Anda di halaman 1dari 163

PT.

CIPTA MULTI KREASI

KATA PENGANTAR

Laporan ini merupakan Laporan Akhir (Final Report) pada Pekerjaan Studi Studi Air Strip
(Pendaratan) Pesawat C 130 Darurat untuk Bencana. Sebagai kelanjutan laporan sebelumnya,
konsultan melakukan penyajian disesuaikan dengan hasil diskusi pada paparan sebelumnya.
Secara umum sistematika dibagi dalam 5 bagian bahasan sebagai berikut:

(a). Bab 1 Pendahuluan. Pada bab ini diuraikan latar belakang studi, tujuan serta lingkup kajian.
Selain itu pada akhir bab disampaikan ringkasan metodologi yang dilakukan konsultan serta
posisi kemajuan hingga penyerahan Laporan Antara ini.

(b). Bab 2 Deskripsi Kondisi Bandara Eksisting. Pada bab ini diuraikan kondisi eksisting bandara-
bandara di NAD, P. Nias dan P. Simeulue. Gambaran ini menjadi masukan dalam evaluasi
kecukupan fasilitas bandara yang ada.

(c). Bab 3 Evaluasi Teknis Bandara Eksisting. Pada bab ini diuraikan evaluasi terhadap fasilitas
bandara eksisting. Dalam bab ini juga disampaikan rekomendasi perlunya peningkatan
kapasitas daya dukung bandara.

(d). Bab 4 Pemilihan Lokasi Airstrip Baru. Bab ini menguraikan proses pemilihan lokasi bandara
baru. Pemilihan ini dilakukan mengingat kordinat airstrip di lokasi baru memiliki banyak
kemungkinan. Pertimbangan yang diambil adalah faktor teknis, biaya dan lingkungan.

(e). Bab 5 Analisis Kebutuhan Fasilitas Airstrip. Pada bagian ini disampaikan analisis kebutuhan
fasilitas airstrip di bandara eksisting dan bandara baru. Pertimbangan yang diambil disini
adalah efisiensi biaya dan kecukupan secara teknis untuk mengakomodasi pesawat C-130
Hercules.

(f). Bab 6 Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP). Pada bagian ini diuraikan stanar
teknis KKOP dan gambaran KKOP di lokasi airstrip eksisting maupun lokasi baru.

(g). Bab 7 Desain Layout. Pada dasarnya desain layout ini dimaksudkan untuk memberikan
gambaran tata letak airstrip, baik detail di runway, taxiway dan apron maupun
ketersinambungan dengan prasarana transportasi di sekitarnya.

(h). Bab 8 Estimasi Biaya Pembangunan. Bab ini menguraikan estimasi volume pekerjaan dan
estimasi biaya pembangunan. Pada bagian ini juga diberikan analisis harga satuan untuk
beberapa item pekerjaan yang diperlukan dalam pembangunan airstrip.

(i). Bab 9 Kesimpulan dan Rekomendasi. Bab ini merupakan penutup dari laporan secara
keseluruhan. Pada bagian ini diberikan kesimpulan studi yang menjawab semua tujuan studi
yang disyaratkan. Selain itu pada bab ini diberikan rekomendasi yang sifatnya masukan
kepada instansi terkait sehubungan dengan pelaksanaan pembangunan/pengembangan
airstrip.

Besar harapan kami bahwa secara isi baik kuantiti maupun kualitas materi sudah memenuhi apa
yang diharapkan Pemberi Tugas.

Jakarta, Mei 2006

Laporan Akhir i
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Laporan ini merupakan Laporan Akhir (Final Report) pada Pekerjaan Studi
Studi Air Strip (Pendaratan) Pesawat C 130 Darurat untuk Bencana. Sebagai
kelanjutan laporan sebelumnya, konsultan melakukan penyajian disesuaikan
dengan hasil diskusi pada paparan sebelumnya. Secara umum sistematika
dibagi dalam 5 bagian bahasan sebagai berikut:

(a). Bab 1 Pendahuluan. Pada bab ini diuraikan latar belakang studi, tujuan
serta lingkup kajian. Selain itu pada akhir bab disampaikan ringkasan
metodologi yang dilakukan konsultan serta posisi kemajuan hingga
penyerahan Laporan Antara ini.

(b). Bab 2 Deskripsi Kondisi Bandara Eksisting. Pada bab ini diuraikan kondisi
eksisting bandara-bandara di NAD, P. Nias dan P. Simeulue. Gambaran ini
menjadi masukan dalam evaluasi kecukupan fasilitas bandara yang ada.

(c). Bab 3 Evaluasi Teknis Bandara Eksisting. Pada bab ini diuraikan evaluasi
terhadap fasilitas bandara eksisting. Dalam bab ini juga disampaikan
rekomendasi perlunya peningkatan kapasitas daya dukung bandara.

(d). Bab 4 Pemilihan Lokasi Airstrip Baru. Bab ini menguraikan proses
pemilihan lokasi bandara baru. Pemilihan ini dilakukan mengingat kordinat
airstrip di lokasi baru memiliki banyak kemungkinan. Pertimbangan yang
diambil adalah faktor teknis, biaya dan lingkungan.

i
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

(e). Bab 5 Analisis Kebutuhan Fasilitas Airstrip. Pada bagian ini disampaikan
analisis kebutuhan fasilitas airstrip di bandara eksisting dan bandara baru.
Pertimbangan yang diambil disini adalah efisiensi biaya dan kecukupan
secara teknis untuk mengakomodasi pesawat C-130 Hercules.

(f). Bab 6 Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP). Pada bagian


ini diuraikan stanar teknis KKOP dan gambaran KKOP di lokasi airstrip
eksisting maupun lokasi baru.

(g). Bab 7 Desain Layout. Pada dasarnya desain layout ini dimaksudkan untuk
memberikan gambaran tata letak airstrip, baik detail di runway, taxiway
dan apron maupun ketersinambungan dengan prasarana transportasi di
sekitarnya.

(h). Bab 8 Estimasi Biaya Pembangunan. Bab ini menguraikan estimasi volume
pekerjaan dan estimasi biaya pembangunan. Pada bagian ini juga
diberikan analisis harga satuan untuk beberapa item pekerjaan yang
diperlukan dalam pembangunan airstrip.

(i). Bab 9 Kesimpulan dan Rekomendasi. Bab ini merupakan penutup dari
laporan secara keseluruhan. Pada bagian ini diberikan kesimpulan studi
yang menjawab semua tujuan studi yang disyaratkan. Selain itu pada bab
ini diberikan rekomendasi yang sifatnya masukan kepada instansi terkait
sehubungan dengan pelaksanaan pembangunan/pengembangan airstrip.

Besar harapan kami bahwa secara isi baik kuantiti maupun kualitas materi
sudah memenuhi apa yang diharapkan Pemberi Tugas.

Jakarta, Mei 2006

PT. Cipta Multi Kreasi

ii
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Kata Pengantar ............................................................................... i


Daftar Isi ........................................................................................ ii
Daftar Tabel ................................................................................... iv
Daftar Gambar ................................................................................. vi
Daftar Lampiran ............................................................................... vii

Bab 1 Pendahuluan ...................................................................... 1-1


1.1. Latar Belakang ........................................................... 1-1
1.2. Maksud dan Tujuan Studi ............................................ 1-1
1.3. Ruang Lingkup ........................................................... 1-1
1.4. Lokasi Studi .............................................................. 1-2
1.5. Tahapan Kerja ........................................................... 1-4
1.5.1. Persiapan Kerja ................................................ 1-4
1.5.2. Pengumpulan Data ........................................... 1-4
1.5.3. Analisis ........................................................... 1-5
1.5.4. Penggambaran Layout Bandara .......................... 1-6

Bab 2 Deskripsi Kondisi Lokasi Bandara Eksisting ............................. 2-1


2.1. Bandara Kuala Batu .................................................... 2-1
2.2. Bandara Lau Lauseur .................................................. 2-4
2.3. Bandara Blang Kejaren ............................................... 2-4
2.4. Bandara Malikussaleh ................................................. 2-5
2.5. Bandara Binaka ......................................................... 2-5

iii
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

2.6. Bandara Lasikin ......................................................... 2-7


2.7. Bandara Rembili ......................................................... 2-9
2.8. Bandara Tapak Tuan (NAD) .......................................... 2-11

Bab 3 Evaluasi Teknis Bandara Eksisting ......................................... 3-1


3.1. Review Fasilitas Bandara ............................................. 3-1
3.2. Evaluasi Sisi Udara ..................................................... 3-2
3.2.1. Kecukupan Runway........................................... 3-2
3.2.2. Kecukupan Taxiway .......................................... 3-3
3.2.3. Kecukupan Apron ............................................. 3-5
3.3. Evaluasi Sisi Darat ..................................................... 3-6

Bab 4 Pemilihan Lokasi Airstrip Baru ............................................... 4-1


4.1. Metoda Pemilihan Lokasi ............................................. 4-1
4.1.1. Analisis Multi Kriteria ........................................ 4-1
4.1.2. Kriteria Analisis Pemilihan Lokasi ....................... 4-3
4.2. Perbandingan Antar Alternatif ...................................... 4-6
4.2.1. Perbandingan Calon Lokasi Airstrip di Lahewa ...... 4-6
4.2.2. Perbandingan Calon Lokasi Airstrip di Sirombu ..... 4-6
4.2.3. Perbandingan Calon Lokasi Airstrip di Teluk Dalam 4-7
4.2.4. Perbandingan Calon Lokasi Airstrip di Wak ........... 4-7
4.2.5. Perbandingan Calon Lokasi Airstrip di Blang Kejeren 4-8
4.2.6. Perbandingan Calon Lokasi Airstrip di Pulau Tuanku 4-8
4.2.7. Perbandingan Calon Lokasi Airstrip di Sibigo ......... 4-9
4.3. Penilaian Lokasi ......................................................... 4-17
4.3.1. Penilaian Lokasi Airstrip di Lahewa ..................... 4-17
4.3.2. Penilaian Lokasi Airstrip di Sirombu .................... 4-18
4.3.3. Penilaian Lokasi Airstrip di Teluk Dalam .............. 4-19
4.3.4. Penilaian Lokasi Airstrip di Wak........................... 4-20
4.3.5. Penilaian Lokasi Airstrip di Blang Kejeren ............. 4-21
4.3.6. Penilaian Lokasi Airstrip di Pulau Tuanku .............. 4-22
4.3.7. Penilaian Lokasi Airstrip di Sibigo ........................ 4-23
4.4. Lokasi Terpilih ............................................................ 4-24

Bab 5 Analisis Kebutuhan Airstrip .................................................. 5-1


5.1. Pesawat Rencana ....................................................... 5-1
5.2. Kebutuhan Runway ..................................................... 5-2
5.2.1. Standar Teknis Perencanaan Runway .................. 5-2
5.2.2. Hasil Perhitungan Kebutuhan Dimensi Runway ..... 5-8

iv
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

5.2.3. Hasil Perhitungan Kebutuhan Struktur Runway .... 5-11


5.3. Kebutuhan Taxiway dan Apron ..................................... 5-12
5.3.1. Standar Teknis Taxiway .................................... 5-12
5.3.2. Standar Teknis Apron ....................................... 5-20
5.3.3. Hasil Perhitungan Kebutuhan Dimensi Taxiway
dan Apron ...................................................... 5-26
5.3.4. Hasil Perhitungan Kebutuhan Struktur Taxiway
dan Apron ...................................................... 5-26

Bab 6 Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) ................ 6-1


6.1. Kriteria Teknis ........................................................... 6-1
6.2. KKOP di Lokasi Airstrip Eksisting dan Lokasi Baru............. 6-12

Bab 7 Desain Layout ..................................................................... 7-1


7.1. Layout Runway, Taxiway dan Apron .............................. 7-1
7.2. Layout KKOP .............................................................. 7-2
7.3. Layout Integritas Airstrip dengan Jaringan
Transportasi Eksisting ................................................. 7-2
7.4. Jalur Sirkulasi Evakuasi Kondisi Bencana ....................... 7-3

Bab 8 Estimasi Biaya Pembangunan Airstrip...................................... 8-1


8.1. Komponen Biaya ........................................................ 8-1
8.2. Analisis Harga Satuan Pekerjaan .................................. 8-2
8.3. Estimasi Volume Pekerjaan .......................................... 8-3
8.4. Estimasi Biaya Pekerjaan Pengembangan (+Pembangunan)
Airstrip ..................................................................... 8-5
8.5. Resume Kebutuhan Biaya ............................................ 8-7

Bab 9 Kesimpulan dan Rekomendasi ............................................... 9-1


9.1. Kesimpulan ............................................................... 9-1
9.2. Rekomendasi ............................................................. 9-2

v
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 1.1 Daftar Kebutuhan Data .................................................... 1-4


Tabel 2.1. Koordinat Tempat dan Stasion .......................................... 2-6
Tabel 2.2. Data Eksisting Bandara Binaka ......................................... 2-6
Table 2.3. Batas Rencana Pesawat Terbang ....................................... 2-7
Tabel 2.4. Koordinat Lokasi Bandara Rembili ..................................... 2-9
Tabel 3.1. Prasarana dan Fasilitas Bandara-bandara Di NAD
dan P. Simeuleu ............................................................. 3-1
Tabel 3.2. Kapasitas Sisi Udara Bandara-bandara Eksisting.................. 3-2
Tabel 3.3. Evaluasi Kecukupan Dimensi Runway ................................ 3-3
Tabel 3.4. Rencana Aksi Penanganan Runway Bandara-bandara
Di NAD, P. Nias, dan P. Simeuleu ...................................... 3-3
Tabel 3.5. Evaluasi Kecukupan Dimensi Taxiway ................................ 3-4
Tabel 3.6. Rencana Aksi Penanganan Taxiway Bandara-bandara
di NAD, P. Nias, Dan P. Simeuleu ...................................... 3-5
Tabel 3.7. Evaluasi Kecukupan Dimensi Apron ................................... 3-5
Tabel 3.8. Rencana Aksi Penanganan Apron Bandara-bandara
di NAD, P. Nias, Dan P. Simeuleu ..................................... 3-6
Tabel 4.1 Pengembangan Kriteria Pemilihan Lokasi Bandara ............... 4-5
Tabel 4.2. Gambaran Umum Alteratif Air Strip Di Lahewa .................... 4-6
Tabel 4.3. Gambaran Umum Alteratif Airstrip Di Sirombu .................... 4-7
Tabel 4.4. Gambaran Umum Alteratif Airstrip di Teluk Dalam ............... 4-7
Tabel 4.5. Gambaran Umum Alteratif Airstrip Di Wak .......................... 4-8
Tabel 4.6. Gambaran Umum Alteratif Airstrip Di Blang Kejeren............. 4-8
Tabel 4.7. Gambaran Umum Alteratif Airstrip Di Pulau Tuanku ............. 4-9

vi
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 4.8. Gambaran Umum Alteratif Airstrip Di Sibigo ....................... 4-9


Tabel 4.9. Perbandingan Kondisi Alternatif Lokasi Airstrip di Lahewa ..... 4-10
Tabel 4.10. Perbandingan Kondisi Alternatif Lokasi Airstrip di Sirombu .... 4-11
Tabel 4.11 Perbandingan Kondisi Alternatif Lokasi Airstrip di Teluk Dalam 4-12
Tabel 4.12. Perbandingan Kondisi Alternatif Lokasi Airstrip di Wak.......... 4-13
Tabel 4.13. Perbandingan Kondisi Alt. Lokasi Airstrip di Blang Kejeren .... 4-14
Tabel 4.14. Perbandingan Kondisi Alternatif Lokasi Airstrip di P. Tuanku .. 4-15
Tabel 4.15. Perbandingan Kondisi Alternatif Lokasi Airstrip di Sibigo ....... 4-16
Tabel 4.16. Penilaian Lokasi Airstrip Di Desa Afia dan Desa Toyolawa...... 4-17
Tabel 4.17. Penilaian Lokasi Airstrip Di Desa Tetesua, Desa Sitelumbanua,
dan Desa Sirombu .......................................................... 4-18
Tabel 4.18. Penilaian Lokasi Airstrip Di Desa Botohilitane, Desa Hilijihono,
dan Desa Bawodobara ..................................................... 4-19
Tabel 4.19. Penilaian Lokasi Airstrip Di Desa Lane [1], Desa Lane [2],
dan Desa Linge............................................................... 4-20
Tabel 4.20. Penilaian Lokasi Airstrip Di Desa Tetinggi, Desa Blang
Tenggulun, Desa Lempuh-Blang Bengkik............................ 4-21
Tabel 4.21. Penilaian Lokasi Airstrip Di Desa Haloban [1], dan Haloban [2] 4-22
Tabel 4.22. Penilaian Lokasi Airstrip Di Desa Babul Makmur, Desa Mitem,
dan Desa Sibigo ............................................................. 4-23
Tabel 5.1. Spesifikasi Pesawat C-130 Hercules ................................... 5-1
Tabel 5.2. Nilai ACN Pesawat C-130 Hercules untuk 3 Kondisi Beban..... 5-2
Tabel 5.3. Penentuan Lebar Runway................................................. 5-3
Tabel 5.4. Kebutuhan Spesifikasi Teknis Runway................................ 5-9
Tabel 5.5. Kriteria Desain Untuk Taxiway .......................................... 5-14
Tabel 5.6. Taxiway Width................................................................ 5-15
Tabel 5.7. Minimum Wheel Clearance ............................................... 5-15
Tabel 5.8. Hubungan Kecepatan pesawat dengan Jari-jari Kurva .......... 5-15
Tabel 5.9. Taxiway Other Than Aircraft Stand Taxiline ........................ 5-17
Tabel 5.10. Minimum Separation Distance Between Taxiway and
Taxiway or Object ........................................................... 5-19
Tabel 5.11. Minimum Separation Distance Between Taxiway and Runway 5-19
Tabel 5.12. Jarak Minimum Taxiway Terhadap Apron Taxiway Centre Line 5-20
Tabel 5.13. Clearence of Aircraft Stand............................................... 5-22
Tabel 5.14. Spesifikasi Teknis Dimensi Taxiway dan Apron .................... 5-26
Tabel 7.1. Arah Pengembangan Runway ........................................... 7-2
Tabel 8.1. Komponen Biaya Pembangunan Airstrip ............................. 8-1
Tabel 8.2. Harga Satuan Pekerjaan .................................................. 8-2
Tabel 8.3. Estimasi Volume Pekerjaan di Lokasi Eksisting .................... 8-3

vii
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 8.4. Estimasi Volume Pekerjaan di Lokasi Baru .......................... 8-4


Tabel 8.5. Estimasi Biaya Pengembangan Airstrip di Lokasi Eksisting
(1000 Rp)...................................................................... 8-5
Tabel 8.6. Estimasi Biaya Pembangunan Airstrip di Lokasi Baru
(1000 Rp)...................................................................... 8-6
Tabel 8.7. Rekapitulasi Kebutuhan Biaya Pengembangan Bandara Eksisting
dan Pembangunan Bandara Baru (1000 Rp) ....................... 8-7

viii
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Gambar 1.1 Lokasi Pengembangan dan Pembangunan airstrip ............ 1-3


Gambar 1.2 Rencana Tahapan Pelaksanaan Kerja ............................. 1-5
Gambar 2.1 Denah Eksisting Bandara Kuala Batu – Blang Pidie
(CV. Mitra Perdana Konsultan) ...................................... 2-2
Gambar 2.2 Denah Eksisting Bandara Kuala Batu – Blang Pidie
(CV. Mitra Perdana Konsultan) ...................................... 2-3
Gambar 2.3 Denah Bandara Rembili ................................................ 2-10
Gambar 2.4 Denah Bandara Teuku Cut Ali – Tapak Tuan ................... 2-12
Gambar 3.1 Kebutuhan Panjag Taxiway ........................................... 3-4
Gambar 3.2 Posisi Memanjang Pesawat Di Apron .............................. 3-5
Gambar 4.1 Proses Pemilihan Lokasi Bandara Dgn Menggunakan AMK . 4-2
Gambar 4.2 Lokasi Terpilih Di Lahewa : Desa Toyolawa ..................... 4-24
Gambar 4.3 Lokasi Terpilih DI Sirombu : Desa Sitelumbanua .............. 4-24
Gambar 4.4 Lokasi Terpilih DI Teluk Dlam : Desa Botohilitane ............ 4-24
Gambar 4.5 Lokasi Terpilih DI WAK : Desa Lane [2] .......................... 4-25
Gambar 4.6 Lokasi Terpilih DI Blang Kejaren : Blang Tenggulun.......... 4-26
Gambar 4.7 Lokasi Terpilih DI Pulau Tuanku : Haloban [1] ................. 4-26
Gambar 4.8 Lokasi Terpilih DI Sibigo : Babul Makmur ........................ 4-27
Gambar 5.1 Hasil Perhitungan Kebutuhan Struktur Runway ................ 5-11
Gambar 5.2 Taxiway Curve ............................................................ 5-16
Gambar 5.3 Rapid Exit Taxiway ...................................................... 5-17
Gambar 5.4 Jarak Minimum Pemisah Taxiway Terhadap Runway ......... 5-19
Gambar 5.5 Jarak Pemisah Antara Taxiway Dengan Runway ............... 5-20

ix
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Gambar 5.6 Konfigurasi Parkir Nose In ........................................... 5-23


Gambar 5.7 Konfigurasi ararel ........................................................ 5-24
Gambar 5.8 Sistem Parkir Pier........................................................ 5-24
Gambar 5.9 Konfigurasi Parkir Sistem Satelit.................................... 5-25
Gambar 6.1 KKOP Bandara Malikulssaleh (Lhokseumawe) .................. 6-1
Gambar 6.2 KKOP Bandara Lasikin (Sinabang).................................. 6-14
Gambar 6.3 KKOP Bandara T. Cut Ali (Tapaktuan)............................. 6-15
Gambar 6.4 KKOP Bandara Rembili (Takengon) ................................ 6-16
Gambar 6.5 KKOP Bandara Binaka (Gunung Sitoli) ............................ 6-17
Gambar 6.6 KKOP Bandara Kuala Batu (Blang Pidie).......................... 6-18
Gambar 6.7 KKOP Bandara Lau Lasuer (Kutacane) ............................ 6-19
Gambar 6.8 KKOP Bandara Wak ..................................................... 6-20
Gambar 6.9 Potongan A-A KKOP Bandara Wak.................................. 6-21
Gambar 6.10 Potongan B-B KKOP Bandara Wak.................................. 6-21
Gambar 6.11 KKOP Bandara Blang Kejaren ........................................ 6-23
Gambar 6.12 KKOP Bandara Sibigo (P. Simeulue) ............................... 6-24
Gambar 6.13 KKOP Bandara P. Tuanku ............................................. 6-25
Gambar 6.14 KKOP Bandara Lahewa ................................................. 6-26
Gambar 6.15 KKOP Bandara Sirombu................................................ 6-27
Gambar 6.16 KKOP Bandara Teluk Dalam .......................................... 6-28

x
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Lampiran A. Laporan Pengukuran Lapangan ...................................... A-1


Lampiran B. Laporan Pengujian Tanah .............................................. B-1
Lampiran C. Analisis dan Perhitungan Drainase .................................. C-1
Lampiran D. Analisis dan Perhitungan Struktur Runway, Taxiway
dan Apron ................................................................... D-1
Lampiran E. Analisis dan Perhitungan Orientasi Runway ...................... E-1
Lampiran F. Gambar Potongan Memanjang dan Melintang KKOP ........... F-1
Lampiran G. Foto Foto Lapangan....................................................... G-1
LAY OUT . ..................................................................................

xi
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

1.1. Latar Belakang

Bencana alam gempa bumi dan gelombang tsunami tanggal 26 Desember


2004 pada wilayah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias
Propinsi Sumatera Utara telah mengakibatkan korban jiwa dan kerusakan
yang luar biasa. Pada wilayah yang terkena bencana alam perlu dilakukan
rehabilitasi dan rekonstruksi.

Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi telah ditetapkan melalui


Peraturan Presiden No. 30 tahun 2005, tanggal 15 April 2005, tentang
Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah yang terkena bencana dan
dilaksanakan mulai tahun 2005 sampai dengan 2009. Untuk melaksanakan
rencana induk tersebut, Pemerintah telah membentuk Badan Pelaksana
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Provinsi NAD dan Nias (BPRR).

Potensi kekayaan alam yang ada di Provinsi Naggroe Aceh Darussalam dan
Kepulauan Nias antara lain adalah batubara, emas, kayu, ikan dan pariwisata
yang tersebar dibeberapa tempat, perlu untuk mendapatkan inlet outlet agar
dapat membangkitkan dan membangun kembali segi kehidupan masyarakat
Provinsi Naggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias. Untuk itu perlu
dibangun kembali antara lain semua sarana dan prasarana infrastruktur
transportasi guna memperlancar pergerakan orang dan barang yang pada
akhirnya dapat menggerakan perkembangan ekonomi.
1-1
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Salah satu prasarana yang perlu dibangun adalah bandara. Adapun bandara-
bandara eksisting perlu dikembangkan untuk meningkatkan kapasitasnya.
Semua pengambangan dan pembangunan bandara ini perlu dikaji dalam
sebuah Studi Air Strip (PendaratanPesawat) C 130 Darurat untuk Bencana.

1.2. Maksud & Tujuan Studi

Maksud pekerjaan ini adalah untuk memberikan jasa perencanaan pada


Pekerjaan Studi Air Strip (Pendaratan) pesawat C 130 Darurat untuk Bencana.

Adapun tujuan perencanaan ini adalah untuk merencanakan pekerjaan Studi


Air Strip (Pendaratan) Pesawat C 130 Darurat untuk Bencana.

1.3. Lingkup Kajian Studi

Ruang lingkup studi yang disampaikan pada Kerangka Acuan Kerja (KAK)
masih belum tersusun secara sistematis. Dari masukan-masukan pada
paparan pendahuluan maka konsultan mencoba menyusun kembali seberapa
jauh lingkup yang menjadi tanggung jawab konsultan. Berikut ini adalah
lingkup kajian studi ini:

(1) Melakukan survey pendahuluan wilayah studi dan mengumpulkan


data/informasi awal tentang kondisi bandara eksisting baik dari sisi
prasarana maupun intensitas pergerakan dalam beberapa tahun terakhir,

(2) Melakukan survey alternatif lokasi bandara baru dan mengumpulkan


data-data karakteristik wilayah (sosial, ekonomi, potensi wilayah, data
tanah, dan data-data lingkungan lainnya),

(3) Melakukan analisis pemilihan lokasi bandara, apakah tetap


mempertahankan lokasi bandara eksisting atau bandara dipindah ke
lokasi baru berdasarkan standar pemilihan lokasi bandara yang
diterbitkan ICAO.

(4) Melakukan analisis kebutuhan biaya investasi dan operasional bandara


selama masa operasional.

(5) Melakukan analisis kebutuhan dimensi dan kekuatan struktur airstrip dan

1-2
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

fasilitas terkait lainnya.

(6) Dari hasil analisis point (3) s.d (7), konsultan memberikan rekomendasi
skenario pentahapan pengembangan bandara..

1.4. Lokasi Studi

Studi ini memiliki batasan wilayah studi Provinsi NAD dan Kepulauan Nias,
khususnya wilayah-wilayah yang mendapat pengaruh langsung dari
pengembangan atau pembangunan bandara ini. Gambar berikut ini
memberikan informasi lokasi-lokasi pekerjaan ini.

1-3
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Keterangan Lokasi :

: Pengembangan Bandara
: Bandara Baru

1 Lokasi di Pesisir Timur NAD


4 Lokasi di Pegunungan NAD
2 Lokasi di Pesisir Barat NAD
2 Lokasi di P Simeuluwe NAD
1 Lokasi di P Tuanku NAD
4 Lokasi di P Nias SUMUT

Lhokseumawe

Takengon

Uweg

Blang Kejeren

Kutacane

BlangPidie

Tapaktuan

Sibigo

Sinabang

P Tuanku

Lahewa

Gunungsitoli

Sirombu

Telukdalam

Gambar 1.1. Lokasi pengembangan dan pembangunan airstrip

1-4
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

1.5. Tahapan Kerja

Pekerjaan ini akan dilaksanakan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan


kalender terhitung semenjak ditandatanganinya Surat Perintah Kerja (SPK).
Untuk mendapatkan hasil yang optimal maka dilakukan pentahapan kerja
sebagai berikut:

(1) Tahap 1: Persiapan Kerja


(2) Tahap 2: Pengumpulan Data
(3) Tahap 3: Analisis
(4) Tahap 4: Penggambaran Layout Pengembangan/Pembangunan Bandara

Diagram alir tahapan kerja dapat dilihat pada Gambar 1.2. Adapun gambaran
umum item pekerjaan yang ada pada masing-masing tahap ini dapat dilihat
pada sub-sub bab selanjutnya.

1.5.1. Persiapan Kerja

Pada tahapan ini konsultan melakukan studi literatur tentang regulasi nasional
dan internasional terkait dengan penyelenggaraan sebuah bandara umum.
Selain regulasi, manual perencanaan teknis juga mengacu pada standar
internasional yang diterbitkan ICAO atau FAA.

Selain melakukan kajian literatur konsultan juga melakukan survey


pendahuluan di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias. Tujuan survey pendahuluan
ini adalah untuk mendapatkan informasi awal lokasi studi. Beberapa data yang
dikumpulkan pada tahap ini antara lain data peta jaringan transportasi
eksisting (darat, laut, udara), data intensitas pergerakan eksisting (orang,
barang), data klimatologi, dlsb. Dari hasil survey ini diharapkan diperoleh
beberapa alternatif lokasi bandara di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias.

1.5.2. Pengumpulan Data

Pada dasarnya tahapan pengumpulan data ini merupakan lanjutan dari survey
lapangan yang sudah dilakukan sebelumnya. Adapun kebutuhan data secara
lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.1.

1-5
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 1.1. Daftar kebutuhan data

No Jenis Data Sumber


1 Jaringan transportasi
1.a Transportasi Darat
1.b Transportasi
Dinas PU setempat (S)
Laut/Penyeberangan
1.c Transportasi Udara
2 Data Tata Ruang
2.a RTRW Propinsi NAD Bapeda Propinsi setempat (S)
2.b RTRW Kabupaten Bapeda Kabupaten setempat (S)
3 Data Kondisi Lingkungan
3.a Kondisi tanah lokasi rencana
3.b Kondisi topografi wilayah
rencana Survey lapangan
3.c Data angin & kecepatannya Bakosurtanal, Badan Meteorologi &
3.d Data curah hujan Geofisika (S)
3.e Data ketinggian gunung
sekitar
4 Data Harga Satuan Pekerjaan
4.a Harga Satuan Upah & Barang Biro Pusat Statistik, Dinas PU (S)
5 Studi-studi bandara terdahulu di Bappeda, Dinas Perhubungan
masing-masing lokasi setempat (S)
Ket :
(S): Survey Data Sekunder ke Instansi
(P): Survey Data Primer di Lapangan

Untuk tahapan rencana induk ini data-data diupayakan dari data sekunder
kecuali data lapangan seperti data kondisi tanah yang sebaiknya diambil dari
survey lapangan. Data sekunder ini dikumpulkan dengan survey ke instansi
terkait sedangkan data lapangan dikumpulkan dengan survey lapangan.

1.5.3. Analisis

Secara garis besar, analisis dimulai dari analisis pemilihan lokasi, analisis
proyeksi permintaan perjalanan, analisis kebutuhan fasilitas bandara, analisis
kebutuhan biaya investasi dan operasional, analisis manfaat dan ditutup
dengan analisis kelayakan. Metoda analisis masing-masing analisis ini
disampaikan pada Bab 3 Metoda Analisis.

1-6
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

START

Literature Study

Survey Pendahuluan

Survey Alternatif Lokasi

Survey karakteristik
wilayah

Analisis Pemilihan Lokasi

Analisis Kebutuhan
Fasilitas Bandara

Estimasi Kebutuhan Biaya

Penggambaran Layout
Bandara

FINISH

Gambar 1.1

Rencana Tahapan Pelaksanaan Kerja

1-7
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

1.5.4. Penggambaran Layout Bandara

Hasil perhitungan untuk dapat diterapkan di lapangan perlu di terjemahkan ke


dalam gambar rencana. Penggambaran layout dilakukan pada tahapan ini dan
dilaporkan dalam album rencana pengembangan.

1-8
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

2.1. Bandara Kuala Batu

1. Gambaran Umum

Bandara di Kota Blang Pidie dikenal dengan nama Bandara Kuala Batu yang
terletak kurang lebih 5 km arah Barat dari Kota Blang Pidie. Bandara Kuala
Batu ini terletak ± 800 m dari tepi pantai dengan elevasi permukaan tanah
± 10 m dari permukaan laut. Kondisi topografi lahan disekitar bandara
relatif datar dimana sebagian besar permukaan ditumbuhi oleh semak-
semak dan hutan. Di lokasi rencana pengembangan runway dijumpai rawa
sepanjang ± 400 m dengan kedalaman ± 4 m.

Bandara Kuala Batu – Blang Pidie melayani penerbangan setiap hari Selasa
dan hari Kamis. Fasilitas-fasilitas yang tersedia di Bandara Kuala Batu saat
ini adalah runway dan apron. Perencanaan pengembangan bandara telah
dilakukan oleh CV. Mitra Perdana Konsultan, pekerjaan pengembangan
berupa perpanjangan runway, pelebaran apron, pembangunan terminal
penumpang, pembangunan kantor, pembangunan gudang, pembangunan
unit PKPPK, pembangunan fasilitas olah raga, dan pembangunan rumah
dinas.

