa kali dengan posisi yang berbeda,
misalnya dengan duduk dan berbaring. Pada keadaan biasa dan
keadaan segera setelah melakukan aktivitas.

D. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil

Data hasil pengukuran ditampilkan pada lembar berikutnya. Analisis data


ditampilkan pada lampiran.

Table 1. Data Hasil Pengukuran Tekanan Sistol Dan Diastol

Tekanan sistol/diastole
Jenis Sebelum Setelah
No Inisial Umur Sebelum Setelah
kelamin dimasukkan dimasukkan
kegiatan kegiatan
kulkas kulkas
1 Ln L 23 120/80 140/90 120/80 90/70
2 Wnr L 23 120/80 130/90 120/80 110/80
3 Glh P 23 110/80 120/80 110/80 100/70
4 Rtn P 24 110/70 110/70 110/70 100/70
5 Sw P 23 120/70 130/80 120/70 90/60
6 Nv P 22 110/80 130/80 110/80 100/70
7 Rsch L 23 100/80 120/100 100/80 100/70
8 Nryt P 25 110/75 110/80 110/75 100/70
9 Ar P 26 90/75 95/65 90/75 90/60
10 Rr P 22 90/70 100/65 90/70 90/70
11 Hsty P 23 100/75 100/80 100/75 90/60
12 Gt P 23 120/90 125/90 110/80 100/80
13 Dw I P 22 100/70 125/80 110/80 90/70

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 6


14 AS L 23 120/80 125/80 120/80 110/70
15 Dw A P 23 110/80 120/80 100/80 90/60
16 Dhrk P 22 110/80 130/90 110/80 100/60
17 Lfa P 23 100/70 90/70 90/70 88/74
18 Tt L 27 100/70 110/70 110/70 104/70
19 Ank P 30 110/80 125/95 100/80 100/75
20 Chy P 22 100/60 110/80 110/80 90/70
21 Hrf P 25 110/60 130/65 110/65 110/70
22 Ah L 23 118/86 120/72 118/86 88/68
23 Ng L 24 120/78 122/78 120/78 90/70
24 Sp P 23 100/75 110/86 100/75 85/65
25 Da P 24 98/68 100/60 98/68 80/50
26 Mn P 25 90/70 118/72 90/70 100/65
TOTAL 2786/1952 3045/2048 2776/1977 2485/1767
RATA-RATA 107,15/75,08 117,12/78,77 106,77/76,04 95,58/67,96
Std.deviasi 9,99/7,08 12,68/10,06 10,07/5,30 8,05/6,59
Table 2. Data Tekanan Darah Naracoba Perempuan

Tekanan Sistole/Diastole (mm/Hg)


Data Sebelum Setelah
Sebelum Setelah
dimasukkan dimasukkan
kegiatan kegiatan
kulkas kulkas
Total 2178/1468 1793/1269
Rata-rata 114,63/77,26 94,37/66,79
Std.deviasi 13,03/9,60 7,33/7,05

Tabel 3. Data Tekanan Darah Naracoba Laki-Laki

Tekanan Sistole/Diastole (mm/Hg)


Data Sebelum Setelah
Sebelum Setelah
dimasukkan dimasukkan
kegiatan kegiatan
kulkas kulkas
Total 798/554 867/580 808/554 692/498
Rata-rata 114/79,14 123,86/82,86 115,43/79,14 98,86/71,14
Std.deviasi 9,59/4,74 9,35/10,88 7,72/4,74 9,58/3,98

Table 4. Tekanan Darah Berdasarkan Aktivitas

Tekanan Sistole/Diastole (mm/Hg)


Data kelas Sebelum Setelah
Sebelum Setelah
dimasukkan dimasukkan
kegiatan kegiatan
kulkas kulkas
Total 2786/1952 3045/2048 2776/1977 2485/1767
Rata-rata 107,15/75,08 117,12/78,77 106,77/76,04 95,58/67,96

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 7


Std.deviasi 9,99/7,08 12,68/10,06 10,07/5,30 8,05/6,59

 nalisis data menggunakan spss

Perempuan

Sistol

 sebelum dan sesuadah melakukan kegiatan


Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence Interval
of the Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair 1
sistolsblmkegputri - -10.00000 9.68389 2.22164 -14.66749 -5.33251 -4.501 18 .000
sistolssdhkegputri

 Sebelum dan sesudah tangan dimasukkan ke dalam kulkas


Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence Interval
of the Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair 1 sistlsblmmskputri - 9.21053 9.25310 2.12281 4.75067 13.67038 4.339 18 .000
sistlssdhmskputri

Diastole

 Sebelum dan sesudah melakukan kegiatan


Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence Interval
of the Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair 1 diastolsblmkegputri - -3.68421 7.65980 1.75728 -7.37612 .00769 -2.097 18 .050
diastolssdhkegputri

 Sebelum dan sesudah tangan dimasukkan ke dalam kulkas

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 8


Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence Interval


of the Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair 1 sistlsblmmskputri - 9.21053 9.25310 2.12281 4.75067 13.67038 4.339 18 .000
sistlssdhmskputri
Laki-laki

Sistol
 Sebelum dan sesudah melakukan kegiatan
Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence Interval Sig. (2-
Std. Std. Error t df
Mean of the Difference tailed)
Deviation Mean
Lower Upper
Pair 1 sistolsblmkegputra - -9.85714 7.66874 2.89851 -16.94954 -2.76474 -3.401 6 .014
sistolssdhkegputra

 Sebelum dan sesudah tangan dimasukkan ke dalam kulkas


Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence Interval
of the Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair 1 sistolsblmmskputra - 16.57143 12.99817 4.91285 4.55013 28.59273 3.373 6 .015
sistolssdhmskputra

Diastole

 Sebelum dan sesudah melakukan kegiatan


Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence Interval
of the Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair 1 diastolsblmkegputra - -3.71429 10.79682 4.08082 -13.69968 6.27111 -.910 6 .398
diastolssdhkegputra

 Sebelum dan sesudah tangan dimasukkan ke dalam kulkas

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 9


Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence Interval
of the Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair 1 sistolsblmmskputra - 16.57143 12.99817 4.91285 4.55013 28.59273 3.373 6 .015
sistolssdhmskputra

Kelas
Sistol
 Sebelum dan sesudah melakukan kegiatan
Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence Interval
of the Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair 1 sistolsblmkegdtkls - -9.96154 9.03540 1.77199 -13.61102 -6.31206 -5.622 25 .000
sitolssdhkegdtkls

 Sebelum dan sesudah tangan dimasukkan ke dalam kulkas


Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence Interval
of the Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair 1 sistolsblmkegdtkls - -9.96154 9.03540 1.77199 -13.61102 -6.31206 -5.622 25 .000
sitolssdhkegdtkls

Diastole

 Sebelum dan sesudah melakukan kegiatan


Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence Interval
of the Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair 1 diastlsblmkegdtkls - -3.69231 8.37983 1.64342 -7.07699 -.30762 -2.247 25 .034
diastlssdhkegdtkls

 Sebelum dan sesudah tangan dimasukan ke dalam kulkas

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 10


Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence Interval
of the Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair 1 diastolsblmmskdtkls - 8.07692 7.16058 1.40430 5.18470 10.96914 5.752 25 .000
diastolssdhmskdtkls

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 11


2. Pembahasan

Kegiatan praktikum tentang tekanan darah ini adalah mengukur teka-


nan darah sistol dan diastol dalam beberapa keadaan, pertama sebelum dan
sesudah melakukan kegiatan, kedua sebelum dan sesudah tangan dimasuk-
kan ke dalam kulkas. Tekanan darah adalah tekanan yang disebabkan oleh
darah terhadap dinding pembuluh arteri saat bilik (ventrikel) jantung me-
lakukan sistol kemudian diastol. Tekanan darah sistol adalah tekanan yang
direkam saat ventrikel jantung berkontraksi. Tekanan darah diastol adalah
tekanan yang direkam saat ventrikel jantung berelaksasi. Tekanan darah
tergantung pada volume darah dalam pembuluh darah, dan seberapa
mudah pembuluh darah dapat meregang.

Rata-rata tekanan darah dari hasil pengukuran yang telah dilakukan


pada keadaan normal adalah 107,15/75,08 mmHg. Hasil ini menunjukkan
bahwa rata-rata tekanan darah dari kelas yang dilakukan pengukuran ber-
ada pada kisaran tekanan darah normal karena rasio tekanan sistolik ter-
hadap tekanan diastolik pada usia dewasa, normalnya berkisar dari 100/60
mmHg sampai 140/90 mmHg dengan rata-rata tekanan darah normal
biasanya 120/80 mmHg. Akan tetapi ada empat orang dengan inisial Ar,
Rr, Da, Mn yang tekanan sistolnya kurang dari 100 mmHg. Menurut hasil
pengukuran ini, keempat orang tersebut dikatakan mempunyai tekanan
darah rendah.

Setelah melakukan kegiatan (naik turun tangga / berlari dalam bebe-


rapa menit, tekanan sistol probandus meningkat kecuali probandus ber-
inisial Lfa yang justru menurun dari 100 mmHg menjadi 90 mmHg. Be-
gitu pula dengan tekanan diastol sebagian besar probandus pun meningkat
kecuali probandus berinisial Ar (75 mmHg menjadi 65 mmHg), Rr
(70 mmHg menjadi 65 mmHg), Ah (86 mmHg menjadi 72 mmHg), dan
Da (68 mmHg menjadi 60 mmHg).

Rata-rata hasil pengukuran yang menunjukkan peningkatan tekanan


sistol ataupun diastol setelah melakukan aktivitas sesuai dengan hasil

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 12


penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan oleh Linda S. Pescatello,
PhD; Ann E. Fargo, MA; CharlesN. Leach Jr., MD; and Herbert H.
Scherzer, MD. Penelitian yang dilakukan tersebut memperoleh hasil
bahwa selama olah raga sekitar 30 menit pada pada orang normal terjadi
peningkatan tekanan darah dari 117/76 mmHg menjadi 122/74 mmHg.
Begitu pula dengan frekunsi denyut jantung, yang pada awalnya
sebanyak 66 kali/menit meningkat menjadi 78 kali/menit (cicr.ahajournals.
org, 1991). Perbedaan tekanan sistol dan diastole sebelum dan sesudah
melakukan kegiatan baik laki-laki, perempuan, atau data kelas dapat pula
dilihat dari hasil uji t yang menunjukkan nilai sig. 0.00 (< 0.05) yang
berarti ada perbedaan tekanan sistol-diastole sebelum dan sesudah me-
lakukan kegiatan.

Kenaikkan tekanan darah setelah melakukan kegiatan disebabkan


karena selama melakukan kegiatan tekanan arterial dan aliran darah naik,
hal ini akibat kembalian darah melewati pembuluh darah balik vena
meningkat melalui kerja sistem saraf simpatik. Hasilnya adalah mening-
katnya volume akhir diastole yang secara otomatis meningkatkan volume
sekuncup atau volum darah ketika jantung berelaksasi. Aliran darah yang
naik menyebabkan jantung memompa darah lebih giat dan cepat yang
berakibat pada tekanan darah sistol dan tekanan diastol mengalami
kenaikan. Kegiatan yang dilakukan juga menyebabkan denyut jantung
akan meningkat.

Saat kondisi normal, semua sel-sel tubuh menerima sejumlah oksigen


melalui darah setiap menit untuk memelihara agar sel-sel tubuh dapat
bekerja secara efisien yang lebih dikenal dengan istilah regulasi. Selama
kegiatan, sel-sel tubuh bekerja sangat aktif bekerja sehingga memerlukan
pasokan oksigen yang lebih banyak. Hal ini menyebabkan darah dipompa
lebih cepat. Darah yang dipompa ke luar jantung memiliki kekuatan dan
kecepatan mengalir tertentu. Kekuatan ini dilanjutkan oleh pembuluh nadi.
Oleh karena otot pembuluh nadi elastis maka nadi ikut berdenyut.

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 13


Kegiatan yang dilakukan juga meningkatkan suhu tubuh. Kenaikkan
suhu tubuh ini direspon oleh termofosfat yang ada di hipotalamus sebagai
pusat koordinasi homeostasis tubuh. Hipotamus akan melakukan regulasi
suhu tubuh agar tetap pada kisaran normal dengan cara vasodilatasi, yaitu
memperbesar pembuluh darah superfisal pada kulit agar darah panas
banyak yang mengalir sehingga memperbanyak pelepasan panas secara
evaporasi. Akibat pembuluh darah superfisal membesar, kerja jantung juga
meningkat untuk memperbanyak jumlah darah yang dipompa hali ini
secara otomatis menjadikan tekanan sistol dan siastol pun meningkat.

Percobaan kedua pada praktikum ini adalah pemberian kondisi ekstrem


dingin terhadap tubuh dengan memasukkan salah satu tangan ke dalam
kulkas selama 5 menit. Rata-rata hasil pengukuran tekanan darah sistol dan
diastol sebelum salah tangan dimasukkan ke dalam kulkas adalah
106,77/76,04 mmHg dengan standar deviasi 10,07/5,30. Setelah salah satu
tangan dimasukkan ke dalam kulkas, rata-rata hasil pengukuran tekanan
darah sistol dan diastol adalah 95,58/67,96 mmHg dengan standar deviasi
8,05/6,59. Tekanan darah semua probandus pada percobaan kedua ini
mengalami penurunan yang berarti ada perbedaan tekanan sistol dan
diastole sebelum dan sesudah tangan dimasukkan ke dalam kulkas baik
laki-laki, perempuan, atau data kelas yang dapat dilihat dari hasil uji t.
Hasil uji t menunjukkan nilai sig. 0.00 (< 0.05) yang berarti ada perbedaan
tekanan sistol-diastole sebelum dan sesudah tangan dimasukkan ke dalam
kulkas. Terjadinya perubahan tekanan darah ini berkaitan dengan penga-
turan suhu tubuh. Saat suhu lingkungan dingin, panas dalam tubuh
dipertahankan dengan cara mengurangi kehilangan panas. Hipotalus
mengurangi kehilangan panas dari dalam tubuh dengan cara melakukan
proses vasokonstriksi, yaitu menyempitkan pembuluh darah superfisal
agar darah yang mengalir sedikit dan memindahkan aliran darah ke dalam
tubuh untuk mengurangi pelapasan panas melalui proses evaporasi. Akibat
mengecilnya pembuluh darah superfisal, kerja jantung pun melambat
sehingga tekanan darah sistol dan diastol pun menurun.

