Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak dahulu penyakit Tuberkulosis oleh masyarakat dikenal sebagai
penyakit menular dan merupakan salah satu masalah utama kesehatan di
masyarakat indonesia. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya
penderita tuberkulosis yang ditemukan di masyarakat dan kematian yang
disebabkannya.
Pada tahun 1995, puskesmas merupakan ujung tombak dalam
pelayanan di masyarakat dengan menerapkan strategi DOTS (Directly
Observed Treatment Short-course). Dengan berjalannya waktu strategi
DOTS telah mulai dikembangkan di Balai Pengobatan Paru-Paru dan di
Rumah Sakit, baik rumah sakit swasta maupun rumah sakit pemerintah.
Pada tahun 2004 survey prevalensi tuberkulosis menunjukkan
bahwa pola pencarian pengobatan tuberkulosis ke rumah sakit ternyata
cukup tinggi, yaitu sekitar 60%. Pasien tuberculosis ketika pertama kali
sakit mencari pengobatan ke rumah sakit. Melihat dari besarnya animo
masyarakat mencari pengobatan tuberkulosis ke rumah sakit, maka
Rumah Sakit Umum Daerah Harapan dan Do’a Kota Bengkulu membuka
pelayanan klinik TB DOTS yang bekerjasama dengan pemerintah dalam hal
ini adalah dinas kesehatan kota Bengkulu.

B. Tujuan
a. Tuberkulosis tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat
Indonesia.
b. Menurunkan angka kesakitan dan kematian tuberculosis untuk
mencapai millenium development goals.
c. Menurunkan resistensi terhadap OAT.

C. Ruang Lingkup Pelayanan.


Ruang lingkup pelayanan Tuberkulosis di Rumah Sakit Umum
Daerah Harapan dan Do’a Kota Bengkulu adalah:
a. Penjaringan pasien tuberculosis, menegakkan diagnosa dan
pengobatan.
b. Pencatatan dan pelaporan pasien tuberkulosis.

1
c. Menginformasikan dan atau mengirim pasien ke unit TB DOTS
puskesmas atau rumah sakit lain.
d. PKRS berfungsi sebagai pelaksana penyuluhan TB DOTS di rumah
sakit.

D. Batasan Operasional
Batasan operasional dalam pelayanan Tuberkulosis adalah memberi
asuhan keperawatan kepada pasien tuberculosis.

E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan.
3. Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor.
340/Menkes/PER/ III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit.
5. Keputusan Menteri Kesehatan No. 129 Tahun 2008 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 Tentang Sistem
Informasi kesehatan
7. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun
2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis

2
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Kualifikasi sumber daya manusia yang ada dalam pelayanan TB
DOTS di RSUD Harapan dan Doa:

NO JABATAN KRITERIA
-Bersertifikat pelatihan TB DOTS
DOKTER -Minimal dokter umum
1.
-Bersertifikat pelatihan TB DOTS
PERAWAT -Minimal berijazah D3 Keperawatan
2.
-Bersertifikat pelatihan TB DOTS
FARMASI -Minimal berijazah D3 farmasi
3.
-Bersertifikat pelatihan TB DOTS
LABORATORIUM -Minimal berijazah analis
4.
5. RADIOLOGI -Minimal berijazah Radiograver

B. Distribusi Ketenagaan
Untuk distribusi ketenagaan di setiap instalasi ada satu orang
koordinator dan bergabung dalam tim TB DOTS. Untuk waktu kerja
masing-masing koordinator ini disesusaikan dengan kondisi masing-
masing instalasi dimana petugas/tim TB DOTS bekerja.

3
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang
(Ada pada lampiran)
B. Standar Fasilitas
Standart Peralatan Dan Pelaporan Tb Dots Di Instalasi Rawat
Jalan RSUD Harapan dan Do’a Kota Bengkulu
a. Alat keperawatan diruang klinik TB DOTS RSUD Harapan dan Do’a
Kota Bengkulu

NO NAMA BARANG JUMLAH

1. MEJA 1
2. KURSI 3
3. TEMPAT TIDUR PERIKSA PASIEN 1
4. LEMARI ARSIP 1
5. BOX X-RAY 0
6 STETOSKOP 1
7 TENSIMETER 1
8 TIMBANGAN BADAN 1
9 MASKER 2
10 BUKU PELAPORAN TB 1

b. Standar Peralatan Dan Pelaporan Tb Di Ruang Rawat Inap RSUD


Harapan dan Do’a Kota Bengkulu

NO NAMA BARANG JUMLAH


1. RUANG ISOLASI 1
2. TEMPAT TIDUR PASIEN 1
3. MEJA PASIEN 1
4. KURSI 1
5. OKSIGEN 1
6. BUKU PELAPORAN TB 1

4
c. Standart Peralatan dan Pelaporan TB di Laboratorium RSUD Harapan
dan Do’a Kota Bengkulu
NO NAMA BARANG JUMLAH
1. MIKROSKOP 1
2. OBJEK GLASS 1 BOX
3. RAK PEWARNA 1
4. RAK PENGERING 1
5. BUNSEN 1
6. OSE 1
7. PIPET PEWARNA 1
8. HEMOSTAT / PENJEPIT OBJEK GLASS 1
9. LIDI 1
10. KOREK 1
11. REAGEN ZIEHL NEELSEN 1
12. BUKU PELAPORAN 2 ( TB 04,TB 05 )
13. GENE EXPERT 1

