Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN VARICELLA

di POLI KULIT dan KELAMIN


di RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun untuk menyelesaikan tugas Program Pendidikan Profesi Ners stase


Keperawatan Medikal Bedah

Oleh:
Rosita Debby Irawan
NIM 11231101003

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan asuhan keperawatan pada pasien dengan Varicella di Poli Kulit dan
Kelamin telah disetujui dan disahkan pada:
Hari, Tanggal : Senin, 19 Oktober 2015
Tempat : Poli Kulit dan Kelamin

Jember, 19 Oktober 2015

Pembimbing Klinik Mahasiswa,

Ns. Umi Rahayu, S.Kep Rosita Debby Irawan, S. Kep


NIP 19650322 198703 2 006 NIM 112311101003

Pembimbing Akademik,

Ns. Mulia Hakam, S.Kep, M.Kep. Sp.Kep.MB


NIP 198103192014041001
LAPORAN PENDAHULUAN
VARICELLA

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian

Varicella (cacar air) adalahh infeksi primer oleh virus varicella


zoster. Infeksi oleh virus varicella-zoster menyebabkan timbulnya vesikel-
vesikel pruritik yang mengandung air di kulit. Varicella menular dan
ditularkan dari orang ke orang melalui percikan (droplet) saluran napas.
Varicella biasanya merupakan penyakit anak-anak, tetapi orang dewasa
yang baru pertama kali terpajan ke virus ini dapat dapat menderita
penyakit tersebut. Virus varicella memiliki masa tunas 7-21 hari dan
bersifat menular selama periode prodromal yang singkat (sekitar 24 jam
sebelum lesi muncul) sampai semua lesi menjadi krusta. Penyakit biasanya
sembuh dengan sendiri dalam 7-14 hari (Corwin, 2009).

2. Etiologi
Penyebab dari varicella adalah virus varicella-zoster. Penamaan
virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan
timbulnya penyakit varicella, sedangkan reaktivasi (keadaan kambuh
setelah sembuh dari varicella) menyebabkan herpes zoster (Hull dan
Johnston, 2008).
Penyebab lainnya adalah :
1) Lemahnya Sistem Kekebalan Tubuh
2) Pola Hidup tidak Sehat
3) Hidup dalam Lingkungan tidak Bersih atau tidak Sehat
4) Penularan dari Orang Lain

3. Manifestasi Klinis
a. Biasanya timbul demam ringan dan malese 24 jam sebelum vesikel
muncul.
b. Nyeri kepala, mua dan anoreksia
c. Ruam vesikel diawali dengan adanya makula kemerahan, biasanya
pertama kali muncul di badan dan menyebar ke wajah serta ekstremitas.
Dalam beberapa jam, makula menjadi vesikel berisi cairan yang muncul
di mulut, aksila, labium, dan vagina.
d. Vesikel akhirnya berisi cairan yang pecah setelah beberapa hari dan
meninggalkan krusta.
e. Pada saat bersamaan dapat dijumpai banyak makula, vesikel, dan
keropeng dalam berbagai stadium pembentukan dan krustasi (Corwin,
2009).
Perjalanan penyakit ini dibagi menjadi 2 stadium, yaitu (Lubis,
2008):
a. Stadium Prodromal: 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat
gejala panas yang tidak terlalu tinggi, perasaan lemah (malaise), sakit
kepala, anoreksia, rasa berat pada punggung dan kadang-kadang
disertai batuk keringdiikuti eritema pada kulit dapat berbentuk
scarlatinaform atau morbiliform. Panas biasanya menghilang dalam 4
hari, bilamana panas tubuh menetap perlu dicurigai adanya komplikasi
atau gangguan imunitas.
b. Stadium erupsi: dimulai saat eritema berkembang dengan cepat (dalam
beberapa jam) berubah menjadi macula kecil, kemudian papula yang
kemerahan lalu menjadi vesikel. Vesikel ini biasannya kecil, berisi
cairan jernih, tidak umbilicated dengan dasar eritematous, mudah pecah
serta mongering membentuk krusta, bentuk ini sangat khas dan lebih
dikenal sebagai “tetesan embun”/”air mata”.

