Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
2018/2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena dengan
rahmat dan hidayah serta karunianya, sehingga masih diberi kesempatan untuk
bekerja menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pasien
Diabetes Melitus” makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengajar
kami, dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan
makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak kami
harapkan.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
3. Bagaimana tanda dan gejala dari diabetes mellitus?
4. Bagaimana patofisiologi dari diabetes mellitus?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang dari diabetes mellitus?
6. Bagaimana penatalaksanaan medis dari diabetes mellitus?
7. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari diabetes mellitus?
5
BAB II
KONSEP MEDIS DAN ASKEP TEORI
A. Konsep Medis
1.1 Definisi
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002
dalam www.ilmukeperawatan.com).
Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif (Noer, 2003 dalam www.trinoval.web.id).
Diabetes mellitus adalah penyakit dimana penderita tidak bisa mengontrol kadar gula
dalam tubuhnya. Tubuh akan selalu kekurangan ataupun kelebihan gula sehingga
mengganggu system kerja tubuh secara keseluruhan (FKUI, 2001 dalam
www.trinoval.web.id).
Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan
kadar glukosa darah (hiperglikemia). Mungkin terdapat penurunan dalam kemampuan
tubuh untuk berespon terhadap insulin dan atau penurunan atau tidak terdapatnya
pembentukan insulin oleh pancreas. Kondisi ini mengarah pada hiperglikemia, yang
dapat menyebabkan terjadinya komplikasi metabolic akut seperti ketoasidosis
diabetic. Hiperglikema jangka panjang dapat menunjang terjadinya komplikasi
mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata) serta komplikasi neuropati. Diabetes
juga berkaitan dengan kejadian penyakit makrovaskuler, termasuk infark miokard,
stroke, dan penyakit vaskuler perifer.(brunner and suddarth, 2002: 109).
1.2 Etiologi
6
Sesuai dengan klasifikasi yang telah disebutkan sebelumnya maka
penyebabnyapun pada setiap jenis dari diabetes juga berbeda. Berikut ini merupakan
beberapa penyebabdari penyakit diabetes mellitus:
b. Obesitas
Obesitas berkaitan dengan resistensi kegagalan toleransi glukosa yang
menyebabkan diabetes tipe 2. Hala ini jelas dikarenakan persediaan
cadangan glukosa dalam tubuh mencapai level yang tinggi. Selain itu kadar
kolesterol dalam darah serta kerja jantung yang harus ekstra keras memompa
7
darah keseluruh tubuh menjadi pemicu obesitas. Pengurangan berat badan
sering kali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensivitas insulin dan
pemulihan toleransi glukosa.
c. Riwayat keluarga
Indeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozigot hamper 100%. Resiko
berkembangnya diabetes tipe 3 pada sausara kandubg mendekati 40% dan
33% untuk anak cucunya. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2, rasio
diabetes dan nondiabetes pada anak adalah 1:1 dan sekitar 90% pasti
membawa carer diabetes tipe 2.( Martinus,2005)
3. Diabetes gestasional (GDM )
Pada DM dengan kehamilan, ada 2 kemungkinan yang dialami oleh si Ibu:
a. Ibu tersebut memang telah menderita DM sejak sebelum hamil
b. ibu mengalami/menderita DM saat hamil
Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke:
Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil
dan menghilang setelah melahirkan.
Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil
dan berlanjut setelah hamil.
Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi penyakit
pembuluh darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pemburuh darah panggul
dan pembuluh darah perifer. Pada saat seorang wanita hamil, ada beberapa
hormon yang mengalami peningkatan jumlah. Misalnya, hormon kortisol,
estrogen, dan human placental lactogen (HPL). Ternyata, saat hamil, peningkatan
jumlah hormon-hormon tersebut mempunyai pengaruh terhadap fungsi insulin
dalam mengatur kadar gula darah (glukosa). Kondisi ini menyebabkan kondisi
yang kebal terhadap insulin yang disebut sebagai insulin resistance. Saat fungsi
insulin dalam mengendalikan kadar gula dalam darah terganggu, jumlah gula
dalam darah pasti akan naik. Hal inilah yang kemudian menyebabkan seorang
wanita hamil menderita diabetes gestasional.
