METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif yaitu untuk melihat manajemen
Medan Tahun 2016. Menggunakan desain (cross sectional) yaitu jenis penelitian
yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data variabel independen
dan variabel dependen diukur dalam waktu yang bersamaan dan sesaat. Dimana
peneliti melakukan observasi pada saat perawat merawat pasien di ruang rawat inap.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sampai dengan April 2016.
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang rawat inap rindu
A berjumlah 150 orang dan ruang rawat inap rindu B berjumlah 200 orang di Rumah
Besar sampel dalam penelitian ini adalah perawat yang bertugas di ruang rawat
inap rindu A dan rindu B berjumlah 350 orang. Sehingga besar sampel ditentukan
dengan rumus:
( ) ( )( )
=
( )
( )
= = 96 orang (Untuk ruang Rindu A dan Rindu B).
Keterangan :
n : Besar sample
q : 1-p
sampling dengan cara pengambilan sample sedemikian rupa sehingga setiap individu
langsung.
jawaban Baik skornya adalah 1 dan pada pilihan jawaban Kurang skornya adalah 0.
Jumlah pertanyaan pada lembar observasi adalah 10 pertanyaan, maka didapat total
skor tertinggi 10 dan terendah 0. Berdasarkan skor yang diperoleh maka ukuran SOP
R
P
BK
P = Skor tertinggi –skor terendah
Keterangan:
P = Panjang Kelas
R = Rentang
BK = Banyak Kategori
10 0
P
2
P5
a. Tindakan Baik, bila responden memperoleh skor jawaban >5 (≥ 50% dari total
skor).
b. Tindakan Kurang, bila responden memperoleh skor jawaban ≤5 (< 50% dari total
skor)
jawaban mendukung skornya adalah 1, dan pada pilihan jawaban tidak mendukung
maka didapat total skor tertinggi 10 dan terendah 0. Berdasarkan skor yang diperoleh
maka ukuran SOP pemasangan infus dapat dikategorikan berdasarkan rumus Sudjana
(2010).
R
P
BK
P = Panjang Kelas
R = Rentang
BK = Banyak Kategori
Dari rumus tersebut diketahui skor tertinggi 30 dan skor terendah 0 dan banyak
10 0
P
2
P5
a. Tindakan mendukung, bila responden memperoleh skor jawaban >5 (≥ 50% dari
total skor).
b. Tindakan tidak mendukung, bila responden memperoleh skor jawaban ≤5 (< 50%
langsung dan wawancara dengan pihak terkait yaitu perawat rumah sakit sehingga
dapat mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit dengan adanya
pilihan jawaban baik skornya adalah 1, dan pada pilihan jawaban kurang skornya
didapat total skor tertinggi 30 dan terendah 0. Berdasarkan skor yang diperoleh maka
a. Tindakan Ya, bila responden memperoleh skor jawaban >34 (>75% dari total
skor).
b. Tindakan Tidak, bila responden memperoleh skor jawaban ≤11 (< 25% dari total
skor).
deskriptif disertai dengan bahasan dan kesimpulan. Hasil yang didapat disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan hasil observasi SOP pemasangan infus
Analisis univariat pada penelitian ini dilakukan pada tiap-tiap variable dan
disajikan dalam bentuk frekuensi dan presentase. Analisis univariat bertujuan untuk
dependen dan independen (Hastono, 2007). Pemilihan uji statistik yang digunakan
berdasarkan pada jenis data serta jumlah variabel yang diteliti. Pada penelitian ini
dilakukan uji Chi Square karena variable independen berbentuk data kategorik dan
dependennya kategorik.
satu atau lebih dari dua variabel. Dengan menggunakan teknik analisis dapat
1
P( y ) ( y )
e
Keterangan :
e : bilangan natural
y : variabel dependent
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan
Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan merupakan sebuah rumah
Sumatera Utara, terletak di lahan yang luas di pinggiran kota Medan. Rumah Sakit H.