Tanda dan gejala secara umum adalah :


a. Demam
b. Nyeri perut
c. Perasaan tidak enak dengan vesikel pada kulit
d. Pilek
e. Cepat merasa lelah
f. Lesu dan lemah
g. Nyeri sendi
h. Sakit kepala dan pusing
i. Kemerahan pada kulit yang kemudian menjadi lenting berisi cairan
dengan dinding tipis

4. Patofisiologi
Virus varicella zoster menyebar secara hematogen. Virus varicella
zoster juga menginfeksi sel satelit di sekitar neuron pada ganglion akar
dorsal sumsum tulang belakang. Dari sini virus bisa kembali menimbulkan
gejala dalam bentuk Herpes Zoster. Sekitar 250 –500 benjolan akan timbul
menyebar diseluruh bagian tubuh, tidak terkecuali pada muka, kulit
kepala, mulut bagian dalam, mata, termasuk bagian tubuh yang paling
intim. Namun dalam waktu kurang dari seminggu, lesi teresebut akan
mengering dan bersamaan dengan itu terasa gatal. Dalam waktu 1–3
minggu bekas pada kulit yang mengering akan terlepas. Virus varicella
zoster penyebab penyakit cacar air ini berpindah dari satu orang ke orang
lain melalui percikan ludah yang berasal dari batuk atau bersin penderita
dan diterbangkan melalui udara atau kontak langsung dengan kulit yang
terinfeksi.
Virus ini masuk ke tubuh manusia melalui paru-paru dan tersebar
kebagian tubuh melalui kelenjar getah bening. Setelah melewati periode
14 hari virus ini akan menyebar dengan pesatnya ke jaringan kulit.
Cara penularan herpes zoster:
1) Pada seorang yang belum pernah mengalami infeksi VVZ primer akan
mudah tertular virus tersebut dengan manifestasi klinis sebagai
Varicella (cacar air). Tetapi bila sudah pernah mengalami infeksi
cacar air maka orang tersebut tidak akan tertular bila berdekatan
dengan penderita herpes zoster.
2) Penularan VVZ dapat secara kontak langsung dengan kelainan kulit
penderita herpes zoster.
3) Penularan VVZ dapat melalui udara masuk mukosa saluran
pernapasan bagian atas.

5. Komplikasi
a. Infeksi bakteri sekunder pada vesikel
b. Pneumonia, ensefalitis, radang sendi, dan nyeri dapat terjadi pada
varicella.
c. Sindrom Reye pada anak yang diberi aspirin sewaktu mengidap
varicella (Corwin, 2009).
Komplikasi lain yang juga dapat ditimbulkan dari varicella adalah
(Lubis, 2008):
a. Scar, timbulnya scar berhubungan dengan infeksi staphylococcus atau
streptococcus yang berasal dari garukan.
b. Herpes zoster, komplikasi yang lambat dari varicella yaitu timbulnya
herpes zoster, timbul beberapa bulan hingga tahun setelah terjadinya
infeksi primer.