8
b. Kelainan genetic pada kerja insulin sindrom resistensi insulin berat dan
akantosis negrikans
c. Penyakit endokrin seperti sindrom Cushing dan akromegali
d. Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta
e. Infeksi
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak
sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala diabetes melitus dapat
berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan,
terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1. Lain
halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami
berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita
kencing manis.
9
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan
adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati visceral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
1.4 Patofisiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa
dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin,
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
10
cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan
berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia)
akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan
dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda
dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas
berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan
kesadaran, koma bahkan kematian.
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan
insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.
Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan
dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama
sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya
sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh
darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan
terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut
makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut
mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
11
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf
perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik
terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati
sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya
kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar
dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk
mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed
space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria
sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).
12
1.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5%
lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180%
maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai
ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup
memakai GOD.
3. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-
hidroksibutirat tidak terdeteksi
4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol,
HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet
cellantibody)
13
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut,
dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal. Jumlah kandungan
kolestrol <300mg/hari. Jumlah kandungan serat kurang lebih 25 g/hari,
diutamakan jenis serat larut. Konsumsi garam dibatasi bila terdapat
hipertensi. Pemanis dapat digunakan secukupnya.
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama kurang lebih
0,5 jam yang sifatnya sesuai CRIPE (continous, Rhtmical, Interval,
Progresiv, endurance training). Latihan dilakukan terus menerus tanpa
berhenti, otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur, selang seling
antara gerak cepat dan lambat, berangsur angsur dari sedikit ke latihan yang
lebih berat secara bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu. Latihan yang
dapat dijadikan pilihan adlah jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda, dan
mendayung.
Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona latihan, yaitu 75%-85%
denyut nadi maksimal.Denyut nadi maksimal dapat dihitung dengan
menggunakan formula berikut:
DNM= 220 – umur (dalam tahun) Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan
jasmani ini adalah jangan memulai olahraga sebelum makan, memakai sepatu
yang pas, harus didampingi orang yang tahu mengatasi serangan
hipoglikemia, harus selalu membawa permen, dan memeriksa kaki setelah
berolahraga.
c. Obat berkhasiat hipoglikemik
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan kegiatan jasmani
yang teratur tapi kadar glukosa darah masih belum baik, dipertimbangkan
pemakaian obat berkhasiat hipoglikemik (oral/suntikan)
Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
1) Sulfonylurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
a) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
b) Menurunkan ambang sekresi insulin
c) Meningkatkan rangsangan insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa
2) Biguanid
14
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah
normal. Preparat yang ada dan normal adalah metformin. Obat ini
dianjurkan untuk pasien gemuk(IMT>30) sebagai obat tunggal. Pada
pasien dengan berat lebih (IMT 27-30), dapat dikombinasi dengan obat
golongan sulfonylurea.
3) Inhibitor α glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase
di dalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukos.
4) Insulin sensitizing agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek
farmakologi meningkatkan sensitifitas insulin, sehingga bias mengatasi
masalah resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia. Obat ini
belum beredar di Indonesia.
1.7 Komplikasi Akut dan Kronis
1. Komplikasi Akut
a. Hipoglikemi
Hipoglikemi merupakan komplikasi yang serius pada pengelolaan DM Tipe
2 terutama pada penderita DM usia lanjut, pasien dengan insufisiensi renal,
dan pasien dengan kelainan mikro maupun makroangiopati berat. Upaya
untuk mencegah terjadinya komplikasi diperlukan kendali gula darah yang
berat mendekati normal, sedangkan akibat dari kendali gula darah yang berat
resiko terjadinya hipoglikemi semakin bertambah berat.
Diagnosis hipoglikemi umumnya berdasarkan atas Trias Whipple yaitu
adanya gejala hipoglikemi, dengan darah berkadar gula yang rendah dan
akan membaik bila kadar gula kembali normal setelah pemberian gula dari
luar. disebut gula darah rendah adalah bila gula darah vena < 60 mg/dl.