5
BAB IV
STRATEGI PELAYANAN

A. Dukungan Administrasi dan Operasional Penerapan Strategi DOTS di


Rumah Sakit

Salah satu unsur penting dalam penerapan DOTS di rumah sakit


adalah komitmen yang kuat antara pimpinan rumah sakit, komite medik
dan profesi lain yang terkait termasuk administrasi dan operasionalnya.
Untuk itu perlu dipenuhi kebutuhan sumber daya manusia, sarana dan
prasarana penunjang, antara lain:

1. Dibentuk Tim DOTS RS yang terdiri dari seluruh komponen yang


terkait dalam penanganan pasien tuberkulosis ( dokter, perawat,
petugas laboratorium, petugas farmasi, rekam medik dan PKRS ).
2. Disediakan ruangan untuk kegiatan Tim DOTS yang melakukan
pelayanan DOTS.
3. Pendanaan untuk pengadaan sarana, prasarana dan kegiatan
disepakati dalam MoU antara rumah sakit dan dinas kesehatan
setempat.
4. Sumber pendanaan diperoleh dari rumah sakit.
5. Program Nasional Penanggulangan TB memberikan kontribusi
dalam hal pelatihan, OAT, mikroskop dan bahan-bahan laboratorium.
6. Formulir pencatatan dan pelaporan yang digunakan pada penerapan
DOTS 01,02,03 UPK, 04,05,06,09,10 dan buku registrasi pasien
tuberkulosis di rumah sakit.

B. Strategi DOTS di Rumah Sakit


Untuk menanggulangi masalah TB, strategi DOTS harus diekspansi
dan diakselerasi pada seluruh unit pelayanan kesehatan dan berbagai
institusi terkait termasuk rumah sakit pemerintah dan swasta, dengan
mengikutsertakan secara aktif semua pihak dalam kemitraan yang
bersinergi untuk penanggulangan TB. Langkah-langkah kemitraan:
1. Melakukan penilaian dan analisa situasi untuk mendapatkan
gambaran kesiapan rumah sakit dan dinas kesehatan setempat.
2. Mendapatkan komitmen yang kuat dari pihak manajemen rumah akit
dan tenaga medis serta paramedis dan seluruh petugas terkait.
3. Penyusunan nota kesepahaman antara rumah sakit dan dinas
kesehatan.

6
4. Memyiapkan tenaga medis, paramedis, laboratorium, rekam medis,
farmasi dan PKRS untuk dilatih DOTS.
5. Membentuk Tim DOTS di rumah sakit yang meliputi unit-unit
terkait dalam penerapan strategi DOTS di rumah sakit.
6. Menyediakan tempat untuk Tim DOTS di dalam rumah sakit sebagai
tempat koordinasi dan pelayanan terhadap pasien tuberkulosis
secara komprehensif (melibatkan semua unit di rumah sakit yang
menangani pasien tuberkulosis).
7. Menyediakan tempat/rak penyimpanan OAT di ruang DOTS.
8. Menyiapkan laboratorium untuk pemeriksaan mikrobiologis dahak
sesuai standar.
9. Mrnggunakan format pencatatan sesuai program tuberkulosis
nasional untuk memantau pelaksanaan pasien.
10. Menyediakan biaya operasional.

C. Pembentukan Jejaring
Rumah sakit memiliki potensi besar dalam penemuan pasien
tuberkulosis (case finding), namun memiliki keterbatasan dalam
menjaga keteraturan dan keberlangsungan pengobatan pasien (case
holding) jika dibandingkan dengan puskesmas. Karena itu perlu
dikembangkan jejaring rumah sakit baik internal maupun eksternal.
Suatu sistem jejaring dapat dikatakan berfungsi secara baik apabila angka
default rate <5% pada tiap rumah sakit.
a. Jejaring Internal Rumah Sakit
Jejaring internal adalah jejaring yang dibuat di dalam rumah sakit
yang meliputi seluruh unit yang menangani pasien tuberkulosis.
Koordinasi kegiatan dilaksanaan oleh Tim DOTS rumah sakit. Tim DOTS
rumah sakit mempunyai tugas perencanaan, pelaksanaan, monitoring
serta evaluasi kegiatan DOTS di rumah sakit. Tim DOTS berada
dibawah komite medik atau Direktur Pelayanan Medik Rumah Sakit dan
dikukuhkan dengan SK Direktur Rumah Sakit.

7
ALUR PENATALAKSANAAN PASIEN TUBERKULOSIS
DI RUMAH SAKIT

Poli Umum Lab


mikrobiologi
PASIEN
Poli Spesialis Radiologi
UMUM

IGD Patologi
anatomi/
Patologi klinik

UNIT DOTS RS

UPK lain Farmasi

Rekam medik

PKRS

Rawat Inap

Fungsi masing-masing unit dalam jejaring internal RS :


1. Tim DOTS berfungsi sebagai tempat penanganan seluruh pasien
TB di rumah sakit dan pusat informasi tentang TB. Kegiatannya
meliputi konseling, penentuan klasifikasi dan tipe, kategori
pengobatan, pemberian OAT, penentan PMO, follow up hasil
pengobatan dan pencatatan.
2. Poli umum, UGD dan poli spesialis berfungsi menjaring
tersangka pasien TB, menegakkan diagnosis dan mengirim pasien
ke Tim DOTS RS.
3. Rawat inap berfungsi sebagai pendukung Tim DOTS dalam
melakukan penjaringan tersangka serta perawatan dan
pengobatan.
4. Laboratorium berfungsi sebagai sarana diagnostik.
5. Radiologi berfungsi sebagai sarana penunjang diagnostik.
6. Farmasi berfungsi sebagai unit yang bertanggungjawab terhadap
ketersediaan OAT.
7. Rekam medis berfungsi sebagai pendukung Tim DOTS dalam
pencatatan dan pelaporan.