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 14


Hasil pengukuran tekanan darah probandus dari praktikum yang telah
dilakukan menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Menurut teori yang ada,
tekanan darah laki-laki lebih tinggi dari tekanan darah pada wanita. Akan
tetapi pada praktikum yang telah dilakukan, tekanan darah probandus laki-
laki berinisial Rsch dan Tt lebih rendah daripada tekanan darah probandus
wanita. Banyak faktor yang mempengaruhi tekanan darah, diantaranya
adalah keadaan psikis yang menyebabkan saraf simpatis merangsang
jantung bekerja lebih cepat sehingga meningkatkan tekanan darah, beban
pikiran yang berat menyebabkan saraf simpatik merangsang jantung
sehingga tekanan darah meningkat, penyakit yang diderita yang
berpengaruh pada kerja jantung dan nantinya berpengaruh pada tekanan
darah. Selain faktor tersebut, tekanan darah, umumnya, ditentukan oleh:
a. Tahanan perifer, ini dipengaruhi oleh terjadinya kontriksi
(penyempitan) dan dilatasi (pelebaran) arteriol dan vena,
b. Tekanan jantung, ini dipengaruhi oleh jumlah darah dalam jantung dan
kekuatan kontraksi jantung,
c. Volume darah, dalam arteri ini dipengaruhi oleh keluaran jantung dan
tahanan perifer.

Saat proses pengukuran tekanan darah sistol dan diastol pada prak-
tikum kali ini, tidak semua probandus dapat melakukan pengukuran de-
ngan baik. Tentu ada kesalahan yang dilakukan probandus dalam proses
pengukuran karena ketidakseringan probandus menggunakan sphygmo-
manometer yang menyebabkan kesulitan probandus menggunakan se-
kaligus menentukan hasil pengukuran tekanan darah sistol dan diastol
secara tepat. Hal ini menyebabkan hasil pengukuran tekanan darah yang
diperoleh bisa saja bukan hasil yang sebenarnya. Oleh sebab itu untuk me-
lakukan pengukuran tekanan darah menggunakan sphygmomanometer di-
perlukan keahlian dalam menggunakannya agar dapat melakukan pengu-
kuran tekanan darah yang tepat.

E. Kesimpulan

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 15


Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
1. Suhu mempengaruhi tekanan darah sistol
dan diastol, jika suhu tubuh meningkat maka tekanan darah sistol dan
diastol pun akan meningkat dan sebaliknya.
2. Aktivitas tubuh mempengaruhi tekanan
darah sistol dan diastole. Jika aktivitas tubuh meningkat maka tekanan
darah sistol dan diastole juga akan meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2000. Biologi, Edisi Kelima-
Jilid 3. (Terjemahan Wasmen Manalu). Jakarta: Erlangga. (Buku asli
diterbitkan tahun 1999).

Djukri & Heru Nurcahyo. 2009. Petunjuk praktikum biologi. Yogyakarta:


Prodi PSn PPs UNY.

Repository usu .2012. Tekanan darah. (Network) diunduh melalaui


http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=tekanan+darah+manusia+pdf&source=web&cd=8&ca
d=rja&ved=0CE8QFjAH&url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id
%2Fbitstream%2F123456789%2F20131%2F4%2FChapter
%2520II.pdf&ei=bgLIUIGYNJHRrQeX7IHIDw&usg=AFQjCNFYP
6Ye2eYavg2WcamksztbrpDUqA pada Kamis 13 Desember 2012
melalaui

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 16


Soewolo, Soedjono Basoeki & Titi Yudani. 2005. Fisiologi manusia. Malang:
Universitas Negeri Malang

Walida, Hilwa, dkk. 2011. Laporan praktikum anatomi fisiologi manusia


“denyut jantung, tekanan darah, dan gerak refleks” .(Network)
diiunduh melalaui http://www.google.-
co.id/#hl=id&tbo=d&sclient=psy-
ab&q=tekanan+darah+manusia+pdf&oq=tekanan+darah+manusia&g
s_l=hp.1.2.0l5j0i5i30l5.122148.125015.3.128709.17.12.2.0.0.9.388.3
100.0j2j7j3.12.0...0.0...1c.1.Hazqmnk5_qU&psj=1&bav=on.2,or.r_gc
.r_pw.r_qf.&fp=7fc3e8d2b81ca42b&bpcl=39650382&biw=1366&bih
=595 pada Kamis 13 Desember 2012.

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 17


LAMPIRAN

1. Uji t Rata-rata Data Kelas Sistole tekanan darah sebelum melakukan kegiatan
lari dan sesudah melakukan kegiatan

A. Hipotesis
Ho : µ1 = µ2 ( Rata-rata data systole kelas IPA sebelum melakukan kegitan
lari sama dengan sesudah melakukan kegiatan lari )

H1 : µ1 ≠ µ2 (Rata-rata data systole kelas IPA sebelum melakukan kegitan


lari tidak sama dengan sesudah melakukan kegiatan lari)

B. Taraf Signifikansi 5 %
C. Komputasi
Sampel n Rata-rata Variansi (s2)

Sebelum keg 26 107.15 9.99

Setelah keg 26 117.12 12.68

(n1  1) s12  (n 2  1) s 22
s2 =
n1  n2  2

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 18


(26  1)9,99  (26  1)12,68
=
26  26  2
25 x9,99  25 x12,68
=
50
= 11,335
s = 3,367
x1  x 2 107,15  117 ,12
t = 1 1 = 1 1 = -10,667
s  3,37 
n1 n2 26 26

D. Kriteria Pengujian
tolak H0 jika t hitung < - t (1-1/2α; n1+n2-2) ,atau t hitung > t (1-1/2α; n1+n2-2)

E. Keputusan
Karena harga t hitung < – t ( 0,975; 50) = -10,667 < - 2,008, maka H0 ditolak.

F. Kesimpulan
Rata-rata tekanan darah systole kelas IPA untuk sebelum kegiatan tidak
sama dengan sesudah kegiatan lari

2. Uji t Rata-rata Data Kelas Diastole tekanan darah sebelum melakukan


kegiatan lari dan sesudah melakukan lari

A. Hipotesis
Ho : µ1 = µ2 ( Rata-rata data Diastole kelas IPA sebelum melakukan
kegitan lari sama dengan sesudah melakukan kegiatan lari )

H1 : µ1 ≠ µ2 (Rata-rata data Diastole kelas IPA sebelum melakukan kegitan


lari tidak sama dengan sesudah melakukan kegiatan lari)

B. Taraf Signifikansi 5 %
C. Komputasi
Sampel n Rata-rata Variansi (s2)

Sebelum keg 26 75.08 7.08

Setelah keg 26 78.77 10.06

(n1  1) s12  (n 2  1) s 22
s2 =
n1  n2  2

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 19


(26  1)7,08  (26  1)10,06
=
26  26  2
25 x7,08  25 x10,06
=
50
= 8,57
s = 2,927
x1  x 2 75,08  78,77
t = 1 1 = 1 1 = -4,541
s  2,93 
n1 n2 26 26

D. Kriteria Pengujian
tolak H0 jika t hitung < - t (1-1/2α; n1+n2-2) ,atau t hitung > t (1-1/2α; n1+n2-2)

E. Keputusan
Karena harga t hitung < – t ( 0,975; 50) = -4,541 < - 2,008, maka H0 ditolak.

F. Kesimpulan
Rata-rata tekanan darah diastole kelas IPA untuk sebelum kegiatan tidak
sama dengan sesudah kegiatan lari

3. Uji t Rata-rata Data Kelas Sistole tekanan darah sebelum melakukan kegiatan
lari dan sesudah masuk kulkas

A. Hipotesis
Ho : µ1 = µ2 ( Rata-rata data Sistole kelas IPA sebelum masuk kulkas sama
dengan sesudah masuk kulkas)

H1 : µ1 ≠ µ2 (Rata-rata data Sistole kelas IPA sebelum masuk kulkas tidak


sama dengan sesudah masuk kulkas)

B. Taraf Signifikansi 5 %
C. Komputasi
Sampel n Rata-rata Variansi (s2)

Sebelum keg 26 106,77 10,07

Setelah keg 26 95,58 8,05

(n1  1) s12  (n 2  1) s 22
s2 =
n1  n 2  2

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 20


(26  1)10,07  ( 26  1)8,05
=
26  26  2
25 x10,07  25 x8,05
=
50
= 9,06
s = 3,009
x1  x 2 106,77  95,58
t = 1 1 = 1 1 = 48,328
s  3,01 
n1 n2 26 26

D. Kriteria Pengujian
tolak H0 jika t hitung < - t (1-1/2α; n1+n2-2) ,atau t hitung > t (1-1/2α; n1+n2-2)

E. Keputusan
Karena harga t hitung > t ( 0,975; 50) = 48,328 > 2,008, maka H0 ditolak.

F. Kesimpulan
Rata-rata tekanan darah Sistole kelas IPA untuk sebelum masuk kulkas
tidak sama dengan sesudah masuk kulkas

4. Uji t Rata-rata Data Kelas Diastole tekanan darah sebelum masuk kulkas dan
sesudah masuk kulkas

A. Hipotesis
Ho : µ1 = µ2 ( Rata-rata data Diastole kelas IPA sebelum masuk kulkas
sama dengan sesudah masuk kulkas )

H1 : µ1 ≠ µ2 (Rata-rata data Diastole kelas IPA sebelum masuk kulkas tidak


sama dengan sesudah masuk kulkas)

B. Taraf Signifikansi 5 %
C. Komputasi
Sampel n Rata-rata Variansi (s2)

Sebelum keg 26 76.04 5.30

Setelah keg 26 67.96 6.59

2
(n1  1) s12  (n 2  1) s 22
s =
n1  n2  2
( 26  1)5,30  ( 26  1)6,59
=
26  26  2

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 21


25 x5,30  25 x 6,59
=
50
= 5,945
s = 2,438
x1  x 2 76,04  67,96
t = 1 1 = 1 1 = 43,049
s  2,44 
n1 n2 26 26

D. Kriteria Pengujian
tolak H0 jika t hitung < - t (1-1/2α; n1+n2-2) ,atau t hitung > t (1-1/2α; n1+n2-2)

E. Keputusan
Karena harga t hitung > t ( 0,975; 50) = 43,049 > 2,008, maka H0 ditolak.

F. Kesimpulan
Rata-rata tekanan darah diastole kelas IPA untuk sebelum kegiatan tidak
sama dengan sesudah kegiatan lari

KEGIATAN 2
PENGARUH TEKANAN OSMOTIK TERHADAP MEMBRAN ERITROSIT

A. Tujuan Praktikum

1. Tujuan kegiatan
a. Mengetahui kecepatan hemolisis dan krenasi eritrosit pada berbagai
larutan
b. Mengetahui presentase hemolisis erittrosit pada berbagai konsentrasi
larutan.
2. Kompetensi khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan cara penentuan kecepatan hemolisis dan
krenasi eritrosit pada berbagai konsentrasi larutan.
b. Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
presentase hemolisis eritrosit pada berbagai konsentrasi larutan.

B. Dasar Teori

Darah merupakan cairan tidak tembus cahaya, agak kental, berwarna


merah teranng dan merah gelap, berat jenisnya berkisar antara 1,06 pH ber-

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 22


sifat sedikit alkalis (7,2) (Benson et al.,1999:). Darah merupakan suatu jenis
sel yang tersuspensi dalam suatu matriks cairan yang disebut plasma. Tubuh
manusia pada umumnya mengandung kurang lebih 4 sampai 6 L darah
(Campbell dkk, 2000: 53). Cairan darah merupakan sarana untuk transport
makanan maupun sisa-sisa metabolisme, membawa nutrisi (komponen maka-
nan) mulai dari proses absorbsi dan mendistribusikannya sampai tingkat
intra--seluler di mana nutrisi akan mengalami proses metabolisme. Hasil
proses me-tabolismenya akan didistribusikan ke seluruh tubuh dan
ekskresinya akan di-keluarkan dari tubuh. Distribusi cairan tubuh dibedakan
menjadi cairan intra-sel dan cairan ekstrasel. Cairan intrasel adalah cairan
yang berada dalam sel yang merupakan jumlah cairan terbanyak, ± 70 % dari
jumlah total air dalam tubuh. Sedangkan cairan ekstrasel adalah cairan yang
berada di luar sel, jum-lahnya ± 30 % dari cairan seluruh tubuh (Syaifuddin,
2009: 3).
Darahh bila disentrifus dengan kecepatan putaran tertentu, akan terpisah
menjadi 2 bagian utama yaitu bagian yang bewarna merah gelap disebut
benda-benda darah yang terdiri dari: sel darah merah, sel darah putih, dan
keeping darah, dan bagian kuning jernih disebut plasma. perbandingan antara
plasma dan benda-benda darah pada kondisi normal tertentu persentase darah
mengalami penurunan atau sebaliknya peningkatan.

Pada hewan multiseluler, sel-sel yang menyusun organisme berada dalam


suatu lingkungan yang disebut lingkungan interna. Claude Bernard (bangsa
Perancis) menamakan lingkungan interna tersebut sebagai melieu interieur.
Lingkungan interna tersebut tidak lain adalah ruang antar sel (intercellular
space). Ruang antar sel bukan merupakan suatu ruangan kosong, melainkan
ruangan yang dipenuhi dengan cairan, demikian juga ruang dalam sel. Setiap
sel penyusun suatu organisme pasti berada dalam cairan ekstraseluler (CES)
yang dapat dibedakan menjadi cairan interstitial dan/atau plasma darah. Sel
pada umumnya berada dalam cairan interstitial, sedangkan eritrosit berada da-
lam plasma darah. Membran eritrosit seperti halnya membrane sel lainnya ter-
susun atas lipid bilayer dan bersifat semipermiabel. Pada kondisi cairan hiper-
tonis, maka air akan berpindah dari dalam eritrosit keluar sehingga eritrosit

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 23


akan mengalami penyusutan (krenasi). Sebaliknya pada kondisi larutan hipo-
tonis, maka air akan masuk ke dalam sitoplasma eritrosit sehingga eritrosit
akan menggembung yang kemudian pecah (lisis). Kecepatan hemolisis dan
krenasi eritrosit dipengaruhi oleh konsentrasi larutan.