Laporan Akhir
2-1
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

2. Letak Geografis dan Wilayah Administratif Bandara

Lokasi Bandara Kuala Batu, Blang Pidie secara goegrafis terletak pada 003º
44’ 4.60” Lintang Utara (LU) dan 096º 47’ 29.65” Bujur Timur (BT)

Secara Administratif Bandara Kuala Batu, Blang Pidie termasuk dalam


wilayah sebagai berikut :

• Desa : Kuala Batu

• Kecanatan : Susoh

• Kabupaten : Aceh Barat Daya

• Provinsi : NAD

Laporan Akhir
2-2
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

3. Data Teknis

Denah bandara eksisting dan rencana pengembangan bandara dapat dilihat


pada gambar-gambar berikut ini.

34
50
30

42
50
90

65
50
15

30
900
1078

750

50

60 88

30
30
150

23
6
12

Gambar 2.1. Denah Eksisting Bandara Kuala Batu – Blang Pidie


(CV. Mitra Perdana Konsultan)

Laporan Akhir
2-3
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

50
650

231

50

73 158
34
50

30
178

42
50

90
65
50

15

30
89
6 7
37

2
10

13

50

1
5 4 3

Gambar 2.2. Denah Eksisting Bandara Kuala Batu – Blang Pidie


(CV. Mitra Perdana Konsultan)

Laporan Akhir
2-4
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

2.2. Bandara Lau Laseur

1. Gambaran Umum

Bandara pada Kabupaten Kutacane dikenal dengan nama Bandara Lau


Laseur yang terletak kurang lebih 20 km dari Kecamatan Banbel. Akses
menuju Bandara Lau Laser sangat bagus, yaitu jalan beraspal dan lebar,
lebar jalan ± 3 m.

Bandara Lau Laseur sudah beroperasi sekitar 6 bulan dengan jadwal


penerbangan dua kali seminggu, yaitu hari Selasa dan Sabtu dengan
menggunakan pesawat SMAC. Jalur penerbangan yang dilayani adalah
Medan-Kutacane dan Kutacane-Banda Aceh pulang pergi. Menurut
keterangan yang diperoleh, karena tingginya peminat jalur penerbangan ini
maka rencana akan mendatangkan kutai airlines.

Luas area Bandara Lau Laseur sekitar 50 hektar dengan panjang runway
1150 m, lebar 25 m, dan panjang apron 100 m, lebar 50 m. Koordinat
Bandara Lau laseur adalah N 0373884 E 0375112, sedangkan benchmark
disekitar bandara tidak ada.

2. Letak Geografis dan Wilayah Administratif Bandara

Lokasi Bandara Lau Laseur, Kutacane secara goegrafis terletak pada 003º
21’ 31.18” Lintang Utara (LU) dan 097º 51’ 50.08” Bujur Timur (BT)

Secara Administratif Bandara Lau Laseur, Kutacane termasuk dalam wilayah


sebagai berikut :

• Desa : Ikinga

• Kecanatan : Simpang Semadam

• Kabupaten : Aceh Tengah

• Provinsi : NAD

3. Rencana Pengembangan

Rencana pengembangan Bandara Lau Laseur dengan memperpanjang


runway sepanjang 650m.

Laporan Akhir
2-5
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

2.3. Bandara Malikussaleh

1. Gambaran Umum

Malikkusaleh disebut sebagai bandara khusus mungkin karena otoritasnya


tidak berada pada Dinas Perhubungan dan Parawisata akan tetapi berada
pada Pertamina - PT. Arun LNG Plant.

Keterangan yang diperoleh pegawai Dinas Perhubungan dan Pariwisata


Banda Aceh menyebutkan bahwa pernah ada petugas dari Dinas
Perhubungan yang ditempatkan (2 orang) pada bandara ini, akan tetapi
sekarang tidak lagi. Ini menunjukkan bahwa otoritas Pertamina - PT Arun
LNG Plant sangat dominan disini.

Bandara khusus Malikkusaleh tidak berada tepat di Lhokseumawe akan


tetapi berada pada kira-kira pertengahan antara Bireun dan Lhokseumawe
sebelum pabrik Pupuk Iskandar muda bila berkendaraan dari Bireun.

Mungkin karena pertimbangan bahwa bandara ini berada tidak begitu jauh
dari Instalasi pabrik Gas Alam Cair, pengamanan diseputar bandara sangat
ketat. Areal bandara dikelilingi oleh pagar besi setinggi kurang lebih 2 m.
Satu-satunya pintu masuk melewati Posko yang dikawal beberapa petugas
security. Untuk memasuki wilayah bandara harus atas persetujuan Kepala
Bandara. Pemotretan sarana/prasana didalam areal pagar tidak
diperbolehkan.

2. Letak Geografis dan Wilayah Administratif Bandara

Lokasi Bandara Malikussaleh, Lhoksemawe secara goegrafis terletak pada


05º 21’ 13. 35.5” Lintang Utara (LU) dan 097º 57’ 01.9” Bujur Timur (BT)

Secara Administratif Bandara Malikussaleh, Lhoksemawe termasuk dalam


wilayah sebagai berikut :

• Desa : Penangah

• Kecanatan : Muara Batu

• Kabupaten : Lhoksemawe

• Provinsi : NAD

Laporan Akhir
2-6
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

2.5. Bandara Binaka

1. Gambaran Umum

Lapangan terbang Binaka terletak di desa Binaka, kira-kira 20 km sebelah


tenggara kota Gunung Sitoli pada daerah pesisir pantai timur Pulau Nias.
Letak bandara sekitar 500 m dari jalan raya Gunung Sitoli - Binaka yang
merupakan jalan lingkar Pulau Nias.

Panjang landasan udara 1.350 m membujur barat-timur. Kondisi sekitar


bandara di sebelah barat lokasi berupa perbukitan dan sebelah timur berupa
dataran pesisir. Koordinat lokasi parkir apron adalah 356.015 m E dan
128.770 m. N. Kondisi bandara saat ini dapat didarati pesawat jenis CN235,
Casa 2 dan Transhal. Pada ujung barat bandara di batasi oleh jalan raya
Gunung Sitoli-Binaka, sedangkan bagian timur dibatasi oleh sungai kecil
Gidosite. Kondisi tanah di sekitar bandara adalah tanah berpasir.

2. Letak Geografis dan Wilayah Administratif Bandara

Lokasi Bandara Binaka, Gunung Sitoli secara goegrafis terletak pada 001º
09’ 58.02” Lintang Utara (LU) dan 097º 42’ 16” Bujur Timur (BT)

Secara Administratif Bandara Binaka, Gunung Sitoli termasuk dalam wilayah


sebagai berikut :

• Desa : Penangah

• Kecanatan : Muara Batu

• Kabupaten : Lhoksemawe

• Provinsi : NAD

3. Koordinat tempat dan stasion.

Sitem Koordinat UTM


No Nama Keterangan
X Y z
1 Pelabuhan 476232 190999 47 Dermaga
Sibolga
2 Pelab. Gunung 345258 144432 47 Lap.Parkir
Sitoli
3 Desa Binaka 354698 129039 47 Batas Barat Pelud
Bineka
4 Pelud Binaka 356015 128770 47 Apron
5 Landasan Timur 356614 128920 47

Laporan Akhir
2-7
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Ujg, Landasan 355140 128975 47 BM Lion Air BNK. 8


Timur
Ujg. Landasan 355891 128817 47
Barat
BM 356027 128893 47 RP 053-3
DISSURPOTRUD 11 03
AU
BM DG 056 (atau 956)
BAKOSURTALAN

Pada pelabuhan udara Binaka belum terdapat menara untuk ruang trafic
control. Dari informasi data sekunder diperoleh data-data lain mengenai
bandara Binaka sebagai berikut.

4. Data Eksisting Bandara Binaka

Country Indonesia
ICAO ID WIMB
Time UTC+7
Latitude 1.166597
01o 09’ 59.75” N
Longitude 97.703050
097o 42’ 10.98” E
Elevation 20 feet
6 meters
Magnetic Variation 001o W (01/02)
Operating Agency DIRECTOR GENERAL OF AIR COMMUNICATION
Near City Gunung Sitoli
Island Group Nias I
Operating Hours SEE REMARKS FOR OPERATING HOURS OR
COMMUNICATIONS FOR POSSIBLE HOURS

ID Dimensions Surface PCN ILS


4429 x 98 feet
09/27 ASPHALT 014FCYT NO
1350 x 30 meters

Distance Bearing From


TYPE ID Name Channel Freq From Navaid
Field
NDB GI BINAKA - 244 At Field -

5. Batas Rencana Pesawat Terbang

Kondisi eksisting sekarang, Bandar Udara Binaka bisa didarati pesawat


sekelas Fokeer-27. Dalam upaya pengembangan Bandar Udara Binaka
direncanakan untuk kapasitas yang lebih besar, sekelas Boeing 737 atau

Laporan Akhir
2-8
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

sekelas Airbus 300, termasuk kapasitas apron, terminal building, atau


fasilitas pendukung lainnya untuk sisi darat dan sisi udara.

FASILITAS ULTIMATE DESIGN


PESAWAT RENCANA B – 737
AERODROME REFERENCE CODE 4C
RUNWAY (R/W) (2000 x 45) m
RUNWAY STRIP (1920 x 150) m
EXIT TAXIWAY (213 x 23) m
APRON (180 x 80) m
BANGUNAN TERMINAL 320 m2
PARKIR KENDARAAN (40 x 40) m
PRASARANA BAHAN BAKAR PESAWAT Disediakan
SISTEM NAVIGASI Non Precision (instrument)
ICAO CAT – 6
PENYEDIAAN AIR BERSIH Disediakan
PRASARANA EXTERNAL ELEKTRIKAL Disediakan

2.5. Bandara Lasikin

1. Gambaran Umum

Bandara Sinabang berada di Pulau Simeulue. Lokasi bandara dapat


dijangkau dari Kota Medan. Salah satu alternatif adalah menggunakan
angkutan udara dengan maskapai yang melayani, yaitu SMAC. Selain itu
frekuensi penerbangan SMAC ke Kota Sinabang hanya sekali sehari dengan
kapasitas pesawat ± 16 orang belum termasuk pengurangan karena adanya
kargo. Hal ini yang membuat sebagian orang lebih suka menggunakan jalur
darat dan laut.

Bandara Lasikin-Sinabang terletak di Kabupaten Simeulue Provinsi Nanggroe


Aceh Darussalam dengan koordinat lokasi bandara adalah N 02o 25’ 00’’ dan
E 96o 18’ 30’’ dengan elevasi ± 4 meter dari muka air laut. Jarak bandara
dengan Kota Sinabang sekitar 13 km berupa jalan dengan konstruksi aspal
beton selebar ± 6 meter.

Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. 44 tanggal 7 Agustus 2002


tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional Tahun 2002-2007, disebutkan
bahwa Bandara Lasikin-Sinabang memiliki fungsi dan status sebagai berikut:

Fungsi : Bukan Pusat Penyebaran


Status : Bandar Udara Umum
Klasifikasi : Kelas A hingga tahun 2007

Laporan Akhir
2-9
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Penggunaan : Domestik
Penyelenggaraan : Pemerintah Kabupaten/Kota
Kegiatan : Fixed Wing dan Rotary Wing

Fasilitas Bandara :

a. Runway

Arah runway Bandara Lasikin-Sinabang dari hasil perhitungan data angin


Stasiun Gunung Sitoli-Nias adalah 07-25. Dimensi runway sepanjang 750
meter dan lebar 23 meter. Konstruksi permukaan dari aspak kolakan
dengan daya dukung seberat 20.000 lbs (9.080 kg). Daya dukung ini
mampu didarati pesawat jenis Cassa 212.

Sementara itu untuk mengantisipasi masalah overshoot di ujung-ujung


runway disediakan stopway dengan dimensi 30 m x 23 m dengan
konstruksi aspal kolakan.

b. Taxiway

Dimensi taxiway Bandara Lasikin adalah 75 m x 15 m dengan konstruksi


aspal kolakan.

c. Apron

Bandara Lasikin memiliki apron dengan dimensi 60 m x 40 m. Apron


seluas ini mampu menampung 2 (dua) buah pesawat jenis Cassa 212
pada jam sibuk (peak hour).

d. Saluran Drainase

Saluran drainase terbuka berada di kanan dan kiri runway dengan


kedalaman 0,6 m dan lebar 1,5 meter. Adapun jenis saluran drainase
tertutup adalah berupa gorong-gorong (box culvert) yang berfungsi
mengalirkan aliran sungai di bawah landasan sepanjang 200 m
dengan lebar dan kedalaman masing-masing 0,6 meter.

Permasalahan yang dihadapi adalah masih adanya kendala yang cukup


dirasakan untuk mencapai lokasi bandara adalah sistem transportasinya.
Keterbatasan frekuensi penerbangan dan pelayaran membuat pergerakan
orang dari/ke wilayah Pulau Simeulue terhambat.

Laporan Akhir
2-10
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

2. Letak Geografis dan Wilayah Administratif Bandara

Lokasi Bandara Lasikin, Sinabang secara goegrafis terletak pada 002º 24’
41.36” Lintang Utara (LU) dan 096º 37.35” Bujur Timur (BT)

Secara Administratif Bandara Lasikin, Sinabang termasuk dalam wilayah


sebagai berikut :

• Desa : Lasikin

• Kecanatan : Simenlue Timur

• Kabupaten : Simenlue

• Provinsi : NAD

3. Rencana Pengembangan

Terkait dengan studi ini, pemerintah setempat pernah melakukan studi


pengembangan bandara. Dari hasil studi bandara ini akan diperpanjang
runway-nya hingga 1.850 meter. Adapun tahapan perpanjangan ini sebagai
berikut:

Tahap I Stage 1 : Perpanjangan dari 750 meter menjadi 950 meter.

Tahap I Stage 2 : Perpanjangan dari 950 meter menjadi 1.300 meter.

Tahap II : Perpanjangan dari 950 meter menjadi 1.850 meter.

2.6. Bandara Rembili

1. Gambaran Umum

Lapangan terbang Rembili sebetulnya tidak berada di Takengon akan tetapi


berada pada jarak ± 21 Km sabelum Takengon yakni pada Kecamatan
Bener Meriah (setelah pemekaran akan berubah menjadi Kabupaten).

Jalan masuk ke lapangan berada pada kiri jalan penghubung Bireun -


Takengon. Paparan lapangan dikelilingi oleh gugusan pegunungan dengan
gunung Merapi berada disebelah utara lapangan. Gunung Merapi ini baru-
baru ini mengeluarkan asap clan juga pernah mengalami longsor. Tapak
longsar di dua tempat dibagian timur gunung dapat dilihat dari kejauhan.

Laporan Akhir
2-11
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Dari keterangan Petugas Bandara, posisi lapangan berada pada Lintang 04°
43' 21.8" N clan Bujur 96'51' 10.6" E pada ketinggian 4600 ft atau 1413.554
m.

Intrusi beberapa desa juga terlihat terutama pada saat keluar dari Bireun
dan pada saat mendekati Takengon. Selebihnya adalah daerah hutan. Selain
kendaraan roda empat, pencapaian lokasi dapat juga dilakukan dengan
menggunakan jasa udara (penerbangan perintis) dengan menggunakan
SMEC. Jadwal penerbangan SMEC dua kali seminggu yaitu pada hari Rabu
dan Jumat.

Lapangan Rembili berada pada paparan dataran yang cukup luas dengan
baringan Timur- Barat. Dimensi landasan pacu adalah panjang 1200 m dan
lebar 30 m. Areal apron cukup luas. Kondisi landasan pacu baik.
Pengamatan GPS dilakukan di tiga titik di landasan pacu.

Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Titik Northing (m) Fasting (m)


1 0282280 0522196
2 0281050 0522195
3 0281050 0522226

Dan hasil pengamatan diatas diperoleh panjang landasan 1230 m dan lebar
31 m, namun tidak dapat dijadikan patokan presisi mengingat pengamatan
dilakukan dengan GPS Navigasi.

2. Letak Geografis dan Wilayah Administratif Bandara

Lokasi Bandara Rambili, Takengon secara goegrafis terletak pada 004º 43’
16.14” Lintang Utara (LU) dan 096º 51’ 5.54” Bujur Timur (BT)

Secara Administratif Bandara Rambili, Takengon termasuk dalam wilayah


sebagai berikut :

• Desa : Rembili

• Kecanatan : Takengon

• Kabupaten : Aceh Tengah

• Provinsi : NAD

Laporan Akhir
2-12
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

3. Rencana Pengembangan

Lapangan terbang ini sudah disiapkan untuk perpanjangan landasan pacu.


Menurut keterangan yang diperoleh bahwa landasan pacu untuk sementara
ini akan diperpanjang 170 m ke barat, karena melebihi ukuran tersebut
akan juga melibatkan Pemda. Dari gambaran lampiran tersebut juga teriihat
tapak kontur diareal perpanjangan landasan berikut table titik-titik tetap X,Y
dibagian bawah gambar.

Pekerjaan tanah berupa galian/timbunan sedang berlangsung. Penimbunan


material diambil dari terns tanah di selatan Office Building sedangkan
penimbunan dilakukan kurang lebih 30 m dari ujung barat landasan, dimana
terdapat celah dengan kedalaman 10 m Terns tanah yang sudah dipapas
nantinya akan dijadikan areal parkir.

Laporan Akhir
2-13
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Gambar 2.3. Denah bandara Rembili

2-14
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

2.7. Tapak Tuan, NAD

1. Gambaran Umum

Bandara di Kota Tapak Tuan dikenal dengan nama Bandara Teuku Cut Ali
yang terletak kurang lebih 21 km arah Barat Laut dari Kota Tapak Tuan.
Bandara Teuku Cut Ali – Tapak Tuan terletak ± 500m dari pantai, dengan
elevasi permukaan tanah ±10m dari permukaan laut. Kondisi topografi
lahan disekitar bandara relatif datar, dimana sebagian besar permukaan
ditumbuhi oleh semak-semak.

Bandara Teuku Cut Ali – Tapak Tuan melayani penerbangan setiap hari
Selasa dan hari Kamis.

Fasilitas-fasilitas yang tersedia di Bandara Teuku Cut Ali antara lain:


runway, apron, terminal, kantin, lahan parkir, dan kantor.

2. Letak Geografis dan Wilayah Administratif Bandara

Lokasi Bandara Tapak Tuan(Teuku Cut Ali) secara goegrafis terletak pada
003º 10’ 12.88” Lintang Utara (LU) dan 097º 17’ 15.02” Bujur Timur (BT)

Secara Administratif Bandara Tapak Tuan(Teuku Cut Ali) termasuk dalam


wilayah sebagai berikut :

• Desa : Cupin Ogah

• Kecanatan : Kota Fajar

• Kabupaten : Aceh Tenggara

• Provinsi : NAD

3. Rencana Pengembangan

Pengembangan bandara yang saat ini sedang dilaksanakan berupa


pengurugan tanah sepanjang 150m ke arah Barat Laut untuk perpanjangan
runway.

Denah bandara dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Laporan Akhir 2-15


Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

90

150
30
32

275

1000
225

21 45 75
225

14
30

30 23 30

Gambar 2.4. Denah Bandara Teuku Cut Ali – Tapak Tuan


(Sumber: Dinas Perhubungan Propinsi NAD – Sub Dinas Perhubungan Udara)

Laporan Akhir 2-16


Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

3.1. Review Fasilitas Bandara

Beberapa bandara yang ada di NAD, P. Nias dan P. Simeulue memiliki


informasi yang cukup lengkap mengenai fasilitas dan prasarana yang dimiliki.
Tabel di bawah ini menunjukkan kondisi prasarana tersebut pada Bandara
Malikussaleh, Bandara Lasikin, Bandara T. Cut Ali dan Bandara Rembele.

Tabel 3.1.
Prasarana dan Fasilitas Bandara-bandara di NAD dan P. Simeulue

MALIKULSALEH LASIKIN T. CUT ALI REMBELE


NO URAIAN
LHOKSEUMAWE SINABANG TAPAKTUAN TAKENGON
1 2 NCA 4 6 10

1 NAMA KOTA LHOKSEUMAWE SINABANG TAMPAKTUAN TAKENGON


2 KELAS BANDARA KELAS V KELAS V KELAS IV / V -
DITJEN
DITJEN HUBUD/DEPHUD DITJEN
3 PENGELOLA PT. ARUN HUBUD NAD HUBUD
JARAK BANDARA KE
4 KOTA 35 KM 11 KM 21 KM 15 KM
5 RENCANA INDUK TIDAK ADA TIDAK ADA TIDAK ADA TIDAK ADA
LUAS BATAS TANAH
6 BANDARA 928.599 M2 110.000 M2 71 Ha 120 Ha
FASILITAS ANGKUTAN
7 UMUM TIDAK ADA TIDAK ADA TIDAK ADA TIDAK ADA
8 MULAI OPERASI 1985 1978 1976 -
07.00 - 14.00 /
07.00 - 14.00 HS/OR 24 HR 01.00 -
9 JAM OPERASI (UTC) 23.00 - 11.00 / HS/OR PPR PPR 09.00/OR
3-1
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

MALIKULSALEH LASIKIN T. CUT ALI REMBELE


NO URAIAN
LHOKSEUMAWE SINABANG TAPAKTUAN TAKENGON
10 KLASIFIKASI OPERASI VFR VFR
KEMAMPUAN
11 KAPASITAS OPERASI VFR CASSA 212 CASSA 212 VFR
PAGAR BATASAN
12 BANDARA TERSEDIA TERSEDIA TERSEDIA TERSEDIA
13 PELAYANAN LLU AFIS AFIS AFIS AFIS
14 FASILITAS TERMINAL
a. DOMESTIK 594 M2 Rusak Berat 50 M2 400 M2
b. INTERNATIONAL - - - -
04,43`,21"
N
96,56` N 55,51` 03,08 N 097` 02,25 N 95,51`,10.6"
15 KOORDINAT E E 096,16` E E
16 ELEVASI 26 M 4M 4M 4600 Ft
17 DPPU TIDAK ADA TIDAK ADA TIDAK ADA TIDAK ADA
18 RUNWAY NUMBER 05 - 24 07 - 25 14 - 32 09 - 27
19 RUNWAY LENGTH 1850 X 30 750 X 23 750 X 33 1200 X 30
20 KONSTRUKSI HOT MIX KOLAKAN HOT MIX HOT MIX
21 TAXIWAY 150 X 15 75 X 15 75 X 15 186 X 23
22 APRON 140 X 60 60 X 40 60 X 14 106 X 80
23 TURNING AREA ADA TERSEDIA TERSEDIA ADA
24 PAVED SHOULDER KIRI 30 X 960 30 X 946 30 X 946 30 X 960
PAVED SHOULDER
25 KANAN 30 X 960 30 X 946 30 X 946 30 X 960
26 OVERRUN 2 X 30 X 30 2 X 30 X 23 2 X 30 X 23 2 X 30 X 30
27 OPEN DRAINAGE TERSEDIA TERSEDIA TERSEDIA TERSEDIA
28 CLOSE DRAINAGE TERSEDIA TERSEDIA TERSEDIA TERSEDIA
29 MARKING TERSEDIA TERSEDIA TERSEDIA TERSEDIA
REMBELE
MALIK INFO LASIKIN INFO T. CUT ALI INFO INFO 122,7
30 CALL SIGN 122,9 KHz 122,2 KHz 122,9 KHz KHz
31 RADAR
32 AIR STRIP 150 M 99 M 87 M 150 M
33 ILS
34 DVOR / DME
SG - 398 KHz TP - 230 KHz 60
35 NDB 335 KHz 60 NM NM
36 PK - PPK RESCUE CAR PORTABLE PORTABLE PORTABLE
37 VASI / PAPI
38 PTP SSB SSB SSB
39 STOPWAY 60 X 30 60 M X 23 M 60 M X 30 M 60 X 30
40 METEOROLOGI TERSEDIA TIDAK ADA TIDAK ADA TIDAK ADA

Terkait dengan rencana pengembangan/pembangunan airstrip untuk kondisi


darurat bencana maka perlu kiranya diberikan sedikit evaluasi kesiapan
bandara eksisting untuk mengakomodasi pesawat jenis C-130 Hercules.

3-2
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

3.2. Evaluasi Sisi Udara

Meskipun tidak semua bandara eksisting bersifat komersil, bandara yang ada
di NAD dan Nias memiliki kelengkapan fasilitas yang cukup baik baik di sisi
udara maupun di sisi darat. Tabel 3.2 menampilkan data-data sisi udara di
bandara-bandara tersebut.

Tabel 3.2.
Kapasitas sisi udara bandara-bandara eksisting

Dimensi
No Nama Bandara
Runway Taxiway Apron
1 Malikussaleh 1850 m x 30 m 150 m x 15 m 140 m x 60
m
2 Lasikin 750 m x 23 m 75 m x 15 m 60 m x 40 m
3 T. Cut Ali 750 m x 33 m 75 m x 15 m 60 m x 40 m
4 Rembele 1200 m x 30 m 186 m x 23 m 106 m x 80
m
5 Binaka 1350 m x 30 m N/A N/A
6 Kuala Batu 750 m x 23 m 60 m x 15 m 88 x 50 m
7 Lau Laseur 1150 m x 23 m 40 m x 12 m 100 m x 50
m

Dari sisi dimensi runway, sebagian bandara sebenarnya sudah mencukupi


untuk operasional pesawat C-130 Hercules. Namun demikian, dimensi taxiway
dan apron perlu disesuaikan untuk mengakomodasi pesawat ini pada kondisi
sibuk.

3.2.1. Kecukupan Runway

Pesawat C-130 Hercules memiliki bentang


sayap (wing span) 39.7 m dengan demikian
masuk kategori Code Letter D menurut Annex
14. Dilihat dari ARFL pesawat ini memiliki
rantang ARFL 800 s.d 1200 meter sehingga
memiliki Code Number 2. Melihat ini dapat
diketahui bahwa jenis pesawat ini memang
khusus dimana Code Number 2 memiliki Code Letter D, umumnya maksimal
hingga C. Dengan demikian standar acuan yang dipakai selanjutnya
didasarkan pada Aerodrome Reference Code 2 C.

3-3
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Dengan dasar ini maka selanjutnya parameter dimensi runway dapat


diturunkan sebagai berikut.

Tabel 3.3. Evaluasi Kecukupan Dimensi Runway

Bandara
Parameter Kuala Lau
Malikussaleh Lasikin T. Cut Ali Rembele Binaka
Batu Laseur
Length (m) (1850,0) (750,150) (750,150) (1200,0) (1350,0) (750,150) (1150,0)
Width (m) (30,0) (23,7) (33,0) (30,0) (30,0) (23,7) (23,7)
Keterangan:
(a,b) : a. Tersedia, b. Penambahan

Melihat kondisi eksisting runway ini maka konsultan kiranya dapat


memberikan rekomendasi awal penanganan runway. Rekomendasi ini masih
menggunakan data awal dari studi terdahulu, informasi sekunder maupun
diskusi di antara staf ahli konsultan. Secara umum berikut ini adalah aksi yang
dapat dilakukan pihak lapangan selanjutnya.

Tabel 3.4.
Rencana Aksi Penanganan Runway Bandara-bandara di NAD, P. Nias
dan P. Simeulue

No Bandara Rekomendasi Penanganan Runway


1 Malikussaleh Baik panjang maupun lebar runway sudah cukup sehingga tidak
perlu diperluas. Namun demikian struktur perkerasan runway
perlu di cek sedemikian sehingga pesawat C-130 Hercules bisa
mendarat dan lepas landas dari runway ini. Perkerasan runway
harus mampu mengakomodasi pesawat dengan nilai ACN
berkisar 10.4 - 35.5.
2 Lasikin Runway perlu diperpanjang 150 meter lagi, adapun lebarnya
perlu disesuaikan menjadi 30 meter. Dari sisi struktur
perkerasan, saat ini masih menggunakan aspal kolakan, untuk
itu perlu dioverlay lagi. Kebutuhan tebal overlay masih
menunggu data coring lapangan.
3 T. Cut Ali Panjang runway perlu ditambah 150 meter lagi, sedangkan lebar
runway dirasa cukup. Dari sisi perkerasan mengingat masih
menggunakan aspal kolakan, kekuatannya perlu dicek kembali.
4 Rembele Panjang dan lebar runway sudah cukup untuk operasional C-130
Hercules, namun struktur perkerasan perlu dicek apakah bisa
mengakomodasi pesawat ini.
5 Binaka Runway tidak perlu diperpanjang.
6 Kuala Batu Perlu perpanjangan runway lagi sepanjang 150 meter lagi.
Sedangkan lebarnya perlu ditambah 7 meter lagi.
7 Lau Laseur Panjang runway sudah cukup namun perlu dilebarkan 7 meter
untuk mengakomodasi C-130 Hercules.

3-4
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

3.2.2. Kecukupan Taxiway

Taxiway sebagai penghubung runway ke


apron harus disesuaikan dimensinya dengan
dimensi runway. Umumnya apron didesain
seefektif mungkin sehingga pesawat dari
runway dapat cepat ke apron. Beberapa
faktor yang mempengaruhi kebutuhan
panjang taxiway antara lain: runway strip,
clearance, dan tinggi ekor pesawat. Runway
strip dimaksudkan untuk memberikan keamanan pergerakan pesawat di
runway. Clearance ditujukan untuk memberikan ruang pesawat saat
melakukan manuver dari runway menuju apron.

Adapun tinggi ekor ditujukan untuk menjamin terpenuhinya Kawasan


Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) di bandara. Secara umum
kebutuhan panjang taxiway dapat diilustrasikan sebagai berikut.

1:7
H = 11.4 m

R/W = 30 m

Apron

X = 40 m

Runway strip = 75 m L = 79.8 m

T = 99.8 ~ 100 m

Gambar 3.1. Kebutuhan panjang taxiway

Panjang taxiway yang dibutuhkan adalah 100 meter. Diharapkan dengan


panjang ini operasional pesawat C-130 Hercules di runway tidak menggangu
pesawat sejenis lain yang sedang parkir di apron. Parameter standar lain yang
harus dipenuhi untuk operasional C-130 Hercules meliputi lebar, longitudinal
slope, transversal slope, sight distance dapat dilihat pada Tabel 3.5.

3-5
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 3.5.
Evaluasi Kecukupan Dimensi Taxiway

Bandara
Parameter
Malikussaleh Lasikin T. Cut Rembele Binaka Kuala Lau
Ali Batu Laseur

Length (m) (150,0) (75,25) (75,25) (186,0) N/A (60,40) (40,60)

Width (m) (15,0) (15,0) (15,0) (23,0) N/A (15,0) (12,3)

Max
Longitudinal <max, <max, <max, <max, <max,
<max, ok! N/A
slope (%), max ok! ok! ok! ok! ok!
= 1,5

Max Transverse
<max, <max, <max, <max, <max,
slope (%), max <max, ok! N/A
ok! ok! ok! ok! ok!
= 1,5

Radius of
Longitudinal >min, >min, >min, >min, >min,
>min, ok! N/A
curve (m), min ok! ok! ok! ok! ok!
= 3000

Min. Sight
>min, >min, >min, >min, >min,
Distance (m), >min, ok! N/A
ok! ok! ok! ok! ok!
min = 300
Keterangan:
(a,b) : a. Tersedia, b. Penambahan

Kekuatan struktur perkerasan taxiway bandara-bandara yang ada umumnya


akan setara dengan kekuatan runway. Dengan demikian secara struktur
kondisinya akan mirip dan mengingat survey coring masih sedang berlangsung
evaluasi ini belum dapat disajikan. Mengenai hal ini akan disampaikan lebih
detail lagi di laporan selanjutnya. Secara umum rekomendasi awal
penanganan taxiway dapat dilihat pada Tabel 3.6.

3-6
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 3.6.
Rencana Aksi Penanganan Taxiway Bandara-bandara di NAD, P. Nias
dan P. Simeulue

No Bandara Rekomendasi Penanganan Taxiway

Baik panjang maupun lebar sudah mencukupi untuk


1 Malikussaleh operasional C-130 Hercules, namun dari sisi kekuatan
struktur perkerasan perlu ditinjau ulang.

Perlu perpanjangan taxiway sepanjang 25 meter lagi.


Perpanjangan ini secara langsung membuat posisi terminal
2 Lasikin lebih menjauhi runway sedemikian sehingga sebagian
apron harus bergeser juga. Adapun dari segi kekuatan
perlu dicek kembali.

Taxiway perlu diperpanjang lagi 25 meter. Kondisinya


3 T. Cut Ali
serupa dengan Bandara Lasikin.

Panjang taxiway jauh mencukupi dari kebutuhan C-130


4 Rembele Hercules sehingga tidak memerlukan penanganan berarti.
Namun demikian kekuatan perkerasan perlu dicek.

5 Binaka (data belum ada)

Perlu diperpanjang 90 meter lagi. Lebar taxiway sudah


6 Kuala Batu
cukup.

Panjang taxiway perlu ditambah 60 meter lagi sedankan


7 Lau Laseur dari sisi lebar perlu ditambah 3 meter. Kekuatan struktur
perkerasan perlu dicek kembali.

3.2.3. Kecukupan Apron

Apron merupakan daerah yang diperuntukkan untuk


parkir pesawat. Desain dimensi apron umumnya
didasarkan pada jumlah pesawat yang akan parkir di
saat sibuk. Mengingat tujuan studi ini lebih
dititikberatkan kepada penanggulangan bencana maka
dalam hal ini diambil asumsi jumlah pesawat C-130
Hercules yang akan parkir di kondisi sibuk sebanyak 3 (tiga) buah. Posisi
parkir pesawat dapat diilustrasikan seperti Gambar 3.2.