8
8. PKRS berfungsi sebagai pendukung Tim DOTS dalam kegiatan
penyuluhan.
b. Jejaring Eksternal
Jejaring eksternal adalah jejaring yang dibangun antara dinas
kesehatan, rumah sakit, puskesmas dan UPK lainnya dalam
penanggulangan TB dengan strategi DOTS. Tujuan jejaring eksternal:
1) Semua pasien TB mendapatkan akses pelayanan DOTS yang
berkualitas, mulai dari diagnosis, follow up sampai akhir
pengobatan.
2) Menjamin kelangsungan dan keteraturan pengobatan pasien
sehingga mengurangi jumlah pasien yang putus berobat.

D. Mekanisme Rujukan Dan Pindah


Prinsip: memastikan pasien TB yang dirujuk/pindah akan
menyelesaikan pengobatannya dengan benar ditempat lain. Mekanisme
rujukan dan pindah pasien ke UPK lain:
1. Apabila pasien sudah mendapatkan pengobatan di rumah sakit,
maka harus dibuatkan kartu pengobatan TB (TB01) di rumah sakit.
2. Untuk pasien yang dirujuk dari rumah sakit surat pengantar
atau formulir (TB09) dengan menyertakan TB01 dan OAT (bila telah
dimulai pengobatan).
3. Formulir TB09 diberikan kepada pasien beserta sisa OAT untuk
diserahkan kepada UPK yang dituju.
4. Rumah sakit memberikan informasi langsung (telepon atau SMS) ke
koordinator HDL tentang pasien yang dirujuk.
5. UPK yang telah menerima pasien rujukan segera mengisi dan
mengirimkan kembali TB09 (lembar bagian bawah) ke UPK asal.
6. Koordinator HDL memastikan semua pasien yang dirujuk
melanjutkan pengobatan di UPK yang dituju (dilakukan konfirmasi
melalui telepon atau SMS).
7. Bila pasien tidak ditemukan di UPK yang dituju, petugas TB UPK
yang dituju melacak sesuai alamat pasien.
8. Koordinator HDL memberikan umpan balik kepada UPK asal tentang
pasien yang dirujuk.

9
ALUR RUJUKAN PENDERITA
TUBERKULOSIS

Koordinator WASOR TBC


HDL Kab/Kota
Kab/Kota

Informasi Konfirmasi

Penderita, OAT,
TB01, Surat Rujukan
(TB09)
RUMAH PUSKESMAS
SAKIT
TB09

Mekanisme merujuk pasien dari rumah sakit ke UPK Kab/Kota lain:


1. Informsi rujukan diteruskan ke koordinator HDL Propinsi yang
akan menginformasikan ke koordinator Kab/Kota yang menerima
rujukan, secara telepon langsung atau SMS.
2. Koordinator HDL Propinsi memastikan bahwa pasien yang
dirujuk telah mendapatkan pengobatan ke tempat rujukan yang
dituju.
3. Bila pasien tidak dtemukan maka koordinator HDL Propinsi harus
menginformasikan kepada koordinator HDL Kab/Kota untuk
melakukan pelacakan pasien.

E. Pelacakan Kasus Mangkir di Rumah Sakit


Pasien dikatakan mangkir berobat bila yang bersangkutan tidak
datang untuk periksa ulang/ mengambil obat pada waktu yang telah
ditentukan. Bila keadaan ini masih berlanjut hingga 2 hari pada fase awal
atau 7 hari pada fase lanjutan, maka Tim DOTS RS segera melakukan
tindakan di bawah ini :
1) Menghubungi pasien langsung/PMO
2) Menginformasikan identitas dan alamat lengkap pasien mangkir
ke wasor Kab/Kota atau langsung ke puskesmas agar segera
dilakukan pelacakan.
3) Hasil dari pelacakan yang dilakukan oleh petugas puskesmas
segera diinformasikan kepada RS. Bila proses ini menemui
hambatan, harus diberitahukan ke koordinator jejaring DOTS RS.

10
BAB V
TATA LAKSANA

A. Konsep Pelayanan Secara Umum


Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang
di kelola dengan menggunakan strategi TB DOTS. Tujuan utama
pengobatan pasien TB adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan
serta mencegah penularan dengan cara menyembuhkan pasien.
 Dilakukan secara kerjasama tim (teamwork) dokter, perawat dan
farmasi, Laboratorium,serta melibatkan tenaga kesahatan lain yaitu
radiologi, gizi dan pendaftaran.
 Pelayanan dilakukan sesuai standar asuhan keperawatan.
 Peralatan yang tersedia memenuhi ketentuan undang-undang.
 Semua tindakan terdokumentasikan dengan baik.
 Harus ada sistem monitor dan evaluasi.
 Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi
aktif. Penjaringan tersangka pasien TB dilakukan di unit pelayanan.
 Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB terutama mereka yang BTA
positif,yang menunjukkan gejala sama,harus diperiksa dahaknya.
Kegiatan penemuan pasien TB terdiri dari penjaringan suspek,
diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penjaringan
Suspek dilakukan pada pasien rawat jalan maupun rawat inap yang berada
dalam lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Harapan dan Do’a Kota
Bengkulu dan memenuhi standar diagnosis yang ditetapkan oleh standar
internasional penanganan TB. Yang termasuk suspek TB antara lain:
a. Semua orang yang datang ke rumah sakit dengan keluhan batuk
berdahak 2 (dua) minggu atau lebih dianggap sebagai seorang tersangka
(suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis.
b. Semua kontak dengan pasien TB Paru BTA positif yang menunjukkan
gejala yang sama harus dianggap sebagai seorang suspek TB dan
dilakukan pemeriksaan dahak.
c. Semua keluarga pada penderita TB anak yang menunjukkan gejala yang
sama harus dianggap sebagai seorang suspek TB dan dilakukan
pemeriksaan dahak.
Untuk anak-anak di mana batuk bukanlah gejala dominan untuk
infeksi TB, berikut adalah hal-hal yang dapat dipakai untuk menjaring
suspek TB anak:

11
a. Kontak erat dengan penderita TB BTA positif.
b. Reaksi cepat BCG (timbul kemerahan di lokasi suntikan dalam 3 (tiga) –
7 (tujuh) hari setelah imunisasi BCG.
c. Anoreksia atau nafsu makan menurun disertai gagal tumbuh, berat
badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan kurang yang tidak
naik dalam 1 (satu) bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi.
d. Demam lama (>2 minggu) atau berulang tanpa sebab yang jelas
(singkirkan dulu kemungkinan infeksi saluran kencing, Malaria, demam
typhoid, dan lain-lain).
e. Batuk lama (>3 minggu) dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab
lain.
f. Pembesaran kelenjar limfe superficial yang spesifik (leher, axilla,
inguinal).
g. Skrofuloderma.
h. Tes tuberculin positif (> 10 mm)
i. Konjungtivitis fliktenularis.

Pemeriksaan atau follow up TB terhadap anak di bawah lima (5) tahun


pada keluarga TB harus dilakukan untuk menentukan tindak lanjut apakah
diperlukan pengobatan TB atau pengobatan pencegahan. Semua suspek TB
yang dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis dicatat di buku TB06 (Unit
DOTS) dan TB04 (Laboratorium). Untuk rawat Inap, suspek TB dan seluruh
pasien yang didiagnosis TB dilaporkan oleh kepala ruang kepada unit DOTS
(koordinator IRJ)

B. Diagnosis TB
a) Diagnosis TB Paru Dewasa
Diagnosa TB Paru Dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman
TB melalui pemeriksaan dahak mikroskopis. Pada program TB nasional,
penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
diagnosa utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan, uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai
dengan indikasi. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
Selain untuk diagnosis, pemeriksaan dahak digunakan juga untuk
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 (tiga) spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua

12
hari kunjungan yang berurutan berupa dahak sewaktu- pagi-sewaktu
(SPS).
- S (Sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa
sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari
kedua.
- P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua,
segera setelah bangun tidur pagi, Pot dibawa dan diserahkan
sendiri kepada petugas laboratorium.
- S (Sewaktu): dahak dikumpulkan di laboratorium pada hari
kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
Permintaan pemeriksaan dahak BTA SPS menggunakan formulir
TB05 dan dicatat di TB04 (laboratorium) dan TB06 (unit DOTS). Apabila
tidak tersedia formulir TB05, dapat menggunakan lembar permintaan
laboratorium rumah sakit dan akan dipindah ke formulir TB05 oleh
petugas laboratorium.
Semua suspek TB Paru dilakukan pemeriksaan dahak Sewaktu-Pagi-
Sewaktu (SPS), dengan kemungkinan hasil :
a. Semua spesimen atau 2 (dua) dari 3 (tiga) spesimen hasilnya BTA
positif adalah TB
b. Hanya 1 (satu) dari 3 (tiga) spesimen dahak hasilnya BTA positif,
maka pada kasus ini diperlukan foto toraks atau biakan kuman TB
untuk mendukung diagnosis TB atau bukan TB
c. Semua spesimen hasilnya BTA negatif, maka diberikan antibiotika
non OAT non Quinolon selama 2 minggu.
Apabila ada perbaikan gejala maka bukan kasus TB, jika tidak ada
perbaikan maka dilakukan pemeriksaan ulang dahak SPS.
a. 1 saja dari 3 spesimen dahak SPS ulangan hasilnya BTA positif:
TB.
b. Ketiga spesimen dahak SPS tetap negatif maka dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang lainnya termasuk foto thoraks. Dengan
mempertimbangkan hasil pemeriksaan penunjang dokter akan
mennetukan TB atau bukan TB.
Jika suspek TB menolak melakukan pemeriksaan BTA SPS, perlu
dikaji ulang alasan penolakan. Sering kali pasien menolak pemeriksaan
dahak karena alasan di bawah ini:
a. faktor biaya : sarankan pasien untuk melakukan pemeriksaan
dahak BTA SPS di puskesmas terdekat (dari rumah pasien). Jika

13
pasien setuju, beri surat pengantar ke puskesmas dan kalau
memungkinkan kontak petugas TB puskesmas tujuan.
b. Sulit mengeluarkan dahak: sarankan pasien untk banyak minum,
KIE cara berdahak yang efektif (tarik dan keluarkan nafas dalam
beberapa kali, batukkan dahak sekuatnya, dan keluarkan dahak
yang telah dibatukkan dengan cara di-hoek-kan ke pot spulum,
kalau dirasa perlu dapat diberikan mukolitik untuk mempermudah
pengeluaran dahak. Jika dengan cara tersebut masih kesulitan,
diijinkan untuk melakukan pemeriksaan dahak pagi semua.

Alur Diagnosa TB Paru

14
b) Diagnosis TB Anak
Diagnosis TB pada anak adalah hal yang sulit sehingga sering
terjadi misdiagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis.
Pada anak yang dapat mengeluarkan dahak, penegakakan diagnosis
TB anak juga harus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis SPS.
Sedangkan pada anak yang tidak memungkinkan untuk dilakukan
pemeriksaan dahak mikroskopis, digunakan kriteria lain berupa
system skor.
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan
system skor. Pasien dengan skor lebih atau sama dengan 6 (enam)
harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (Obat Anti
Tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan
ke arah TB kuat, maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lain
sesuai indikasi untuk memperkuat diagnosis TB seperti bilas
lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang
dan sendi, funduskopi, CT scan , dan lain-lain.

Sistem Skoring TB Anak


Parameter 0 1 2 3 Jumlah
Kontak TB Tida Laporan BTA positif
k keluarga
Jelas , BTA
negatif
atau
tidak
tahu,
BTA
tidak
jelas
Uji nega Positif ( > 10
Tuberculin tif mm atau > 5
mm pada
keadaan
imunosupresi
Berat Bawah
badan/kead garis
aan gizi merah

15
(KMS) atau
BB/U <
80%
Demam > 2 minggu
tanpa sebab
jelas
Batuk* > 3 minggu
Pembesaran > 1 cm,
kelenjar jumlah >
limfe koli, 1, tidak
aksila, nyeri
inguinal
Pembengkak Ada
an pembengk
tulang/sendi akan
panggul,
lutut, falang
Foto toraks Nor Kesan TB
mal/
tidak
jelas
Jumlah

Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab


batuk kronis lainnya seperti asma, sinusitis dan lain-lain. Interpretasi
 ≥6 (enam) : dapat di tata laksana sebagai pasien TB
 < 6 (enam) : tetapi klinis sangat mencurigakan TB maka perlu
dilakuka pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi.

c) Diagnosis TB Ekstra Paru


Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena misalnya
kaku kuduk pada meningitis TB, nyeri dada pada TB Pleura,
pembesaran kelenjar limfe superficial pada Lymphadenitis TB, dan
lain-lain. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis,
bakteriologis, dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh
yang terkena. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode
pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat
diagnostik, misal uji mikrobiologi, patologi anatomi , dan lain-lain.

16
Seorang pasien TB ekstra paru sangat mungkin juga menderita
TB Paru. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan dahak. Jika
hasil pemeriksaan dahak negatif, dapat dilakukan foto toraks.

C. Pengobatan TB
a. Prosedur dan Tata Cara Pengobatan TB
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai
penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Tidak diperkenankan menggunakan OAT Tunggal
(monoterapi). Penggunaan OAT Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT)
lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
pengawas menelan obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap awal
(intensif) dan tahap lanjutan.
Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia adalah :
1. Kategori 1 : 2HRZE/4 (HR)3
2. Kategori 2 : 2HRZES/(HRZES)/5(HR)3E3
3. OAT sisipan : HRZE
4. OAT Anak : 2HRZ/4HR

OAT Dewasa
Jenis OAT Sifat Dosis yang
direkomendasikan (mg/kg)
Harian 3x
seminggu
Isiniazid (H) Bakterisid 5 10
(4-6) (8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 10
(8-2) (8-12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 35
(20-30) (30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15
17
(12-18)
Ethambutol (E) 15 30
Bakteriostatik
(15-20) (20-35)

Panduan OAT dan Peruntukannya


Kategori Pasien TB Panduan OAT
Diagnosis Fase awal Fase Lanjutan
TB (harian) (3x seminggu)
I a. TB paru kasus baru 2 HRZE 4 H3R3
b. TB paru BTA negatif
kasus baru dengan lesi
luas
c. TB berat + HIV atau TB
ektra paru berat
II TB paru BTA positif 2 HRZES / 1 5 H3R3EE3
dengan pengobatan HRZE
terdahulu :
a. Kasus kambuh
b. Kasus putus berobat
c. Kasus gagal
III TB paru BTA negatif kasus 2 HRZE 4 H3R3
baru (selain kategori 1) TB
ekstra paru ringan
IV Kasus kronik atau MDR Rujuk ke
(BTA masih positif setelah fasilitas yang
pengobatan ulang yang memiliki
diawasi) pelayanan
DOTS plus

Pemakaian OAT – Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih


menguntungkan dan sangat dianjurkan. Dibawah ini adalah Panduan
Dosis OAT KDT:
 Dosis KDT untuk Kategori 1
Berat Tahap Intensif Tahap Lanjutan 3
badan tiap hari – selama kali seminggu-
56 hari RHZE selama 16 mg RH
(150/75/400/275) (150/150)

18
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
> 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

 Dosis KDT untuk Kategori 1


Berat Tahap Intensif tiap hari Tahap
badan RHZE (150/75/400/275)+ Lanjutan 3
(kg) S kali
seminggu
RH
(150/150) +
E (400)
Selama 56 Selama 28 Selama 20
hari hari minggu
30-37 2 tablet 2 tablet 2 tablet
kg 4KDT 4KDT 2KDT
+ 500 mg
Streptomisin
inj
38-54 3 tablet 3 tablet 3 tablet
kg 4KDT 4KDT 2KDT
+ 750 mg
Streptomisin
inj
55-70 4 tablet 4 tablet 4 tablet
kg 4KDT 4KDT 2KDT
+1000 mg
Streptomisin
inj
> 71 kg 5 tablet 5 tablet 5 tablet
4KDT 4KDT 2KDT
+1000 mg
Streptomisin
inj

o Untuk pasien yang berumur 60 th ke atas dosis maksimal


streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat
badan.
19
o Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan
menambahkan aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga
menjadi 4ml (1ml = 250 mg)

 Dosis KDT Sisipan


Berat Tahap Intensif
badan (kg) tiap hari – selama
28 hari RHZE
(150/75/400/275)
30-37 kg 2 tablet 4KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT
> 71 kg 5 tablet 4KDT

 Dosis OAT Untuk Anak


Nama Obat Dosis Harian Dosis
(mg/kgBB/hari) Maksimal
(mg per
hari)
Isonoasid 5-15 300
Rifampicin 10-20 600
Pirasinamid 15-30 2000
Etambutol 15-20 1250
Streptomisin 15-40 1000

 Dosis KDT Anak


Berat 2 bulan tiap 4 bulan
badan hari RHZ tiap hari
(kg) (75/50/150) RH
(75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet

 Dosis Kombipak Anak


Jenis Obat BB < BB 10 – BB 20-
10 kg 19 kg 32 kg

20
Isonoasid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampicin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirasinamid 150 300 mg 300 mg
mg

 Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) pada anak


Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah
atau kontak erat dengan penderita TB BTA positif, perlu
dilakukan pemeriksaan menggunakan system scoring. Bila
hasil evaluasi dengan system scoring didapat skor < 5, kepada
anak tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan dosis 5-10
mg/kgBB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum
pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan
setelah pengobatan pencegahan selesai. Catatan:
a. Bila isoniazid dikombinsaikan dengan rifampicin,
dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari
b. Rifampisin tidka boleh diracik dalam satu puyer bersama
OAT lain karena dapat mengganggu bioavailabilitas
rifampisin.
c. Rifampisin diabsorpsi baik melalui GIT pada saat perut
kosong (satu jam sebelum makan)
d. Pengambilan OAT paket harus sepengetahuan
koordinator Rawat Jalan atau koordinator DOTS,
sehingga semua resep OAT paket baik dari rawat jalan
maupun rawat inap harus I acc koordinator rawat jalan
atau koordinator DOTS.
Sebelum memulai pengobatan TB, pasien dan PMO harus
mendapatkan edukasi mengenai hal-hal di bawah ini :
1. Cek domisili pasien. Jika domisili pasien TB di luar
wilayah kota Bengkulu, rujuk ke UPK terdekat. Jelaskan
kepada pasien dan keluarga bahwa alasan merujuk
adalah untuk memperkecil kemungkinan DO.
2. Apa itu penyakit TB, bagaimana cara penularannya,
pencegahan penularan, dan bagaiman gejala TB.
3. Rencana pengobatan: berapa lama, cara pengobatan (oral
saja atau oral + injeksi), frekuensi kontrol, biaya-biaya
yang mungkin akan dikeluarkan selama pengobatan. Jika
pasien dan atau keluarga merasa berat dengan biaya-
21
biaya yang akan dikeluarkan selama masa pengobatan,
rujuk ke puskesmas untuk pengobatannya.
4. Pengaturan nutrisi.
5. Efek samping obat yang mungkin timbul.
6. Pengobatan tidak boleh terputus walau pasien sudah
tidak ada keluhan atau merasa sehat, perlu dijelaskan
pula resiko jika putus berobat.

b. Pengobatan TB pada keadaan Khusus


1. Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak
berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO,
hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomycin.
Streptomicyn tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat
permanen ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan
ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan
keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan.
Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatan
sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan
lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan
tertular TB.
2. Ibu Menyusui
Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak
berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Semua jenis OAT
aman untuk ibu menyusui. Ibu dan bayi tidak perlu dipidahkan
dan bayi tersebut dapat terus disusui. Pencegahan dengan INH
diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.
3. Pasien TB Pengguna Kontrasepsi
Rifampicin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal,
sehingga dapat menurunkan efektivitas kontrasepsi tersebut.
Seorang pasien TB yang mendapat pengobatan sebaiknya
menggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang
mengandung estrogen tinggi (50 mcg).
4. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS
Tata laksana pengobatan TB pada pasien HIV/AIDS adalah
sama dengan pasien TB lainnya. Prinsip pengobatan TB HIV
adalah dengan mendahulukan pengobatan TB. Penggunaan
suntikan streptomicyn harus memperhatikan prinsip-prinsip

22
universal precaution. Pengobatan TB-HIV sebaiknya dilakukan
dalam 1 UPK untuk menjaga kepatuhan pengobatan.
5. Pasien TB dengan hepatitis akut
Pemberian Oat pada pasien TB dengan hepatitis akut dan
atau klinis ikterik ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami
penyembuhan. Pada keadaan di mana pengobatan TB sangat
diperlukan dapat diberikan Streptomicyn dan Etambutol maksimal
selam 3 (tiga) bulan sampai hepatitisnya menyembuhkan dan
dilanjutkan dengan Rifampicin dan Isoniasid selama 6 (enam)
bulan.
6. Pasien TB dengan kelainan hati kronik
Apabila terdapat peningkatan SGOT dan SGPT lebih dari 3
(tiga) kali normal, OAT tidak diberikan, dan bila telah dalam
pengobatan harus dihentikan.
Apabila peningkatan SGOT dan SGPT kurang dari 3 (tiga)
kali pengobatan dapat dilaksanakan dengan pengawasan ketat.
Pasien dengan kelainan hati pirazinamide tidak boleh digunakan.
Paduan OAT yang dapat digunakan adalah 2RHES/6RH atau
2HES/10HE.
7. Pasien TB dengan gagal ginjal
Isoniasid, Rifampicin, dan Pirazinamid dapat diekskresi
melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa non
toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada
pasien-pasien dengan gangguan ginjal. Strepromycin dan
Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh Karena itu hindari
penggunannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Paduan OAT
yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah
2HRZ.4HR.
8. Pasien TB dengan Diabetes Mellitus
Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampicin dapat
mengurangi efektivitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea)
sehingga dosis obat oral anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin
dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai
pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Hati-hati
pemberian Etambutol karena dapat memperberat kejadian
Retinopathy diabetika.

