Fathul Musthofa-Fitk
Fathul Musthofa-Fitk
KI HADJAR DEWANTARA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Fathul Musthofa
NIM 1113011000027
Negeri Syarii Hrdayatullah Jakarla. Telah melalui bimbingau dan diuyatakan sah
sebagai karya ilmiah yang berhak untr-rk diujikan pada sidang munaqasah sesuai
ketentuan yang ditetapkan oleh Fakultas.
Yang Mengesahkan,
Pembimbing
Dosen Penguji I
Prof. Dr. H. AbuddinNata. MA 4w:add
NIP. 19s40802 198s03 1 002
Keguruan
STIR{T PERNYATAAN KAR.l-.t ILltl,ttl
NIM :t1130110000?7
Noruor HP . 085328t)28235
Fahv+xr skripst yang boi'u&"rl K.on-sep Fendictjkan Budi Peherti Mentrrui.K{ tlnd}ar
Ilervantara adelatr bela hasil karl,a sendiri di bawah birnbingiur doseil.:
Dernikian sn"rrat pernyataan iui saya truat dengan sesungguluil'a dan sa1,a siap fir€nerllTra
segala ko.nsekuensi apab.ila terbukti bahrva s.kripsi ini bukart lrastl kiu3,a sendir i.
Yang Menyatakan
Irathui N{usthota
ABSTRAK
Fathul Musthofa (NIM. 1113011000027): Konsep Pendidikan Budi Pekerti
Menurut Ki Hadjar Dewantara
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep dan metode pendidikan
budi pekerti menurut Ki Hadjar Dewantara dan relevansinya dengan pendidikan zaman
sekarang. Penelitian ini memberikan manfaat yaitu memperkaya khazanah keilmuan
dalam dunia pendidikan, khususnya bagi peneliti, praktisi pendidikan, dan menjadi
sumber referensi bagi instansi pendidikan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualititatif dengan jenis penelitian
biografi naratif dengan metode pemaparan deskriptif. Jenis penelitian skripsi
menggunakan metode library research yaitu penelitian yang mengacu pada sumber
kepustakaan seperti buku, artikel, jurnal, catatan, dan media elektronik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut Ki Hadjar Dewantara, pusat
pendidikan yang meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat harus saling bekerja sama
dan mengetahui tugas dan fungsinya masing-masing. serta harus ada sosok pendidik
yang berkualitas baik dari sisi keilmuan maupun sisi kepribadian. Selain itu, untuk
membentuk peserta didik yang berkualitas perlu adanya metode yang tepat dalam
mengajar, serta adanya pemberian materi pendidikan yang sesuai menurut
tingkatannya. Intinya pendidikan budi pekerti memiliki cakupan yaitu, kepada Allah,
sesama manusia, dan dengan lingkungan masyarakat. Akhirnya bertujuan untuk
kebahagiaan dunia dan akhirat. Gagasan ini masih relevan dengan berbagai konstitusi
yang berkaitan dengan pendidikan yang ada Indonesia seperti dengan Undang-undang
No 20 Tahun 2003, Undang-undang No. 14 tahun 2005, Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional (Permendiknas) No. 16 tahun 2007 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Permendikbud) No 23 tahun 2015.
i
ABSTRACT
Fathul Musthofa (NIM. 1113011000027): Concept of Character Education
According to Ki Hadjar Dewantara
The purpose of this study is to find out the concepts and methods of character
education according to Ki Hadjar Dewantara's consideration, and its relevance to
education today. This study provides benefits that enrich knowledge in the world of
education, especially for researchers, education practitioners, and become a source of
reference for educational institutions.
This study uses a qualitative approach with the type of narrative biography
research with descriptive exposure methods. This type of thesis research uses library
research method which is a research that refers to library sources such as books,
articles, journals, notes, and electronic media.
The results of the study shows that according to Ki Hadjar Dewantara, an
education center that includes family school and community must work together and
know their respective duties and functions. and there must be qualified educators from
both the scientific and personality aspects. In addition, to form qualified students there
needs to be an appropriate method of teaching, as well as the provision of educational
materials according to their level. Essentially, character education has a scope that is
to God, fellow human beings, and to the environment. Finally aimed at the happiness
of the word and the hereafter. This idea is still relevant to various constitutions relating
to education in Indonesia such as Law Number 20 of 2003, Law Number. 14 of 2005,
Minister of National Education Regulation Number. 16 of 2007 and Meeting of the
Minister of Education and Culture Number 23 of 2015.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt, Tuhan semesta alam yang
telah memberikan petunjuk dan kekuatan serta nikmat dengan izin-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Konsep Pendidikan Budi
Pekerti Menurut Ki Hadjar Dewantara”. Tak lupa shalawat dan salam penulis
sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW sebagai pembawa risalah dan
Revolusioner dunia juga pada para sahabat dan pengikutnya.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam meraih gelar Sarjana
Pendidikan (S.Pd) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh
banyak dukungan dan saran dari berbagai pihak, sehingga dengan segala kerendahan
hati ucapan terima kasih penulis sampaikan dengan tulus dan sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta .
2. Dr. Abdul Majid Khon, MA. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang
selalu memberikan kemudahan dalam setiap kebijakan yang beliau berikan
selama penulis menjadi mahasiswa di Jurusan PAI.
3. Marhamah Saleh, Lc, MA. Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam yang
juga memberikan bimbingan dan dukungannya kepada penulis untuk
menyelesaikan studi.
4. Drs. H. Achmad Gholib, M.Ag. Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan penuh
kesabaran membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
5. Dosen-dosen civitas academica Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah membimbing penulis dari awal masuk hingga
iii
bisa menyelesaikan skripsi ini dan Staf-staf/Karyawan yang membantu proses
administrasi penulis .
6. Keluarga besar penulis, Ayahanda tercinta H. Syahid Irfanto dan Ibunda
tersayang Jamilah serta kedua kakak yang telah mencurahkan cinta luar biasa,
bantuan baik materil maupun moril, nasehat dan doa tak pernah henti sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Keluarga besar PAI 2013, terkhusus teman kelas PAI A yang selalu mendukung
semua kegiatan yang penulis lakukan dan telah bekerja sama dengan baik dalam
pembelajaran dan kegiatan lainnya.
8. Sahabat-sahabatku dari PMII dan grup Bulutangkis “Badminton Legend”
terkhusus M. Rizal Aziz, Ahmad Milki, Zianurrahman Arbi, Aldi Syarifullah
yang selalu memberikan semangat, motivasi dan bantuan kepada penulis.
9. Semua pihak yang penulis tidak bisa sebutkan satu-persatu terima kasih atas
bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.
Demikian ucapan terimakasih penulis sampaikan. Penulis hanya bisa
berdo’a semoga bantuan dan bimbingan dari semua pihak dapat diterima oleh Allah
SWT sebagai amal ibadah yang bisa menolong di hari kiamat kelak. Aamiin.