Osmosis memainkan peranan yang sangat penting salah satunya pada


membran sel darah merah saat mengalami peristiwa hemolisis dan krenasi.
Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh penambahan larutan hipo-
tonis atau hipertonis ke dalam darah. Apabila medium di sekitar eritrosit men-
jadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis), medium tersebut
(plasma dan larutan) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang
bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila
membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu
sendiri, maka sel eritrosit akan pecah yang disebut dengan peristiwa hemolysis
yang berarti peristiwa pecahnya eritrosit akibat masuknya air ke dalam eritro-
sit sehingga hemoglobin keluar dari dalam eritrosit menuju ke cairan sekeli-
lingnya. Membran eritrosit bersifat permeabel selektif, yang berarti dapat di-
tembus oleh air dan zat-zat tertentu, tetapi tidak dapat ditembus oleh zat-zat
tertentu yang lain. Hemolisis ini akan terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke
dalam medium yang hipotonis terhadap isi sel eritrosit. Peristiwa sebaliknya
dari hemolisis adalah krenasi, yaitu peristiwa mengkerutnya membran sel aki-
bat keluarnya air dari dalam eritrosit. Krenasi dapat terjadi apabila eritrosit di-
masukkan ke dalam medium yang hipertonis terhadap isi eritrosit (Wiwid,
2011).

Cairan tubuh hakekatnya merupakan pelarut zat-zat yang terdapat dalam


tubuh, dengan demikian mengandung berbagai macam zat yang diperlukan
oleh sel dan sisa-sisa metabolism yang dibuang oleh sel. Cairan tubuh juga
pemberi suasana pada sel, sebagai contoh kehangatan (suhu), kekentalan
(viskositas), dan keasaman (pH) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik
maupun kimiawi dari dalam dan luar tubuh.

Zat-zat yang diperlukan oleh sel antara lain:


1. Oksigen untuk pembakaran dan menghasilkan energy dan panas.

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 24


2. Makanan dalam bentuk sari-sari makanan (glukosa, asam lemak, dan asam
amino) untuk membentuk energy, dinding sel, dan sintesis protein.
3. Vitamin
4. Mineral sebagai katalisator proses enzimatis.
5. Air untuk pelarut dan media proses kimiawi dalam sel.

Zat-zat yang dihasilkan oleh sel antara lain:


1. Karbondioksida dari proses pembakaran.
2. Protein dari hasil sintesis di ribosom.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi cairan interseluler antara lain:


1. Suhu
2. Derajat keasaman (pH), dan
3. Kekentalan (viskositas) cairan. Cairan yang memiliki tekanan atau konsen-
trasi sama dengan cairan dalam sel disebut isotonis (osmotic equilibrium),
lebih tinggi daripada dalam sel disebut hipertonis, dan lebih rendah dari-
pada dalam sel disebut hipotonis. Cairan hipertonis akan menarik air se-
cara osmosis dari sitoplasma eritrosit ke luar sehingga eritrosit akan me-
ngalami penyusutan dan membran selnya tampak berkerut-kerut atau yang
disebut krenasi atau plasmolysis (Benson et al. 1999). Sebaliknya, cairan
hipotonis akan menyebabkan air berpindah ke dalam sitoplasma eritrosit
sehingga eritrosit akan menggembung (plasmoptysis) yang kemudian pe-
cah (hemolysis).

Membran sel merupakan selaput yang luar biasa istemewanya. Sesuai de-
ngan teori mosaik; membrane sel tersusun atas lipid bilayer, dan terdapat pro-
tein integral, saluran-saluran. Bersifat semipermiabel. Ibaratnya berperan se-
bagai pintu gerbang seluler. Membran sel yaitu selaput yang membatasi sel
dengan lingkungan disekelilingnya dan berfungsi sebagai pelindung, penya-
ring dan pengatur masuknya zat-zat dari luar sel ke dalam sel dan keluarnya
zat-zat dari dalam sel keluar sel. Mekanisme perpindahan (pengangkutan) zat-
zat dari luar sel (ekstrasel) ke dalam sel (intrasel) melewati membran sel. Zat-
zat yang didapat dari pernapasan, makan dan minum, diangkut melalui sirku-
lasi darah kemudian melalui kapiler pindah ke cairan interseluler (ruang antar-
sel) selanjutnya pindah ke sitoplasma melalui membrane sel.

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 25


C. Metode praktikum

1. Jenis kegiatan : observasi.


2. Obyek pengamatan : sel darah merah manusia.
3. Bahan dan alat :
1) Mikroskop
2) Kaca benda dengan cekungan dan gelas penutup (cover glass),
3) Pipet,
4) Garam fisiologis 3%, 1%, 0,9%, 0,7%, 0,5%
5) Vaselin album
6) Antikoagulan (heparin atau kalium oksalat)
7) Dara prifer (probandus)

4. Cara kerja:
1) Mengambil darah prifer dari ujung jari manis sesuai SOP (standar
oprasional prosedur).
2) Meneteskan 1 tetes darah diatas cekungan kaca obyek, kemudian
tambahkan 1 tetes NaCI 0,7% mengamati dibawa mikroskop dengan
hati-hati dan amati kapan eritrosit tampak mulai hemolysis.
3) Melakukan seperti cara 1 untuk larutan NaCl 0,5%, dan aquades. Catat
hasilnya, dan bahaslah.
4) Untuk mengetahui kecepatan terjadinya krenasi melakukan seperti
diatas dengan menggunakan larutan NaCl lebih pekat dari pada 0,7%.
mencatat hasilnya dan membuat bahasan.

D. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil
Data hasil observasi ditampilkan pada halaman berikutnya

Tabel 5. Data hasil observasi sel eritrosit

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 26


Kecepatan Waktu (menit)
Kadar Garam Fisiologis Kelompok
Hemolisis Krenasi
1 12,01
2 23,24
3% 3 4,44
4 21
5 2
Jumlah 62,69
Rata-Rata 12,54
1 20,18
2 4,50
1% 3 3,7
4 14
5 14
Jumlah 56,38
Rata-Rata 11,27
1 34,56
2 20,12
0,9% 3 10,02
4 13
5 16
Jumlah 16 77,70
Rata-Rata 16 19,42
1 36,02
2 33
0,7% 3 5,27
4 12
5 15
Jumlah 101,29
Rata-rata 20,26
1 43,58
2 40
0,5% 3 15,33
4 16
5 24,43
Jumlah 139,34
Rata-Rata 27,87

2. Pembahasan

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 27


Praktikum mengenai pengaruh tekanan osmotik terhadap membran
eritrosit bertujuan untuk mengetahui kecepatan hemolisis dan krenasi eritrosit
pada berbagai larutan serta mengetahui persentase hemolisis eritrosit pada
berbagai konsentrasi larutan. Kegiatan dilakukan dengan mengobservasi
preparat darah probandus yang didalamnya ada sel erittrosit. Eritrosit ada di
dalam plasma darah. Preparat dibuat dengan cara mencampurkan darah
probandus dengan garam fisiologis dalam beberapa konsentrasi (NaCI 0,5%,
0,7%, 0,9%, 1%, dan 3%) di atas cekungan kaca obyek kemudian ditutup
dengan gelas kaca. Setelah itu, preparat diobservasi menggunakan mikroskop
kapan mulai terjadi hemolisis atau krenasi. Penghitungan waktu dimulai
ketika garam fisiologis diteteskan pada darah probandus.

Tekanan osmotik menurut syaifuddiin (2009:9) adalah besarnya tekanan


hidrostatik yang diperlukan untuk menghasilkan aliran massa yang seimbang
dan berlawanan arah dengan aliran difusi pelarut. Keseimbangan osmotik
merupakan kekuatan yang besar untuk memindahkan air agar dapat melintasi
membran sel, termasuk juga membran sel dari eritrosit. Suatu sel yang ber-
ada pada larutan yang bersifat isotonik (phi sel = phi larutan) maka tidak akan
terjadi aliran air ke dalam sel ataupun aliran isi sel ke larutan sehingga sel
tidakn akan menggembung atau mengerut. Jika suatu sel diletakkan dalam
larutan yang hipotonik maka air akan berdifusi ke dalam sel menyebabkan sel
membengkak karena mengencerkan cairan intraseluler sampai kedua larutan
mempunyai osmolaritas yang sama. Jika suatu sel diletakkan dalam larutan
yang hipertonik, maka air akan mengalir keluar dari sel ke dalam cairan
ekstraseluler. Pada keadaan ini sel akan mengerut sampai kedua konsentrasi
menjadi sama.

Kegiatan observasi preparat darah probandus pada praktikum ini dilakukan


oleh lima observer setiap kelompok secara bersamaan. Setiap observer
mengamati preparat meng-gunakan mikroskop sesuai dengan konsentrasi
garam fisiologis yaitu NaCl 0,5%, 0,7%, 0,9%, 1%, dan 3%. Hasil dari
observasi dapat dilihat pada tabel 1 di atas. Hasil yang diperoleh dari
observasi pada konsentrasi garam fisologis 0,9%, 1%, dan 3% sel eritrosit
mengalami pengerutan. Pengerutan ini terjadi karena cairan eritrosit keluar

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 28


menuju ke medium luar eritrosit (plasma) yang lebih dikenal dengan istilah
krenasi. Keluarnya cairan eritrosit ini disebabkan karena eritrosit berapa pada
medium atau cairan yang hipertonis (phi larutan > phi eritrosit). Hasil
pengamatan yang diperoleh, ada satu datum dari kelompok lima pada
konsentrasi garam fisiologis 0,9% sel eritrosit tidak mengalami krenasi akan
tetapi mengalami hemolisis. Perbedaan ini bisa saja benar bahwa preparat
yang diamati pada kelompok lima adalah krenasi. Namun, bisa saja kesalahan
observer pada kelompok lima yang menganggap hasil tersebut adalah krenasi
bukan hemolisis. Akan tetapi jika melihat data yang diperoleh dari seluruh
pengamatan preparat pada konsentrasi garam fisiologis 0,9% kesalahan
observer pada kelompok lima lebih memungkinkan karena dari empat
kelompok yang lain menunjukkan bahwa terjadi peristiwa hemolisis.

Hasil observasi pada konsentrasi garam fisiologis 1% dan 3% dari seluruh


kelompok menunjukkan terjadinya peristiwa hemolisis pada sel eritrosit.
Hasil observasi pada konsentrasi garam 0,9% kecuali kelompok lima pun
menukjukkan adanya peristiwa hemolisis. Hemolisis merupakan pecahnya
membran eritrosit yang menyebabkan hemoglobin bebas ke dalam medium
sekelilingnya (plasma). Eritrosit pecah karena berada pada larutan NaCl yang
bersifat hipotonis (phi larutan < phi eritrosit) sehingga plasma dan larutan
NaCl akan masuk ke dalam eritrosit yang bersifat semipermiabel dan
menyebabkan eritrosit menggembung. Dinding eritrosit mempunyai kekuatan
yang terbatas untuk menahan menggembungnya eritrosit karena adanya
plasma dan larutan hipotonis yang masuk ke dalam erittrosit sehingga
dinding akan pecah jika eritrosit terus menggembung. Perbedaan yang
diperoleh kelompok lima telah dijelaskan pada paragraph sebelumnya.

Rata-rata waktu terjadinya krenasi antara larutan NaCl 3%, 1%, dan
0,9% tidak sama. Hal ini memang benar karena semakin besar konsentrasi
larutan yang bersifat hipertonis maka semakin cepat pula krenasi yang
dialami eritrosit. Akan tetapi ada perbedaan yang diperoleh dari observasi
yang telah dilakukan. Waktu rata-rata krenasi eritrosit pada konsentrasi garam
fisologis 1% (11,27 menit) lebih cepat dari pada waktu rata-rata krenasi

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 29


eritrosit pada konsentrasi garam fisologis 3% (12,54 menit). Seharusnya pada
konsentrasi 3% waktu krenasi eritrosit lebih cepat dibanding waktu krenasi
pada konsentrasi 1%. Lebih besarnya waktu krenasi eritrosit pada
konsentrasi garam fisiologis 1% ini dimungkinkan karena ketidaktelitian
observer mengamati preparat darah probandus yaitu saat eritrosit telah
mengalami krenasi pada konsentrasi garam fisiologis 3% observer tidak
langsung menandai bahwa eritrosit telah mengalami krenasi dan membiarkan
pada waktu yang lebih lama. Hasil yang sangat mencolok adalah hasil yang
diperoleh observer dari kelompok 2,3, dan 4. Waktu rata-rata krenasi eritrosit
pada konsentrasi garam fisologis 0,9% (19,42 menit) lebih lama daripada
waktu rata-rata krenasi eritrosit pada konsentrasi garam fisologis 1% dan 3%
dan hal ini sesuia dengan seharusnya.

Waktu rata-rata terjadinya hemolisis eritrosit pada konsentrasi garam


fisologis 0,7% adalah 20,26 menit sedangkan waktu rata-rata terjadinya
hemolisis eritrosit pada konsentrasi garam fisologis 0,5% adalah 27,87 menit.
Hal ini memang benar karena semakin besar konsentrasi pada larutan yang
bersifat hipotonis maka semakin cepat peristiwa hemolysis yang akan dialami
sel dalam percobaan kali ini adala eritrosit.

Presentase hemolisis eritrosit pada berbagai konsentrasi larutan belum


bisa dijelaskan karena ketika observasi terhadap preparat observer hanya
terkonsentrasi pada waktu mulai terjadinya hemolisis atau krenasi. Presentase
hemolisis diketahui melalui pengamatan warna medium. Bila eritrosit
mengalami hemolisis maka hemoglobin akan larut dalam mediumnya. Akibat
dari terlarutnya hemoglobin tersebut, medium akan berwarna merah. Makin
banyak eritrosit yang mengalami hemolisis maka makin merah warna
mediumnya. Presentase krenasi diketahui melalui pengamatan warna
medium. Bila eritrosit mengalami krenasi maka eritrosit akan mengicil dalam
larutan garam fisiologis sehingga luas daerah yang berwarna seperti larutan
garam fisiologis semakin meluas. Makin banyak eritrosit yang mengalami
krenasi maka makin luas daerah yang berwarna seperti larutan garam
fissilogis.