23
c. Efek Samping OAT dan Penatalaksaannya
Efek Samping Ringan OAT
Efek Samping Penyebab Tata Laksana
Tidak ada nafsu Rifampicin Semua OAT di
makan, mual, sakit minum malam
perut sebelum tidur
Nyeri sendi Pirazinamid Beri aspirin
Kesemutan sampai INH Bri vitamin B6
dengan rasa terbakar (piridoxin) 100 mg
di kaki per hari
Warna kemerahan Rifampicin Tidak perlu diberi
pada urin apa-apa, KIE
kepada pasien

Efek Samping Berat OAT


Efek Samping Penyebab Tata Laksana
Gatal dan kemerahan Semua jenis *(keterangan di
kulit OAT bawah table)
Tuli Streptomycin Streptomycin
dihentikan
Gangguan Streptomycin Streptomycin
keseimbangan berat dihentikan
Ikterus tanpa Hampir Hentikan semua
penyebab lain semua OAT OAT sampai ikterus
menghilang
Bingung dan muntah- Hampir Hentikan semua
muntah (permulaan semua OAT OAT, segera
ikterus karena obat) dilakukan tes fungsi
hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol
Purpura dan renjatan Rifampicin Hentikan Rimpaficin
(syok)

Jika seorang pasien dalam pengobatan TB mengeluh gatal-gatal


singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan anti histamine
sambil menerusan OAT dengan pengawasan. Gatal-gatal tersebut
pada sebagian pasien hilang, tetapi pada sebagian pasien malahan
terjadi suatu kemerahan kulit berat. Bila keadaan seperti ini,
hentikan semua OAT, tunggu sampai kemerahan kulit hilang.
24
D. Tata Laksana Pengawasan Menelan Obat
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka
pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan
pengobatan diperlukan seorang PMO (Pengawas Menelan Obat)
a. Persyaratan PMO
1. Seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetjui baik oleh petugas
kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati
oleh pasien.
2. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien
3. Bersedia membantu pasien dengan sukarela
4. Bersedia dilatih dan mendapat penyuluhan bersama-sama dengan
pasien
b. Siapa yang bisa menjadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan. Bila tidak ada petugas
kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader, guru,
anggota PKK, tokoh masyarakat atau keluarga.
c. Tugas PMO
1. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.
2. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
3. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang
telah ditentukan.
4. Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri.

E. Tatalaksana Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB


a. Pemantauan Kemauan Pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan TB paru dewasa
dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak mikroskopis.
Pemeriksaan dahak mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan
radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap
Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan
pengobatan karena tidak spesifik TB.
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan memeriksa
spesimen dahak sebanyak dua kali (sewaktu dan Pagi). Hasil
pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 (dua) spesimen tersebut
negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil
pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.

25
Tindak lanjut hasil pemeriksaan ulang dahak mikroskopis dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.

Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak


TIPE PASIEN TB TAHAP HASIL TINDAK
PENGOBATAN BTA LANJUT
Pasien baru BTA Akhir Tahap Negatif Tahap lanjutan
positif (Kategori 1) Intensif dimulai
Positif Dilanjutkan
dengan OAT
sisipan selama
1 (satu) bulan.
Jika setelah
sisipan BTA
tetap positif :
1. tahap
lanjutan
tetap
diberikan.
2. Lakukan
biakan, tes
resistensi
atau rujuk
ke layanan
TB MDR
Sebulan Negatif OAT
sebelum Akhir dilanjutkan
Pengobatan Positif Gagal, ganti
dengan OAT
kategori 2 (dua)
mulai dari
awal. Lakukan
biakan, tes
resistensi atau
rujuk ke
layanan TB
MDR.
Akhir Negatif Sembuh

26
Pengobatan Positif Gagal, ganti
(AP) dengan OAT
kategori 2 (dua)
mulai dari
awal. Lakukan
biakan, tes
resistensi atau
rujuk ke
layanan TB
MDR
Pasien baru BTA Akhir Intensif Negatif Berikan
negatif dan foto pengobatan
thoraks tahap lanjutan
mendukung TB sampai
(Kategori 1) dinyatakan
Pengobatan
Lengkap
Positif Gagal, ganti
dengan OAT
kategori 2 (dua)
mulai dari
awal. Lakukan
biakan, tes
resistensi atau
rujuk ke
layanan TB
MDR
Pasien BTA Positif Akhir Intensif Negatif Teruskan
(Kategori 2) pengobatan
dengan tahap
lanjutan

27
Positif Beri sisipan 1
(satu) bulan.
Jika setelah
sisipan BTA
tetap positif :
1. 1.Tahap
lanjutan tetap
diberikan.
2. Lakukan
biakan, tes
resistensi atau
rujuk ke
layanan TB
MDR
Sebulan Negatif Teruskan
sebelum khir pengobatan
Pengobatan Positif Pengobatan
dihentikan,
rujuk ke
layanan TB
MDR
Akhir Negatif Sembuh
Pengobatan Positif Pengobatan
(AP) dihentikan,
rujuk ke
layanan TB
MDR

28
Tatalaksana Pasien Yang Berobat Tidak Teratur
Tindakan pada pasien yang putus berobat kurang dari 1
(satu) bulan
a. Lacak pasien
b. Diskusikan dengan pasien untuk mencarai penyebab
berobat tidak teratur
c. Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai
Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1 (satu) – 2
(dua) bulan
Tindakan 1 Tindakan 2
a. Lacak pasien Bila hasil BTA Lanjutkan
b. Diskusikan dan negatif atau TB pengobatan
cari masalah ekstra paru sampai seluruh
c. Periksa 3 (tiga) dosis selesai
kali dahak Bila 1 atau lebih Lama pengobatan
(SPS) dan hasil BTA positif sebelumnya
lanjutkan kurang dari 5
pengobatan bulan: lanjutkan
sementara pengobatan
sampai seluruh
dosis selesai.
Lama pengobatan
sebelumnya lebih
dari 5 bulan :
Kategori 1 : mulai
kategori 2 (dua)
Kategori 2 : rujuk,
mungkin kasus
TB resistan obat.
Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih dari 2 bulan
(Default)