Akhir kata, Tak ada gading yang tak retak, dalam istilah peribahasa
Indonesia. No body is perfect because the man is not angel, dalam istilah bahasa
Inggris. Penulis pun menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
skripsi ini selanjutya. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat
dijadikan rujukan penyusunan skripsi selanjutnya.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
COVER
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
v
E. Hasil Penelitian yang Relevan ........................................... 37
vi
c. Taman Remaja ..................................................... 72
d. Taman Dewasa ..................................................... 72
5. Ruang Lingkup Pendidikan Budi Pekerti ............................. 74
6. Metode Pendidikan Budi Pekerti ......................................... 76
C. Relevansi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Terhadap Zaman
Sekarang ................................................................................ 78
BAB V Penutup
A. Kesimpulan ............................................................................. 87
B. Saran ......................................................................................... 89
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan pada hakikatnya
adalah membentuk manusia berkualitas bukan hanya dari sisi intelektual saja,
melainkan dari segala aspek yang meliputi kualitas akal, jasmani, dan rohani yang
baik. Artinya disamping seseorang diharapkan memiliki tubuh yang sehat,
1
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2012), Cet.III, h. 8.
2
Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam- Fakta Teoritis-Filosofis & Aplikatif-Normatif, (Jakarta:
Amzah, 2013), Cet. 1, h. 103.
1
2
kecerdasan intelektual yang tinggi, juga memiliki budi pekerti yang luhur dalam
hatinya yang tercermin dalam tingkah lakunya sehari-hari.
3
Syahdan Alamsyah, Tawuran Pelajar di Sukabumi, Rayhan Tewa Terkena Bacokan, 2017,
(https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-3732687/tawuran-pelajar-di-sukabumi-rayhan-tewas-
terkena-bacokan).
3
Selain kasus tawuran antar pelajar di atas, Dunia pendidikan dinodai oleh
tindakan kriminal pelajar terhadap gurunya, seperti kasus yang terjadi di kecamatan
Sekayu, Musi Banyuasin Sumatera Selatan pada akhir tahun lalu. Seperti diliput
oleh Sindonews, yaitu:
Dari fenomena dan kenyataan di atas juga, sangatlah miris mengingat mereka
adalah manusia-manusia yang berpendidikan justru menodai dunia pendidikan itu
sendiri. Hal ini menjadikan perhatian dalam dunia pendidikan untuk
mengedepankan aspek pendidikan moral atau budi pekerti kepada peserta didiknya
agar kasus-kasus semacam itu tidak terjadi lagi dikemudian hari. Karena kasus
semacam itu adalah akibat dari moral dan budi pekerti yang kurang tertanam dalam
4
Amarullah Diansyah, Tersinggung, Siswa SMP Nekat Tikam Guru 13 Kali,2017,
(http://daerah.sindonews.com/read/1153906/190/tersinggung-siswa-smp-nekat-tikam-guru-13-
kali-1478666066).
5
Nurul Zuriah. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), Cet. 2, h. 160.
4
hati seseorang sehingga kerap kali melakukan hal-hal yang buruk yang berujung
pada pelanggaran hukum.
Di dalam Islam tujuan pendidikan juga disebutkan yaitu mendidik budi pekerti.
Oleh karenanya pendidikan budi pekerti atau akhlak merupakan jiwa dari
pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan
sesungguhnya dari proses pendidikan.8
6
Tim Penyusun, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Jakarta: Depdiknas, 2003), Cet. I, h. 5.
7
Ibid., h. 4.
8
Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004),
h. 171.
5
Dari persoalan di atas, Abdul Majid dan Dian Andayani dalam bukunya yang
berjudul Pendidikan Karakter Perspektif Islam menghimpun beberapa pendapat
praktisi pendidikan dengan menyebutkan bahwa rendahnya budi pekerti, moral dan
karakter seseorang disebabkan oleh tiga faktor, yaitu:9
Pertama, kebiasaan diri sendiri. Menurutnya kebiasaan buruk yang ada pada
diri seseorang menyebabkan seseorang tersebut memiliki moral, akhlak yang buruk.
Kebiasaan kebiasaan buruk tersebut terbagi dalam beberapa bentuk, seperti
kebiasaan memperlakukan diri sendiri, kebiasaan memperlakukan lingkungan,
kebiasaan yang merugikan ekonomi, dan kebiasaan dalam bersosial. Kebiasaan-
kebiasaan tersebut antara lain seperti meremehkan waktu, membuang sampah
sembarangan, konsumtif, dan kebiasaan jarang mendengarkan pendapat orang lain.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa pada intinya rendahnya moral
seseorang disebabkan oleh diri sendiri, lingkungan, dan sistem pendidikan yang
kurang tepat. Selanjutnya pada jurnal pendidikan yang membahas tentang
kemerosotan moral dikalangan remaja, Diah Ningrum menyebutkan ada empat
9
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2011), h.54.
6
Dari beberapa faktor tersebut maka akan menimbulkan sifat-sifat yang buruk
yang tentu akan merusak peradaban manusia yaitu sifat Al-Akhlaku al-
Madhmumah atau perbuatan buruk terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk
makhluk yang lainnya.
11
ت ِِلُتَِم َم َم َكا ِرَم ْاِلَ ْخ ََل ِق
ُ ْإِ مَّنَا بُِعث
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.”
Misi keRasulan yang telah dijelaskan pada hadits di atas adalah untuk
memperbaiki akhlak umatnya. Akhlak yang dimaksud dalam hadits di atas sepadan
dengan budi pekerti. Oleh karena misinya sebagai pengemban perbaikan budi
10
Diah Ningrum, Kemerosotan Moral di Kalangan Remaja: Sebuah Penelitian Mengenai
Parenting Styles dan Pengajaran Adab, Jurnal UNISIA, Vol. XXXVII, 2015, h. 24
11
Imam Abi Bakar Ahmad bin al-Hussaini al Baihaqi, Sunan al-Kubro, (Lahore: Maktaba
Rahmania, t.t.) h. 450.
7
pekerti maka Rasulullah selalu menunjukan uswah hasanah, yaitu suri teladan yang
baik yang wajib diikuti oleh seluruh umatnya dalam segala aspek kehidupan.
Khusus dalam akhlak, Allah SWT. memuji beliau dengan diiringi sumpah :
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling bagus
akhlaknya” (H.R Tirmidzi)
Dengan demikian, sepatutnya seorang muslim berusaha dan bersemangat
untuk memiliki akhlak dan budi pekerti yang baik yang merujuk pada Rasulullah
SAW. sehingga tercipta pribadi yang dapat membedakan suatu perbuatan yang baik
dan buruk, perbuatan yang etis dan tidak etis, benar dan salah, dan hal lain yang
menyangkut etika individu maupun sosial.
Selain Nabi Muhammad SAW yang telah menjelaskan bahwa tujuan utama
dalam pendidikan adalah kesempurnaan akhlak, tokoh pendidikan barat seperti
Socrates juga berpendapat bahwa tujuan paling mendasar dari pendidikan adalah
untuk membentuk seseorang yang good dan smart. Hal ini dipertegas juga oleh
tokoh pendidikan barat yang sangat mendunia seperti Klipatrick, Lickona, Brooks,
dan Goble. Mereka seakan menggemakan kembali gaung yang disuarakan oleh
Nabi Muhammad SAW dan Socrates. Bahwa moral, akhlak, karakter, budi pekerti
adalah tujuan yang tak terhindarkan dari dunia pendidikan.13
12
Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at-Tirmidzi, Jami’u Tirmidzi, (Riyadh: International
Ideas Home Inc, t.t.), h. 206.
13
Abdul Majid, op. cit., h. 2.