Penyebab terjadinya hipoglikemi :
olah raga yang berlebih dari biasanya
dosis obat diabetes berlebihan
jadwal makan yang tidak tepat dengan obat diabetes yang diminum
menghilangkan atau tidak menghabiskan makan atau snack
minum alkohol
15
tidak pernah kontrol sehingga obat yang diberikan dosisnya tidak
tepat
b. Keto Asidosis Diabetes ( KAD )
Merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit
DM. Kriteria diagnosis KAD adalah sebagai berikut :
Klinis : poliuria, polidipsia, mual dan atau muntah, pernafasan
Kussmaul ( dalam dan frekuen ), lemah, dehidrasi, hipotensi sampai
syok, kesadaran terganggu sampai koma.
Darah : hiperglikemi lebih dari 300 mg/dl (biasanya melebihi 500
mg/dl). Bikarbornat kurang dari 20 mEq/l dan pH < 7,35 ( asidosis
metabolik ), ketonemia.
Urine : glukosuria, ketonuria.
c. Koma Hiperosmoler Non – Ketotik ( K. HONK )
Diagnosis klinis dikenal dengan sebutan tetralogi HONK : 1 yes, 3 no, yaitu :
1. Glukosa > 600 mg/dl ( hiperglikemia YES ) dengan tidak ada riwayat
DM sebelumnya ( NO DM ), bikarbonat > 15 mEq/l, tidak ada Kussmaul,
pH darah normal (NO Asidosis Metabolik), tidak ada ketonemia atau
ketonuria ( NO ketonemia ).
2. Dehidrasi berat, hipotensi sampai terjadi syok hipovolemi, didapatkan
gejala neurologi.
3. Diagnosis pasti ditegakkan apabila terdapat gejala klinis ditambah
dengan osmoloritas darah > 325-350 mOSM/l.
Faktor pencetus KAD dan HONK:
Injeksi
penghentian insulin atau terapi insulin yang tidak adekuat
penderita baru
infark miokard akut
pemakaian obat steroid
2. Komplikasi Kronis
Komplikasi kronis pada DM pada umumnya terjadi gangguan pembuluh darah
atau angiopati dan kelainan pada saraf atau neuropati. Angiopati pada pembuluh
darah besar disebut makroangiopati dan bila kena pembuluh darah kecil disebut
mikroangiopati, sedangkan neuropati bisa merupakan neuropati perifer maupun
16
neuropati otonom. Pada penelitian UKPDS (United Kingdom Prospective
Diabetes Study) umumnya penderita DM yang datang berobat 50 % sudah
mengalami komplikasi kronis ini.
Manifestasi klinis komplikasi kronis DM pada :
a. Infeksi (furunkel, karbunkel, TBC paru, UTI, mikosis) (Tjokroprawiro,
2007)
b. Mata (Tjokroprawiro, 2007)
Lensa cembung sewaktu hiperglikemia (miopi – reversible, tetapi
katarak irreversible)
Retinopati DM = RD (Non – Prolifeverative Retinopathy, dan
Proliferative Retinopathy)
Glaucoma
Perdarahan Corpus Vitreum
c. Mulut (Tjokroprawiro, 2007)
Ludah (kental, mulut kering = Xerostamia Diabetes)
Gingiva (udematus, merah tua, gingivitis)
Periodontium (rusak biasanya karena mikroangiopati periodontitis DM,
(semua menyebabkan gigi mudah goyah– lepas)
Lidah (tebal, rugae, gangguan rasa akibat dari neuropati)
d. Traktus Urogenetalis (Tjokroprawiro, 2007 )
Nefropati Diabetik, Sindrom Kiemmelstiel Wilson, Pielonefritis,
Necrotizing Papillitis, UTI, DNVD Diabetic Neorogenic Vesical
Dysfunction = Diabetic Bladder (dapat manyebabkan retensio
/inkontinensia).
Impotensi Diabetik.
e. Saraf ( Sri Murtiwi Aryono, 2008 )
Neuropati Diabetik ( ND ) merupakan gambaran keluhan dan gambaran
gejala fisik dari gangguan fungsi saraf tepi pada pasien DM setelah
disingkirkan penyebab lainnya.