29
a. Periksa 3 kali Bila hasil BTA Pengobatan
dahak (SPS) negatif atau TB dihentikan, pasien
b. Diskusikan dan ekstra paru diobservasi.bila
cari masalah gejala semakin
c. Hentikan parah perlu
pengobatan dilakukan
sambil pemeriksaan
menunggu kembali (SPS dan
hasil atau biakan)
pemeriksaan Bila 1 (satu) atau a. Kategori 1 :
dahak. lebih hasil BTA mulai
positif kategori 2
(dua)
b. Kategori 2 :
rujuk,
kasus TB
resitan
obat.

Tatalaksana Pelacakan Pasien Mangkir


Pasien TB yang sedang menjalani pengobatan OAT dikatakan
mangkir apabila pasien tersebut tidak datang pada tanggal perjanjian
kontrol. Apabila dijumpai pasien TB yang mangkir selama
pengobatan, harus segera dilakukan pelacakan untuk menghindari
terjadinya Drop Out pengobatan.
Tata cara pelacakan pasien mangkir selama pengobatan TB:
1. Poliklinik (spesialis atau umum) berusaha menghubungi pasien
atau PMO melalui telepon.
2. Poliklinik melaporkan kepada unit DOTS pasien TB mangkir
sebelum melebihi batasan waktu.
3. Apabila pasien TB mangkir berdomisili di wilayah Kota
Bengkulu, maka petugas DOTS menghubungi petugas TB
puskesmas sesuai dengan tempat tinggal pasien untuk
meminta bantuan pelacakan.
4. Apabila pasien TB mangkir berdomisili di luar wilayah Kota
Bengkulu, maka petugas DOTS menghubungi Wasor Kota
Bengkulu untuk pelacakan pasien.
5. Petugas DOTS mencatat pasien TB yang mangkir di buku Bantu
Pasien Mangkir.
30
6. Petugas DOTS melakukan follow up hasil pelacakan pasien
mangkir dengan menghubungi Wasor setempat.

Tataklasana Penjaringan Suspek TB MDR


TB MDR adalah kasus TB yang disebabkan oleh basil M.
tuberculosis yang tealh resistan terhadap INH dan rifampicin secara
bersamaan, dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lini pertama
lainnya. Kegiatan penemuan pasien TB MDR diawali dengan
penemuan suspek TB MDR. Suspek TB MDR adalah semua orang
yang mempunyai gejala TB dan memenuhi salah satu criteria di
bawah ini :
1. Kasus kronik atau gagal pengobatan kategori 2 (dua).
2. Pasien TB denganhasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah
bulan ketiga pengobatan kategori 2 (dua).
3. Pasein TB yang pernah diobati > 1 (satu) bulan di sarana non
DOTS termasuk dengan OAT TB MDR misalnya fluorokuinolon
dan kanamisin

b. Hasil Pengobatan TB (BTA Positif)


a. Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan
pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif pada akhir
pengobatan (AP) dan minimal satu pemeriksaan follow up
sebelumnya negatif.
b. Pengobatan Lengkap
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap
tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
c. Meninggal
Pasien yang meninggal dalam masa pengobatan Karena sebab
apapun.
d. Pindah
Pasien yang pindah berobat ke UPK lain dengan register TB03
yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.
e. Default (Putus berobat)
Paisen yang tidak berobat 2 (dua) bulan berturut-turut atau
lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

31
f. Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.

32
BAB VI
DOKUMENTASI

Pencatatan dan pelaporan dilakukan setiap hari dan dilaporkan setiap


bulan kepada sekretaris DOTS. Hal-hal yang perlu dilaporkan meliputi:
i. Pencatatan hasil psien telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap
dan pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif pada akhir pengobatan
(AP) dan minimal satu pemeriksaan follow up sebelumnya negatif.
ii. Pencatatan hasil pasien yang menyelesaiakan pengobatannya secara
lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
iii. Pencatatan pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena
sebab apapun.
iv. Catatan pasien yang pindah berobat ke UPK lain dengan register TB03
yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.
v. Catatana pasien yang Default (Putus berobat)
vi. Catan pasien yang tidak berobat 2 (dua) bulan berturut-turut atau lebih
sebelum masa pengobatannya selesai.
vii. Catatan pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

33
BAB VII
MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring dan evaluasi dilakukan setiap 6 bulan dan dilaporkan kepada


Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Harapan dan Doa Kota Bengkulu.

34
BAB VIII
PENUTUP

Panduan ini disusun untuk menjadi acuan pelaksanaan DOTS (Directly


Observed Treatment Shortcourse). Sesuai prosedur di Rumah Sakit Umum
Daerah Harapan dan Doa Kota Bengkulu, tentunya masih banyak kekurangan
dan kelemahan dalam pembuatan panduan ini.
Tim penyusun banyak berharap para pembaca memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada kami demi kesempurnaan panduan ini di
kesempatan berikutnya. Semoga panduan ini berguna bagi Tim TB Rumah
Sakit Umum Daerah Harapan dan Doa Kota Bengkulu pada khususnya juga
untuk para pembaca pada umumnya.

35
36

Anda mungkin juga menyukai