SKRIPSI
Oleh :
AHMAD ROFI’I
NIM. 14872010460P1
PENDAHULIAN
1.1 Latar Belakang
Undang undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional
menyatakan bahwa sitem usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk mengetahui kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kualitas, harkat
dan martabat manusia. Pendidikan juga dipandang sebagai salah satu sarana
dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan seseorang. Sistem
pendidikan di Indonesia selalu mengalami perubahan
Pemerintah dan masyarakat memiliki tanggung jawab dalam
meningkatkan kualitas lembaga pendidikan di Indonesia dan dapat diharapkan
dapat menghasilkan tenaga terdidik dan terlatih, sehingga dalam proses
selanjutnya akan memiliki kemampuan dan profesional baik dalam bekerja
maupun dalam berkarya. Dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia
banyak dipengaruhi oleh berbagaimacam faktor, oleh karena itu mutu
pendidikan di Indonesia terpuruk, tetapi tidak bisa menyalahkan atau mencari
siapa yang salah dan bertanggung jawab dalam memecahkan masalah ini,
karena itu merupakan tanggung jawab semua warga negara.
Guru menjadi bagian yang tak terpisahkan, hanya peran yang dimainkan
akan berbeda sesuai dengan tuntutan sistem tersebut, dalam proses
pembelajaran, Guru memegang peran sebagai Sutradara dan Aktor, artinya
pada Gurulan tugas dan tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan
pengajaran di sekolah, oleh karena itu begitu pentingnya peran Guru dalam
meningkatkan mutu pendidikan, karena itu pemerintah menyelenggarakan
berbagai program untuk meningkatkan kualitas Guru. Banyak program yang
diselenggarakan antara lain : penataran bagi para Guru, seminar dan
1
2
1.2.2 Apa Implikasi kualitas Guru sejarah dalam proses belajar mengajar
ditinjau dari aspek pembelajaran Studi Kasus di MAN 2 Banyuwangi ?
6
7
Karakteristik Guru
Perbedaan cara mengajar yang terjadi pada masing-masing guru
tentu faktor utamanya berasal dari dalam diri guru itu sendiri. Baik
karakter yang terbentuk oleh lingkungan dan faktor eksternal lainnya,
maupun karakter yang terbentuk oleh kondisi fisik, psikis dan faktor
internal lainnya.
1. Gender
Faktor gender cukup berpengaruh dalam proses pembelajaran.
Setidaknya bagi negara-negara timur masih sangat mempertimbangkan
etika perilaku antara laki – laki dan perempuan. Kultur budaya ini
kemudian turut membentuk kepribadian yang berbeda antara kaum
laki-laki dan perempuan.
Dalam hal ini Cruickshank, Jenkins & Metcalf (2014:3-5) merangkum
beberapa hasil penelitian tentang pengaruh gender dalam proses
pembelajaran, diantaranya:
a. Guru Laki-Laki
b. Tampil lebih dominan dan bersifat otoriter.
11
2. Usia
Cruickshank, Jenkins & Metcalf (2014:5-6) telah merangkum beberapa
hasil penelitian tentang pengaruh usia dalam proses pembelajaran,
diantaranya:
a. Guru-guru pemula cenderung lebih mudah menerima inovasi dan
perubahan dan cenderung lebih bersedia menambah wawasan
pembelajaran.
b. Guru-guru pemula cenderung lebih memperlihatkan perilaku
mengendalikan dan otoriter.
12
3. Kepribadian
Faktor kepribadian yang dimiliki oleh seorang Guru sangat
berpengaruh dalam pengajaran yang dilakukannya. Kepribadian yang
dimaksud mencakup totalitas karakter dan sikap khas pada diri
seseorang. Tidak ada dua orang yang memiliki kepribadian yang sama,
13
4. Motifasi
Motivasi para guru dapat menjadikan proses pembelajaran yang
mereka lakukan terasa lebih hidup atau bahkan mungkin sebaliknya.