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 30


Praktikum mengenai pengaruh tekanan osmotik terhadap membran
eritrosit ini dalam pelaksaannya tentu banyak ketidaktelitian bahkan
kesalahan yang dilakukan oleh praktikan (observer) sehingga ada beberapa
hal yang hasilnya tidak sebagaimana mestinya. Ketidaktelitian dan kesalahan
yang dilakukan oleh praktikan (observer) ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Pertama, kemungkinan praktikan (observer) yang belum paham
tentang konsep hemolysis dan krenasi. Praktikan (observer) belum mampu
membedakan antara hemolysis atau krenasi. Kedua, ketidakbiasaan atau
ketidakseringan praktikan (observer) melakukan praktikum sehingga kepro-
fesionalan melakukan praktikum praktikan (observer) belum baik.

Ada beberapa ide penelitian yang dapat dikembangkan dari praktikum


mengenai pengaruh tekanan osmotik terhadap membran eritrosit ini.
Diantaranya adalah hubungan tingkat konsentrasi larutan hipirtonik dengan
waktu terjadinya hemolisis, hubungan tingkat konsentrasi larutan hipotonik
dengan waktu terjadinya krenasi, pengaruh kondisi seseorang terhadap
kecepatan hemolisis dan krenasi pada berbagai tingkat konsentrasi larutan.

E. Kesimpulan

Dari praktikum dan pembahan dapat dismpulkan bahwa


1. Kecepatan terjadinya hemolisis dan krenasi eritrosit tergantung pada
konsentrasi medium. Semakin hipotonis medium maka semakin cepat
terjadinya hemolisis dan semakin hipertonis medium maka semakin cepat
terjadinya krenasi.
2. Persentase hemolisis eritrosit pada berbagai konsentrasi larutan pada
praktikum kali ini belum dapat dijelaskan karena selama observasi
observer hanya konsentrasi pada waktu terjadinya hemolysis atau krenasi
3. Cara menentukan kecepatan hemolisis dan krenasi eritrosit pada berbagai
konsentrasi larutan dilakukan dengan cara mengobservasi kapan mulai
terjadinya hemolisis dan krenasi eritrosit dan mencatat waktunya.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi mempengaruhi presentase hemolisis
eritrosit adalah konsentrasi larutan dan waktu.

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 31


DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2000. Biologi, edisi kelima-jilid
3. (Terjemahan Wasmen Manalu). Jakarta: Erlangga. (Buku asli
diterbitkan tahun 1999).

Djukri & Heru Nurcahyo. 2009. Petunjuk praktikum biologi. Yogyakarta: Prodi
PSn PPs UNY.

Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika.

Wiwid Chariss. 2011. Toleransi osmotic eritrosit. Diambil pada tanggal 2 Juni
2012 dari http://reminderme.blogspot.com/2011/08/toleransi-osmotik-
eritrosit.html.

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 32


LAMPIRAN

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 33


KEGIATAN 3
MEREKAM GERAKAN MATA SAAT MEMBACA

A. Tujuan Praktikum

1. Tujuan kegiatan
a. Merekam refleks gerakan mata saat membaca dengan menggunakan
alat perekam elektro-okulograph (EOG).
b. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi refleks gerakan mata
saat membaca
2. Kompetensi Khusus
a. Mahasiswa dapat merekam refleks gerakan mata saat membaca dengan
menggunakan alat perekam elektro-okulograph (EOG).
b. Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
refleks gerakan mata saat membaca.

B. Tinjauan Pustaka

Alat penglihatan manusia adalah mata yang mengandung fotoreseptor.


Mata berbentuk suatu bola yang terletak dalam rongga mata yang dibatasi
oleh tulang-tulang kepala. Bola mata dibagi menjadi dua ruang, yaitu ruang
anterior dan ruang posterior. Ruang anterior terletak antara kornea dan lensa,
berisi cairan bening yang disebut aqueus humor. Sedangkan ruang posterior
adalah ruang yang terletak di belakang lensa, dan ruang ini berisi cairan
kental bening yang disebut vitreus humor, berfungsi menyumbang pada
tekanan dalam bola mata (Soewolo dkk, 2005: 137-138).

Bola mata diikat dan digerakkan oleh enam otot mata ekstrinsik, yaitu
otot lurus atas dan otot lurus bawah, otot lurus samping dan otot lurus tengah,
otot serong atas dan otot serong bawah. Dinding bola mata terdiri dari tiga la-
pis jaringan, yaitu sklera, koroid, dan retina. Sklera, lapisan dinding bola
mata yang paling luar, tersusun dari suatu jaringan fibrosa yang kuat. Koroid,

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 34


lapisan tengan dari dinding bola mata., lapisan berpigmen dan merupakan la-
pisan yang penuh dengan pembuluh darah. Dan retina, lapisan paling dalam
dari bola mata, yang tersusun atas (dari luar ke dalam): suatu lapisan ber-
pigmen, lapisan fotoreseptor, lapisan bipolar, dan lapisan ganglion (Soewolo
dkk, 2005: 138-139).

Mata sebagai indera penglihatan dapat bergerak ke segala arah dalam


orbitnya untuk memperluas medan penglihatan. Gerakan mata tersebut sering
disebut gerakan mata berputar (sirkuler) namun dalam praktek gerakan mata
tersebut dibagi dalam gerakan mata secara horisontal dan vertikal. Dalam
keadaan normal kedua bola mata (kanan dan kiri) selalu bergerak searah atau
disebut gerakan mata konyugatif. Oleh karena itu, untuk merekam gerakan
bola mata cukup dilakukan perekaman satu bola mata saja (salah satu).
Penempatan elektrode perekam untuk merekam gerakan mata horisontal,
pada kedua canthus temporal, sedangkan untuk gerakan vertikal di atas dan di
bawah mata.

Gerakan bola mata dapat direkam karena bola mata merupakan suatu
dipol listrik yang bergerak. Hal ini disebabkan antara kornea dan retina
terdapat beda potensial yang tetap (steady); kornea bermuatan positif
terhadap retina dan beda potensial ini akan tetap berada biarpun mata
dikeluarkan (eksisi) dari kantung mata. Berbeda dengan EKG, karena beda
potensial ini bukan suatu fenomena elektro-fisiologik yang berkala. Beda
potensial ini akan hilang bilamana retina rusak.

Gerakan mata yang paling penting adalah gerakan yang menyebabkan


mata itu ter”fiksasi” pada bagian yang luas pada dari lapangan pandangan.
Gerakan fiksasi ini diatur oleh dua mekanisme saraf, pertama adalah penga-
turan yang menyebabkan orang dapat menggerakan mata secara volenter un-
tuk menemukan objek dalam penglihatannya yang kemudian akan difik-
sasinya. Gerakan ini disebut mekanisme fiksasi volunteer. Kedua adalah me-
kanisme yang dapat menahan mata secara tetap pada obyek seketika setelah
itu ditemukan oleh mata; keadaan ini disebut sebagai mekanisme fiksasi
involunteer.

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 35


Dengan menempatkan dua elektroda pada garis yang tegak lurus pada
sumbu kornea-retina, maka potensial kornea-retina ini akan menimbulkan
fluktuasi potensial yang sesuai dengan gerakan bola mata. Disebabkan karena
kornea atau retina yang berbeda polaritas muatannya akan mendekati atau
menjauhi kedua elektroda tersebut sesuai dengan gerakan bola mata.
Fluktuasi potensial yang timbul pada kedua elektrode pengukur tersebut
dapat direkam secara elektro-fisiologik. Hingga dapat dikatakan bahwa
elektro-okulografi ialah merubah kualitas gerakan bola mata menjadi
kuantitas beda potensial yang direkam pada koordinat Catersian.

Refleks merupakan fenomena stimulus-respons yang terjadi tanpa


disadari. Lengkung refleks (refleks are) merupakan unit fungsional
tersederhana dari fungsi sistem nervosum. Lengkung refleks terdiri atas
beberapa komponen yaitu; reseptor (penerima rangsang), neuron sensoris,
neuron motoris, dan efektor (otot).

Berdasarkan banyaknya sambungan neuron (sinapsis), maka dapat


dibedakan menjadi refleks monosinaptik, disinaptik, dan polisinaptik. Refleks
monosinaptik jika memiliki satu sambungan neuron, disinaptik jika terdiri
dari dua sambungan neuron, dan disebut polisinaptik jika terdiri dari lebih
dari dua sambungan neuron.

Apapun yang dapat kita katakan tentang membaca tidak dapat dipisah-
kan dari kenyataaan bahwa awalnya, membaca merupakan proses sensoris.
Isyarat dan rangsangan untuk kegiatan membaca itu masuk lewat telinga dan
mata, sedangkan rangsangan huruf Braile masuk lewat syaraf-syaraf jari. Be-
tapa pun cerdas, mantap, dan siap jiwanya seorang anak, tidaklah mungkin
bisa belajar membaca jika dia tidak mampu mengenali rangsangan materi.
Penjelasan tersebut tidak berarti bahwa anak-anak yang cacat tidak akan da-
pat belajar membaca. Anak-anak mempunyai alat kompensasi yang sangat
banyak. Tidak pula dapat dikatakan bahwa ketunanetraan dan ketunarunguan
semata-matalah yang merupakan penyebab kegagalan membaca.
Pernyataan “membaca sebagai proses sensoris” tidaklah berarti bahwa
membaca itu merupakan proses sensoris semata-mata. Banyak hal yang ter-

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 36


libat dalam proses membaca itu, dan ketidakmampuan membaca bisa di-
sebabkan oleh berbagai faktor yang bisa bekerja sendiri-sendiri atau secara
serempak. Kepenatan, kegelisahan, kebimbangan, ketidakpercayaan terha-
dap diri sendiri merupakan faktor-faktor yang sering kali berbaur dengan
cacat yang diderita sehingga menyebabkan kegagalan

C. Metode Praktikum

1. Jenis kegiatan : Observasi


2. Obyek pengamatan : Probandus
3. Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk melakukan rekaman refleks
gerakan mata saat membaca adalah:
a. Elektro-okulograph (EOG)
b. Elektroda perekam
c. Gel elektroda
d. Kapas
e. Alkohol
f. Teks bacaan dalam bahasa Indonesia dan Inggris
4. Prosedur kerja
a. Membersihkan kulit di canthus lateralis mata dengan kapas alkohol
untuk
menghilangkan kotoran yang dapat mengganggu sensitiftas rekam
sebelum ektroda perekam dipasang.
b. Mengoleskan pasta perekam (gel elektroda) untuk memudahkan
antaran listrik pada bagian yang akan ditempeli elektroda.
c. Memasang elektroda perekam pada canthus lateralis mata kanan dan
kiri, juga pada kening (elektroda warna merah untuk canthus lateralis
mata kanan dan elektoda warna hitam canthus lateralis mata kiri).
d. Probandus menyiapkan diri untuk membaca.
e. Probandus mulai membaca.
D. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil dan analisis data

Data rekaman pada praktikum kali ini ada dua yaitu rekaman ge-
rak mata saat membaca teks berbahasa Indonesia dan rekaman gerak
mata saat membaca teks berbahasa Inggris. Jumlah baris pada teks ber-
bahasa Indonesia adalah 7 baris, sedangkan teks berbahasa Inggris se-

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 37


banyak 5 baris. Jumlah kata untuk teks berbahasa Indonesia adalah 54
kata dan teks berbahasa Inggris 49 kata.

Analisis data untuk memperoleh data satuan membaca dan


kecepatan membaca dengan menggunakan rumus dibawah ini:
Satuan membaca = ∑ Kata / ∑ Fiksasi (kata)
Kecepatan membaca = ∑ Fiksasi / ∑ Durasi (satuan baca/detik)

Tabulasi data dan hasil analisis data ditampilkan pada halaman


berikutnya

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 38


Tabel 6. Data rekaman refleks gerakan mata saat membaca teks berbahasa Indonesia

Teks berbahasa Indonesia


kecepatan
No Nama Satuan
∑ ∑Fiksasi ∑Durasi membaca
Durasi/Baris membaca
Fiksasi /Baris (detik) (satuan
(kata)
baca/detik)
1 Winarto 47 6.71 11.97 1.71 1.15 3.93
2 Viktor Leno 61 8.71 14.77 2.11 0.89 4.13
3 Siwi P 46 6.57 10.78 1.54 1.17 4.27
4 Retno 47 6.71 12.18 1.74 1.15 3.86
5 Galuh 57 8.14 15.05 2.15 0.95 3.79
6 Novi 36 5.14 9.8 1.40 1.50 3.67
7 Dwi Hesti 54 7.71 11.41 1.63 1.00 4.73
8 Rara Dwi 49 7.00 12.18 1.74 1.10 4.02
9 Ariati Dima 51 7.29 13.02 1.86 1.06 3.92
10 Nuryati 35 5.00 8.82 1.26 1.54 3.97
11 Rischa 45 6.43 14.98 2.14 1.20 3.00
12 Dewi A 42 6.00 7.8 1.11 1.29 5.38
13 Abas S 48 6.86 11 1.57 1.13 4.36
14 Dariska 50 7.14 13.08 1.87 1.08 3.82
15 Kartika Gita 47 6.71 13 1.86 1.15 3.62
16 Dewi Irianti 47 6.71 13 1.86 1.15 3.62
17 Susbiyanto 50 7.14 11.48 1.64 1.08 4.36
18 Anik P 47 6.71 15.4 2.20 1.15 3.05
19 Cahya 50 7.14 10.78 1.54 1.08 4.64
20 Laifa 46 6.57 9.52 1.36 1.17 4.83
21 Kharafi 48 6.86 13.02 1.86 1.13 3.69
22 Siska Puti 35 5.00 7.84 1.12 1.54 4.46
23 Mahananing 39 5.57 12.67 1.81 1.38 3.08
24 Dwi Arianti 33 4.71 8.75 1.25 1.64 3.77
25 Guntur 44 6.29 12.39 1.77 1.23 3.55
26 Arif Hidayat 58 8.29 19.18 2.74 0.93 3.02
Tabel 7. Data rekaman refleks gerakan mata saat membaca teks berbahasa Inggris