6. Pemeriksaan Penunjang
Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan
dengan beberapa test, yaitu (Cary dalam Lubis, 2008):
a. Tzanck smear
1) Preparat diambil dari scrapping dasar vesikel yang masih baru,
kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin,
Giemsa’s, Wright’s, toluidine blue ataupun Papanicolaou’s.
Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai
multinucleated giant cells.
2) Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
3) Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster
dengan herpes simpleks virus.
b. Direct fluorescent assay (DFA)
1) Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah
berbentuk krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.
2) Hasil pemeriksaan cepat.
3) Membutuhkan mikroskop fluorescene.
4) Test ini dapat menentukan antigen virus varicella zoster.
5) Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes
simpleks virus.
c. Polymerase chain reaction (PCR)
1) Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.
2) Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti
scraping dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat
juga digunakan sebagai preparat, dan CSF.
3) Sensitifitasnya berkisar 97-100%.
4) Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster.
d. Biopsi kulit
Hasil pemeriksaan hispatologis: tampak vesikel intraepidermal
dengan degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian
atas dijumpai adanya lymphocytic infiltrate.
7. Penatalaksanaan
a. Varicella dapat dicegah dengan vaksin varicella. Vaksin ini dapat
diberikan pada anak-anak atau orang dewasa, dan efektivitasnya sangat
tinggi dalam mencegah infeksi. Beberapa vesikel dapat muncul pada
sekitar 10% pasien 10-20 hari setelah imunisasi dan sangat menular.
Pencegahan varicella ini diharapkan dapat menekan insidensi herpes
zoster meskipun hal ini belum terbukti.
b. Penatalaksanaan varicella aktif terutama bersifat suportif dan
ditunjukkan untuk mencegah terjadinya infeksi kulit sekunder. Mandi
gandum, losion kalamin, dan antihistamin dapat digunakan untuk
mengurangi gatal. Anak perlu dipotong kukunya atau menggunakan
sarung tangan untuk menghindari garukan.
c. Obat antivirus (asiklovir, vidarabin, sorivudin) dapat diberikan setelah
pajanan atau saat terjadi tanda-tanda paling awal infeksi varicella pada
orang dewasa atau anak dengan gangguan kekebalan untuk membatasi
infeksi. Penggunaan antivirus pada anak sehat yang mengidap varicella
juga dapat dipertimbangkan untuk mengurangi banyaknya lesi dan lama
infeksi.
d. Penanganan herpes zoster meliputi analgesik untuk nyeri dan obat
antivirus untuk membatasi replikasi virus. Kortikosteroid sistemik dapat
diberikan untuk menurunkan risiko neuralgia pascaherpes. Pasien
penderita neuralgia pascaherpes dapat ditangani dengan agens anestetik
topikal, obat penstabil neural, atau antidepresan trisiklik untuk
meredakan nyeri (Corwin, 2009).