3-7
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

149.1 ~ 150 m

39.7m 39.7m 39.7m


6m

Gambar 3.2. Posisi memanjang pesawat di apron

Panjang apron untuk dapat digunakan pesawat 3 buah C-130 Hercules secara
bersamaan adalah 150 meter. Sedangkan lebar apron yang dipengaruhi oleh
lebar service road, bagian apron untuk pergerakan GSE, panjang pesawat
terbang, clearance minimum antara ekor pesawat yang parkir dengan apron
taxiway centerline dan jarak antara apron taxiway centerline dengan pinggir
apron selebar 60 meter. Dari data kebutuhan ini maka dapat dilihat kecukupan
apron di bandara-bandara eksisting sebagai berikut.

Tabel 3.7.
Evaluasi Kecukupan Dimensi Apron

Bandara
Parameter T. Cut Kuala Lau
Malikussaleh Lasikin Rembele Binaka
Ali Batu Laseur
Length (m) (140,10) (60,90) (60,90) (106,44) N/A (100,50) (100,50)
Width (m) (40,20) (40,20) (40,20) (80,0) N/A (50,10) (50,10)

Keterangan:
(a,b) : a. Tersedia, b. Penambahan

Dapat dilihat pada tabel di atas bahwa umumnya dimensi apron yang ada saat
ini masih kurang untuk mendukung 3 (tiga) buah pesawat C-130 Hercules
yang parkir bersamaan. Oleh karena itu perluasan apron perlu dilakukan di
hampir semua bandara yang ada.

Perkerasan di apron semestinya lebih kuat dibanding runway dan taxiway. Hal
ini mengingat pada daerah ini pesawat akan diam/berhenti dimana beban
pesawat akan lebih besar. Pada bandara-bandara eksisting kekuatan apron
belum diuji. Jenis penanganan struktur apron akan disampaikan pada laporan
selanjutnya seiring dengan terkumpulnya data-data lapangan. Namun
demikian dari sisi dimensi kiranya konsultan dapat memberikan rekomendasi
(awal) penanganan seperti disajikan pada Tabel 3.8.

3-8
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 3.8. Rencana Aksi Penanganan Apron Bandara-bandara di NAD,


P. Nias dan P. Simeulue

No Bandara Rekomendasi Penanganan Apron


Panjang apron perlu ditambah 10 meter sedangkan
1 Malikussaleh
lebarnya perlu 20 meter lagi.
Perpanjang apron dari 60 m menjadi 90 meter sedangkan
2 Lasikin
dari lebarnya perlu 20 meter lagi.
Perpanjang apron dari 60 m menjadi 90 meter sedangkan
3 T. Cut Ali
dari lebarnya perlu 20 meter lagi.
Apron perlu penambahan panjang 44 meter sedangkan
4 Rembele
lebarnya sudah cukup.
5 Binaka (belum ada data)
Apron perlu diperluas lagi dengan menambah panjang dan
6 Kuala Batu
lebar masing-masing 50 dan 10 meter.
Perpanjang apron 50 meter dan pelebaran apron 10 meter
7 Lau Laseur
lagi.

3.3. Evaluasi Sisi Darat

Bandara-bandara yang ada umumnya memiliki bangunan terminal penumpang


dengan luasan yang berbeda. Hal ini disebabkan frekuensi pergerakan
pesawat yang masih sedikit. Dalam hal desain untuk kondisi bencana, terminal
penumpang perlu didesain untuk menampung setidaknya 3 kali kapasitas
pesawat sejenis C-130 Hercules. Adapun terminal barang harus mampu
menampung barang/kargo berupa logistik bahan bantuan makanan, obat-
obatan yang diangkut oleh maksimal 3 buah C-130 hercules. Mengingat tujuan
studi ini yang lebih dititikberatkan pada antisipasi kondisi bencana maka
pengembangan fasilitas sisi darat ini perlu dibicarakan kembali dengan
Pemberi Tugas dan juga pihak yang nanti terkait pembangunan dan
pemeliharaan fasilitas ini.

3-9
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

4.1. Metoda Pemilihan Lokasi

Lokasi airstrip yang disebutkan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) pada
dasarnya masih terlalu umum. Dalam hal ini koordinat pasti di lapangan belum
tertentu. Kondisi ini menuntun konsultan untuk mendapatkan kepastian di
lapangan dengan melakukan survey.

Lokasi airstrip perlu ditentukan dengan maksud memenuhi tujuan


pembangunannya, yakni untuk memudahkan evakuasi pada kondisi darurat
bencana. Selain itu penempatan lokasi airstrip diharapkan menjadi simpul
pemercepat pergerakan di atas jaringan transportasi yang ada (mis.: jaringan
jalan).

4.1.1. Analisis Multi Kriteria

Pemilihan lokasi didasarkan pada 3 (tiga) kriteria utama, yakni teknis, biaya
dan lingkungan. Dari tiga kriteria ini dikembangkan menjadi beberapa sub
kriteria dan di analisis menggunakan metoda Analisis Multi Kriteria (AMK).
Analisis ini menggunakan persepsi stakeholders terhadap kriteria-kriteria atau
variabel-variabel yang dibandingkan dalam pengambilan keputusan. AMK
memiliki sejumlah kelebihan jika dibandingkan dengan proses pengambilan
keputusan informal (informal judgement) yang saat ini umum digunakan.

4-1
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Keuntungan tersebut antara lain:

Proses pengambilan keputusan dilakukan secara terbuka bagi semua pihak


berkepentingan,
Variabel dan kriteria analisis yang digunakan dapat lebih luas, baik yang
kuantitatif maupun yang kualitatif,
Pemilihan variabel tujuan dan kriteria terbuka untuk dianalisis dan diubah
jika dianggap tidak sesuai,
Nilai dan bobot ditentukan secara terbuka sesuai dengan persepsi pihak
terkait yang dilibatkan (stakeholders),
Memberikan arti lebih terhadap proses komunikasi dalam pengambilan
keputusan, diantara para penentu kebijakan, dan dalam hal tertentu
dengan masyarakat luas.

Adapun konsep yang dikembangkan dalam analisis multi kriteria adalah


sebagai berikut:

1. Analisis sudah mempertimbangkan semua variabel sekomprehensif


mungkin dengan tetap menjaga proses ilmiah dari proses pengambilan
keputusan yang dilakukan.
2. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dan kepentingan pihak-pihak
yang harus diakomodasi.
3. Penetapan pilihan dilakukan dengan memperhatikan sejumlah tujuan
dengan mengembangkan sejumlah kriteria yang terukur.
4. Skoring adalah preferensi alternatif terhadap kriteria tertentu.
5. Pembobotan adalah penilaian relatif antar kriteria.

Metodologi aplikasi pendekatan analisis ini dapat direpresentasikan seperti


pada Gambar 4.1.

Usulan Lokasi
Pengembangan

Analisis Prioritas Lokasi


Multi Kriteria Pengembangan

Kriteria/Variabel
Penilaian

Gambar 4.1.
Proses Pemilihan Lokasi Bandara Dengan Menggunakan AMK

4-2
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tahapan kegiatan pengambilan keputusan dalam AMK, secara singkat dapat


diuraikan sebagai berikut:

1. Indikasi Jumlah alternatif lokasi yang akan dipilih.

2. Meninjau dominansi suatu pilihan terhadap pilihan lainnya, terjadi ketika


kinerja suatu alternatif sama/ lebih baik untuk semua kriteria terhadap
alternatif lainnya.

3. Melakukan pembobotan, dengan menggunakan Matrix Pair Wise


Comparison.

4. Skoring kinerja tiap alternatif dengan memberikan penilaian terukur


terhadap variabel kriteria secara kualitatif ataupun kuantitatif.

5. Mengalikan bobot setiap kriteria dengan skore kinerja alternatif pada


kriteria tersebut.

6. Menjumlahkan nilai setiap kriteria sehingga didapat nilai total suatu


alternatif.

7. Me-ranking nilai tersebut sehingga didapat prioritas alternatif.

Selanjutnya, dalam penyusunan pemilihan alternatif lokasi bandara diperlukan


adanya kriteria-kriteria relevan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi
kinerja usulan lokasi bandara. Atas dasar evaluasi tersebut, akan dapat
dilakukan proses seleksi dan prioritasi dari rencana-rencana yang dibutuhkan
atau yang diusulkan.

Untuk melakukan proses seleksi dan prioritasi tersebut, penggunaan kriteria


teknis dan ekonomis saja tidak mencukupi mengingat pengembangan fungsi
bandara di NAD dan Sumatera Utara pasti akan memiliki dampak yang sangat
besar terhadap kriteria yang lain, misalnya sistem jaringan jalan, sistem
angkutan umum eksisting, relokasi penduduk dan pusat kegiatan, dan lain
sebagainya. Dalam hal ini setiap stakeholders (Pemerintah, Masyarakat, dan
Operator) akan memiliki perspektif dan kepentingan yang berbeda-beda
sesuai dengan latar belakangnya.

Kriteria yang akan digunakan dalam pemilihan lokasi bandara sebaiknya


mengacu pada faktor-faktor antara lain: teknis, ekonomi, geografi, keterkaitan
dengan pengembangan wilayah, lingkungan dan lain-lain. Salah satu bagian
dari studi ini adalah mengembangkan sejumlah kriteria yang akan digunakan
untuk memilih lokasi bandara tersebut.
4-3
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Kriteria-kriteria ini akan dinilai tingkat kepentingannya oleh semua wakil


stakeholders melalui mekanisme wawancara. Setelah melalui proses seleksi
yang cukup panjang, maka diputuskan bahwa kriteria yang digunakan dalam
studi ini mempertimbangan hal–hal sebagai berikut:

(1) Pengakomodasian terhadap kepentingan setiap stakeholders yang


berkepentingan (masyarakat, pemerintah, dan operator).

(2) Pengakomodasian terhadap pertimbangan teknis yang perlu diperhatikan


dalam implementasi (biaya, pembebasan lahan, dll) dan kemudahan
pelaksanaan.

(3) Pengakomodasian terhadap kriteria konseptual dalam pengembangan


wilayah NAD dan Sumatera Utara, sistem hirarki dan kesesuaian atau
integrasi dengan rencana pengembangan wilayah baik di level lokal atau
level provinsi dan level nasional.

Pengakomodasian terhadap dampak kinerja jaringan transportasi secara


menyeluruh. Dalam konteks yang lebih sempit, aksesibilitas bandara juga
merupakan kriteria yang perlu mendapat perhatian mengingat karakteristik
pengguna moda udara yang sangat concern terhadap ketepatan waktu.

4.1.2. Kriteria Analisis Pemilihan Lokasi Bandara

Pada bagian berikut ini dibahas kriteria-kriteria atau faktor-faktor yang


berpengaruh dalam evaluasi pemilihan lokasi bandara. Kriteria-kriteria ini
merupakan masukan untuk evaluasi multi kriteria dalam pemilihan lokasi
Bandara. Dari setiap alternatif lokasi yang akan dibandingkan nantinya
ditetapkan suatu bobot atau nilai tertentu untuk masing-masing kriteria yang
dinilai. Selanjutnya total nilai untuk masing-masing kriteria pada masing-
masing alternatif lokasi tersebut dibandingkan, untuk akhirnya ditetapkan
lokasi bandara yang paling optimal.

Terdapat lebih kurang 9 (sembilan) kriteria yang harus diperhitungkan dalam


penetapan lokasi suatu bandara, yaitu 1 :

1. Kegiatan penerbangan.

2. (Rencana) Pengembangan daerah sekitarnya.

1
Airport Planning Manual, ICAO
4-4
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

3. Kondisi atmospheric, meliputi kondisi cuaca, kabut, asap dll yang dapat
mengurangi jarak pandang dan kapasitas layan bandara.

4. Aksesibilitas ke moda darat, meliputi ketersediaan prasarana jalan, jalan


rel atau trayek angkutan umum.

5. Ketersediaan lahan, untuk pengembangan bandara lama atau


pembangunan bandara baru. Ketersediaan lahan yang dimaksud juga
meliputi kondisi struktur tanah dan juga geologi. Hal ini menyangkut
dengan rencana pengembangan bandara yang dimaksud di masa yang
akan datang, apakah memungkinkan pada lokasi tersebut.

6. Topografi, faktor ini menyangkut faktor biaya yang dibutuhkan untuk


konstruksi seperti pekerjaan galian, timbunan, drainase dan kondisi tanah
yang buruk.

7. Lingkungan, faktor ini berpengaruh terhadap keberadaan kawasan lindung


atau lokasi-lokasi yang sensitif terhadap polusi suara, misalnya sekolah,
rumah sakit, dll.

8. Keberadaan bandara eksisting (yang lain), faktor ini menyangkut bukan


hanya lokasi di darat tetapi juga sistem lalu lintas udara barkaitan dengan
kebutuhan saat ini dana masa datang.

9. Ketersediaan fasilitas pendukung lainnya, meliputi energi listrik, air,


telepon, sampah dll.

Namun demikian, kriteria pemilihan lokasi bandara yang digunakan dalam


analisis ini, selain mempertimbangkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan
ICAO tersebut, akan mengacu pada Draft Keputusan Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan dan Penetapan
Lokasi Bandar Udara.

Adapun kriteria-kriteria yang harus diperhitungkan dalam penetapan lokasi


suatu bandara, menurut draft kepditjenud tersebut adalah sebagai berikut.

a. Persyaratan/ketentuan teknis yang meliputi antara lain terkait dengan hal-


hal sebagai berikut:

1) Arah dan kecepatan angin untuk menentukan arah landasan (wind


rose).
2) Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) di sekitar Bandar
Udara.

4-5
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

3) Batas-batas Kawasan Kebisingan (BKK) di sekitar Bandar Udara.


4) Prakiraan kebutuhan jenis fasilitas bandara udara dari Tahap I sampai
dengan Tahap akhir (ultimate).
5) Prakiraan kebutuhan luas bandara udara dari Tahap I sampai dengan
Tahap akhir (ultimate).
6) Kondisi daya dukung dan ketersediaan lahan di lokasi bandar udara.
7) Ketersediaan utilitas dan bahan bangunan di sekitar lokasi bandar
udara.
8) Keterpaduan dengan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW)
Propinsi dan Kabupaten/ Kota.
9) Keterpaduan dengan Tatanan Transportasi Wilayah (Tatrawil).
10) Jarak dengan bandar udara terdekat.
11) Jalan masuk ke lokasi bandar udara.

b. Persyaratan/ ketentuan operasional yang meliputi antara lain terkait


dengan hal-hal sebagai berikut:

1) Prakiraan jenis pesawat udara terbesar pada Tahap I sampai dengan


Tahap Akhir (ultimate).
2) Prakiraan jalur penerbangan (rute) terjauh pada Tahap I sampai
dengan Tahap Akhir (ultimate).
3) Pengaruh cuaca terhadap operasi bandar udara.
4) Lalu lintas penerbangan (prosedur pendekatan dan lepas landas/ SID
dan STAR).
5) Kebutuhan peralatan komunikasi dan navigasi penerbangan.

c. Persyaratan/ Ketentuan lingkungan yang meliputi antara lain terkait


dengan hal-hal sebagai berikut:

1) Identifikasi dampak lingkungan terhadap komponen Fisik-Kimia,


antara lain:
ƒ Kebisingan pesawat udara

ƒ Emisi gas buang pesawat udara

ƒ Hidrologi dan air tanah

ƒ Abrasi/erosi

ƒ Debu

ƒ Cagar alam

ƒ Tata guna lahan

4-6
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

2) Identifikasi dampak lingkungan terhadap komponen Flora dan fauna,


antara lain:
ƒ Flora meliputi:

1. tumbuhan langka
2. hutan lindung (konservasi hutan)
ƒ Fauna meliputi binatang/ hewan langka (yang dilindungi)

3) Identifikasi dampak lingkungan terhadap komponen sosial, ekonomi,


budaya dan kesehatan masyarakat, antara lain:
ƒ Sosial, meliputi:

1. Pembebasan lahan dan pemindahan penduduk


2. Persepsi masyarakat
ƒ Ekonomi, meliputi:

1. Pendapatan domestik regional bruto (PDRB)


2. Pendapatan asli daerah (PAD)
3. Kesempatan kerja
ƒ Budaya, meliputi:

1. Interaksi dengan budaya daerah lain


2. Interaksi dengan budaya negara asing
ƒ Kesehatan masyarakat meliputi penyakit menular dan berbahaya

d. Persyaratan/Ketentuan prakiraan biaya/ investasi pembangunan bandar


udara, meliputi:

1) Prakiraan biaya pembebasan lahan pengembangan/pembangunan


bandar udara
2) Prakiraan biaya pembangunan fasilitas sisi udara
3) Prakiraan biaya pembangunan fasilitas sisi darat
4) Prakiraan biaya pembebasan lahan dan pembangunan jalan masuk ke
bandar udara

Mengingat tujuan dari analisis ini adalah menentukan prioritas pilihan lokasi
optimal dari suatu bandar udara, maka kriteria-kriteria yang dibandingkan
adalah kriteria-kriteria yang secara spesifik berkaitan dengan karakteristik
alternatif-alternatif lokasi yang dibandingkan. Kriteria-kriteria yang dimaksud
tidak berkaitan dengan kriteria yang menggambarkan karakteristik bandara
yang akan dikembangkan, misalnya prakiraan kebutuhan lahan atau biaya
pembangunan fasilitas sisi darat dan udara, karena kriteria tersebut
melahirkan angka yang relatif sama pada setiap lokasi yang dibandingkan,

4-7
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

sehingga tidak dapat dianalisis.

Pengembangan lebih lanjut dari kriteria-kriteria pemilihan lokasi bandara


berupa variabel-variabel penilaian yang digunakan dalam analisis multi kriteria
ini meliputi aspek teknis dan aspek non-teknis disampaikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1
Pengembangan Kriteria Pemilihan Lokasi Bandara

No Kriteria Sub Kriteria Variabel Penilaian


I Teknis 1. KKOP di sekitar ƒ Fungsi tata guna lahan di
Bandara sekitar lokasi
ƒ Kondisi topografi (keberadaan
daerah pegunungan) di
sekitar lokasi
2. Daya dukung dan ƒ Kondisi tata guna lahan di
ketersediaan lahan di sekitar lokasi
lokasi bandara
3. Ketersediaan ƒ Ketersediaan fasilitas
utilitas dan bahan pendukung (eksisting dan
bangunan di sekitar kemungkinan
lokasi bandar udara penyediaannya), misalnya
fasilitas listrik, air bersih,
telepon, pembuangan
sampah, dll
4. Keterpaduan ƒ Fungsi tata guna lahan
dengan Rencana menurut RUTRW dan tingkat
Umum Tata Ruang kesesuaiannya
Wilayah (RUTRW) ƒ Jarak ke PKN (Aceh dan/ atau
Propinsi dan kota-kota sekitarnya)
Kabupaten/Kota
5. Keterpaduan ƒ Jarak lokasi dengan rencana
dengan Tatanan pengembangan sistem
Transportasi Wilayah transportasi wilayah, misalnya
(Tatrawil) bandara lain di sekitarnya,
pelabuhan, dll
6.
Jarak dengan ƒ Jarak bandara terdekat
bandar udara terdekat ƒ Aksesibilitas (waktu tempuh)
7. Jalan masuk ke ƒ Kondisi akses (eksisting) ke
lokasi bandar udara lokasi
II Pendanaan 1. Kebutuhan biaya ƒ Komponen lahan yang harus
pembebasan lahan dibebaskan
2. Kebutuhan biaya ƒ Jarak akses bandara dari
pembangunan jalan jaringan transportasi primer
akses bandara atau sekunder
III Lingkungan 1. Keberadaan ƒ Jarak kawasan konservasi ke
kawasan (flora dan lokasi
fauna) yang dilindungi

4-8
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

4.2. Perbandingan Antar Alternatif

Lokasi airstrip baru akan berada pada 7 (tujuh) lokasi yang tersebar di
daratan Pulau Sumatera (Wak, Blang Kejaren), Pulau Simeulue (Sibigo), Pulau
Nias (Lahewa, Sirombu dan Teluk Dalam) dan Pulau Tuanku. Pada masing-
masing lokasi ini dikembangkan menjadi beberapa alternatif sub lokasi. Bagian
ini mengulas kondisi umum perbandingan antar alternatif lokasi tersebut.

4.2.1. Perbandingan Calon Lokasi Airstrip di Lahewa

Airstrip rencana di Lahewa dikembangkan dari 3 (tiga) alternatif lokasi yakni di


Desa Afia (dua lokasi) dan Desa Toyolawa. Gambaran kondisi singkat masing-
masing alternatif lokasi adalah sebagai berikut.

Tabel 4.2. Gambaran umum alternatif airstrip di Lahewa

Desa Afia (1) Desa Afia (2) Desa Toyolawa


Koordinat: Koordinat: Koordinat:
N 01º21’55.0”, N 01º23’09.3” N 01º24’15.0”
E 097º12’07.8” E 097º11’46.1” E 097º07’01.5”

Lokasi ini berjarak 4 km Lahan ini berjarak 3 km Tanah lahan ini milik
(jarak lurus) dari tower (jarak lurus) dari tower pemerintah, tetapi
yang ada di ibukota yang ada di ibukota pengelolaannya
kecamatan Lahewa kecamatan Lahewa diserahkan kepada PT.
Barat Barat. Sedar Abadi Jaya
(bergerak di bidang
perkebunan). Sampai
sejauh ini pihak
pengelola tidak
keberatan dengan
pelaksanaan survey,
karena lahan yang
disurvey merupakan
lahan yang tidak
produktif dan hampir
50% berupa belukar.
Jarak ke pantai sekitar
850 meter. Pada waktu
terjadi bencana tsunami,
daerah ini tidak terkena
imbas.
Lahan ini berjarak 6,5
km (jarak lurus) ke
tower dan pusat kota.

4-9
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Dilihat dari berbagai parameter, perbandingan ketiga alternatif lokasi ini dapat
dilihat pada Tabel 4.7.

4.2.2. Perbandingan Calon Lokasi Airstrip di Sirombu

Airstrip rencana di Sirombu dikembangkan dari 3 (tiga) alternatif lokasi yakni


di Desa Tetesua, Desa Sitelubanua dan Desa Sirombu. Gambaran kondisi
singkat masing-masing alternatif lokasi adalah sebagai berikut.

Tabel 4.3.
Gambaran umum alternatif airstrip di Sirombu

Desa Tetesua Desa Sitelubanua Desa Sirombu


Koordinat: Koordinat: Koordinat:
N 00º57’21.1” N 00º57’43.5” N 00º56’48.9”
E 097º25’44.7” E 097º30’24.9” E 097º24’26.5”

Lahan ini sebenarnya Ada perbaikan jalan Lahan pada koordinat ini
memungkinkan, hanya kecamatan oleh BRR. adalah salah satu lahan
saja terlalu dekat Namun hanya berhenti dengan koordinat awal
dengan tower telkom. sampai kantor menurut peta
Jaraknya hanya sekitar 1 kecamatan setempat. Bakosurtanal. Dua lahan
km (jarak lurus). Listrik baru tersedia yang lain kondisinya
Obstacle lainnya adalah pada jarak 1,2 km (jarak tidak jauh berbeda,
pembangunan gedung lurus) ke lokasi. karena letaknya yang
sekolah di sekitar lahan. Kecamatan Lahomi ini berdekatan. Lahan ini
adalah kecamatan baru berlokasi di tepi pantai.
hasil pemekaran dari
Kecamatan Sirombu 3
bulan yang lalu.

Dilihat dari berbagai parameter, perbandingan ketiga alternatif lokasi ini dapat
dilihat pada Tabel 4.8.

4.2.3. Perbandingan Calon Lokasi Airstrip di Teluk Dalam

Airstrip rencana di Teluk Dalam dikembangkan dari 3 (tiga) alternatif lokasi


yakni di Desa Botohilitane, Desa Hilijihono dan Desa Bawodobara. Gambaran
kondisi singkat masing-masing alternatif lokasi adalah sebagai berikut.

4-10
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 4.4. Gambaran umum alternatif airstrip di Teluk Dalam

Desa Botohilitane Desa Hilijihono Desa Bawodobara


Koordinat: Koordinat: Koordinat:
N 00º35.075’ N 00º34’31.4” N 00º36’15.5”
E 097º43.190’ E 097º47’21.1” E 097º51’13.2”
Lokasi ini adalah peringkat Berdasarkan perhitungan -
pertama berdasarkan hasil scoring, lahan ini
survey yang telah mendapatkan hasil skor
dilakukan Bappeda Kab. yang paling besar. Namun
Nias Selatan. Hasil survey berdasarkan keterangan
ini telah disetujui di dalam dari kantor bupati Nias
seminar bersama antara Selatan, daerah tersebut
pihak Bappeda dan merupakan jalur
Departemen Perhubungan pengembangan kota
Jakarta. selanjutnya. Sehingga
mereka tidak mengijinkan
lahan ini menjadi alternatif
pemilihan lokasi bandara.

Dilihat dari berbagai parameter, perbandingan ketiga alternatif lokasi ini dapat
dilihat pada Tabel 4.9.

4.2.4. Perbandingan Calon Lokasi Airstrip di Wak

Airstrip rencana di Wak dikembangkan dari 3 (tiga) alternatif lokasi yakni di


Desa Linge, dan Desa Lane (dua lokasi). Gambaran kondisi singkat masing-
masing alternatif lokasi adalah sebagai berikut.

Tabel 4.5. Gambaran umum alternatif airstrip di Wak

Desa Lane [1] Desa Lane [2] Desa Linge


Koordinat: Koordinat: Koordinat:
N 04º20’55.9” N 04º22’02.9” N 04º23’34.1”,
E 097º08’09.1” E 097º07’51.5” E 097º11’55.1”

Lokasi terpilih (desa Lane [2]) sebenarnya terletak di Kecamatan Linge. Wak
adalah nama salah satu desa di kecamatan ini. Lokasi ini merupakan lokasi
yang paling sulit untuk mencari daerah datar, karena secara topografi daerah
Wak-Lane dikelilingi pegunungan. Area yang relatif datar di Desa Lane [2]
hanya mencukupi untuk dibangun runway saja, yaitu sepanjang +/- 1 km x
100 m.

Dilihat dari berbagai parameter, perbandingan ketiga alternatif lokasi ini dapat
dilihat pada Tabel 4.10.

4-11
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

4.2.5. Perbandingan Calon Lokasi Airstrip di Blang Kejeren

Airstrip rencana di Blang Kejeren dikembangkan dari 3 (tiga) alternatif lokasi


yakni di Desa Tetinggi, Desa Blang Tenggulun, dan Desa Lempuh-Blang
Bengkik. Gambaran kondisi singkat masing-masing alternatif lokasi adalah
sebagai berikut.

Tabel 4.6. Gambaran umum alternatif airstrip di Blang Kejeren

Desa Tetinggi Desa Blang Tenggulun Desa Lempuh-Blang


Bengkik
Koordinat: Koordinat: Koordinat:
N 03º58’25.4” N 03º56’33.7” N 03º57’19.5”
E 097º17’48.5” E 097º21’29.9” E 097º21’24.6”

Karena jalan akses Jarak lokasi ke Jarak lokasi ke


masuk lokasi yang pegunungan Sinubung pegunungan Sinubung
belum ada dan relatif Jaya sekitar 4 km. Jaya sekitar 2,5 km.
terlalu jauh, data-data
yang diperoleh untuk
daerah ini adalah berupa
data sekunder dari
penduduk setempat.

Dilihat dari berbagai parameter, perbandingan ketiga alternatif lokasi ini dapat
dilihat pada Tabel 4.11.

4.2.6. Perbandingan Calon Lokasi Airstrip di Pulau Tuanku

Karena keterbatasan kondisi geografis, airstrip rencana di Pulau Tuanku


dikembangkan dari 2 (dua) alternatif lokasi yakni di Desa Haloban (dua
lokasi). Gambaran kondisi singkat masing-masing alternatif lokasi adalah
sebagai berikut.

4-12
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 4.6.
Gambaran umum alternatif airstrip di Pulau Tuanku

Desa Haloban [1] Desa Haloban [2]


Koordinat: Koordinat:
N 02º13’45.98” N 02º 14’ 00”
E 097º14’15.02” E 097º 15’ 00”

Kedua lokasi ini terletak pada satu desa dan


berdekatan. Karena kondisi geografis yang relatif
kecil, maka di Pulau Tuanku ini alternatif lokasi
yang diperkirakan memenuhi syarat rencana
pembangunan airstrip hanya ada dua.

Dilihat dari berbagai parameter, perbandingan ketiga alternatif lokasi ini dapat
dilihat pada Tabel 4.12.

4.2.7. Perbandingan Calon Lokasi Airstrip di Sibigo

Airstrip rencana di Sibigo dikembangkan dari 3 (tiga) alternatif lokasi yakni di


Desa Haloban (dua lokasi). Gambaran kondisi singkat masing-masing
alternatif lokasi adalah sebagai berikut.

Tabel 4.6.
Gambaran umum alternatif airstrip di Sibigo

Desa Babul Makmur Desa Mitem Desa Sibigo


Koordinat: Koordinat: Koordinat:
N 02º48’14.39” N 02º 49’ 00” N 02º 50’ 00”
E 101º55’30.36” E 95º 47’ 00” E 95º 55’ 00”

Ketiga desa ini terletak berdekatan dan dilalui jalan lingkar yang
menghubungkan satu desa dengan desa lainnya. Jalan lingkar ini sekaligus
menjadi jalan akses untuk masuk ke lokasi.

Dilihat dari berbagai parameter, perbandingan ketiga alternatif lokasi ini dapat
dilihat pada Tabel 4.13.

