Anda di halaman 1dari 2

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cedera kepala merupakan penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi.
Setiap tahunnya diperkirakan 69 juta penduduk di dunia mengalami cedera kepala,
81% cedera kepala ringan dan 11% cedera kepala sedang-berat.1 Cedera kepala
menjadi masalah kesehatan serius dikarenakan tingginya beban biaya kesehatan dan
kecacatan yang ditimbulkan.1 Sebagian besar penderitanya adalah orang muda, sehat,
dan produktif. Cedera kepala berdampak terhadap emosi, psikososial dan ekonomi
yang cukup besar, dan akan terus menjadi problem masyarakat.2
Data epidemiologis tentang cedera kepala di Indonesia hingga saat ini belum
tersedia, namun dari data yang ada dikatakan dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Data cedera kepala di Makassar khususnya di Rumah Sakit Dr. Wahidin
Sudirohusodo pada tahun 2005 berjumlah 861 kasus, tahun 2006 berjumlah 817 kasus
dan tahun 2007 berjumlah 1078 kasus. Sekitar 59% adalah cedera kepala ringan, 24%
cedera kepala sedang dan 17% cedera kepala berat. Pada penelitian lain, dalam kurung
waktu 3 bulan (November 2011-April 2012) ditemukan 524 penderita cedera kepala,
103 diantaranya mengalami delirium dan terdiri dari 27,2% merupakan cedera kepala
sedang, dan 72,8 % cedera kepala ringan.3
Gangguan cedera kepala yang sering ditemukan adalah gangguan kortikal luhur.
Kemungkinan terjadinya gejala sisa gangguan kortikal luhur yang dapat menurunkan
kualitas hidup pasirn cedera kepala. Hal ini dapat menimbulkan berbagai sequelae
jangka pendek maupun jangka panjang meliputi gangguan kognitif, behavioral, dan
keterbatasan fisik.5
Berbagai gejala dapat dijumpai mulai dari yang tidak jelas terlihat sampai
gangguan intelektual dan emosional berat. Gejala neuropsikiatri yang berhubungan
dengan cedera kapitis meliputi gangguan kognitif, gangguan mood, anxiety, psikosis,
atensi, bahasa dan gangguan behavioral.6 Penyembuhan dari cedera kepala di
gambarkan dengan tiga fase progresif, yaitu: 1. Hilangnya kesadaran (Koma), 2.
Penurunan kesadaran (ditandai oleh amnesia post trauma), dan 3. Rehabilitasi pada
kesadaran penuh (dengan gangguan kognitif, behavioral, dan keterbatasan fisik yang
berpotensi kembal normal).7 Amnesia post trauma (PTA) dipertimbangkan sebagai
suatu marker yang sensitif dan dapat digunakan sebagai salah satu prediksi tingkat
keparahan cedera kepala.4

DAFTAR PUSTAKA
1. Dewan, MC., Rattani, A., Gupta, S., Baticulon, R., Hung, YC., Punchak, M. et
al. 2018. Estimating the global incidence of traumatic brain injury. Journal
Neurosurg hal 1-18.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) (2008). Konsensus
Nasional Penanganan Cedera Kapitis dan Cedera Spinal. Jakarta : Perdossi
3. Lisnawati (2012). Hubungan antara Skor Cognitive Test for Delirium (CTD)
dengan Outcome menurut Glasgow Outcome Scale (GOS) pada penderita cedera
kepala tertutup. (Tesis). Makassar: Universitas Hasanuddin.
4. Brown (2005). Clinical Elements that Predict Outcome after Traumatic Brain
Injury. Journal of Neurotrauma; 1040-1051.
5. Kreutzer (2003). Moderating Factors Return to Work And Job Stability After
Traumatic Brain Injury. Journal of Head Traumatic Rehabilitation; 128-138.
6. Lethonen S, Stringer AY, Millis S. (2005). Brain Injury. Journal of Trauma; 23-
56.
7. Levin HS, ODonnell VM, Grossman RG. The Galveston Orientation and
Amnesia Test: a practical scale to assess cognition after head injury. J Nerv Ment
Dis 1979;167:675–84.

Anda mungkin juga menyukai