Adam Malik mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat
jalan, sedangkan untuk pelayanan rawat inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992.Pada
tahun 1990 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik berdiri sebagai rumah sakit
Pada tahun 1991 sebagai Rumah Sakit pendidikan sesuai dengan SK Menkes
No. 502/Menkes/SK/IX/1991 dan Rumah sakit umum pusat H. Adam Malik juga
Pada tanggal 11 Januari 1993 secara resmi Pusat Pendidikan Fakultas Kedokteran
USU Medan dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik sebagai tanda dimulainya Soft
Opening. Kemudian diresmikan oleh Bapak Presiden RI pada tanggal 21 Juli 1993.
pada Juni 2007 RSUP. H. Adam Malik telah berubah status menjadi Badan Layanan
Umum (BLU) bertahap dengan tetap mengikuti pengarahan yang diberikan oleh
(Badan Layanan Umum) Penuh. Dan tahun 2008 untuk mewujudkan hal ini perlu
sehingga produktif dan efisien, dan dilakukan penyesuaian organisasi yang didukung
No Karakteristik n %
1. Umur
≤ 39 tahun 93 48,4
> 39tahun 99 51,6
2. Jenis Kelamin
Perempuan 182 94,8
Laki-laki 10 5,2
3. Masa Kerja
≤ 12 tahun 105 54,7
>12tahun 87 45,3
4. Pendidikan
SPK 5 2,6
DIII Keperawatan 104 54,2
S1 Keperawatan 83 43,2
Total 192 100,0
mempunyai umur ≤ 39 tahun yaitu 93 orang (48,4 %), > 39tahun yaitu 99 orang
(5,2%) dan perempuan sebanyak 182 orang (94,8%).Untuk responden memiliki masa
kerja ≤ 12 tahun sebanyak 105 orang (54,7%) danresponden memiliki masa kerja
pendidikan SPK sebanyak 5 orang (2,6%), D-III Keperawatan sebanyak 104 orang
4.2.2 Pengetahuan
Baik Kurang
No Pernyataan
n % n %
1. Apakah Bapak/Ibu tahu apa yang
192 100 0 0,0
dimaksud dengan flebitis
2. Flebitis merupakan infeksi
nosokomial yaitu oleh
mikroorganisme yang dialami oleh
pasien yang diperoleh selama dirawat 180 93,8 12 6,3
di rumah sakit diikuti dengan
manifestasi klinis yang muncul
sekurang-kurangnya 3x24 jam
3. Tindakan penatalaksanaan infus yang
buruk pasien akan terpapar pada
192 100 0 0,0
risiko terkena infeksi nosokomial
berupa flebitis
4. Bapak/Ibu menggunakan sarung
tangan ketika mencuci alat kesehatan 186 96,9 6 3,1
yang terkontaminasi darah/cairan
5. Menurut Bapak/Ibu pemberian
informasi dan rotasi tempat
165 85,9 27 14,1
penusukan merupakan faktor yang
memengaruhi terjadinya flebitis
Baik Kurang
No Pernyataan
n % n %
6. Kemerahan atau rubbor biasanya
merupakan kejadian pertama yang
ditemukan di daerah yang mengalami
peradangan arteriola yang mensuplai 182 94,8 10 5,2
darah terseebut mengalami pelenaran
sehingga darah yang mengalir ke
mikrosirkulasi lokal lebih banyak
7. Mengganti tempat atau rotasi kanula
120 62,5 72 37,5
ke lengan kontralateral setiap hari
8. Perawatan infus bertujuan untuk
mempertahankan teknik steril,
mencegah masuknya bakteri ke
dalam aliran darah,
186 96,9 6 3,1
pencegahan/meminimalkan
timbulnya infeksi, dan memantau
area insersi sehingga dapat
mengurangi kejadian flebitis
9. Faktor pasien yang dapat
memengaruhi angka flebitis
mencakup usia, jenis kelamin dan 149 77,6 43 22,4
kondisi dasar yaitu diabetes melitus,
infeksi, dan luka bakar
10. Flebitis post-infus merupakan
komplikasi lain yang biasa
165 85,9 27 14,1
dilaporkan oleh pasien dengan terapi
infus
Hasil penelitian dari Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pada pertanyaan “Apakah
Bapak/Ibu tahu apa yang dimaksud dengan flebitis” dan pertanyaan “Tindakan
penatalaksanaan infus yang buruk pasien akan terpapar pada risiko terkena infeksi
setiap hari ada 15 pasien menyebabkan bebas flebitis” didapatkan responden yang
37,5%.
Pengetahuan n %
Baik 113 58,9
Kurang 79 41,1
Jumlah 192 100,0
4.2.3 Sikap
Hasil penelitian dari Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada pernyataan “Sebelum
Sikap n %
Mendukung 115 59,9
Tidak Mendukung 77 40,1
Jumlah 192 100,0
Ya Tidak
No Pernyataan
n % n %
1. Standar infus 192 100,0 0 0,0
2. Infus set dengan cairan IV yang
192 100,0 0 0,0
dibutuhkan
3. Kanul IV 192 100,0 0 0,0
4. Kapas swab 192 100,0 0 0,0
5. Bengkok/nierbekken 192 100,0 0 0,0
6. Tornirquet 192 100,0 0 0,0
7. Plester+ kaca steril 192 100,0 0 0,0
8. Gunting perban 192 100,0 0 0,0
9. Handscoon 192 100,0 0 0,0
10. Pena dan stiker label 192 100,0 0 0,0
11. Spalk (untuk pasien anak) 192 100,0 0 0,0
12. Pengalas 192 100,0 0 0,0
13. IV kateter/wings (nomor sesuai
192 100,0 0 0,0
kebutuhan)
14. IV kateter/wings cadangan 192 100,0 0 0,0
15. Cairan yang dibutuhkan 0,0
192 100,0 0
Ya Tidak
No Pernyataan
n % n %
16. Cuci tangan 192 100,0 0 0,0
17. Berikan salam dan perkenalkan diri 112 58,3 80 41,7
18. Lakukan konfirmasi identitas pasien
192 100,0 0 0,0
sesuai prosedur
19. Siapkan pasien dan keluarga 166 86,5 26 13,5
20. Lanjutkan prosedur apabila pasien
sudah memahami penjelasan yang
192 100,0 0 0,0
diberikan dan pasien sudah siap untuk
dilakukan tindakan
21. Tentukan lokasi yang akan dipasang
192 100,0 0 0,0
infus
22. Tusukan infus set ke botol cairan dan
gantung di standar infus. Isi selang
infus set dengan cairan infus dn alirkan 192 100,0 0 0,0
cairan sampai ke ujung selang, klem
selang dan pertahankan taknik steril
23. Pertahankan teknik akseptik ketika
192 100,0 0 0,0
membuka cairan dan pack infus
24. Hubungkan cairan ke set infus dengan
menusukkan ujung selang pada bagian 192 100,0 0 0,0
karet botol infus
25. Isi cairan ke dalam set infus dengan
menekan ruang tetesan sampai terisi
sepertiga ruang tetesan dan buka klem 192 100,0 0 0,0
selang sampai cairan memenuhi selang
dan udara dalam selang keluar
26. Letakkan pengalas di bawah area yang
192 100,0 0 0,0
akan dilakukan insersi atau penusukan
27. Pakai sarung tangan 192 100,0 0 0,0
28. Bersihkan area penusukan dengan
192 100,0 0 0,0
kapas alkohol
29. Lakukan penusukan vena dengan
meletakkan ibu jari di bawah vena dan 192 100,0 0 0,0
posisi lubang jarum menghadap ke atas
30. Bila jarum sudah masuk ke vena, tarik
jarum sampai darah terlihat dikanula,
tangan non dominan menahan ujung 192 100,0 0 0,0
kanua. Masukkan sisa kanula secara
perlahan sampai pangkal
31. Apabila darah tidak keluar melalui
jarum, penusukan vena gagal atau 192 100,0 0 0,0
bengkak, maka ulangi lagi poin 12-16
n %
No Pernyataan
n % n %
pada area yang lain
32. Setelah mandrin dilepaskan, buang
mandrin ke tempat sampah dan tekan
bagian atas, vena dengan 192 100,0 0 0,0
menggunakan jari tangan agar darah
tidak keluar
33. Sambungkan dengan ujung selang
yang telah terlebih dahulu dikeluarkan
192 100,0 0 0,0
cairannya dan sambil dibiarkan
menetes sedikit
34. Lakukan fixsasi IV chat dengan
menggunakan tegaderem/plester atau 192 100,0 0 0,0
kasa steril
35. Lakukan cuci tangan 192 100,0 0 0,0
36. Atur tetesan infus sesuai kebutuhan 192 100,0 0 0,0
37. Tuliskan tanggal dan jam pemasangan
infus serta nama yang melakukan
192 100,0 0 0,0
tindakan pada steker lebel yang
dilengketkan pada plester
38. Catat pada stiket botol infus: botol
cairan infus keberapa, kecepatan
192 100,0 0 0,0
tetesan, dan jam berapa cairan infus
harus habis
39. Apabila ada obat tambahan yang
dicampur dalam cairan infus, catat 192 100,0 0 0,0
pada label cairan infus
40. Rapikan seluruh peralatan yang
192 100,0 0 0,0
digunakan
41. Perhatikan respon pasien 192 100,0 0 0,0
42. Sarung tangan dibuka dan cuci tangan 192 100,0 0 0,0
43. Ucapkan: terima kasih atas
133 69,3 59 30,7
kerjasamanya, semoga cepat sembuh
44 Dokumentasikan tindakan pada catatan
keperawatan di rekam medis 192 100,0 0 0,0
45.
Hasil penelitian dari Tabel 4.8 menunjukkan bahwa pada SOP pemasangan
infus untuk pernyataan “Standar infus, Infus set dengan cairan IV yang dibutuhkan,
Cairan yang dibutuhkan, Cuci tangan, Lanjutkan prosedur, Tentukan lokasi yang
akan dipasang infus, Tusukan infus set ke botol cairan dan gantung di standar infus,
Pertahankan teknik akseptik ketika membuka cairan dan pack infus, Hubungkan
cairan ke set infus dengan menusukkan ujung selang pada bagian karet botol infus, Isi
cairan ke dalam set infus, Letakkan pengalas di bawah area yang akan dilakukan
insersi atau penusukan, Bersihkan area penusukan dengan kapas alkohol, Lakukan
penusukan vena, Bila jarum sudah masuk ke vena, tarik jarum sampai darah terlihat
dikanula, Apabila darah tidak keluar melalui jarum, penusukan vena gagal atau
bengkak, maka ulangi lagi poin 12-16 pada area yang lain, Setelah mandrin
yang telah terlebih dahulu dikeluarkan cairannya dan sambil dibiarkan menetes
steril, Lepaskan sarung tangan, lakukan cuci tangan, atur tetesan infus sesuai
kebutuhan, tuliskan tanggal dan jam pemasangan infus, Catat pada stiket botol infus,
Apabila ada obat tambahan yang dicampur dalam cairan infus, catat pada label cairan
infus, Rapikan seluruh peralatan yang digunakan, Perhatikan respon pasien, Sarung
tangan dibuka dan cuci tangan dan Dokumentasikan tindakan pada catatan
sembuh” didapatkan responden yang jawaban “Ya” sebanyak 69,3% dan responden
Hasil penelitian dari Tabel 4.9 menunjukkan bahwa pada kategori “ S.O.P
Tabel 4.8 Hubungan Umur dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus terhadap
Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat
H.Adam Malik Medan
Dari hasil analisis hubungan antara Umur dengan SOP pemasangan infus
27 responden (29,0%) yang menjawab tidak sesuai dengan SOP. Untuk responden
yang berumur >39 tahun sebanyak 65 responden (65,7%) yang menjawab sesuai
Hasil uji statistik didapatkan nilai P= 0,430 maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara faktor umur dengan pemasangan infus berdasarkan S.O.P.
Tabel 4.9 Hubungan Jenis Kelamin dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus
terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat
H.Adam Malik Medan
Dari hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan S.O.P pemasangan
infus diperoleh bahwa responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 124
(31,9%) yang menjawab tidaksesuai S.O.P. Untuk responden yang berjenis kelamin
S.O.P, sedangkan sebanyak 3 responden (30,0%) yang menjawab tidak sesuai S.O.P.
Tabel 4.10 Hubungan Masa Kerja dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus
terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Pusat H.Adam Malik Medan
Dari hasil analisis hubungan antara masa kerja dengan S.O.P pemasangan infus
(67,6%) yang menjawab pemasangan infus sesuai dengan S.O.P, sedangkan sebanyak
34 responden (32,4%) yang menjawab tidak sesuai dengan S.O.P pemasangan infus.
Untuk responden yang masa kerjanya >12 tahun sebanyak 60 responden (76,9%)
(31,0%) yang menjawab tidak sesuai dengan S.O.P. Hasil uji statistik didapatkan
nilai P = 0,842 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja
sedangkan sebanyak 29 responden (34,9%) yang menjawab tidak sesuai S.O.P. Hasil
uji statistik didapatkan nilai P = 0,622 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
infus sebanyak 51 responden (64,6%). Hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0,361
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan
Penerapan S.O.P
Pemasangan Infus Total
Kurang Baik P RP CI
Sikap
n % n % n %
Tidak 43 55,8 34 44,2 77 100,0 0,003 1,370 95% IK
Mendukung = 1,096-1,712
Mendukung 27 23,5 88 76,5 115 100,0
Dari hasil analisis hubungan antara sikap dengan penerapan S.O.P pemasangan
sebanyak 43 responden (55,8%). Hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0,003 maka
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara sikap dengan penerapan S.O.P
pemasangan infus. Artinya responden dengan sikap tidak mendukung 1,37 kali
PEMBAHASAN
Menurut Elisabeth BH dalam (Nursalam, 2009) usia adalah umur individu yang
terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok
semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang akan lebih
dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai
dilanjutkan keanalisis multivariat karena tidak ada hubungan antara umur terhadap
penerapan S.O.P pemasangan infus, nilai chi-square adalah 0,624 dan nilai p value
= 0.430 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan
berhubungan dengan penerapan S.O.P pemasangan infus di unit rawat inap Rumah
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ince Maria
dan Erlin Kurnia tahun 2012 tentangkepatuhan perawat dalam melaksanakan standar
prosedur operasional pemasangan infus terhadap flebitis, dimana hasil penelitian jika
dalam melaksanakan S.O.P Pemasangan infus di Rumah Sakit Baptis Kediri yaitu
sebanyak 68 kali tindakan pemasangan infus, didapatkan data bahwa sebagian besar
yaitu 60 kali tindakan pemasangan infus dilakukan oleh perawat dengan patuh pada
S.O.P pemasangan infus (88,2%). Karakteristik perawat yang patuh adalah lebih dari
50% berusia 31 – 35 tahun yaitu 42 kali (61,8%), dan perawat yang tidak patuh pada
Ketidakpatuhan ini dilakukan oleh sebagian besar perawat yang berusia sebagian
besar 21 – 25 tahun yaitu sebanyak 6 kali (75%). Berdasarkan data diatas dapat
diketahui bahwa sebagian besar tindakan pemasangan infus dilakukan dengan patuh
Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan di unit rawat inap Rumah Sakit
Adam Malik Medan. Dimana didapat rata-rata perawat yang bekerja di unit rawat
inap Rumah Sakit Adam Malik Medan yang berumur > 39 tahun sebanyak 99 orang
Dalam hal ini perawat yang bekerja diunit rawat inap Rumah Sakit H.Adam
Malik Medan masih dalam usia produktif. Hasil penelitian mengatakan bahwa besar
risiko terjadinya flebitis yaitu pasien yang berusia > 39 tahun memiliki risiko
S.O.P pemasangan infus adalah usia mereka. Dari segi usia mereka sudah mempunyai
terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus di unit rawat inap Rumah Sakit Umum
Jenis kelamin adalah kelas kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies
sebagai suatu sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi seksual
akibat dari dimosfirme seksual yang pada manusia dikenal menjadi laki-laki dan
perempuan.
terbukti pada pengujian analisis bivariat menggunakan uji chi-square. Sehingga tidak
bisa dilanjutkan keanalisis multivariat karena tidak ada hubungan antara jenis
dan nilai p value = 0.902 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
jenis kelamin dengan S.O.P pemasangan infus merupakan variabel yang tidak
berpengaruh terhadap S.O.P pemasangan infus di Unit Rawat Inap Rumah Sakit
Penelitian yang dilakukan di unit rawat inap Rumah Sakit H.Adam Malik
Medan. Dimana didapat rata-rata perawat yang bekerja di unit rawat inap Rumah
Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan berjenis kelamin perempuan sebanyak 182
(5,2%). Dalam hal ini perawat yang bekerja diunit rawat inap Rumah Sakit umum
pusat H.Adam Malik Medan lebih banyak berjenis kelamin perempuan dari pada laki-
Masa kerja adalah jangka waktu seseorang bekerja pada suatu organisasi,
lembaga dan sebagainya. Masa kerja seseorang dalam organisasi perlu diketahui
karena masa kerja merupakan salah satu indikator tentang kecenderungan para
terbukti pada pengujian analisis bivariat menggunakan uji chi-square. Sehingga tidak
bisa dilanjutkan keanalisis multivariat karena tidak berpengaruh antara masa kerja
terhadap S.O.P pemasangan infus dan dari hasil analisis bivariat diperoleh bahwa
masa kerja memiliki hubungan negatif terhadap S.O.P pemasangan infus dengan nilai
chi-square adalah 0,040dan nilai p value = 0.842 maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara masa kerja dengan S.O.P pemasangan infus merupakan
variabel yang tidak berhubungan dengan penerapan S.O.P pemasangan infus di Unit
tahun 2012 tentanghubungan tingkat pendidikan dan masa kerja perawat dengan
diperoleh nilai koefisien korelasi =0,704 dengan p-value sebesar (0,238) > 0,05 maka
Ho diterima. Hal ini berarti ada tidak ada hubungan antara masa kerja perawat dengan
Menurut Robbin S.P (2001), mengatakan didalam beberapa riset yang konsisten
dinyatakan bahwa perilaku masa lalu merupakan peramal yang terbaik bagi perilaku
masa datang. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa kalau masa lalu
perawat sudah terbiasa berperilaku sesuai dengan protap maka kemungkinan besar
akan tetap berperilaku sesuai dengan protap pada masa yang akan datang, demikian
juga sebaliknya. Sehingga dapat disimpulkan dengan masa kerja yang lama yang
pemasangan infus baik apabila dari dulu sudah terbiasa berperilaku tidak sesuai.
Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan di unit rawat inap Rumah Sakit
Umum Pusat H.Adam Malik Medan. Dimana didapat rata-rata perawat yang bekerja
di unit rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan. Memiliki masa
kerja yang berbeda. Untuk perawat yang masa kerjanya ≤ 12 tahun sebanyak 105
orang (54,7%) dan perawat yang masa kerjanya >12 tahun sebanyak 87 orang
(45,3%). Dalam hal ini perawat yang bekerja diunit rawat inap Rumah Sakit umum
pusat H.Adam Malik Medan memiliki masa kerja yang kurang dari 12 tahun.
dipengaruhi masa kerja bahwa makin lama masa kerja perawat makin terampil dan
Hal ini berarti ada tidak ada hubungan antara masa kerja perawat dengan
disimpulkan bahwa masa kerja tidak mempunyai pengaruh terhadap penerapan S.O.P
pemasangan infus di unit rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik
Medan.
lasting) dan menetap, karena didasari oleh kesadaran. Memang kelemahan dari
pendidikan kesehatan ini adalah hasilnya lama karena perubahan perilaku melalui
2010).
dicapai agar tercapai perilaku yang diinginkan. Menurut WHO tujuan pendidikan
keputusan atau tindakan sesuai dengan nilai dan tujuan mereka sendiri. Nilai
pendidikan turun naiak bersama tingkat pengetahuan yang telah diperoleh, dan daya
0,951dan nilai p value = 0,622 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
antara pendidikan dengan SOP pemasangan infus yang merupakan variabel yang
tidak berpengaruh terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus di unit rawat inap
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ince Maria
dan Erlin Kurnia tahun 2012 tentang kepatuhan perawat dalam melaksanakan
Sakit Baptis Kediri yaitu sebanyak 68 kali tindakan pemasangan infus, didapatkan
data bahwa sebagian besar yaitu 60 kali tindakan pemasangan infus dilakukan oleh
perawat dengan patuh pada S.O.P pemasangan infus (88,2%). sebagian besar
pendidikan diploma III keperawatan yaitu 50 kali (73,5%), paling banyak memiliki
masa kerja >10 tahun yaitu 25 kali (36,8%). Perawat yang tidak patuh pada S.O.P
lebih dari 50% pendidikan diploma III keperawatan. Berdasarkan data diatas dapat
diketahui bahwa sebagian besar tindakan pemasangan infus dilakukan dengan patuh
tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah baginya untuk menerima
Dengan adanya persepsi yang negatif dari kebanyakan pasien yang terpasang
penjelasan langsung kepada setiap pasien yang akan dilakukan penggantian posisi
infus. Pemberian informasi yang adekuat kepada pasien termasuk juga keluarga
pasien akan sangat membantu menimbulkan sikap yang kooperatif sehingga dengan
menjadi lebih mudah dan diharapkan pula mempercepat proses penyembuhan pasien.
Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan di unit rawat inap Rumah Sakit
Umum Pusat H.Adam Malik Medan. Dimana didapatbahwa dari tingkat pendidikan
terhadap 192 orang responden, 5 orang (2,6%) responden, sedangkan dari 104 orang
perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia
untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
memengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang untuk sikap berperan serta
dalam pembangunan yang mana makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
pendidikan dengan penerapan S.O.P pemasangan infus pada pasien di unit rawat
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
yang dilihat dari tingkat pendidikan terhadap 103 orang responden, 1 orang
berpendidikan S1, 1 orang memiliki tingkat pengetahuan baik dan 1 orang memiliki
tingkat pengetahuan kurang baik. Sedangkan dari 100 orang responden yang
memiliki tingkat pengetahuan kurang baik. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang belum tentu semakin baik pula tingkat pengetahuannya.
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tdak
Rata-rata perawat yang bekerja di unit rawat inap Rumah Sakit Adam Malik
infus. Untuk perawat yang mempunyai pengetahuan baik dalam penerapan S.O.P
pemasangan infus terhadap terjadinya flebitis di unit rawat inap rumah sakit Adam
Malik Medan sebanyak 113 orang (58,9%) dan perawat yang mempunyai
terbukti pada pengujian analisis bivariat menggunakan uji chi-square. Sehingga tidak
bisa dilanjutkan keanalisis multivariat karena tidak ada hubungan antara pengetahuan
terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus dan dari hasil analisis bivariat, nilai chi-
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wayunah tahun 2012 tentang hubungan pengetahuan perawat tentang terapi infus
dengan kejadian flebitis dan kenyamanan pasien di ruang rawat inapdi RSUD
analisis hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang terapi infus dengan
perawat tentang terapi infus dan kejadian flebitis diketahui ada hubungan yang
signifikan antara tingkat pengetahuan perawat tentang terapi infus dengan kejadian
perawat yang memiliki pengetahuan tidak baik berpeluang 9.5 kali menyebabkan
teori yang berkaitan dengan terapi infus. Hal ini akan memengaruhi dalam
peralatan yang tepat sehingga dapat memberikan terapi infus dengan aman kepada
pasien.
Di unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan, dimana
pemasangan infus.
Rata-rata perawat yang bekerja di unit rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat
H.Adam Malik Medan memiliki sikap yang berbeda terhadap S.O.P pemasangan
infus. Untuk perawat yang mengatakan mendukung terhadap sikap perawat dalam
penerapan S.O.P pemasangan infus terhadap terjadinya flebitis di unit rawat inap
Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan sebanyak 115 orang dan perawat
yang kurang mendukung sebanyak 77 orang. Dalam hal ini perawat yang bersikap
sesuai dengan penerapan SOP pemasangan infus terhadap terjadinya flebitis diunit
rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan lebih banyak.
pengujian analisis bivariat menggunakan uji chi-square. nilai chi-square adalah 9,097
dan nilai p value = 0.003 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara sikap
dengan penerapan S.O.P pemasangan infusp < 0,25. Dengan didapatnya nilai rasio
Prevalens 1,37 artinya perawat dengan sikap kurang mendukung 1,37 kali perkiraan
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak
Menurut Thomas dan Znaniecki dalam (Wawan dan Dewi, 2010) sikap adalah
predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu, sehingga
sikap bukan hanya kondisi internal psikologis yang murni dari individu tetapi sikap
lebih merupakan proses kesadaran yang sifatnya individual. Pendapat agak berbeda
diajukan oleh Triandis yang menyatakan bahwa sikap adalah ide yang berkaitan
sosial.
Dalam teori Festinger menurut Secord dan Backman dalam (Wawan dan Dewi,
2010) sikap dikenal denga teori disonansi kognitif. Festinger merespon tentang sikap
dikaitkan dengan perilaku yang nyata yang merupakan persoalan yang banyak
individu itu biasanya konsisten satu dengan yang lain dan dalam tindakannya juga
konsisten satu dengan yang lain. Menurut festinger apa yang dimaksud dengan
Menurut Allport dalam (Notoatmodjo, 2010) sikap itu terdiri dari 3 komponen
pokok yaitu kepercayaan atau keyakinan, kehidupan emosional atau evaluasi orang
6.1. Kesimpulan
sebagai berikut:
pemasangan infus di unit rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik
3. Penerapan S.O.P pemasangan infus di unit rawat inap Rumah Sakit Umum
pengujian analisis bivariat menggunakan uji chi-square adalah 9,097 dan nilai
p value = 0.003.
6.2. Saran
Umum Pusat H.Adam Malik Medan didapatkan hasil bahwa berdasarkan kesimpulan
2. Kepada perawat pelaksana Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan
dalam melakukan tindakan pemasangan infus harus sesuai dengan SOP yang
sudah ditentukan.