Motivasi yang penulis maksud adalah mencakup keyakinan dan
kepercayaan guru kepada siswa-siswanya. Seperti beberapa hasil
penelitian yang dirangkum oleh Cruickshank, Jenkins & Metcalf
(2014:8-9) berikut ini:
a. Para guru cenderung berperilaku berdasarkan kepercayaan mereka.
b. Para guru secara umum percaya bahwa anak-anak dengan tingkat
sosial-ekonomi rendah memiliki masa depan yang kurang cerah.
c. Para guru dalam komunitas miskin percaya bahwa jika iklim
sekolah kurang positif dan kurang menstimulasi siswa, maka siswa
tersebut akan memiliki kemampuan yang rendah.
d. Guru-guru yang percaya bahwa siswanya mampu belajar, maka
guru tersebut akan memberikan penjelasan yang memadai.
e. Guru-guru yang yakin terhadap prestasi siswanya akan cenderung
memiliki siswa yang banyak belajar dan membaca.
Dari beberapa hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa motivasi
yang ada pada diri setiap Guru akan membuat cara mengajar Guru
tersebut ikut terpengaruh. Jika dalam keyakinan seorang guru tersebut,
siswa yang ia ajar tidak akan berhasil, maka cara mengajar guru
tersebut pun tidak akan bersemangat dan benar-benar menjadikan
siswanya tidak akan berhasil dalam pendidikannya.
5. Wawasan
Pengetahuan dan segenap wawasan yang dimiliki seorang guru pasti
menjadi faktor yang menentukan bagaimana guru tersebut mengajar
siswanya. Guru yang hanya memiliki pengetahuan di bidangnya saja
15
Konteks Pembelajaran
Setelah kita mengetahui karakteristik guru dan siswa yang
memengaruhi cara guru dalam mengajar, kini kita ketahui lebih lanjut
faktor apa saja di luar keduanya yang memengaruhi cara guru mengajar.
1. Materi dan Peralatan
Materi pembelajaran merupakan modal utama agar informasi (materi)
dapat tersampaikan kepada murid, dan penyampaian materi itu
membutuhkan alat. Jika di dalam pengajaran tidak ada materi dan
peralatan, maka kegiatan mengajar tidak akan ada. Semakin banyak
dan beragam materi dan peralatan, maka seorang guru bisa lebih
variatif dalam melakukan pengajaran dan bisa memberikan alternatif-
alternatif lain dalam kegiatan pembelajaran.
2. Persiapan Mengajar
Persiapan mengajar pastilah dibutuhkan oleh seorang Guru dalam
memberikan pengajaran. Karena semakin siap guru tersebut untuk
mengajar, maka semakin baik pula cara mengajarnya. Karena dengan
persiapan yang matang, eksekusi untuk menjalankan tugasnya sebagai
seorang pengajar akan baik pula.
Seorang guru haruslah melakukan persiapan sebelum mengajar, seperti
materi yang diajarkan, metode yang akan digunakan, media jika
memang materi yang diajarkan tersebut membutuhkan media, serta
tidak lupa untuk membuat rancangan pembelajarannya.
17
3. Ruang Kelas
Kelas merupakan tempat terjadinya proses pembelajaran kepada siswa.
Oleh karena itu ukuran kelas harus disesuaikan dengan jumlah siswa
yang akan dididik. Karena ukuran kelas sangat memengaruhi cara
seorang guru dalam mengajar.