Teks berbahasa Inggris

kecepatan
No Nama Satuan
∑ ∑Fiksasi ∑Durasi membaca
Durasi/Baris membaca
Fiksasi /Baris (detik) (satuan
(kata)
baca/detik)
1 Winarto 30 6 11.9 2.38 8.17 2.52

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 39


2 viktor leno 51 10.2 13.6 2.72 4.80 3.75
3 siwi p 51 10.2 7.2 1.44 4.80 7.08
4 Retno 36 7.2 11.4 2.28 6.81 3.16
5 galuh 39 7.8 12.05 2.41 6.28 3.24
6 Novi 46 9.2 11 2.2 5.33 4.18
7 dwi hesti 51 10.2 7 1.4 4.80 7.29
8 rara dwi 41 8.2 7.45 1.49 5.98 5.50
9 ariati dima 35 7 7.15 1.43 7.00 4.90
10 Nuryati 26 5.2 5.55 1.11 9.42 4.68
11 Rischa 31 6.2 9.3 1.86 7.90 3.33
12 dewi a 27 5.4 6.6 1.32 9.07 4.09
13 abas s 44 8.8 13 2.6 5.57 3.38
14 Dariska 47 9.4 14.08 2.816 5.21 3.34
15 kartika gita 40 8 11 2.2 6.13 3.64
16 dewi irianti 32 6.4 11.2 2.24 7.66 2.86
17 Susbiyanto 34 6.8 10.8 2.16 7.21 3.15
18 anik p 42 8.4 13.6 2.72 5.83 3.09
19 Cahya 46 9.2 12.4 2.48 5.33 3.71
20 Laifa 42 8.4 9.2 1.84 5.83 4.57
21 Kharafi 39 7.8 12.5 2.5 6.28 3.12
22 siska puti 24 4.8 8.85 1.77 10.21 2.71
23 mahananing 33 6.6 10.6 2.12 7.42 3.11
24 dwi arianti 30 6 8.1 1.62 8.17 3.70
25 guntur 29 5.8 8.4 1.68 8.45 3.45
26 arif hidayat 45 9 16.2 3.24 5.44 2.78
2. Pembahasan

Praktikum tentang merekam gerakan mata saat membaca ini bertujuan


untuk merekam refleks gerakan mata saat membaca dengan menggunakan
alat perekam elektro-okulograph (EOG) dan menerangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi refleks gerakan mata saat membaca. Teks yang dibaca terdiri
dari dua macam yaitu teks berbahasa Indonesia dan teks berbahasa Inggris.
Setiap probandus membaca kedua teks tersebut dan hasil gerakan mata saat
membacanya seperti ditampil pada tabel 1 dan tabel 2 di atas.

Mata sebagai indera yang berfungsi untuk melihat melakukan gerakan


pada saat digunakan untuk membaca. Guyton dan Hall (1996: 850 dalam
Anonim, 2012) menyatakan bahwa gerakan pada mata merupakan gerak re-
fleks. Pergerakan mata yang bergerak ke kiri dan ke kanan, ke atas, ke bawah,

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 40


dan berputar, disebabkan karena mata mengikuti arah gerakan objek yang di-
lihat tanpa dipengaruhi oleh sistem kendali (otak). Bila penglihatan bergerak
secara terus-menerus mendahului gerakan mata, misalnya sewaktu orang me-
ngendarai mobil atau berputar-putar, maka mata akan terfiksasi pada satu soro-
tan cahaya ke sorotan cahaya lainnya dalam lapang pandangan, melompat-
lompat dari satu tempat ke tempat lainnya dengan kecepatan dua sampai tiga
lompatan per detik. mata juga dapat terfiksasi pada saat benda bergerak, di-
sebut gerakan mengejar. Contohnya bila ada gerakan ke atas ke bawah atau
pun ke kiri dan ke kanan.

Saat probandus membaca teks, Elektro-okulograph (EOG) memperlihat-


kan gerakan fiksasi tersebut. Fiksasi yang direkam dapat digunakan untuk
menghitung nilai satuan membaca dan ecepatan membaca setiap probandus.
Satuan membaca diperoleh dengan cara membagi jumlah kata yang dibaca
dengan jumlah fiksasi. Satuan membaca menunjukkan banyaknya kata yang
terbaca untuk satu kali fiksasi (satu lompatan). Kecepatan membaca diperoleh
dengan cara membagi jumlah fiksasi dengan jumlah durasi waktu yang
diperlukan untuk membaca teks, yaitu pada praktikum kali ini adalah teks
berbahasa Indonesia dan teks berbahasa Inggris.
Hasil analisis dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa selisih satuan
membaca teks berbahasa Indonesia satu probandus dengan probandus lain
tidak banyak dari, selisihnya dibawah 1 kata. Sedangkan selisih satuan
membaca probandus pada teks berbahasa Inggris selisih sampai 5 kata.

Kecepatan membaca masing-masing probandus berdasarkan hasil analisis


data yang diperoleh tidaklah sama. Probandus yang memiliki kecepatan
membaca teks berbahasa Indonesia tercepat adalah dewi a (5,38 satuan baca/
detik). Kecepatan membaca probandus ini lebih besar 1,44 satuan baca/detik
dari rata-rata kecepatan membaca seluruh probandus 3,94 satuan baca/detik.
Probandus yang memiliki kecepatan membaca teks berbahasa Indonesia
terendah adalah rischa 3 satuan baca/detik. Kecepatan membaca probandus ini
lebih kecil 0,94 satuan baca/detik dari rata-rata kecepatan membaca seluruh
probandus.

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 41


Hasil analisis kecepatan membaca teks berbahasa Inggris menunjukkan
bahwa probandu dwi hesti adalah probandus yang memiliki kecepatan
membaca tercepat yaitu 7,29 satuan baca/detik. Kecepatan membaca ini lebih
besar 3,4 satuan baca/detik dari rata-rata kecepatan membaca seluruh
probandus 3,86 satuan baca/detik. Probandus yang memeliki kecepatan
membaca teks berbahasa Inggris terlambat adalah winarto 2,52 satuan baca/
detik lebih kecil 1,34 satuan baca/detik dari rata-rata kecepatan membaca
seluruh probandus.

Perbedaan kecepatan membaca masing-masing probandus ini disebabkan


karena beberapa faktor yang mempengaruhi refleks gerak mata saat membaca,
yaitu:
1) Tingkat kebiasaan membaca probandus,
Seseorang yang mempunyai kebiasaan sering membaca, kecenderungan
mempunyai kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang
yang kurang kebiasaan membaca.
2) Gerakan-gerakan muka atau seringkali menggerak-gerakkan kepala;
Hal ini dapat menghambat seseorang untuk membaca cepat karena per-
gerakan kepala sebenarnya kalah jauh dengan pergerakan mata.
3) Jarak antara teks dengan mata;
Jarak yang tidak sesuai dengan jarak normal mata masing-masing proban-
dus akan memberikan pengaruh kepada gerakan mata. Jika jarak antara
teks dengan mata berada pada jarak yang normal maka mata akan lebih
cepat bergerak.
4) Kondisi fisik dan mental (suasana hati)
Membaca melibatkan dua aktivitas, yakni fisik dan mental. Kedua akti-
vitas ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Apabila salah
satunya terganggu akan berdampak pada akivitas yang lainnya.
5) Konsentrasi
Konsentrasi merupakan hal penting dalam membaca. Jika seseorang tidak
dapat fokus pada suatu bacaan atau teks, maka ia akan sering membaca
mundur ke belakang untuk membaca ulang suatu kata atau beberapa kata
sebelumnya.

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 42


6) Latar belakang pengetahuan
Keluasan pengetahuan menjadi modal utama dalam meningkatkan kece-
patan membaca dan kelancaran pemahaman. Tanpa ini, pembaca akan me-
rasa kesulitan memahami isi bacaan kendatipun pembaca mempunyai
ketertarikan yang tinggi serta mempunyai kondisi fisik dan mental yang
bagus.

Selain faktor dari diri probandus (pembaca), ada faktor lain yang
mempengaruhi kecepatan membaca seseorang yaitu faktor tulisan atau teks
bacaan. Adapun faktor yang terdapat pada tulisan yang dapat mempengaruhi
kecepatan membaca meliputi:
1) Kosakata
Sebuah teks yang menggunakan kosakata yang asing, tidak lazim, dan sulit
dipahami memiliki dampak yang sangat fatal terhadap pemahaman pem-
baca. Hal ini menyebabkan pembaca harus membaca dengan Lambat.

2) Kalimat panjang atau kompleks


Kalimat seperti ini dalam setiap teks pasti ada, karena sebenarnya teks
bacaan itu tercipta atas gabungan dua macam kalimat, yaitu kalimat
sederhana dan kalimat panjang. Namun penggunaan kalimat panjang yang
terlalu banyak dapat menjadi kendala kelancaran tingkat pembacaan
seseorang.
3) Konsep atau kerangka berpikir yang kompleks.
Bagian ini sebenarnya tersirat dalam kosakata dan kalimat kompleks.
Karena seorang penulis yang mempunyai pemikiran atau konsep yang
rumit terefleksi dari penggunaan bahasa baik kosakata maupun kalimat
yang kompleks.

Gerakan mata yang paling penting adalah gerakan yang menyebab kan
mata itu ter”fiksasi” pada bagian yang luas daripada lapangan pan-dangan.
Gerakan fiksasi bola mata dikontrol melalui dua mekanisme neu-ronal.
Pertama, memungkinkan seseorang untuk untuk memfiksasi obyek yang ingin
dilihatnya secara volunter; yang disebut sebagai mekanisme fiksasi volunter.

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 43


Gerakan fiksasi volunter dikontrol oleh cortical field pada daerah regio
premotor pada lobus frontalis. Kedua, merupakan mekanisme involunter yang
memfiksasi obyek ketika ditemukan; yang disebut sebagai mekanisme fiksasi
involunter. Gerakan fiksasi involunter ini dikontrol oleh area visual sekunder
pada korteks oksipitalis, yang berada di anterior korteks visual primer. Jadi,
bila ada suatu obyek pada lapang pandang, maka mata akan memfiksasinya
secara involunter untuk mencegah kaburnya bayangan pada retina. Untuk
memindahkan fokus ini, diperlukan sinyal volunter sehingga fokus fiksasi bisa
diubah (Fransisca, 2010).

Beberapa ide penelitian yang dapat dikembangkan dari praktikum ini


adalah hubungan antara kecepatan membaca dan hasil belajar, hubungan an-
tara kecepatan membaca dan lama studi, hubungan antara kecepatan mem-
baca dan pemahaman konsep, hubungan antara kecepatan membaca dan
kemampuan memnjawab soal.

E. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum yang telah dilakukan adalah
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi refleks gerakan mata saat membaca
mempengaruhi juga pada kecepatan membaca, faktor-faktor tersebut
adalah Tingkat kebiasaan membaca probandus, Gerakan-gerakan muka
atau seringkali menggerak-gerakkan kepala, Jarak antara teks dengan
mata, Kondisi fisik dan mental (suasana hati), Konsentrasi, Latar
belakang pengetahuan.

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 44


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Kegiatan 3, merekam gerakan mata saat membaca. (Network)


diunduh pada tanggal 5 Nopember 2012 dari http://dc152.4shared.com/-
doc/5dWWPzmz/preview.html.

Djukri & Heru Nurcahyo. 2009. Petunjuk praktikum biologi. Yogyakarta: Prodi
PSn PPs UNY.

Kumala D, Fransisca . 2010. Anatomi indra penglihatan. (Network) diunduh pada


tanggal 5 Nopember 2012 dari
http://fransiscakumala.wordpress.com-/2010/02/08/anatomi-mata/.

Soewolo, Soedjono Basoeki, & Titi Yudani. 2005. Fisiologi manusia. Malang:
Universitas Negeri Malang.

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 45


LAMPIRAN

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 46


KEGIATAN 4
PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP SUHU TUBUH

A. Tujuan Praktikum
1. Tujuan kegiatan
Melakukan pengukuran suhu tubuh homeoterm dan mengamati pengaruh
suhu lingkungan terhadap suhu tubuh manusia
2. Kompetensi Khusus
Melakukan pengukuran suhu tubuh homeoterm dan mengamati pengaruh
suhu lingkungan terhadap suhu tubuh manusia

B. Dasar Teori

Manusia adalah homoioterm, artinya suhu tubuhnya konstan meskipun


suhu lingkungan berfluktuasi jauh di atas atau di bawah suhu tubuhnya.
Kulit memegang peranan penting dalam mempertahankan suhu tubuh. Di
dalam kulit terdapat jaring-jaring pembuluh darah dan kelenjar keringat
yang dikendalikan oleh sistem saraf. Di samping itu terdapat reseptor ber-
bagai macam sensasi satu di antaranya adalah termoreseptor (Soewolo dkk,
2005: 286-287).

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 47


Organisme berdarah panas (homeoterm) memiliki organ pengatur suhu
tubuh yaitu hipothalamus agar suhu tubuh tetap pada kondisi optimal
(sebagai contoh pada manusia suhu optimalnya 37,10C). Pengaturan suhu
badan (thermoregulasi) bertujuan agar panas yang dihasilkan dari berbagai
proses metabolisme dan yang diperoleh dari lingkungan sekitar harus
seimbang de-ngan banyaknya panas yang dikeluarkan dari tubuh. Proses
regulasi atau pengaturan panas badan yang paling banyak berperan adalah
sel-sel syaraf hipothalamus yang peka terhadap perubahan suhu badan
internal trutama suhu darah. Proses pembebasan panas dari tubuh dapat
melalui berbagai cara antara lain lewat kulit, saluran pernafasan, mulut,
feses, dan urine. Kehilangan panas paling banyak terjadi lewat kulit yakni
hampir 80%.

Mekanisme regulasi panas tersebut berlangsung secara tepat karena me-


libatkan sistem syaraf dan hormon sehingga dapat neuro-endokrin. Regulasi
panas badan menggunakan sistem feedback (umpan balik negatif) artinya
apabila panas badan melebihi suhu optimal, maka hipothalamus akan beru-
saha menurunkan ke optimal dan sebaliknya. Sebagai ilustrasi jika suhu
lingkungan tinggi atau suhu badan meningkat 1-20C, maka kenaikan suhu
tersebut akan mempengaruhi sel-sel syaraf hipothalamus selanjutnya akan
menginstruksikan lewat neuro-endokrin ke syaraf perifer agar meningkatkan
sirkulasi darah perifer yang berada di bawah kulit dan meningkatkan per-
keringatan sehingga panas badan banyak yang keluar. Selanjutnya suhu da-
rah yang telah turun tersebut akan ke hipothalamus dan menginstruksikan
agar aktifitas sel-sel syarafnya diturunkan sehingga suhu badan tetap dalam
kondisi optimal.