8
Ki Hadjar Dewantara juga dikenal sebagai tokoh Bumi Putera yang memiliki
dedikasi yang tinggi terhadap nasib bangsa Indonesia dengan membawa spirit
kerakyatan.15 Ajarannya yang terkenal ialah, ing ngarsa sung tulada (di depan
memberi contoh teladan yang baik), ing madya mangun karsa (di tengah
menciptakan peluang dan memberi semangat), dan tut wuri handayani (di belakang
memberi dorongan). Kontribusi pemikiran Ki Hadjar dewantara salah satunya
mengatakan bahwa lingkungan pendidikan dalam menginternalisasi nilai-nilai budi
pekerti kepada anak tidak hanya terbatas di lingkungan sekolah, melainkan lebih
14
Zuriah, op. cit., h. 122.
15
Haidar Musyafa, Sang Guru, Novel Biografi Ki Hadjar Dewantara, Kehidupan, Pemikiran,
dan Perjuangan Pendiri Tamansiswa (1889-1959), (Jakarta:Imania, 2015), h. 27.
9
luas yang mencakup keluarga dan masyarakat juga. Hal ini kemudian kita kenal
dengan istilah Tri Pusat Pendidikan.
Menurut Ki Hadjar Dewantara juga dalam salah satu karya fenomenalnya yang
berjudul Bagian Pertama : Pendidikan, mengatakan bahwa pendidikan merupakan
daya dan upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin,
karakter), pikiran (intelektual) dan tubuh anak agar dapat memajukan
kesempurnaan hidup yaitu kehidupan anak yang sesuai dengan dunianya.16
Menyadari hal tersebut, maka Ki Hadjar Dewantara berusaha menjadikan sekolah
Tamansiswa sebagai wahana kebebasan bagi anak-anak. Tujuannya agar anak-anak
yang belajar di sekolah Taman Siswa mendapatkan kebebasan untuk
mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
16
Ki Hadjar Dewantara, Bagian Pertama Pendidikan, Cetakan IV, (Yogyakarta: MLPTS,2011),
h. 14.
17
Ibid., h. 290.
18
Ibid., h. 485.
10
tersebut mendarah daging pada jiwa seorang anak. Sehingga mengajarkan teori-
teori dan dalil bernilai sebagai penguat dan alat saja bukan tujuan.19
B. Identifikasi Masalah
19
Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005), h. 140.
11
perbedaan latar belakang dari masing-masing tokoh. Selain itu bahasan mengenai
konsep pendidikan memiliki ragam yang berbeda.
D. Perumusan Masalah
2. Secara Praktis
a. Bagi penulis, sebagai latihan dalam penulisan ilmiah sekaligus
memberikan tambahan khazanah atau wawasan keilmuan seorang Ki
Hadjar Dewantara mengenai pemikirannya terhadap pendidikan budi
pekerti.
b. Bagi civitas akademik, hasil penelitian ini dapat menjadi sumber
referensi perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sehingga hasil
penelitian ini dapat menjadi pustaka bagi para peneliti selanjutnya
yang ingin mengkaji tentang konsep pemikiran tokoh pendidikan
Indonesia.
c. Bagi masyarakat, untuk menambah wawasan literatur dan sumber
referensi mengenai konsep pendidikan budi pekerti dari tokoh
Indonesia.
d. Bagi Pemerintah, dapat berguna dalam menyusun dan
mengembangkan kerangka pendidikan yang menitikberatkan kepada
pembangunan Indonesia yang beradab dan bermartabat sesuai dengan
cita-cita bangsa Indonesia sendiri.
F. Teknik Penulisan
1
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), Cet ke-12, h. 30.
2
Ibid., h. 33.
13
14
3
Tim Penyusun, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Jakarta: Depdiknas, 2003), Cet. I, h. 5.
4
Tim Penyusun Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005),
cet. 3., h. 263.
5
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 1.
6
Ibid., h. 2.
15
c. J.J. Rosseau, Pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada
pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu
dewasa.
d. W.J.S Poerwadarmita, Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan
tingkah laku pada diri seseorang atau kelompok orang yang dilakukan
dengan cara pengajaran dan latihan agar seseorang atau kelompok tersebut
menjadi manusia yang dewasa.7
e. Ahmad D. Marimba, Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara
sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si
terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama dengan
menggunakan alat dan metode tertentu.8
f. Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk
memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran
(intellect) dan tubuh anak. unsur-unsur tersebut dalam Tamansiswa tidak
boleh dipisahkan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni
kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan
dunianya.9
g. Menurut rumusan hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia pada tahun
1960, disebutkan bahwa hakikat pendidikan Islam adalah bimbingan
terhadap pertumbuhan jasmani dan rohani menurut agama Islam yaitu
berupa usaha mempengaruhi jiwa peserta didik yang dilakukan melalui
beberapa tingkatan dengan tujuan menanamkan ketakwaan dan akhlak
serta menegakkan kebenaran sehingga terbentuk manusia yang berpribadi
dan berbudi luhur.10
Berdasarkan beberapa rumusan yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan
di atas, serta beberapa pemahaman yang digali dari beberapa istilah dalam
pendidikan Islam, penulis menyimpulkan bahwa pendidikan dapat dipahami
7
Tatang S, Ilmu Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), Cet. I, h. 13.
8
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif; 1980), Cet.
IV, h. 19.
9
Ki Hadjar Dewantara, Bagian Pertama Pendidikan, (Yogyakarta: MLPTS, 2011), Cet. IV, h.
15.
10
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cet. V., h. 15.
16
sebagai suatu usaha sadar yang dilakukan pendidik terhadap peserta didik berupa
pengajaran dan bimbingan ilmu pengetahuan dan agama, dalam pertumbuhan
jasmani dan rohani untuk menghasilkan sikap dan tingkah laku yang baik guna
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Pengertian Budi Pekerti
Esensi dan makna budi pekerti sama dengan pendidikan moral dan
pendidikan akhlak. Kata budi pekerti dalam kosakata Arab adalah akhlak, dalam
kosakata Latin/Yunani adalah ethos dan dalam kosakata Inggris adalah ethic.
Mengenai pengertian budi pekerti ini dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu :
secara epistimologi budi pekerti berarti penampilan diri yang berbudi. Secara
leksikal, budi pekerti berarti tingkah laku, perangai, akhlak, dan watak. Dan
secara operasional, budi pekerti berarti perilaku yang tercermin dalam kata,
perbuatan, pikiran, sikap, perasaan, keinginan dan hasil karya.11
Dalam bahasa Sansekerta, budi pekerti berarti tingkah laku, atau perbuatan
yang sesuai dengan akal sehat. Yaitu perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai
moralitas masyarakat yang terbentuk sebagai adat istiadat.12 Sedangkan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, budi pekerti terdiri dari dua kata, yaitu budi dan
pekerti yang tidak dapat dipisahkan, kedua kata tersebut adalah bagian integral
yang saling terkait. Budi berarti panduan akal dan perasaan untuk menimbang
baik buruk. Pekerti berarti perangai, tingkah laku, akhlak. dengan demikian budi
pekerti berarti kesadaran yang ditampilkan oleh seseorang dalam berperilaku.13
Menurut Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional yang dikutip oleh Heri
Gunawan dalam buku Pendidikan Karakter, budi pekerti diartikan sebagai sikap
atau perilaku sehari-hari seseorang, baik individu maupun kelompok yang
mengandung nilai-nilai yang berlaku dalam suatu sistem nilai moral, dan menjadi
pedoman perilaku manusia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
11
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2011), h. 13.
12
Sutardjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter Konstruktivisme dan VCT Sebagai Inovasi
Pendekatan Pembelajaran Aktif, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 55.
13
Tim Penyusun Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdiknas RI, 2008),
cet. 4., h. 215
17
dengan bersumber pada falsafah pancasila dan diilhami oleh ajaran agama serta
budaya.14
Pengertian tentang budi pekerti terkadang disandingkan dengan beberapa
istilah lain, seperti akhlak, moral, karakter, etika, adab, dan lain sebagainya.
Secara umum antara budi pekerti dan istilah-istilah lain itu memiliki persamaan
yang mendasar, yaitu sama-sama berbicara tentang baik dan buruk terhadap
tingkah laku seseorang. Namun dari istilah-istilah tersebut memiliki perbedaan
dari sisi tolak ukur atau sumbernya. Budi pekerti merupakan pendidikan nilai
yang bersumber dari adat istiadat atau budaya masyarakat, akhlak bersumber dari
Al-Qur’an dan hadits, moral bersumber dari norma-norma sosial masyarakat,
etika bersumber dari akal pikiran karena merupakan pandangan tentang tingkah
laku manusia dalam perspektif filsafat. Dan karakter bersumber norma-norma
agama, hukum tata krama, budaya dan adat istiadat.15
Dari pengertian pendidikan dan budi pekerti diatas, Nurul Zuriah menjelaskan
bahwa pendidikan budi pekerti dapat diartikan sebagai program pengajaran di
sekolah yang yang menekankan pada ranah afektif (perasaan dan sikap) melalui
penghayatan nilai-nilai moral dan keyakinan dalam masyarakat berupa aspek
kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, kerjasama dan lainnya yang bertujuan
mengembangkan watak atau tabiat siswa tanpa meninggalkan ranah kognitif
(berfikir rasional) dan ranah skill/psikomotorik (keterampilan, terampil mengolah
data, mengemukakan pendapat, dan kerjasama)16
Sementara itu, pengertian pendidikan budi pekerti menurut Draft Kurikulum
Berbasis Kompetensi (2001) dapat ditinjau secara konsepsional dan operasional.
1. Pengertian pendidikan budi pekerti secara konsepsional mencakup hal-hal
sebagai berikut.
14
Heri Gunawan. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasinya, (Bandung: Alfabeta,
2012), Cet. II, h. 13
15
Majid, op. cit., h. 8-14.
16
Nurul Zuriah. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), Cet. II, h. 19-20.
18
17
Ibid.
18
Ibid.
19
Zubaedi, Pendidikan Berbasis Masyarakat Upaya Menawarkan Solusi Terhadap Berbagai
Problem Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 4.
19
berperangai baik dalam hubungannya dengan Allah dan sesama makhluk yang
lain sesuai dengan nilai-nilai agama, moral, dan budaya yang tidak bertentangan
dengan agama sehingga perbuatan-perbuatan baik yang ia lakukan mengantarkan
kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
20
Ibid.
21
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013),
Cet. XII, h. 128.
20
َّ ون أ َُّم َهاتِ ُك ْم ََل تَ ْعلَ ُمو َن َش ْي ئًا َو َج َع َل لَ ُك ُمِ ُاَّلل أَ ْخرج ُكم ِمن بط
ص َار
َ ْالس ْم َع َو ْاْلَب ُ ْ ْ َ َ َُّ َو
َو ْاْلَفْئِ َدةَ ۙ لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُك ُرو َن
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (Q.S an-Nahl [16]: 78)
Ketiga, Karena Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan
sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan
makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak
dan sebagainya.
Prof. Dr. Rosihon Anwar dalam bukunya yang berjudul Akhlak Tasawuf,
membagi secara singkat mengenai akhlak terhadap sesama manusia. Pembagian
tersebut terdiri dari 3 golongan, yaitu:22
1. Akhlak terhadap Diri Sendiri
Menurutnya, akhlak terhadap diri sendiri sangat penting dimiliki, yaitu
berbagai akhlak terpuji seperti diantaranya : Sabar, Syukur, Menunaikan
amanah, Benar atau jujur, Menepati janji, dan Memelihara kesucian diri.
2. Akhlak terhadap Keluarga
Sikap Berakhlak kepada keluarga meliputi dua aspek penting, yaitu
berbakti kepada orang tua, dan bersikap baik dengan saudara. Berbakti
kepada orang tua merupakan faktor diterimanya doa seseorang, juga
merupakan amal saleh yang paling utama yang dilakukan oleh seorang
muslim. Banyak ayat-ayat Alqur’an ataupun hadits yang menjelaskan
keutamaan berbuat baik kepada kedua orang tua. Allah sering
menghubungkan beribadah kepada-Nya dengan berbuat baik kepada
orangtua menunjukkan betapa mulianya kedudukan orangtua dan birrul
walidain (berbuat baik kepada kedua orangtua) disisi Allah SWT. Seperti
dalam firman-Nya :
ِ ني أ ِ ِ ِ
َن ا ْش ُك ْر ِِل َ سا َن بَِوال َديْه َْحَلَْتهُ أ ُُّمهُ َو ْهنًا َعلَ َٰى َو ْه ٍن َوف
ِ ْ صالُهُ ِِف َع َام ِْ ص ْي نَا
َ ْاْلن َّ َوَو
ري ِ ََّ ِك إ
ُ ِل ال َْمص َ َْولَِوالِ َدي
“Dan Kami Perintahkan Kepada Manusia (agar berbuat baik)
kepada kedua orangtuanya, ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam
usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada orangtuamu.
Hanya kepada Aku kembalimu.” (Q.S Luqman : 14)
22
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 96.
24
tidak ada bantuan berupa benda kita dapat membantu orang tersebut
dengan nasihat atau kata-kata yang dapat menghibur hatinya. Bahkan,
sewaktu-waktu bantuan jasa lebih diharapkan daripada bantuan-bantuan
lainnya.
23
Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam- Fakta Teoritis-Filosofis & Aplikatif-Normatif, (Jakarta:
Amzah, 2013), Cet. I, h. 138.
27
24
Ibid,. h. 139.
25
Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pendidikan Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bulan
Bintang, 1969), h. 111-113.
28
26
Zuriah, op. cit., h. 91-94.
27
Sri Minarti. op.cit., h. 142.
30
spiritual, dan etos sosial anak. Hal ini karena pendidik adalah figur terbaik
dalam pandangan anak yang tindak-tanduk dan sopan-santunnya disadari
atau tidak akan ditiru seorang anak.
Masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik
buruknya anak. Karena jika seorang anak mendengar dari orangtuanya atau
pendidik nya kata-kata yang kotor, kasar dan tercela, maka tidak diragukan
lagi ia akan meniru dan mengulangi ucapan-ucapan negatif tersebut, hal ini
berlaku bukan hanya dari ucapan melainkan juga dari segala sikap dan
tindakan yang nantinya akan ditiru oleh seorang anak.28 Dengan demikian
jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani, dan
menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama,
maka si anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia,
berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan
dengan agama.
Allah SWT. Juga telah mengajarkan bahwa Rasulullah diutus untuk
menyampaikan risalah samawi kepada umat manusia, dan Rosulullah
merupakan peletak metode samawi yang tiada taranya karena memiliki
sifat-sifat yang luhur, baik spiritual, moral maupun intelektual. Sehingga
umat manusia meneladaninya, belajar darinya, memenuhi panggilannya,
menggunakan metodenya dalam hal kemuliaan, keutamaan dan akhlak yang
terpuji. Allah menyebutkan dalam al-Qur’an yaitu :
28
Abdullah Nasihin Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam, Pemeliharaan Kesehatan Jiwa
Anak , Terj. dari Tarbiyatul Aulad Fil Islam oleh Khalilullah Ahmas Masykur Hakim, (Jakarta:
Remaja Rosydakarya, 1990), h.181-182.
31
29
Zuriah, op. cit., h. 91-95.
32
30
Sri Minarti, op.cit., h. 143.
31
Abdullah Nasihin Ulwan, op.cit., h. 66.
33
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk”. (Q.S an-Nahl : 125)
Di dalam jiwa seseorang terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh
kata-kata yang didengar. Pembawaan itu biasanya tidak tetap, dan oleh
karena itu kata-kata harus diulang-ulangi. Namun nasihat saja tidaklah
cukup bila tidak dibarengi dengan teladan dan perantara yang
memungkinkan teladan itu diikuti dan diteladani. Bila tersedia teladan yang
baik, maka nasihat akan sangat berpengaruh di dalam jiwa, dan akan
menjadi suatu sangat besar dalam pendidikan rohani.32
Nasihat sangat erat kaitannya dengan keteladan. Teladan yang baik juga
kadang-kadang belum bisa menjadikan orang menjadi baik. Maka dari itu
nasihat diperlukan sebagai metode lain. Sebagai contoh ada seorang
pendidik yang berakhlak mulia, selalu menampakkan sifatnya yang baik,
mulai dari jujur, bersikap lemah lembut, sopan dan sebagainya yang
menjadikan dirinya pantas untuk ditiru oleh anak didiknya , namun
kenyataannya anak didiknya tidak bersikap demikian, dirinya malah sering
berbohong, bersikap kasar dan sebagainya. Maka dari itu disini nasihat
diperlukan sebagai cara lain yang dilakukan oleh pendidik. Yaitu dengan
terus menerus memberikan nasihat dengan lemah lembut namun membekas
agar peserta kembali bersikap baik dan berakhlak mulia.
9. Pendidikan dengan Pemberian Hukuman
Pendidikan yang lembut memang seringkali membuahkan hasil yang
baik, peserta didik menjadi pribadi yang lembut dan maksud penyampaian
pun diterima dengan baik. Namun pendidikan terlalu lembut terkadang
malah membuat pengaruh jelek bagi peserta didik mulai dari bersikap
semaunya sendiri, tidak sopan santun dan lain sebagainya. Maka dari itu
bila nasihat dan keteladanan tidak mampu mengatasi persoalan tersebut,
diperlukan suatu metode yang lebih tegas dalam pembentukan akhlak yaitu
pemberian hukuman.
32
Salman Harun, Sistem Pendidikan Islam Muhammad Quthb, (Bandung: Al Maarif, 1988),
Cet. II, h. 334.
34
33
Ibid., h. 341.
35
pendidikan telah sependapat bahwa suatu ilmu yang tidak akan membawa kepada
fadhilah dan kesempurnaan tidak selayaknya diberi nama ilmu.
Pendidikan budi pekerti yang terintegritasi dalam sejumlah mata pelajaran
yang relevan dalam dunia persekolahan secara umum bertujuan untuk
memfasilitasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuan, mengkaji dan
menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai, mengembangkan keterampilan
sosial agar akhlak mulia dalam diri siswa dapat tumbuh dan berkembang serta
diwujudkan dalam perilaku sehari-hari, dalam berbagai konteks sosial budaya
yang berbhineka sepanjang hidupnya.34
Secara rinci Nurul Zuriah mengemukakan tujuan pendidikan budi pekerti
adalah sebagai berikut :
1. Siswa memahami nilai-nilai budi pekerti di lingkungan keluarga, lokal,
nasional, dan internasional melalui adat istiadat, hukum, undang-undang,
dan tatanan antarbangsa.
2. Siswa mampu mengembangkan watak dan tabiatnya secara konsisten
dalam mengambil keputusan budi pekerti ditengah-tengah rumitnya
kehidupan masyarakat saat ini.
3. Siswa mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara
rasional bagi pengambilan keputusan yang terbaik setelah melakukan
pertimbangan sesuai dengan norma budi pekerti.
4. Siswa mampu menggunakan pengalaman budi pekerti yang baik bagi
pembentukan kesadaran dan pola perilaku yang berguna dan bertanggung
jawab atas tindakannya.35
Menurut Andewi yang dikutip Abdul Majid dan Dian Andayani, pendidikan
budi pekerti bertujuan sebagai bimbingan/latihan untuk membentuk tingkah laku
yang baik yang merupakan ungkapan/ ekspresi dari nilai-nilai mulia. pendidikan
budi pekerti itu ialah pendidikan yang membentuk perilaku berdasarkan nilai
nilai universal.36 Sedangkan Haidar Putra Daulay berpendapat bahwa tujuan
pendidikan budi pekerti adalah untuk mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku
siswa yang memancarkan akhlak mulia/berbudi luhur. Dengan kata lain dalam
pendidikan budi pekerti nilai-nilai yang ingin dibentuk adalah nilai-nilai akhlak
34
Zuriah, op. cit., h. 64.
35
Ibid., h. 67.
36
Majid, op. cit., h. 14.
36
yang mulia, yaitu tertanamnya nilai-nilai akhlak yang mulia ke dalam diri peserta
didik yang kemudian terwujud dalam tingkah lakunya.37
Menurut Prof. Dr. Mohd Athiyah Al-Abrasyi, tujuan utama dari pendidikan
Islam adalah pembentukan akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan
orang-orang yang bermoral dan tujuan dari pendidikan moral dan akhlak dalam
Islam adalah untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan,
sopan dalam bicara dan perkataan, serta mulia dalam tingkah laku dan perangai,
bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur, dan suci.38
Menurut Cahyoto yang dikutip nurul zuriah mengatakan bahwa tujuan
pendidikan budi pekerti dapat dikembalikan kepada harapan masyarakat terhadap
sekolah yang menghendaki siswa memiliki kemampuan dan kecakapan berpikir,
menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat, dan memiliki kemampuan yang
terpuji sebagai anggota masyarakat.39
Dari pendapat di atas nampak jelas bahwa tujuan dari adanya pendidikan budi
pekerti atau akhlak adalah menciptakan seseorang yang insan kamil yang
memiliki budi pekerti luhur, perilaku yang baik sesuai norma agama dan
masyarakat sehingga orang tersebut dapat memunculkan sikap dan perilaku yang
baik terhadap Allah SWT sebagai penciptanya dan juga terhadap sesama
makhluk.
Para ahli mengatakan bahwa tujuan pendidikan islam termasuk pendidikan
budi pekerti atau akhlak adalah membimbing manusia agar menjadi seseorang
yang bertaqwa kepada Allah, yakni melaksanakan segala perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya dengan penuh kesadaran dan ketulusan.40 Tujuan ini
muncul dari hasil pemahaman terhadap ayat Al-Qur’an yaitu :
اَّللَ َح َّق تُ َقاتِِه َوََل َتَُوتُ َّن إََِّل َوأَنْ تُ ْم ُم ْسلِ ُمو َن
َّ آمنُوا اتَّ ُقوا
َ ين
ِ َّ
َ ََي أَيُّ َها الذ
37
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2012), Cet. III, h. 198.
38
Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, op.cit., h. 109
39
Zuriah, op. cit., h. 65.
40
Abuddin Nata. Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005),
h. 166-168.
37
ص َرانِِه أ َْو ِ ِ ِ ِ ٍ
ِِّ َ فَأَبَ َواهُ يُ َه ِِّو َدانِه أ َْو يُن،ُسانُه َ َح ََّّت يُ ْع ِر،ُك ُّل َم ْولُْود يُ ْولَ ُد َعلَى الْفط َْرة
َ ب َع ْنهُ ل
سانِِه ِ
َ ْيَُ ِّج
“Tiap orang dilahirkan membawa fitrah, ayah dan ibunyalah yang
menjadikannya yahudi, nasrani dan majusi. (H.R. Bukhari dan Muslim)41
Dari kedua pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan budi
pekerti adalah membentuk seseorang yang berperilaku baik baik dari segi
perkataan maupun perbuatan terhadap sesama makhluk, dan membentuk
seseorang yang semakin bertaqwa kepada Allah SWT sebagai khalik, dengan
selalu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
41
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, al- Jami’u Shahih lil Bukhari, (Kairo: Al-Matba’ah as-
Salafiyyah, 1400 H), Juz I, h. 424.
38
Skripsi Puji Nur Utami (IAIN Salatiga, 2017) yaitu: “Konsep Pendidikan
Karakter Menurut Ki Hajar Dewantara”, menyimpulkan bahwa dalam konteks
pengajaran budi pekerti atau karakter adalah orang yang senantiasa memikir-
mikirnya, merasa-rasakan dan selalu memakai ukuran, timbangan, dan dasar
yang pasti dan tetap dalam perkataan dan perbuatannya yang terpuji terhadap
sesama dan lingkungannya. Serta pendidikan merupakan daya dan upaya yang
disengaja secara terpadu dalam rangka memerdekakan aspek lahiriah dan batiniah
manusia yang melibatkan 3 pelaksana pendidikan yaitu keluarga, sekolah, dan
masyarakat yang ketiganya disebut “Tri Pusat Pendidikan”
Skripsi Andriana Kusumawati (STAIN Ponorogo, 2015) yaitu : “Konsep
Pendidikan Budi Pekerti Perspektif ki Hadjar Dewantara dan Relevansinya
dengan Pendidikan Akhlak dalam Islam”. Menyimpulkan bahwa pendidikan budi
pekerti adalah memberikan nasihat, materi, anjuran yang dapat mengarahkan anak
pada keinsyafan dan kesadaran akan perbuatan baik sesuai dengan tingkatan
perkembangannya agar terbentuk watak dan kepribadian yang baik sehingga
tercipta kebahagiaan lahir dan batin.
Skripsi Robiatul Adawiyah (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017) yaitu:
“Konsep Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih” menyimpulkan bahwa berbagai
ilmu yang diajarkan janganlah semata-mata karena ilmu itu sendiri, atau tujuan
akademik semata, tetapi lebih kepada tujuan yang hakiki yaitu akhlak yang mulia.
dengan demikian semakin tinggi ilmu seseorang maka diharapkan semakin tinggi
pula akhlaknya. Guru dianggap lebih berperan dalam mendidik kejiwaan peserta
didik sehingga posisi guru sangat penting sehingga guru berkualitas sangat
diperlukan.
Skripsi Fatma Samal (UIN Sunan Kalijaga, 2016) yaitu: “Studi Komparasi
Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Ki Hadjar Dewantara dan Hamka Serta
Implikasinya terhadap Pendidikan Islam”. Menyimpulkan bahwa konsep
pendidikan Akhlak adalah pendidikan Budi Pekerti yaitu kebaikan dari pikiran
dan perbuatan serta keduanya menekankan pendidikan akhlak (budi pekerti) yang
berorientasi pada keluarga dan masyarakat.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1
Sugiono, metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2014), cet. XXI, h.2.
2
Rexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2016), cet.
XXXVIII., h. 6-11.
39
40
3
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, (Jakarta:
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015). h. 61-62.
4
Emzir, Analisis Data: Metodologi penelitian Kualitatif (Jakarta: Rajawali Press, 2010), h. 26.
5
Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h.60-
61.
41
6
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2008), h. 329.
42
7
Tim Penyusun, op.cit., h. 67.
8
Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2012)
Cet. 4, h. 38-40.
43
9
Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), h. 128.
10
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu
Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, cet. III, 2009), h.159.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN TENTANG BUDI
PEKERTI MENURUT KI HADJAR DEWANTARA
1
Suparto Raharjo, Ki HadjarDewantara Biografi Singkat 1889-1959, (Yogyakarta:Garasi
House Of Book, 2014), cet. 2, h.9.
2
Haidar Musyafa, Sang Guru, Novel Biografi Ki HadjarDewantara, Kehidupan, Pemikiran,
dan Perjuangan Pendiri Tamansiswa (18889-1959), (Jakarta: Imania, 2015), h. 32-33.
44
45
Ki Hadjar Dewantara hidup di dalam keluarga yang tekun dalam hal sastra
serta lingkungan yang religius. Ini terlihat dari adanya langgar dan masjid di dekat
rumahnya yang berguna dalam mempertebal keyakinan agamanya. Setiap hari
jum’at ayahnya menjalankan sholat di masjid bersama ulama-ulama lain. Dari
seorang ayah yang tingkat keagamaannya tinggi inilah, beliau menerima ajaran
agama islam. Ayahnya berpegang pada ajaran yang menyatakan bahwa “syariat
tanpa hakikat adalah kosong”, dan “Hakikat tanpa syariat adalah batal.” Selain
ajaran agama Islam, Ki Hadjar Dewantara juga mendapat pelajaran berupa ajaran
lama yang dipengaruhi oleh filsafat Hindu yang tersirat dalam cerita wayang.
Pengaruh Hindu ini terlihat dari wayang yang dibuat oleh Ki Hadjar Dewantara
berbentuk manusia serta cerita-cerita yang dibawakan diambil dari kisah
Ramayana dan kisah-kisah Hindu lainnya. Hal ini menjadikan Tokoh Pendidikan
bernama Dr Tagore menganggap bahwa Ki Hadjar Dewantara adalah orang Jawa
yang lebih pandai mewujudkan cerita Hindu dibandingkan dengan orang Hindu
itu sendiri.3 Selain pelajaran ajaran lama, pelajaran seni dan sastra, gending dan
seni suara juga diberikan secara mendalam oleh ayahnya. Oleh sebab itu, Ki
Hadjar Dewantara tumbuh menjadi pribadi yang berjiwa religius yang sangat
mahir dalam bidang sastra karena seperti yang dijelaskan di atas bahwa sejak kecil
Ki Hadjar Dewantara telah dididik dalam suasana religius dan dilatih untuk
mendalami soal-soal sastra tersebut. 4
Dari latar belakang keluarga yang diuraikan di atas, dapat dipahami bahwa Ki
Hadjar Dewantara merupakan seorang sastrawan sekaligus orang yang religius
yang taat dalam menjalankan perintah agamanya. Kemahirannya tersebut
terbentuk dari sosok ayahnya yang juga sastrawan dan religius serta lingkungan
yang mendukung dalam pembentukan jiwa religiusnya karena terdapat banyaknya
tempat beribadah dan ulama-ulama yang dapat dijadikan panutan dalam
memperdalam ilmu agama Islam.
3
Ki Hadjar Dewantara, Bagian Pertama Pendidikan, (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan
Tamansiswa, 2011), Cet. IV, h. 133.
4
Darsiti Soeratman. Ki HadjarDewantara, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1985), h.9.
46
Tepat pada tanggal 26 April 1959 pukul 19:30 Ki Hadjar Dewantara wafat di
tempat kediamannya di Yogyakarta. Beliau wafat dalam usia 70 tahun.
Jenazahnya dimakamkan di pekuburan keluarga Tamansiswa yang disebut
“Taman Langgeng” artinya Taman Abadi yang sekarang bernama “Taman Wijaya
Brata”. Ki Hadjar dimakamkan dengan penghormatan secara militer dimana
Panglima Tetorium IB Letkol Soeharto bertindak sebagai inspektur upacara
pemakamannya. Beribu-ribu orang dari berbagai tempat dan daerah datang
menghadiri upacara pemakaman beliau.6
5
Rahardjo, op. cit., h. 18.
6
Sagimun. M.D. Ki HadjarDewantara, (Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1983), Cet. II, h. 50.
47
7
Rahardjo, op cit., h.10.
8
Soeratman, op. cit., h.11.
48
9
Rahardjo, op cit., h. 10-12.
10
Ibid., h. 16.
11
Sagimun, op. cit., h. 4.
49
jurnalistik dirasa Suwardi lebih menarik dan lebih cocok dengan dirinya. Oleh
karena itu ia menjadi jurnalis dan membantu beberapa surat kabar, antara lain:
Sedyotomo (berbahasa Jawa) Midden Java (berbahasa Belanda), De Express
(berbahasa Belanda), Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timur, dan
Poesara. Ia juga menerbitkan koran Goentoer Bergerak dan Hindia Bergerak.
Selain aktif sebagai seorang wartawan muda, Suwardi juga berkiprah dalam
organisasi sosial-politik. Terlihat pada tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda
organisasi Budi Utomo yang bertugas dalam mensosialiasikan akan pentingnya
persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara sehingga kesadaran
masyarakat akan bangsa nya sendiri dapat terbentuk denga baik.
12
Ibid., h. 5.
50
13
Rahardjo, op cit., h. 14
51
disana karena pemerintah Belanda hanya memberikan bantuan biaya hidup untuk
satu orang saja sedangkan selama di Belanda Suwardi tinggal bersama istrinya.
Namun hambatan itu bisa ia lalui dengan cara menjadi jurnalis guru Taman
Kanak-Kanak (Frobel School) sehingga kebutuhan sehari-hari di Belanda bisa
sedikit tercukupi. Dalam masa pengasingan inilah Suwardi memperdalam ilmu
pendidikan hingga mendapatkan sertifikat sebagai pendidik yang disebut
Europeesche Akte.
membentuk pusat tenaga rakyat (putera) pada 1943, Ki Hadjar Dewantara menjadi
salah seorang pimpinan di samping Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan
K.H. Mas Mansur. Setelah zaman kemerdekaan, ia menjabat sebagai Menteri
Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan yang pertama. Hingga akhirnya pada
tahun 1957 Ki Hadjar Dewantara menerima gelar Doctor Honoris Causa dari
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Namun, pada 26 April 1959, Ki Hadjar
Dewantara meninggal dunia. 15
15
Ibid., h. 21.
53
16
Dewantara, op.cit., h. 14.
17
Ibid., h. 25.
54
18
Nurul Zuriah. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), Cet. 2, h. 123.
19
Dewantara, op. cit., h. 20.
20
Zuriah, op. cit., h. 132.
55
21
Sagimun, op. cit., h. 35-38.
56
22
Dewantara, op. cit., h. 70.
58
23
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2014), Cet. XXI, h. 79.
24
Dewantara, op. cit., h. 71.
59
25
Dewantara, op. cit., h. 380-391.
60
ص َرانِِه أ َْو ِ ِ ِ ِ ٍ
ِِّ َ فَأَبَ َواهُ يُ َه ِِّو َدانِه أ َْو يُن،ُسانُه َ َح ىَّت يُ ْع ِر،ُك ُّل َم ْولُْود يُ ْولَ ُد َعلَى الْفط َْرة
َ ب َع ْنهُ ل
سانِِه ِ
َ ُيَُ ِّج
“Tiap orang dilahirkan membawa fitrah, ayah dan ibunyalah yang
menjadikannya yahudi, nasrani dan majusi. (H.R. Bukhari dan
Muslim)26
Dari penjelasan konsep Ki Hadjar Dewantara dan Hadits di atas,
dapat dipahami bahwa semakin baik kualitas dari keluarga keluarga
tersebut, maka kemungkinan semakin besar pula akan menumbuhkan
anak-anak yang berkualitas. Akan tetapi sebaliknya, jika kualitas dari
keluarga itu buruk, maka kemungkinan semakin besar pula
menumbuhkan anak-anak yang kurang berkualitas.
b. Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memegang peranan
penting dalam pembentukan perilaku peserta didik. Karena tidak
semua tugas mendidik dapat dilakukan oleh orang tua dalam keluarga,
maka sekolah merupakan lembaga yang bertanggung jawab atas
pendidikan peserta didik selama orang tua sudah menyerahkan kepada
sekolah tersebut. Disamping bertugas dalam mengembangkan
26
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, al- Jami’u Shahih, (Kairo: Al-Matba’ah as-Salafiyyah,
1400 H), Juz I, h. 424.
61
27
Ibid., h. 74.
62
28
Bartolomeus Samho, Visi Pendidikan Ki HadjarDewantara, (Yogyakarta: Kanisius, 2013),
h. 104-105.
29
Dewantara, op. cit., h. 73.
63
30
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011), cet. 1, h. 160.
31
Dewantara, op. cit., h. 74.
64
32
Ibid., h. 27.
33
Samho, op cit., h. 106.
66
34
Ibid,
35
Rahardjo, op cit., h. 61.
36
Musyafa, op cit., h. 287.
67
37
Rahardjo, op cit., h. 74.
68
38
Dewantara, op. cit., h. 474.
39
Ibid., h. 486
69
40
Ibid., h. 244.
41
Ibid., h. 242.
70
42
Ki Hadjar Dewantara, Bagian Kedua Kebudayaan, (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan
Tamansiswa, 2011), Cet. III, h. 248.
43
Ibid., h. 249.
44
Ibid., h. 253.
71
45
Ki Hadjar Dewantara, Menuju Manusia Merdeka (Yogyakarta: Leutika, 2009), Cet. I, h. 148.
46
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013),
cet. XII., h. 128
75
47
Zuriah, loc. cit.,
76
48
Rahardjo, op. cit., h. 71.
77
49
Dewantara, op. cit., h. 11.
50
Samho, op. cit., h. 9-10.
79
51
Ibid.,h. 104.
52
Nurul Zuriah. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), Cet. 2, h. 162.
80
53
Ibid., h. 163.
54
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2011), h. 160.
81
55
Samho, op. cit., h. 105.
82
56
H.A.R Tilaar, Standarisasi Pendidikan Nasional: Satu Tinjauan Kritis, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), h. 169
57
Samho. op. cit., h. 106.
58
Tim Penyusun, “Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005, Pasal 10, ayat 1 Tentang Guru
dan Dosen,” dalam Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan,
(Bandung: Alfabeta, 2013), h. 30.
59
Departemen Pendidikan Nasional,Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 16
Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, h. 11-12.
83
60
Nurul Zuriah, op. cit., h. 109.
61
Samho.op. cit., h. 107.
84
kebiasaan dalam berbuat baik oleh peserta didik di tiap jenjang pendidikan.
Menurutnya pembiasaan-pembiasaan yang diberikan pada peserta didik mulai
dari sekedar memberikan pembiasaan tanpa mengetahui dasar tujuan hingga
nantinya seorang peserta didik paham betul dengan dasar, tujuan, dan
manfaatkan dari pembiasaan yang diajarkan.