17
B. Konsep Asuhan Keperawatan DM
A. Pengkajian
1. Identitas
Dalam mengkaji identitas beberapa data didapatkan adalah nama klien, umur,
pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, agama, suku, alamat. Dalam identitas
data/ petunjuk yang dapat kita prediksikan adalah Umur, karena seseorang
memiliki resiko tinggi untuk terkena diabetes mellitus tipe II pada umur diatas 40
tahun.
2. Keluhan Utama
Pasien diabetes mellitus dating kerumah sakit dengan keluhan utama yang
berbeda-beda. Pada umumnya seseorang dating kerumah sakit dengan gejala khas
berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, dan berat badan turun.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu akan didapatkan informasi apakah
terdapat factor-faktor resiko terjadinya diabetes mellitus misalnya riwayat
obesitas, hipertensi, atau juga aterosclerosis
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian pada RPS berupa proses terjadinya gejala khas dari DM, penyebab
terjadinya DM serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
c, Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes mellitus, hal ini
berhubungan dengan proses genetic dimana orang tua dengan diabetes
mellitus berpeluang untuk menurunkan penyakit tersebut kepada anaknya.
4. Pola Aktivitas
a. Pola Nutrisi
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula
darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing,
18
banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat
mempengaruhi status kesehatan penderita.
b. Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan
pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ).
Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
c. Pola Istirahat dan Tidur
Adanya poliuri, dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur
dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita Pola Aktivitas
Adanya kelemahan otot – otot pada ekstermitas menyebabkan penderita tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami
kelelahan.
d. Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami
gangguan pada gambaran diri. lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga ( self esteem ).
e. Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan diabetes mellitus cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada kaki
sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
f. Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi
dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
g. Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya
karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
5. Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
tanda – tanda vital.
19
b. Head to Toe
1) Kepala Leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2) Sistem integumen
Kaji Turgor kulit menurun pada pasien yang sedang mengalami dehidrasi, kaji
pula adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit
di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka,
tekstur rambut dan kuku.
3) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas menandakan pasien mengalami diabetes ketoasidosis, kaji
juga adanya batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
4) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis. Hal ini
berhubungan erat dengan adanya komplikasi kronis pada makrovaskuler
5) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.Kelebihan glukosa akan dibuang dalam bentuk urin.
6) Sistem muskuloskeletal
Adanya katabolisme lemak, Penyebaran lemak dan, penyebaran masa
otot,berubah. Pasien juga cepat lelah, lemah.
7) Sistem neurologis
Berhubungan dengan komplikasi kronis yaitu pada system neurologis pasien
sering mengalami penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120
mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
20
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan
merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan
gastrik, berlebihan diare, mual, muntah, masukan dibatasi, kacau mental.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral : anoreksia, mual, lambung
penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran : status hipermetabolisme, pelepasan
hormon stress.
3. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan
kerusakan kulit
C. Intervensi Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan
gastrik, berlebihan diare, mual, muntah, masukan dibatasi, kacau mental.
Tujuan : Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
Kriteria Hasil : pasien menunjukan adanya perbaikan keseimbangan cairan,
dengan kriteria ; pengeluaran urine yang adekuat (batas normal), tanda-tanda vital
stabil, tekanan nadi perifer jelas, turgor kulit baik, pengisian kapiler baik dan
membran mukosa lembab atau basah.
Intervensi dan Implementasi :
a. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortestastik.
R : Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
b. Kaji pola napas dan bau napas.
R : Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang
menghasilkan kompensasi alkosis respiratoris terhadap keadaan
ketoasidosis.
21
c. Kaji suhu, warna dan kelembaban kulit.
R : Demam, menggigil, dan diaferesis merupakan hal umum terjadi pada
proses infeksi. Demam dengan kulit yang kemerahan, kering, mungkin
gambaran dari dehidrasi.
d. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
R : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang
adekuat.
e. Pantau intake dan output. Catat berat jenis urine.
R : memeberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan
keefektifan dari terapi yang diberikan.
f. Ukur berat badan setiap hari.
R : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
g. Kolaborasi pemberian terapi cairan sesuai indikasi
R : tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan
respon pasien secara individual.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral : anoreksia, mual, lambung
penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran : status hipermetabolisme, pelepasan
hormon stress.
