F16cro PDF
F16cro PDF
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Biobriket Limbah Padat
Organik Sebagai Bahan Bakar Alternatif adalah benar karya saya dengan arahan
dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Clinton Ronggo
NIM F14110119
ABSTRAK
Kata kunci: biobriket, limbah padat organik rumah tangga, serbuk kayu sengon
ABSTRACT
Bio briquette is a densified biomass that has more uniform properties than a
raw biomass. Raw materials of bio briquette are organic solid-household-waste
and sengon sawdust. The purposes of this research are utilizing organic solid
waste as bio briquette raw materials, knowing the physical and chemical
properties, knowing bio briquette combustion characteristics, and determining the
quality of bio briquette. The results shown that the physical and chemical
properties of the bio briquette were water content of 9.46%, density of 0.55 g/cm³,
ash content of 9.24%, calorific value of 4899.17 kal/g, carbon of 44.47%,
hydrogen of 6.02%, oxygen of 48.29%, nitrogen of 0.99%, and sulfur of 0.2%.
The heat quality of produced bio briquette was good, the maximum temperature of
coal fire of bio briquette reached 586˚C. The quality of bio briquette was good
enough based on wood-charcoal-briquette quality standard in Indonesia.
CLINTON RONGGO
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat
dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul “Biobriket Limbah Padat Organik sebagai Bahan Bakar Alternatif”.
Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Teknik pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi
Pertanian.
Skripsi ini tersusun atas bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak
selama penulisan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. Edy Hartulistiyoso, MSc, selaku dosen pembimbing skripsi I atas
bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis.
2. Ir. Bambang Heruhadi selaku dosen pembimbing skripsi II atas bimbingan dan
arahan yang telah diberikan kepada penulis.
3. Ir. Sri Endah Agustina, MSi, selaku dosen penguji skripsi atas bimbingan dan
arahan yang telah diberikan kepada penulis.
4. Dr. Ir. I Wayan Astika, MSi, selaku Koordinator Mayor Departemen Teknik
Mesin dan Biosistem, IPB.
5. Pak Trisaksono, Pak Slamet, Mba Arie, serta staf Balai Besar Teknologi
Energi BPPT Serpong yang telah membantu penulis selama pengambilan data.
6. Papa, Mama, Ka Ayu, Ka Ika, dan Samuel yang telah memberikan doa,
dukungan, dan waktu kepada penulis.
7. Artha Nadiny Siahaan yang telah memberikan doa dan dukungan kepada
penulis.
8. Teman-teman Departemen Teknik Mesin dan Biosistem 48 yang telah
memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan dan
penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat memerlukan kritik serta saran
yang membangun demi penyempurnaan penelitian dan demi peningkatan
pengetahuan agar menjadi lebih pesat. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkannya.
Clinton Ronggo
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 1
2 TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1 Biomassa 2
2.2 Serbuk Kayu Sengon 3
2.3 Limbah Organik Perkotaan 3
2.4 Biobriket 4
3 METODE PENELITIAN 6
3.1 Waktu dan Tempat 6
3.2 Alat dan Bahan 6
3.3 Tahapan Penelitian 6
3.4 Rancangan Percobaan 15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16
4.1 Kadar Air 19
4.2 Kerapatan 20
4.3 Kadar Abu 21
4.4 Nilai Kalor 22
4.5 Unsur C,H,O,N,S Biobriket 24
4.6 Uji Bakar Biobriket 25
4.7 Mutu Biobriket 26
5 SIMPULAN DAN SARAN 28
5.1 Simpulan 28
5.2 Saran 28
6 DAFTAR PUSTAKA 28
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biomassa
Komposisi limbah yang paling banyak di kota Jakarta seperti tersaji pada
Tabel 1 yaitu limbah organik sebesar 55.37%. Secara umum, pemerintah sudah
melakukan pengelolaan limbah dengan teknologi recycle, teknologi
pengomposan, dan teknologi reuse. Namun kenyataanya cara tersebut tidak cukup
untuk mengurangi tingkat pertumbuhan limbah. Maka, pada penelitian kali ini
digunakan limbah padat organik sebagai bahan baku pembuatan biobriket karena
potensinya yang besar. Selain itu, dengan pembuatan biobriket maka dapat
membantu mengatasi masalah pengelolaan limbah perkotaan khususnya limbah
organik.
