Anda di halaman 1dari 16

Clinical Science Session

PERAN STRES PADA GANGGUAN IRAMA JANTUNG

Oleh :

Debby Amanda 1840312243


Gilang Muhammad Fauzan 1840312444
Oktafiani Tri Ananda 1840312253

Preseptor:

Dr. dr. Arina Widya Murni, SpPD-KPSI, FINASIM

ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2


BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 3
1.2 Batasan Masalah ....................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 6
1.4 Metode Penulisan ..................................................................................... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 7
2.1. Definisi ..................................................................................................... 7
2.2. Epidemiologi ............................................................................................ 7
2.3. Etiologi dan Faktor Predisposisi............................................................... 8
2.4. Patofisiologi.............................................................................................. 9
2.5. Klasifikasi ............................................................................................... 11
2.6. Manifestasi Klinis................................................................................... 12
2.7. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 12
2.8. Diagnosis Banding ................................................................................. 19
2.9. Manajemen dan Tata Laksana ................................................................ 20
2.10. Komplikasi .......................................................................................... 26
2.11. Prognosis ............................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 29

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa gangguan kesehatan mental


terus berkembang dan mengakibatkan dampak yang signifikan terhadap bidang kesehatan,
sosial, hak asasi manusia serta sektor ekonomi di semua negara di dunia.1 Enam dari dua
puluh penyebab utama disabilitas penduduk dunia adalah gangguan mental, meliputi:
depresi, masalah ketergantungan alkohol, gangguan bipolar, skizofrenia, gangguan panik
serta masalah ketergantungan obat.2 Penerbitan rencana tindakan kesehatan mental (Mental
Health Action Plan) untuk tahun 2013 – 2020 juga menunjukkan kebutuhan akan respon
yang komprehensif dan terkoordinasi sebagai upaya untuk menurunkan beban mental
penduduk dunia.3
Stres merupakan respons tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan
beban.4 Respon tersebut meliputi reaksi neurologis maupun fisiologis, untuk beradaptasi
dengan kondisi baru.5 Perasaan dan emosi sangat erat dan mudah bereaksi terhadap jantung
dan sirkulasi. Penyakit jantung sering berdampingan dengan permasalahan psikis.
Komorbitas dari penyakit jantung dan permasalahan psikis tidak hanya disebabkan kejadian
bersamaan dari keduanya tetapi juga perkembangan penyakit jantung sebagai komplikasi
masalah emosial kejiwaan atau sebaliknya perkembangan penyakit kejiwaan akibat
komplikasi masalah jantung.6,7

Gangguan irama jantung sendiri dapat berupa gangguan irama yang lebih cepat
atau lebih lambat. Gangguan irama jantung yang lebih cepat (takikardia) diakibatkan
oleh rasa cemas (anxietas) dan gangguan jantung yang lebih lambat (bradikardia)
diakibatkan depresi dan keadaan ini biasanya tidak dihiraukan oleh pasien. Kondisi
cemas pada gangguan panik biasanya terjadi secara tiba-tiba, dapat meningkat hingga
sangat tinggi disertai gejala-gejala yang mirip gangguan jantung, yaitu rasa nyeri di
dada, berdebar-debar, keringat dingin, hingga merasa seperti tercekik. Hal ini dialami
tidak terbatas pada situasi atau rangkaian kejadian tertentu dan biasanya tidak diduga
akan terjadi sebelumnya.7

3
Terdapat interaksi yang kompleks dan dinamis antara jantung dan otak
terutama dalam pengaturan emosi negatif. Stres, kemarahan dan depresi terbukti memiliki
dampak signifikan pada aritmogenesis jantung. Emosi bermuatan negatif tidak hanya dapat
mengakibatkan iskemia koroner, aktivasi trombosit, vasokonstriksi, perubahan
hemodinamik dan pelepasan katekolamin tetapi juga memiliki efek signifikan pada indeks
listrik atrium dan ventrikel jantung.8 Karena stres dan emosi negatif adalah faktor risiko
penting dalam pengaturan irama jantung, maka untuk mengurangi risiko aritmia pada pasien
dengan tekanan psikologis, manajemen stres memiliki peran yang sangat penting sehingga
pengetahuan mengenai hubungan antara stres dan gangguan irama jantung sangat penting
pula untuk dibahas.

1.2 Batasan Masalah

Clinical science session ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi,

patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi, dan peran

stres dalam gangguan irama jantung .

1.3 Tujuan Penulisan

Clinical science session ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan

pengetahuan dan pemahaman mengenai peran stres pada gangguan irama jantung.

1.4 Metode Penulisan

Metode yang dipakai pada penulisan Clinical science session ini berupa

hasil tinjauan kepustakaan yang mengacu pada berbagai literatur, termasuk buku

teks dan artikel ilmiah.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stres
2.1.1 Definisi Stres
Menurut Hans Selye, stres adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap
setiap tuntutan beban atasnya.9 Selye juga menyatakan bahwa stres merupakan situasi
dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan seseorang individu untuk merespon atau
melakukan tindakan.10
Lazarus dan Folkman mendefinisikan stres sebagai keadaan internal yang
disebabkan oleh tuntutan fisik (kondisi penyakit, latihan, dll) atau oleh kondisi lingkungan
dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi
kemampuan individu untuk melakukan coping.11
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa stres adalah reaksi
individu terhadap situasi tertentu yang dapat menimbulkan respon fisik dan kejiwaan pada
individu tersebut.

2.1.2 Klasifikasi Stres


Berdasarkan persepsi indIvidu terhadap stres yang dialaminya, Stres dapat
digolongkan menjadi dua :
1) Eustress (Stres Positif)
Eustress bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang memuaskan.
Eustress juga dapat meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu,
misalnya karya seni. Hanson juga mengemukakan frase joy of stress untuk
mengungkapkan hal-hal bersifat positif yang timbul dari adanya stres.12
2) Distress (Stres Negatif)
Distress merupakan stress yang bersifat merusak atau tidak menyenangkan.
Individu mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan, dan timbul
keinginan untuk menghindarinya.12

2.1.3 Sumber Stres


Sumber stres yang dapat menjadi pemicu munculnya stres pada individu yaitu9:
a. Stressor atau Frustrasi Eksternal
Stressor eksternal berasal dari luar diri seseorang, misalnya perubahan bermakna
dalam suhu lingkungan, perubahan dalam peran keluarga atau sosial, tekanan dari
5
pasangan.9
b. Stressor atau Frustrasi Internal
Stressor internal berasal dari dalam diri seseorang, misalnya demam, kondisi
seperti kehamilan atau menopause, atau suatu keadaan emosi seperti rasa
bersalah).9

2.1.4 Tahapan Stres


Perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat sehingga gejala-gejala stres
seringkali tidak disadari dan baru dirasakan ketika tahapan gejala sudah lanjut dan
mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari individu baik di rumah, tempat kerja
maupun lingkungan pergaulan sosialnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dr.
Robert J. Van Amber pada tahun 1979, stres terbagi atas 6 tahapan sebagai berikut9 :
1) Stres tahap I
Merupakan tahapan stres paling ringan yang ditandai dengan perasaan:
a. Semangat bekerja yang besar dan berlebihan (overacting)
b. Pengihatan lebih tajam dari biasanya
c. Mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya tanpa menyadari bahwa
cadangan energi dihabiskan dan pengerjaan disertai rasa gugup yang
berlebihan.
d. Merasa senang dan bertambah semangat dengan pekerjaannya tanpa
menyadari cadangan energi semakin menipis.
2) Stres tahap II
Pada tahap ini, dampak stres yang semula dirasakan menyenangkan mulai
menghilang dan muncul keluhan-keluhan akibat cadangan energi yang tidak lagi
mencukupi karena kurangnya waktu istirahat. Keluhan yang sering dikemukakan
sebagai berikut :
a. Merasa letih saat bangun pagi
b. Merasa mudah lelah sesudah makan siang dan menjelang sore hari
c. Lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort)
d. Jantung berdebar
e. Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang
3) Stres tahap III
Tahap ini terjadi individu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya dan keluhan
pada tahap II diabaikan. Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi
pada dokter dan juga mengurangi beban stresnya. Keluhan terasa semakin nyata
dan mengganggu, yaitu :
a. Keluhan sindroma dispepsia serta buang air besar tidak teratur.
b. Ketegangan otot-otot semakin terasa
c. Ketegangan emosional semakin6meningkat
d. Gangguan pola tidur, misalnya sukar mulai masuk tidur (early insomnia),
atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau
bangun terlalu pagi dan tidak dapat tidur kembali (late insomnia)
e. Koordinasi tubuh terganggu, badan serasa akan pingsan
4) Stres tahap IV
Terkadang dokter menyatakan seseorang dengan stres tahap II tidak sakit karena
tidak ditemukan kelainan fisik pada organnya. Jika individu bersangkutan terus
memaksakan diri, akan muncul gejala stres tahap IV seperti:
a. Aktivitas yang biasanya terasa menyenangkan dan mudah diselesaikan terasa
membosankan dan lebih sulit untuk dikerjakan.
b. Kehilangan kemampuan merespon secara memadai
c. Ketidakmampuan mengalami kegiatan rutin sehar-hari
d. Gangguang pola tidur disertai mimpi yang menegangkan
e. Sering menolak ajakan karena tidak ada semangat dan gairah
f. Konsentrasi dan daya ingat menurun
g. Takut dan cemas dengan penyebab yang tidak dapat dijelaskan
5) Stres tahap V
Tahapan berlanjut dengan gejala :
a. Kelelahan fisik dan mental yang lebih parah dari tahap sebelumnya.
b. Ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan
sederhana
c. Semakin beratnya gangguan sistem pencernaan .
d. Ketakutan dan kecemasan meningkat, serta mudah bingung dan panik
6) Stres tahap VI
Tahap ini merupakan tahapan klimaks dimana seseorang mengalami serangan
panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Seringkali dibawa berulang-kali ke
Unit Gawat Darurat, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak
ditemukan kelainan organ tubuh. Gambaran tahap IV ini sebagai berikut :
a. Jantung berdebar (takikardi)
b. Sesak napas (takipneu)
c. Badan gemetar, dingin dan berkeringat
d. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
e. Pingsan (sinkop)

2.1.5 Manifestasi Klinis Stres (Reaksi terhadap stres)


Sesuai definisinya, stres dapat7 menghasilkan berbagai respon. Beberapa
peneliti membuktikan bahwa respon-respon tersebut berguna sebagai indikator
terjadinya stres pada individu, dan sebagai alat ukur untuk menentukan tingkat stres
yang dialami individu. Stres juga dapat dilihat dari perubahan-perubahan yang terjadi
pada anggota tubuh, diantaranya9:
a. Rambut
Warna rambut yang semula hitam pekat, lambat laun mengalami perubahan warna
menjadi kecoklat-coklatan serta kusam. Ubanan (rambut memutih) terjadi
sebelum waktunya, demikian pula dengan kerontokan rambut.
b. Mata
Ketajaman mata seringkali terganggu misalnya kalau membaca tidak jelas karena
kabur. Hal ini disebabkan karena otot-otot bola mata mengalami kekenduran atau
sebaliknya sehingga mempengaruhi fokus lensa mata.
c. Telinga
Pendengaran seringkali terganggu dengan suara berdenging (tinnitus).
d. Daya pikir
Kemampuan bepikir dan mengingat serta konsentrasi menurun. Orang menjadi
pelupa dan seringkali mengeluh sakit kepala.
e. Ekspresi wajah
Wajah seseorang yang stres tampak tegang, dahi berkerut, mimik tampak serius,
tidak santai, bicara berat, sukar untuk senyum atau tertawa dan kulit muka
mengalami kedutan (tic facialis).
f. Mulut dan bibir
Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum. Selain itu, terasa
adanya ganjalan pada tenggorokan sehingga ia sukar menelan, hal ini disebabkan
karena otot-otot lingkar di tenggorokan mengalami spasme (muscle cramps).
g. Kulit
Orang yang mengalami stres dapat mengalami reaksi kulit bermacam-macam.
Sebagian tubuh terasa panas atau dingin atau mengalami keringat berlebih. Reaksi
lain dapat berupa kelembaban kulit yang berubah dan kulit menjadi lebih kering.
Selain itu, perubahan kulit lainnya adalah merupakan penyakit kulit, seperti
munculnya eksim, urtikaria, gatal-gatal dan pada kulit muka seringkali timbul
jerawat berlebihan.
h. Sistem Pernapasan
Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stres dapat terganggu misalnya
napas terasa berat dan sesak disebabkan terjadi penyempitan pada saluran
pernafasan mulai dari hidung, tenggorokan dan otot-otot rongga dada. Napas
terasa sesak dan berat dikarenakan otot-otot rongga dada antar tulang iga
8
mengalami spasme dan tidak atau kurang elastis dibanding kondisi biasanya.
Sehingga ia harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menarik nafas. Stres juga
dapat memicu timbulnya penyakit asma disebabkan karena otot-otot pada saluran
napas juga mengalami spasme.
i. Sistem Kardiovaskuler
Sistem jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskuler dapat terganggu faalnya
karena stres. Misalnya, jantung berdebar-debar, pembuluh darah melebar
(dilatation) atau menyempit (constriction) sehingga yang bersangkutan tampak
mukanya merah atau pucat. Pembuluh darah perifer terutama di bagian ujung jari-
jari tangan atau kaki juga menyempit sehingga terasa dingin dan kesemutan.
j. Sistem Pencernaan
Orang yang mengalami stres seringkali mengalami gangguan pada sistem
pencernaannya. Misalnya, pada lambung terasa kembung, mual dan pedih; hal ini
disebabkan karena asam lambung yang berlebihan (hiperacidity). Selain gangguan
pada lambung tadi, gangguan juga dapat terjadi pada usus, sehingga yang
bersangkutan merasakan perutnya mulas, sukar buang air besar atau sebaliknya
sering diare.

k. Sistem Perkemihan.
Orang yang sedang menderita stres faal perkemihan dapat juga terganggu. Yang
sering dikeluhkan orang adalah frekuensi untuk buang air kecil lebih sering dari
biasanya, meskipun ia bukan penderita diabetes melitus.
l. Sistem Otot dan tulang
Stres dapat pula menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan pada organ sistem
muskuloskeletal. Yang bersangkutan sering mengeluh otot terasa sakit seperti
ditusuk-tusuk, pegal dan tegang. Selain itu, keluhan-keluhan pada persendian
sering pula dialami, misalnya rasa ngilu atau rasa kaku bila menggerakan anggota
tubuhnya.
m. Sistem Endokrin
Gangguan sistem endokrin pada mereka yang mengalami stres adalah kadar gula
yang meningkat; gangguan hormonal lain misalnya pada wanita adalah gangguan
menstruasi berupa siklus yang tidak teratur dan disertai rasa sakit (dysmenorrhoe).

2.1.6 Reaksi Adaptasi terhadap Stres


Sesuatu didefinisikan sebagai peristiwa yang menekan (stressful event) atau
tidak, bergantung pada respon yang diberikan oleh individu. Adaptasi terhadap stres
9 terhadap10 :
terbagai menjadi 2 dimensi, yaitu adaptasi
1) Respon Fisiologis.
Dalam respon fisiologis ada dua pendekatan, yaitu Sindrom Adaptasi
Lokal (LAS) dan Sindrom Adaptasi Umum (GAS). LAS adalah respon dari
jaringan, organ, atau bagian tubuh terhadap stres karena trauma, penyakit, atau
perubahan fisiologis lainnya yang sifatnya setempat/lokal. GAS adalah respon
pertahanan dari keseluruhan tubuh terhadap stres.
2) Respon Psikologis.
Perilaku adaptif psikologis disebut dengan istilah mekanisme koping.
Mekanisme ini dapat berorientasi pada tugas (Problem Focused Coping Strategy),
yang mencakup penggunaan teknik pemecahan masalah secara langsung untuk
menghadapi ancaman, atau dapat juga berfokus pada mekanisme pertahanan ego
(Emotion focused Coping Strategy), yang tujuannya adalah untuk mengatur
distres emosional dan memberikan perlindungan individu terhadap ansietas dan
stres.

2.2. Aritmia (Gangguan Irama Jantung)

2.2.1 Definisi Aritmia


Aritmia atau gangguan irama jantung adalah kelainan elektrofisiologi jantung
yang dapat disebabkan oleh gangguan sistem konduksi jantung serta gangguan
pembentukan dan/atau penghantaran impuls.3

2.2.2 Klasifikasi Aritmia


Pada umumnya gangguan irama jantung dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu :3,9
1). Gangguan pembentukan impuls.
a. Gangguan pembentukan impuls di sinus menyebabkan gangguan irama
jantung berupa sinus takikardi dan sinus bradikardi.
b. Gangguan pembentukan impuls di atria (aritmia atrial) menyebabkan
gangguan irama jantung berupa atrial ekstrasistol, atrial takikardi, atrial
flutter, dan atrial fibrilasi.
c. Pembentukan impuls di ventrikel menyebabkan gangguan irama jantung
berupa ventrikel ekstrasistol, ventrikel takikardi, ventrikel fibrilasi.
2). Gangguan penghantaran impuls yaitu blok atrioventrikuler derajat 1, blok
atrioventrikuler derajat 2 dan blok atrioventrikuler derajat 3

2.2.3 Penyebab Aritmia


Penyebab dari gangguan irama jantung adalah sebagai berikut :3
1. Gangguan sirkulasi koroner misalnya
10 aterosklerosis koroner, spasme arteri
koroner, iskemi miokard, infark miokard.
2. Peradangan jantung.
3. Gagal Jantung.
4. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiper atau hipokalemia).
5. Intoksikasi obat misalnya digitalis, obat-obat anti aritmia.

6. Lain-lain, misalnya gangguan pengaturan susunan saraf autonom, gangguan


psikoneurotik dan susunan saraf pusat, gangguan endokrin, kardiomiopati dan
penyakit degenerasi.

2.2.4 Faktor risiko Aritmia


Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya aritmia adalah
sebagai berikut:10
1. Umur.
2. Genetik.
3. Penyakit arteri koroner.
4. Tekanan darah tinggi.
5. Obesitas.
6. Diabetes.
7. Lain-lain, seperti kelainan tiroid, obstructive sleep apnea, ketidakseimbangan
elektrolit, serta konsumsi alkohol.

2.2.5 Diagnosis Aritmia


Dalam menegakkan diagnosis aritmia diperlukan pemeriksaan penunjang seperti:11
a. Pemeriksaan elektrolit : peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan

magnesium dapat menyebabkan gangguan irama jantung.


b. Rontgen dada : dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan
dengan disfungsi ventrikel atau katup.
c. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.
menyatakan tipe/sumber gangguan irama jantung dan efek ketidakseimbangan
elektrolit dan obat jantung.

d. Monitor Holter : gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk


menentukan dimana gangguan irama jantung timbul. Juga dapat digunakan
untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
e. Scan pencitraan miokard : Dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan
miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu
11
gerakan dinding dan kemampuan pompa.
f. lain-lain, misalnya pemeriksaan obat, pemeriksaan tiroid, laju sedimentasi.
2.3. Aspek Psikosomatis pada Aritmia
Sinus Takikardia
Takikardia sering menyertai gangguan organik, neurovegetatif, atau psikis. Ada
beberapa kontribusi psikofisiologis sehingga latar belakang takikadia perlu dibahas. Anxiety
neurosis dilukiskan dengan gambaran klinis takikardia, takipnea, dan kenaikan tekanan
darah. Seingkali sindrom ansietas tidak tampak dalam keadaan lengkap, dan hanya
ditemukan takikardia sebagai gejala tunggal.6
Takikardia sering dijumpai sebagai akibat dari ketakutan dan kecemasan yang.
Kondisi cemas pikiran menyebabkan berkurangnya kondisi variabilitas otonom yang
merupakan akibat dari penurunan tonus vagal. Reaksi pertama pada stres adalah kelemahan
otot dan perasaan jantung berhenti karena aktivasi parasympathik. Beberapa waktu
kemudian, sistem simpatik diaktifkan, keringat, palpitasi, tremor, pernapasan cepat dimulai.7

Sinus Bradikardia
Bradikardia menurut kesan pasien tidak membahayakan, sehingga tidak menambah
atau menimbulkan rasa takut.6

Ekstrasistol
Aritmia yang berhubungan dengan faktor psikis yang paling sering ditemukan ialah
ekstrasistol. Ekstrasistol dapat tidak mempunyai arti penyakit apapun, tetapi dapat
merupakan isyarat adanya gangguan otot jantung, dapat juga merupakan petunjuk ke suatu
gangguan psikis. Fokus ekstrasistol dapat terletak di ventrikel (61,9%), atrium (32,2%) dan
berkas atrioventricular (2,9%). Gangguan psikis terutama berperan pada ekstrasitol ventrikel.
Berbeda dengan ekstrasitol organik, ekstrasistol yang disebabkan gangguan psikis sering
menghilang setelah beban psikis tidak ada lagi.6
Denyut ventrikel prematur juga disebut sebagai ventrikel kompleks dini, denyut
ventrikel prematur, kompleks ventrikel prematur, atau ekstrasistol ventrikel, yang dipicu dari
miokardium ventrikel dalam berbagai situasi. Patogenesis gangguan aritmia ini masih
diperdebatkan, namun dapat dibuktikan bahwa katekolamin yang meningkat akibat dari
episode akut stres adalah penyebab paling mungkin dari disfungsi ventrikel yang tidak
bersifat organik. Katekolamin dapat merangsang periode singkat dari epikardial atau
vasospasme mikrovaskuler koroner sehingga mengakibatkan disfungsi kontraktil dari
miokard.7

12
Takikardia Supraventrikular Paroksismal
Hubungan psikofisiologis yang jelas ditemukan pada takikardia supravenntikular
paroksismal. Jenis takikardia ini seringkali sudah muncul semasa kanak-kanak dan usia
muda. Dapat juga muncul pada usia tua akibat konflik yang terjadi pada jiwa. Takikardia
jenis ini dapat terjadi pada jantung sehat maupun sakit, namun sepertiga dari kasus
ditemukan pada jantung sehat.6
Serangan sering terjadi pada situasi konflik. Sekonyong-konyong tanpa pertanda,
nadi menjadi cepat hingga 160-200/menit. Tidak jarang frekuensi menjadi normal kembali
bila dokter tiba atau meletakkan stetoskopnya di dada pasien tanpa diberi terapi. Tetapi
serangan juga dapat berlangsung berminggu-minggu.6

Fibrilasi Atrium dan Flutter Atrium


Fibrilasi atrium dan flutter atrium umunya bersifat organik. Namun pada aritmia jenis
ini yang muncul sebagai serangan, umumnya disebabkan oleh gangguan psikologis. 6 Episode
sering dimulai oleh impuls ektopik berasal dalam sel miokard yang dekat dengan pembuluh
darah paru atau dekat dengan atrium kiri. Stres emosional dapat secara langsung merangsang
atau mengubah keseimbangan masukan otonom di daerah-daerah tersebut.7

Diagnosis
Diagnosis dapat ditentukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat.
Pasien dapat menggambarkan gejala dengan berbagai cara, seperti sensasi berdebar,
berdebar, atau tidak nyaman di dada atau leher, atau sekadar peningkatan kesadaran detak
jantung. Karena deskripsi pasien sering tidak jelas, mengetahui keadaan, faktor pencetus, dan
gejala yang terkait dapat membantu dokter dalam diagnosis.17
Diagnosis pasien yang diduga mengalami aritmia akibat gangguan psikis dilakukan
dengan menyingkarkan kemungkinan penyebab organik aritmia. Evaluasi dan melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang seperti EKG sebaiknya
dilakukan.7 Berikut algoritma dari American Family Physician yang dapat digunakan dalam
menegakkan diagnosis pasien.17

13
Pendekatan Terapi
Pada beberapa pasien, anamnesis menyeluruh, pemeriksaan fisik, pengujian
diagnostik, dan pemantauan jantung semuanya gagal untuk mengungkapkan adanya kelainan
atau etiologi organik. Oleh karena itu, pasien-pasien ini harus disarankan untuk menjauhkan
diri dari kafein dan alkohol, serta makanan atau situasi stres yang tampaknya memicu
jantung berdebar.17
Aritmia psikogenik tanpa adanya gangguan struktural pada umumnya tidak akan
menyebabkan kematian, namun dapat memberikan implikasi yang buruk terhadap kondisi
psikis pasien. Maka psikoterapi suportif dan pemberian anisolitik dapat mencegah
perburukan kondisi psikis dan menghilangkan aritmia. Namun kita harus hati-hati bila
kondisi ini disertai adanya gangguan struktural jantung, faktor psikis sebagai pecetus aritmia
dapat membahayakan kehidupan pasien. Pemberian antiaritmia dapat dipertimbangkan
terutama bila dikhawatirkan terjadi gangguan hemodinamik atau menimbulkan gejala yang
berat. Pemberian antidepresan terutama antidepresan klasik harus hati-hati oleh karena dapat
memperburuk aritmia yang ada.6

14
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (2017). Mental disorders fact sheets. World Health
Organization. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs396/en/ -Diakses Januari
2018
2. World Health Organization. World report on disability 2011. Switzerland: World
Health Organization. 2011. http://www.who.int/disabilities/world_ report/2011/
report.pdf -Diakses Januari 2018.
3. World Health Organization. Mental health action plan 2013-2020. Switzerland:
World Health Organization. 2013. http://apps.who.int/iris/ bitstream/10665/89966/1
/9789241506021_eng.pdf?ua=1 -Diakses Desember 2017
4. Hawari D. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2008. p.3 -127
5. Kumar S, Bhukar JP. Stress level and coping strategies of college students. J Phys
Educ Sport Manag. 2013;4(1):5–11.
6. S.Budi Halim, D.Sukatman, Hamzah Shatri. Aspek Psikosomatik Pada Gangguan
Irama Jantung. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Internal Publishing. Juli 2014 ;VI :
3607-3609.
7. Hanum H, Hanida W, Sitorus Herlina M. Aspek Psikosomatik pada Gangguan Irama
Jantung. Medan : Universitas Sumatera Utara. 2017.
8. Buckley U, Shivkumar K. Stress Induced Cardiac Arrhytmias : The Heart-Brain
Interaction. UCLA Neurocardiology Research Center of Excellence. Los Angeles:
David Geffen School of Medicine. 2015.
9. Hawari D. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2008. p.3 -127
10. Sarafino EP. Health Psychology : Biopsychososial Interactions. Fifth Edition. USA :
John Wiley & Sons; 2006.
11. Folkman S, Lazarus RS, Dunkel-Schetter C, DeLongis A, Gruen RJ. Dynamics of a
stressful encounter: cognitive appraisal, coping, and encouter outcomes. J Personality
and Social Psychology. 1986; 50: 992–1003.
12. Rice FP. Adolesence: Development, Relationship, and Culture. USA: Allyn & Bacon;
1993.
13. Huikuri HV, Castellanos A, and Myerbug RJ. Sudden Death Due to Cardiac
Arrhythmias. http://www.content.nejm.org/cgi/content/full/345/20/1473.htm. 2007.
14. Stead LG, Stead SM, Kaufman MS. Emergency Medicine Clerkship. Singapore :
McGraw Hill; 2003 : p.12-17.
15. The heart's electrical system: Working and not. American Heart Association.
http://americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=34.
16. Heart rhythm disorders. Heart Rhythm Society. http://www.hrsonline.org/PatientInfo
/HeartRhythmDisorders/index.cfm. 2007.
17. Abbott Allan V. Diagnosis Approach to Palpitations. American Family Physician.
https://www.aafp.org/afp/2005/0215/p743.html.
15
16

Anda mungkin juga menyukai