Cruickshank, Jenkins & Metcalf (2014:14-16) telah merangkum
penelitian terkait faktor ruang kelas terhadap proses pembelajaran,
diantaranya:
a. Guru-guru yang mengajar kelas kecil (kelas dengan jumlah siswa
yang sedikit) ternyata kurang menerapkan disiplin dan lebih
meluangkan waktu untuk mengajar dan bekerja sama dengan para
individu kelompok-kelompok kecil. Guru lebih mengenal siswa
secara dekat dan memiliki tingkat toleransi yang lebih tinggi
terhadap perilaku mereka.
b. Jumlah siswa memengaruhi seberapa baik para siswa mengikuti
pembelajaran dan berperilaku. Secara umum, penelitian mengenai
jumlah siswa dalam kelas mendukung diberlakukannya kelas kecil.
c. Keberhasilan yang diraih para siswa dalm kelas kecil akan terbawa
hingga tahapan pendidikan yang lebih tinggi lagi. Para siswa dalam
kelas besar (kelas dalam jumlah besar) cenderung kurang
memperhatikan dan terlibat dalam perilaku non tugas.
Dengan ketersediaan ruang kelas yang lebih luas, guru akan memiliki
banyak kesempatan dalam memberikan vaiasi-variasi pembelajaran.
Untuk jumlah siswa yang banyak, guru cenderung akan memberikan
18
4. Waktu
Semakin banyak waktu yang dimiliki oleh seorang guru, maka
semakin banyak pula variasi pembelajaran yang akan diberikan kepada
siswa, dan semakin terserap dengan sempurna materi yang diajarkan
kepada siswa.
Selain faktor panjang pendeknya waktu yang tersedia, pada jam-jam
berapa pelajaran diberikan juga sangat berpengaruh terhadap cara
mengajar guru. Tentu berbeda kondisi fisik saat pelajaran dipagi dan
siang hari. Saat pagi hari, baik guru maupun siswa masih dalam
kondisi segar. Sedangkan pada siang hari kondisi fisik mulai lelah,
sehingga perlu strategi ekstra agar anak-anak tetap semangat untuk
belajar dan tidak mengantuk.
5. Pelatihan Guru
Meskipun tugas guru adalah memberikan pembelajaran, tetapi guru
juga harus selalu belajar. Setidaknya harus selalu meng-update
strategi-strategi, model, dan metode pembelajaran agar selalu siap
dengan kondisi siswa yang beragam. Oleh karena itu pelatihan guru
mutlak dibutuhkan untuk menuju peningkatan mutu mengajar.
Lebih jauh dapat kita renungkan pidatonya Miriam Kronish (kepala
sekolah SD John Eliot, Needham, Massachusetts, sekolah terbaik di
Amerika Serikat):
19
6. Kebijakan Nasional
Kebijakan nasional memengaruhi cara pengajaran seorang guru
terhadap siswanya. Seperti kebijakan yang menuntut semua siswa
harus bisa mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), Namun
perlu dicatat bahwa kebijakan tentang KKM ini masih sangat
diragukan kemanfaatannya dan tidak sedikit pemerhati pendidikan
yang menentangnya.
Diantara yang paling sering penulis dengarkan dari para guru adalah
keluhan tentang beratnya beban administrasi yang harus dibuat guru,
yang menghabiskan waktu dan membuat minimnya waktu untuk
memikirkan strategi-strategi mengajar yang kreatif. Termasuk pula
berubah-ubahnya kurikulum juga berperan dalam membebani guru
untuk menyesuaikan diri. Apalagi ketika kurikulum yang satu belum
terlaksana dengan baik, kemudian diganti dengan kurikulum yang
baru.
Di negara kita, Indonesia, masih cukup banyak guru-guru yang bahkan
belum pernah membaca Undang-undang, Peraturan Pemerintah,
20
3. Metode diskusi
Metode diskusi adalah salah satu cara yang menarik untuk
memunculkan masalah, dalam diskusi terjadi tukar – menukar
pendapat untuk mencapau suatu gagasan yang sama. Melalui
metode ini akan memancing kreatifitas siswa untuk berani
mengungkapkan gagasan dan pendapat sehingga cara tersebut lebih
efisien
5. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan
memeragakan suatu proses kejadian tertentu sesuai arah Guru.
Metode demonstrasi biasanya diaplikasikan dengan menggunakan
alat-alat bantu pengajaran seperti benda-benda miniatur, gambar,
perangkat alat-alat laboratorium dan lain-lain. Akan tetapi, alat
demonstrasi yang paling pokok adalah papan tulis dan white board,
mengingat fungsinya yang multi proses.
6. Metode Ekspositori
Metode ini adalah cara penyajian materi secra visual dengan
menggunakan benda – benda dua dimensi atau tiga dimensi supaya
siswa dalam memahami materi lebih dipermudah.
8. Metode penugasan
Metode ini Guru memberikan tugas kepada siswa untuk melakukan
kegiatan belajar. Metode ini dapat mengembangkan kemandirian
siswa, merangsang siswa lebih kreatif dan tanggungjawab. Tetap
metode jangan terlalu sering digunakan karena akan menjadikan
siswa jenuh dan bosan.
9. Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dengan
menggunakan percobaan. Dengan melakukan metode ini, siswa
23
METODE PENELITIAN
25
26
kata – kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen
dan lainnya.Sumber data pada penelitian kualitatif terbagi atas sumber data
primer dan data skunder.
3.4.1 Sumber Data Primer
Data yang diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan
sumber informan dalam penelitian ini adalah Guru sejarah dan siswa
MAN 2 Banyuwangi
3.4.2 Sumber Data Sekunder
Data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya yaitu
seperti dokumen, buku-buku, makalah-makalah penelitian, dan sumber
yang relevan. Data skunder dalam penelitian ini yaitu bersumber dari
dokumen yang ada di MAN 2 Banyuwangi yang terkait dengan
penelitian misalnya buku-buku, makalah serta literatur lain yang
berhubungan dengan penelitian ini.
3.8 Dokumentasi
Dokumentasi adalah bahan tertulis atau film yang tidak dipersiapkan karena
adanya permintaan seorang penyidik. Dikumen yang dapat digunakan antara
lain katalog buku, surat pribadi atau autobiografi yang merupakan dokumen
resmi dan terbagi atas dokumen internal berupa memo, pengumuman,
31
33
34
2. Faktor Internal
Berdasarkan wawancara langsung dan pengamatan yang dilakukan
terhadap tiga objek penelitian selama November 2018, maka
diperoleh hasil penelitian faktor faktor internal yang mempengaruhi
kualitas objek sebagai berikut, meliputi : Gender (FIG), Usia (FIS),
Kepribadian (FIK), Motivasi (FIM), Wawasan (FIH), dan Gaya
Belajar (FIB).
a. Dra. Hasimah (HS)
HS adalah seorang pendidik yang telah mempunyai 2 orang
putra. HS merupakan pendidik senior dan telah memiliki
sertifikat sebagai pendidik profesional. Meskipun HS merupakan
pendidik senior, kodrat sebagai seorang perempuan tidak pernah
beliau tinggalkan. Di rumah HS tetaplah menjadi ibu rumah
tangga dan pembimbing bagi putra putranya. Begitupun di
Madrasah, HS sangatlah luwes dalam berkomunikasi dengan
36
4.2 Pembahasan
4.1.1 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Guru Sejarah Dalam Proses
Pembelajaran
1. Faktor Eksternal
a. Materi dan Alat (FEM)
Selama satu bulan pengamatan terhadap tiga objek penelitian, HS,
AS, dan MI, ketiga objek penelitian menggunakan media dan alat
yang sama, kecuali ada satu alat yang digunakan oleh objek MI
yang tidak sama dengan yang lainnya yaitu Miniatur Peraga
tempat bersejarah. Materi dan alat yang digunakan meliputi Buku
Sumber, Spidol, Laptop, LCD Proyektor, dan Lembar Kerja
Siswa. Objek HS lebih banyak menggunakan Buku Sumber yang
berupa buku paket dari penerbit Grafindo.
Buku paket Grafindo menyajikan teori dan pertanyaan secara
sistematis dengan bagian pertanyaan lebih mengarah pada
pengujian kasus terhadap suato objek amatan. Penggunaan buku
sumber sebagai materi utama dalam proses belajar mengajar juga
dilakukan oleh objek AS. Kondisi siswa dan suasana belajar
dalam kelas sangat kondusif ketika guru yaitu objek HS dan AS
memberikan ilustrasi dan instruksi seperti yang disampaikan
dalam buku paket. Selain buku paket alat berupa RPP yang selalu
dibawa objek sebelum melakukan proses belajar mengajar juga
sangat membantu objek untuk mengorganisasi pembelajaran
40
b. Persiapan (FEP)
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) menjadi pedoman
ketiga objek penelitian HS, AS, dan MI sebelum masuk ke kelas
masing masing. Selama satu bulan pengamatan, sebelum
melaksanakan pembelajaran HS menyiapkan RPP sebanyak 12
kali, AS 8 kali, dan MI 9 kali. Dalam proses pembelajaran HS
lebih mengacu pada RPP sedangkan AS dan MI cenderung
mengikuti instruksi dari buku paket dan LKS. Selain RPP ketiga
objek penelitian juga mempersiapkan kondisi fisik dan
penampilan sebelum masuk kelas. Hasilnya siswa lebih
berkonsentrasi ketika objek mampu menyampaikan materi dengan
suara jelas dan cukup keras. Ketika suara objek mulai menurun,
siswa lebih banyak mengerjakan aktivitas yang tidak berkaitan
dengan materi pembelajaran. Persiapan maksimal sangat
diperlukan untuk pencapaian kompetensi guru dan siswa secara
maksimal.
41
e. Pelatihan (FEL)
Kompetensi pedagogik menekankan pada kemampuan seorang
Guru dalam mendidik siswa dan melatih supaya menghasilkan
siswa yang berkualitas. Kompetensi kepribadian atau personal
lebih menunjukkan pada kematangan pribadi. Di sini aspek
mental dan emosional objek HS, AS, dan MI harus benar-benar
terjaga. Kompetensi sosial HS lebih menunjukkan pada
kemampuan Guru untuk berelasi, berinteraksi. HS
memperlihatkan keluwesan dalam pergaulan dengan siswa,
kepala sekolah dan teman sejawat di tempat mengajar. HS bisa
menciptakan persahabatan dengan baik. Sedangkan AS, dan MI
memiliki kompetensi profesional lebih menunjukkan pada
kemampuan sebagai pengajar yang baik.
Hamzah B Uno (2006) “berdasarkan Komisi Kurikulum Bersama
P3G menetapkan dan merumuskan bahwa kompetensi profesional
guru di Indonesia terdiri atas 10 kompetensi, yakni: 1) menguasai
bahan pelajaran; 2) mengelola program pembelajaran; 3)
mengelola kelas; 4) menggunakan media dan sumber belajar; 5)
menguasai landasan pendidikan; 6) mengelola interaksi belajar
mengajar; 7) menilai prestasi belajar; 8) mengenal fungsi dan
layanan bimbingan dan penyuluhan; 9) mengenal dan
menyelenggarakan administrasi sekolah; dan 10) memahami dan
menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pengajaran.
43
f. Kebijakan (FEK)
Budaya akademik untuk meningkatkan mutu di MAN 2
Banyuwangi melalui 1) Bersikap kritis keilmuan; 2) Bersikap
obyektif keilmuan; 3) Bersikap analitis keilmuan; 4) Bersikap
kreatif keilmuan; 5) Bersikap terbuka menerima kritik; 6)
Menghargai waktu (disiplin); 7) Menjunjung tinggi tradisi
keilmuan; 8) Dinamis dan berorientasi masa depan. Budaya
akademik yang dilaksanakan di MAN 2 Banyuwangi memiliki
ciri pada setiap tindakan, keputusan, kebijakan, dan opini
didukung dengan dasar akademik yang kuat. Artinya merujuk
pada teori, dasar hukum, dan nilai kebenaran yang teruji. Budaya
akaedmik juga dapat dipahami sebagai totalitas dari kehidupan
dan kegiatan yang berhubungan dengan akademik yang dihayati
Kepala sekolah, Guru, dan siswa MAN 2 Banyuwangi selalu
berpegang pada pijakan teori dalam berfikir, bersikap dan
bertindak dalam kesehariannya. Kultur akademik tercermin pada
keilmuan, kedisiplinan dalam bertindak, kearifan dalam bersikap
serta kepiawaian dalam berfikir dan berargumentasi.
MAN 2 Banyuwangi menerapkan budaya akademik yaitu bersifat
kritis, objektif, analitis, kreatif, terbuka untuk menerima kritik,
menghargai waktu dan prestasi ilmiah, memiliki dan menjunjung
tinggi tradisi ilmiah, dinamis, dan berorientasi ke masa depan.
Kesimpulannya , kultur akademik lebih menekankan pada budaya
ilmiah yang ada dalam diri seseorang dalam berfikir, bertindak
dan bertingkah laku dalam lingkup kegiatan akademik. Budaya
akademik siswa terlihat dari banyaknya siswa MAN 2
Banyuwangi yang gemar membaca buku di perpustakaan, peserta
didik memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dalam kegiatan
pembelajaran dengan bertanya diruang Guru melakukan
bimbingan kepada Guru.
44
b. Usia (FIS)
Berdasarkan faktor usia, guru yang berusia remaja akhir (AS)
lebih burnout (istilah psikologi yang digunakan untuk
menggambarkan perasaan kegagalan dan keluesan akibat tuntutan
yang terlalu membebankan tenaga dan kemampuan seseorang)
dibandingkan dengan guru berusia dewasa awal (MI) dan
setengah baya (HS). Hal ini dikarenakan pada Guru remaja akhir
(AS) memiliki usia yang relatif lebih muda dan pengalaman
relatif sedikit, sehingga dalam bekerja masih harus beradaptasi
dengan lingkungan pekerjaan yang menjadikannya lebih rentan
mengalami gejala burnoute.
Faktor lain yang menunjukkan perbedaan burnout adalah status
pernikahan. Guru (HS) yang berstatus belum menikah cenderung
lebih tinggi mengalami gejala burnout dibandingkan dengan yang
berstatus menikah
Pada tingkat pendidikan HS menunjukkan perbedaan burnout. HS
dengan pendidikan tinggi mengalami burnout yang lebih tinggi
48
c. Kepribadian (FIK)
Kurikulum sejarah merupakan suatu konsep atau kontrak yang
merencanakan pendidikan sejarah bagi sekelompok penduduk
usia muda tertentu yang mengikuti jenjang pendidikan tertentu.
Tujuan dari lembaga pendidikan pada jenjang pendidikan tertentu
menentukan konsep pendidikan sejarah yang harus dikembangkan
bagi peserta didik lembaga pendidikan. Untuk dapat kembali
mengajarkan sejarah dengan baik dan menarik, pendidik
mempunyai keleluasaan mengolah dan menata materi yang ada
untuk itulah bagaimana pendidik mengontrol berbagai materi
pengajaran yang memungkinkan dipelajari di luar kelas.
Kurikulum yang baik untuk kelas tertentu adalah yang cocok,
terencana dengan baik, sesuai, menyajikan pemikiran yang
bijaksana dan sistematis.
d. Motivasi (FIM)
Semangat yang ditunjukkan oleh ketiga guru, HS, AS, dan MI
dalam memberikan materi kepada siswa dapat dilihat dari jadwal
masuk kelas yang tidak pernah terlambat dan terus melakukan
penilaian terstruktur. HS meskipun berada pada usia setengah
baya masih bisa menggunakan LCD proyektor dalam
menyampaikan materi. Hal ini menunjukkan bahwa HS tidak buta
teknologi dan mau berusaha berkembang mengikuti
49
e. Wawasan (FIN)
Wawasan setiap objek dapat diketahui dari proses kegiatan belajar
mengajar di kelas. Saat menyampaikan materi objek yang dapat
mengembangkan materi secara kompleks dan menyeluruh adalah
AS. AS dapat meruntutkan dan merekontroksi berbagai macam
persitiwa bersejarah yang dimunculkan dalam buku sumber.
Kemampuan tersebut kemungkinan diperoleh dari kegemaran AS
membaca berbagai macam literatur berbahasa asing yang ada di
internet maupun di perpustakaan mininya. Selain itu ketika ada
istilah asing dalam materi sejarah yang disampaikan AS dapat
menguraikan dan menjelaskan melalui struktur bahasanya
sehingga siswa memahami maksud dari istilah asing tersebut.
Dalam hal wawasan ini AS lebih dominan karena mampu
menguasai Bahasa Inggris dengan baik. Sedangkan untuk HS
wawasan yang menonjol adalah tentang pengetahuannya terhadap
psikologi siswa. Hal ini dikarenakan HS memiliki tugas tambahan
sebagai konselor siswa di madrasah. Objek ketiga (MI) wawasan
yang menonjol adalah di bidang kepenulisan. MI telah menulis
berbagai macam jurnal penelitian dan diterbitkan oleh berbagai
macam lembaga pendidikan tinggi. Pengalamam MI ini sering
disampaikan kepada siswa untuk memotivasi siswa agar gemar
menulis secara ilmiah dan memacu mereka untuk berpikir kritis.
50
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Faktor yang dapat menentukan keberhasilan guru dalam mengajar
meliputi dua faktor, yakni faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal
terdiri dari gender (FIG), usia (FIS), kepribadian (FIK), motivasi (FIM),
wawasan (FIN), dan gaya belajar guru (FIB). Faktor eksternal meliputi materi
dan alat (FEM), persiapan mengajar (FEP), ruang belajar (FER), waktu
mengajar (FET), pelatihan guru (FEL), dan kebijakan madrasah (FEK) yang
tentu berbeda antara satu madrasah dengan madrasah lainnya. Guru HS
berjenis kelamin perempuan dan berusia setengah baya. Pendidik HS memiliki
kepribadian yang supel dan sangat aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
Secara umum faktor internal dan eksternal HS cukup baik. Guru AS berjenis
kelamin laki – laki berusia 43 tahun. Guru AS menggunakan metode
pembelajaran aktif dan inovatif dalam pembelajaran. Pembelajaran aktif dan
inovatif ini membuat peserta didik termotivasi untuk mempelajari materi
pelajaran sejarah secara maksimal. Guru MI sebagai objek ketiga penelitian
menerapkan strategi pembelajaran kontekstual, artinya MI mengajak siswa
mempelajari sejarah dengan menghubungkan dengan kejadian kejadian atau
tempat tempat bersejarah di sekitarnya. Hasil pengamatan dari ketiga objek
penelitian menunjukkan bahwa pemahaman pembelajaran sejarah yang
diperoleh siswa menjadi maksimal ketika HS, AS, dan MI mempersiapkan
seluruh aspek baik eksternal maupun internal juga secara maksimal.
5.2 Saran
Sebagai pendidik hendaknya para guru memahami tugas pokok dan
fungsinya dalam proses pembelajaran secara maksimal. Jika pendidik ingin
menjadi seorang pendidik yang berkualitas maka penambahan sumber
referensi belajar sangatlah diperlukan. Fasilitas sekolah dan berbagai alat
53
54
Djamarah, Syaiful Bahri dan Azwan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sudjana, Nana. 2005. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Tim Pengadaan Buku Pelajaran IKIP Semarang. 1991. Strategi Belajar Mengajar
I. Semarang : IKIP Semarang Press.
55