Pengaturan suhu tubuh manusia merupakan contoh suatu sistem homeo-


stasis kompleks yang fasilitasi oleh mekanisme umpan balik. Sel-sel saraf
yang mengatur termoregulasi, dan juga sel-sel saraf yang mengontrol ba-
nyak aspek lain dari homeostasis terpusat di hipotalamus. Hipotalamus me-
miliki termofosfat yang merespon pada perubahan suhu di atas dan di bawah

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 48


kisaran suhu normal dengan cara mengaktifkan mekanisme yang memper-
banyak hilangnya panas atau perolehan panas (lihat gambar 1).

Sel-sel saraf yang mengindera suhu tubuh terletak pada kulit, hipotala-
mus itu sendiri, dan beberapa bagian lain sistem saraf. Beberapa diantaranya
adalah reseptor panas yang memberi sinyal kepada termofosfat hipotalamus
ketika suhu kulit atau darah meningkat dan reseptor dingin yang mensinyal
termofosfat ketika suhu turun. Termofosfat itu merespon terhadap suhu tu-
buh di bawah kisaran normal dan menghambat mekanisme kehilangan panas
serta mengaktifkan mekanisme penghematan panas seperti vasokonstriksi
pembuluh superfisial dan berdirinya bulu atau rambut, sementara merang-
sang mekanisme yang membangkitkan panas (termogenesis melalui meng-
gigil dan tanpa menggigil). Sebagai respon terhadap suhu tubuh yang me-
ningkat, termofosfat mematikan (menginaktifkan) mekanisme penghematan
panas dan meningkatkan pendinginan tubuh melalui vasodilatasi, berkeri-
ngat, atau painting. (Campbell dkk, 2000: 106).

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 49


Gambar 1. Fungsi Termofosfat Hipotalamus Dan Mekanisme Umpan-
Balik Pada Termoregulasi Pada Manusia
Sumber: (Campbell et al. 2008)

Pada proses termoregulasi, aliran darah kulit sangat berubah-ubah. Va-


sodilatasi pembuluh darah kulit, yang memungkinkan peningkatan aliran da-
rah panas ke kulit, akan meningkatkan kehilangan panas. Sebaliknya, vaso-
konstriksi pembuluh darah kulit mengurangi aliran darah ke kulit, sehingga
menjaga suhu pusat tubuh konstan, dimana darah diinsulasi dari lingkungan

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 50


eksternal, jadi menurunkan kehilangan panas. Respon-respon vasomotor ku-
lit ini dikoordinasi oleh hipotalamus melalui jalur sistem para simpatik. Ak-
tivitas simpatetik yang ditingkatkan ke pembuluh kutaneus menghasilkan
penghematan panas vasokonstriksi untuk merespon suhu dingin, sedangkan
penurunan aktivitas simpatetik menghasilkan kehilangan panas vasodilatasi
pembuluh darah kulit sebagai respon terhadap suhu panas (Soewolo dkk,
2005: 287-288).

C. Metode Praktikum

5. Jenis kegiatan : Observasi


6. Obyek pengamatan : Probandus
7. Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran suhu tubuh
poikiloterm adalah:
g. Termometer badan yang skalanya antara 35-43°C
h. Alat kompres air
i. Air es
j. Air panas
k. Stopwatch
8. Prosedur kerja
f. Mengatur termometer dalam skala terendah dengan cara mengibas-
ngibaskan termometer tersebut.
g. Menaruh termometer terebut pada ketiak naracoba selama kurang
lebih 3 menit, kemudian amati skalanya dan catat suhunya.
h. Menempelkan kompres air dingin selama lima menit pada leher
(sekitar arteri jugularis).
i. Mengukur suhu tubuh
j. Mengulangi langkah c dan d dengan mengganti kompres air hangat.
k. Mencatat suhu tubuh yang terukur

D. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil
Hasil praktikum tentang pengaruh lingkungan terhadap suhu tubuh di-
tampilkan pada halaman berikutnya.

Tabel 8. Hasil Pengukuran Suhu Tubuh karena Pengaruh Suhu Lingkungan

Hasil Pengukuran Suhu Tubuh


No. Naracoba Normal Kompres air dingin (0C) Kompres air hangat (0C)

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 51


(0C) Rata2 Rata2
1. Noviana Anjar 36.1 35.6 35.3
2. Retno Puspitorini 36.1 35.4 35.3
3. Galuh Rahayuni 36.4 35.4 35.6
4. Siwi Purwanti 37.1 35.9 35.7
5. Viktor Leno P 36.9 36.1 36.2
6. Winarto 37.0 36.5 36.1
7. Hesty 36.2 36.0 36.5
8. Nuryati 36.9 37.1 37.1
9. Ari 36.3 36.3 36.4
10. Rara 35.3 36.4 36.3
11. Rischa 36.3 36.3 35.9
12. Kartika Gita I. 36.5 36.4 36.6
13. Dewi I. 36.0 35.8 36.2
14. Dewi A. 36.5 35.6 36.4
15. Abas Susilo 36.5 35.8 36.0
16. Dhariska R. N. F. 37.0 35.7 36.1
17. susbiyanto 36.2 35.5 35.3
18. Laifa 36.1 36.3 35.8
19. harafi 36.0 36.3 36.0
20. anik 36.1 36.1 36.1
21. cahya 36.0 35.8 35.9

__________________________________________________________________

Hasil Pengukuran Suhu Tubuh


Kompres air dingin Kompres air hangat
Normal
No. Naracoba (0C) (0C)
(0C)
Rata2 Rata2
22. Siska Puti 36.1 35.7 35.9
23. Mahaning N. 36.1 35,4 35,6
24. Dwi Ariyanti 35.7 35,4 35.8
25 N. Guntur H 37.8 36.9 38.1
26. Arif Hidayat 36.7 36.3 35.3

2. Analisis data

a. Data Hasil Analisis One-Way ANOVA Sebelum dan Sesudah


dikompres Air Dingin

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 52


ANOVA
Sebelum
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between 4.373 12 .364 2.127 .096
Groups
Within 2.227 13 .171
Groups
Total 6.600 25

Berdasarkan hasil analisis One-Way ANOVA di atas terlihat bahwa:


F hitung = 2.127 > F tabel (α=0.05; 12, 13) = 2.603661 dan nilai sig. >
0.05 sehingga H0 diterima.

Kesimpulan:
Rata-rata suhu badan naracoba sebelum diberikan kompres air
tidak berbeda dengan rata-rata suhu badan naracoba sesudah diberikan
kompres air dingin. Hal ini berarti pemberian kompres air dingin
terhadap naracoba tidak berpengaruh terhadap suhu badan,

b. Data Hasil Analisis One-Way ANOVA Sebelum dan Sesudah dikompres Air
Panas
ANOVA
Sebelum
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between 5.091 13 .392 3.114 .029
Groups
Within 1.509 12 .126
Groups
Total 6.600 25

Berdasarkan hasil analisis One-Way ANOVA di atas terlihat bahwa:


F hitung = 3.114 > F tabel (α=0.05; 13, 12) = 2.660177, jadi H0
ditolak.

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 53


Kesimpulan:
Rata-rata suhu badan naracoba sebelum diberikan kompres air
panas tidak sama/ berbeda dengan rata-rata suhu badan naracoba
sesudah diberikan kompres air panas. Hal ini berarti pemberian
kompres air panas terhadap naracoba berpengaruh terhadap suhu
badan, sehingga terjadi perbedaan antara suhu normal (sebelum) dan
suhu sesudah dikompres dengan air panas.

3. Pembahasan

Praktikum kali ini adalah mengenai pengaruh lingkungan terhadap


suhu tubuh dengan tujuan melakukan pengukuran suhu tubuh homeoterm
dan mengamati pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu tubuh manusia.
Ada tiga kegiatan yang dilakukan pada praktikum ini. Pertama, mengukur
suhu tubuh normal dengan cara menaruh termometer yang telah ter-
kalibrasi pada ketiak selama tiga menit, suhu yang terukur adalah suhu
normal, kegiatan ini merupakan kegiatan kontrol. Kedua, mengompres
dengan air dingin selama lima menit pada leher (sekitar arteri jugularis).
Kemudian menaruh thermometer yang telah terkalibrasi pada ketiak
selama tiga menit, setelah hasil pengukuran suhu yang tercatat pada
thermometer ditulis dalam tabel, thermometer dikalibrasi kembali dan
diletakkan pada ketiak selama tiga menit, hasil pengukuran suhu oleh
thermometer dicatat dalam tabel, begitu seterusnya sampai 5 kali dan
merata-ratakannya. Ketiga, mengompres dengan air hangat selama lima
menit pada leher (sekitar arteri jugularis) dan melakukan hal yang sama
seperti kegiatan kedua. Kegiatan kedua dan ketiga ini merupakan kegiatan
eksperimen.

Hasil pengukuran praktikan suhu pada praktikum kali ini berkisar dari
35,7 oC sampai 37,8 oC dengan rata suhu normal 36,45 oC. Hasil pengu-
kuran ini menandakan bahwa suhu rata-rata tubuh praktikan berada pada
kisaran suhu tubuh yang normal karena suhu tubuh normal dewasa diukur
pada bagian ketiak berkisar dari 34,7 °C– 37,3 °C. Suhu yang terukur

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 54


setelah pengompresan dengan air dingin pada leher (sekitar arteri
jugularis) berkisar dari 35,4 oC sampai 37,1 oC dengan rata-rata 36,06 oC.
suhu yang terukur setelah pengompresan dengan air hangat berkisar dari
35,3 oC sampai 38,1 oC dengan rata-rata 36,14 oC.

Hasil dari analisis uji anava satu arah di atas menunjukkan hasil bahwa
tidak ada perbedaan rata-rata suhu tubuh pada keadaan normal dengan
rata-rata suhu tubuh setelah dikompres dengan air dingin. Akan tetapi ada
perbedaan rata-rata suhu tubuh normal dengan suhu tubuh setelah dikom-
pres dengan air hangat.

Manusia yang tergolong organisme homeoterm memiliki kemampuan


menjaga keseimbangan suhu tubuhnya agar selalu berada pada keadaan
yang konstan (berada pada kisaran yang normal) sekalipun suhu ling-
kungannya sangat berubah. Hal ini bersesuaian dengan ungkapan yang di-
tulis oleh Soewolo (Soewolo dkk, 2005: 286-287) bahwa suhu tubuh ma-
nusia konstan meskipun suhu lingkungan berfluktuasi jauh di atas atau di
bawah suhu tubuhnya. Dalam hal ini menurutnya, kulit memegang pera-
nan penting dalam mempertahankan suhu tubuh. Di dalam kulit terdapat
jaring-jaring pembuluh darah dan kelenjar keringat yang dikendalikan oleh
sistem saraf. Di samping itu terdapat reseptor berbagai macam sensasi pa-
nas atau dingin, satu di antaranya adalah termoreseptor

Berdasarkan penjelasan di atas tentang manusia sebagai organisme ho-


meoterm hasil pengukuran suhu tubuh pada percobaan pertama setelah
leher dikompres dengan air dingin dan hasil pengukuran suhu tubuh pada
pecobaan kedua setelah leher dikompres dengan air hangat sama dengan
teori karena rata-rata perubahan suhu praktikan berada pada kisaran nor-
mal yaitu berada antara 34,7 °C– 37,3 °C. Hasil ini diperkuat dari analisis
anava satu arah pada percobaan pertama yang menyimpulkan bahwa tidak
ada perbadaan suhu tubuh sebelum dan sesudah leher dikompres dengan
air dingin walaupun hasil analisis anava satu arah pada percobaan yang
kedua menunjukkan adanya perbadaan suhu tubuh sebelum dan sesudah
leher dikompres dengan air hangat. Sekali lagi perlu dilihat kembali pada

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 55


tabel hasil percobaan bahwa rata-rata suhu tubuh praktikan berada pada
kisaran normal yang hal ini tidak berbeda dengan prinsip homeostasis
termoregulasi pada manusia.

Termoregulasi adalah pemeliharaan suhu tubuh di dalam kisaran yang


membuat sel-sel mampu befungsi secara efisien (berada pada kisaran suhu
normal). Pengaturan suhu tubuh pada manusia ini secara sederhana dapat
dijelaskan seperti gambar 1 pada dasar teori di atas. Pengaturan suhu tubuh
manusia berpusat di hipotalamus yang mengontrol sel-sel saraf pengatur
termoregulasi. Hipotalamus memiliki termofosfat yang merespon pada pe-
rubahan suhu di atas dan di bawah kisaran suhu normal dengan cara meng-
aktifkan mekanisme yang memperbanyak hilangnya panas atau perolehan
panas. Sel-sel saraf yang mengindera suhu tubuh terletak pada kulit, hipo-
talamus itu sendiri, dan beberapa bagian lain sistem saraf. Beberapa di-
antaranya adalah reseptor panas yang memberi sinyal kepada termofosfat
hipotalamus ketika suhu kulit atau darah meningkat dan reseptor dingin
yang mensinyal termofosfat ketika suhu turun. Termofosfat itu merespon
terhadap suhu tubuh di bawah kisaran normal dan menghambat mekanis-
me kehilangan panas serta mengaktifkan mekanisme penghematan panas
seperti vasokonstriksi pembuluh superfisial dan berdirinya bulu atau ram-
but, sementara merangsang mekanisme yang membangkitkan panas (ter-
mogenesis melalui kontraksi dan tanpa menggigil). Sebagai respon ter-
hadap suhu tubuh yang meningkat, termofosfat mematikan (menginaktif-
kan) mekanisme penghematan panas dan meningkatkan pendinginan tubuh
melalui vasodilatasi, berkeringat. Saat keadaan yang sangat ekstrim
manusia harus mampu melakukan adaptasi perilaku agar suhu tubuhnya
tetap bisa berada pada keadaan yang normal.