4-13
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 4.7.
Perbandingan kondisi alternatif lokasi airstrip di Lahewa

No Kondisi Desa Afia 1 Desa Afia 2 Desa Toyolawa


1.a Fungsi tata guna lahan di Belukar, kebun kelapa Belukar, seperti hutan, Belukar, kebun kelapa tidak
sekitar lokasi (saat ini) sebagian tanah gambut terurus, tanah gambut
sedalam 5 meter
1.a Kondisi topografi Relatif datar Tidak terlalu datar, relatif Relatif datar
naek turun
1.b Kondisi tata guna lahan di Kebun kelapa, sungai Bekas kebun, sungai kecil +/- 1 km dari
sekitar lokasi (prospek perkampungan, +/- 500 m
untuk pengembangan) dari laut
1.c Ketersediaan fasilitas Listrik belum sampai ke Listrik belum sampai ke Listrik belum sampai ke
pendukung (eksisting dan lokasi, jarak 1,5 km dari lokasi, jarak 2 km dari lokasi lokasi, perkampungan
kemungkinan lokasi sudah ada. sudah ada. menggunakan genset.
penyediaannya); misal Air bersih belum tersedia, Air bersih belum tersedia, Air bersih tersedia, dari
listrik, air bersih, telepon, bisa diusahakan distribusi air bisa diusahakan distribusi air mata air pegunungan.
pembuangan sampah, dll dari mata air pegunungan, dari mata air pegunungan,
jaringan telepon tidak jaringan telepon tidak
tersedia, sinyal tidak ada tersedia, sinyal ada
1.d Jarak ke kota terdekat +/- 10 km ke ibu kota +/- 6 km ke ibu kota Jaringan telepon tidak
kecamatan Lahewa Barat kecamatan Lahewa Barat tersedia, sinyal ada di
sekitar pantai.
1.e Jarak lokasi dengan +/- 10 km ke rencana +/- 6 km ke rencana +/- 7 km ke ibu kota
rencana pengembangan pengembangan pelabuhan pengembangan pelabuhan kecamatan Lahewa Barat
sistem transportasi baru baru
wilayah; misal jalan raya, +/- 5 km ke rencana +/- 7 km ke rencana
pelabuhan, terminal, dll pembangunan terminal pengembangan pelabuhan
baru
1.e Jarak ke bandara +/- 80 km ke Binaka, +/- 75 km ke Binaka, +/- 87 km ke Binaka,
terdekat Gunung Sitoli Gunung Sitoli Gunung Sitoli

4-14
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

No Kondisi Desa Afia 1 Desa Afia 2 Desa Toyolawa


1.e Aksesbilitas (waktu +/- 30 menit ke ibukota +/- 15 menit ke ibukota +/- 20 menit ke ibukota
tempuh) ke kota terdekat kecamatan Lahewa Barat kecamatan Lahewa Barat kecamatan Lahewa Barat
1.f Kondisi akses (eksisting) Jalan batu, kondisi buruk, Jalan batu, kondisi tidak Jalan batu, kondisi
ke lokasi mobil tidak bisa masuk, bagus, sepeda motor bisa lumayan, mobil bisa masuk
sepeda motor bisa masuk masuk tapi agak mengalami
tapi mengalami kesulitan kesulitan
2.a Komponen lahan yang Kebun kelapa Bekas kebun Kebun kelapa dikelola
harus dibebaskan swasta
2.b Jarak akses bandara dari +/- 10 km dari pelabuhan +/- 10 km dari pelabuhan +/- 7 km dari pelabuhan
jaringan transportasi lama lama lama
darat/laut terdekat
3.a Jarak kawasan konservasi Tidak ada Tidak ada Tidak ada
ke lokasi (komponen
biologi)
3.b Iklim, cuaca (komponen Tidak bermasalah Tidak bermasalah Tidak bermasalah
fisik-kimia)

4-15
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 4.8.
Perbandingan kondisi alternatif lokasi airstrip di Sirombu

No Kondisi Desa Tetesua Desa Sitelubanua Desa Sirombu


1.a Fungsi tata guna lahan di Kebun penduduk, lahan Sebagian besar lahan Pantai
sekitar lokasi (saat ini) kosong, belukar, sedikit kosong, sedikit pohon karet
perumahan penduduk,
sedikit rawa
1.a Kondisi topografi Relatif datar Relatif datar Relatif datar
1.b Kondisi tata guna lahan Terbatas pada perumahan Tidak ada obstacle, Terbatas pada laut dan
di sekitar lokasi (prospek penduduk, jalan kecamatan, penduduk masih sedikit merupakan daerah korban
untuk pengembangan) sungai bencana tsunami
1.c Ketersediaan fasilitas Listrik dan air bersih Listrik belum sampai ke Listrik dan air bersih
pendukung (eksisting dan tersedia, jaringan telepon lokasi, jarak 1 km dari lokasi tersedia, jaringan telepon
kemungkinan satelit tersedia, sinyal tidak sudah ada satelit tersedia, sinyal tidak
penyediaannya); misal ada ada
listrik, air bersih, telepon, Air bersih tersedia, masih
pembuangan sampah, dll diusahakan distribusi air dari
mata air pegunungan,
jaringan telepon tidak
tersedia, sinyal tidak ada
1.d Jarak ke kota terdekat +/- 1 km ke ibu kota +/- 13 km ke ibu kota +/- 3 km ke ibu kota
kecamatan Sirombu kecamatan Sirombu kecamatan Sirombu
1.e Jarak lokasi dengan +/- 2 km ke rencana +/- 15 km dari rencana +/- 3 km ke rencana
rencana pengembangan pengembangan pelabuhan pengembangan pelabuhan pengembangan pelabuhan
sistem transportasi baru baru baru
wilayah; misal jalan raya,
pelabuhan, terminal, dll
1.e Jarak ke bandara +/- 90 km ke Binaka, +/- 77 km dari Binaka, +/- 90 km ke Binaka,
terdekat Gunung Sitoli Gunung Sitoli Gunung Sitoli

4-16
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

No Kondisi Desa Tetesua Desa Sitelubanua Desa Sirombu


1.e Aksesbilitas (waktu +/- 10 menit ke ibukota +/- 45 menit dari ibukota +/- 5 menit ke ibukota
tempuh) ke kota terdekat kecamatan Sirombu kecamatan Sirombu kecamatan Sirombu
1.f Kondisi akses (eksisting) Jalan aspal, bagus Jalan batu, 500 meter tidak Jalan aspal, bagus
ke lokasi bisa dimasuki mobil
2.a Komponen lahan yang Kebun, sedikit perumahan Kebun Kebun kelapa
harus dibebaskan penduduk
2.b Jarak akses bandara dari +/- 5 km ke pelabuhan lama +/- 15 km dari pelabuhan +/- 1 km ke pelabuhan
jaringan transportasi lama lama
darat/laut terdekat
3.a Jarak kawasan konservasi Tidak ada Tidak ada Tidak ada
ke lokasi (komponen
biologi)
3.b Iklim, cuaca (komponen Tidak bermasalah Tidak bermasalah Tidak bermasalah
fisik-kimia)

4-17
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 4.9.
Perbandingan kondisi alternatif lokasi airstrip di Teluk Dalam

No Kondisi Botohilitane Hilijihono Bawodobara


1.a Fungsi tata guna lahan di Lapangan bola, perumahan Kebun kelapa, kebun sayur Di atas bukit, belukar,
sekitar lokasi (saat ini) penduduk, kebun, belukar milik penduduk sedikit pohon kepala,
mangga, coklat, sawit è
tampak tidak diurus
1.a Kondisi topografi Relatif datar, ada cekungan, Relatif datar Relatif datar
dibatasi bukit
1.b Kondisi tata guna lahan di Dibatasi perumahan Terbatas pada Masih sekitar perbukitan,
sekitar lokasi (prospek penduduk dan jalan propinsi pengembangan kota pengembangan terbatasi
untuk pengembangan) karena ketinggian, dan
sungai
1.c Ketersediaan fasilitas Listrik tersedia, Listrik dan air bersih Listrik dan air bersih
pendukung (eksisting dan tersedia, jaringan telepon tersedia, banyak mata air.
kemungkinan belum tersedia, sinyal tidak
penyediaannya); misal ada
listrik, air bersih, telepon, air bersih relatif sulit Jaringan telepon dan sinyal
pembuangan sampah, dll diperoleh, jaringan telepon tidak ada.
belum ada
1.d Jarak ke kota terdekat +/- 15 km ke kota Teluk +/- 5 km ke Teluk Dalam +/- 8 km ke Teluk Dalam
Dalam
1.e Jarak lokasi dengan +/- 11 km ke lokasi +/- 5 km ke rencana +/- 2 km ke
rencana pengembangan pengembangan kota ke arah pengembangan pelabuhan pengembangan jalan
sistem transportasi Hilijihono propinsi
wilayah; misal jalan raya,
pelabuhan, terminal, dll
1.e Jarak ke bandara +/- 85 km ke Binaka, +/- 75 km ke Binaka, +/- 65 km ke Binaka,
terdekat Gunung Sitoli Gunung Sitoli Gunung Sitoli

4-18
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

No Kondisi Botohilitane Hilijihono Bawodobara


1.e Aksesbilitas (waktu +/- 30’ ke Teluk Dalam +/- 10 menit ke Teluk Dalam 2 jam dg jalan kaki, 45
tempuh) ke kota terdekat menit dg sepeda, 15 menit
dg sepeda motor
1.f Kondisi akses (eksisting) Jalan tanah, becek di waktu Jalan aspal, bagus Dari jalan propinsi berupa
ke lokasi hujan, sebagian rusak jalan tanah dan berbatu,
becek di waktu hujan. Dari
jalan desa harus
menyeberangi sungai, naik
bukit terjal.
2.a Komponen lahan yang Kebun, sebagian kecil rumah Kebun, sebagian perumahan Sebagian kecil kebun dan
harus dibebaskan penduduk [karena langsung berbatasan belukar (biaya site clearing
dengan jalan, harga relatif relatif besar)
mahal]
2.b Jarak akses bandara dari +/- 15’ km ke pelabuhan +/- 5 km dari pelabuhan +/- 9 km dari pelabuhan
jaringan transportasi Teluk Dalam, +/- 2 km ke Teluk Dalam Teluk Dalam. +/- 2 km dari
darat/laut terdekat jalan provinsi jalan provinsi
3.a Jarak kawasan konservasi Tidak ada Tidak ada Tidak ada
ke lokasi (komponen
biologi)
3.b Iklim, cuaca (komponen Tidak bermasalah Tidak bermasalah Tidak bermasalah
fisik-kimia)

4-19
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 4.10.
Perbandingan kondisi alternatif lokasi airstrip di Wak

No Kondisi Lane [1] Lane [2] Linge


1.a Fungsi tata guna lahan di Lahan kosong milik desa Lahan kosong milik desa Lahan kosong milik desa
sekitar lokasi (saat ini) setempat, tempat setempat, tempat setempat, tempat
menggembala kerbau menggembala kerbau menggembala kerbau
1.a Kondisi topografi Bergelombang Mendaki Berbukit-bukit, menurun
dan mendaki
1.b Kondisi tata guna lahan di Terbatas pada jurang dan Terbatas pada alur dan jalan Terbatas pada bukit,
sekitar lokasi (prospek bukit kabupaten gunung, dan sungai
untuk pengembangan)
1.c Ketersediaan fasilitas Listrik tersedia Listrik tersedia Listrik tersedia dalam jarak
pendukung (eksisting dan Air bersih sulit dan belum Air bersih sulit dan belum 3 km dari lokasi
kemungkinan ada sistem distribusi ada sistem distribusi Air bersih sulit
penyediaannya); misal Jaringan telepon dan sinyal Jaringan telepon dan sinyal Jaringan telepon dan sinyal
listrik, air bersih, telepon, tidak ada tidak ada tidak ada
pembuangan sampah, dll
1.d Jarak ke kota terdekat +/- 81 km ke kota Takengon +/- 80 km ke kota Takengon +/- 90 km ke kota
Takengon
1.e Jarak lokasi dengan Tidak ada Tidak ada +/- 3 km ke jalan desa
rencana pengembangan
sistem transportasi
wilayah; misal jalan raya,
pelabuhan, terminal, dll
1.e Jarak ke bandara +/- 59 km ke Rembele, +/- 58 km ke Rembele, +/- 50,5 km ke Rembele,
terdekat Takengon Takengon Takengon
1.e Aksesbilitas (waktu +/- 3 jam ke kota Takengon +/- 3 jam ke kota Takengon +/- 3 jam ke kota
tempuh) ke kota terdekat Takengon

4-20
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

No Kondisi Lane [1] Lane [2] Linge


1.f Kondisi akses (eksisting) Jalan bagus, beraspal Jalan bagus, beraspal Jalan setapak, menembus
ke lokasi hutan, ada jalan bekas
mobil yang sudah rusak
2.a Komponen lahan yang Lahan milik desa setempat Î Lahan milik desa setempat Lahan milik desa setempat
harus dibebaskan relatif tidak akan sulit Î relatif tidak akan sulit Î relatif tidak akan sulit

2.b Jarak akses bandara dari +/- 300 m ke jalan +/- 100 m ke jalan +/- 15 km ke jalan
jaringan transportasi kabupaten kabupaten kabupaten
darat/laut terdekat
3.a Jarak kawasan konservasi Tidak ada Tidak ada Tidak ada
ke lokasi (komponen
biologi)
3.b Iklim, cuaca (komponen Tidak bermasalah Tidak bermasalah Tidak bermasalah
fisik-kimia)

4-21
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 4.11.
Perbandingan kondisi alternatif lokasi airstrip di Blang Kejeren

No Kondisi Tetinggi Blang Tenggulun Lempuh-Blang Bengkik


1.a Fungsi tata guna lahan di Lahan kosong di atas Perkebunan palawija, Belukar, kebun pisang, dan
sekitar lokasi (saat ini) perbukitan dan pohon pinus sebagian lahan kosong lahan kosong
1.a Kondisi topografi Relatif mendatar Relatif datar, sedikit Punggung bukit, menurun
mendaki
1.b Kondisi tata guna lahan di Terbatas pada bukit, dan Terbatas pada bukit, sekitar Terbatas pada gunung di
sekitar lokasi (prospek gunung 3 km dari lokasi sebelah selatan, sekitar 2,5
untuk pengembangan) km dari lokasi
1.c Ketersediaan fasilitas Listrik tersedia 3 km dari Listrik tersedia 600 m dari Listrik tersedia 1 km dari
pendukung (eksisting dan lokasi lokasi lokasi
kemungkinan Air bersih bisa diusahakan Air bersih bisa diusahakan Air bersih tersedia
penyediaannya); misal distribusinya distribusinya Jaringan telepon tidak ada
listrik, air bersih, telepon, Jaringan telepon tidak ada Jaringan telepon tidak ada Sinyal ada Î Indosat
pembuangan sampah, dll Sinyal ada Î Indosat dan Sinyal ada Î Indosat dan
Telkomsel Telkomsel
1.d Jarak ke kota terdekat +/- 7 km ke kota Blang +/- 5 km ke kota Blang +/- 4 km ke kota Blang
Kejeren Kejeren Kejeren
1.e Jarak lokasi dengan +/- 3 km ke jalan desa +/- 1 km ke rencana +/- 1,5 km ke rencana
rencana pengembangan pelebaran jalan kabupaten** pelebaran jalan kabupaten
sistem transportasi
wilayah; misal jalan raya,
pelabuhan, terminal, dll
1.e Jarak ke bandara +/- 93 km ke Bandara Lau +/- 85 km ke Bandara Lau +/- 87 km ke Bandara Lau
terdekat Laseur, Kutacane Laseur, Kutacane Laseur, Kutacane
1.e Aksesbilitas (waktu +/- 90 menit ke kota Blang +/- 10 menit ke kota Blang +/- 15 menit ke kota Blang
tempuh) ke kota terdekat Kejeren Î termasuk jalan Kejeren Kejeren
kaki mendaki bukit

4-22
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

No Kondisi Tetinggi Blang Tenggulun Lempuh-Blang Bengkik


1.f Kondisi akses (eksisting) Ada 2 alternatif jalan Jalan batu, bisa dilalui Jalan batu, bisa dilalui
ke lokasi setapak, dengan kondisi mobil mobil
jembatan yang rusak dan
jalan mobil yang tidak bisa
digunakan lagi.
Perlu dirintis jalan baru
menuju lokasi sepanjang 3
km.
2.a Komponen lahan yang Lahan kosong dan kebun Kebun palawija dan lahan Sebagian belukar dan
harus dibebaskan kosong kebun, lahan kosong

2.b Jarak akses bandara dari +/- 7 km ke terminal kota** +/- 7 km ke terminal kota +/- 4 km ke terminal
jaringan transportasi kota**
darat/laut terdekat
3.a Jarak kawasan konservasi +/- 2 km ke kawasan hutan +/- 5 km dari kawasan +/- 2,5 km ke kawasan
ke lokasi (komponen lindung dan air terjun hutan lindung dan air terjun hutan lindung dan air
biologi) terjun
3.b Iklim, cuaca (komponen Tidak bermasalah Tidak bermasalah Tidak bermasalah
fisik-kimia)

4-23
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 4.12.
Perbandingan kondisi alternatif lokasi airstrip di Pulau Tuanku

No Kondisi Desa Haloban 1 Desa Haloban 2


1.a Fungsi tata guna lahan Bekas sawah, sekarang Bekas sawah, sekarang
di sekitar lokasi (saat berupa hutan, vegetasi berupa hutan, vegetasi
ini) berupa ilalang, pohon- berupa ilalang, pohon-
pohon besar, rotan dan pohon besar, rotan dan
bakau. bakau Î kondisi hampir
sama dengan Haloban1
1.a Kondisi topografi Relatif datar Relatif datar
1.b Kondisi tata guna lahan Sebelah timur relatif Sebelah barat
di sekitar lokasi masih luas untuk berbatasan dengan
(prospek untuk pengembangan. sawah.
pengembangan) Sebelah barat berbatasan Sebelah utara
dengan pelebaran kota, berbatasan dengan
perkampungan berjarak pelebaran kota,
+/- 500 m. perkampungan berjarak
Sebelah utara berbatasan +/- 500 m.
dengan laut. Sebelah selatan
Sebelah selatan berbatasan dengan laut.
berbatasan dengan Sebelah timur
Gunung Tiusa +/- 400 m. berbatasan dengan
Gunung Tiusa +/- 400
m.
1.c Ketersediaan fasilitas Listrik Î menggunakan Listrik Î menggunakan
pendukung (eksisting genset dari jam 6 sore genset dari jam 6 sore
dan kemungkinan sampai jam 7 pagi. sampai jam 7 pagi.
penyediaannya); misal
listrik, air bersih, Air bersih bisa Air bersih bisa
telepon, pembuangan diusahakan dengan diusahakan dengan
sampah, dll sumur bor. sumur bor.
Telepon dan sinyal tidak Telepon dan sinyal tidak
ada. ada.
1.d Jarak ke kota terdekat Ditempuh dengan perahu Ditempuh dengan
nelayan +/- 4 jam dari P. perahu nelayan +/- 4
Bale Î ibukota jam dari P. Bale Î
kecamatan. ibukota kecamatan.
1.e Jarak lokasi dengan 100 m 100 m
rencana pengembangan
sistem transportasi
wilayah; misal jalan
raya, pelabuhan,
terminal, dll
1.e Jarak ke bandara Ditempuh dengan perahu Ditempuh dengan
terdekat nelayan +/- 4 jam ke P. perahu nelayan +/- 4
Bale. jam ke P. Bale.
Ditempuh dengan kapal Ditempuh dengan kapal
laut +/- 10 jam dari P. laut +/- 10 jam dari P.
Bale ke Sinabang. Bale ke Sinabang.

4-24
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

No Kondisi Desa Haloban 1 Desa Haloban 2


1.e Aksesbilitas (waktu +/- 4 jam dengan perahu +/- 4 jam dengan
tempuh) ke kota nelayan ke P. Bale. perahu nelayan ke P.
terdekat Bale.
1.f Kondisi akses (eksisting)Lewat laut dengan ombak Lewat laut dengan
ke lokasi yang membuat surveyor ombak yang membuat
trauma. surveyor trauma.
2.a Komponen lahan yang Lahan tidur milik Lahan tidur milik
harus dibebaskan penduduk. penduduk.
2.b Jarak akses bandara dari +/- 4 jam ke P. Bale +/- 4 jam ke P. Bale
jaringan transportasi dengan perahu nelayan. dengan perahu nelayan.
darat/laut terdekat +/- 4 jam ke Singkil +/- 4 jam ke Singkil
dengan speed boat. dengan speed boat.
3.a Jarak kawasan Tidak ada Tidak ada
konservasi ke lokasi
(komponen biologi)
3.b Iklim, cuaca (komponen Tidak bermasalah Tidak bermasalah
fisik-kimia)

4-25
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 4.13.
Perbandingan kondisi alternatif lokasi airstrip di Sibigo

No Kondisi Desa Babul Makmur Desa Mitem Sibigo


1.a Fungsi tata guna lahan Bekas sawah, tanah Bekas sawah, tanah Bekas sawah, jarak ke pantai
di sekitar lokasi (saat gambut. gambut, tepi hutan. +/- 200 m.
ini)
1.a Kondisi topografi Relatif datar. Relatif datar. Lahan yang relatif datar
hanya sepanjang +/- 700 m.
1.b Kondisi tata guna lahan Masih relatif luas ke arah Berbatasan dengan sungai Dibatasi oleh laut dan bukit.
di sekitar lokasi utara, berbatasan dengan +/- 50 m, pengembangan
(prospek untuk bukit +/- 200 m ke arah masih memungkinkan ke
pengembangan) timur. arah utara.
1.c Ketersediaan fasilitas Listrik tidak ada. Listrik tidak ada. Listrik sudah ada.
pendukung (eksisting Distribusi air bersih bisa
dan kemungkinan Distribusi air bersih bisa Distribusi air bersih bisa diusahakan dengan sumur
penyediaannya); misal diusahakan distribusinya. diusahakan distribusinya. bor.
listrik, air bersih,
telepon, pembuangan Telepon dan sinyal tidak Telepon dan sinyal tidak Telepon dan sinyal tidak ada.
sampah, dll ada. ada.
1.d Jarak ke kota terdekat +/- 104 km ke sinabang. +/- 103 km ke sinabang. +/- 100 km ke sinabang.

1.e Jarak lokasi dengan Berbatasan langsung Berbatasan langsung 100 m


rencana pengembangan dengan pembangunan jalan dengan pembangunan jalan
sistem transportasi lingkar di sebelah selatan lingkar Î jalan yang sama
wilayah; misal jalan lokasi. yang akan dibangun di
raya, pelabuhan, bunon
terminal, dll
1.e Jarak ke bandara +/- 74 km ke Lasikin, +/- 73 km ke Lasikin, +/- 70 km ke Lasikin,
terdekat Sinabang. Sinabang. Sinabang.

4-26
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

No Kondisi Desa Babul Makmur Desa Mitem Sibigo


1.e Aksesbilitas (waktu +/- 7,5 jam ke sinabang. +/- 7 jam ke sibigo, +/- 45 +/- 7 jam ke sinabang.
tempuh) ke kota menit ditempuh dengan
terdekat perahu melewati sungai,
karena tidak adanya jalan
akses.
1.f Kondisi akses (eksisting) Jalan berbatu, cukup lebar, Tidak ada jalan akses, Jalan rusak.
ke lokasi bisa dilalui mobil, tetapi hanya bisa ditempuh
tidak tersedia jembatan dengan melalui sungai.
yang memadai.
2.a Komponen lahan yang Lahan tidur milik penduduk. Lahan tidur milik penduduk. Tanah milik penduduk,
harus dibebaskan kebun kelapa.
2.b Jarak akses bandara dari +/- 5 km dari pelabuhan +/- 3 km dari pelabuhan +/- 400 m dari pelabuhan
jaringan transportasi sibigo sibigo sibigo
darat/laut terdekat
3.a Jarak kawasan Tidak ada Tidak ada Tidak ada
konservasi ke lokasi
(komponen biologi)
3.b Iklim, cuaca (komponen Tidak bermasalah Tidak bermasalah Tidak bermasalah
fisik-kimia)

4-27
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

4.3. Penilaian Lokasi

Nilai diberikan menurut pertimbangan aspek kuantitatif dan kualitatif.


Beberapa besaran yang dapat dikuantitatifkan diberi nilai antara 1 s/d 10. Nilai
10 merupakan nilai terbesar, sedangkan nilai lainnya merupakan
perbandingan terhadap nilai 10 tersebut. Adapun besaran yang bersifat
kualitatif diberikan menurut analisis staf ahli menurut bidangnya masing-
masing. Berikut ini uraian penilaian masing-masing alternatif lokasi di Lahewa,
Sirombu dan Teluk Dalam.

4.3.1. Penilaian Lokasi Airstrip di Lahewa

Berdasarkan informasi lokasi dan diskusi dengan pemerintah setempat maka


diperoleh gambaran bahwa alternatif 3 yakni di Toyolawa memiliki nilai
tertinggi sebesar 7,75 disusul dengan lokasi Desa Afia (2) dan Desa Afia (1).
Nilai masing-masing komponen dapat dilihat di Tabel 4.14.

Tabel 4.14.
Penilaian Lokasi Airstrip di Desa Afia dan Desa Toyolawa

LOKASI Afia 1 Afia 2 Toyolawa


No Kondisi Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai
Fungsi tata guna lahan di sekitar
1.a 6.00 0.36 6.00 0.36 6.00 0.36
lokasi
1.a Kondisi topografi 5.00 0.60 5.00 0.60 7.00 0.84
Kondisi tata guna lahan di
1.b sekitar lokasi (prospek untuk 6.00 0.36 7.00 0.42 7.00 0.42
pengembangan)
Ketersediaan fasilitas
pendukung (eksisting dan
1.c kemungkinan penyediaannya); 5.00 0.40 6.00 0.48 6.00 0.48
misal listrik, air bersih, telepon,
pembuangan sampah, dll
1.d Jarak ke kota terdekat 6.00 0.48 10.00 0.80 8.57 0.69
Jarak lokasi dengan rencana
pengembangan sistem
1.e 10.00 0.80 8.33 0.67 7.14 0.57
tranportasi wilayah; misal jalan
raya, pelabuhan, terminal, dll
1.e Jarak ke bandara terdekat 9.20 0.74 8.62 0.69 10.00 0.80
Aksesbilitas (waktu tempuh) ke
1.e 5.00 0.40 10.00 0.80 7.50 0.60
kota terdekat

Laporan Akhir
4-28
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

LOKASI Afia 1 Afia 2 Toyolawa


No Kondisi Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai
Kondisi akses (eksisting) ke
1.f 4.00 0.32 5.00 0.40 7.00 0.56
lokasi
Komponen lahan yang harus
2.a 6.00 0.42 6.00 0.42 6.00 0.42
dibebaskan
Jarak akses bandara dari
2.b jaringan tranportasi darat/laut 6.00 0.36 10.00 0.60 8.57 0.51
terdekat
Jarak kawasan konservasi ke
3.a 10.00 0.50 10.00 0.50 10.00 0.50
lokasi (komponen biologi)
Iklim, cuaca (komponen fisik-
3.b 10.00 1.00 10.00 1.00 10.00 1.00
kimia)
JUMLAH 6.74 7.74 7.75
PERINGKAT 3 2 1

4.3.2. Penilaian Lokasi Airstrip di Sirombu

Hasil penilaian menurut bobot dan skor yang ada dapat dilihat pada Tabel
4.15. Dapat dilihat pada tabel tersebut peringkat kesatu, kedua dan ketiga
masing-masing didapatkan oleh lokasi Tetesua, Sirombu dan Sitelumbanua.
Pemilihan lokasi mana yang akan dipakai belum berhenti hingga di sini, aspek
lain seperti uji kelayakan teknis, saran dan masukan pemerintah setempat
memegang peranan penting di akhir pemilihan. Pemilihan lokasi akhir
dijelaskan pada sub bab selanjutnya.

Tabel 4.15.
Penilaian Lokasi Airstrip di Desa Tetesua, Desa Sitelumbanua dan
Desa Sirombu

LOKASI Tetesua Sitelumbanua Sirombu


No Kondisi Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai
Fungsi tata guna lahan di sekitar
1.a 7.00 0.42 9.00 0.54 3.00 0.18
lokasi
1.a Kondisi topografi 8.00 0.96 10.00 1.20 5.00 0.60
Kondisi tata guna lahan di
1.b sekitar lokasi (prospek untuk 7.00 0.42 8.00 0.48 4.00 0.24
pengembangan)
Ketersediaan fasilitas
pendukung (eksisting dan
1.c kemungkinan penyediaannya); 8.00 0.64 5.00 0.40 8.00 0.64
misal listrik, air bersih, telepon,
pembuangan sampah, dll

Laporan Akhir
4-29
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

LOKASI Tetesua Sitelumbanua Sirombu


No Kondisi Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai
1.d Jarak ke kota terdekat 10.00 0.80 0.77 0.06 3.33 0.27
Jarak lokasi dengan rencana
pengembangan sistem
1.e 10.00 0.80 1.33 0.11 6.67 0.53
tranportasi wilayah; misal jalan
raya, pelabuhan, terminal, dll
1.e Jarak ke bandara terdekat 9.68 0.77 8.28 0.66 10.00 0.80
Aksesbilitas (waktu tempuh) ke
1.e 5.00 0.40 1.11 0.09 10.00 0.80
kota terdekat
Kondisi akses (eksisting) ke
1.f 10.00 0.80 5.00 0.40 10.00 0.80
lokasi
Komponen lahan yang harus
2.a 6.00 0.42 8.00 0.56 7.00 0.49
dibebaskan
Jarak akses bandara dari
2.b jaringan tranportasi darat/laut 2.00 0.12 0.67 0.04 10.00 0.60
terdekat
Jarak kawasan konservasi ke
3.a 10.00 0.50 10.00 0.50 10.00 0.50
lokasi (komponen biologi)
Iklim, cuaca (komponen fisik-
3.b 10.00 1.00 10.00 1.00 10.00 1.00
kimia)
JUMLAH 8.05 6.04 7.45
PERINGKAT 1 3 2

4.3.3. Penilaian Lokasi Airstrip di Teluk Dalam

Penilaian terhadap 3 calon lokasi airstrip dapat dilihat pada Tabel 4.16. Dari
penilaian ini dapat diketahui bahwa Desa Hilijihono memperoleh nilai tertinggi
sebesar 8,19. Lokasi lain memiliki nilai 6,91 dan 6,23 masing-masing untuk
Desa Bawodobara dan Desa Botohilitane.

Tabel 4.16.
Penilaian Lokasi Airstrip di Desa Botohilitane, Desa Hilijihono dan
Desa Bawodobara

LOKASI Botohilitane Hilijihono Bawodobara


No Kondisi Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai
Fungsi tata guna lahan di sekitar
1.a 7.00 0.42 5.00 0.30 10.00 0.60
lokasi
1.a Kondisi topografi 7.00 0.84 10.00 1.20 5.00 0.60
Kondisi tata guna lahan di
1.b sekitar lokasi (prospek untuk 7.00 0.42 4.00 0.24 5.00 0.30
pengembangan)

Laporan Akhir
4-30
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

LOKASI Botohilitane Hilijihono Bawodobara


No Kondisi Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai
Ketersediaan fasilitas
pendukung (eksisting dan
1.c kemungkinan penyediaannya); 5.00 0.40 8.00 0.64 6.00 0.48
misal listrik, air bersih, telepon,
pembuangan sampah, dll
1.d Jarak ke kota terdekat 3.33 0.27 10.00 0.80 6.25 0.50
Jarak lokasi dengan rencana
pengembangan sistem
1.e 1.82 0.15 4.00 0.32 10.00 0.80
tranportasi wilayah; misal jalan
raya, pelabuhan, terminal, dll
1.e Jarak ke bandara terdekat 10.00 0.80 8.82 0.71 7.65 0.61
Aksesbilitas (waktu tempuh) ke
1.e 3.33 0.27 10.00 0.80 6.67 0.53
kota terdekat
Kondisi akses (eksisting) ke
1.f 6.00 0.48 10.00 0.80 2.50 0.20
lokasi
Komponen lahan yang harus
2.a 7.00 0.49 4.00 0.28 6.50 0.46
dibebaskan
Jarak akses bandara dari
2.b jaringan tranportasi darat/laut 3.33 0.20 10.00 0.60 5.56 0.33
terdekat
Jarak kawasan konservasi ke
3.a 10.00 0.50 10.00 0.50 10.00 0.50
lokasi (komponen biologi)
Iklim, cuaca (komponen fisik-
3.b 10.00 1.00 10.00 1.00 10.00 1.00
kimia)
JUMLAH 6.23 8.19 6.91
PERINGKAT 3 1 2

4.3.4. Penilaian Lokasi Airstrip di Wak

Penilaian terhadap 3 calon lokasi airstrip dapat dilihat pada Tabel 4.17. Dari
penilaian ini dapat diketahui bahwa Desa Lane [2] memperoleh nilai tertinggi,
yaitu 9,01. disusul oleh Desa Lane [1], yaitu 8,36, dan Desa Linge sebagai
peringkat ketiga dengan nilai 7,13.

Laporan Akhir
4-31
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 4.17.
Penilaian Lokasi Airstrip di Desa Lane [1], Desa Lane [2] dan Desa
Linge

LOKASI Lane [1] Lane [2] Linge


No Kondisi Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai
Fungsi tata guna lahan di sekitar
1.a 10,00 0,60 10,00 0,60 10,00 0,60
lokasi
1.a Kondisi topografi 5,00 0,60 6,00 0,72 4,00 0,48
Kondisi tata guna lahan di
1.b sekitar lokasi (prospek untuk 5,00 0,30 7,00 0,42 5,00 0,30
pengembangan)
Ketersediaan fasilitas
pendukung (eksisting dan
1.c kemungkinan penyediaannya); 6,00 0,48 6,00 0,48 4,00 0,32
misal listrik, air bersih, telepon,
pembuangan sampah, dll
1.d Jarak ke kota terdekat 9,88 0,79 10,00 0,80 8,89 0,71
Jarak lokasi dengan rencana
pengembangan sistem
1.e 9,88 0,79 10,00 0,80 8,89 0,71
tranportasi wilayah; misal jalan
raya, pelabuhan, terminal, dll
1.e Jarak ke bandara terdekat 10,00 0,80 9,83 0,79 8,56 0,68
Aksesbilitas (waktu tempuh) ke
1.e 10,00 0,80 10,00 0,80 10,00 0,80
kota terdekat
Kondisi akses (eksisting) ke
1.f 10,00 0,80 10,00 0,80 4,00 0,32
lokasi
Komponen lahan yang harus
2.a 10,00 0,70 10,00 0,70 10,00 0,70
dibebaskan
Jarak akses bandara dari
2.b jaringan tranportasi darat/laut 3,33 0,20 10,00 0,60 0,07 0,00
terdekat
Jarak kawasan konservasi ke
3.a 10,00 0,50 10,00 0,50 10,00 0,50
lokasi (komponen biologi)
Iklim, cuaca (komponen fisik-
3.b 10,00 1,00 10,00 1,00 10,00 1,00
kimia)
JUMLAH 8,36 9,01 7,13
PERINGKAT 2 1 3

Laporan Akhir
4-32
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

4.3.5. Penilaian Lokasi Airstrip di Blang Kejeren

Penilaian terhadap 3 calon lokasi airstrip dapat dilihat pada Tabel 4.18. Dari
penilaian ini dapat diketahui bahwa Desa Blang Tenggulun memperoleh nilai
tertinggi, yaitu 8,23. Peringkat kedua adalah Desa Lempuh-Blang Bengkik,
yaitu 7,58, dan Desa Tetinggi sebagai peringkat ketiga dengan nilai 6,28.

Tabel 4.18.
Penilaian Lokasi Airstrip di Desa Tetinggi, Desa Blang Tenggulun, Desa
Lempuh-Blang Bengkik

Lempuh-
Blang
LOKASI Tetinggi Blang
Tenggulun
Bengkik
No Kondisi Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai
Fungsi tata guna lahan di sekitar
1.a 8,00 0,48 6,00 0,36 7,00 0,42
lokasi
1.a Kondisi topografi 7,00 0,84 8,00 0,96 6,00 0,72
Kondisi tata guna lahan di
1.b sekitar lokasi (prospek untuk 6,00 0,36 8,00 0,48 6,00 0,36
pengembangan)
Ketersediaan fasilitas
pendukung (eksisting dan
1.c kemungkinan penyediaannya); 6,00 0,48 8,00 0,64 7,00 0,56
misal listrik, air bersih, telepon,
pembuangan sampah, dll
1.d Jarak ke kota terdekat 5,71 0,46 8,00 0,64 10,00 0,80
Jarak lokasi dengan rencana
pengembangan sistem
1.e 3,33 0,27 10,00 0,80 6,67 0,53
tranportasi wilayah; misal jalan
raya, pelabuhan, terminal, dll
1.e Jarak ke bandara terdekat 10,00 0,80 9,14 0,73 9,35 0,75
Aksesbilitas (waktu tempuh) ke
1.e 1,11 0,09 10,00 0,80 6,67 0,53
kota terdekat
Kondisi akses (eksisting) ke
1.f 5,00 0,40 7,00 0,56 7,00 0,56
lokasi
Komponen lahan yang harus
2.a 8,00 0,56 6,00 0,42 7,00 0,49
dibebaskan
Jarak akses bandara dari
2.b jaringan tranportasi darat/laut 5,71 0,34 5,71 0,34 10,00 0,60
terdekat
Jarak kawasan konservasi ke
3.a 4,00 0,20 10,00 0,50 5,00 0,25
lokasi (komponen biologi)
Iklim, cuaca (komponen fisik-
3.b 10,00 1,00 10,00 1,00 10,00 1,00
kimia)
JUMLAH 6,28 8,23 7,58
PERINGKAT 3 1 2

Laporan Akhir
4-33
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

4.3.6. Penilaian Lokasi Airstrip di Pulau Tuanku

Penilaian terhadap 2 calon lokasi airstrip dapat dilihat pada Tabel 4.19. Dari
penilaian ini dapat diketahui bahwa Desa Haloban (1) memperoleh nilai lebih
besar dibanding Desa Haloban (2). Selisih nilai sebesar 0,12 membuat kedua
lokasi ini sebenarnya dapat dibangun airstrip, namun demikian jika dilihat dari
potensi pengembangan kedepan Desa Haloban (1) memiliki nilai lebih.

Tabel 4.19.
Penilaian Lokasi Airstrip di Desa Haloban (1) dan Haloban (2)

LOKASI Haloban (1) Haloban (2)


No Kondisi Skor Nilai Skor Nilai
Fungsi tata guna lahan di sekitar
1.a 5,00 0,30 5,00 0,30
lokasi
1.a Kondisi topografi 8,00 0,96 8,00 0,96
Kondisi tata guna lahan di
1.b sekitar lokasi (prospek untuk 7,00 0,42 5,00 0,30
pengembangan)
Ketersediaan fasilitas
pendukung (eksisting dan
1.c kemungkinan penyediaannya); 6,00 0,48 6,00 0,48
misal listrik, air bersih, telepon,
pembuangan sampah, dll
1.d Jarak ke kota terdekat 10,00 0,80 10,00 0,80
Jarak lokasi dengan rencana
pengembangan sistem
1.e 10,00 0,80 10,00 0,80
tranportasi wilayah; misal jalan
raya, pelabuhan, terminal, dll
1.e Jarak ke bandara terdekat 10,00 0,80 10,00 0,80
Aksesbilitas (waktu tempuh) ke
1.e 10,00 0,80 10,00 0,80
kota terdekat
Kondisi akses (eksisting) ke
1.f 5,00 0,40 5,00 0,40
lokasi
Komponen lahan yang harus
2.a 7,00 0,49 7,00 0,49
dibebaskan
Jarak akses bandara dari
2.b jaringan tranportasi darat/laut 10,00 0,60 10,00 0,60
terdekat
Jarak kawasan konservasi ke
3.a 10,00 0,50 10,00 0,50
lokasi (komponen biologi)
Iklim, cuaca (komponen fisik-
3.b 10,00 1,00 10,00 1,00
kimia)
JUMLAH 8,35 8,23
PERINGKAT 1 2

Laporan Akhir
4-34
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

4.3.7. Penilaian Lokasi Airstrip di Sibigo

Tabel 4.20.
Penilaian Lokasi Airstrip di Desa Babul Makmur, Desa Mitem,
dan Desa Sibigo

Babul
LOKASI Mitem Sibigo
Makmur
No Kondisi Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai
Fungsi tata guna lahan di sekitar
1.a 7.00 0.42 7.00 0.42 7.00 0.42
lokasi
1.a Kondisi topografi 8.00 0.96 8.00 0.96 7.00 0.84
Kondisi tata guna lahan di
1.b sekitar lokasi (prospek untuk 8.00 0.48 8.00 0.48 6.00 0.36
pengembangan)
Ketersediaan fasilitas
pendukung (eksisting dan
1.c kemungkinan penyediaannya); 5.00 0.40 5.00 0.40 6.00 0.48
misal listrik, air bersih, telepon,
pembuangan sampah, dll
1.d Jarak ke kota terdekat 9.62 0.77 9.71 0.78 10.00 0.80
Jarak lokasi dengan rencana
pengembangan sistem
1.e 10.00 0.80 10.00 0.80 2.50 0.20
tranportasi wilayah; misal jalan
raya, pelabuhan, terminal, dll
1.e Jarak ke bandara terdekat 10.00 0.80 9.86 0.79 9.46 0.76
Aksesbilitas (waktu tempuh) ke
1.e 9.33 0.75 9.03 0.72 10.00 0.80
kota terdekat
Kondisi akses (eksisting) ke
1.f 7.00 0.56 4.00 0.32 5.00 0.40
lokasi
Komponen lahan yang harus
2.a 8.00 0.56 8.00 0.56 7.00 0.49
dibebaskan
Jarak akses bandara dari
2.b jaringan tranportasi darat/laut 0.80 0.05 1.33 0.08 10.00 0.60
terdekat
Jarak kawasan konservasi ke
3.a 10.00 0.50 10.00 0.50 10.00 0.50
lokasi (komponen biologi)
Iklim, cuaca (komponen fisik-
3.b 10.00 1.00 10.00 1.00 10.00 1.00
kimia)
JUMLAH 8.04 7.81 7.65
PERINGKAT 1 2 3

Laporan Akhir
4-35
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

4.4. Lokasi Terpilih

Berikut disimpulkan hasil penilaian terhadap lokasi alternatif di Lahewa,


Sirombu dan Teluk Dalam. Pada diagram di bawah ini dapat dilihat lokasi yang
dipilih beserta nilai dan pertimbangannya.

10.00
9.00 Pertimbangan:
7.74 7.75
8.00 Lokasi ini memiliki nilai
7.00
6.74 tertinggi, selain itu dari
pemerintah setempat tidak
6.00 berkeberatan.
Nilai

5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
Afia 1 Afia 2 Toyolawa
Calon lokasi airstrip

Gambar 4.2. Lokasi terpilih di Lahewa: Desa Toyolawa

10.00
9.00 Pertimbangan:
8.05
8.00 7.45 Dari ketiga alternatif yang
7.00 ada, lokasi kedua ini
6.04 meskipun mendapat skor
6.00 yang paling rendah
Nilai

5.00 merupakan lokasi yang


paling memungkinkan
4.00 untuk dibangun bandar
3.00 udara. Lokasi pertama
letaknya terlalu dekat
2.00
dengan pusat kegiatan
1.00 masyarakat. Sedangkan
lokasi pertama terletak di
0.00
tepi pantai.
Tetesua

Sitelumbanua

Sirombu

Calon lokasi airstrip

Gambar 4.3. Lokasi terpilih di Sirombu: Desa Sitelumbanua

Laporan Akhir
4-36
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

10.00
9.00 Pertimbangan:
8.19
8.00 Lokasi ini adalah peringkat
6.91
7.00 pertama berdasarkan hasil
6.23
survey yang telah
6.00 dilakukan Bappeda Kab.
Nilai

5.00 Nias Selatan. Hasil survey


ini telah disetujui di dalam
4.00
seminar bersama antara
3.00 pihak Bappeda dan
2.00 Departemen Perhubungan
Jakarta.
1.00
0.00
Botohilitane Hilijihono Bawodobara
Calon lokasi airstrip

Gambar 4.4. Lokasi terpilih di Teluk Dalam: Desa Botohilitane

10.00
9.01
9.00 Pertimbangan:
Pertimbangan:
8.36
8.00
7.13 LokasididiDesa
Lokasi DesaLane
Lane
[1][1]
7.00 dan
dan Lane
Lane[2]
[2]terletak
terletak
berdekatan.
berdekatan.TapiTapi
6.00
berdasarkan pertimbangan
Nilai berdasarkan
5.00 topografi dan kecukupan
pertimbangan topografi
area, lokasi di Desa Lane
4.00 dandinilai
[2] kecukupan
paling area,
3.00 lokasi di Desa Lane [2]
memungkinkan.
2.00 dinilai paling
memungkinkan.
1.00
0.00
Lane [1] Lane [2] Linge
Calon lokasi airstrip

Gambar 4.5. Lokasi terpilih di Wak: Desa Lane [2]

Laporan Akhir
4-37
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

10.00
9.00 Pertimbangan:
8.23
8.00 7.13 Ketiga lokasi ini
7.00 6.28 merupakan rekomedasi
6.00 dari pihak pemerintah
setempat.
Nilai

5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
Tetinggi

0.00

Blang Bengkik
Tenggulun
Blang

Lempuh-
Calon lokasi airstrip

Gambar 4.6. Lokasi terpilih di Blang Kejeren: Blang Tenggulun

10.00
9.00 Pertimbangan:
8.35 8.23
8.00
Karena keterbatasan
7.00 kondisi geografis, lokasi
6.00 di Pulau Tuanku yang
Nilai

memungkinkan menjadi
5.00
alternatif pembangunan
4.00 bandar udara baru
3.00 hanya dua lokasi ini
2.00 saja.
1.00
0.00
Haloban 1 Haloban 2
Calon lokasi airstrip

Gambar 4.7. Lokasi terpilih di Pulau Tuanku: Haloban [1]

Laporan Akhir
4-38
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

10.00
Pertimbangan:
9.00
8.04 7.81 Lokasi pertama
8.00 7.65 memperoleh nilai
7.00 tertinggi.
6.00
Nila

5.00
i

4.00
3.00

2.00
1.00
0.00
Mitem

Sibigo
Babul Makmur

Calon lokasi airstrip

Gambar 4.8. Lokasi terpilih di Sibigo: Babul Makmur

Laporan Akhir
4-39
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

5.1. Pesawat Rencana

Pesawat rencana dalam desain airstrip ini telah ditentukan adalah dari jenis C-
130 Hercules. Pesawat jenis ini biasa digunakan sebagai angkutan barang
untuk keperluan darurat (perang/bencana). Terkait dengan desain airstrip ini
maka perlu sekiranya diketahui spesifikasi teknis pesawat jenis ini. Tabel 5.1
berikut ini menampilkan data spesifikasi teknis pesawat Hercules C-130.

Parameter utama yang perlu diperhatikan dalam desain airstrip ini adalah
panjang dan kekuatan landasan. Dari sisi panjang landasan, C-130 Hercules
memerlukan ± 900 meter untuk melakukan lepas landas maupun pendaratan
dengan aman. Panjang aktual ini akan dihitung kembali dengan dukungan
data kemiringan landasan (%), elevasi landasan (dpl) dan suhu lokasi
landasan (oC).

Adapun dari sisi kekuatan landasan jenis pesawat ini memiliki nilai ACN
barvariasi dipengaruhi kondisi pembebanan dan jenis perkerasan. Pada Tabel
5.2 ditunjukkan nilai ACN Pesawat C-130 Hercules pada berbagai kondisi
beban, kondisi daya dukung tanah dan jenis perkerasan.

5-1
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 5.1.
Spesifikasi Pesawat C-130 Hercules

Primary Function Tactical and intratheater airlift


Contractor Lockheed
Crew Five (two pilots, a navigator, flight engineer and
loadmaster)
Powerplant Four Allison T56-A-15 Turboprops; 4,300 horsepower,
each engine

Dimension
Length 97 feet, 9 inches (29.3 m)
Wingspan 132 feet, 7 inches (39.7 m)
Height 38 feet, 3 inches (11.4 m)

Weight
Empty 69,300 lb (31434 kg) – equipped C-130F
Maximum Takeoff 155,000 lb (69,750 kg)

Performance
Speed 374 mph (Mach 0.57) at 20,000 feet 96,060 m)
Ceiling 33,000 feet (10,000 m) with 100,000 pounds (45,000
kg) payload
Range N/A
Sumber: www.globalaircraft.org

Tabel 5.2.
Nilai ACN Pesawat C-130 Hercules untuk 3 Kondisi Beban

Rigid Pavement Flexible Pavement

A B C D A B C D
K>400 K≤400 K≤200 K≤100 CBR>13 CBR≤13 CBR≤8 CBR≤4
Load Weight
K>200 K>100 CBR>8 CBR>4
E≤57022 E≤23416 E≤9616 E>9616 E≤19500 E≤12000 E≤6000
E>23416 E>9616 E>12000 E>6000

Full 155,000 26.6 29.4 32.1 34.2 24.1 28.1 30.5 35.5

Half 113,500 19.1 21.0 22.8 24.2 17.3 20.1 21.7 25.0

Empty 72,000 11.6 12.6 13.4 14.2 10.4 12.1 12.9 14.4

Sumber: Malvar, 1999

5-2
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

5.2. Kebutuhan Runway

5.2.1. Standar Teknis Perencanaan Runway

Runway didefinisikan sebagai bagian dari lapangan terbang yang lurus,


panjang dan mendapat perkerasan yang khusus karena nantinya akan
digunakan sebagai tempat untuk take-off dan landing pesawat.

Penentuan runway ( letak, orientasi, dan jumlah runway ) ditentukan oleh


faktor-faktor berikut:

1. Cuaca ( persentase distribusi atau arah angin )

Arah runway diusahakan dibuat sedemikian rupa sehingga berlawanan


dengan arah operasi pesawat karena ia akan menimbulkan gaya angkat
yang lebih besar pada sayap pesawat. Namun tidaklah mungkin untuk
mendapatkan arah angin yang tetap sepanjang tahun sehingga komponen
kecepatan angin bisa membentuk normal maupun sudut tertentu terhadap
sumbu runway.

Data-data angin (arah, durasi, dan intensitas) dibuat dalam sebuah


diagram windrose yang selanjutnya akan digunakan dalam menentukan
arah runway.

2. Topografi dari lokasi lapangan terbang dan lingkungan di sekitarnya

3. Jenis dan jumlah lalu-lintas udara yang dilayani

4. Faktor performance pesawat

5. Faktor lingkungan

Panjang Runway

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan panjang runway


adalah :

1. Karakteristik performansi dan berat operasi pesawat


2. Cuaca, terutama angin dan temperatur
3. Karakteristik runway, seperti slope dan kondisi permukaan
4. Faktor lokasi lapangan terbang, seperti elevasi yang mempengaruhi
tekanan barometer dan hambatan topografi

5-3
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Panjang runway dasar (basic runway length) yang akan didesain harus
memenuhi asumsi dan kondisi standar berikut :

ƒ Elevasi runway berada pada permukaan rata-rata air laut (sea level)
ƒ Temperatur standart (standard atmosphe ric conditions) : ISA
ƒ Kemiringan (slope) runway sama dengan nol
ƒ Tidak ada angin yang berhembus di atas runway (no wind)

Karena kondisi standar di atas tidak mungkin dipenuhi maka dalam


penentuan panjang runway harus dilakukan koreksi terhadap ARFL
(Aerodrome Reference Field Length) yaitu :

1. Koreksi terhadap elevasi (KE)

Semakin besar elevasi maka semakin kecil kerapatan udara yang akan
mengurangi gaya angkat sayap pesawat sehingga dibutuhkan kecepatan
pesawat yang besar. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka telah
ditetapkan bahwa panjang runway dasar harus ditingkatkan sebesar 7%
setiap kenaikan elevasi 300 m dari permukaan air laut rata-rata.

⎡ ElevasiRunway ⎤
KE = ⎢ ARFL × 7% × ⎥ + ARFL
⎣ 300 ⎦

2. Koreksi terhadap elevasi dan temperatur (KET)

Temperatur lokasi yang tinggi akan membutuhkan landasan yang lebih


panjang karena semakin tinggi temperatur, kerapatan udaranya makin
rendah sehingga dibutuhkan daya dorong yang lebih besar.

Untuk setiap kenaikan temperatur sebesar 1° C panjang runway dikoreksi


sebesar 1% terhadap temperatur atmosfir standar.

KET = [(KE ) × (SuhuLokasi − SuhuNormalAtmosfir ) × 1%] + (KE )

3. Koreksi terhadap elevasi, temperatur dan slope (KETS)

Untuk setiap kenaikan slope sebesar 1% dilakukan koreksi sebesar 10%.

KETS = [(KET ) × slope × 10%] + (KET )

Syarat :
(KETS − ARFL ) × 100% < 35%
ARFL

5-4
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Jika tidak memenuhi syarat maka dibutuhkan studi ulang mengenai pemilihan
tempat bagi bandara.

Lebar Runway

Lebar runway dapat dilihat pada tabel di bawah ini (sesuai aerodrome
reference code) :

Tabel 5.3 Penentuan Lebar Runway

CODE LETTER
Code Number A B C D E
1a 18m 18m 23m - -
a
2 23m 23m 30m - -
3 30m 30m 30m 45m -
4 - - 45m 45m 45m
a : Lebar precision approach runway untuk code number 1 atau 2 tidak
kurang dari 30m
(Aerodrome Design Manual, Part 1: Runway yang dikeluarkan oleh
International Civil Aviation Organization (ICAO))
• Lebar runway dan kedua bahu runway tidak boleh kurang dari 60 m.
• Panjang bahu runway sama dengan panjang runway.

Longitudinal Slope

Longitudinal slope, yang diperoleh dengan membagi perbedaan antara elevasi


maksimum dan minimum sepanjang garis tengah runway dengan panjang
runway, tidak boleh melebihi :

o 1 % untuk Code Number 3 atau 4 dan perubahan slope-nya tidak boleh


melebihi 1.5%.
o 2 % untuk Code Number 1 atau 2 dan perubahan slope-nya tidak boleh
melebihi 2%.

Dan sepanjang bagian runway, longitudinal slope-nya harus tidak boleh


melebihi :

o 1.25 % untuk code number 4 dan pada seperempat bagian awal dan akhir
runway
o tidak boleh melebihi 0.8 %.

5-5
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

o 1.5 % untuk code number 3 dan pada seperempat bagian awal dan akhir
dari panjang pendekatan presisi (precision approach) kategori II dan III,
tidak boleh melebihi 0.8 %.
o 2 % untuk code number 1 atau 2.

Tranversal Slope

Batasan transversal slope ditujukan untuk menjaga agar pengaliran air dapat
berlangsung dengan cepat dan lancar. Idealnya, tranversal slope sebesar :

o 1.5 % code letter C, D, atau E


o 2 % untuk code letter A atau B

Bila hal ini tidak memungkinkan, setidaknya transversal slope tidak melebihi
1.5 % atau 2 % dan tidak kurang dari 1 %, kecuali pada pertemuan runway
dengan taxiway yang membutuhkan kemiringan yang lebih datar.

Runway Shoulder

Runway shoulder (Bahu Runway) adalah daerah yang diperkeras dan


merupakan daerah peralihan antara runway dengan daerah sekitarnya, fungsi
dari runway shoulders ini adalah untuk meminimalkan bahaya tergelincir
keluar dari pesawat yang sedang melintas diatas runway atau
stopway.Runway shoulders ini Terletak langsung di sebelah kiri dan kanan
sepanjang runway.

ƒ Panjang runway shoulder sama dengan panjang runway.


ƒ Lebar bahu
Minimum lebar bahu dan runway secara keseluruhan adalah 60 meter.
Berarti minimum lebar bahu dari masing-masing tepi runway arah lebar
adalah (60-45)/2 = 7.5 meter.
ƒ Transverse slope dari runway shoulder adalah sebesar 2.5%.

Runway Strip

- Panjang Runway Strip


Sebuah runway strip membentang dimulai dari sebelum threshold sampai
melewati ujung runway atau stopway dengan jarak sekurang-kurangnya :

a. 60 m untuk code number 2, 3, atau 4.


b. 60 m untuk code number 1 dan runway menggunakan instrumen.
5-6
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

c. 30 m untuk code number 1 dan runway tidak menggunakan instrumen.

- Lebar Runway Strip


Lebar sebuah runway strip sekurang-kurangnya:

a. 150 m untuk code number 3, atau 4.


b. 75 m untuk code number 1, atau 2.
Diukur dari garis tengah runway.

Longitudinal slope sepanjang runway strip tidak boleh melebihi 1.5%.


Perubahan slope sepanjang strip harus diusahakan selambat mungkin dan
perubahan slope secara tiba-tiba harus dihindarkan. Pada daerah dengan
jarak minimum 30 m dari kedua (sebelum dan sesudah) ujung garis tengah
runway, perubahan kemiringan harus dihindari atau dijaga sekecil mungkin.
Bila perubahan kemiringan tak dapat dihindarkan, perubahan antara dua
slope yang berhubungan tidak boleh melebihi 2% untuk setiap 30 m.

Kemiringan lateral (transversal slope) sepanjang runway strip harus sama


untuk menghindari akumulasi air pada permukaan tapi tidak boleh melebihi
2.5%.

Keberadaan objek selain peralatan navigasi yang diletakkan pada runway


strip dapat menyebabkan bahaya. Oleh karena itu tidak ada objek, selain
peralatan navigasi, yang diperbolehkan berada pada runway strip dalam jarak
60 m dari garis tengah runway.

RESA (Runway Safety Area)

Area ini ditujukan untuk mengurangi resiko kecelakaan pesawat yang


bergerak di sekitar runway, baik pada saat mengudara maupun pada saat
akan mendarat. RESA harus disediakan pada setiap ujung runway strip jika
code number pesawat yang beroperasi 3 dan 4 atau jika code number-nya 1
atau 2 dengan runway yang dilengkapi instrumen (Instrumen runway).

Secara ringkas, yang perlu diperhatikan untuk RESA ini adalah:

a. Panjang : Kurang dari 90 m diukur dari ujung runway.

b. Lebar : 2 kali lebar runway.

c. Batas kemiringan : Longitudinal atau tranversal tidak boleh lebih 5% dari


kemiringan runway.

5-7
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Clearway

Clearway ditujukan untuk menyediakan daerah bebas halangan sehingga


dapat mengurangi resiko penerbangan. Letak clearway dialokasikan pada
akhir daerah take off run available (TORA). Hal yang perlu diperhatikan
adalah:

a. Panjang : Tidak boleh lebih dari ½ panjang TORA.


b. Lebar : Paling tidak 75 m diukur dari garis tengah runway (untuk
setiap sisi)
c. Slope : 1.25%

Stopway

Stopway tidak harus tersedia. Oleh karena itu, panjang stopway tidak
ditentukan. Akan tetapi, jika stopway dibuat harus memiliki kekuatan
perkerasan yang sama dengan runway sehingga mampu menahan beban
pesawat.

Secara ringkas, hal yang perlu diperhatikan pada stopway adalah :

a. Panjang : Tergantung tipe pesawat yang beroperasi.


b. Lebar : Sama dengan lebar runway.
c. Slope : Slopes maksimum diasosiasikan dengan slopes runway.

Operasi Runway

Menurut sistem pengoperasiannya, secara umum runway dapat dibagi


menjadi 2 jenis

1. Non-Instrumental Runway

Yaitu runway yang dimaksudkan untuk pesawat yang menggunakan


prosedur pendaratan secara

visual (pilot memperhitungkan pendaratan berdasarkan penglihatannya).

2. Instrument Runway

Yaitu runway yang dimaksudkan untuk pesawat yang menggunakan


prosedur pendaratan secara instrument (pilot mendaratkan pesawat
secara otomatis). Instrument runway dibagi menjadi empat jenis :

5-8
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

a. Non-precision approach runway

Yaitu suatu instrument runway yang dioperasikan dengan alat bantu


visual dan non visual untuk sedikitnya membimbing arah pesawat
dalam pendaratan langsung.

b. Precision approach runway kategori 1

Yaitu suatu instrument runway yang dioperasikan oleh ILS dan/atau


MLS dan alat bantu visual untuk pengoperasian dengan decision height
tidak kurang dari 60 m (200 ft) dan jarak pandang tidak kurang dari
800 m atau jarak visual runway tidak kurang dari 550 m.

c. Precision approach runway kategori II

Yaitu suatu instrument runway yang dioperasikan oleh ILS dan/atau


MLS dan alat bantu visual untuk pengoperasian dengan decision height
kurang dari 60 m (200 ft) tetapi tidak kurang dari 30 m (100 ft) dan
jarak visual runway tidak kurang dari 350 m.

d. Precision approach runway kategori III

Yaitu suatu instrument runway yang dioperasikan oleh ILS dan/atau


MLS sepanjang permukaan runway dan dimaksudkan untuk
pengoperasian dengan decision height kurang dari 30 m (100 ft), atau
tanpa decision height dan jarak visual runway tidak kurang dari 200 m.
dimaksudkan untuk pengoperasian dengan decision height kurang dari
15 m (50 ft), atau tanpa decision height dan jarak visual runway
kurang dari 200 m tetapi tidak kurang dari 50 m. dimaksudkan untuk
pengoperasian tanpa decision height dan tanpa batas jarak visual
runway.

Declared Distance

Declared Distances meliputi LDA, TORA, ASDA dan TODA. Penentuan Declared
Distance untuk setiap runway berbeda-beda. Penentuan ini akan tergantung
dari komponen pelengkap runway itu sendiri, misalnya stopway dan clearway.
Declared distances meliputi :

1. TORA ( Take Off Run Available )

TORA ( Take Off Run Available ) adalah jarak horizontal yang tersedia dari
titik awal take-off ke suatu titik dimana pada saat itu badan pesawat mulai

5-9
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

terangkat dari landasan. Dengan kata lain, panjang bagian runway yang
dapat digunakan untuk pergerakan pesawat yang hendak melakukan take-
off.

TORA = Panjang Runway Aktual (Panjang Runway Perencanaan)

2. TODA ( Take Off Distance Available )

TODA ( Take Off Distance Available ) adalah panjang TORA ditambah


panjang clearway, yaitu panjang landasan yang diperlukan untuk pesawat
dapat take-off sampai pesawat mencapai ketinggian 10,5 m di atas
permukaan landasan.

TODA = TORA + clearway

3. ASDA ( Accelerate Stop Distance Available )

ASDA ( Accelerate Stop Distance Available ) adalah jarak horizontal yang


tersedia dari titik awal take-off hingga pesawat berhenti setelah gagal
melakukan take-off. Kegagalan ini biasanya berkenaan dengan kerusakan
mesin Panjang ASDA adalah panjang TORA ditambah dengan panjang
stopway.

ASDA = TORA + stopway

4. LDA ( Landing Distance Available )

LDA (Landing Distance Available) adalah jarak horizontal yang tersedia


dari titik awal pesawat mendarat hingga berhenti. Dengan kata lain,
panjang bagian runway yang dapat digunakan untuk pergerakan pesawat
yang akan landing. Besarnya LDA ini sama dengan besar TORA.

⎡ AerodromeElevation ⎤
LDA = ⎢ ARFL × 0.07 ×
⎣ 300 ⎥⎦ + ARFL

5-10
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Runway dengan stopway dan clearway mempunyai pembagian Declared


distance dengan runway yang tanpa dilengkapi dengan stopway atau
clearway. Penentuannya adalh sebagai berikut :

1. Jika runway tidak dilengkapi stopway atau clearway, dan threshold


diletakkan sangat berdekatan ( berhimpit ) dengan runway maka
keempat komponen declared distances adalah sama dengan panjang
runway.

TORA
TODA
ASDA
LDA

2. Jika runway dilengkapi clearway maka panjang TODA akan termasuk


panjang clearway.

TORA
ASDA
LDA
TODA

3. Jika runway dilengkapi stopway maka panjang ASDA akan termasuk


panjang stopway.

TORA
TODA
ASDA

LDA

5-11
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

4. Jika runway mempunyai displaced threshold maka panjang LDA akan


dikurangi dengan jarak displaced threshold.

TORA
TODA
LDA
ASDA

Take Off Distance

Take-Off Distance merupakan jarak yang diperlukan oleh suatu pesawat


ketika take-off (lepas landas) sampai pesawat mencapai tinggi aman (safety
height) setinggi 35 feet atau sekitar 10.7 m. Berdasarkan kondisi mesin ada 2
jenis take off distance :

• Critical Engine Failure

Adalah jarak yang dibutuhkan untuk lepas landas di mana keadaan mesin
telah mencapai keadaan kritis yaitu pada saat kecepatan siap lepas
landas. Jaraknya dimulai dari titik start pesawat sampai ketinggian 35 feet
di atas permukaan tanah. Jarak ini sama dengan TODA.

Take-Off Distancecritical engine failure = TODA

• All Engines Operating

Adalah jarak yang dibutuhkan untuk lepas landas. Yaitu 1,15 kali jarak
dari titik start pesawat sampai di mana pesawat sudah mencapai
ketinggian 35 ft (10,7 m) di mana keadaan mesin semuanya beroperasi
pada kecepatan untuk siap take off. Take off distance pada saat all-engine
rating untuk desain diambil 1,15 kali ASDA

Take-Off Distanceall engines operating = TODA + 0.15 x TODA

5-12
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

5.2.2. Hasil Perhitungan Kebutuhan Dimensi Runway

Berdasarkan standar teknis di atas maka dapat dihitung kebutuhan runway di


bandara-bandara NAD, Pulau Nias, Pulau Simeulue dan P. Tuanku. Tabel 5.4
menampilkan spesifikasi teknis yang diperlukan untuk pendaratan C-130
Hercules.

Tabel 5.4.
Kebutuhan Spesifikasi Dimensi Teknis Runway

Bandara
No Parameter Teknis
Malikussaleh Lasikin T. Cut Ali
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Panjang 1970 m 990 m 900 m
2 Lebar 30 m 30 m 30 m
3 Longitudinal slope 2% 2% 2%
4 Transverse slope 1,5% 1,5% 1,5%
5 Shoulder 1850 m x 30 m, 990 m x 28 m, 900 m x 29 m,
2,5% 2,5% 2,5%
6 Strip ( p x l) 1850 m x 75 m 990 m x 75 m 900 m x 75 m
7 Clearway 925 m x 75 m, 495 m x 75 m, 450 m x 75 m,
1,25% 1,25% 1,25%
8 Stopway 60 m x 30 m, 60 m x 30 m, 60 m x 30 m,
0,5% 0,5% 0,5%
9 Declarede Distance
TORA 1850 m 990 m 900 m
TODA 2775 m 1485 m 1350 m
ASDA 1910 m 1050 m 960 m
LDA 1850 m 1485 m 900 m

Tabel 5.4.
Kebutuhan Spesifikasi Teknis Runway (lanjutan)

Parameter Bandara
No
Teknis Rembele Binaka Kuala Batu
(1) (2) (6) (7) (8)
1 Panjang 1232 m 1472 m 900 m
2 Lebar 30 m 30 m 30 m
3 Longitudinal slope 2% 2% 2%
4 Transverse slope 1,5% 1,5% 1,5%
5 Shoulder 1232 m x 30 m, 1472 m x 30 m, 900 m x 35 m,
2,5% 2,5% 2,5%
6 Strip ( p x l) 1232 m x 75 m 1472 m x 75 m 900 m x 75 m
7 Clearway 616 m 736 m 450 m
8 Stopway 60 m x 30 m, 60 m x 30 m, 60 m x 30 m,
0,5% 0,5% 0,5%
9 Declarede Distance
TORA 1232 m 1472 m 900 m
TODA 1848 m 2208 m 1350 m
ASDA 1292 m 1532 m 960 m
LDA 1232 1472 m 900 m

5-13
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 5.4.
Kebutuhan Spesifikasi Teknis Runway (lanjutan)

Parameter Bandara
No
Teknis Lau Laseur Uweg Blang Kejaren
(1) (2) (9) (10) (11)
1 Panjang 1247 m 1027 m 900 m
2 Lebar 30 m 30 m 30 m
3 Longitudinal slope 2% 2% 2%
4 Transverse slope 1,5% 1,5% 1,5%
5 Shoulder 1247 m x 29 m, 1027 m x 30 m, 900 m x 30 m,
2,5% 2,5% 2,5%
6 Strip ( p x l) 1247 m x 75 m 1027 m x 75 m 900 m x 75 m
7 Clearway 624 m 514 m 450 m
8 Stopway 60 m x 30 m, 60 m x 30 m, 60 m x 30 m,
0,5% 0,5% 0,5%
9 Declarede Distance
TORA 1247 m 1027 m 900 m
TODA 1871 m 1541 m 1350 m
ASDA 1307 m 1087 m 960 m
LDA 1247 m 1027 m 900 m

Tabel 5.4.
Kebutuhan Spesifikasi Teknis Runway (lanjutan)

Parameter Bandara
No
Teknis Sibigo P. Tuanku Lahewa
(1) (2) (12) (13) (14)
1 Panjang 900 m 900 m 900 m
2 Lebar 30 m 30 m 30 m
3 Longitudinal slope 2% 2% 2%
4 Transverse slope 1,5% 1,5% 1,5%
5 Shoulder 900 m x 30 m, 900 m x 30 m, 900 m x 30 m,
2,5% 2,5% 2,5%
6 Strip ( p x l) 900 m x 75 m 900 m x 75 m 900 m x 75 m
7 Clearway 450 m 450 m 450 m
8 Stopway 60 m x 30 m, 60 m x 30 m, 60 m x 30 m,
0,5% 0,5% 0,5%
9 Declarede Distance
TORA 900 m 900 m 900 m
TODA 1350 m 1350 m 1350 m
ASDA 960 m 960 m 960 m
LDA 900 m 900 m 900 m

5-14
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 5.4.
Kebutuhan Spesifikasi Teknis Runway (lanjutan)

Parameter Bandara
No
Teknis
Sirombu Teluk Dalam

(1) (2) (15) (16)

1 Panjang 900 m 900 m

2 Lebar 30 m 30 m

3 Longitudinal slope 2% 2%

4 Transverse slope 1,5% 1,5%

5 Shoulder 900 m x 30 m, 900 m x 30 m,


2,5% 25%

6 Strip ( p x l) 900 m x 75 m 900 m x 75 m

7 Clearway 450 m 450 m

8 Stopway 60 m x 30 m, 60 m x 30 m,
0,5% 0,5%

9 Declarede Distance

TORA 900 m 900 m

TODA 1350 m 1350 m

ASDA 960 m 960 m

LDA 900 m 900 m

5.2.3. Hasil Perhitungan Kebutuhan Struktur Runway

Dari sisi kebutuhan tebal perkerasan di atas tanah dasar, FAA telah
mengeluarkan kurva rencana untuk berbagai jenis tipe pesawat dan kondisi
pembebanan. Dalam desain airstrip ini dimana pesawat C-130 Hercules
sebagai pesawat rencana maka tebal perkerasan yang diperlukan dapat
diestimasi sebagai berikut.

CBR tanah dasar = 6% (Nilai asumsi awal)

Berat pesawat = 155,000 lbs (diambil nilai maksimal, MTOW)

Annual departure = 1,200 (diambil dilai minimal)

5-15
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Hasil penarikan kurva rencana


4 In Surface (AC)
dengan data-data diatas
Base Course (Crushed memberikan tebal total
9 In Stone Aggregate, perkerasan setebal 22 in.
CBR>70)
Perkerasan setebal ini masih
Sub Base Course (Sub mencakup tebal lapis pondasi
9 In Base Aggregate,
CBR>20)
bawah, pondasi dan permukaan.
Tebal lapis pondasi bawah
Sub grade with CBR
value at 6% diperoleh dengan cara yang
sama namun nilai CBR yang
Gambar 5.1. Susunan Struktur Airstrip dimasukan adalah nilai CBR
lapis pondasi bawah
(asumsi=20). Dari hasil plotting diperoleh tebal lapis pondasi bawah sebesar 9
in. Dengan tebal minimal lapis permukaan adalah 4 in maka tebal lapis
pondasi adalah 22 – 4 – 9 = 9 in.

Tabel lapis pondasi ini masih lebih besar dari nilai minimal yang disyaratkan
FAA yakni sebesar 6 In. Susunan lapis perkerasan secara umum dapat dilihat
pada Gambar 5.1.

5.3. Kebutuhan Taxiway dan Apron

5.3.1. Standar Teknis Taxiway

Taxiway adalah bagian dari lapangan terbang yang disediakan untuk jalur
pergerakan pesawat dari dan ke runway. Fungsi utama taxiway adalah sebagai
jalan keluar masuk bagi pesawat dari runway menuju ke apron atau bangunan
terminal dan sebaliknya, atau dari runway menuju ke bagian-bagian yang lain
dari lapangan terbang (misalnya hanggar pesawat). Taxiway diatur
sedemikian rupa sehingga pesawat-pesawat tidak saling mengganggu, baik
yang akan menuju ke runway maupun yang berasal dari runway. Rutenya
dipilih sebagai jarak terpendek dari bangunan terminal menuju ke ujung
landasan yang dipakai untuk awal take-off.

Kapasitas maksimum dan efisiensi dari sebuah lapangan terbang diwujudkan


dengan menentukan keseimbangan antara kebutuhan runway, terminal
penumpang dan kargo, aircraft storage, dan service area. Elemen-elemen
fungsional yang terpisah dan berbeda itu dihubungkan dengan sistem taxiway.

5-16
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Sistem taxiway harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengatasi


keterbatasan pergerakan pesawat dari dan ke runway serta apron. Sistem
taxiway harus mampu mengakomodasi tingkat kebutuhan untuk kedatangan
dan keberangkatan pesawat. Pada tingkat penggunaan runway yang rendah,
sistem taxiway dapat melayani arus pergerakan pesawat dengan baik. Tetapi
jika penggunaan runway meningkat, maka kapasitas sistem taxiway pun harus
ditingkatkan. Pada saat kedatangan maupun keberangkatan pesawat pada
jarak pemisah minimum, sistem taxiway harus mampu melayani pesawat
keluar dan masuk runway secepatnya.

Dalam perencanaan taxiway secara umum ada beberapa prinsip yang harus
dipertimbangkan, yakni rute taxiway antar bagian aerodrome harus
diusahakan sependek dan sesederhana mungkin dengan seminim mungkin
persimpangan, kelokan, dan bottle neck (penyempitan) dan sebanyak
mungkin jalan satu arah. Selain itu ada pula pertimbangan lain yang cukup
penting, yakni rute taxiway harus didesain dengan menghindari area yang
menyediakan akses penumpang ke pesawat. Selain itu, semua bagian taxiway
harus dapat terlihat dari menara kontrol dan efek semburan jet pada area
yang berhubungan dengan taxiway harus diminimalisasi.

Dalam penentuan tata letak sistem taxiway, harus diperhatikan hal-hal


berikut:

Rute taxiway harus dapat menghubungkan berbagai elemen dari


aerodrome dengan jarak tempuh yang paling dekat sehingga dapat
meminimalkan biayadan waktu, terutama pada saat pesawat akan
melakukan take-off dan pesawat itu membawa muatan penuh sehingga
boros bahan bakar jika pesawat tersebut harus menempuh perjalanan di
taxiway yang jauh.

Rute taxiway juga harus dibuat sesederhana mungkin untuk menghindari


kesalahan pilot dalam mengikuti dan memahami instruksi

Kalau memungkinkan, selalu digunakan taxiway yang lurus. Kalau terjadi


perubahan arah, gunakan radius yang mencukupi dan tambahkan lebar
extra taxiway Rute taxiway harus berada di luar area dimana penumpang
bisa mendapatkan akses yang mudah ke pesawat terbang.

Taxiway layouts harus dirancang untuk menghindari gangguan pada


peralatan navigasi pada pesawat atau kendaraan darat yang menggunakan
taxiway.

Seluruh bagian dari taxiway harus dapat dipantau dari menara kontrol.
Remote cameras dapat digunakan untuk memonitor bagian-bagian dari
5-17
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

taxiway yang ditutupi bangunan terminal atau struktur aerodrome lain


yang tidak dapat dihindari.

Pesawat yang baru saja mendarat dan menggunakan taxiway untuk


menuju ke apron tidak boleh mengganggu pesawat yang menuju ke
runway untuk take-off, dan sebaliknya

Hindari perpotongan antara taxiway dengan runway atau taxiway lain. Hal
ini perlu dilakukan untuk keamanan dan untuk menurunkan potensi
terjadinya penundaan taxiing (taxiing delays) yang dilakukan oleh pesawat

Usahakan penyediaan beberapa exit taxiway di sepanjang runway pada


lapangan terbang yang sibuk. Jika lapangan terbang sangat sibuk di mana
lalu-lintas penerbangan sangat padat, dapat digunakan suatu rapid exit
taxiway agar pesawat dapat secepatnya keluar dari jalur runway.

1. Jenis-Jenis Taxiway

a. Aircraft stand taxiway


Yaitu bagian dari apron yang didesain sebagai taxiway dan
dimaksudkan hanya untuk menyediakan akses ke aircraft stands.

b. Apron taxiway
Yaitu bagian dari sistem taxiway yang terletak pada suatu apron dan
dimaksudkan untuk menyediakan jalur taxi melintasi apron.

c. Parallel taxiway
Yaitu taxiway yang letaknya memanjang sejajar dengan panjang
runway.

d. Exit taxiway
Yaitu taxiway yang berhubungan langsung dengan runway dan
dimaksudkan untuk jalur keluar masuk dari dan ke runway. Fungsi exit
taxiway adalah untuk mengurangi waktu pemakaian runway oleh
pesawat yang sedang landing.

e. Rapid exit taxiway

Yaitu sebuah taxiway yang dihubungkan dengan runway yang bersudut


tajam dan didesain agar pesawat yang baru saja landing dapat
secepatnya keluar dari runway. Jenis exit taxiway ini harus disediakan
untuk lapangan udara yang sibuk. Untuk pembuatan rapid exit taxiway
ini yang perlu diperhatikan adalah jari-jari lengkungan, panjang, dan
sudut persimpangannya.
5-18
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

2. Desain Taxiway
Secara umum, kriteria desain taxiway didasarkan pada kode ARC-nya yang
dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.5. Kriteria Desain Untuk Taxiway

CODE LETTER
PHYSICAL CHARACTERISTICS
A B C D E
7.5 m 10.5 18 ma 23 mc 23 m
Taxiway Pavement m
Minimum 15 mb 18 md
width of : Taxiway Pavement and Shoulder - - 25 m 38 m 44 m
Taxiway Strip 27 m 39 m 57 m 85 m 93 m
Graded Portion of Taxiway Strip 22 m 25 m 25 m 38 m 44 m
1.5 m 2.25 4.5 ma 4.5 m 4.5 m
Minimum Clearance Distance of Outer Main Wheel
m
to Taxiway Edge
3 mb
Centre Line of Instumen Runway
1 82.5 87 m - - -
m
2 82.5 87 m - - -
CODE NUMBER
m
3 - - 168 m 176 m -
4 - - - 176 m 180
Minimum
Centre Line of Non-Instrumen Runway
Seperation
1 37.5 42 m - - -
Distance
m
between
Taxiway 2 47.5 52 m - - -
CODE NUMBER
Centre and m
: 3 - - 93 m 101 m -
4 - - - 101 m 105 m
Taxiway Centre Line 21 m 31.5 46.5 68.5 76.5
m m m m
Object : -Taxiwaye 13.5 19.5 28.5 42.5 46.5
m m m m m
-Aircraft Stand Taxilane 12 m 16.5 24.5 36 m 40 m
m m
Maximum Pavement 3% 3% 1.5 % 1.5 % 1.5 %
Longtudinal
Slope of Change in Slope (% per m) 1 / 25 1 / 25 1 / 30 1 / 30 1 / 30
Taxiway
Taxiway Pavement 2% 2% 1.5 % 1.5 % 1.5 %
Graded Portion of Taxiway
Maximum 3% 3% 2.5 % 2.5 % 2.5 %
Strip-Upwards
Tranversal
Graded Portion of Taxiway
Slope of : 5% 5% 5% 5% 5%
Strip-Downwards
Ungraded Portion of Strip-Upward 5% 5% 5% 5% 5%
Minimum Radius of Longitudinal Vertical Curve 2500m 2500m 3000m 3000m 3000m
150m 200m 300m 300m 300m
f f f f f
Minimum Taxiway Sight Distance
1.5m 2m a 3m a 3m a 3m a
a
I. Taxiway intended to be used by aeroplane with a wheel base equal to or greater than 15 m.
II. Taxiway intended to be used by aeroplane with a wheel base less than 18 m.
III. Taxiway intended to be used by aeroplane with an outer main gear wheel span equal to or greater
than 9 m.
IV. Taxiway intended to be used by aeroplane with an outer main gear wheel span less than 9 m.
V. Taxiway other than an aircraft stand taxilane.

5-19
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Berikut penjelasannya secara terperinci :

a. Lebar Taxiway ( Width of Taxiway )

Sesuai dengan Tabel 5.6, penentuan lebar taxiway ditentukan oleh


kode huruf dan wheel base-nya, dimana bagian memanjang dari
taxiway harus memiliki lebar tidak kurang dari tabel berikut :

Tabel 5.6. Taxiway Width

Code Letter Taxiway Width


A 7.5 m
B 10.5 m
15 m if the taxiway is intended to be used by
C aeroplane
with a wheel base less than 18 m
18 m if the taxiway is intended to be used by
aeroplane
with a wheel base equal to or greater than 18
m
18 m if the taxiway is intended to be used by
D aeroplane
with an outer main gear wheel span of less
than 9 m
23 m if the taxiway is intended to be used by
aeroplane
with an outer main gear span equal to or
greater than 9 m
E 23 m

b. Taxiway curves

Taxiway curves atau lengkung taxiway ialah garis yang terletak tepat di
tengah taxiway yang sedang berkelok. Jarak dari titik pusat rotasi
belokan dengan lengkung taxiway ialah jari-jari belokan tersebut.
Perubahan arah dalam taxiway harus diusahakan sekecil mungkin dan
desain dari taxiway curves harus sedemikian rupa sehingga ketika
pesawat sedang membelok, jarak bebas minimum dari roda utama
terluar pesawat ke tepi taxiway (minimum clearance distance of outer
main wheel to taxiway edge) tidak kurang dari batas yang telah
ditentukan.

5-20
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 5.7. Minimum Wheel Clearance

KODE HURUF TAXIWAY


A B C D E
Jarak bebas minimum dari sisi
4,5 m#
terluar roda utama dengan 1,5 m 2,25 m 4, 5 m 4,5 m
3 m*
perkerasan taxiway
#
Taxiway direncanakan penggunaannya untuk pesawat dengan wheel
base sama atau lebih besar dari 18 m (60 ft)
* Taxiway direncanakan penggunaannya untuk pesawat dengan wheel
base kurang dari 18 m (60 ft).

Bila taxiway curves tak dapat dihindari (ada kelokan pada taxiway),
radius kelokan harus disesuaikan dengan kemampuan manuver pesawat
dan kecepatan pesawat ketika berbelok harus dibatasi agar kecepatan
rencana taxiway dapat terpenuhi. Berikut diberikan data nilai radius
taxiway curves yang dirancang untuk kecepatan rencana tertentu.

Tabel 5.8.
Hubungan Kecepatan Pesawat dengan Jari-Jari Kurva

Kecepatan (km / Jari-jari Kurva


jam) (meter)
16 15
32 60
48 135
64 240
80 375
96 340

Jika direncanakan belokan yang tajam dan radiusnya tidak cukup


memadai untuk memungkinkan roda pesawat tetap berada dalam
perkerasan, maka dibutuhkan pelebaran taxiway sehingga jarak bebas
minimumnya dapat memenuhi persyaratan minimum clearance di atas.

5-21
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Minimum Wheel
Clearance

Extra taxiway
width

Taxiway

X/2

Gambar 5.2. Taxiway Curve

c. Rapid Exit Taxiway

Seperti telah dijelaskan pada awal sub-bab taxiway, exit taxiway ialah
taxiway yang memiliki sudut tertentu sehingga memiliki kecepatan
rencana lebih tinggi daripada kecepatan rencana taxiway pada
umumnya. Rapid exit taxiway sering juga disebut express taxiway.
Tujuan pembuatan rapid exit taxiway ialah mengurangi waktu okupansi
suatu pesawat sehingga runway dapat segera digunakan oleh pesawat
yang lain dan kapasitas aerodrome akan meningkat. Jika derajat
kejenuhan runway pada saat jam sibuk sekitar 25 operasi (baik take off
maupun landing), maka sudut yang tepat untuk exit taxiway
dibutuhkan, atau dengan kata lain rapid exit taxiway dibutuhkan.

Pada runway, didesain dua buah exit taxiway yang menyudut 90°
dengan runway serta sebuah rapid exit taxiway yang menyudut 30°
dengan runway. Jarak rapid exit taxiway ini dari ujung landasan
(dimana pesawat landing) didasarkan pada kebutuhan pesawat-pesawat
dengan kecepatan menempuh threshold sebesar 261 km/h-306
km/jam. Rapid exit taxiway didesain dengan jari-jari putarannya adalah
550 m untuk ARC 4.Kecepatan exit dalam kondisi basah yang
diperbolehkan adalah 93 km/jam.

5-22
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Taxiway Rapid exit taxiway

Radius of turn-off curve

Intersection angle

Runway

Gambar 5.3. Rapid Exit Taxiway

d. Taxiway Shoulders

Taxiway shoulder ialah area yang ditambahkan pada tepi perkerasan


taxiway. Kegunaan utama dari taxiway shoulder ialah untuk mencegah
kerusakan mesin pesawat dari batuan atau benda lain yang tersedot
oleh dan ke dalam mesin pesawat tersebut. Selain itu taxiway shoulderr
juga ditujukan untuk mencegah terjadinya erosi pada tepi perkerasan.
Taxiway strip ialah area termasuk taxiway yang ditujukan untuk
melindungi pesawat yang beroperasi pada taxiway dan untuk
mengurangi resiko kerusakan pesawat akibat tergelincir dari taxiway.

Taxiway shoulders harus ditambahkan untuk taxiway dengan code letter


C, D, dan E. Bahu taxiway harus dibuat simetris di kedua sisi taxiway
dan diukur dari centre line taxiway sehingga lebar keseluruhan dari
taxiway dan bahunya tidak kurang dari:

44 m untuk code letter E,


38 m untuk code letter D, dan
25 m untuk code letter C

Dimana nilai diatas adalah hasil penjumlahan dari

= Lebar taxiway + ( 2 * lebar bahu )

5-23
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

e. Taxiway Strips

Ketentuan mengenai taxiway strips dapat dilihat pada tabel berikut,


dimana taxiway strips berada di kedua sisi taxiway. Angka pada tabel
tersebut adalah lebar strips taxiway untuk masing-masing sisi taxiway

Tabel 5.9.
Taxiway other than aircraft stand taxiline

Code Taxiway other than aircraft stand taxiline,


Letter centre line to object (meters)
A 13.5
B 19.5
C 28.5
D 42.5
E 46.5

f. Kemiringan Taxiway (Taxiway Slope)

i. Kemiringan memanjang (Longitudinal Slope)

Berdasarkan Annex 14 – Aerodromes Chapter 3 Phisical


Characteristic point 3.7.11 yang menyebutkan Longitudinal slope
dari taxiway tidak boleh melebihi nilai:

- 1,5 % untuk code letter C, D, dan E


- 3 % untuk code letter A dan B

Dengan Asumsi bahwa pada perencanaan ini tidak ada perubahan


kemiringan pada taxiway.

Bila perubahan kemiringan taxiway tidak dapat dihindari maka nilai


transisi dari satu slope ke slope yang lain tidak boleh melebihi nilai:

- 1 % per 30 m untuk code letter C, D, dan E


- 1 % per 25 m untuk code letter A dan B

ii. Kemiringan melintang (Transverse Slope)

Transverse slope dari taxiway harus mencukupi sehingga tidak


terjadi genangan air di atas permukaan taxiway, tetapi nilainya tidak
boleh melebihi nilai:

- 1,5 % untuk code letter C, D, dan E


- 2 % untuk code letter A dan B

5-24
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

g. Jarak Minimum Pemisah Taxiway (Taxiway Minimum Separation


Distance)

i. Jarak Minimum Pemisah Taxiway Dengan Taxiway atau Objek

Jarak minimum pemisah taxiway dengan taxiway atau objek lain


pada dasarnya dihitung berdasarkan lebar wing span, deviasi lateral
(lateral deviation), dan penambahan (increment). Secara umum
batasan untuk jarak pemisah taxiway dapat dilihat pada di bawah
ini. Deviasi lateral ialah jarak antara garis tengah pesawat dengan
garis tengah taxiway sebagai hasil dari ketidaktepatan pesawat
berjalan di atas garis tengah taxiway. Ketidaktepatan ini adalah hal
yang normal terjadi sehingga deviasi lateral menunjukkan jarak
yang mungkin digunakan pada operasi normal.

Increment adalah faktor keamanan yang ditambahakan dengan


tujuan memberikan ruang ekstra bagi pesawat yang sedang taxiing.
Nilai increment untuk pesawat yang lebih besar diberi lebih besar
pula karena keputusan yang harus diambil oleh pilot dalam
menentukan jarak bebas (clearance distance) semakin bertambah
sulit seiiring dengan bertambah besarnya ukuran wing span dan
momentum yang dihasilkan oleh pesawat lebih besar sehingga dapat
menyebabkan pesawat meluncur ke tepi taxiway. Berikut diberikan
data minimum separation distance dengan memperlihatkan faktor-
faktor yang berpengaruh.

Tabel 5.10.
Minimum Separation Distance Between Taxiway and Taxiway or Object
Beetwen Formula A B C D E
Taxiway Wing Span (Y) 15 24 36 52 60
centre line + 2x maximum
(or apron lateral deviation (X) 3 4.5 6 9 9
taxi- way + increment (Z) 3 3 4.5 7.5 7.5
centre line) =Seperation Distance 21 31.5 46.5 68.5 76.5
to taxi- way (V)
centre line
Wing Span (Y) 7.5 12 18 26 30
+ 2x maximum
Taxiway
lateral deviation (X) 1.5 2.25 3 4.5 4.5
centre line to
+ increment (Z) 4.5 5.25 7.5 12 12
object
= Seperation Distance 13.5 19.5 28.5 42.5 46.5
(V)
Wing Span (Y) 7.5 12 18 26 30
+ 2x maximum
Aircraft stand
lateral deviation (X) 1.5 1.5 2 2.5 2.5
taxilane
+ increment (Z) 3 3 4.5 7.5 7.5
centre line to
= Seperation Distance 12 16.5 24.5 36 40
object
(V)
All dimensions in meter

5-25
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

W/2
U = Main gear span
U/2
V = Separation distance
W = Taxiway width
V X = Maximum lateral deviation
X Y/2 Y = Wing span
Z
Z = Increment

Gambar 5.4. Jarak Pemisah Antara Taxiway dengan objek

ii. Jarak Minimum Pemisah Taxiway terhadap Runway

Jarak pemisah taxiway dengan runway didasarkan pada lebar strip


dan wing span. Secara umum batasan ini dapat dilihat pada tabel
berikut.

Tabel 5.11.
Minimum Separation Distance Between Taxiway and Runway

Distance between taxiway center line and runway center


line (meters)
Non-Instrument
Code Instrument runway
runway
Letter
Code
Code Number
Number
1 2 3 4 1 2 3 4
A 82.5 82.5 - - 37.5 47.5 - -
B 87 87 - - 42 52 - -
C - - 168 - - - 93 -
D - - 176 176 - - 101 101
E - - - 180 - - - 105

Ada dua pilihan jarak minimum taxiway terhadap runway (diukur


dari garis tengahnya) yaitu untuk instrument runway dan non-
instrument runway.

5-26
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Runway Taxiway

Sw Ws

Gambar 5.5. Jarak Pemisah antara Taxiway dengan Runway

Jarak pemisah minimum : S = 0,5 (Sw + Ws)


Sw = Strip Width (lebar strip)
Ws = Wing-span (bentangan
sayap)

iii. Jarak minimum taxiway terhadap apron taxiway centre line


Nilai jarak ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.11.
Jarak minimum taxiway terhadap apron taxiway centre line

Between Formula A B C D E
Taxiway centre line and wing span (Y) 15 24 36 52 60
taxiway centre line +2x maximum
(apron taxiway centre line and lateral deviation (X) 3 4.5 6 9 9
taxiway centre line) +increment (Z) 3 3 4.5 7.5 7.5
=(V) 21 31.5 46.5 68.5 76.5
Keterangan: Satuan jarak dalam meter.

5-27
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

5.3.2. Standar Teknis Apron

Apron adalah suatu daerah yang ditentukan di dalam aerodrome,


dimaksudkan untuk mengakomodasi pesawat untuk keperluan
menaikkan/menurunkan penumpang atau kargo, pengisian bahan bakar,
penyediaan listrik, parkir, atau perawatan. Berkaitan dengan fasilitas
pengisian bahan bakar, maka bisa dipakai sistem hidran, memakai tanki atau
dengan sistem pit. Luas daerah apron harus didesain sedemikian rupa
sehingga mencukupi kebutuhan aerodrome pada kepadatan maksimumnya.

Secara lengkap, beberapa hal di bawah ini perlu diperhatikan ketika


merencanakan sebuah apron sebagai kelengkapan dari lapangan terbang:

a. Konfigurasi bangunan terminal apakah linier, satelit atau pier finger.

b. Ramalan kebutuhan parkir pesawat selama periode jam puncak dan


informasi mengenai pesawat campuran.

c. Dimensi pesawat, berat dan jari-jari belok.

d. Konfigurasi parkir pesawat.

e. Wing tip Clearance bagi pesawat terhadap pesawat lain atau objek yang
berhenti.

f. Efek jet blast (semburan jet).

g. Instalasi hidran BBM dan lain-lain (sistem hidran BBM, sumber daya listrik,
sistem hidran air, sistem pengatur hawa) yang tetap di apron.

h. Kebutuhan jalan pelayanan apron.

i. Kebutuhan peralatan parkir.

j. Kemiringan apron.

k. Marking apron.

Ada beberapa jenis apron yang dibedakan berdasarkan fungsinya, yaitu:

a. Terminal apron adalah sebuah daerah yang dirancang untuk manuver dan
parkir pesawat yang bersebelahan atau mudah dihubungkan dengan
fasilitas terminal penumpang. Tempat ini digunakan oleh penumpang untuk
naik ke pesawat dari terminal. Sebagai tambahan, dalam fasilitas

5-28
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

pergerakan penumpang, terminal apron digunakan untuk mengisi bahan


bakar dan pemeliharaan pesawat dan untuk menaik-turunkan barang-
barang serta kargo.

b. Cargo apron, adalah apron yang digunakan untuk tempat berhenti dan
menaik-turunkan muatan pesawat yang hanya mengangkut barang-
barang, kargo, surat, dan sejenisnya tanpa penumpang. Pemisahan dengan
terminal apron disebabkan oleh perbedaan fasilitas yang harus disediakan
di kedua apron tersebut.

c. Parking apron. Sebuah lapangan terbang dapat memiliki sebuah tempat


parkir khusus (Parking Apron) untuk pesawat sekiranya pesawat tersebut
harus berada di lapangan terbang tersebut untuk jangka waktu yang
panjang. Apron ini bisa digunakan untuk melakukan perawatan ringan
pesawat. Penempatan parking apron haruslah sedekat mungkin dengan
terminal apron, karena pergerakan pesawat yang paling besar
intensitasnya akan terjadi antara kedua apron ini, agar pergerakan
pesawat yang akan keluar masuk kedua apron menjadi mudah.

d. Service and Hangar Apron. Service apron adalah suatu tempat terbuka
untuk melakukan perawatan serta perbaikan terhadap pesawat dan
lokasinya berdekatan dengan hangar pemeliharaan. Sedangkan hangar
apron adalah sebuah lokasi pemindahan pesawat dari dan menuju hangar.

e. General aviation apron. Digunakan untuk urusan bisnis maupun


penerbangan pribadi, dibutuhkan beberapa kategori dari apron untuk
mendukung berbagai kegiatan penerbangan umum.

f. Itinerant apron. Digunakan untuk parkir sementara pesawat dan mengisi


bahan bakar dari Itinerant general aviation aircraft.

g. Based aircraft aprons or tiedowns. Suatu general aviation aircraft


membutuhkan hangar terbuka. Apron ini dapat saja mempunyai
perkerasan maupun tidak, tergantung pada ukuran pesawat dan kondisi
cuaca setempat

Aircraft stand adalah daerah pada apron yang dimaksudkan untuk memarkir
pesawat. Jarak minimum dari sebuah pesawat yang berada dalam aircraft
stand dengan bangunan/pesawat/objek lain tidak boleh kurang dari nilai
clearance yang diberikan dalam tabel berikut.

5-29
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 5.12. Clearance of Aircraft Stand

CODE LETTER CLEARANCE (m)


A 3
B 3
C 4,5
D 7,5
E 7,5

1. Ukuran Apron

Ukuran apron tergantung dari tipe dan besar pesawat, ruang yang
dibutuhkan pesawat untuk masuk atau keluar parkir, serta ruang yang
dibutuhkan pesawat untuk berputar. Secara keseluruhan apron harus dapat
menunjang kelancaran lalu lintas di lapangan terbang, terutama di saat
padat. Luas total apron harus mampu menangani lalu lintas bandar udara
pada kondisi kepadatan maksimumnya.

2. Kekuatan Apron

Tiap bagian apron harus dapat menampung lalu lintas lapangan terbang.
Namun ada bagian tertentu dari apron yang bertugas menampung volume
lalu-lintas terpadat serta menampung pesawat yang sedang berhenti atau
bergerak pelan. Sebab itulah apron memerlukan kekuatan yang lebih besar
dibandingkan runway.

3. Kemiringan Apron

Kemiringan suatu apron, termasuk di dalamnya pada tempat berhenti


pesawat, jalur taxi, harus cukup miring sehingga tidak terjadi
penggenangan air di permukaan apron, kemiringan tidak boleh lebih dari
1%. Di daerah pemuatan BBM pesawat, harus diusahakan kemiringan
apron sekitar ½% transversal sumbu pesawat untuk menjamin ketelitian
pengukuran minyak BBM. Kemiringan apron harus menjauhi bangunan
terminal, terutama di daerah pengisian minyak.

4. Letak Apron

Jarak antara apron dengan gedung terminal atau bangunan lain pada
lapangan terbang harus dibuat secukup mungkin untuk kenyaman
penumpang saat melakukan pergerakan. Untuk pesawat yang berkode
huruf D, jarak minimum apron dengan bangunan lain adalah 7,5 meter.

5-30
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

5. Operasi Runway

Operasi runway menggunakan tipe precision approach. Untuk pesawat


yang berkode nomor 4, jarak minimum dari garis tengah runway ke
holding bay atau taxi-holding position adalah 90 meter.

6. Konfigurasi Parkir Pesawat

a. Nose-in /Angled nose-in

Pada konfigurasi seperti ini pesawat menghadap terminal.

Kelebihan:

i. Semburan jet tidak ke terminal sebab hidung pesawat yang


menghadap ke terminal.

ii. Kebisingan saat mau parkir lebih kecil sebab yang menghadap
terminal hidungnya bukan bagian belakang.

iii. Penumpang yang turun lebih dekat ke terminal.

iv. pesawat tidak mengalami kesulitan saat bermanuver, sehingga


kemungkinan terjadinya kesalahan saat merapat ke terminal apron
dapat diperkecil

Kekurangan:

i. Dibutuhan banyak tenaga untuk berputar keluar sebab pada saat itu
pesawat penuh muatan (termasuk di dalamnya penumpang)
sehingga semburan jet lebih banyak yang mengenai gedung
terminal.

ii. Kebisingan yang besar langsung mengarah ke terminal saat pesawat


mau keluar sebab saat itu pesawat dipenuhi muatan yang
memperbesar kerja mesin pesawat.

iii. Pintu muatan bagian belakang pesawat jauh dari gedung terminal.

iv. pada saat pesawat akan pergi terjadi bunyi frekuensi tinggi yang
mengarah ke gedung terminal. Karenanya pada saat akan pergi
sebaiknya pesawat dijauhkan terlebih dahulu dengan cara
dimundurkan menggunakan kendaraan/mobil pandu.

5-31
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Gambar 5.6. Konfigurasi Parkir Nose In

b. Nose Out/Angle Nose Out.

Pada konfigurasi seperti ini pesawat membelakangi terminal.

Kelebihan:

i. Putar balik pesawat dilakukan ketika memasuki apron. Pada saat


tersebut pesawat memiliki momentum dan berat teringan karena
belum diisi penumpang dan barang. Akibatnya daya yang
dibutuhkan untuk berputar relatif kecil sehingga semburan dan suara
yang dihasilkanpun juga relatif kecil.

ii. Suara frekuensi tinggi yang dihasilkan pesawat tidak mengarah ke


gedung terminal.

iii. Pintu masuk bagian belakang pesawat dekat dengan gedung


terminal.

iv. Keseluruhan luas apron yang dibutuhkan lebih sedikit daripada


konfigurasi parkir pesawat yang lain

Kekurangan:

A. Ketika meninggalkan apron untuk melakukan taxiing untuk take


off, semburan jet mengarah langsung ke gedung terminal dan
demikian pula dengan suara yang dihasilkan pada saat ini akan
langsung mengarah ke gedung terminal.

B. Pintu depan pesawat jauh dari gedung terminal.

5-32
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

c. Parallel.

Pada konfigurasi seperti ini pesawat sejajar dengan terminal.

Kelebihan:

i. Tingkat kebisingan yang rendah pada saat taxiing in karena pesawat


tidak perlu berbelok.
ii. Tidak ada semburan dari mesin pesawat yang mengarah ke terminal
pada saat taxiing in.

Kekurangan:

i. Kedua pintu, baik depan maupun belakang jauh dari apron.


ii. Konfigurasi parkir seperti ini memerlukan lahan parkir yang cukup
luas di apron karena posisinya yang sejajar dengan apron banyak
menyita tempat.

Gambar 5.7. Konfigurasi Parallel

7. Sistem Parkir Pesawat

a. Linier System.

Sistem parkir linier cocok digunakan untuk lapangan terbang kecil


dengan jumlah pesawat yang sedikit karena sederhana dan ekonomis,
dimana jarak dari bangunan terminal ke posisi stand pesawat adalah
dekat.

b. Pier System.

Sistem pier berdasarkan bentuk dan jumlahnya dapat dibagi lagi


menjadi single pier (straight) system, multiple pier system, T-shape pier
system, Y-shape pier system.

5-33
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

TERMINAL

Gambar 5.8. Sistem Parkir Pier

c. Open Apron System

Pada sistem ini pesawat diparkir jauh berbaris dari bangunan terminal.
Akses ke pesawat dibantu oleh kendaraan transporter,misalnya bis.

d. Satellite System

Konsep sistem satelit dikembangkan untuk membebaskan apron dari


halangan-halangan dan untuk memungkinkan bentuk parkir pesawat
yang lebih tersusun rapi. Walaupun begitu penggunaan konsep ini
menyebabkan penumpang harus berjalan jauh ke pesawat. Alat
transportasi tambahan (seperti kereta, moving sidewalk) dapat
mengatasi masalah ini, tetapi menimbulkan biaya baru. Konsep ini
efektif untuk annual departure tinggi. Sistem satelit cocok untuk jumlah
pesawat yang banyak namun biayanya mahal.

91 m
49 m
Satellite

76 m
Tunnel
: pesawat
BAGGAGE CLAIM AND TICKETING FACILITIES

Gambar 5.9. Konfigurasi parkir sistem satelit


5-34
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

8. Jumlah Pintu Gerbang

Untuk menghitung jumlah pintu gerbang di apron, diperlukan data-data


sebagai berikut :

a. Jumlah hari dalam 1 tahun


b. Jam operasi pesawat
c. Volume jam puncak (V)
d. Waktu okupansi (T)
Waktu okupansi merupakan waktu terlama yang diizinkan bagi
pesawat untuk berhenti di apron.
e. Faktor penggunaan (μ)
f. Annual Traffic

Jumlah gate (G) dihitung dengan rumus:

V *T
G =
μ

Jumlah pintu tersebut sama dengan pesawat yang harus mampu


ditampung oleh apron.

9. Perkiraan Luas Apron

Untuk menghitung dan merrencanakan luas apron, terlebih dahulu dihitung


luas satu pesawat (aircraft size) dengan rumus sebagai berikut:

L AZ = L * D ,
di mana L = length of aircraft + 2clearance
D = wingspan + 2clearance

5.3.3. Hasil Perhitungan Kebutuhan Dimensi Taxiway dan Apron

Berbeda dengan dimensi runway, pada taxiway dan apron dimensi yang
diperlukan akan sama untuk setiap bandara. Perbedaan ini disebabkan karena
panjang runway dipengaruhi oleh elevasi lokasi, suhu dan kemiringan runway.
Sedangkan taxiway dan apron hanya dipengaruhi oleh karakteristik pesawat
yang akan menggunakannya. Berdasarkan standat teknis di atas maka dapat
disimpulkan spesifikasi teknis dimensi taxiway dan apron sebagai berikut.

5-35
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 5.13.
Spesifikasi Teknis Dimensi Taxiway dan Apron

No Parameter Teknis Nilai/Keterangan


Taxiway
1 Tipe Normal Taxiway, sbg jalur pesawat
dari runway ke apron.
2 Panjang 100 m
3 Lebar 15 m
4 Taxiway curve, minimum wheel 3 m
clearance
5 Shoulder 25 m
6 Strip 28,5 m
7 Longitudinal slope 1,5%
8 Transverse slope 1,5%
Apron
1 Tipe Terminal apron
2 Panjang 150 m
3 Lebar 60 m
4 Clearance of aircraft stand 4,5 m
5 Slope 1,5%

5.3.4. Hasil Perhitungan Kebutuhan Struktur Taxiway dan Apron

Struktur taxiway dan apron umumnya dipengaruhi oleh jenis material yang
digunakan dan tanah dasar yang mendukungnya. Hingga laporan sementara
ini pengujian lapangan belum sepenuhnya selesai oleh karena itu diambil nilai
awal yang sama dengan desain runway. Dengan demikian kebutuhan minimal
tebal perkerasan taxiway dan apron dapat dilihat pada Gambar 5.1.

5-36
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

6.1. Kriteria Teknis

Outer Horizontal Surface

Conical Surface

Deskripsi – suatu kemiringan permukaan ke arah atas dan luar dari batas
yang mengelilingi inner horizontal surface

Karakteristik – Conical Surface terdiri dari :

a. Untuk bagian bawah, batas tepi/pinggir bertemu/berhimpitan


dengan keliling/batas luar inner horizontal surface.
b. Sedangkan untuk bagian atasnya ; bagian tepi/pinggirnya terletak
pada ketinggian tertentu di atas inner horizontal surface.

Kemiringan conical surface diukur secara tegak lurus terhadap batas


vertikal yang mengelilingi inner horizontal surface

Inner horizontal surface

Deskripsi – suatu permukaan yang terletak pada bidang horizontal di atas


aerodrome dan daerah sekelilingnya.

Laporan Akhir
6-1
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Karakteristik – radius atau batasan luar dari inner horizontal surface dapat
diukur dari titik acuan atau titik yang telah ditentukan untuk tujuan
pengukuran tersebut.

Catatan - Bentuk inner horizontal surface tidak harus lingkaran. Panduan


untuk menentukan luas inner horizontal surface terdapat di The Airport
service manual, Part 6

Tinggi inner horizontal surface dapat diukur di atas sebuah ketinggian


datum yang telah ditentukan untuk tujuan pengukuran tersebut.

Catatan - Panduan untuk menentukan titik acuan tersebut terdapat di The


Airport service manual, Part 6

Approach Surface

Deskripsi – sebuah area yang mendaki (seperti lereng) atau kombinasi dari
area threshold yang telah ada sebelumnya

Karakteristik – Batasan Approach Surface terdiri dari :

a. sebuah sisi dalam dengan panjang tertentu yang membentuk sudut


horizontal terhadap perpanjangan garis tengah runway yang
memiliki jarak tertentu sebelum threshold
b. dua sisi yang dimulai dari akhir garis di point a dan mengarah keluar
secara seragam dengan tingkat divergensi tertentu dari
perpanjangan garis tengah runway dan
c. sisi luar yang paralel dengan sisi dalam

Elevasi dari sisi dalam sama dengan elevasi dari titik tengah threshold

Kemiringan Approach Surface dapat diukur pada bidang vertikal yang di


dalamnya terdapat garis tengah runway.

Inner Approach Surface

Deskripsi – suatu area segi empat yang merupakan bagian Approach


Surface yang melampaui threshold

Laporan Akhir
6-2
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Karakteristik – Batasan Inner Approach Surface terdiri dari :

a. suatu garis pertemuan bagian dalam dengan lokasi sisi dalam dari
Approach surface tetapi dengan panjang tertentu dari inner approach
surface.
b. dua sisi yang dimulai dari akhir bagianj sisi dalam dan mengarah
keluar sejajar dengan bidang vertikal yang di dalamnya terdapat
garis tengah runway.
a. sisi luar yang paralel dengan sisi dalam

Transitional surface

Deskripsi – Suatu permukaan kompleks sepanjang sisi strip dan bagian dari
sisi approach surface, kemiringannya mengarah ke atas dan sekaligus
keluar ke arah inner horizontal surface.

Karateristik – Batasan transitional surface terdiri dari :

a. bagian tepi bawah dimulai pada perpotongan sisi approach surface


dengan inner horizontal surface dan berlanjut ke bawah ke sisi
approach surface dan dari bagian itu sepanjang strip sejajar dengan
garis tengah runway.
b. bagian tepi atas terletak pada bidang inner horizontal surface.

Ketinggian/elevasi titik pada sisi bawah adalah :

a. sepanjang sisi approach surface – sama dengan elevasi approach


surface pada titik tersebut ; dan
b. sepanjang strip – sama dengan elevasi titik terdekat pada garis
tengah runway atau perpanjangannya.

Catatan – Sebagai hasil dari b transitional surface sepanjang strip dapat


dibelokkan jika profil runway juga dibelokkan, atau dapat berupa bidang
datar jika profil runway berupa garis lurus. Perpotongan transitional
surface dengan inner horizontal surface juga dapat berupa
tikungan/belokan atau garis lurus tergantung dari profil runway.

Kemiringan transitional surface dapat diukur pada sebuah bidang vertikal


pada sudut kanan ke garis tengah runway.

Laporan Akhir
6-3
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Inner Transitional surface

Catatan – Hal ini dimaksudkan bahwa inner horizontal surface dapat


mengontrol obctacle limitation surface untuk pertolongan navigasi, pesawat
terbang dan kendaraan lain yang berada dekat dengan runway dan yang tidak
boleh masuk kecuali untuk frangibly mounted objects. Transitional surface
yang dijelaskan di 4.1.13 dimaksudkan untuk tetap sebagai pengontrol
obstacle limitation surface untuk bagunan-bangunan/gedung-gedung, dsb.

Deskripsi – Suatu permukaan sama dengan transitional surface namun lebih


dekat dengan runway.

Karateristik – Batasan inner transitional surface terdiri dari :

a. Bagian tepi bawah dimulai pada akhir inner approach surface dan
berlanjut ke bawah ke sisi inner approach surface lalu berlanjut ke
bagian tepi dalam permukaan tersebut, dari lokasi tersebut sepanjang
strip sejajar dengan garis tengah runway ke bagian tepi dalam balked
landing surface dan dari tempat itu mengarah ke atas sepanjang sisi
balked landing surface ke titik di mana sisinya berpotongan dengan
inner horizontal surface, dan
b. Bagian tepi atas terletak di bidang inner horizontal surface.

Elevasi titik pada bagian tei bawah adalah :

a. sepanjang sisi inner approach surface dan balked landing surface –


sama dengan ketinggian permukaan pada titik tersebut, dan
b. sepanjang strip – sama dengan elevasi titik terdekat pada garis tengah
runway atau perpanjangannya.

Catatan – Sebagai hasil dari b transitional surface sepanjang strip dapat


dibelokkan jika profil runway juga dibelokkan, atau dapat berupa bidang
datar jika profil runway berupa garis lurus. Perpotongan transitional
surface dengan inner horizontal surface juga dapat berupa
tikungan/belokan atau garis lurus tergantung dari profil runway.

Kemiringan inner transitional surface dapat diukur di bidang vertikal pada


sudut kanan ke garis tengah runway.

Laporan Akhir
6-4
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Balked Landing Surface

Deskripsi – sebah bidang yang mendaki (seperti lereng) yang terletak pada
jarak tertentu setelah threshold, diperpanjang di antara inner transitional
surface.

Karateristik – Batasan balked landing surface terdiri dari

a. Tepi bagian dalam datar dan tegak lurus terhadap garis tengah
rnway dan terletak pada jarak tertentu setelah threshold.

b. Dua sisi dimulai/diawali pada akhir tepi bagian dalam dan mengarah
keluar secara seragam pada tingkat divergensi tertentu dari bidang
vertikal yang di dalamnya terdapat garis tengah runway ; dan

c. Tepi bagian luar sejajar dengan tepi bagian dalam dan terletak di
bidang inner horizontal surface.

Ketinggian tepi bagian dalam sama dengan ketinggian garis tengah runway
pada lokasi tepi bagian dalam.

Kemiringan balked landing surface dapat diukur di bidang vertikal yang di


dalamnya terdapat garis tengah runway.

Take-off climb surface

Deskripsi – sebuah bidang yang mendaki (seperti lereng) atau permukaan


tertentu lainnya di luar akhir dari sebuah runway atau clearway.

Karateristik – Batasan take-off climb surface terdiri dari :

a. Tepi bagian dalam datar dan tegak lurus terhadap garis tengah
runway dan terletak pada jarak tertentu di luar akhir dari runway
atau akhir dari clearway jika ada dan panjangnya melebihi jarak
tertentu
b. Dua sisi dimulai/diawali di akhir tepi bagian dalam mengarah keluar
seara seragam dengan tingkat divergensi tertentu dari take-off track
ke lebar akhir tertentu dan berlanjut dari lebar tersebut untuk sisa
panjang take-off climb surface, dan
c. Tepi bagian luar datar dan tegak lurus terhadap take-off track
tertentu.

Laporan Akhir
6-5
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Ketinggian tepi bagian dalam sama dengan titik tertinggi pada


perpanjangan garis tengah rnway antara akhir runway dan tepi bagian
dalam, keuali bahwa jika ada clearway yang disediakan, ketinggian sama
dengan titik tertinggi pada dasar garis tengah clearway.

Untuk kasus take-off flight path yang lurus, kemiringan take-off climb
surface dapat diukur pada bidang datar yang di dalamnya terdapat garis
tengah runway.

Untuk kasus take-off flight path yang terdapat belokan di dalamnya, take-
off climb surface dapat berupa permukaan yang kompleks yang terdiri dari
garis normal horizontal ke garis tengahnya, dan kemiringan garis tengah
sama dengan take-off flight path yang lurus.

Obstacle Limitation Requirements

Catatan – Persyaratan untuk obstacle limitation surface ditentukan sebagai


dasar dari maksud penggunaan runway, take-off atau landing dan tipe
pendekat, dan dimaksudkan untuk dapat diterapkan ketika pembuatan
runway. Untuk kasus dimana operasi dilakukan ke atau dari kedua arah
runway, kemudian fungsi dari permukaan tersebut dapat diabaikan karena ada
persyaratan yang lebih ketat dari permukaan yang lebih bawah lainnya.

Non-instrument runways

Obstacle limitation surface di bawah ini digunakan untuk non-instrument


runway :
conical surface
inner horizontal surface
approach surface and
transitional surfaces

Tinggi dan kemiringan permukaan tidak boleh lebih dari dan dimensi
lainnya tidak boleh kurang dari, tercantum dalam table 4-1.

Object baru atau perlengkapan dari object yang telah ada sebelumnya
tidak boleh diijinkan di atas sebuah pendekat atau transitional surface
kecuali jika, mendapat ijin atau rekomendasi dari appropriate authority,
object baru atau perlengkapannya dilindungi oleh sebuah object yang telah
ada yang tidak dapat dipindahkan.

Laporan Akhir
6-6
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Catatan – Pada kondisi-kondisi di mana pelindung utama bisa


digunakan/diterapkan dengan suatu alasan, dijelaskan di Airport Services
Manual, Part 6.

Rekomendasi- Object baru atau perlengkapan dari object yang telah ada
tidak boleh diijinkan berada di atas conical surface atau inner horizontal
surface kecuali jika, ada rekomendasi dari pihak yang berwenang, object
tersebut dapat dilindungi oleh object yang telah ada yang tidak dapat
dipindahkan, atau setelah studi tentang penerbangan telah menentukan
bahwa object tersebut tidak akan mempengaruhi keselamatan atau
memberikan pengaruh yang signifikan pada operasi pesawat terbang
reguler.

Rekomendasi – Object yang telah ada di atas beberapa permukaan yang


disyaratkan pada 4.2.1 sejauh ini dapat dihilangkan kecuali jika, ada
rekomendasi dari pihak yang berwenang, object dilindungi oleh object yang
telah ada yang tidak dapat dipindahkan, atau setelah studi tentang
penerbangan memutuskan bahwa object tersebut tidak akan
mempengaruhi keselamatan atau memberikan pengaruh yang signifikan
pada operasi pesawat terbang reguler.

Catatan – Karena kemiringan tranversal dan longitudinal pada sebuah strip,


untuk kasus tertentu tepi dalam atau bagian dari tepi dalam approach surface
dapat di bawah elevasi strip yang bersangkutan. Hal ini tidak dimaksudkan
bahwa strip digradasikan untuk membentuk dengan tepi dalam approach
surface, dan juga tidak dimaksudkan bahwa dataran atau object yang berada
di atas approach suraface di luar akhir dari strip, tetapi di bawah
level/ketinggian strip, dapat dibuang/dipindahkan jika setelah
dipertimbangkan hal tersebut dapat membahayakan pesawat.

Rekomendasi- Sebagai pertimbangan untuk tujuan konstruksi, dana harus


dialokasikan untuk kemungkinan pengembangan ke depan dari instrument
runway dan persyaratan yang harus dipenuhi untuk obctacle limitation
surface yang lebih ketat.

Non-precision approach runways

Obstacle limitation surface di bawah ini digunakan untuk sebuah non-


precision approach runway :
conical surface
inner horizontal surface
approach surface
transitional surfaces
Laporan Akhir
6-7
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tinggi dan kemiringan permukaan tidak boleh lebih dari, dan dimensi
lainnya tidak boleh kurang dari, seperti yang telah ditentukan di table 4-1,
kecuali untuk kasus potongan horisontal approach surface (lihat 4.2.9)

Approach surface harus datar di luar titik pada kemiringan 2.5 %


memotong :

a. Bidang horisontal 150 meter di atas elevasi threshold


b. Bidang horisontal yang melewati bagian atas beberapa object yang
melampaui batas bebas obstacle.
Tergantung mana yang lebih tinggi.

Object baru atau perlengkapan object yang telah ada tidak boleh berada di
atas approach surface setinggi 3000 m dari tepi dalam atau di atas
transitional surface kecuali jika, ada izin atau rekomendasi dari pihak yang
berwenang, object baru atau perlengkapannya dapat dilindungi oleh object
yang tidak dapat dipindahkan yang telah ada sebelumnya.

Catatan - Pada kondisi-kondisi di mana pelindung utama bisa


digunakan/diterapkan dengan suatu alasan, dijelaskan di Airport Services
Manual, Part 6.

Rekomendasi – Object baru atau perlengkapannya dari object yang telah


ada sebelumnya tidak diijinkan berada di atas approach surface di luar
3000 m dari tepi dalam, conical surface atau inner horizontal surface
kecuali jika, ada rekomendasi/ijin dari pihak berwenang, object tersebut
dapat dilindungi oleh objet yang tidak dapat dipindahkan yang telah ada
sebelumnya, atau setelah studi tentang penerbangan memutuskan bahwa
object tersebut tidak akan mempengaruhi keselamatan atau memberikan
pengaruh yang signifikan pada operasi pesawat terbang reguler.

Rekomendasi - Object yang telah ada di atas beberapa permukaan yang


disyaratkan pada 4.2.1 sejauh ini dapat dihilangkan kecuali jika, ada
rekomendasi dari pihak yang berwenang, object dilindungi oleh object yang
telah ada yang tidak dapat dipindahkan, atau setelah studi tentang
penerbangan memutuskan bahwa object tersebut tidak akan
mempengaruhi keselamatan atau memberikan pengaruh yang signifikan
pada operasi pesawat terbang reguler.

Catatan - Karena kemiringan tranversal dan longitudinal pada sebuah strip,


untuk kasus tertentu tepi dalam atau bagian dari tepi dalam approach surface
dapat di bawah elevasi strip yang bersangkutan. Hal ini tidak dimaksudkan

Laporan Akhir
6-8
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

bahwa strip digradasikan untuk membentuk dengan tepi dalam approach


surface, dan juga tidak dimaksudkan bahwa dataran atau object yang berada
di atas approach suraface di luar akhir dari strip, tetapi di bawah
level/ketinggian strip, dapat dibuang/dipindahkan jika setelah
dipertimbangkan hal tersebut dapat membahayakan pesawat.

Precision approach runways

Catatan 1 – Lihat 8.6 untuk informasi mengenai peletakan dan konstruksi


perlengkapan dan instalasi-instalasi pada area operasional.

Catatan 2 – Panduan obstacle limitation surface untuk precision approach


runways diberikan di Airport Services Manual, Part 6.

Obstacle limitation surface yang diberikan dibawah digunakan untuk suatu


precision approah runway kategori 1 :

conical surface
inner horizontal surface
approach surface
transitional surfaces

Rekomendasi – Obstacle limitation surface di bawah ini seharusnya


digunakan untuk suatu precision approach runway kategori 1 :

innner approach surface


inner transitional surface;, dan
balked landing surface

Obstacle limitation surface di bawah ini dapat digunakan untuk precision


approach surface kategori II dan III

Conical surface
Inner horizontal surface
Approach surface dan inner approach surface
Transitional surfaces
Inner transitional surfaces, dan
Balked landing surface

Tinggi dan kemiringan permukaan tidak boleh lebih dari, dan dimensi yang
lain tidak boleh kurang dari, terantum dalam table 4-1, kecuali untuk kasus
potongan horisontal dari approach surface (lihat 4.2.17)

Laporan Akhir
6-9
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Approach surface berupa bidang horisontal melewati titik dengan


kemiringan 2.5 % memotong :

a. bidang horisontal, 150 meter di atas elevasi threshold atau


b. Bidang horisontal yang melewati bagian atas beberapa object yang
melampaui batas bebas obstacle.

Tergantung mana yang lebih tinggi.

Sebuah object yang bersifat tetap tidak diijinkan berada di atas inner
approach surface, inner horizontal surface atau balked landing surface,
kecuali untuk object yang ditempelkan karena fungsinya maka object
tersebut harus diletakkan/ditempatkan di strip. Object yang dapat
berpindah tidak diijinkan berada di atas permukaan tersebut selama
penggunaan runway untuk pendaratan.

Object baru atau perlengkapan dari object yang telah ada sebelumnya
tidak boleh diijinkan di atas sebuah pendekat atau transitional surface
kecuali jika, mendapat ijin atau rekomendasi dari appropriate authority,
object baru atau perlengkapannya dilindungi oleh sebuah object yang telah
ada yang tidak dapat dipindahkan.

Catatan - Pada kondisi-kondisi di mana pelindung utama bisa


digunakan/diterapkan dengan suatu alasan, dijelaskan di Airport Services
Manual, Part 6.

Rekomendasi- Object baru atau perlengkapan dari object yang telah ada
tidak boleh diijinkan berada di atas conical surface atau inner horizontal
surface kecuali jika, ada rekomendasi dari pihak yang berwenang, object
tersebut dapat dilindungi oleh object yang telah ada yang tidak dapat
dipindahkan, atau setelah studi tentang penerbangan telah menentukan
bahwa object tersebut tidak akan mempengaruhi keselamatan atau
memberikan pengaruh yang signifikan pada operasi pesawat terbang
reguler.

Rekomendasi - Object yang telah ada di atas approah surface, transitional


surface, conical surface dan inner horizontal surface sejauh ini dapat
dihilangkan kecuali jika, ada rekomendasi dari pihak yang berwenang,
object dilindungi oleh object yang telah ada yang tidak dapat dipindahkan,
atau setelah studi tentang penerbangan memutuskan bahwa object
tersebut tidak akan mempengaruhi keselamatan atau memberikan
pengaruh yang signifikan pada operasi pesawat terbang reguler.

Laporan Akhir
6-10
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Catatan - Karena kemiringan tranversal dan longitudinal pada sebuah strip,


untuk kasus tertentu tepi dalam atau bagian dari tepi dalam approach surface
dapat di bawah elevasi strip yang bersangkutan. Hal ini tidak dimaksudkan
bahwa strip digradasikan untuk membentuk dengan tepi dalam approach
surface, dan juga tidak dimaksudkan bahwa dataran atau object yang berada
di atas approach suraface di luar akhir dari strip, tetapi di bawah
level/ketinggian strip, dapat dibuang/dipindahkan jika setelah
dipertimbangkan hal tersebut dapat membahayakan pesawat.

Take-off runways

Obstacle limitation surface di bawah ini digunakan untuk suatu take-off


runway :

Take-off climb surface

Ukuran/dimensi permukaan tidak boleh kurang dari dimensi yang telah


ditentukan pada table 4-2, kecuali bahwa suatu ukuran yang lebih pendek
dapat diambil untuk take-off climb surface di mana ukuran yang lebih
pendek tersebut dapat konsisten dengan cara mengukur yang diambil
untuk menentukan penerbangan keluar sebuah pesawat terbang.

Rekomendasi – Karateristik operasional dari sebuah pesawat terbang untuk


runway yang dimaksud harus diperiksa untuk melihat jika hal tersebut
dapat diperlukan untuk mengurangi kemiringan yang telah ditentukan di
table 4-2 ketika kondisi operasi kritis harus dilayani. Jika kemiringan yang
ditentukan dikurangi, menyesuaikan perubahan pada panjang take-off
climb surface harus dibuat sehingga dapat sebagai perlindungan sampai
dengan ketinggian 300 m.

Catatan – Ketika kondisi lokal berbeda sangat jauh dengan kondisi atmosfer
standar permukaan air laut, sebaiknya kemiringan yang telah ditentukan
dalam table 4-2 dikurangi. Tingkat pengurangan ini tergantung pada
perbedaan antara kondisi lokal dan kondisi atmosfer standar permukaan air
laut, dan pada karateristik performance dan persyaratan operasional dari
pesawat terbang untuk suatu runway yang dimaksud.

Object baru atau perlengkapan dari object yang telah ada sebelumnya
tidak boleh diijinkan di atas sebuah pendekat atau transitional surface
kecuali jika, mendapat ijin atau rekomendasi dari appropriate authority,

Laporan Akhir
6-11
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

object baru atau perlengkapannya dilindungi oleh sebuah object yang telah
ada yang tidak dapat dipindahkan.

Catatan - Pada kondisi-kondisi di mana pelindung utama bisa


digunakan/diterapkan dengan suatu alasan, dijelaskan di Airport Services
Manual, Part 6.

Rekomendasi – Jika tidak ada object yang menjangkau 2 persen (1:50)


take-off climb surface, object baru harus dibatasi untuk mempertahankan
permukaan obstacle bebas atau suatu permukaan ke bawah ke suatu
kemiringan 1.6 persen.

Rekomendasi – Object yang telah ada dan terbentang di atas take-off climb
surface sejauh ini dapat dihilangkan kecuali jika, ada rekomendasi dari
pihak yang berwenang, object dilindungi oleh object yang telah ada yang
tidak dapat dipindahkan, atau setelah studi tentang penerbangan
memutuskan bahwa object tersebut tidak akan mempengaruhi
keselamatan atau memberikan pengaruh yang signifikan pada operasi
pesawat terbang reguler.

Catatan - Karena kemiringan tranversal dan longitudinal pada sebuah strip,


untuk kasus tertentu tepi dalam atau bagian dari tepi dalam approach surface
dapat di bawah elevasi strip yang bersangkutan. Hal ini tidak dimaksudkan
bahwa strip digradasikan untuk membentuk dengan tepi dalam approach
surface, dan juga tidak dimaksudkan bahwa dataran atau object yang berada
di atas approach suraface di luar akhir dari strip, tetapi di bawah
level/ketinggian strip, dapat dibuang/dipindahkan jika setelah
dipertimbangkan hal tersebut dapat membahayakan pesawat.

Objects outside the obstacle limitation surface

Rekomendasi – sebuah perencanaan harus dibuat untuk membolehkan pihak


yang berwenang untuk dapat dikonsultasikan mengenai tujuan konstruksi di
luar batas obstacle limitation surface yang diperpanjang di atas ketinggian
ditetapkan oleh pihak berwenang, agar mengijinkan sebuah studi
penerbangan tentang pengaruh dari konstruksi tersebut pada operasi pesawat
terbang.

Rekomendasi – Pada sebuah luasan di luar batas obstacle limitation surface,


minimal object tersebut ketika diperpanjang sampai sebuah ketinggian 150 m

Laporan Akhir
6-12
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

atau lebih di atas elevasi dasar harus dianggap sebagai obstacles, kecuali
suatu studi tentang penerbangan mengindikasikan bahwa hal tersebut bukan
merupakan bahaya bagi pesawat terbang.

Catatan – Studi ini telah memperhatikan operasi pada dasarnya dan


membedakan antara operasi siang dan malam.

Other objects

Rekomendasi – Objects yang tidak diproyeksikan melalui approach surface


tetapi ada kemungkinan namun mempengaruhi secara berlawanan optimum
sitting atau kinerja pertolongan visual atau non-visual yang seharusnya, dapat
dihilangkan.

Rekomendasi – Apapun yang mungkin, pendapat dari pihak yang berwenang


setelah studi tentang penerbangan, membahayakan pesawat pada area
pergerakan atau di udara antara batas inner horizontal surface dan conical
surface harus dianggap sebagai sebuah halangan/rintangan dan harus
dihilangkan sejauh mungkin.

Catatan – Pada kondisi tertentu, objects yang tidak diproyeksikan di atas


permukaan apapun yang telah disebutkan di 4.1 merupakan bahaya bagi
pesawat terbang, contohnya dimana terdapat satu atau lebih objects yang
terisolasi di sekitar aerodrome.

6.2. KKOP di Lokasi Airstrip Eksisting dan Lokasi Baru

Pada gambar-gambar di bawah ini diilustrasikan KKOP di sekitar wilayah


operasional bandara eksisting dan calon lokasi airstrip baru.

Laporan Akhir
6-13
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Gambar 6.1. KKOP Bandara Malikussaleh (Lhokseumawe)

Laporan Akhir
6-14
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Gambar 6.2. KKOP Bandara Lasikin (Sinabang)

Laporan Akhir
6-15
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Gambar 6.3. KKOP Bandara T. Cut Ali (Tapaktuan)

Laporan Akhir
6-16
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Gambar 6.4. KKOP Bandara Rembele (Takengon)

Laporan Akhir
6-17
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Gambar 6.5. KKOP Bandara Binaka (Gunung Sitoli)

Laporan Akhir
6-18
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Gambar 6.6. KKOP Bandara Kuala Batu (Blang Pidie)

Laporan Akhir
6-19
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Gambar 6.7. KKOP Bandara Lau Laseur (Kutacane)

Laporan Akhir
6-20
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Gambar 6.8. KKOP Bandara Wak

Tinggi : 502.90 Meter Msl


Kondisi aman sampai dengan ketinggian 602.90 Meter Msl.

Dilihat dari kondisi umum, batas utara, selatan, timur dan barat umumnya
berupa lembah. Dengan demikian daerah sekitarnya mempunyai ketinggian
lebih rendah daripada titik acuan (karena lembah, lembah berarti bagian yang
lebih rendah dari suatu perbukitan atau pergunungan).

Dari peta topo, dilihat bahwa garis kontur cenderung rapat, namun kisaran
ketinggian masih sampai dengan 550-an meter, jadi masih tergolong aman
untuk KKOP-nya.

Gambar potongan memanjang dan melintang KKOP daerah Wak dapat dilihat
pada gambar 6.9. Sementara potongan memanjang dan melintang KKOP
untuk daerah lain dapat dilihat lebih jelas pada lampiran F.

Laporan Akhir
6-21
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

GAMBAR POTONGAN

ADA DI FILE DOC-1

Laporan Akhir
6-22
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Gambar 6.11. KKOP Bandara Blang Kejaren

Ketinggian : 1093.8 di atas permukaan laut (titik acuan)

Ketinggian KKOP adalah 100 meter di atas titik acuan, jadi KKOP dinyatakan
aman terhadap kondisi geografis sekitar bila daerah yang masuk KKOP
mempunyai ketinggian di bawah 1193.8 (1093.8 + 100).

Bila dilihat dari peta, garis kontur di sekitar KKOP tidak terlalu rapat, hal
tersebut menunjukkan bahwa kondisi di sekitar lokasi merupakan daerah yang
datar.

Dari kondisi-kondisi di atas bisa disimpulkan bahwa untuk KKOP untuk


bandara Blangkejaren tidak bermasalah.

Laporan Akhir
6-23
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Gambar 6.12. KKOP Bandara Sibigo (P. Simeulue)

Tinggi : 17.36 Meter Msl

Kondisi aman sampai dengan ketinggian 117.36 Meter Msl.

Garis kontur relatif renggang, variasi ketinggian tidak banyak dan relatif datar.
Kisaran ketinggian untuk sekitar wilayah bandara hanya berkisar sampai
dengan 18 meter MSL, sehingga KKOP aman.

Laporan Akhir
6-24
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Gambar 6.13. KKOP Bandara P. Tuanku

Tinggi : 12 Meter Msl

Kondisi aman sampai dengan ketinggian 112 Meter Msl.

Dari peta topo ketinggian wilayah sekitar bandara hanya berkisar sampai
dengan 15 meter, selain itu letak bandara yang berada di tepi daratan (pinggir
laut) mendeskripsikan bahwa lokasi sekitar masih berupa dataran, sehingga
KKOP untuk bandara ini aman.

Laporan Akhir
6-25
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Gambar 6.14. KKOP Bandara Lahewa

Tinggi : 10 Meter Msl

Kondisi aman sampai dengan ketinggian 110 Meter Msl.

Dari peta topo ketinggian di sekitar KKOP berkisar sampai dengan 10.5
meter, jadi masih dalam kondisi aman.

Laporan Akhir
6-26
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Gambar 6.15. KKOP Bandara Sirombu

Tinggi : 105.30 Meter Msl

Kondisi aman sampai dengan ketinggian 205.30 Meter Msl.

Lokasi bandara berada di pinggir pantai, sehingga daerah sekitar relatif


datar. Dilihat dari peta kisaran ketinggian lokasi bandara masih sekitar 100
meter, sehingga KKOP masih aman.

Laporan Akhir
6-27
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Gambar 6.16. KKOP Bandara Teluk Dalam

Tinggi : 47.5 Meter Msl

Kondisi aman sampai dengan ketinggian 147.5 Meter Msl.

Dari peta topo ketinggian di sekitar KKOP berkisar sampai dengan 50


meter, jadi masih dalam kondisi aman.

Laporan Akhir
6-28
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Airstrip yang direncanakan sebagai darurat pendaratan C-130 Hercules ini


perlu didesain menggunakan standar internasional. Dalam hal ini
pengembangan layout bandara harus memperhatikan beberapa hal, antara
lain:

ƒ Peraturan FAA

ƒ Pertimbangan lingkungan

ƒ Dampak kebisingan

ƒ Kondisi tanah dan kontur lokasi

ƒ Halangan buatan dan alamiah

ƒ Pola cuaca tahunan

ƒ Karakteristik ukuran dan performans pesawat rencana

Dalam hal untuk kondisi darurat, tentunya tidak semua pertimbangan di atas
harus terpenuhi. Pertimbangan lebih ditekankan ke faktor teknis seperti
kondisi tanah dan kontur lokasi, halangan buatan dan alamiah serta
karakteristik ukuran dan performans pesawat rencana.

Pada bab ini diberikan secara ringkas penjelasan proses desain layout bandara
pada masing-masing lokasi rencana.

7-1
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

7.1. Layout Runway, Taxiway dan Apron

Bagi bandara-bandara baru, pengembangan layout menjadi lebih mudah


sebab dilakukan di atas areal yang memang belum ada fasilitas sebelumnya
(areal kosong). Sebaliknya bagi bandara eksisting pengembangan mau tidak
mau harus memperhatikan posisi fasilitas eksisting. Tabel-tabel berikut
memberikan penjelasan pengembangan layout bandara-bandara di NAD, P.
Nias dan P. Simeulue.

