Referat - Steroid Induce Glaucoma
Referat - Steroid Induce Glaucoma
Disusun Oleh:
Flavia Florentina Putriwardanik (42170204)
Clara Yulia Waskito (42170206)
Putu Damaya Dipariasta Y (42170208)
Pembimbing:
dr. Edi Wibowo, Sp.M, MPH
4. Faktor Resiko
Beberapa kondisi ataupun penyakit dianggap menjadi faktor resiko terjadinya
steroid –induced glaucoma, sehingga pasien –pasien dengan kondisi tertentu itu harus
diawasi ketika mendapatkan pengobatan dengan kortikosteroid.
a. Riwayat GSTaP sebelumnya dan pada keluarga
Pemakaian steroid jangka panjang minimal lebih dari 2 minggu dapat
meningkatkan TIO, namun pada pasien dengan riwayat GPSTb yang ditetesi
steroid, mengakibatkan TIO lebih meningkat yang dapat membahayakan serabut
saraf retinadan saraf optikus dan berakhir kebutaan permanen. Namun Armaly
menunjukkan 90% dari populasi dengan pemakaian steroid, mendapatkan
peningkatan TIO level sedang.5 Sedangkan pada populasi dengan glaukoma
ataupun suspek glaukoma, pemberian steroid lebih peningkatan TIO.
b. Usia
Laporan penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi usia, semakin besar
resiko menjadi glaukoma akibat kortikosteroid. Pada anak dengan kondisi yang
membutuhkan steroid, seperti penderita asma, berupa steroid topikal, juga dapat
meningkatkan TIO, namun bila steroid dihentikan, TIO dapat kembali normal,
hanya sebagian kecil yang menunjukkan gejala glaukomatosa optik. Peningkatan
TIO ini dipengaruhi oleh dosis dan durasi pemberian steroid topikal. selain itu
steroid inhalasi juga memberikan efek peningkatan TIO pada anak –anak.
Pemberian steroid inhalasi dalam waktu 1 bulan, TIO meningkat diatas 21 mmHg,
meskipun pada studi ini tidak ditemukan perbedaan bermakna antara TIO pada
anak dengan pemberian steroid inhalasi dan pemberian placebo.9 Meskipun orang
dewasa juga memiliki resiko peningkatan TIO setelah pemberian steroid, namun
peningkatannya didapatkan lebih cepat dan lebih tinggi pada usia anak, sehingga
pemberiannya harus dalam pengawasan ketat.
c. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus secara general menjadi faktor resiko terbentuknya
glaukoma, seperti hipertensi okular. Namun hubungan pasti mengeani DM dengan
glaukoma belum dapat dibuktikan, bahkan beberapa penelitian tidak menemukan
asosiasi diantara keduanya dan menyatakan baha DM bukanlah faktor resiko
untuk glaukoma.
d. Miopia tinggi
Pada penelitian terdahulu didapatkan miopia dinyatakan sebagai faktor resiko
yang penting pada glaukoma. Pada glaukoma karena steroid beberapa penelitian
terbaru membuktikan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara miopia
tinggi dan glaukoma karena kortikosteroid.
e. Penyakit jaringan ikat
Pada pasien dengan penyakit jaringan ikat seperti reumatiod artritis,
penggunaan kortikosteroid tetes mata didapatkan mendapati respon yang lebih
tinggi dibandingkan populasi normal.
5. Patofisiologi
Perjalanan penyakit dari glaukoma akibat kortikosteroid adalah melalui efek
kortikosteroid kepada jalur pengeluaran akuos. Pada anyaman trabekular diketahui
terdapat reseptor kortikosteroid, yang berperan pada terbentuknya glaukoma akibat
kortikosteroid. Kortikosteroid menyebabkan perubahan pada morfologi anyaman
trabekular dan menurunkan pengeluaran akuos. Pada anyaman trabekular kortikosteroid
juga menyebabkan perubahan pada fungsi selularnya yakni dengan merubah proliferasi
fagositosis, ukuran dan bentuk sel. Selain itu pada anyaman trabekular, pemberian
kortikosteroid dapat menyebabkan penumpukkan ekstraselular matriks serta debris
sehingga menghambat outflow dari akuos.
Pada kondisi mata dengan inflamasi, pemberian kortikosteroid akan menurunkan efek
inflamasi pada badan siliar dan anyaman trabekular serta merubah sel endotel pada
anyaman trabekular sehingga pada akhirnya akan meningkatkan masuknya humor akuos
serta mengurangi pengleuaran melalui anyaman trabekular yang pada akhirnya akan
meningkatkan TIO.
Pemberian kortikosteroid via injeksi intravitreal memiliki beberapa mekanisme yang
dapat meningkatkan TIO. Pertama adalah peningkatan secara langsung akibat
peningkatan volume pada okular pasca injeksi. Beberapa penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa peningkatan itu bersifat sementara dan TIO akan kembali normal
secara bervariasi dari 15 hingga 120 menit pasca injeksi. Penumpukkan presipitasi kristal
dari cairan intravitreal kortikosteroid menjadi mekanisma kedua penyebab peningkatan
TIO. Penupukkan ini terjadi pada bagian inferior dari BMD yang disebut sebagai
pseudohipopion, yang kemudian mengoklusi anyaman trabekular sehingga mengganggu
outflow humor akuos dan terjadilah peningkat TIO sekunder. Pseudohipopion dapat
terjadi sesaat setelah injeksi hingga 3 hari pasca injeksi. Mekanisme terakhir yang terjadi
adalah disfungsi pada anyaman trabekular yang diduga karena penumpukan matriks
ekstraselular, inhibisi fungi sel pada anyaman trabekular melalui inhibisi fagositosis dan
akumulasi mukopolisakarida pada membran, reorganisasi dari sitoskeleton trabekular dan
peningkatan adhesi sel.