62
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
RI Nomor 23 Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi Pekerti.
63
Ibid.,
85
64
Ibid.,
86
A. Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya mengenai
konsep pendidikan budi pekerti menurut Ki Hadjar Dewantara, maka penulis
menyimpulkan poin-poin utama atas uraian tersebut. Di antaranya sebagai
berikut:
1. Konsep pendidikan budi pekerti menurut Ki Hadjar Dewantara dalam
menanamkan moral pada anak didik terdiri dari beberapa komponen,
yaitu:
Pertama, Pendidikan budi pekerti tidak lain artinya menyokong
perkembangan hidup anak-anak, lahir, batin dan sifat kodrati nya menuju
ke arah peradaban dalam sifatnya yang umum yang bertujuan agar anak
didik sebagai anggota masyarakat dapatlah mencari seseorang yang luhur,
beriman, bertakwa serta bermanfaat bagi masyarakat sehingga mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Dimana lingkup
pendidikan budi pekerti ini melingkup budi pekerti kepada Sang Pencipta,
sesama manusia, dan dengan lingkungan.
Kedua, pusat pendidikan budi pekerti adalah lembaga atau lingkungan
ada di sekitar manusia yang mempengaruhi perilaku peserta didik dan
berperan dalam pendidikan. Ki Hadjar menyebutnya dengan istilah
Trisentra atau Tri Pusat Pendidikan yang terdiri dari keluarga. Sekolah,
dan lingkungan masyarakat.
Ketiga, dalam pendidikan budi pekerti harus ada kerjasama antar
pendidik dan peserta didik. Pendidik diharuskan memiliki penguasaan
berbagai ilmu pendidikan agar dapat memahami bagaimana cara mendidik
peserta didiknya serta menjadi suri tauladan bagi peserta didiknya. Dalam
hal ini Ki Hadjar Dewantara merumuskannya dalam tiga semboyan yaitu,
Ing Ngarsa Sung Tuladha yang berarti di depan memberikan keteladanan,
Ing Madya Mangun Karsa yang berarti di tengah memberikan semangat,
87
88
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muyazzin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, Cet. V, 2010.
Majid, Abdul dan Dian Andayani. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2011.
Marimba, D. Ahmad. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma’arif,
Cet. IV, 1980.
M.D, Sagimun. Ki Hadjar Dewantara. Jakarta: Bhratara Karya Aksara, Cet. II,
1983.
Minarti, Sri. Ilmu Pendidikan Islam- Fakta Teoritis-Filosofis & Aplikatif-Normatif.
Jakarta: Amzah, Cet. I, 2013.
Moleong, J, Rexy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, Cet. XXVIII, 2016.
Musyafa, Haidar. Sang Guru, Novel Biografi Ki Hadjar Dewantara, Kehidupan,
Pemikiran, dan Perjuangan Pendiri Tamansiswa (1889-1959). Jakarta:
Imania, 2015.
Nasihin Ulwan, Abdullah. Pendidikan Anak Menurut Islam, Pemeliharaan
Kesehatan Jiwa Anak. Terj. dari Tarbiyatul Aulad Fil Islam oleh Khalilullah
Ahmas Masykur Hakim Jakarta: Remaja Rosydakarya, 1990.
Nata, Abuddin. Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2005.
-------, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005.
-------, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet.
XII, 2013.
Ningrum, Diah. Kemerosotan Moral di Kalangan Remaja: Sebuah Penelitian
Mengenai Parenting Styles dan Pengajaran Adab, Jurnal UNISIA, Vol.
XXXVII, 2015.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 23 Tahun 2015 tentang
Penumbuhan Budi Pekerti. Jakarta: Depdikbud.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 16 Tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta: Depdiknas.
Putra Daulay, Haidar. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia. Jakarta: Kencana, Cet. III, 2012.
Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja
Rosdakarya, Cet. XXI, 2014.
Raharjo, Suparto. Ki Hajar Dewantara Biografi Singkat 1889-1959. Yogyakarta:
Garasi House Of Book, Cet. II, 2014.
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, Cet. XII, 2015.
93
Kepada Yth.,
Assalamu'alaikum Wn Wb.
Nama FathulMusthofa
NIM I I 1301 1000027
Semester IX (Sembilan)
Judul skripsi Konsep Pendidikan Budi Pekerti Menurut Ki Hadjar Dewantara
Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal 16 Juni
2Ol7 , abstrakstloutline terlampir. Saudara dapat-melakukan perubahan reda[slonal pada
judul tersebut. Apabila perubahan substansial dianggap perlu, mohon pembimbing
menghubungi Jurusan terlebih dahulu.
Birnbingan skripsi, ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan dapat
diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan.
' I ..
, Atas
perhatian dan ke1j4 sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.
Tembusan:
l. DekanFITK
2. Mahasiswa ybs.
UJI REF'ERENSI
Sistem Pendidikan
Nasional di Indonesia
2012
v
2 Sri Minarti Ilmu Pendidikan Islam - Jakarta: A\IZALL
Fakta Teoritis-Filosofis 20t3 gn
& Aplikatif-Normatif
Nurul Zuiah Pendidikan Moral dan Jakarta: Bumi
t
3
J
4 Suwendi Sejarah dan Pemikiran Jakarta: PT Raja
Dewantara, KehiduPan,
Pemikiran dan
Perjuangan Pendiri
Tamansiswa (1889- T
1es9)
f
8
Pendidikan MPLTS.2All.Cet.
ry
Abuddin Nata Tokoh-Tokoh Jakarta:Raja
9 f)
pembaharuan Pendidikan Grafindo Persada. y/
Islam di Indonesia 2005
Mulia.2015. Cet.
xii v
11 Tim Penyusun Undang-Undang RI
Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem
Jakarta: Depdiknas.
2003. Cetl
I
Pendidikan Nasional
I
2008
17
Muzayyin Arifin
Srrtardjo Adisusilo
Filsafat Pendidikan Islam
Pembelalaran Nilai
Jakarta: Bumi
Aksara.2010
Jakarta: PT Raja
I
Karakter Grafindo Persada.
Konstruktivisme
VCT Sebagai Inovasi
dan 2013
"il
Pendekatan
Pembelajaran Aktif
18 Tim Penyrsun Pusat Kamus Besar Bahasa Jakarta; Depdiknas.
Menawarkan
Terhadap
Solusi
Berbagai
2006
il
Probiem Sosial
Setia.2010 /
Perspektif Al-Qur'an
Jakarta: {-IIN
28 RexyJ. Moleong
Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, danR&D
Metodologi penelitian
2014. Cet-X){l.
Bandung: Remaja
v
Kualitatif Rosdakarya.2016.
Cet. XXVII il
29 Tim Penyusun Pedoman Penulisan Jakarta:FITK,
Skripsi Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan
Iknr: 20t5
l /1
Kualitatif Press,2010
-l)
JJ Suparto Rahardjo Ki Hadjar Dewantara Yogyakarta: Garasi
n
Biografi Singkat House OfBook.
1889-
1/
1959 20t4
34 Darsiti Soeratman Ki Hadjar Dewantara lakarta
(//)
Departemen
Pendidikan dan /
Kebudayaan,1985
Ki Hadjar Dewantara
I
35 Sagimun. M.D. Jakarta:Bhrtara
Karya Aksara.
-{
1 983
Kualitatif, danR&D