Tujuan : berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak
ada tanda-tanda malnutrisi.
Kriteria Hasil :
a.pasien mampu mengungkapkan pemahaman tentang penyalahgunaan zat,
penurunan jumlah intake ( diet pada status nutrisi).
b.mendemonstrasikan perilaku, perubahan gaya hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat badan yang tepat.
22
c. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung,
mual,muntah, pertahankan puasa sesuai indikasi.
R : mempengaruhi pilihan intervensi.
d. Observasi tanda-tanda hipoglikemia, seperti perubahan tingkat kesadaran,
dingin/lembab, denyut nadi cepat, lapar dan pusing.
R : secara potensial dapat mengancam kehidupan, yang harus dikali dan
ditangani secara tepat.
e. Kolaborasi dalam pemberian insulin, pemeriksaan gula darah dan diet.
R : Sangat bermanfaat untuk mengendalikan kadar gula darah.
3. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan
kerusakan kulit.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
a. mengindentifikasi faktor-faktor risiko individu dan intervensi untuk
mengurangi potensial infeksi.
b, pertahankan lingkungan aseptik yang aman.
Intervensi / Implementasi
a. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam, kemerahan,
adanya pus pada luka , sputum purulen, urin warna keruh dan berkabut.
R : pasien masuk mungkin dengan infeksi yang biasanya telah mencetus
keadaan ketosidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
b. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik, setiap
kontak pada semua barang yang berhubungan dengan pasien termasuk
pasiennya sendiri.
R : mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
c. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif (seperti pemasangan infus,
kateter folley, dsb).
R : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi
pertumbuhan kuman.
d. Pasang kateter / lakukan perawatan perineal dengan baik.
R : Mengurangi risiko terjadinya infeksi saluran kemih.
23
e. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh. Masase daerah
tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dantetap kencang
(tidak berkerut).
R : sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada penigkatan
risiko terjadinya kerusakan pada kulit / iritasi dan infeksi.
f. Posisikan pasien pada posisi semi fowler.
R : memberikan kemudahan bagi paru untuk berkembang, menurunkan
terjadinya risiko hipoventilasi.
g. Kolaborasi antibiotik sesuai indikasi.
R : penenganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
D. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah :
a. Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
b. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada
tanda-tanda malnutrisi.
c. Infeksi tidak terjadi
d. Rasa lelah berkurang/Penurunan rasa lelah
e. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan.
24
BAB III
ASKEP KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN Ny. N
A. PENGKAJIAN
Ruang : Alamanda
1. Identitas klien :
Nama : Ny. R
Umur :48 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : Gedong Songo Raya, Semarang
Agama : Islam
Status : Kawin
Suku bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Swasta
Diagnosa medis : Diabetes Mellitus tipe II
No RM : 181159
Tanggal masuk : 16 Juni 2012
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. D
Jenis Kelamin : Laki- laki
Alamat : Gedong Songo Raya, Semarang
Hubungan dg klien : Suami klien
3. Keluhan Utama
Klien mengatakan kakinya terasa kesemutan dan terasa berat untuk berjalan.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan dua hari yang lalu kepalanya pusing, rasanya
cekot-cekot. Klien mengatakan lemas dan bila berjalan kaki terasa berat.
Kaki sering merasa kesemutan. Kemudian diperiksakan di puskesmas
wilayah Gedong Songo, nilai GDS adalah 411. Dari pihak puskesmas
menganjurkan klien untuk periksa di poliklinik Rumah Sakit. Klien
memeriksakan diri di RSUD Tugurejo pada tanggal 16 juni 2012, hasil yang
25
didapat adalah GDS 298, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 88x/menit.
Klien disarankan untuk rawat inap, diagnosanya adalah diabetes mellitus
tipe II. Klien dirawat di ruang alamanda, di ruangan klien mendapatkan
terapi obat metformin 3 x 500 mg, asam mefenamat 3 x 500 mg, BC 3 x
100 mg , cefotaxim 2 x 2 mg, ranitidine 2 x 2 ml, dan infus Nacl 20 tpm 500
cc.
5. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien pernah operasi batu ginjal satu tahun yang lalu.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda Vital Tanggal 19 Juni 2012
TD : 120/80 mmHg pernapasan : 18 kali/ menit
Nadi : 88 kali/ menit suhu : 37, 5ºc
b. kulit
Warna kulit sawo matang, bengkak di kaki kanan dan kaki kiri, kulit kering,
turgor kulit di ekstermitas bawah buruk
c. Kepala dan Leher
Bentuk kepala : mesochepal
Rambut : rambut beruban, panjang dan ikal, penyebaran merata dan
tidak ada lesi
Mata : simetris,sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis
Telinga : simetris, tidak ada keluaran yang abnormal
Hidung : tidak ada sektret, tidak ada lesi, tidak ada massa
Mulut : tidak ada sariawan, mukosa bibir kering
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
d. Jantung
inspeksi : IC tampak
Palpasi : IC teraba di SIC V
Perkusi : pekak
Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, tidak ada bissing, tidak ada gallop
26
e. Paru
Inspeksi : simetris, pengembangan dada kurang maksimal
Palpasi : pengembangan dada paru kanan kiri simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi : tidak ada suara whezzing dan ronkhi
f. Abdomen
Inspeksi : tidak ada lesi
Auskultasi : bissing usus 10 kali/ menit
Palpasi : tidak terdapat massa, tidak ada benjolan
Perkusi : timpani
g. Ekstermitas
1. Look
a. Ekstremitas atas
Warna kulit sawo matang dan merata, kulit kering, tidak ada
edema di telapak tangan kanan dan kiri, tidak ada fraktur dan
deformitas.
b. Ekstremitas bawah
Warna kulit sawo matang, bengkak dibagian punggung kaki
kanan dan kiri, tidak ada fraktur dan deformitas.
2. Feel
a. Ekstremitas atas
Tidak terdapat nyeri tekan pada ekstremitas atas kanan dan kiri,
tidak ada baal, tidak ada kesemutan.
b. Ekstremitas bawah
Terdapat nyeri tekan pada bagian punggung kaki kanan dan
kiri, nyeri terasa cekot-cekot dan terkadang tiba-tiba terasa nyeri
seperti disetrum, kadang terasa kesemutan, klien mengatakan skala
nyeri 4, frekuensi nyerinya sering dirasakan
3. Move
a. Ekstremitas atas :
Tangan kanan dan kiri bisa digerakkan. Tangan kanan dan kiri
klien mampu menentang gravitasi dan tahanan, mampu melakukan
fleksi-ekstensi, pronasi-supinasi, dan rotasi.
b. Ekstremitas bawah
27
Kaki kanan dan kiri bisa digerakkan. Kaki kanan dan kiri
mampu menentang gravitasi dan tahanan tetapi kurang maksimal, tidak
mampu melakukan fleksi-ekstensi, dorsofleksi-plantarfleksi. Terdapat
bengkak di punggung kaki kanan dan kiri
4. Kekuatan otot
28
8. Pengkajian Fungsional
a. Persepsi terhadap kesehatan-manajemen kesehatan
Klien mengatakan ketika sakit selalu memeriksakan ke Puskesmas atau
dokter. Klien mengatakan sehat adalah suatu kondisi tubuh yang bisa
melakukan apapun, sedangkan sakit adalah kondisi tubuh yang lemah. Klien
tidak minum minuman keras, tidak merokok, tidak memakai narkoba.
b. Kebutuhan Oksigenasi
Klien tampak tidak mengalami sesak nafas, tidak ada cuping hidung,
tidak mengalami sianosis, tidak batuk. Tidak terdengar bunyi whezzing, ronki.
c. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Sebelum dirawat di Rumah Sakit klien mengatakan makan 5 kali
dalam sehari, nafsu makan bertambah sejak 1 bulan yang lalu. Klien
mengatakan tidak begitu suka sayur. Klien mengatakan kurang lebih minum 6-
7 gelas perhari. Sebelum sakit tinggi badan klien adalah 155 cm, berat badan
54 kg. Klien mengatakan mengalami penambahan berat badan selama 1 bulan
dari 54 kg menjadi 60 kg.