6. Tampilan Klinis
Tampilan klinis dari glaukoma karena kortikosteroid serupa dengan tampilan GSTaP.
Sehingga umumnya pasien dengan steroid-induced glaucoma didapatkan asimtomatik
hingga TIO cukup tinggi untuk menimbulkan gejala glaukoma. Perbedaan usia akan
mempengaruhi tampilan klinis pada glaukoma akibat kortikosteroid. Pada usia balita
tanda glaukoma akibat kortikosteroid biasanya didapatkan dengan adanya pengeluaran air
mata yang banyak, fotofobia, peningkatan TIO dan adanya cupping pada diskus optikus.
Sedangkan pada remaja dan dewasa gejala yang ditimbulkan serupa dengan GSTaP;
dimana umumnya penderita tidak menyadari peningkatan TIO yang terjadi akibat
penggunaan steroid (umumnya adalah steroid topikal ataupun injeksi intravitreal).
Beberapa gejala tambahan yang dapat muncul pada glaukoma akibat kortikosteroid
adalah midriasis, peningkatan ketebalan kornea, ulkus kornea, ptosis serta atropi pada
kulit kelopak mata.
Perbedaan yang nyata dibandingkan dengan GSTaP adalah, pada glaukoma akibat
steroid peningkatan TIO umumnya bersifat sementara, dan TIO dapat kembali normal
dengan penghentian pemberian kortikosteroid.
7. Diagnosis Banding
Primary open angle glaucoma
Normal tension glaucoma
Juvenile open angle glaucoma
Uveitic glaucoma
Glaucomatocyclitic crises
8. Manajemen
Penanganan glaukoma akibat steroid yang paling utama ada pemonitoran dari TIO
secara rutin yakni 2 minggu pada pasca pemberian steroid topikal dan dilanjutkan setiap 4
minggu selama 2 –3 bulan dan setiap 6 bulan apabila pemberian kortikosteroid masil
dilanjutkan.8, 15 Sedangkan pada pasien dengan pemberian kortikosteroid sistemik,
terutama pada pasien dengan pemberian dosis di atas 10 mg, screening untuk peningkatan
TIO dapat dilakukan pada bulan ke 1, 3 dan 6 dan setiap 6 bulan sesudahnya pasca
pemberian kortikosteroid.15 Selain itu pada glaukoma yang diyakini diakibatkan oleh
penggunaan kortikosteroid, maka kortikosteroid harus dihentikan, terutama pada pasien
dengan peningkatan TIO yang progresif. Penghentian kortikosteroid akan menurunkan
TIO pada 1 –4 minggu. Apabila dengan penghentian kortikosteroid tidak menimbulkan
respon penurunan TIO, maka penanganan secara medikamentosa, ataupun non-
medikamentosa berupa laser dan pembedahan bisa digunakan.
Obat –obatan medikamentosa yang dapat diberikan pada glaukoma diantaranya
adalah obat –obatan penurun tekanan yang umum digunakan pada pengobatan glaukoma
yakni: penghambat-beta topikal, penghambat-alfa, prostaglandin analog, dan inhibitor
karbonik anhidrasi.8, 15 Penggunaan obat –obatan ini dapat diberikan dengan satu jenis
saja ataupun dikombinasikan, dengan rerata penggunaan obat anti glaukoma sebanyak 1.3
jenis (dari 1 –2.1 jenis obat).10 Jenis obat penghambat-alfa dan prostaglandin analog
dilaporkan dapat menyebabkan uveitis pada penggunaannya, namun dengan pengontrolan
teratur obat ini masih dapat digunakan untuk menurunkan TIO. Sedangkan inhibitor
karbonik anhidrase digunakan untuk menurunkan TIO dalam jangka waktu singkat, hal
ini disebabkan sensitivitasnya akan berkurang seiring dengan lamanya penggunaan, oleh
karena ini umumnya dipilih pada glaukoma akibat kortikosteroid karena peningkatan TIO
yang cenderung sementara.
Apabila penggunaan terapi medikamentosa tidak menurunkan TIO makan tatalaksana
berikutnya adalah menggunakan laser. Selective laser trabeculoplasty (SLT) diyakini
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan trabekulektomi diantaranya memiliki
komplikasi seperti anestesi, hipotoni, katarak ataupun endoftalmitis yang lebih rendah
selain itu tindakan ini lebih efektif secara waktu dan biaya pelaksanaan. Selain itu SLT
memiliki kelebihan karena dapat mempertahankan efek steroid pada intraokular sehingga
fungsi terapeutiknya tetap bekerja meskipun TIO telah diturunkan.
Penanganan berikutnya adalah dengan pembedahan. Beberapa jenis pembedahan
untuk glaukoma akibat steroid sama dengan galukoma pada umumnya, diantaranya
adalah vitrektomi, trabekulektomi, trabekulotomi dan implan. Vitrektomi tidak banyak
dilakukan untuk penanganan glaukoma akibat kortikosteroid, karena pada penggunaan
vitrektomi efek pengobatan steroid berhenti sehingga penyakit yang mendasari
pengobatan steroidnya. Dari keempat jenis pembedahan tersebut trabekulotomi dan
implan diyakini merupakan tindakan yang efektif untuk penanganan peningkatan TIO.
Namun pada kasus tertentu vitrektomi dapat digunakan untuk mencegah timbulnya
glaukoma pada penggunaan injeksi kortikosteroid intravitreal.
Phulke S., Sushmita K., Savleen K., and SS Pandav. 2017. Steroid-induced Glaucoma: An
Avoidable Irreversible Blindness. Journal of Current Glaukoma Practice