8. Pencegahan
Untuk mencegah penyakit Varicella maka pada anak diberikan
vaksin Varicella yang di injeksikan pada usia 1 tahun namun jika pada usia
tersebut tidak diberikan maka bisa diberikan pada usia 11-12 tahun.
Vaksin Varicella mampu membantu orang untuk membangun antibodinya
sendiri (proteksi imun) melawan Varicella, tetapi pada kasus baik untuk
memberikan bentuk jadi dari proteksi immune yang disebut varicella–
zoster immune globulin (VZIG). VZIG melindungi orang yang teleh
terekspos Varicella, dan yang sistem imunnya terlalu lemah untuk
melawan penyakit ini. VZIG diberikan pada bayi yang baru lahir yang
ibunya menderita Varicella saat melahirkan, anak dengan leukemia, atau
lymphoma ;anak dengan AIDS atau defisiensi imun yang lain; dan anak
yang mengkonsumsi obat yang menurunkan sistem imun (seperti steroid).
Untuk anak atau dewasa di atas 13 tahun yang belum terkena cacar air
mendapat 2 kali suntikan Varicella dengan jarak 4-8 minggu. Dan untuk
ibu hamil, vaksin Varicella diberikan setidaknya 4 minggu sebelum hamil
(semakin jauh semakin aman, jadi baiknya 12 minggu sebelum hamil).
C. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN VARICELLA
1. Pengkajian
a) Identitas
Nama, umur, alamat, jenis kelamin, agama, suku, bangsa,
pekerjaan, no. MRS, diagnose medis.
b) Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama: demam, malese, anorexia dan bintik-bintik atau
makula di kulit, rasa gatal.
2) Riwayat penyakit sekarang: Biasanya pasien mengalami demam,
rasa lemah, nyeri otot, tubuh terasa tidak nyaman.
3) Riwayat penyakit dahulu: Perlu dikaji imunisasi VZIG yang tidak
adekuat, adanya masalah atau gejala yang sama sebelumnya.
4) Riwayat penyakit keluarga: perlu dikaji apakah keluarga juga pernah
mengalami penyakit yang sama dengan pasien.
5) Riwayat lingkungan: Biasannya klien tinggal di lingkungan yang
kurang bersih atau kumuh yang dapat menyebabkan infeksi.
c) Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Biasanya klien mengalami penurunan nafsu makan sehingga
makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
b. Pola eliminasi
Eliminasi alvi klien tidak mengalami konstipasi atau diare,
eliminasi urine tidak mengalami gangguan.
c. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Biasanya pasien mengatakan kesehatan merupakan hal yang
penting, jika ada keluarga yang sakit maka akan segera dibawa ke
pelayanan kesehatan terdekat.
d. Pola aktifitas dan latihan
Biasanya aktivitas klien akan terganggu karena adanya rasa
nyeri sendi atau otot dan penurunan kekuatan tahanan.
e. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan
dengan nyeri dan gatal.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya
dan ketakutan merupakan dampak psikologi klien. Pada konsep diri
pasien mengalami harga diri rendah karena kemungkinan adanya
bekas luka atau bercak pada tubuh.
g. Pola persepsi sensori dan kognitif
Biasanya pasien tidak mengalami gangguan dalam persepsi.
h. Pola reproduksi seksual
Biasanya pasien tidak mengalami gangguan pada reproduksi
seksual.
i. Pola hubungan dan peran
Biasanya hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan
dengan klien dirawat di rumah sakit dan klien harus bedrest total.
j. Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena
keadaan sakitnya.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya dalam hal beribadah terganggu karena bedrest total
tapi pasien yakin akan cepat sembuh dan menganggap ini merupakan
cobaan dari Allah SWT.

2. Diagnosa
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terjadinya erupsi pada
kulit
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan
c. Nyeri akut berhubungan dengan adanya vesikel di tubuh
d. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
e. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya lesi pustula
f. Intervensi

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1 Kerusakan integritas NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous NIC : Pressure Management
kulit Membranes 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
Definisi : Perubahan Kriteria Hasil : yang longgar
pada epidermis dan 1. Integritas kulit yang baik bisa 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
dermis dipertahankan (sensasi, elastisitas, 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
temperatur, hidrasi, pigmentasi) kering
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
3. Perfusi jaringan baik jam sekali
4. Menunjukkan pemahaman dalam 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
proses perbaikan kulit dan mencegah 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah
terjadinya sedera berulan yang terteka
5. Mampu melindungi kulit dan 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
mempertahankan kelembaban kulit dan 8. Monitor status nutrisi pasien
perawatan alami 9. Memandikan pasien dengan sabun dan air
hangat
2 Ketidakseimbangan NOC :Nutritional Status : food and Fluid Nutrition Management
nutrisi kurang dari Intake 1. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh Kriteria Hasil : 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
dengan tujuan pasien.
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
badan 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan dan vitamin C
nutrisi 5. Berikan substansi gula
4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
5. Tidak terjadi penurunan berat badan serat untuk mencegah konstipasi
yang berarti 7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
makanan harian
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama
makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake nuntrisi
16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
3 Nyeri akut NOC : Pain Management
1. Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Definisi : 2. Pain control, termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
Sensori yang tidak 3. Comfort level frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
menyenangkan dan Kriteria Hasil : 2. Observasi reaksi nonverbal dari
pengalaman emosional 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab ketidaknyamanan
yang muncul secara nyeri, mampu menggunakan tehnik 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
aktual atau potensial nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mengetahui pengalaman nyeri pasien
kerusakan jaringan atau mencari bantuan) 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
menggambarkan adanya 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
kerusakan (Asosiasi dengan menggunakan manajemen nyeri 6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
Studi Nyeri 3. Mampu mengenali nyeri (skala, lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
Internasional): serangan intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) masa lampau
mendadak atau pelan 4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri 7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
intensitasnya dari ringan berkurang menemukan dukungan
sampai berat yang dapat 5. Tanda vital dalam rentang normal 8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
diantisipasi dengan nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
akhir yang dapat kebisingan
diprediksi dan dengan 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
durasi kurang dari 6 10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
bulan. (farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
4 Hipertermia NOC : Thermoregulation NIC :
Kriteria Hasil : Fever treatment
Definisi : suhu tubuh 1. Suhu tubuh dalam rentang normal 1. Monitor suhu sesering mungki
naik diatas rentang 2. Nadi dan RR dalam rentang normal 2. Monitor IWL
normal 3. Tidak ada perubahan warna kulit dan 3. Monitor warna dan suhu kulit
tidak ada pusing, merasa nyaman 4. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
5. Monitor penurunan tingkat kesadaran
6. Monitor WBC, Hb, dan Hct
7. Monitor intake dan output
8. Berikan anti piretik
9. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab
demam
10. Selimuti pasien
11. Lakukan tapid sponge
12. Berikan cairan intravena
13. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
14. Tingkatkan sirkulasi udara
15. Berikan pengobatan untuk mencegah
terjadinya menggigil