E. Diskusi
a. Ide penelitian yang dapat dikembangkan dari praktikum ini adalah
hubungan suhu tubuh dengan ketinggian tempat tinggal yang diukur dari
permukaan laut, pengaruh minum jahe terhadap suhu tubuh, perbedaan

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 56


suhu tubuh antara orang yang tinggal di dataran rendah dan orang yang
tinggal di dataran tinggi.
b. Kesulitan yang dialami ketika melakukan praktikum adalah kesulitan pada
saat leher dikompres dengan air dingin yaitu es karena minimnya sarana
yang disediakan. Selain itu hal ini menyebabkan rasa sakit di kepala
sehingga banyak diantara praktikan yang mengalami sakit setelah
melakukukan percobaan ini. Saran yang dapat disampaikan adalah sarana
yang diperlukan dalam praktikum ke depan hendaknya harus memadai
sehingga praktikum dapat dilaksanakan dengan lebih mudah.
c. Data yang diperoleh pada praktikum kali ini tidak berbeda dengan teori
yang ada dimana rata-rata hasil pengukuran suhu tubuh praktikan sebelum
dan sesudah dikompres dengan air panas dan dingin tetap berada pada
kisaran yang normal.

F. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum kali ini adalah pada organisme
homeoterm salah satunya manusia, perubahan suhu lingkungan tidak mempe-
ngaruhi suhu tubuh. Karena adanya proses homeostasis pada manusia berupa
termoregulasi yang sistem koordinasinya terpusat pada hipotalamus. Dengan
adanya proses ini suhu tubuh tetap berada pada keadaan yang normal walau-
pun suhu lingkungan berubah. Akan tetapi pada kondisi yang sangat ekstrim
manusia perlu melakukan adaptasi perilaku.

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 57


DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2000. Biologi, edisi kelima-jilid
2. (Terjemahan Wasmen Manalu). Jakarta: Erlangga. (Buku asli
diterbitkan tahun 1999).

________________________________________. 2008. Biology (eight edition).


San Francisco. Pearson Education, Inc.

Djukri & Heru Nurcahyo. 2009. Petunjuk praktikum biologi. Yogyakarta: Prodi
PSn PPs UNY.

Soewolo, dkk. 1999. Fisiologi manusia. Malang: Universitas Negeri Malang.

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 58


LAMPIRAN

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 59


KEGIATAN 5
PERAMBATAN BUNYI PADA TULANG TENGKORAK

A. Tujuan Praktikum
A.1. Tujuan kegiatan
1. Mahasiswa dapat memahami perambatan bunyi melalui tulang
tengkorak dengan menggunakan garputala
2. Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
perambatan bunyi melalui tulang tengkorak dengan menggunakan
garputala.
A.2. Kompetensi Khusus
1. Mahasiswa dapat menerangkan mekanisme perambatan bunyi
melalui tulang tengkorak dengan menggunakan garputala.
2. Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
perambatan bunyi melalui tulang tengkorak dengan menggunakan
garputala.

B. Dasar Teori

Telinga berfungsi untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls yang


kemudian akan dijalarkan ke pusat pendengaran di otak. Walaupun mekanis-
me mendengar tidak dapat mencakup seluruh gelombang bunyi, namun
keterbatasan ini tidak merupakan hambatan bagi seseorang untuk dapat
menanggapi berbagai macam bunyi yang berasal dari lingkungannya.

Suara ialah suatu gelombang mekanis bujur (longitudinal) yang merambat


melalui udara, air, dan perantara bermateri lainnya. Sedangkan gelombang
mekanis bujur yaitu suatu gelombang dengan titik - titik perantara bergerak
sejajar dengan arah perambatan gelombang. Oleh sebab itu suara yang me-
rupakan gelombang longitudinal akan dapat sampai ketelinga melalui medium
udara, air, atau padatan. Tulang tengkorak sebagai medium padatan juga dapat
menjadi media merambatnya suara sehingga sampai pada telinga.

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 60


Telinga sebagai indera pendengaran memiliki bagian-bagian yang
mempunyai fungsi masing-masing dalam proses mendengar. Telinga terdiri
dari tiga bagian, yaitu bagian telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam
(Anonim 2012).

a. Telinga bagian luar


Telinga bagian luar terdiri atas daun telinga dan saluran telinga.
Rangka daun telinga ini terdiri dari tulang rawan elastis yang berfungsi
untuk mengumpul-kan getaran suara menuju saluran telinga luar. Panjang
saluran telinga luar ini ±2,5 cm. Saluran ini memiliki sejenis kelenjar
sebaceae (sejenis minyak) yang menghasilkan kotoran teling (cerumen).
Cerumen dan rambut telinga ini dapat mencegah masuknya benda asing ke
dalam telinga.

Gambar 2. Telinga Bagian Luar

b. Telinga Bagian Tengah


Telinga bagian tengah ini dibatasi dan dimulai dari membran timpani
(gendang telinga) yang didalamnya terdapat rongga kecil berisi udara
yang terdiri atas tulang-tulang pendengaran yang terdiri atas maleus
(martil), inkus (landasan) dan stapes (sanggurdi). Pada bagian telinga
tengah ini juga terdapat saluran eustacius yang menghubungkan telinga
bagian tengah dengan faring. Antara telinga bagian dalam dan telinga
bagian tengah dibatasi oleh tingkap oval (fenestra ovalis) dan tingkap
bulat (venestra rotundra).

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 61


Gambar 3. Telinga Bagian Tengah

c. Telinga Bagian Dalam


Bagian dalam telinga ini terdapat organ pendengaran yang terdiri atas
koklea (rumah siput) dan organ keseimbangan yang terdiri atas kanalis
semi sirku-laris, sakulus dan ultrikulus.Koklea ini terdiri atas dua ruangan
atau saluran, canal vestibulat bagian atas dan canal timpanik pada bagian
bawah. Kedua ruangan tersebut berisikan cairan perilimfe dan dibatasi
oleh duktus koklea. Sedangkan duktus koklea berisikan cairan endolimfe.
Pada bagain dasar duktus koklea ini lah terdapat reseptor pendengaran
yang disebut dengan organ corti .

Gambar 4. Telinga Bagian Dalam


(Anonim 2012)
Proses mendengar diawali dari suara atau bunyi yang masuk ditangkap
oleh daun telinga, kemudian diteruskan ke dalam liang telinga luar yang akan
menggetarkan gendang telinga. Getaran ini akan diteruskan dan diperkuat oleh
tulang-tulang pendengaran yang saling berhubungan yaitu malleus, incus dan
stapes. Stapes akan menggetarkan tingkap lonjong (oval window ) pada rumah

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 62


siput yang berhubungan dengan scala vestibuli sehingga cairan didalamnya
yaitu perilimf ikut bergetar.

Getaran tersebut akan dihantarkan ke rongga dibawahnya yaitu scala


media yang berisi endolimf sepanjang rumah siput. Didalam scala media
terdapat organ corti yang berisi satu baris sel rambut dalam (Inner Hair Cell)
dan tiga baris sel rambut luar (Outer Hair Cell) yang berfungsi mengubah
energi suara menjadi energi listrik yang akan diterima oleh saraf pendengaran
yang kemudian menyampaikan atau meneruskan rangsangan energi listrik
tersebut ke pusat sensorik mendengar di otak sehingga kita bisa mendengar
suara atau bunyi tersebut dengan sadar.

Telinga dapat mengalami kehilangan kemampuannya untuk mendengar


getaran suara. Hilang pendegaran atau tuli dapat dibedakan atas dua macam
yaitu hilang pendengaran karena konduksi (tuli konduksi) dan hilang pende-
ngaran karena syaraf (tuli syaraf atau persepsi).
1. Tuli konduksi terjadi karena vibrasi/getaran suara tidak mencapai telinga
bagian tengah. Tuli semacam ini sifatnya hanya sementara oleh karena
adanya malam (wax/serumen) ataupun cairan di dalam telinga tengah.
Apabila tuli konduksi tidak dapat pulih kembali, maka penderita diatasi
dengan menggunakan alat bantu pendengaran (hearing aid).Tuli konduktif
disebabkan kelainan di telinga luar atau telinga tengah. Kelainan telinga
luar yang menyebabkan tuli konduktif adalah otalgia, atresia liang telinga,
sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkum skripta, otitis eksterna
maligna, dan osteoma liang telinga. Kelainan telinga tengah yang
menyebabkan tuli konduktif ialah sumbatan tuba eustachius, otitis media,
otosklerosis, timpanisklerosia, hemotimpanum, dan dislokasi tulang
pendengaran.
2. Tuli sensorineural terbagi atas tuli sensorineural koklea dan retrokoklea.
Tuli sensorineural koklea disebabkan aplasia, labirintitis, intoksikasi obat
ototaksik atau alkohol. Dapat juga disebabkan tuli mendadak, trauma
kapitis, trauma akustik dan pemaparan bising.tuli sensorineural retrokoklea
disebabkan neoroma akustik, tumor sudut pons serebellum, mieloma
multipel, cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya. Tuli

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 63


syaraf terjadi karena hanya sebagian kecil frekuensi bunyi atau seluruh
frekuensi bunyi yang tidak didengar. Tuli syaraf ini sampai sekarang belum
bisa diobati sehingga dikategorikan sebagai tuli permanen (Anonim, 2012).

Untuk mengetahui kondisi telinga apakah mengalami gangguan pen-


dengaran/tuli dapat dengan melakukan tes pendengaran, yaitu tes garputala,
tes Rinne, dan tes Webber.
1. Tes Rinne. Tes Rinne ini dilakukan untuk membandingkan konduksi bunyi
melalui tulang dengan konveksi bunyi melalui udara. Caranya, yaitu salah
satu garpu tala seperti yang disebutkan di atas (misalnya C128) digetarkan
kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus (di belakang telinga),
setelah tidak terdengar getaran lagi, garpu tala dipindahakan ke depan
lubang telinga. Tanyakan pada penderita apakah masih terdengar getaran
tersebut? Menurut Gabriel (1996: 87) mengatakan bahwa dalam keadaan
normal konduksi bunyi/suara melalui udara 85-90 detik dan konduksi
melalui udara 45 detik. Tes Rinne positif, (Rinne +) berarti pendengaran
penderita baik, pada penderita tuli konduksi maupun tuli syaraf. Sedangkan
tes Rinne negatif (Rinne - ) berarti pada penderita tuli konduksi selang
waktu konduksi tulang mungkin sama atau lebih lama. Ada 3 interpretasi
dari hasil tes Rinne yang kita lakukan, yaitu :
a. Normal. Jika tes Rinne positif.
b. Tuli konduktif. Jika tes Rinne negatif.
c. Tuli sensorineural. Jika tes Rinne positif.
Interpretasi tes Rinne dapat false Rinne baik pseudo positif dan pseudo
negatif. Hal ini dapat terjadi manakala telinga pasien yang tidak kita tes
menangkap bunyi garpu tala karena telinga tersebut pendengarannya
jauh lebih baik daripada telinga pasien yang kita periksa.
3. Tes Webber. Tes ini dilakukan dengan menggetarkan garpu tala, kemudian
diletakan pada vertex dahi/puncak kepala. Pada penderita tuli konduksi
(penyebab wax atau otitis media) akan terdengar bunyi nyaring/terang pada
telinga yang sakit. Misalnya pada telinga kiri terdengar bunyi nyaring
(makin keras) maka disebut Weber laterisasi ke kiri. Begitupun jika telinga

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 64


kanan sakit maka weber laterisasi ke kanan (Anonim, 2012). Ada 3
interpretasi dari hasil tes Weber yang kita lakukan, yaitu :
a. Normal. Jika tidak ada lateralisasi.
b. Tuli konduktif. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang
sakit.
c. Tuli sensorineural. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang
sehat.

C. Metode Praktikum

Jenis kegiatan : Observasi


Obyek pengamatan : Probandus
Alat dan bahan
Alat dan bahan yang diperlukan pada percobaan perambatan bunyi melalui
tulang tengkorak ini adalah
a. Garpu tala 112-870 Hz
b. Arloji atau jam tangan yang bersuara
c. Mistar
d. Stopwatch
Prosedur kerja:
1) Salah satu naracoba menutup telinga kanan dengan kapas dan
memejamkan mata (ditutup dengan kain)
2) Penguji memasang jam tangan di dekat telinga kira naracoba. Perlahan-
lahan penguji menjauhkan jam tangan sampai naracoba tidak mendengar
lagi suara arloji. Mengukur dan mencatat jarak antara arloji dengan telinga
kiri naracoba. Kemudian dengan perlahan penguji mendekatkan arloji
sampai naracoba mendengar kembali suaranya. Mengukur dan mencatat
jarak antara arloji dengan telinga kiri naracoba. Mengulangi langkah yang
sama sebanyak lima kali.
3) Melakukan cara yang sama pada naracoba yang sama tetapi yang ditutup
telinga kanan (telinga kiri disumbat dengan kapas), kemudian mencata
seluruh hasil percobaan pada lembar kerja.
4) Membandingkan hasil percobaan antara telinga kana dan telinga kiri.

 Percobaan Rinnc

Adapun langkah-langkah pada percobaan ini adalah


1) Menggetarkan garpu tala dan meletakkan di puncak kepala naracoba.
Mula-mula naracoba akan mendengar suara garpu tala tersebut keras

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 65


dan makin lama suara garpu tala tersebut terdengar makin lemah dan
akhirnya tidak terdengar lagi. Mencatat waktu antara mendengar
sampai tidak mendengan suara lagi.
2) Pada saat naracoba tidak mendengar suara tersebut, dengan segera
penguji memindahkan garpu tala ke dekat atau lubang telinga kanan.
Dengan memindahkan letak itu, maka naracoba akan mendengar suara
garpu tala lagi. Mencatat waktu antara nara coba mendengar sampai
tidak mendengar lagi di dekat atau di depan lubang telinga kanan.
3) Mengulangi percobaan sampai lima kali dan mencatat hasilnya pada
lembar kerja.
4) Melakukan percobaan tersebut untuk telinga kiri dan juga mengulangi
percobaan sebanyak lima kali. Mencatat frekuensi garpu tala yang
dipakai dan hasil percobaan pada lembar jawaban.
5) Membandingkan hasil yang diperoleh antara telinga kanan dan kiri.