2.4 Biobriket
Biobriket adalah bahan bakar padat dari biomassa yang dapat digunakan
sebagai sumber energi alternatif yang mempunyai bentuk tertentu. Bahan baku
yang biasa dijadikan biobriket adalah ranting, daun-daunan, serbuk gergaji,
ataupun limbah lainnya seperti limbah pertanian. Biobriket di Indonesia sudah
banyak dikembangkan seperti contohnya biobriket dari campuran sampah organik
dengan bungkil jarak pada penelitian Kurniawan E dan Sediawan W (2012),
biobriket dari campuran kayu, bambu, sabut kelapa dan tempurung kelapa pada
penelitian Hendra (2007), biobriket ampas sagu pada penelitian Denitasari NA
(2011) dan biobriket dari sekam padi pada penelitian Kurniawan R (2007).
Biobriket dibedakan menjadi dua dalam proses pembuatannya yaitu biobriket non
karbonisasi dan biobriket karbonisasi. Kelebihan dan kekurangan dari biobriket
non karbonisasi dengan biobriket karbonisasi dapat dilihat pada Tabel 2.
5
Bentuk biobriket yang ada cukup beragam yaitu bentuk silinder, bentuk
kubus, bentuk persegi panjang, bentuk heksagonal. Kelebihan penggunaan briket
biomassa dibandingkan dengan minyak tanah dan LPG antara lain :
1. Biaya bahan bakar lebih murah
2. Biobriket termasuk sumber energi terbarukan
3. Lebih ramah lingkungan
4. Membantu mengatasi masalah limbah dan menekan biaya pengelolaan limbah.
mencipatakan kontak antara permukaan bahan yang direkat dengan bahan perekat.
Suhu dan waktu pengeringan pada biobriket tergantung dari jumlah kadar air
campuran dan macam pengering. Suhu pengeringan umumnya yang dilakukan
adalah 60˚C selama 24 jam (Nugrahaeni JI, 2008).
Bahan bakar adalah bahan yang apabila dibakar dapat meneruskan proses
pembakaran tersebut dengan sendirinya dan disertai dengan pengeluaran panas.
Syarat suatu bahan dapat menjadi bahan bakar yaitu memiliki nilai kalor tinggi,
jumlah ketersediaan bahan yang memadai, laju pembakaran yang baik, dan
nyaman dalam penggunaan (Denitasari NA, 2011). Bahan bakar berdasarkan
bentuknya dibedakan menjadi 3 jenis yaitu bahan bakar padat, cair, gas. Bahan
bakar padat adalah bahan bakar yang bersifat keras dan strukturnya padat,
contohnya adalah batubara. Bahan bakar cair adalah bahan bakar yang strukturnya
tidak rapat dan molekulnya lebih bebas dibanding bahan bakar padat, contoh
bahan bakar cair adalah bensin dan minyak tanah. Bahan bakar gas adalah bahan
bakar yang struktur molekulnya bergerak bebas, contoh bahan bakar gas adalah
gas alam, gas batubara, dan gas petroleum cair. Beberapa contoh bahan bakar
yang ada saat ini dan besar nilai kalornya dapat dilihat pada Tabel 3.
3 METODE PENELITIAN
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu expeller, bomb calorimeter,
alat pencetak briket manual, C,H,N analyzer LECO CN628, sulfur analyzer
LECO SC632, oven, tin foil cup, alat pengayak ukuran 60 mesh, cawan porselen,
7
Bahan baku yang sudah tercampur sesuai dengan formulasi yang telah
ditentukan kemudian mengalami proses pemadatan, yang bertujuan untuk
menghaluskan dan mengurangi kadar air. Proses pemadatan bahan baku
menggunakan mesin expeller sistem ulir tunggal dengan tekanan 30-40 kg/cm²
dan dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.
Bahan dan tepung kanji yang sudah tercampur secara merata kemudian
dicetak menggunakan alat pencetak briket manual dengan kapasitas pencetakan
sebanyak 8 briket dalam satu kali proses pencetakan. Hasil pencetakan biobriket
dapat dilihat pada Gambar 9.
Pengujian mutu biobriket pada penelitian ini dibagi menjadi tiga yaitu
pengujian sifat fisis yang terdiri dari penetapan kadar air dan kerapatan, pengujian
sifat kimia yang terdiri dari penetapan kadar abu, nilai kalor, pengujian kandungan
unsur C,H,O,N,S. dan yang terakhir adalah pengujian pembakaran biobriket.
𝐵𝐴−𝐵𝐾𝑇
𝐾𝐴 = 𝑥 100%
𝐵𝐾𝑇
Keterangan :
KA = Kadar air bahan (%)
BA = Berat awal (gram)
BKT = Berat kering tanur (gram)
12
b. Penetapan Kerapatan
Keterangan :
Kr = Kerapatan (g/cm3)
BBA = Berat biobriket (gram)
VBA = Volume biobriket (cm3)
Kadar abu adalah persentase perbandingan berat abu dengan berat kering
tanur. Sampel biobriket dimasukkan ke dalam cawan porselin kemudian
ditimbang menggunakan timbangan digital. Cawan porselin yang sudah terisi
sampel kemudian dimasukkan ke dalam oven, suhu oven diatur mulai dari suhu
400˚C hingga mencapai suhu 750˚C. Proses dalam oven terjadi selama 4 jam.
Penetapan kadar abu dapat dilihat pada Gambar 15. Pengukuran dilakukan
sebanyak dua kali ulangan. Penetapan kadar abu mengacu pada ASTM D-3174.
Persamaan untuk menghitung kadar abu biobriket sebagai berikut:
𝐵𝐴𝐵
𝐾𝐴𝐵 = 𝑥 100%
𝐵𝐾𝑇
Keterangan :
KAB : Kadar abu (%)
BAB : Berat abu (gram)
BKT : Berat kering tanur (gram)
jenis contoh uji pada setiap perlakuan kecuali pada uji kerapatan ulangan
dilakukan sebanyak tiga kali. Model matematis dari rancangan percobaan untuk
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Yij = μ + Ti + εij
Keterangan :
Yij = Respon pengamatan individu yang memperoleh perlakuan ke-i
ulangan ke-j
μ = Nilai tengah
Ti = Pengaruh perlakuan ke-i
εij = Sisaan
Hasil penelitian terdiri dari pengujian sifat fisis dan kimia biobriket yang
berasal dari campuran limbah padat organik rumah tangga dan serbuk kayu
sengon yang disajikan pada Tabel 5. Biobriket yang dihasilkan tersaji pada
Gambar 21. Hasil uji bakar biobriket yang disajikan pada Gambar 22, Gambar 23,
Gambar 24, dan Gambar 25.
3 4
1 2
650
600
550
500
450
Suhu (˚C)
400
350
300
250 Suhu bawah panci
200 Suhu bara
150
100
50
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85
Waktu ke (menit)
Gambar 22 Uji bakar biobriket 1
18
650
600
550
500
450
Suhu (˚C)
400
350
300
Suhu bawah panci
250
200
Suhu bara
150
100
50
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85
Waktu ke (menit)
Gambar 23 Uji bakar biobriket 2
650
600
550
500
450
Suhu (˚C)
400
350
300 Suhu bawah panci
250
200 Suhu bara
150
100
50
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85
Waktu ke (menit)
Gambar 24 Uji bakar biobriket 3
19
650
600
550
500
450
Suhu (˚C)
400
350
300
Suhu bawah panci
250
200 Suhu bara
150
100
50
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85
Waktu ke (menit)
Gambar 25 Uji bakar biobriket 4
16
14
12
Kadar air (%)
10
8
6
4
2
0
Biobriket 1 Biobriket 2 Biobriket 3 Biobriket 4
Nilai kadar air biobriket pada penelitian ini berkisar antara 7.67%-13.5%,
hasil kadar air ini lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kadar air briket arang
dari campuran kulit kacang, ranting sengon, dan sebetan bambu pada penelitian
Sani (2009) yaitu sebesar 1.57%-2.18%. Hal ini disebabkan karena penelitian ini
menggunakan bahan baku yang memiliki kadar air yang tinggi yaitu limbah padat
organik rumah tangga, sehingga kadar air yang dimiliki biobriket pada penelitian
ini lebih tinggi. Hasil nilai kadar air pada penelitian ini juga lebih tinggi
dibandingkan dengan kadar air briket arang limbah organik perkotaan pada
penelitian Setyawan (2006) yaitu sebesar 2.59%-9.31%. Proses pengeringan
bahan baku awal dan pengeringan briket juga berpengaruh terhadap kadar air.