Tabel 7.1. Arah pengembangan runway


Orientasi Arah Pertimbangan
No Bandara
R/W Pengembangan Halangan Kontur
Bandara Eksisting
1 Malikussaleh, 060-240 - - -
Lhokseumawe
2 Lasikin, 062-242 062 Arah 242 Datar
Sinabang berbatasan
dengan jalan
dan sekolah
3 T. Cut Ali, 138-318 138 Arah 318 Lembah,
Tapak Tuan berbatasan menurun
dengan hutan
bakau
4 Rembele, 090-270 - - -
Takengon
5 Binaka, 090-270 - - -
Gunung Sitoli
6 Kuala Batu, 149-329 149 Arah 329 Datar
Blang Pidie berbatasan
dengan
perumahan
dan kebun
kelapa sawit
7 Lau Lauser, 141-321 - - -
Kutacane
Bandara Baru
8 Lane-Wak, 003-183 - - -
Linge
9 Blang 142-322 - - -
Tenggulun,
Blang Pegayon-
Blang Kejeren
10 Bunon, Sibigo 133-313 - - -
11 Haloban, 030-210 - - -
P.Tuanku
12 Toyolawa- 118-298 - - -
Lahewa
13 Sitelumbanua, 155-335 - - -
Lahomi-
Sirombu
14 Botohilitane, 145-325 - - -
Teluk Dalam

7-2
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

7.2. Layout KKOP

Berdasarkan evaluasi KKOP di bandara eksisting maka terdapat beberapa


KKOP bandara yang harus diperbaiki. Pertimbangan ini mengacu pada sistem
pendaratan di runway dengan kondisi non-instrument runway.

7.3. Layout Integritas Airstrip dengan Jaringan Transportasi Eksisting

Sebagai tumpuan pergerakan orang dalam kondisi darurat bencana, airstrip


yang dikembangkan ini harus mudah mencapai dan dicapai dari jaringan
transportasi eksisting. Dalam hal ini jaringan yang ada umumnya jaringan
darat (jalan) dan jaringan laut (angkutan penyeberangan). Pertimbangan ini
didasarkan pada kebutuhan yang mendesak pergerakan orang keluar dari
lokasi bencana dan menuju lokasi penampungan sementara.

7.4. Jalur Sirkulasi Evakuasi Kondisi Bencana

Jalur sirkulasi dimaksud disini adalah jalur pergerakan


kendaraan/orang/barang untuk mencapai kondisi paling aman dalam situasi
bencana.

7-3
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

8.1. Komponen Biaya

Biaya pembangunan airstrip didasarkan pada harga satuan setempat dan


volume pekerjaan dari analisis sebelumnya. Secara garis besar biaya
dikategorikan menjadi biaya pra konstruksi, biaya saat konstruksi dan biaya
pasca konstruksi. Mengingat bahwa airstrip ini diperuntukkan untuk kondisi
darurat yang dapat diartikan bahwa airstrip tidak dikelola secara komersil
maka faktor teknis menjadi utama dalam kajian ini.

Pada Tabel 8.1 ditunjukkan secara rinci komponen-komponen biaya masing-


masing tahap pembangunan tadi.

Mengingat kondisi masing-masing bandara eksisting dan kondisi baru yang


berbeda maka estimasi biaya ini akan dilakukan secara terpisah. Dalam hal ini
penanganan akan berbeda dengan harga satuan yang berbeda karena berada
sebagian di darat (P. Sumatera) dan sebagian di pulau-pulau (P. Nias, P.
Simeulue dan P. Tuanku).

Laporan Akhir
8-1
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 8.1.
Komponen biaya pembangunan airstrip

Divisi Item Pekerjaan Satuan


I. UMUM 1.1 Mobilisasi Ls

II. DRAINASE 2.1 Pekerjaan Galian Untuk Selokan M3


dan Saluran Air M3
2.2 Pekerjaan Pasangan Batu
dengan Mortar

III. PEKERJAAN TANAH 3.1 (1) Galian Biasa M3


3.2 (1) Urugan Biasa M3

V. PERKERASAN BERBUTIR 5.1 Lapis Pondasi Agregat Kelas A M3


5.2 Lapis Pondasi Agregat Kelas B M3

VI. PERKERASAN ASPAL 6.1 (1) Lapis Resap Pengikat Liter


6.1 (2) Lapis Perekat Liter
6.3 (5) Laston - Lapisan Aus (AC – M2
WC) M3
6.3 (6) Laston – Lapis Pengikat (AC
– BC)
VIII. PENGEMBALIAN KONDISI 8.4 (1) Marka Runway M2
DAN PEKERJAAN MINOR 8.4 (3) Patok Pengarah Buah
IX. PEKERJAAN HARIAN 9.1 Mandor Jam
9.2 Pekerja Jam
9.3 Tukang Kayu, Tukang Batu Jam
9.4 Dump Truck 3-4 m3 Jam
9.5 Truk dengan bak terbuka 3-4 Jam
m3 Jam
9.8 Motor Grader 75 – 100 Hp Jam
9.14 Mesin Gilas Penggetar 5-8 ton Jam
9.15 Pemadat dengan Penggetar Jam
1,5-3 Hp Jam
9.16 Mesin Penggilas Roda Karet 8- Jam
10 ton
9.17 Kompressor 4000 – 1500 l/m
9.20 Jack Hammer

X. PEKERJAAN PEMELIHARAAN 10.1 Pemeliharaan Rutin Ls/km


RUTIN Perkerasan Ls/km
10.2 Pemeliharaan Rutin Bahu Ls/km
Runway Ls/km
10.3 Pemeliharaan Rutin Selokan, Ls/km
Saluran Air, Pemotongan dan
Urugan
10.4 Pemeliharaan Rutin
Perlengkapan Runway

Laporan Akhir
8-2
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

8.2. Analisis Harga Satuan Pekerjaan

Harga dasar bahan dan upah yang diperoleh di lokasi airstrip baru (+eksisting)
umumnya perlu diolah dulu untuk menjadi Harga Satuan Pekerjaan.
Komponen biaya yang diikutsertakan disini meliputi biaya tenaga kerja, biaya
bahan, biaya peralatan dan overhead. Perhitungan harga satuan masing-
masing jenis pekerjaan dapat dilihat di Lampiran. Berikut ini disajikan resume
perhitungan tersebut.

Tabel 8.2. Harga Satuan Pekerjaan

Item Pekerjaan Satuan Wilayah 11) Wilayah 22)


1.1 Mobilisasi Ls 116.023.787,50 232.047.575,00
2.1 Pekerjaan Galian Untuk Selokan M3 21.179,83 42.359,66
dan Saluran Air M3 266.279,93 532.559,86
2.2 Pekerjaan Pasangan Batu dengan
Mortar
3.1 Galian Biasa M3 20.363,44 40.726,88
3.2 Urugan Biasa M3 49.881,19 99.762,38
5.1 Lapis Pondasi Agregat Kelas A M3 165.628,48 331.256,96
5.2 Lapis Pondasi Agregat Kelas B M3 153.955,50 307.911,00
6.1 (1) Lapis Resap Pengikat Liter 3.406,46 6.812,92
6.1 (2) Lapis Perekat Liter 4.220,51 8.441,02
6.3 (5) Laston - Lapisan Aus (AC – M2 40.756,89 81.513,78
WC) M3 899.272,53 1.798.545,06
6.3 (6) Laston – Lapis Pengikat (AC –
BC)
8.4 (1) Marka Runway M2 76.033,99 152.067,98
8.4 (3) Patok Pengarah Buah 63.150,04 126.300,08
9.1 Mandor Jam 8.214,29 16.428,58
9.2 Pekerja Jam 4.928,57 9.857,14
9.3 Tukang Kayu, Tukang Batu Jam 6.571,43 13.142,86
9.4 Dump Truck 3-4 m3 Jam 140.796,14 281.592,28
9.5 Truk dengan bak terbuka 3-4 m3 Jam 94.085,16 188.170,32
9.8 Motor Grader 75 – 100 Hp Jam 207.265,00 414.530,00
9.14 Mesin Gilas Penggetar 5-8 ton Jam 245.094,26 490.188,52
9.15 Pemadat dengan Penggetar 1,5-3 Jam 12.646,75 25.293,50
Hp Jam 235.492,11 470.984,22
9.16 Mesin Penggilas Roda Karet 8-10 Jam 75.104,98 150.209,96
ton Jam 75.000,00 150.000,00
9.17 Kompressor 4000 – 1500 l/m
9.20 Jack Hammer
10.1 Pemeliharaan Rutin Perkerasan Ls/km 18.316.278,41 36.632.556,82
10.2 Pemeliharaan Rutin Bahu Runway Ls/km 1.601.253,91 3.202.507,82
10.3 Pemeliharaan Rutin Selokan, Ls/km 534.294,76 1.068.589,52
Saluran Air, Pemotongan dan Urugan
10.4 Pemeliharaan Rutin Perlengkapan Ls/km 202.163,79 404.327,58
Runway

Catatan:
1) Berlaku untuk daerah: Pulau Sumatera (daratan)
2) Berlaku untuk daerah: P. Nias, P. Simeulue, P. Tuanku

Laporan Akhir
8-3
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

8.3. Estimasi Volume Pekerjaan

Volume pekerjaan dihitung berdasarkan analisis kebutuhan fasilitas menurut


standar yang ada dan menurut pengamatan lapangan. Masing-masing lokasi
pekerjaan memiliki kondisi yang berbeda-beda, namun demikian item
pekerjaan relatif sama. Tabel di bawah ini menampilkan estimasi volume
pekerjaan di masing-masing lokasi rencana.

Tabel 8.3. Estimasi Volume Pekerjaan di Lokasi Eksisting

Item Bandara
Satuan
Pekerjaan 1 2 3 4 5 6 7
1.1 Ls 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
3
2.1 M 597,4 792,0 924,0 132,0 158,4 1.003,2 316,8
2.2 M3 597,4 792,0 924,0 132,0 158,4 1.003,2 316,8
3.1 M3 2.720,0 47.819,3 1.611,8 2.992,0 1.436,5 10.880,0 10.531,5
3.2 M3 0,0 417,8 1.139,4 15,0 18,0 114,0 36,0
5.1 M3 736,0 3.191,3 2.328,8 809,6 388,7 2.944,0 2.849,7
5.2 M3 736,0 3.191,3 2.328,8 809,6 388,7 2.944,0 2.849,7
6.1 (1) Liter 2.133,3 9.250,0 6.750,0 2.346,7 1.126,7 8.533,3 8.260,0
6.1 (2) Liter 914,3 3.964,3 2.892,9 1.005,7 482,9 3.657,1 3.540,0
6.3 (5) M2 3.200,0 13.875,0 10.125,0 3.520,0 1.690,0 12.800,0 12.390,0
6.3 (6) M3 320,0 1.387,5 1.012,5 352,0 169,0 1.280,0 1.239,0
8.4 (1) M2 0 8700 4950 0 0 8700 8050
8.4 (3) Buah 20 20 20 20 20 20 20
9.1 Jam 38,85 18,9 18,9 25,2 28,35 18,9 24,15
9.2 Jam 155,4 75,6 75,6 100,8 113,4 75,6 96,6
9.3 Jam 77,7 37,8 37,8 50,4 56,7 37,8 48,3
9.4 Jam 38,85 18,9 18,9 25,2 28,35 18,9 24,15
9.5 Jam 38,85 18,9 18,9 25,2 28,35 18,9 24,15
9.8 Jam 38,85 18,9 18,9 25,2 28,35 18,9 24,15
9.14 Jam 38,85 18,9 18,9 25,2 28,35 18,9 24,15
9.15 Jam 38,85 18,9 18,9 25,2 28,35 18,9 24,15
9.16 Jam 38,85 18,9 18,9 25,2 28,35 18,9 24,15
9.17 Jam 38,85 18,9 18,9 25,2 28,35 18,9 24,15
9.20 Jam 38,85 18,9 18,9 25,2 28,35 18,9 24,15
10.1 Ls/km 1,85 0,9 0,9 1,2 1,35 0,9 1,15
10.2 Ls/km 1,85 0,9 0,9 1,2 1,35 0,9 1,15
10.3 Ls/km 1,85 0,9 0,9 1,2 1,35 0,9 1,15
10.4 Ls/km 1,85 0,9 0,9 1,2 1,35 0,9 1,15

Bandara 1: Malikussaleh (Lhokseumawe); 2. Lasikin (Sinabang); 3. T. Cut Ali


(Tapaktuan); 4. Rembele (Takengon); 5. Binaka (Gunung Sitoli); 6. Kuala
Batu (Blangpidie); 7. Lau Laseur (Kutacane)

Laporan Akhir
8-4
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 8.4. Estimasi Volume Pekerjaan di Lokasi Baru

Item Bandara
Satuan
Pekerjaan 8 9 10 11 12 13 14
1.1 Ls 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

2.1 M3 5.198,0 6.524,0 4.857,0 7.225,0 4.566,0 4.025,0 5.578,0


2.2 M3 3.526,0 2.365,0 3.215,0 4.562,0 3.655,0 2.845,0 2.658,0

3.1 M3 1.807.226,3 1.389.793,0 116.660,8 110.897,5 178.870,1 87.606,3 195.092,9


3.2 M3 1.534.958,8 942.086,6 21.030,8 4.773,5 830,7 72.194,2 62.278,5

5.1 M3 8.625,0 8.625,0 8.625,0 8.625,0 8.625,0 8.625,0 8.625,0


5.2 M3 8.625,0 8.625,0 8.625,0 8.625,0 8.625,0 8.625,0 8.625,0

6.1 (1) Liter 25.000,0 25.000,0 25.000,0 25.000,0 25.000,0 25.000,0 25.000,0
6.1 (2) Liter 10.714,3 10.714,3 10.714,3 10.714,3 10.714,3 10.714,3 10.714,3
6.3 (5) M2 37.500,0 37.500,0 37.500,0 37.500,0 37.500,0 37.500,0 37.500,0
6.3 (6) M3 3.750,0 3.750,0 3.750,0 3.750,0 3.750,0 3.750,0 3.750,0

8.4 (1) M2 27000 27000 27000 27000 27000 27000 27000


8.4 (3) Buah 20 20 20 20 20 20 20

9.1 Jam 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9


9.2 Jam 75,6 75,6 75,6 75,6 75,6 75,6 75,6
9.3 Jam 37,8 37,8 37,8 37,8 37,8 37,8 37,8
9.4 Jam 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9
9.5 Jam 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9
9.8 Jam 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9
9.14 Jam 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9
9.15 Jam 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9
9.16 Jam 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9
9.17 Jam 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9
9.20 Jam 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9 18,9

10.1 Ls/km 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9


10.2 Ls/km 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
10.3 Ls/km 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
10.4 Ls/km 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9

Bandara: 8. Wak; 9. Blang Kejaren; 10. Sibigo; 11. P. Tuanku; 12. Lahewa;
13. Sirombu; 14. Teluk Dalam

Laporan Akhir
8-5
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

8.4. Estimasi Biaya Pekerjaan Pembangunan (+Pengembangan)


Airstrip

Berdasarkan analisis harga satuan dan perkiraan volume pekerjaan maka


kebutuhan biaya pengembangan dan atau pembangunan airstrip dapat
dihitung. Tabel 8.5 dan Tabel 8.6 menyajikan estimasi biaya pada lokasi
eksisting dan lokasi baru.

Tabel 8.5.
Estimasi Biaya Pengembangan Airstrip di Lokasi Eksisting (1000 Rp)
Item
Pekerjaan 1 2 3 4 5 6 7

1.1 116.023,79 232.047,58 116.023,79 116.023,79 232.047,58 116.023,79 116.023,79


2.1 12.652,06 33.548,85 19.570,16 2.795,74 4.193,61 21.247,61 6.709,77
2.2 159.065,99 421.787,41 246.042,66 35.148,95 52.723 267.132,03 84.357,48
3.1 55.388,56 1.947.532,52 32.820,77 60.927,41 36.565,10 221.554,23 214.457,57
3.2 0,00 41.675,73 56.832,13 748,22 1.122,33 5.686,46 1.795,72
5.1 121.902,56 1.057.123,77 385.707,32 134.092,82 80.474,74 487.610,25 471.991,48
5.2 113.311,25 982.620,98 358.523,87 124.642,37 74.803,13 453.244,99 438.726,99
6.1 (1) 7.267,11 63.019,51 22.993,61 7.993,83 4.797,44 29.068,46 28.137,36
6.1 (2) 3.858,75 33.462,62 12.209,33 4.244,63 2.547,38 15.435,01 14.940,61
6.3 (5) 130.422,05 1.131.003,70 412.663,51 143.464,25 86.098,93 521.688,19 504.977,87
6.3 (6) 287.767,21 2.495.481,27 910.513,44 316.543,93 189.971,32 1.151.068,84 1.114.198,66
8.4 (1) 0,00 1.322.991,43 376.368,25 0,00 0,00 661.495,71 612.073,62
8.4 (3) 1.263,00 2.526,00 1.263,00 1.263,00 1.578,75 1.263,00 1.263,00
9.1 319,13 310,50 155,25 207,00 291,09 155,25 198,38
9.2 765,90 745,20 372,60 496,80 698,62 372,60 476,10
9.3 510,60 496,80 248,40 331,20 465,75 248,40 317,40
9.4 5.469,93 5.322,09 2.661,05 3.548,06 4.989,46 2.661,05 3.400,23
9.5 3.655,21 3.556,42 1.778,21 2.370,95 3.334,14 1.778,21 2.272,16
9.8 8.052,25 7.834,62 3.917,31 5.223,08 7.344,95 3.917,31 5.005,45
9.14 9.521,91 9.264,56 4.632,28 6.176,38 8.685,53 4.632,28 5.919,03
9.15 491,33 478,05 239,02 318,70 448,17 239,02 305,42
9.16 9.148,87 8.901,60 4.450,80 5.934,40 8.345,25 4.450,80 5.687,13
9.17 2.917,83 2.838,97 1.419,48 1.892,65 2.661,53 1.419,48 1.813,79
9.20 2.913,75 2.835,00 1.417,50 1.890,00 2.657,81 1.417,50 1.811,25
10.1 33.885,12 32.969,30 16.484,65 21.979,53 30.908,72 16.484,65 21.063,72
10.2 2.962,32 2.882,26 1.441,13 1.921,50 2.702,12 1.441,13 1.841,44
10.3 988,45 961,73 480,87 641,15 901,62 480,87 614,44
10.4 374,00 363,89 181,95 242,60 341,15 181,95 232,49
1.090.898,91 9.844.582,36 2.991.412,34 1.001.062,93 841.700,00 3.992.399,05 3.660.612,33

Bandara 1: Malikussaleh (Lhokseumawe); 2. Lasikin (Sinabang); 3. T. Cut Ali


(Tapaktuan); 4. Rembele (Takengon); 5. Binaka (Gunung Sitoli); 6. Kuala
Batu (Blangpidie); 7. Lau Laseur (Kutacane)

Laporan Akhir
8-6
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

Tabel 8.6.
Estimasi Biaya Pembangunan Airstrip di Lokasi Baru (1000 Rp)

Item
8 9 10 11 12 13 14
Pekerjaan
1.1 116.023,79 116.023,79 232.047,58 232.047,58 232.047,58 232.047,58 232.047,58

2.1 110.092,76 138.177,21 205.740,87 306.048,54 193.414,21 170.497,63 236.282,18


2.2 938.903,03 629.752,03 1.712.179,95 2.429.538,08 1.946.506,29 1.515.132,80 1.415.544,11

3.1 36.801.345,14 28.300.966,37 4.751.228,37 4.516.509,99 7.284.819,06 3.567.929,23 7.945.526,76


3.2 76.565.571,54 46.992.398,70 2.098.082,66 476.216,72 82.869,62 7.202.267,21 6.213.051,38

5.1 1.428.545,64 1.428.545,64 2.857.091,28 2.857.091,28 2.857.091,28 2.857.091,28 2.857.091,28


5.2 1.327.866,19 1.327.866,19 2.655.732,38 2.655.732,38 2.655.732,38 2.655.732,38 2.655.732,38

6.1 (1) 85.161,50 85.161,50 170.323,00 170.323,00 170.323,00 170.323,00 170.323,00


6.1 (2) 45.219,75 45.219,75 90.439,50 90.439,50 90.439,50 90.439,50 90.439,50
6.3 (5) 1.528.383,38 1.528.383,38 3.056.766,75 3.056.766,75 3.056.766,75 3.056.766,75 3.056.766,75
6.3 (6) 3.372.271,99 3.372.271,99 6.744.543,98 6.744.543,98 6.744.543,98 6.744.543,98 6.744.543,98

8.4 (1) 2.052.917,73 2.052.917,73 4.105.835,46 4.105.835,46 4.105.835,46 4.105.835,46 4.105.835,46


8.4 (3) 1.263,00 1.263,00 2.526,00 2.526,00 2.526,00 2.526,00 2.526,00

9.1 155,25 155,25 310,50 310,50 310,50 310,50 310,50


9.2 372,60 372,60 745,20 745,20 745,20 745,20 745,20
9.3 248,40 248,40 496,80 496,80 496,80 496,80 496,80
9.4 2.661,05 2.661,05 5.322,09 5.322,09 5.322,09 5.322,09 5.322,09
9.5 1.778,21 1.778,21 3.556,42 3.556,42 3.556,42 3.556,42 3.556,42
9.8 3.917,31 3.917,31 7.834,62 7.834,62 7.834,62 7.834,62 7.834,62
9.14 4.632,28 4.632,28 9.264,56 9.264,56 9.264,56 9.264,56 9.264,56
9.15 239,02 239,02 478,05 478,05 478,05 478,05 478,05
9.16 4.450,80 4.450,80 8.901,60 8.901,60 8.901,60 8.901,60 8.901,60
9.17 1.419,48 1.419,48 2.838,97 2.838,97 2.838,97 2.838,97 2.838,97
9.20 1.417,50 1.417,50 2.835,00 2.835,00 2.835,00 2.835,00 2.835,00

10.1 16.484,65 16.484,65 32.969,30 32.969,30 32.969,30 32.969,30 32.969,30


10.2 1.441,13 1.441,13 2.882,26 2.882,26 2.882,26 2.882,26 2.882,26
10.3 480,87 480,87 961,73 961,73 961,73 961,73 961,73
10.4 181,95 181,95 363,89 363,89 363,89 363,89 363,89
124.413.445,93 86.058.827,76 28.762.298,76 26.697.535 28.700.206 31.818.782 35.186.036

Bandara: 8. Wak; 9. Blang Kejaren; 10. Sibigo; 11. P. Tuanku; 12. Lahewa;
13. Sirombu; 14. Teluk Dalam

Laporan Akhir
8-7
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

8.5. Resume Kebutuhan Biaya

Dari hasil estimasi biaya di atas maka dapat direkapitulasi kebutuhan biaya
pengembangan bandara eksisting dan pembangunan bandara baru sebagai
berikut.

Tabel 8.7.
Rekapitulasi kebutuhan biaya pengembangan bandara eksisting dan
pembangunan bandara baru (1000 Rp)

Komponen Biaya

Lokasi Pengemb.
Pek. Jumlah
Bandara Perkerasan Perkerasan Kondisi & Pemeli-
Umum Drainase Pek. Tanah Harian
Berbutir Aspal Pek. haraan
Rutin
Minor

Malikussaleh 116.024 171.718 55.389 235.214 429.315 1.263 43.767 38.210 1.090.899

Lasikin 232.048 455.336 1.989.208 2.039.745 3.722.967 1.325.517 42.584 37.177 9.844.582

T. Cut Ali 116.024 265.613 89.653 744.231 1.358.380 377.631 21.292 18.589 2.991.412

Rembele 116.024 37.945 61.676 258.735 472.247 1.263 28.389 24.785 1.001.063

Binaka 232.048 56.917 37.687 155.278 283.415 1.579 39.922 34.854 841.700

Kuala Batu 116.024 288.380 227.241 940.855 1.717.260 662.759 21.292 18.589 3.992.399

Lau Lauseur 116.024 91.067 216.253 910.718 1.662.254 613.337 27.206 23.752 3.660.612

Wak 116.024 1.048.996 113.366.917 2.756.412 5.031.037 2.054.181 21.292 18.589 124.413.446

Blang
Kejaren 116.024 767.929 75.293.365 2.756.412 5.031.037 2.054.181 21.292 18.589 86.058.828

Sibigo 232.048 1.198.701 6.849.311 5.512.824 10.062.073 4.108.361 42.584 37.177 28.043.078

P. Tuanku 232.048 1.709.742 4.992.727 5.512.824 10.062.073 4.108.361 42.584 37.177 26.697.535

Lahewa 232.048 1.337.450 7.367.689 5.512.824 10.062.073 4.108.361 42.584 37.177 28.700.206

Sirombu 232.048 1.053.519 10.770.196 5.512.824 10.062.073 4.108.361 42.584 37.177 31.818.782

Teluk Dalam 232.048 1.032.391 14.158.578 5.512.824 10.062.073 4.108.361 42.584 37.177 35.186.036

384.340.580

Total kebutuhan biaya pengembangan dan pembangunan bandara baru


diperkirakan mencapai 384,3 milyar.

Laporan Akhir
8-8
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

9.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis di depan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan


sebagai berikut:

(1) Dari sisi fasilitas udara B. Malikussaleh, B. Rembele, dan B. Binaka


memiliki panjang runway di atas 900 meter. Panjang ini masih
mencukupi untuk operasional pesawat C-130 Hercules. Adapun B.
Lasikin, B. T. Cut Ali dan B. Kuala Batu masih memerlukan penambahan
panjang runway sebesar 150 meter. Selain panjang runway, pada
bandara-bandara disebut terakhir ini memerlukan pelebaran sebesar 7
meter lagi untuk mencapai 30 meter sebagai standar operasional
pesawat Hercules.

(2) Dari sisi kecukupan panjang taxiway, diperlukan panjang 100 meter
untuk operasional secara aman pesawat Hercules. Bandara-bandara yang
memerlukan perpanjangan adalah B. Lasikin (+ 25 m), B. T. Cut Ali (+25
m), B. Kuala Batu (+40 m), B. Lau Lauser (+60 m), dan B. Binaka (+30
m). Adapun dari kecukupan lebar, hanya B. Lau Lauser yang masih
memerlukan penambahan, yakni sebesar 7 meter.

(3) Semua bandara eksisting yang dikaji memerlukan tambahan luasan


apron. Pada umumnya apron yang ada hanya diperuntukan untuk parkir
pesawat C-212 dengan frekuensi yang sedikit. Untuk menampung
9-1
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

pesawat Hercules B. Malikussaleh, B. Lasikin, B. Cut Ali, B. Rembele, B.


Kuala Batu, B. Binaka, dan B. Lau Lauser perlu menambah apron seluas
masing-masing 200 m2; 1.800 m2; 1.800 m2; 3.520 m2; 500 m2, 100
m2 dan 500 m2.

(4) Struktur perkerasan di sisi udara (runway, taxiway dan apron) perlu
ditinjau ulang sebelum dilakukan overlay guna mendukung beban
pesawat Hercules. Hasil analisis menunjukkan bahwa struktur perkerasan
di masing-masing lokasi tersebut sekurang-kurangnya memiliki
komposisi 4 in (10 cm) lapisan aspal (AC-Surface Course), 9 in (23 cm)
lapisan pondasi (Crushed Stone-Base Course) dan 9 in (23 cm) lapisan
pondasi bawah (Gravel Sub-base Course).

(5) Dalam desain airstrip untuk kondisi bencana ini, kebutuhan ruang
terminal penumpang dan barang belum dilakukan mengingat rendahnya
tingkat kepentingan ke arah sana. Namun demikian, jika akan dibangun
terminal maka dapat dialokasikan sesuai dengan kapasitas puncak apron,
yakni 3 (tiga) buah pesawat Hercules.

(6) Lokasi airstrip baru ditentukan dengan melakukan pengamatan lapangan


di 3 (tiga) alternatif lokasi untuk masing-masing titik. Masing-masing
lokasi ini selanjutnya dipilih menggunakan metoda Analisis Multi Kriteria.
Pada analisis ini digunakan 3 kriteria (teknis, biaya dan lingkungan)
sebagai parameter pembanding.

(7) Lokasi airstrip di Lahewa dijatuhkan ke alternatif ke-3, yakni di Desa


Toyolawa. Lokasi ini mendapatkan nilai tertinggi sebesar 7,75 (skala 10)
mengalahkan calon lainnya yakni di Desa Afia (1) dan Desa Afia (2).

(8) Pilihan lokasi airstrip di Sirombu diberikan ke Desa Sitelumbanua. Perlu


diperhatikan disini bahwa dari penilaian diperoleh nilai terendah yakni
sebesar 6,04 (skala 10) namun pertimbangan lain membuat calon ini
lebih layak untuk dibangun sebuah airstrip.

(9) Di sisi selatan P. Nias, tepatnya titik Teluk Dalam, lokasi airstrip terpilih
adalah di Desa Botohilitane. Dengan nilai 6,23 (skala 10) lokasi ini
mengalahkan calon lokasi lainnya yakni di Desa Hilijihono (nilai 8,19) dan
Desa Bawodobara (nilai 6,91). Pertimbangan pemilihan lokasi ini adalah
hasil survey yang dilakukan Bapeda setempat dan mendapat persetujuan
dari Departemen Perhubungan Jakarta.

9-2
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

(10) Lokasi airstrip di daerah Sibigo dipilih di Desa Babul Makmur dengan nilai
8,04. Lokasi ini mengalahkan calon lainnya yakni di Mitem (7,81) dan
Sibigo (7,65).

(11) Lokasi airstrip di daerah Pulau Tuanku dipilih di Desa Haloban (1) dengan
nilai 8,35 sementara itu lokasi pembanding lainnya memiliki nilai 8,23.

(12) Wilayah yang dianggap perlu dibangun airstrip juga adalah daerah Wak
dan Blang Kejaren. Pada kedua daerah ini dipilih Desa Lane dan desa
Blang Tenggulun dengan nilai masing-masing 9,01 dan 8,23.

(13) Biaya yang diperlukan untuk pengembangan bandara eksisting


diperkirakan mencapai ± 23 milyar rupiah. Biaya sejumlah ini terbagi
untuk penambahan kapasitas runway, taxiway dan apron di 6 (enam)
bandara eksisting masing masing Malikussaleh (Rp. 1 M), Lasikin (Rp. 9,8
M), T. Cut Ali (Rp. 3 M), Rembele (Rp. 1 M), Kuala Batu (Rp. 4 M) dan
Lau Laseur (Rp. 3,7 M), dan Binaka (Rp. 841,7 juta).

(14) Adapun biaya untuk pembangunan airstrip baru mencapai ± 361 milyar
rupiah. Biaya ini terbagi dalam pembangunan 7 buah airstrip baru
masing masing Uwaq (Rp. 124 M), Blang Kejaren (Rp. 86 M), Sibigo (Rp.
28 M), P. Tuanku (Rp. 27 M), Lahewa (Rp. 29 M), Sirombu (Rp. 32 M)
dan Teluk Dalam (Rp. 35 M). Biaya ini belum termasuk biaya pengadaan
lahan.

9.2. Rekomendasi

Rekomendasi studi berikut ini merupakan hasil diskusi staf ahli dan
mempertimbangkan faktor-faktor penting dalam pembangunan/
pengembangan airstrip. Secara umum dapat diuraikan sebagai berikut:

(1) Pembangunan infrastruktur transportasi baru seringkali mengalami


kendala pengadaan lahan. Terkait dengan rencana pembangunan airstrip
ini pihak pemerintah setempat sebaiknya menyediakan lahan tersebut.

(2) Penetapan lokasi airstrip baru ini perlu diperkuat dengan peraturan daerah
yang bersangkutan. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) perlu di revisi
dengan keberadaan airstrip baru ini. Hal ini diharapkan akan mengurangi

9-3
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana
PT. CIPTA MULTI KREASI

permasalahan di kemudian hari terkait dengan masalah KKOP (Kawasan


Keselamatan Operasi Penerbangan).

(3) Dalam tahap pembangunan, penggunaan tenaga kerja lokal sebisa


mungkin dimaksimalkan dengan memperhatikan kemampuan/
keahliannya. Proses ini dapat menjadi sarana alih teknologi sehingga
selama masa operasional airstrip ini tidak tergantung sepenuhnya dengan
tenaga ahli luar wilayah.

(4) Dalam tahap operasional, airstrip perlu dirawat untuk menjaga kondisi
permukaan sedemikian sehingga tetap mampu mendukung pesawat
Hercules sewaktu-waktu. Pemeliharaan airstrip ini memerlukan biaya.
Dalam rangka ini perlu didiskusikan siapa yang bertanggung jawab.

(5) Mengingat peruntukan airstrip hanya pada kondisi darurat maka menjadi
mubazir jika tidak digunakan. Biaya perawatan airstrip semakin tahun
akan semakin besar. Oleh karena itu dalam rangka mengoptimalkan
penggunaan airstrip dan juga menambah income bagi wilayah sekitarnya
perlu dilakukan kajian kelayakan airstrip untuk jalur penerbangan
komersial.

(6) Berdasarkan Analisis Multi kriteria didapatkan bahwa empat lokasi teratas
untuk pembangunan bandara baru yang direncanakan adalah:
a. Wak
b. Blang Kejeren
c. Pulau Tuanku
d. Sibigo
Namun disebabkan biaya operasional yang terlalu tinggi untuk Wak, maka
prioritas pembangunan bandara baru adalah:
a. Blang Kejeren
b. Pulau Tuanku
c. Sibigo
Prioritas pembangunan bandara baru di ketiga lokasi tersebut diharapkan
dapat segera ditindak lanjuti.

9-4
Laporan Akhir
Studi Air Strip (Pendaratan Pesawat C-130) Darurat untuk Bencana

Anda mungkin juga menyukai