Saat sakit klien mendapatkan diit makanan bubur tanpa sari rendah
gula. Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 16 Juni 2012 Hb 14.10
g/dl (normal 13.2-17.3), hematocrit 42.40% (normal 40-52). Saat masuk di
Rumah Sakit BB klien turun menjadi 58 kg, albumin 4.8 (normal 3.2-5.2).
IMT = BB/TB2\
=58/ (1,552)
=58/2,4025
=24,14
d. Kebutuhan Eliminasi
Sebelum masuk Rumah Sakit, klien mengatakan melakukan
eliminasi urin sebanyak ± 7-8 kali dalam sehari, eliminasi fekal sebanyak 2
kali selama ± 1 hari (diare) selama 3 hari.
Saat masuk rumah sakit, frekuensi eliminasi urin sedikit berurang
menjadi 5-6 kali dalam sehari, eliminasi fekal 1 kali dalam sehari dengan
konsistensi lembek.
e. Kebutuhan Aktivitas dan Latihan
Makan : mandiri tanpa bantuan
Mandi : mandiri
Kerapian : mampu secara mandiri, menyikat gigi, menata rambut
Berpakaian : perlu di bantu tapi dapat melakukan sebagian
BAB : kadang mengalami gangguan
29
BAK : normal
Penggunaan kamar mandi : mandiri
Berpindah tempat : mandiri
f. Kebutuhan Istirahat dan tidur
Sebelum sakit, keluarga klien mengatakan frekuensi tidur klien ± 8
jam/hari, dengan kualitas tidur yang baik dan tidak mengalami gangguan
tidur (insomnia, parasomnia).
Saat masuk rumah sakit, frekuensi tidur klien bertambah, ± tidur klien
sekitar 10 jam/hari.
g. Kebutuhan Personal Hygiene
Sebelum sakit, klien selalu mandi 2 kali dalam sehari, rajin menggosok
gigi, dan toileting secara mandiri. Klien mencuci rambut 1 kali dalam 2
hari. Saat sakit, klien bisa melakukan perawatan diri secara mandiri, seperti
mandi, toileting, namun dalam hal berpakaian klien membutuhkan bantuan
orang lain.
h. Kebutuhan presepsi sensori
Penglihatan : baik
Pendengaran : tidak menggunakan alat bantu dengar
Penciuman : baik, mampu mencium aroma
Pengecap : baik
Perabaan : mengenali rangsangan
i. Kebutuhan Komunikasi dan Mental
Klien berbicara jelas. Klien menggunakan bahasa jawa, klien adalah
orang yang ekstrovert.
j. Kebutuhan Kenyamanan
Klien bedrest, ekstremitas bawah terasa nyeri dan berat sehingga
malas untuk berjalan, nyeri yang dirasakan seperti disetrum, kadang terasa
kesemutan, klien mengatakan skala nyeri 4, frekuensi nyerinya sering
dirasakan. Klien merasa lemas.
k. Kebutuhan Seksualitas Tidak terkaji.