Proses pengeringan yang masih kurang maksimal pada penelitian ini menjadi
salah satu faktor penyebab kadar air biobriket yang dihasilkan cukup tinggi.
Hasil analisis sidik ragam terhadap kadar air (Lampiran 4) memperlihatkan
bahwa ada pengaruh komposisi bahan baku biobriket terhadap besarnya nilai
kadar air. Hal ini terlihat pada nilai F hitung lebih besar daripada F tabel pada
taraf nyata 5%. Hasil uji lanjut duncan pada nilai kadar air (Lampiran 4)
menunjukkan bahwa biobriket berbeda nyata kecuali biobriket 3 dan biobriket 4
tidak berbeda nyata. Penambahan serbuk sengon dapat mempengaruhi nilai kadar
air.
4.2 Kerapatan
0.9
0.8
Kerapatan (g/cm³)
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
Biobriket 1 Biobriket 2 Biobriket 3 Biobriket 4
Gambar 27 Grafik nilai kerapatan biobriket
Kadar abu pada penelitian ini yang tersaji pada Gambar 28 menunjukkan
bahwa kadar abu biobriket yang dihasilkan berkisar antara 3.14-19.46%. Data
hasil pengujian kadar abu biobriket pada penelitian kali ini secara lengkap dapat
dilihat pada Lampiran 7.
25
20
Kadar abu (%)
15
10
0
Biobriket 1 Biobriket 2 Biobriket 3 Biobriket 4
Nilai kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini paling tinggi terdapat
pada biobriket 1 yaitu sebesar 19.46%. Kadar abu yang tinggi yang dimiliki
biobriket 1 berkaitan dengan unsur silika, karena unsur silika merupakan unsur
utama yang terdapat dalam abu. Silika dapat menurunkan nilai kalor bakar yang
dihasilkan, jadi dapat dikatakan kadar abu berkaitan langsung dengan nilai kalor
suatu briket. Semakin tinggi kadar abu suatu briket maka akan semakin rendah
nilai kalor briket tersebut. Hal tersebut sesuai dengan penelitian ini, dimana
biobriket 1 yang memiliki nilai kadar abu yang tinggi menyebabkan nilai kalor
nya paling rendah dibandingkan dengan biobriket lain. Sementara itu, nilai kadar
abu yang paling rendah dimiliki oleh biobriket 2 menyebabkan nilai kalor
biobriket 2 paling tinggi dibandingkan dengan biobriket lain. Faktor jenis bahan
baku juga sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kadar abu briket yang
dihasilkan.
Kadar abu pada penelitian kali ini yaitu sebesar 3.14-19.46%, hasil
penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai kadar abu briket arang
dari campuran kulit kacang, ranting sengon, dan sebetan bambu penelitian Sani
(2009) yaitu sebesar 10.92-15.09%. Hal ini berkaitan dengan kadar silikat yang
terkandung dalam briket, ini berarti kadar silikat dalam biobriket penelitian ini
jauh lebih rendah dibandingkan dengan briket arang penelitian Sani (2009). Selain
itu, jenis bahan baku dan kadar abu bahan baku dalam pembuatan briket juga
berpengaruh pada tinggi rendah nya nilai kadar abu yang terkandung dalam briket.
Sementara itu nilai kadar abu pada penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan
dengan nilai kadar abu briket arang limbah organik perkotaan Setyawan (2006)
yaitu sebesar 1.75-10.47%. Kadar abu yang dihasilkan briket arang penelitian
Setyawan (2006) lebih rendah dan lebih baik dibandingkan penelitian ini, hal
tersebut berkaitan terhadap bahan baku yang digunakan. Bahan baku yang
digunakan pastinya memiliki komposisi kimia dan jumlah mineral yang berbeda-
beda, sehingga ini mengakibatkan kadar abu briket yang dihasilkan juga berbeda
(Hendra dan Winarni, 2003).