 Percobaan Weber

Adapun langkah-langkah pada percobaan ini adalah


1) Penguji meletakkan pangkal garpu tala yang sudah digetarkan di
puncak kepala naracoba.
2) Naracoba menutup salah satu lubang telinga luarnya.
3) Penguji menanyakan kepada naracoba pada telinga mana suara garpu
tala tersebut terdengar lebih keras. Jika ternyata pada telinga yang
ditutup suara garpu tala terdengar lebih keras daripada telinga yang
terbuka maka dikatakan lateralisasi.
4) Melakukan percobaan sejenis pada telinga lainnya.
5) Bandingkan hasil yang diperoleh untuk kedua telinga.
6) Mengambil kesimpulan dari hasil percobaan tersebut, apakah
seseorang tersebut tuli atau tidak.

D. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil
Hasil praktikum ditampilkan pada lembar berikutnya

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 66


Tabel 9. Hasil Percobaan Jarak terjauh telinga Tidak mendengan
dan mendengar

Jarak (cm)
Telinga Kiri Telinga Kanan
No Nama
Tidak Tidak
Terdengar Terdengar
Terdengar Terdengar
1 Harafi 94.8 59.4 67 55
2 Laifa 90.2 66.6 67 46
3 Cahya 100.2 78.4 68.4 52.2
4 Anik 52.2 46 71.4 63.2
5 Toto 48.6 36.6 38.4 30.8
6 Yaya 95.4 95.4 77.6 77.6
7 Ariati 84.2 84.2 67 67
8 Hesti 32.2 32.2 32.2 32.2
9 Rara 7.6 7.6 11 11
10 Rischa 51 51 39.4 39.4

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 67


11 Dewi A 64.6 51.8 44.2 30.2
12 Abas 54.8 32 36.4 32.4
13 Kartika 58 40 41 31
14 Dewi I. 45.8 30.2 49.2 34.6
15 Dhariska 63.6 35.8 56 30.6
16 Winarto 28 21.2 27 19.6
17 Leno 28.2 28 27 23.2
18 Siwi 49.6 20.6 34.6 29.4
19 Retno 91.4 67.8 75 66.8
20 Galuh 16.4 15.4 36.4 33.6
21 Novi 55 46.2 42.6 36.8
22 Siska 27 12 40.6 22.8
23 Naning 34.6 23.8 51.4 36.6
24 Dwi A. 26 9.8 53.6 29.4
25 Guntur 56.6 36 83.8 76
26 Arif H. 26.8 23 37.8 32.2
Rata-rata 53.185 40.423 49.077 39.985
Tabel 10. Hasil Percobaan Rinnc

Waktu (s)
No Nama
Di Atas Di Dekat Di Atas Di Dekat
Kepala Telinga Kanan Kepala Telinga Kiri
1 Harafi 2.68 5 2.56 5.14
2 Laifa 3 5.67 3 6.4
3 Cahya 4 5.6 4.2 5.4
4 Anik 1.8 4.6 1.9 5.1
5 Toto 3.6 4 3.4 5.4
6 Yaya 9.54 12.06 11.44 8.28
7 Ariati 9.66 6.98 8.6 5.14
8 Hesti 7.4 7.46 10.56 9.1
9 Rara 4 5.64 3.84 10.12
10 Rischa 3.28 5.34 11.38 14.66
11 Dewi A 1.48 8.04 1.32 9.8
12 Abas 3.28 7.28 3.72 7.84
13 Kartika 3.12 9.24 2.88 8.92
14 Dewi I. 2.16 7.12 2.64 7.96
15 Dhariska 3.52 8.48 4.32 9.44
16 Winarto 3.72 12.83 3.46 12.99
17 Leno 3.4 19.25 3.52 19.41
18 Siwi 4.05 11 3.97 12.37

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 68


19 Retno 3.59 15.33 6.27 15.1
20 Galuh 4.2 16.02 3.8 14.96
21 Novi 4.71 14.62 4.33 12.59
22 Siska 5.92 7.3 6.24 6.98
23 Naning 5.64 3.6 5.02 4
24 Dwi A. 6.56 5.6 6.16 5.6
25 Guntur 6.36 6.84 6.14 8.48
26 Arif H. 8.66 7.7 7.82 6.7
Rata2 4.590 8.562 5.096 9.149
Tabel 11. Hasil Percobaan Webber

No. Nama Telinga Kiri ditutup Telinga Kanan ditutup


1 Harafi lebih keras lebih keras
2 Laifa lebih keras lebih keras
3 Cahya lebih keras lebih keras
4 Anik lebih keras lebih keras
5 Toto lebih keras lebih keras
6 Yaya lebih keras lebih keras
7 Ariati lebih keras lebih keras
8 Hesti lebih keras lebih keras
9 Rara lebih keras lebih keras
10 Rischa lebih keras lebih keras
11 Dewi A lebih keras lebih keras
12 Abas lebih keras lebih keras
13 Kartika lebih keras lebih keras
14 Dewi I. lebih keras lebih keras
15 Dhariska lebih keras lebih keras
16 Winarto lebih keras lebih keras
17 Fira lebih keras lebih keras
18 Ummy lebih keras lebih keras
19 Eka lebih keras lebih keras
20 Leno lebih keras lebih keras
21 Siwi lebih keras lebih keras
22 Retno lebih keras lebih keras
23 Galuh lebih keras lebih keras
24 Novi lebih keras lebih keras
25 Siska lebih keras lebih keras
26 Naning lebih keras lebih keras

2. Pembahasan

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 69


Kegiatan praktikum kali ini adalah tentang perambatan bunyi melalui
tulang tengkorak. Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mema-
hami perambatan bunyi melalui tulang tengkorak dengan menggunakan
garputala dan dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pe-
rambatan bunyi melalui tulang tengkorak dengan menggunakan garputala.
Kegiatan yang dilakukan pada praktikum kali ini ada tiga yaitu tes pende-
ngaran (titik terjauh masih bisa mendengar), tes Rinne, dan percobaan
Webber.

Bunyi selain dapat didengar karena merambat melalui udara ternyata bisa
juga dirambatkan melalui tulang tengkorak. Bunyi yang merambat melaui
tulang tengkorak selanjutnya akan dirambatkan ke tulang-tulang pendengaran
yang saling berhubungan yaitu malleus, incus dan stapes. Stapes akan
menggetarkan tingkap lonjong (oval window) pada rumah siput yang
berhubungan dengan scala vestibuli sehingga cairan didalamnya yaitu
perilimf ikut bergetar. Getaran ini akan dihantarkan ke rongga dibawahnya
yaitu scala media yang berisi endolimf sepanjang rumah siput. Didalam scala
media terdapat organ corti yang berisi satu baris sel rambut dalam (inner hair
cell) dan tiga baris sel rambut luar (outer hair cell) yang berfungsi mengubah
energi suara menjadi energi listrik yang akan diterima oleh saraf pendengaran
yang kemudian menyampaikan atau meneruskan rangsangan energi listrik
tersebut ke pusat sensorik mendengar di otak sehingga kita bisa mendengar
suara atau bunyi tersebut dengan sadar.

Kegiatan pertama adalah pengujian titik terjauh sampai telinga masih


mendengar dengan cara menjauhkan sumber bunyi dari telinga secara per-
lahan. Setelah itu sumber bunyi didekatkan kambali secara perlahan sampai
telinga mulai mendengar. Hasil dari kegiatan ini diperoleh rata-rata jarak
telinga kanan tidak mendengar lagi sumber bunyi adalah 49,077 cm.
Probandus yang telinga kanannya masih mendengar suara sumber bunyi
paling jauh adalah Guntur (83,7 cm) sedangkan probandus yang telinga
masih mendengar suara sumber bunyi paling dekat adalah Rara (11 cm).

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 70


Rata-rata jarak telinga kanan kembali mendengar suara sumber bunyi adalah
39,985 cm. Probandus yang telinga kanannya kembali mendengar suara
sumber bunyi paling jauh adalah Yaya (77,6 cm) sedangkan probandus yang
telinga kanannya mendengar kembali suara sumber bunyi paling dekat adalah
Rara (11 cm).

Masih dari hasil kegiatan pertama untuk telinga kiri, rata-rata jarak te-
linga kiri tidak mendengar lagi sumber bunyi adalah 53,185 cm. probandus
yang telinga kirinya masih mendengar suara sumber bunyi paling jauh adalah
Cahya (100,2 cm) sedangkan probandus yang telinga kirinya masih
mendengar suara sumber bunyi paling dekat adalah Rara (7,6 cm). Rata-rata
telinga kiri kembali mendengar suara sumber bunyi adalah 40, 423cm.
Probandus yang telinga kirinya mendengar kembali suara sumber bunyi
paling jauh adalah Yaya (95,4cm) sedangkan probandus yang telinga kirinya
mendengar kembali suara sumber bunyi paling dekat adalah Rara (7,6 cm).

Kegiatan kedua tentang percobaan Rinne, setelah suara garputala yang


berada di atas kepala probandus tidak lagi didengar oleh probandus maka
dengan segera penguji memindah garputala ke dekat telinga kanan atau te-
linga kiri probandus.dengan pemindahan ini ada dua kemungkinan yang bisa
terjadi. Pertama, probandus akan kembali mendengar suara garputala. Kedua,
probandus tidak mendengar suara garputala. Jika probandus kembali
mendengar disebut dengan tes Rinne positif sedangkan jika probandus tidak
mendengar disebut tes Rinne negatf.

Bila garputala digetarkan, maka getaran melalui udara dapat didengar dua
kali lebih lama dibanding melalui tulang. Normal getar melalui tulang dapat
didengar selama 70 detik, maka getaran melalui udara dapat didengar selama
140 detik. Hasil praktikum menunjukkan rata-rata getar yang dapat didengar
baik melalui tulang atau udara belum sampai 70 detik dan 140 detik. Hal ini
dimungkinkan karena garputala yang digunakan memiliki frekuensi yang
lebih kecil sehingga mempengaruhi lama waktu getar-nya.

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 71


Data yang diperoleh dari hasil percobaan Rinne ini bervariasi. Rata-rata
lama waktu probandus sampai tidak mendengar suara garputala yang
diletakkan di puncak kepala adalah 4,843 detik dan lama waktu probandus
sampai tidak mendengar suara garputala ketika diletakkan dekat telinga
kanan adalah 8.562 detik sedangkan lama waktu probandus sampai tidak
mendengar suara garputala ketika diletakkan dekat telinga kiri 9.149 detik.

Hasil percobaan Rinne pada semua probandus adalah Rinne positif,


karena semua probandus masih bisa mendengar suara garputala ketika
garputala dipindah dekat telinga kanan atau telinga kiri probandus. Selain itu
hasil percobaan menunjukkan waktu rata-rata probandus mendengar suara
garputala yang diletakkan di dekat telinga kanan atau telinga kiri terdengar
lebih lama dibandingkan ketika garputala diletakkan di atas kepala.

Kegiatan ketiga tentang percobaan Webber. Percobaan ini untuk menguji


ada tidaknya lateralisasi pada salah satu atau kedua telinga probandus.
Penderita tuli konduksi (penyebab wax atau otitis media) akan mendengar
bunyi nyaring/terang pada telinga yang sakit. Misalnya pada telinga
kiri terdengar bunyi nyaring (makin keras) maka disebut Webber
laterisasi ke kiri. Begitupun jika telinga kanan sakit maka webber laterisasi ke
kanan. Sedangkan pada penderita tuli persepsi atau saraf, getaran garputala
terdengar lebih keras pada telinga normal.

Hasil yang diperoleh pada kegiatan tiga yaitu tentang percobaan Webber,
semua probandus yang telinganya ditutup getaran garputala terdengar lebih
keras, hasil ini menunjukkan bahwa telinga semua probandus tidak
mengalami lateralisasi (telinga normal).

Ide penelitian yang dapat dikembangkan dari percobaan yang telang


dilakukan adalah pengaruh penggunaan headseat terhadap ketajaman pen-
dengaran, pengaruh intensitas bunyi tempat bekerja terhadap ketajaman
pendengaran, pengaruh keseringan menelpon dengan ketajaman pendenga-
ran.
Satu kesulitan dalam melakukan percobaan kali ini adalah tidak ada
tempat yang sunyi sebagai tempat yang digunakan untuk percobaan. Ke-

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 72


bisingan selama melakukan percobaan sangat menggang percobaan yang
sedang dilakukan. Probandus sulit untuk fokus mendengar suara sumber
bunyi atau suara garputala yang digunakan dalam percobaan. Kesulitan yang
lain adalah

E. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan yang telah dilakukan adalah
1. Bunyi dari garputala yang merambat melalui tulang tengkorak akan di-
teruskan oleh tulang-tulang pendengaran yang saling berhubungan dalam
telinga, tulang-tulang ini ini akan merambatkan getaran bunyi garputala ke
cairan perilimf yang ada di telinga yang juga ikut bergetar respon ini
diteruskan sampai ke otak oleh organ-organ pendengaran yang ada dalam
telinga sihingga otak dapat merespon berupa pendengaran secara sadar.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perambatan bunyi garputala melalui
tulang tengkorak adalah frekuensi garputala, tulang-tulang pendengaran,
cairan perilimf, dan organ-organ lain dalam telinga.

DAFTAR PUSTAKA

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 73


Anonim. 2012. Kegiatan 5, perambatan bunyi melalui tulang tengkorak.
(Network) diunduh pada pada tanggal 7 Nopember 2012 dari
http://dc404.4shared.com/doc/_FtJEczM/preview.html.

_______. 2012. Structure of the human ear. (Network) diunduh pada pada tanggal
7 Nopember 2012 dari (http://www.britannica.com/EBchecked/topic-
art/175622/530/Structure-of-the-human-ear)

_______. 2012. Proses mendengar dan ganguan mendengar pada banyi dan
anak-anak. (Network) diunduh pada pada tanggal 7 Nopember 2012 dari
http://www.yayasanaurica.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=68:proses-mendengar-dan-
gangguan-pendengaran-pada-bayi-dan-anak-oleh-dr-ashadi-
prasetyo&catid=44:artikel&Itemid=72

Djukri & Heru Nurcahyo. 2009. Petunjuk Praktikum Biologi. Yogyakarta: Prodi
PSn PPs UNY.

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 74


LAMPIRAN

ARIF HIDAYAT 12708251061 | LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI 75

Anda mungkin juga menyukai