30
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Ht 42,40 35-47 %
31
Glukosa sewaktu H 247 < 125 mg/Dl
>240 : high
200-499 : high
SGOT 13 0 – 35 u/L
SGPT 12 0 – 35 u/L
32
10. Terapi
Infus Nacl 20 tpm
Cefotaxim 2x1gr (IV)
Ranitidine 2x2 ml (IV)
Metformin 3x500 mg (oral)
Asam mefenamat 3x500 mg (oral)
BC tablet 3x100 mg (oral)
B. Analisa Data
1 DS : Intoleransi aktivitas
- px mengatakan malas untuk beraktivitas karena cepat berhubungan dengan
lelah gaya hidup kurang gerak
- px mengatakan jika berjalan kaki terasa berat dan dan kelelahan
kesemutan
- px mengatakan lebih suka istirahat
DO :
- punggung kaki kanan kiri bengkak
- kekuatan otot tangan kanan 5, tangan kiri 5, kaki kanan
4, kaki kiri 4
- skor gcs 15
2 DS : Ketidakefektifan perfusi
- px mengatakan bengkak di punggung kaki kanan kiri jaringan perifer
- px mengatakan sudah mengetahui bahwa punya penyakit berhubungan dengan
DM penyakit diabetes
DO : mellitus
- Td : 120/80 mmHg
N : 88x/ menit
RR: 18x/ menit
- GDS 247
C. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gaya hidup kurang gerak dan kelelahan
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penyakit diabetes
Mellitus
33
D. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV
berhubungan dengan gaya keperawatan selama 3x 24 jam 2. Kaji faktor yang
hidup kurang gerak dan maka px dapat bertoleransi menyebabkan kelelahan
kelelahan terhadap aktivitas dengan 3. Bantu klien untuk
kriteria hasil : mengidentifikasi aktivitas
1. Berpartisipasi dalam aktivitas yang mampu di lakukan
fisik tanpa disertai peningkatan 4. Bantu px untuk
tekanan darah, nadi dan RR melakukan aktivitas
2. Mampu melakukan aktivitas mobilisasi dengan berkala
sehari- hari secara mandiri 5. Kolaborasikan dengan
3. Keseimbangan aktivitas dan tenaga Rehabilotasi
istirahat Medik dalam
merencanakan program
terapi yang tepat
2 Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan 1.Observasi TTV
jaringan perifer keperawatan selama 3x 24 jam 2. Observasi tanda- tanda
berhubungan dengan maka ketidakefektifan perfusi cairan berlebih
penyakit diabetes Mellitus jaringan teratasi dengan kriteria 3. Pertahankan Intake dan
hasil: output secara akurat
1. Tekanan sistoel dan diastoel 4. Kompres air hangat
dalam batas normal pada bagia yang bengkak
2. Tidak ada ganggua mental
orientasi kognitif dan kekuatan
otot
3. Tidak ada distensi vena leher
4. Intake dan output seimbang
34
35
BAB IV
PERBEDAAN ASKEP TEORI DAN ASKEP KASUS
Berdasarkan tinjauan teori, tinjauan kasus, dan pembahasan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Dari hasil pengkajian Ny. R didapatkan data yang menunjang untuk mengarah pada
diagnosa diabetes mellitus tipe II dengan data diperoleh dari pengkajian dilakukan
dengan pasien maupun keluarga pasien, pengamatan langsung, membaca catatan
medik dan catatan keperawatan serta kerjasama dengan tim kesehatan lain yang
bersangkutan dalam pengelolaan.
2. Dalam literatur tidak semua diagnosa keperawatan ditemukan dalam kasus nyata,
hanya tiga diagnosa keperawatan yang muncul. Hal ini disesuaikan dengan kondisi
pasien saat pengkajian.
3. Intervensi yang muncul tidak sepenuhnya dijadikan intervensi oleh penulis pada
pengelolaan klien karena situasi dan kondisi klien serta situasi dan kondisi kebijakan
dari instansi rumah sakit.
4. Terdapat beberapa implemetasi yang belum bisa penulis lakukan secara langsung pada
pasien. Dalam melakukan implementasi selama 3x 24 jam penulis bekerjasama dengan
melibatkan keluarga dan perawat ruang Alamanda.
5. Dalam evaluasi asuhan keperawatan didapatkan kedua masalah keperawatan masih
teratasi sebagian sehingga membutuhkan perawatan lebih lanjut. Dan belum ada
masalah keperawatan yang sudah teratasi, sehingga memerlukan tindakan keperawatan
yang lebih lanjut.
36
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Mungkin terdapat
penurunan dalam kemampuan tubuh untuk berespon terhadap insulin
dan atau penurunan atau tidak terdapatnya pembentukan insulin oleh
pancreas. Kondisi ini mengarah pada hiperglikemia, yang dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi metabolic akut seperti
ketoasidosis diabetic. Hiperglikema jangka panjang dapat menunjang
terjadinya komplikasi mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata)
serta komplikasi neuropati. Diabetes juga berkaitan dengan kejadian
penyakit makrovaskuler, termasuk infark miokard, stroke, dan
penyakit vaskuler perifer.
B. Saran
Diharapkan kepada setiap pembaca memberikan saran dan kritik
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
1
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Ed.8.Jakarta: EGC
Tambayong, Jan dr. 2001. Anatomi dan fisiologi untuk keperawatan. EGC