Hasil analisis sidik ragam terhadap kadar abu (Lampiran 8) menunjukkan
bahwa ada pengaruh komposisi bahan baku biobriket terhadap kadar abu. Hal ini
terlihat dari nilai F hitung yang lebih besar daripada F tabel pada taraf nyata 5%.
Hasil uji lanjut duncan pada kadar abu (Lampiran 8) memperlihatkan bahwa
semua biobriket berbeda nyata.
6000
5000
Nilai kalor (kal/g) 4000
3000
2000
1000
0
Biobriket 1 Biobriket 2 Biobriket 3 Biobriket 4
Nilai kalor paling tinggi pada penelitian ini dimiliki oleh biobriket 2 yaitu
sebesar 5336.7 kal/g. Nilai kalor yang tinggi pada biobriket 2 diduga karena
berkaitan dengan kadar air yang rendah yang dimiliki biobriket 2 dibandingkan
dengan kadar air yang dimiliki biobriket lain. Kadar air biobriket 2 paling rendah
yaitu sebesar 7.67% seperti tersaji pada Gambar 1, sehingga bisa dikatakan kadar
air rendah yang terdapat pada biobriket 2 mengakibatkan nilai kalor yang tinggi.
Selain itu, kadar abu juga berpengaruh pada nilai kalor suatu biobriket. Kadar abu
yang dimiliki biobriket 2 juga paling rendah yaitu sebesar 3.14% seperti tersaji
pada gambar 3. Hal tersebut karena semakin besar kadar abu yang dimiliki oleh
suatu biobriket dapat mempengaruhi nilai kalor pembakaran biobriket itu sendiri.
Sementara itu, nilai kalor paling rendah pada penelitian ini terdapat pada biobriket
1 yaitu sebesar 4216.75 kal/g. Hal ini diduga karena berkaitan juga dengan kadar
air biobriket 1 yang tinggi jika dibandingkan dengan biobriket lain yaitu sebesar
13.5%. Dan kadar abu yang dimiliki biobriket 1 yang sangat tinggi dibandingkan
dengan kadar abu biobriket lain yaitu sebesar 19.46%. Semakin tinggi kadar air
yang dimiliki suatu briket maka akan berpengaruh akan penurunan nilai kalor
briket karena proses pembakaran menjadi kurang efisien ( Listiyanawati et al,
2008).
Nilai kalor pada penelitian kali ini yaitu sebesar 4216.75-5336.7 kal/g,
hasil penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai kalor briket ampas
tebu penelitian Hartadi (2015) yaitu sebesar 4022-4155 kal/g. Faktor jenis bahan
baku juga mempengaruhi besarnya nilai kalor bakar briket yang dihasilkan, karena
di dalam setiap jenis bahan baku memiliki kadar karbon terikat yang berbeda
sehingga mengakibatkan nilai kalor yang berbeda juga. Hasil nilai kalor biobriket
pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai kalor briket arang
limbah organik perkotaan Setyawan (2006) yaitu sebesar 5953-6906 kal/g. Nilai
kalor yang dihasilkan briket arang penelitian Setyawan (2006) lebih tinggi dan
lebih baik dibandingkan penelitian ini, hal tersebut berkaitan dengan kadar air.
Kadar air pada penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai kadar air
briket arang pada penelitian Setyawan (2006). Selain itu, pada penelitian ini tidak
melakukan proses karbonisasi seperti pada penelitian Setyawan (2006). Proses
karbonisasi juga sangat berpengaruh akan tinggi nya nilai kalor pembakaran yang
akan dihasilkan. Briket arang memang memiliki nilai kalor yang lebih tinggi dan
24
lebih baik dibandingkan dengan briket non karbonisasi seperti pada penelitian ini.
Nilai kalor biobriket pada penelitian ini dibandingkan dengan nilai kalor briket
penelitian lain dapat dilihat pada Tabel 6.
Hasil analisis sidik ragam terhadap nilai kalor (Lampiran 10) menunjukkan
bahwa ada pengaruh komposisi bahan baku biobriket terhadap nilai kalor. Hal ini
terlihat dari nilai F hitung yang lebih besar daripada F tabel pada taraf nyata 5%.
Hasil uji lanjut duncan pada nilai kalor (Lampiran 10) memperlihatkan bahwa
semua biobriket berbeda nyata. Penambahan serbuk kayu sengon juga
mempengaruhi besarnya nilai kalor.
memiliki nilai kalor paling tinggi jika dibandingkan dengan biobriket lain.
Sementara itu biobriket 1 yang memiliki kadar karbon paling rendah juga
memiliki nilai kalor paling rendah dibandingkan dengan biobriket lain. Dapat
dikatakan bahwa kadar karbon berkaitan dengan nilai kalor suatu biobriket.
Unsur hidrogen yang dimiliki biobriket pada penelitian ini dari yang
tertinggi hingga terendah dimiliki oleh biobriket 3, biobriket 2, biobriket 1,
biobriket 4 dengan nilai 6.37%, 6.06%, 5.87%, dan 5.79% berturut-turut. Unsur
hidrogen yang terkandung dalam biobriket berkaitan dengan proses pembakaran,
karena unsur hidrogen dan juga unsur karbon merupakan unsur pembentuk
senyawa hidrokarbon. Sementara itu, unsur oksigen yang dimiliki biobriket pada
penelitian ini dari yang tertinggi hingga terendah dimiliki oleh biobriket 1,
biobriket 4, biobriket 3, biobriket 2 dengan nilai 54.37%, 48.79%, 45.29%, dan
44.73% berturut-turut. Semakin tinggi kadar oksigen yang dimiliki oleh biobriket
maka akan semakin baik dalam proses pembakaran, karena sesungguhnya proses
pembakaran itu sendiri adalah reaksi kimia dengan oksigen yang ada dalam udara.
Sehingga kadar oksigen memang berpengaruh penting dalam proses pembakaran.
Kadar unsur nitrogen yang dimiliki biobriket pada penelitian ini dari yang
tertinggi hingga terendah dimiliki oleh biobriket 1, biobriket 3, biobriket 2,
biobriket 4 dengan nilai 2.93%, 0.64%, 0.31%, dan 0.08% berturut-turut.
Sementara itu, pada penelitian ini unsur sulfur yang dimiliki biobriket dari yang
paling tinggi hingga terendah yaitu biobriket 1, biobriket 3, biobriket 2, biobriket
4 dengan nilai 0.4%, 0.21%, 0.15%, dan 0.07% berturut-turut. Unsur nitrogen dan
unsur sulfur merupakan unsur-unsur yang berbahaya sebagai pencemar udara
ketika proses pembakaran terjadi. Karena unsur nitrogen dan sulfur dapat
menimbulkan gas-gas asam seperti SOx dan NOx. Data hasil pengujian unsur
C,H,O,N,S biobriket pada penelitian ini secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 11.
Hasil analisis sidik ragam terhadap unsur karbon, hidrogen, oksigen,
nitrogen, dan sulfur (Lampiran 12) menunjukkan bahwa ada pengaruh komposisi
bahan baku biobriket terhadap unsur-unsur tersebut. Hal ini terlihat dari nilai F
hitung yang lebih besar daripada F tabel pada taraf nyata 5%. Hasil uji lanjut
duncan pada unsur karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur (Lampiran 12)
memperlihatkan bahwa semua biobriket berbeda nyata.
sesuai dengan lamanya waktu biobriket hingga habis terbakar. Lama waktu
biobriket 1 hingga habis terbakar yaitu selama 50 menit.
Uji bakar biobriket 2 memiliki hasil suhu bara yang berkisar antara 125-
560.2˚C seperti yang tersaji pada Gambar 2. Suhu bara maksimal yang dimiliki
biobriket 2 yaitu sebesar 560.2˚C. Hasil suhu bawah panci berkisar antara 70.5-
257˚C. Suhu bawah panci biobriket 2 memiliki hal yang berbeda dibandingkan
dengan hasil uji biobriket lain yaitu suhu bawah panci yang tidak turun secara
terus menerus tetapi di waktu tertentu suhu bawah panci menjadi naik. Suhu
bawah panci saat menit ke 30 yaitu sebesar 207.3˚C tetapi suhu menjadi naik saat
menit ke 35 yaitu sebesar 252.9˚C. Hal tersebut diduga karena masih ada biobriket
yang belum terbakar secara sempurna, sehingga suhu bawah panci menjadi belum
stabil dan menjadi lebih tinggi. Waktu yang diperlukan untuk biobriket 2 terbakar
hingga habis yaitu selama 85 menit.
Biobriket 3 memiliki suhu bara yang berkisar antara 126.2-546.7˚C seperti
tersaji pada Gambar 3. Suhu bara maksimal yang dimiliki biobriket 3 yaitu
sebesar 546.7˚C, suhu tersebut sudah tinggi dan baik untuk biobriket sebagai
bahan bakar. Sementara itu suhu bawah panci berkisar antara 71.7 – 336.8˚C,
dapat dilihat bahwa suhu bara dan suhu bawah panci memiliki tren sama yaitu
suhu menurun sesuai dengan lamanya waktu biobriket hingga habis terbakar.
Lama waktu biobriket 3 hingga habis terbakar yaitu selama 60 menit.
Biobriket 4 memiliki suhu bara yang berkisar antara 109.5-488.2˚C seperti
tersaji pada Gambar 4. Suhu bara maksimal yang dimiliki biobriket 4 yaitu
sebesar 488.2˚C, suhu tersebut sudah tinggi dan baik untuk biobriket sebagai
bahan bakar. Sementara itu suhu bawah panci berkisar antara 82.5 – 378.2˚C,
dapat dilihat bahwa suhu bara dan suhu bawah panci memiliki tren sama yaitu
suhu menurun sesuai dengan lamanya waktu biobriket hingga habis terbakar.
Lama waktu biobriket 4 hingga habis terbakar yaitu selama 55 menit.
Standar mutu kadar air briket arang kayu seperti tersaji pada Tabel 9, dapat
dilihat bahwa maksimal nilai kadar air sebesar 8%. Sementara itu nilai kadar air
27
biobriket pada penelitian ini yang tedapat pada Tabel 2 yaitu biobriket 1, biobriket
2, biobriket 3, dan biobriket 4 berturut-turut sebesar 13.5%, 7.67%, 8.46%, dan
8.21%. Biobriket 1, biobriket 3, dan biobriket 4 tidak memenuhi standar jika
dibandingkan dengan standar mutu kadar air briket arang kayu di Indonesia,
karena nilai kadar air ketiga biobriket tersebut yang lebih besar dari 8%. Hanya
biobriket 2 yang memenuhi standar mutu kadar air briket arang kayu karena nilai
kadar air biobriket 2 yang lebih kecil dari 8%.
Nilai standar mutu kadar abu briket arang kayu di Indonesia yaitu
maksimal sebesar 8%. Jika dibandingkan dengan nilai kadar abu yang dimiliki
biobriket pada penelitian ini yang terdapat pada Tabel 2 yaitu biobriket 1,
biobriket 2, biobriket 3, dan biobriket 4 berturut-turut sebesar 19.46%, 3.14%,
5.81%, dan 8.56%, maka hanya biobriket 2 dan biobriket 3 yang memenuhi
standar kadar abu briket arang kayu. Karena nilai kadar abu biobriket 2 dan
biobriket 3 tidak lebih besar daripada 8%.
Parameter lain yang juga penting dalam hal menentukan mutu suatu
biobriket adalah nilai kalor. Standar mutu nilai kalor briket arang kayu seperti
tersaji pada Tabel 9, dapat dilihat bahwa nilai kalor standar yaitu sebesar minimal
5000kal/g. Sementara itu nilai kalor biobriket pada penelitian ini yang tedapat
pada Tabel 2 yaitu biobriket 1, biobriket 2, biobriket 3, dan biobriket 4 berturut-
turut sebesar 4216.75 kal/g, 5336.7 kal/g, 5274.5 kal/g, dan 4768.73 kal/g.
Berdasarkan standar mutu nilai kalor briket arang kayu, maka biobriket yang
memenuhi standar nilai kalor tersebut hanya biobriket 2 dan biobriket 3. Biobriket
2 dan biobriket 3 memiliki nilai kalor lebih besar dari 5000 kal/g, hal ini
menandakan bahwa biobriket 2 dan biobriket 3 memiliki nilai kalor yang baik.
Selain itu, terdapat parameter lain yang dapat menentukan mutu biobriket
yaitu berdasarkan Permen ESDM (2006), dimana dinyatakan total sulfur briket
bio-batubara yaitu maksimal 1%. Jika dibandingkan dengan nilai sulfur yang
dimiliki biobriket penelitian ini yang terdapat pada Tabel 3 yaitu biobriket 1,
biobriket 2, biobriket 3, biobriket 4 berturut-turut sebesar 0.4%, 0.15%, 0.21%,
dan 0.07%, maka semua biobriket penelitian ini memenuhi standar kualitas total
sulfur briket bio-batubara. Hal ini menandakan biobriket pada penelitian ini baik
sebagai bahan bakar dan tidak menyebabkan pencemaran lingkungan saat dibakar.
Berdasarkan standar mutu briket arang kayu di Indonesia, maka dapat
dikatakan biobriket yang dihasilkan pada penelitian ini belum semuanya memiliki
mutu yang baik. Hanya biobriket 2 yang sudah memiliki mutu baik sesuai dengan
standar mutu briket arang kayu di Indonesia. Dapat dikatakan bahwa biobriket
limbah padat organik dapat dijadikan bahan bakar alternatif yang baik, walau
tidak semua biobriket hasil penelitian ini sudah memenuhi standar mutu briket
yang ada di Indonesia.
28
5.1 Simpulan
5.2 Saran
6 DAFTAR PUSTAKA
Mulai
Pengujian karakteristik
pembakaran biobriket
Selesai
33
Bobot sampel awal Bobot sampel akhir Kadar air* Kadar air**
Sampel
(gr) (gr) (%) (%)
Biobriket 1 2.08 1.85 12.03 13.68
Biobriket 1 2.01 1.8 11.76 13.32
Biobriket 2 2.08 1.98 7.18 7.73
Biobriket 2 2.04 1.91 7.07 7.61
Biobriket 3 1.95 1.8 7.85 8.52
Biobriket 3 1.97 1.83 7.76 8.41
Biobriket 4 2.02 1.88 7.52 8.13
Biobriket 4 2.05 1.9 7.66 8.3
Keterangan: Kadar air* : ( ash determined basis)
Kadar air**: (dry basis)
Sampel Berat awal (gr) Nilai kalor* (kal/gr) Nilai kalor** (kal/gr)
Biobriket 1 1.008 3715.7 4224.11
Biobriket 1 1.004 3714.28 4209.4
Biobriket 2 1.007 4706.04 5349.96
Biobriket 2 1.007 4697.29 5323.45
Biobriket 3 1.004 4613.65 5244.93
Biobriket 3 1.003 4680.19 5304.07
Biobriket 4 1.003 4215.34 4792.12
Biobriket 4 1.003 4187.19 4745.35
Keterangan: Nilai kalor* : ( ash determined basis) ; Nilai kalor**: (dry basis)
36
Uji Karbon
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat
F hitung F tabel
keragaman kuadrat bebas tengah
Perlakuan 185.404337 3 61.801445 22170.9223 6.591382
Galat 0.01115 4 0.002787
Total 185.415487 7
37
Uji Hidrogen
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat
F hitung F tabel
keragaman kuadrat bebas tengah
Perlakuan 0.413737 3 0.137912 175.126984 6.591382
Galat 0.00315 4 0.000787
Total 0.416887 7
Uji Oksigen
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat
F hitung F tabel
keragaman kuadrat bebas tengah
Perlakuan 117.851137 3 39.283712 9729.71207 6.591382
Galat 0.016149 4 0.004037
Total 117.867287 7
Lampiran 12. Hasil analisis sidik ragam unsur C,H,O,N,S biobriket (lanjutan)
Uji Nitrogen
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat
F hitung F tabel
keragaman kuadrat bebas tengah
Perlakuan 10.387537 3 3.462512 18466.7333 6.591382
Galat 0.00075 4 0.000187
Total 10.388287 7
Uji Sulfur
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat
F hitung F tabel
keragaman kuadrat bebas tengah
Perlakuan 0.1175 3 0.039166 174.074074 6.591382
Galat 0.000899 4 0.000225
Total 0.1184 7
RIWAYAT HIDUP