Temperature regulation
1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
2. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
3. Monitor TD, nadi, dan RR
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan
akibat panas
9. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
penanganan yang diperlukan
12. Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
13. dentifikasi penyebab dari perubahan vital sign
5 Resiko Infeksi NOC : NIC :
1. Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
Definisi : Peningkatan 2. Knowledge : Infection control 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
resiko masuknya 3. Risk control lain
organisme patogen 2. Pertahankan teknik isolasi
Kriteria Hasil : 3. Batasi pengunjung bila perlu
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
2. Mendeskripsikan proses penularan tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
penyakit, factor yang mempengaruhi meninggalkan pasien
penularan serta penatalaksanaannya, 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
3. Menunjukkan kemampuan untuk 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
mencegah timbulnya infeksi tindakan kperawtan
4. Jumlah leukosit dalam batas normal 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
5. Menunjukkan perilaku hidup sehat pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kencing
11. Tingktkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis pada pasien yang
beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif
g. Implementasi
Pada tahap implementasi dilakukan pelaksanaan dari perencanaan
keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan klien secara optimal. Implementasi merupakan pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap
pencanaan.

h. Evaluasi
Masalah gangguan intebritas kulit dikatakan teratasi apabila :
1. Fungsi kulit dan membran mukosa baik dengan parut minimal.
· Krusta berkurang
· Suhu kulit, kelembaban dan warna kulit serta membran mukosa
normal alami
2. Tidak terjadi komplikasi dan infeksi sekunder
· Tidak terdapat kelainan neurologik
· Tidak terjadi kelainan respiratorik.

g. Discharge Planning:
1. Diet bergizi tinggi (Tinggi Kalori dan Protein).
2. Bila demam tinggi, kompres dengan air hangat.
3. Upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian
antiseptik pada air mandi.
4. Upayakan agar vesikel tidak pecah.
a) Jangan menggaruk vesikel.
b) Kuku jangan dibiarkan panjang.
c) Bila hendak mengeringkan badan, cukup tepal-tepalkan handuk pda
kulit, jangan digosok.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria, et al. 2004. Nursing Interventions Clarification (NIC). Edisi 4.


USA: Mosby Elsevier
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Edisi 3. Jakarta: EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC.
Hull, David dan Johnston, Derek I. 2008. Dasar-Dasar Pediatri. Edisi 3. Jakarta:
EGC
Lubis, Ramona Dumasari. 2008. Varicella dan Herpes Zoster. Sumatera: Fakultas
Kedokteran USU.
Moorhead, Sue, et al. 2004. Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi 4.
USA: Mosby Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai