Anda di halaman 1dari 56

KUALITAS GURU SEJARAH DALAM PROSES BELAJAR

MENGAJAR DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN


STUDI KASUS MAN 2 BANYUWANGI

SKRIPSI

Oleh :
AHMAD ROFI’I
NIM. 14872010460P1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI BANYUWANGI
BANYUWANGI
2018
BAB I

PENDAHULIAN
1.1 Latar Belakang
Undang undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional
menyatakan bahwa sitem usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk mengetahui kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kualitas, harkat
dan martabat manusia. Pendidikan juga dipandang sebagai salah satu sarana
dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan seseorang. Sistem
pendidikan di Indonesia selalu mengalami perubahan
Pemerintah dan masyarakat memiliki tanggung jawab dalam
meningkatkan kualitas lembaga pendidikan di Indonesia dan dapat diharapkan
dapat menghasilkan tenaga terdidik dan terlatih, sehingga dalam proses
selanjutnya akan memiliki kemampuan dan profesional baik dalam bekerja
maupun dalam berkarya. Dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia
banyak dipengaruhi oleh berbagaimacam faktor, oleh karena itu mutu
pendidikan di Indonesia terpuruk, tetapi tidak bisa menyalahkan atau mencari
siapa yang salah dan bertanggung jawab dalam memecahkan masalah ini,
karena itu merupakan tanggung jawab semua warga negara.
Guru menjadi bagian yang tak terpisahkan, hanya peran yang dimainkan
akan berbeda sesuai dengan tuntutan sistem tersebut, dalam proses
pembelajaran, Guru memegang peran sebagai Sutradara dan Aktor, artinya
pada Gurulan tugas dan tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan
pengajaran di sekolah, oleh karena itu begitu pentingnya peran Guru dalam
meningkatkan mutu pendidikan, karena itu pemerintah menyelenggarakan
berbagai program untuk meningkatkan kualitas Guru. Banyak program yang
diselenggarakan antara lain : penataran bagi para Guru, seminar dan

1
2

lokakarya, beasiswa dalam jabatan dan adanya kelompok MGMP


(Musyawarah Guru Mata Pelajaran)
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) adalah Musyawarah untuk
menentukan perencanaan pembelajaran dengan kegiatan antara lain : cara
membuat RPP, silabus, metode atau cara mengajar. Selain itu MGMP juga
membuat RPP yang disusun bersama dalam kelompok tertentu. Namun karena
lingkungan sekolah masing masing Guru berbeda maka MGMP pada
umumnya menghasilkan produk secara umum dan mengupayakan inovasi dan
renovasi.
Peran Guru sejarah benar – benar diuji. Sebagai contoh kurikulum yang
kadang bersebrangan dengan pengetahuan yang didapat siswa dari internet.
Guru sejarah terkadang bimbang harus menjawab bagaimana agar siswa
merasa puas dengan hasil pembelajaran. Guru sejarah adalah yang
menanamkan nilai historis untuk mewujudkan generasi yang memiliki Nation
and Character Building, namun sebagai seorang Guru sejarah harus bisa
mengarahkan siswa kepada fakta yang terjadi dengan sesungguhnya tetapi
kenyataannya banyak Guru sejarah menerapkan materi pembelajaran dengan
metode ceramah atau bercerita dan menggunakan referensi buku yang kuno
tanpa memberikan penafsiran lain. Akibatnya siswa sering memberikan
julukan kepada Guru sejarah dengan predikat “Guru pengantar tidur, tukang
dongeng, dan lain sebagainya”.
Berdasarkan uraikan tersebut maka Peneliti ingin melakukan penelitian
mengenai Kualitas Guru Sejarah Dalam Proses Belajar Mengajar Ditinjau
Dari Aspek Pembelajaran Studi Kasus MAN 2 Banyuwangi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang penelitian, maka masalah yang dapat dirumuskan
ialah :
1.2.1 Faktor apa sajakah yang mempengaruhi kualitas Guru sejarah dalam
proses belajar mengajar ditinjau dari aspek pembelajaran Studi Kasus di
MAN 2 Banyuwangi ?
3

1.2.2 Apa Implikasi kualitas Guru sejarah dalam proses belajar mengajar
ditinjau dari aspek pembelajaran Studi Kasus di MAN 2 Banyuwangi ?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah:
1.3.1 Ingin Mengetahui faktor apa sajakah yang mempengaruhi kualitas Guru
sejarah dalam proses belajar mengajar ditinjau dari aspek pembelajaran
Studi Kasus di MAN 2 Banyuwangi ?
1.3.2 Ingin Mengetahui Apa Implikasi kualitas Guru sejarah dalam proses
belajar mengajar ditinjau dari aspek pembelajaran Studi Kasus di MAN
2 Banyuwangi ?

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Bagi peneliti
Dengan melakukan penelitian tentang kualitas guru sejarah dalam
proses belajar mengajar ditinjau dari aspek Pembelajaran Studi Kasus,
peneliti dapat mengetahui bagaimana kualitas guru sejarah di MAN 2
Banyuwangi yang dapat dilihat dari bagaimana persiapan Guru tersebut
sebelum pembelajaran dimulai seperti menentukan tujuan
pembelajaran, metode, materi, mempersiapkan Rencana Pembelajaran
(RP), dan media pembelajarannya.
Aspek metode, Peneliti bisa mengetahui metode apa yang tepat
digunakan dalam pembelajaran dengan memperhatikan karakteristik
dan kebutuhan siswa, apakah akan menggunkan metode ceramah,
diskusi atau lainnya.
Aspek cara penyampaian, Peneliti bisa mengetahui bagaimana cara
penyampaian materi yang baik sehingga mudah diterima dan dipahami
oleh siswa.
Aspek evaluasi, peneliti bisa mengetahui apakah cara pengevaluasi
sudah baik atau belum.
4

1.4.2 Manfaat Bagi Guru


Dengan adanya penelitian ini diharapkan Guru dapat melakukan
evaluasi dan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, baik dari aspek
persiapan, metode, proses atau cara penyampaian materi dan juga
evaluasi.
1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat Umum
Sebagai bahan bacaan, referensi maupun sebagai sumber untuk
menambah ilmu pengetahuan.

1.5 Penegasan Istilah


Untuk menhindari penfsiran yang berbeda dan untuk mewujudkan
kesatuan pendapat yang berhubungan dengan judul penelitian yang Penulis
ajukan, maka Penulis membuat istilah yang perlu ditegaskan diantaranya :
1.5.1 Kualitas
Kulitas berarti tingkat baik buruknya sesuatu, kadar kualitas berarti
derajat atau taraf (kepandaian, kecakapan dan sebagainya ). (KBBI,
1991:532). Dalam hal ini kualitas diartikan sebagai derajat atau
kepandaian Guru sejarah di MAN 2 Banyuwangi dalam hal
pembelajaran.
1.5.2 Guru Sejarah
Guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesi)
mengajar. Sejarah berarti 1) silsilah, asal usul (Keturunan); 2) kejadian
dan peristiwa yang benar – benar terjadi pada masa lampau; cerita yang
berdasar pada kejadian – kejadian yang benar – benar terjadi; 3)
pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yang benar
benar terjadi pada masa lampau. (KBBI, 1991:891). Guru sejarah
berarti orang yang profesinya menerapkan pengetahuan tentang
peristiwa masa lampau.
1.5.3 Pembelajaran
Pembelajaran berarti proses, cara menjadikan seseorang atau makhluk
hidup belajar. (KBBI, 1991:15)
5

1.5.4 Studi Kasus


Studi kasus merupakan metode yang diterapkan untuk memahami
individu lwbih mendalam dengan dipraktikkan secara benar. Hal ini
dilakukan supaya peneliti bisa mengumpulkan dan mendapatkan
pemahaman yang mendalam mengenai individu yang diteliti
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Kualitas Guru


2.1.1 Pengertian
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat
terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada
peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk
membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses
pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat
berlaku di manapun dan kapanpun. pembelajaran memiliki pengertian
yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang
berbeda. Dalam konteks pendidikan Guru mengajar supaya siswa
mampu memahami materi yang disampaikan hingga mecapai kriteria
pencapaian pembelajaran dalam proses penilaian diantaranya: nilai
sikap (KI-1) , nilai spiritual (KI-2), nilai pengetahun (KI-3) dan nilai
ketrampilan(KI-4).
Pembelajaran menurut Briggs dalam sugandi (2004: 6) adalah
instruction yaitu seperangkat peristiwa events yang mempengaruhi
siswa sedemikian rupa sehingga siswa memperoleh kemudahan.
Seperangkat peristiwa itu membangun suatu pembelajaran yang bersifat
internal (dari dalam diri) dan di sisi lain kemungkinan juga bersifat
eksternal (bersumber pada guru). Pembelajaran yang bersifat internal
mempunyai makna bahwa pembelajaran adalah suatu kumpulan proses
yang bersifat individual, yang mengubah stimulus dari lingkungan
seseorang kedalam sebuah informasi, selanjutnya dapat menyebabkan
hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka panjang.

6
7

Hasil belajar itu memberikan kemampuan kepada peserta didik


untuk melakukan berbagai penampilan. (Gagne,1985 dalam sugandi
2004 : 9) sedangkan dalam pembelajaran yang bersifat eksternal prinsip
belajar dengan sendirinya akan menjadi prinsip pembelajaran. Sesuatu
yang dikatakan sebagai prinsip biasanya berupa aturan atau ketentuan
dasar yang apabila dilakukan secara konsisten maka akan efektif atau
sebaliknya.

2.1.2 Prinsip-Prinsip Pembelajaran


1. Prinsip pembelajaran menurut teori behavioristik
Teori behavioristik mengemukakan bahwa pembelajaran yang dapat
menimbulkan proses belajar dengan baik harus memenuhi beberapa
hal diantaranya :
a. Siswa berpartisipasi secara aktif.
b. Materi disusun dalam bentuk unit kecil dan diorganisir secara
sistematis dan logis.
2. Prinsip pembelajaran menurut teori kognitif.
Reilley dan Lewis (1983) dalam Sugandi menjelaskan 8 prinsip
pembelajaran dari teori kognitif Brunner dan Ausuble, bahwa
pembelajaran akan lebih bermakna apabila :
a. Menekankan makna dan pemahaman.
b. Mempelajari materi tidak hanya proses pengulangan, tetapi perlu
proses transfer secara lebih luas.
c. Menekankan adanya pola hubungan, seperti bahan dan arti
Brunner, bahan yang telah diketahui dengan struktur kognitif
Ausuble
d. Menekankan pembelajaran prinsip dan konsep.
e. Menekankan struktur disiplin ilmu dan struktur kognitif.
f. Objek pembelajaran seperti apa adanya dan tidak disederhanakan
dalam bentuk eksperimen dalam situasi laboratoris.
8

g. Menekankan pentingnya bahasa sebagai dasar fikiran dan


komunikasi.
h. Perlu memanfaatkan pengajaran Perbaikan yang lebih bermakna.
3. Prinsip embelajaran menurut teori humanis.
Menurut teori humanistik, belajar bertujuan memanusiakan manusia.
Siswa yang berhasil dalam belajar adalah siswa yang
mengaktualisasikan dirinya dalam lingkungan, maka pengalaman
dan aktivitas siswa merupakan prinsi dalam pembelajaran
humanistik.
4. Prinsip pembelajaran dalam rangka pencapaian ranah tujuan.
Ranah tujuan pembelajaran dapat dibedakan menjadi 4 penilaian
diantaranya :
a. Penialain Sikap (KI-1)
Penilaian Sikap dapat diukur melalui cara pandang dan sikap
siswa terhadap lingkungan sekitar. Pembelajaran hendaknya
mengatur bagaimana membangun sikap dan kepribadian siswa
sehingga bisa dijadikan dasar kehidupan dimasa datang.
b. Penilaian Spiritual (KI-2)
Penilaian Spiritual dapat diukur dengan seberapa pedulinya siswa
terhadap aturan dan norma yang sudah dipahami serta bagaiman
cara mengimplikasikan dalam kehidupan sehari hari.
c. Penilaian Pengetahuan (KI-3)
Penilaian Pengetahuan dapat diukur dengan seberapa kuat
pemahaman terhadap materi pembelajaran yang disampaikan dan
diberikan, pembuktianya bisa melalui banyak cara diantaran :
Penilaian Ulangan Tengah Semester, Uangan Semester dan lain
sebagainya.
d. Penilaian Keterampilan (KI-4)
Penilaian Keterampilan dapat diukur dengan sejauh mana
kemampuan siswa untuk berkreasi dan Praktik menghasilkan
produk yang bermanfaat.
9

5. Prinsip pembelajaran kontruktivisme (Teori Kontemporer)


Menurut kontruktivisme, belajar adalah proses aktif siswa dalam
mengkontruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fisik dalam proses
belajar tersebut terjadi proses asimilasi dan menghbungkan
pengalaman atau informasi yang sudah dipelajari. Prinsip yang
nampak daam pembelajaran kontruktivisme adalah : 1) pertanyaan
dan kontruksi jawaban siswa adalah penting. 2) berlandasan beragam
sumber informasi materi dapat di manipulasi pada siswa. 3) Guru
lebih bersifat interaktif dan berperan sebagai fasilitator dan mediator
bagi siswa dalam proses belajar megajar. 4) program pembelajaran
dibuat bersama agar mereka benar benar terlibat dan
bertanggungjawab atau kontrak pembelajaran. 5) strategi
pembelajaran, Student Centered Lerning, dilakukan dengan belajar
aktif, belajar mandiri, koperatif dan kolaboratif.
6. Prinsip pembelajaran bersumber dari azaz mengajar
Bertolak dari pengertian bahwa keberhasilan mengajar perlu diukur
dari berbagai partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar dan
seberapa hasil yang dicapai untuk menentukan apakah pembelajaran
tersebut berhasil atau tidak.

Dalam buku The Act of Teaching pada bab 1 dan 3, Cruickshank,


Jenkins dan Metcalf (2014) telah memaparkan apa saja faktor yang
memengaruhi cara guru mengajar. Dengan sumber utama dari buku ini,
penulis mendesain ulang pembagian faktor tersebut dalam 3 (tiga) bagian
dan unsur-unsurnya yang mudah diingat, yaitu:
1. Karakteristik Guru, yaitu faktor-faktor internal yang ada pada diri
pribadi Guru, seperti gender, usia, kepribadian, motivasi, wawasan,
dan gaya belajar guru.
2. Karakteristik Siswa, yaitu faktor-faktor internal yang ada pada diri
pribadi siswa, seperti gender, perkembangan usia, kepribadian, minat,
potensi, dan gaya belajar yang terbentuk dalam diri siswa.
10

3. Konteks Pembelajaran, yaitu faktor-faktor selain yang berasal dari


guru dan siswa, meliputi materi dan peralatan, persiapan mengajar,
ruang belajar, waktu mengajar, pelatihan guru, dan kebijakan nasional
yang tentu berbeda antara satu negara dengan negara lainnya.

Grafik 2.1. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Cara Guru Mengajar

Karakteristik Guru
Perbedaan cara mengajar yang terjadi pada masing-masing guru
tentu faktor utamanya berasal dari dalam diri guru itu sendiri. Baik
karakter yang terbentuk oleh lingkungan dan faktor eksternal lainnya,
maupun karakter yang terbentuk oleh kondisi fisik, psikis dan faktor
internal lainnya.

1. Gender
Faktor gender cukup berpengaruh dalam proses pembelajaran.
Setidaknya bagi negara-negara timur masih sangat mempertimbangkan
etika perilaku antara laki – laki dan perempuan. Kultur budaya ini
kemudian turut membentuk kepribadian yang berbeda antara kaum
laki-laki dan perempuan.
Dalam hal ini Cruickshank, Jenkins & Metcalf (2014:3-5) merangkum
beberapa hasil penelitian tentang pengaruh gender dalam proses
pembelajaran, diantaranya:
a. Guru Laki-Laki
b. Tampil lebih dominan dan bersifat otoriter.
11

c. Kelas menjadi lebih terorganisir, teratur dan lebih berorientasi pada


tugas.
d. Cenderung menerapkan hukuman agresif kepada siswa laki-laki.
e. Guru Perempuan
f. Situasi kelas lebih ‘hangat’, bersifat mengasuh dan lebih toleran
terhadap perilaku siswa yang salah.
g. Cenderung lebih lembut dan banyak memuji siswanya.
h. Siswa cenderung lebih banyak bertanya dan berani memberi
jawaban meski salah atau karena sengaja disalahkan.
Beberapa penelitian juga melaporkan bahwa siswa dapat lebih mudah
untuk belajar ketika diajar oleh guru dengan gender yang sama (Dee
dalam Cruickshank, Jenkins & Metcalf, 2014:5). Meskipun banyak
guru yang menolak pembedaan gender dan meyakini kesetaraan
gender, tetapi dalam prakteknya mereka tidak mungkin dapat bersikap
sama dalam proses pembelajaran.
Guru perempuan cenderung lebih memperhatikan siswa laki-laki
daripada perempuan, guru tersebut lebih memiliki toleransi yang lebih
tinggi terhadap kesalahan siswa laki-laki, begitupun sebaliknya.
Apresiasi yang lebih tinggipun diberikan oleh guru terhadap siswa
yang berlawanan gender. Namun kondisi ini tidak mutlak terjadi di
semua tempat.

2. Usia
Cruickshank, Jenkins & Metcalf (2014:5-6) telah merangkum beberapa
hasil penelitian tentang pengaruh usia dalam proses pembelajaran,
diantaranya:
a. Guru-guru pemula cenderung lebih mudah menerima inovasi dan
perubahan dan cenderung lebih bersedia menambah wawasan
pembelajaran.
b. Guru-guru pemula cenderung lebih memperlihatkan perilaku
mengendalikan dan otoriter.
12

c. Guru-guru yang pengalaman mengajarnya kurang dari tiga tahun


cenderung kurang efektif dalam mengajar.
d. Guru-guru berusia muda dan memiliki pengalaman mengajar, pada
umumnya memiliki tingkat kepuasaan yang lebih tinggi dari guru
yang usianya lebih tua dan lebih berpengalaman.
e. Guru-guru yang berusia lebih muda dan tidak berpengalaman
cenderung lebih memerhatikan dimensi pribadi dan sosial dalam
pengajaran daripada terhadap aspek akademis.
f. Banyak guru pemula yang kehilangan kepercayaan dirinya ketika
menghadapi dinamika kelas. Hal ini terjadi ketika idealisme para
Guru muda dihadapkan pada kenyatan dilapangan.
g. Guru-guru yang berpengalaman lebih mampu mengatasi apapun
yang terjadi didalam kelas dan menggunakan hal-hal yang mereka
amati untuk menyesuaikan metode pengjaaran mereka.
h. Guru-guru yang berpengalaman menghubungkan materi yang akan
dipelajari dengan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa,
mendorong untuk bersifat fleksibel dan lebih bersifat terbuka.
Di negara kita, Indonesia setidaknya faktor usia guru berpengaruh
dalam penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran. Meskipun
tidak selalu, rata-rata guru yang berusia tua masih menggunakan cara
mengajar gaya lama, yaitu dengan metode ceramah dan kurang
memanfaatkan teknologi, baik audio maupun visual. Beda dengan
Guru muda yang karena memang dibesarkan pada zaman teknologi
sehingga mampu menyesuaikan diri dengan pemanfaatan teknologi
untuk mendukung proses pembelajaran.

3. Kepribadian
Faktor kepribadian yang dimiliki oleh seorang Guru sangat
berpengaruh dalam pengajaran yang dilakukannya. Kepribadian yang
dimaksud mencakup totalitas karakter dan sikap khas pada diri
seseorang. Tidak ada dua orang yang memiliki kepribadian yang sama,
13

meskipun kembar identik. Secara alami, kepribadian akan


memengaruhi semua hal yang kita lakukan, termasuk cara mengajar
dan kepuasan melakukannya.
Ranah psikologi terdapat banyak macam tipologi kepribadian manusia
yang digolongkan menurut kaidah tertentu. Misalnya: kepribadian
introvert (tertutup) dan ekstrovert (terbuka); kepribadian choleric
(tegas, mendominasi), sanguinic (riang, penyayang), melancholic
(murung, pesimis), dan phlegmatic (tenang, toleran); dan msih banyak
lagi teori kepribadian lainnya (Suryabrata 2011).
Kita bayangkan bagaimana ketika seorang guru yang periang mengajar
di kelas yang anak-anaknya juga periang. Atau sebaliknya, guru yang
cenderung tidak banyak bicara mengajar di kelas yang rata-rata
siswanya pendiam.
Cruickshank, Jenkins & Metcalf (2014:6-7) telah merangkum berbagai
penelitian terkait pengaruh kepribadian dalam proses pembelajaran,
diantaranya:
a. Sifat-sifat kepribadian tertentu berkaitan dengan kepuasan dalam
mengajar, perasaan dan perilaku di ruang kelas.
b. Teliti, terbuka, terbebas dari rasa cemas atau takut termasuk sifat
baik yang seyogyanya dimiliki oleh seorang guru.
c. Guru lebih berorientasi kepada orang daripada subjek penelitian
lain yang bekerja pada bidang selain guru.
d. Peserta didik dalam mata kuliah pendidikan lebih mengedepankan
nilai serta komitmen terhadap orang lain serta relasi pribadi
daripada siswa mata kuliah non kependidikan.
e. Guru cenderung lebih tertarik membangun dan menjaga relasi
pelayanan daripada tingkat penghasilan mereka.
Jika mempunyai tekat yang kuat untuk menjadi seorang Guru dan
masuk ke dalam program pendidikan, maka lulusan dari program
pendidikan tersebut akan lebih cakap dalam mengajar. Karena apa
14

yang dicita-citakan dan dipelajari di bangku kuliah, sangat erat


kaitannya dengan pengajaran yang akan dilakukan.

4. Motifasi
Motivasi para guru dapat menjadikan proses pembelajaran yang
mereka lakukan terasa lebih hidup atau bahkan mungkin sebaliknya.
Motivasi yang penulis maksud adalah mencakup keyakinan dan
kepercayaan guru kepada siswa-siswanya. Seperti beberapa hasil
penelitian yang dirangkum oleh Cruickshank, Jenkins & Metcalf
(2014:8-9) berikut ini:
a. Para guru cenderung berperilaku berdasarkan kepercayaan mereka.
b. Para guru secara umum percaya bahwa anak-anak dengan tingkat
sosial-ekonomi rendah memiliki masa depan yang kurang cerah.
c. Para guru dalam komunitas miskin percaya bahwa jika iklim
sekolah kurang positif dan kurang menstimulasi siswa, maka siswa
tersebut akan memiliki kemampuan yang rendah.
d. Guru-guru yang percaya bahwa siswanya mampu belajar, maka
guru tersebut akan memberikan penjelasan yang memadai.
e. Guru-guru yang yakin terhadap prestasi siswanya akan cenderung
memiliki siswa yang banyak belajar dan membaca.
Dari beberapa hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa motivasi
yang ada pada diri setiap Guru akan membuat cara mengajar Guru
tersebut ikut terpengaruh. Jika dalam keyakinan seorang guru tersebut,
siswa yang ia ajar tidak akan berhasil, maka cara mengajar guru
tersebut pun tidak akan bersemangat dan benar-benar menjadikan
siswanya tidak akan berhasil dalam pendidikannya.

5. Wawasan
Pengetahuan dan segenap wawasan yang dimiliki seorang guru pasti
menjadi faktor yang menentukan bagaimana guru tersebut mengajar
siswanya. Guru yang hanya memiliki pengetahuan di bidangnya saja
15

dirasa kurang baik. Karena, sejatinya seorang guru harus mempunyai


pengetahuan yang luas agar dapat membangun relasi yang konsisten
dengan siswanya.
Secara umum, guru yang mengetahui subjek pelajarannya dengan baik
akan memengaruhi cara pengajaran serta isi materi pelajaran yang
diajarkan. Namun tak sedikit seorang guru sangat menguasai materi
pelajaran yang diajarkan tetapi gagal menyampaikan materi tersebut
kepada siswanya. Masihkah kita ingat, ada guru yang jika ditanya
secara lisan maka ia akan mampu menjawabnya, tetapi tanpa
pancingan pertanyaan ia cenderung susah memulai pelajaran.
Seorang guru yang memiliki banyak wawasan di berbagai bidang
cenderung akan memberikan pertanyaan yang lebih kritis dan
menantang para siswa. Karena dengan banyaknya bekal pengetahuan
yang dimiliki, guru tersebut akan selalu bisa mengelola suasana
pembelajaran menjadi lebih kreatif dan menantang. Sedangkan bagi
guru yang kurang wawasan akan cenderung membatasi dan menjawab
pertanyaan siswa dengan rasa cemas hingga menganggap diri lebih
benar.
6. Gaya Belajar
Sebelum menjadi seorang guru, tentulah guru tersebut pernah
merasakan menjadi seorang siswa. Ketika guru tersebut menjadi siswa,
cara pengajaran yang diterima guru sebelumnya akan berpengaruh
kelak ketika ia menjadi guru yang tentu akan memengaruhi cara
mengajarnya.
Saat menjadi seorang siswa, guru juga memiliki gaya belajar tertentu.
Seorang guru akan cenderung melakukan kegiatan mengajar dengan
gaya ia belajar, seperti hasil penelitian yang dirangkum oleh
Cruickshank, Jenkins & Metcalf (2014:9):
a. Para guru cenderung akan mengajar dengan cara yang mirip
dengan gaya sendiri.
16

b. Para guru mengidentifikasi gaya belajar tiap siswanya, dan secara


aktif mencari cara-cara terbaik agar para siswa merasa nyaman
dalam belajar.
Dengan demikian, sebagai seorang guru haruslah mengajar siswa
sesuai dengan gaya belajar siswa, bukan sesuai dengan gaya belajar
guru tersebut. Gurulah yang harus menyesuaikan diri dengan siswa
bukan sebaliknya.

Konteks Pembelajaran
Setelah kita mengetahui karakteristik guru dan siswa yang
memengaruhi cara guru dalam mengajar, kini kita ketahui lebih lanjut
faktor apa saja di luar keduanya yang memengaruhi cara guru mengajar.
1. Materi dan Peralatan
Materi pembelajaran merupakan modal utama agar informasi (materi)
dapat tersampaikan kepada murid, dan penyampaian materi itu
membutuhkan alat. Jika di dalam pengajaran tidak ada materi dan
peralatan, maka kegiatan mengajar tidak akan ada. Semakin banyak
dan beragam materi dan peralatan, maka seorang guru bisa lebih
variatif dalam melakukan pengajaran dan bisa memberikan alternatif-
alternatif lain dalam kegiatan pembelajaran.

2. Persiapan Mengajar
Persiapan mengajar pastilah dibutuhkan oleh seorang Guru dalam
memberikan pengajaran. Karena semakin siap guru tersebut untuk
mengajar, maka semakin baik pula cara mengajarnya. Karena dengan
persiapan yang matang, eksekusi untuk menjalankan tugasnya sebagai
seorang pengajar akan baik pula.
Seorang guru haruslah melakukan persiapan sebelum mengajar, seperti
materi yang diajarkan, metode yang akan digunakan, media jika
memang materi yang diajarkan tersebut membutuhkan media, serta
tidak lupa untuk membuat rancangan pembelajarannya.
17

Guru-guru pemula, dengan pengetahuan yang kurang mengenai para


siswa dan pembelajaran, cenderung menjadi otoritatif dan
mengendalikan. Pengetahuan dan keahlian dalam pengajaran adalah
hal yang penting untuk mencapai kesuksesan, guru membutuhkan
sikap positif terhadap pengajaran, sekolah, dan para siswa
(Cruickshank, Jenkins & Metcalf, 2014:12-13).

3. Ruang Kelas
Kelas merupakan tempat terjadinya proses pembelajaran kepada siswa.
Oleh karena itu ukuran kelas harus disesuaikan dengan jumlah siswa
yang akan dididik. Karena ukuran kelas sangat memengaruhi cara
seorang guru dalam mengajar.
Cruickshank, Jenkins & Metcalf (2014:14-16) telah merangkum
penelitian terkait faktor ruang kelas terhadap proses pembelajaran,
diantaranya:
a. Guru-guru yang mengajar kelas kecil (kelas dengan jumlah siswa
yang sedikit) ternyata kurang menerapkan disiplin dan lebih
meluangkan waktu untuk mengajar dan bekerja sama dengan para
individu kelompok-kelompok kecil. Guru lebih mengenal siswa
secara dekat dan memiliki tingkat toleransi yang lebih tinggi
terhadap perilaku mereka.
b. Jumlah siswa memengaruhi seberapa baik para siswa mengikuti
pembelajaran dan berperilaku. Secara umum, penelitian mengenai
jumlah siswa dalam kelas mendukung diberlakukannya kelas kecil.
c. Keberhasilan yang diraih para siswa dalm kelas kecil akan terbawa
hingga tahapan pendidikan yang lebih tinggi lagi. Para siswa dalam
kelas besar (kelas dalam jumlah besar) cenderung kurang
memperhatikan dan terlibat dalam perilaku non tugas.
Dengan ketersediaan ruang kelas yang lebih luas, guru akan memiliki
banyak kesempatan dalam memberikan vaiasi-variasi pembelajaran.
Untuk jumlah siswa yang banyak, guru cenderung akan memberikan
18

pengajaran langsung. Sedangkan pada jumlah siswa yang sedikit guru


akan cenderung memberikan pembelajaran dengan kelompok kecil,
dan bisa fokus pada semua siswa.
Selain faktor besar kecilnya ruang belajar, bahwa belajar tidak selalu
harus di dalam ruangan kelas. Tetapi disarankan pula di tempat terbuka
yang lebih nyaman, seperti di taman atau siswa diajak langsung
mendatangi tempat-tempat sesuai tema.

4. Waktu
Semakin banyak waktu yang dimiliki oleh seorang guru, maka
semakin banyak pula variasi pembelajaran yang akan diberikan kepada
siswa, dan semakin terserap dengan sempurna materi yang diajarkan
kepada siswa.
Selain faktor panjang pendeknya waktu yang tersedia, pada jam-jam
berapa pelajaran diberikan juga sangat berpengaruh terhadap cara
mengajar guru. Tentu berbeda kondisi fisik saat pelajaran dipagi dan
siang hari. Saat pagi hari, baik guru maupun siswa masih dalam
kondisi segar. Sedangkan pada siang hari kondisi fisik mulai lelah,
sehingga perlu strategi ekstra agar anak-anak tetap semangat untuk
belajar dan tidak mengantuk.

5. Pelatihan Guru
Meskipun tugas guru adalah memberikan pembelajaran, tetapi guru
juga harus selalu belajar. Setidaknya harus selalu meng-update
strategi-strategi, model, dan metode pembelajaran agar selalu siap
dengan kondisi siswa yang beragam. Oleh karena itu pelatihan guru
mutlak dibutuhkan untuk menuju peningkatan mutu mengajar.
Lebih jauh dapat kita renungkan pidatonya Miriam Kronish (kepala
sekolah SD John Eliot, Needham, Massachusetts, sekolah terbaik di
Amerika Serikat):
19

“Masa depan pendidikan di Amerika ditentukan oleh sebuah kekuatan.


Jika saja kami punya kekuatan, maka kekuatan tersebut adalah
program utama di sekolah kami, yaitu pelatihan Guru. Guru tidak
hanya cukup membaca metode belajar mengajar terbaru, Guru harus
dilatih seperti halnya aktor atau penyair yang perlu berlatih. Setelah itu
bisa mengajarkannya kepada orang lain Guru profesional adalah
gelombang masa depan Amerika.” Naifnya, seperti yang ditulis oleh
Ahmad Rizal (dalam Chatib, 2016:30) bahwa masih banyak guru yang
secara mental tidak siap dilatih. Guru yang demikian ini tidak punya
kemampuan apapun. Persis seperti robot, baru bekerja setelah ada
perintah dan selalu menuntut hak terlebih dahulu sebelum menunaikan
kewajibannya dengan baik.

6. Kebijakan Nasional
Kebijakan nasional memengaruhi cara pengajaran seorang guru
terhadap siswanya. Seperti kebijakan yang menuntut semua siswa
harus bisa mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), Namun
perlu dicatat bahwa kebijakan tentang KKM ini masih sangat
diragukan kemanfaatannya dan tidak sedikit pemerhati pendidikan
yang menentangnya.
Diantara yang paling sering penulis dengarkan dari para guru adalah
keluhan tentang beratnya beban administrasi yang harus dibuat guru,
yang menghabiskan waktu dan membuat minimnya waktu untuk
memikirkan strategi-strategi mengajar yang kreatif. Termasuk pula
berubah-ubahnya kurikulum juga berperan dalam membebani guru
untuk menyesuaikan diri. Apalagi ketika kurikulum yang satu belum
terlaksana dengan baik, kemudian diganti dengan kurikulum yang
baru.
Di negara kita, Indonesia, masih cukup banyak guru-guru yang bahkan
belum pernah membaca Undang-undang, Peraturan Pemerintah,
20

maupun Peraturan Menteri Pendidikan Nasional terutama terkait


kewajiban guru dan hak siswa

2.2 Proses Belajar Mengajar


2.2.1 Persiapan pembelajaran
Persiapan pembelajaran pada hakikatnya merupakan perencanaan
jangka pendek untuk memperkirakan atau memproyeksikan tentang apa
yang dilakukan . dengan demikian, persiapan mengajar merupakan
upaya untuk menyusun strategi dalam proses pembelajaran.
Persiapan mengajar harus jelas kopetensi dasar yang akan disampaikan
kepada siswa, dan apa yang harus dilakukan, apa yang harus dipelajari,
bagaimana mempelajarinya serta bagaimana Guru mengetahui siswa
sudah mencapa kompetensi tertentu.
Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam
pengembangan persiapan mengajar, diantaranya :
1. Kompetensi yang dirumuskan dalam persiapan mengajar harus
jelas.
2. Persiapan mengajar harus sederhana dan fleksibel
3. Kegiatan – kegiatan yang disusun harus menunjang dan sesuai
dengan kompetensi dasar yang telah ditetapkan.
4. Persiapan pembelajaran harus utuh, menyeluruh dan jelas
pencapaiannya.
5. Harus ada koordinasi antar komponen pelaksanaan program.

2.2.2 Metode-Metode Dalam Pembelajaran


Beberapa contoh metode yang sering digunakan dalam pembelajaran
sebagai berikut :
1. Metode ceramah
Metode ceramah adalah cara penyampaian bahan pelajaran secara
lisan. Metode ini banyak dipilih guru karena mudah dilaksanakan
21

dan tidak membutuhkan alat bantu khusus dan tidak perlu


merancang kegiatan siswa.

2. Metode tanya jawab


Metode ini dapat menarik minat belajarn siswa pada prses
pembelajaran, dengan mengajukan pertanyaan yang terarah, siswa
akan tertarik dalam mengembangkan daya pikir. Kemmpuan
berfikir dan keruntutan dalam mengemukakan pokok fikiran dapat
terdeteksi dari cara menjawab pertanyaan. Metode ini dapat menjadi
pendorong bagi siswa untuk mengadakan penelusuran lebih lanjut
pada berbagai sumber belajar.

3. Metode diskusi
Metode diskusi adalah salah satu cara yang menarik untuk
memunculkan masalah, dalam diskusi terjadi tukar – menukar
pendapat untuk mencapau suatu gagasan yang sama. Melalui
metode ini akan memancing kreatifitas siswa untuk berani
mengungkapkan gagasan dan pendapat sehingga cara tersebut lebih
efisien

4. Metode belajar kooperatif


Dalam metode ini terjadi interaksi antar anggota kelompok dimana
setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa. Semua harus terlibat
karena keberhasilan dari metode ini ditunjang dengan aktivitas dan
kekopakan kelompok. Model pembelajaran kooperatif yang sering
di pergunakan dalam proses pembelajaran adalah jugsaw yaitu
setiap kelompok mempelajari materi yang berbeda untuk
disampaikan kepada kelompok lain maupun kelompoknya sendiri.
22

5. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan
memeragakan suatu proses kejadian tertentu sesuai arah Guru.
Metode demonstrasi biasanya diaplikasikan dengan menggunakan
alat-alat bantu pengajaran seperti benda-benda miniatur, gambar,
perangkat alat-alat laboratorium dan lain-lain. Akan tetapi, alat
demonstrasi yang paling pokok adalah papan tulis dan white board,
mengingat fungsinya yang multi proses.

6. Metode Ekspositori
Metode ini adalah cara penyajian materi secra visual dengan
menggunakan benda – benda dua dimensi atau tiga dimensi supaya
siswa dalam memahami materi lebih dipermudah.

7. Metode karyawisata atau widyawisata


Metode ini cara penyajian materi dengan membawa siswa keluar
kelas dengan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber
belajar dan dapat merangsang kreativitas belajar siswa. Tetapi
metode ini memerlukan banyak waktu dan biaya serta perencanaan
dan persiapan yang matang.

8. Metode penugasan
Metode ini Guru memberikan tugas kepada siswa untuk melakukan
kegiatan belajar. Metode ini dapat mengembangkan kemandirian
siswa, merangsang siswa lebih kreatif dan tanggungjawab. Tetap
metode jangan terlalu sering digunakan karena akan menjadikan
siswa jenuh dan bosan.

9. Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dengan
menggunakan percobaan. Dengan melakukan metode ini, siswa
23

menjadi lebih yakin karena dihadapkan langsung dengan objek yang


dipelajari daripada menerima dari buku atau Guru. Metode ini lebh
tepat apabila digunakan untuk merealisasikan pembelajaran dengan
pendekatan inkuiri atau pendekatan penemuan.

10. Metode bermain peran


Metode ini merupakan metode yang paling efektif untuk proses
pembelajaran siswa karena dengan bermain peran seolah – olah
berada dalam suatu situasi ntuk memperoleh pemahaman tentang
konsep materi. Dalam metode ini siswa langsung terlibat secara
aktif sehingga akan lebih memehami konsep dan materi yang
dipelajari.
Metode dibedakan dari pendekatan, metode lebih menekankan pada
pelaksanaan kegiatan, sehingga pendekatan ditekankan pada
perencanaan. Ada lima hal yamg perlu diperhatikan Guru dalam
memilih setode yang tepat dalam melaksanakan proses pembelajaran
yaitu :
1. Kemampuan Guru dalam menggunakan metode.
2. Bahan pengajaran yang perlu dipelajari siswa.
3. Perbedaan individual dalam memanfaatkan inderanya.
4. Sarana dan prasarana yang ada di sekolah
5. Proses atau prosedur pembelajaran

2.3 Kegiatan Akhir dan Tindak Lanjut Pembelajaran


Udin S. Winataputra, dkk (2003) mengemukakan beberapa hal yang
dilakukan dalam kegiatan akhir dan tindak lanjut pembelajaran, yaitu : 1)
penilaian akhir, 2) analisis hasil penilaian akhir, 3) tindak lanjut, 4)
mengemukakan topik yang akan dibahas pada pertemuan yang akan datang.,
5) menutup kegiatan pembelajaran.
Pengertian Evaluasi Davies mengemukakan bahwa bahwa evaluasi
merupakan proses untuk memberikan atau menetapkan nilai kepada sejumlah
24

tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, maupun objek


(Davies, 1981:3). Menurut Wand dan Brown, evaluasi merupakan suatu
proses untuk menentukan nilai dari sesuatu (dalam Nurkancana, 1986:1).
Pengertian evaluasi lebih dipertegas lagi dengan batasan sebagai proses
memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu
kriteria tertentu (Sudjana, 1990:3). Dengan berdasarkan batasan-batasan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi secara umum dapat diartikan
sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (tujuan, kegiatan,
keputusan, unjuk kerja, proses, orang, maupun objek) berdasarkan kriteria
tertentu.
Evaluasi mencakup sejumlah teknik yang tidak bisa diabaikan oleh
seorang guru maupun dosen. Evaluasi bukanlah sekumpulan teknik semata-
mata, tetapi evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan yang
mendasari keseluruhan kegiatan pembelajaran yang baik. Evaluasi
pembelajaran bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana efisiensi proses
pembelajaran yang dilaksanakan dan efektifitas pencapaian tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam rangka kegiatan pembelajaran,
evaluasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses sistematik dalam
menentukan tingkat pencapaian tujuan pe pembelajaran mbelajaran yang telah
ditetapkan.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Berfikir

Grafik 3.1 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Cara Guru Mengajar

Dalam proses pembelajaran, peran Guru sangat penting, Guru berperan


menentukan strategi, materi, motivasi, mengetahui karakter siswa, menetukan
tujuan pembelajaran, bahan ajar, metode pembelajaran, alat dan penilaian.
Selain itu, Guru merupakan fasilitator dalam pemberian materi pembelajaran,
sehingga siswa akan lebih mudah dalam mengorganisasi menjadi satu pola.
Guru diperlukan untuk mengaktualkan potensi, mengorganisir prestasi
akademik maupun non akademin siswa, dengan demikian Proses Belajar
Mengajar adalah suatu kegiatan yang dilakuaknan oleh Guru dan siswa,
sehingga siswa akan berubah tingkah lakunya kearah yang lebih baik.
“Keberadaan guru dalam proses belajar mengajar sangatlah penting dan
mutlak, karena Guru adalah sutradara sekaliguss aktor dalam pembelajaran
yang mempengaruhi kualitas pembelajaran”. (Sudjana, 2004:39).
Proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), Guru bertugas
menyelenggarakan proses pebelajaran sesuai dengan kompetensi yang dimiliki
sehingga tujuan pembeajaran dapat tercapai. Sebagai indikator kualitas
pendidikan adalah perbaikan dan penyempurnaan sistem pembelajaran. Upaya
tersebut diarahkan kepada kualitas pembelajaran sebagau indikator kesuksesan

25
26

proses pembelajaran yang diharapkan dapat menghasilkan hasil pembelajaran


yang optima. Pengoptimalan persiapan, metode, bagaimana proses
pembelajaran dan evaluasi yang diakukan oeh Guru merupakan salah satu
upaya yang diterapkan untuk meningkatkan kuaitas Guru maupun kualitas
daam pembelajaran mata peajaran sejarah.
Kurangnya mutu pendidikan di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor,
terutama belum dioptimalisasikannya komponen – komponen yang terlibat
dalam pendidikan atau pembelajaran. diantaranya mengenai kualitas Guru
dalam pembelajararn terutama dalam aspek persiapan, metode, proses dan
evaluasi. Namun perlu disadari bahwa keberhasilan tujuan pendidikan tidak
terlepas dari kerjasama keseluruhan komponen sistem pendidikan.
Berdasarkan uraian diatas dapat di tarik kesimpulan dan pengertian bahwa
adanya proses peersiapan, metode yang digunakan, evaluasi dan hasil yang
tepat dan sesuai kompetensi, maka Guru tersebut dapat dikatakan sebagai
Guru yang berkualitas sehingga bisa meningkatkan mutu atau kualitas
pendidikan di Indonesia.

3.2 Lokasi, Waktu, dan Pendekatan Penelitian


3.2.1 Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul yang ditulis dalam rancangan penelitian ini maka
lokasi penelitian ini dilakukan di MAN 2 Banyuwangi dengan alamat
jalan K.H. Wakhid Hasyim No. 06 Genteng Kulon Kecamatan Genteng
Kabupaten Banyuwangi.

3.2.2 Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan selama satu bulan yaitu pada bulan November
2018. Penelitian mengacu pada aspek aspek yang telah dietntukan
sebagai tolak ukur penilaian kualitas guru pada bidang studi mata
pelajaran sejarah. Objek pengamatan dalam penelitian ini adalah Ibu
Dra. Hasimah, Bapak Matali S.Pd., dan Bapak Arief Setyawan, S.Pd.
penelitian dilakukan sesuai dengan jadwal mengajar masing – masing
27

guru bidang studi. Mata pelajaran sejarah sendiri memperoleh alokasi


waktu sebanyak dua jam pelajaran untuk setiap minggunya pada setiap
jurusan.

3.2.3 Pendekatan Penelitian


Pendekatan penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan
bersifat diskriptif yaitu data yang terkumpul berbentuk kata-kata,
gambar dan bukan angka-angka. Menurut Kirk dan Miller dalam
Moleong (2002:3).
Penelitian kualitatif dalam ilmu pengetahuan sosial tergantung pada
pengamatan manusia dan kawasan sendiri menurut bahasanya dan
peristilahan. Pendekatan ini diharapkan bahwa kualitas Guru sejarah
MAN 2 Banyuwangi ditinjau dari beberapa aspek ( aspek persiapan,
metode, proses dan evaluasi ) dapat dideskripskan secara teliti.
Metode kualitatif menggunakan beberapa pertimbangan. Pertama
menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan
dengan kenyataan-kenyataan yang dihadapi peneliti di lapangan; kedua,
metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara
peneliti dan informan; ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat
menyesuaikan dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan
terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong, 2002:5).

3.3 Fokus Penelitian


Fokus adalah masalah yang diteliti dalam penelitian. Pada dasarnya fokus
merupakan pembatasan masalah yang menjadi objek penelitian. Dalam
penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah kualitas Guru sejarah
ditinjau dari beberapa aspek profesionalisme Guru yaitu dilihat dari segi
persiapan, proses, metode dan evaluasi.
Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana kualitas Guru
sejarah sebagai berikut :
28

3.3.1 Aspek persiapan atau perencanaan dalam pembelajaran, adapun


indikator-indikator yang digunakan adalah:
1. Menetapkan tujuan pembelajaran
2. Menyiapkan bahan pelajaran
3. Metode yang digunakan pada proses pembelajaran
4. Evaluasi pembelajaran

Adapun perangkat dalam persiapan pembelajaran dan yang menjadi


tolak ukur kesiapan dalam pembelajaran yaitu: adanya silabus
pembelajaran, adanya rencana pembelajaran (RPP) dan media yang
akan digunakan dalam pembelajaran

3.3.2 Aspek metode dalam pembelajaran


1. Kesesuaian antara metode dengan materi pembelajaran serta tujuan
yang akan dicapai
2. Kesesuaian antara metode dengan tingkat dperkembangan dan
karakteristik siswa.
3.3.3 Aspek prosedur dalam pembelajaran
1. Kemampuan membuka pelajaran.
2. Kemampuan memberi pertanyaan dasar.
3. Kemampuan memberi motivasi dan penguatan.
4. Kemampuan dalam penyampaian materi pelajaran.
5. Kemampuan mengelola kelas.
3.3.4 Aspek evaluasi
1. Evaluasi bentuk tes : evaluasi ini terdiri dari tes lisan, tertulis dan
tindakan
2. Evaluasi non tes : tes ini terdiri dari observasi, wawancara, studi
kasus, skala penilaian dan lain-lain.

3.4 Sumber Data Penelitian


Menurut Lofland (1984:47) seperti yang dikutip oleh Moleong (2002:112)
mengungkapkan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah
29

kata – kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen
dan lainnya.Sumber data pada penelitian kualitatif terbagi atas sumber data
primer dan data skunder.
3.4.1 Sumber Data Primer
Data yang diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan
sumber informan dalam penelitian ini adalah Guru sejarah dan siswa
MAN 2 Banyuwangi
3.4.2 Sumber Data Sekunder
Data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya yaitu
seperti dokumen, buku-buku, makalah-makalah penelitian, dan sumber
yang relevan. Data skunder dalam penelitian ini yaitu bersumber dari
dokumen yang ada di MAN 2 Banyuwangi yang terkait dengan
penelitian misalnya buku-buku, makalah serta literatur lain yang
berhubungan dengan penelitian ini.

3.5 Teknik Sampling


Teknik sampling disini adalah cara untuk mengambil sampel penelitian yaitu
menentukan informasi yang dianggap mampu menjawab dan memecahkan
permasalahan yang peneliti ajukan. Tujuannya adalah untuk merinci
kekhusussan yang ada dalam konteks. Sedangkan maksud dari teknik
sampling adalah menggali informasi yang akan menjadi arah dari rangsangan
teori yang muncul.
Penelitian ini peneliti menggunakan sampel bertujuan yaitu unit sampel yang
dihubungkan mempunyai karakteristik tertentu yang berhubungan dengan
fokus penelitian. Penelitian ini mengambil informan tiga guru sejarah (HS,
AS, dan MI) dan tiga kelas jurusan yaitu IPA, IPS, Agama dari masing -
masing jenjang kelas.

3.6 Teknik Pengumpulan Data


Teknik ini merupakan langkah paling utama dalam penelitian, karena tujuan
utama dari penelitian adalah mendapatkan data yang kongkrit dan relevan.
30

“Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan


mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan”. (Sugiyono,
2006: 3006).

3.7 Observasi Langsung


Observasi adalah pengamatan yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian
terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra
(Arikunto,1998:148).
Observasi langsung adalah pengamatan langsung kepada objek penelitian,
sedangkan yang menjadi obyek observasi adalah Guru sejarah dan siswa di
MAN 2 Banyuwangi, yang terletak di Kabupaten Banyuwangi. Dalam
penelitian peneliti menekankan pada observasi menengenai persiapan
pembelajaran, proses pembelajaran, metode, dan evaluasi.
Peneliti mencari sumber data baik sumber primer maupun sumber sekunder.
Peneliti mencari data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi di
MAN 2 Banyuwangi yang terletak di Kabupaten Banyuwangi, kemudian
melakukan pencatatan data. Peneliti memberikan kode terhadap aspek aspek
pengamatan sebagai berikut : faktor eksternal (FE), faktor internal (FI). Faktor
eksternal : materi dan alat (FEM), persiapan atau RPP (FEP), ruang belajar
(FER), waktu (FET), pelatihan (FEL), dan kebijakan (FEK). Faktor internal :
Gender (FIG), usia (FIS), kepribadian (FIK), motivasi (FIM), wawasan (FIN),
dan gaya belajar (FIB). Adapun objek amatan adalah tiga guru pengampu
mata belajaran sejarah yaitu : Dra. Hasimah (HS) pengampu mata pelajaran
sejarah kelas XII, Matali, S.Pd. (MI) pengampu mata pelajaran sejarah kelas
X, dan Arief Setyawan, S.Pd. (AS) pengampu mata pelajaran sejarah kelas XI.

3.8 Dokumentasi
Dokumentasi adalah bahan tertulis atau film yang tidak dipersiapkan karena
adanya permintaan seorang penyidik. Dikumen yang dapat digunakan antara
lain katalog buku, surat pribadi atau autobiografi yang merupakan dokumen
resmi dan terbagi atas dokumen internal berupa memo, pengumuman,
31

instruksi, aturan lembaga masyarakat tertentu dan digunakan dalam kalangan


sendiri.
Sedangkan “dokumen eksternal berisi bahan-bahan informasi yang dihasilkan
oleh suatu lembaga sosial, misalnya majalah, buletin, pernyatan dan berita
yang disiarkan pada media massa”. (Moleong, 2002: 161).
Studi dokumen resmi yang dilakukan oleh peneliti adalah mengumpulkan data
melalui pencatatan data tertulis mengenai keadaan MAN 2 Banyuwangi yang
berkaitan dengan penelitian ini. Data tambahan lainnya diperoleh dari foto,
baik itu foto tentang informan, kegiatan pembelajaran, keadaan sumber dan
media belajar. Foto ini diharapkan kredibilitas penelitian dapat
dipertanggungjawabkan karena bisa menggambarkan sifat-sifat khas dari
kasus yang diteliti.

3.9 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data seperti kutipan beriku “Analisi data kualitatif adalah
upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan
data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan
kepada orang lain”. (Moleong, 2006:248).
Teknik analisis data memiliki Kategori data, kriteria untuk setiap kategori,
analisis hubungan antar kategori, dilakukan peneliti sebelum memuat
interpretasi. Peranan statistik tidak diperlukan karena ketajaman analisis
peneliti terhadap makna dan konsep dari data cukup sebagai dasar dalam
menyusun temuan penelitian, karena dalam kualitatif selul bersifat deskriptif
dengan bentuk deskriptif fenomena, tidak berupa angka atau koefisien tentang
hubungan antar variabel. Ada dua jenis analisi data yaitu:
3.9.1 Analisis Mengalir (Flow Analiysis)
Data analisis mengalir memiliki tiga komponen analisis yaitu reduksi
data, sajian data, penarikan kesimpulan atau verifikasi dilakukan secara
mengalir dengan proses pengumpulan data dan saling bersamaan
32

3.9.2 Analisis Intraksi (Interactive Analysis)


Data analisis interaksi komponen reduksi data dan sajian data dilakukan
bersamaan dengan proses pengumpulan data. Setelah data terkumpul
maka tiga komponen analisis (reduksi data, sajian data, penarikan
kesimpulan atau verifikasi) dapat berinteraksi.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Guru Sejarah Dalam Proses
Pembelajaran
1. Faktor Eksternal (FE)
Berdasarkan observasi langsung yang dilakukan terhadap tiga objek
penelitian selama satu bulan pada bulan November 2018, maka
diperoleh hasil penelitian faktor faktor eksternal yang mempengaruhi
kualitas objek sebagai berikut, meliputi : Materi dan Alat (FEM),
Persiapan (FEP), Ruang Belajar (FER), Waktu Pembelajaran (FET),
Pelatihan (FEL), dan Kebijakan Lembaga (FEK).
a. Dra. Hasimah (HS)
Materi dan Alat (FEM) yang digunakan HS dalam proses
pembelajaran adalah Buku Sumber, Spidol, Laptop, LCD
Proyektor, dan Lembar Kerja Siswa. Persiapan yang dilakukan
(FEP) meliputi perangkat pembelajaran dan beberapa file
powerpoint tentang berbagai macam peristiwa sejarah dan bukti
bukti sejarah yang berkaitan dengan materi. Ruang belajar (FER)
yang digunakan dalam proses penelitian ini terdiri dari 11 kelas,
yang terdiri dari 5 kelas jurusan IPA, 4 kelas jurusan IPS, dan 2
kelas jurusan Agama. Waktu penelitian (FET) dalam penelitian
ini didasarkan pada jadwal mengajar objek penelitian HS di kelas
XII selama satu bulan yaitu sebanyak 22 JP x 4 = 88 JP. HS
adalah Guru bidang studi sejarah dan mengampu mata pelajaran
sejarah selama kurang lebih 15 Tahun. Dari kurun waktu tersebut
HS telah mengikuti berbagai macam pelatihan (FEL) yang telah
diselenggarakan oleh lembaga resmi pemerintah dilingkungan
Kementerian Agama maupun dari lembaga swasta. Madrasah

33
34

sebagai penentu kebijakan (FEK) menerapkan kurikulum 2013


bagi semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran sejarah kelas
XII.

b. Arief Setyawan, S.Pd. (AS)


Materi dan Alat (FEM) yang digunakan AS dalam proses
pembelajaran adalah Buku Sumber, Spidol, Laptop, LCD
Proyektor, dan Lembar Kerja Siswa. Persiapan yang dilakukan
(FEP) meliputi perangkat pembelajaran dan beberapa file
powerpoint tentang berbagai macam peristiwa sejarah dan bukti
bukti sejarah yang berkaitan dengan materi. Ruang belajar (FER)
dalam proses penelitian ini menggunakan 11 kelas, yang terdiri
dari 5 kelas jurusan IPA, 5 kelas jurusan IPS, dan 1 kelas jurusan
Agama. Waktu penelitian (FET) dalam penelitian ini didasarkan
pada jadwal mengajar objek penelitian AS di kelas XI selama
satu bulan yaitu sebanyak 22 JP x 4 = 88 JP. AS adalah Guru
bidang studi sejarah dan mengampu mata pelajaran sejarah
selama kurang lebih 13 Tahun. Dari kurun waktu tersebut AS
telah mengikuti berbagai macam pelatihan (FEL) yang telah
diselenggarakan oleh lembaga resmi pemerintah dilingkungan
Kementerian Agama maupun dari lembaga swasta. Madrasah
sebagai penentu kebijakan (FEK) menerapkan kurikulum 2013
untuk semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran sejarah
kelas XI.

c. Matali, S. Pd. (MI)


Materi dan Alat (FEM) yang digunakan MI dalam proses
pembelajaran adalah Buku Sumber, Spidol, Laptop, LCD
Proyektor, Lembar Kerja Siswa (LKS), dan Miniatur Peraga
tempat bersejarah. Persiapan yang dilakukan (FEP) meliputi
perangkat pembelajaran dan beberapa file powerpoint tentang
35

berbagai macam peristiwa sejarah dan bukti bukti sejarah yang


berkaitan dengan materi. Ruang belajar (FER) yang digunakan
dalam proses penelitian ini terdiri dari 12 kelas, yang terdiri dari
5 kelas jurusan IPA, 5 kelas jurusan IPS, dan 2 kelas jurusan
Agama. Waktu penelitian (FET) dalam penelitian ini didasarkan
pada jadwal mengajar objek penelitian MI di kelas X selama satu
bulan yaitu sebanyak 24 JP x 4 = 96 JP. MI adalah Guru bidang
studi sejarah dan mengampu mata pelajaran sejarah selama
kurang lebih 3 Tahun di Madrasah Aliyah Negeri 2 Banyuwangi.
MI telah mengikuti berbagai macam pelatihan (FEL) kepenulisan
dan study sejarah oleh lembaga resmi pemerintah dilingkungan
Kementerian Agama maupun dari lembaga swasta. Madrasah
sebagai penentu kebijakan (FEK) menerapkan kurikulum 2013
untuk semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran sejarah
kelas X.

2. Faktor Internal
Berdasarkan wawancara langsung dan pengamatan yang dilakukan
terhadap tiga objek penelitian selama November 2018, maka
diperoleh hasil penelitian faktor faktor internal yang mempengaruhi
kualitas objek sebagai berikut, meliputi : Gender (FIG), Usia (FIS),
Kepribadian (FIK), Motivasi (FIM), Wawasan (FIH), dan Gaya
Belajar (FIB).
a. Dra. Hasimah (HS)
HS adalah seorang pendidik yang telah mempunyai 2 orang
putra. HS merupakan pendidik senior dan telah memiliki
sertifikat sebagai pendidik profesional. Meskipun HS merupakan
pendidik senior, kodrat sebagai seorang perempuan tidak pernah
beliau tinggalkan. Di rumah HS tetaplah menjadi ibu rumah
tangga dan pembimbing bagi putra putranya. Begitupun di
Madrasah, HS sangatlah luwes dalam berkomunikasi dengan
36

peserta didik. Karena beliau berjenis kelamin (gender)


perempuan inilah (FIG) lebih cenderung dekat kepada siswa
perempuan daripada laki laki. Dilihat dari segi usia (FIS),
pendidik HS dapat dikategorikan sebagai pendidik dengan
tingkat golongan kepangkatan tinggi. Selama berinteraksi dengan
pendidik HS, pendidik HS memiliki kepribadian (FIK) yang
lembut. HS mendapat tugas tambahan sebagai Guru Konseling
karena kedekatannya dengan para siswa terutama siswa
perempuan. Motivasi (FIM) HS sebagai pendidik sangat besar.
Hal itu terbukti dengan waktu kedatangan ke Madrasah yang
tidak pernah terlambat. HS datang ke Madrasah sekira pukul
05.20 WIB untuk memberikan bimbingan pagi kepada siswa
kelas XII.

b. Arief Setyawan, S.Pd. (AS)


AS adalah seorang pendidik laki – laki (FIG) yang telah
mempunyai satu orang istri dan dua orang putra. AS berusia
sekira 45 Tahun, dan mempunyai kondisi fisik yang bagus,
kecuali sedikit gangguan pada penglihatan. AS memakai kaca
mata minus untuk membantu kegiatan sehari harinya, termasuk
dalam hal belajar mengajar. AS memiliki kepribadian (FIK) yang
supel terhadap teman sesama pendidiknya. AS tidak terlalu dekat
dengan siswa. AS hanya berkomunikasi dengan siswa dalam
proses pembelajaran saja. AS datang ke Madrasah beberapa
menit sebelum waktu pembelajaran dimulai. Motivasi (FIM) AS
sebagai seorang pendidik terlihat dari bagaimana cara AS
memberikan materi kepada siswa. AS memberikan materi dari
berbagai sumber referensi yang pernah dia baca. Referensi
bacaan (FIN) AS mayoritas berbahasa Inggris. AS mampu
menggunakan bahasa Inggris dengan baik secara lisan maupun
tulisan. AS memiliki perpustakaan mini di rumahnya. AS belajar
37

(FIB) dan terus menambah pengetahuannya dari buku buku


Internasional maupun Internet.

c. Matali, S. Pd. (MI)


MI adalah seorang pendidik laki – laki (FIG) yang telah
mempunyai satu orang istri dan dua orang putra. MI berusia
sekira 40 Tahun, dan mempunyai kondisi fisik yang bagus. MI
memiliki kepribadian (FIK) yang supel terhadap teman sesama
pendidiknya. MI tidak terlalu dekat dengan siswa. MI hanya
berkomunikasi dengan siswa dalam proses pembelajaran saja. MI
menjadi contoh pendidik yang selalu datang lebih awal
dibanding rekan rekannya yang lain. Motivasi (FIM) MI sebagai
seorang pendidik terlihat dari bagaimana cara MI memberikan
materi kepada siswa. MI lebih banyak memberikan materi
tentang metodologi penelitian sejarah dari berbagai sumber
referensi yang pernah dia baca. Referensi bacaan (FIN) MI
berasal dari berbagai macam perguruan tinggi baik negeri
maupun swasta di Indonesia. MI belajar (FIB) tentang sejarah
juga dari komunitas komunitas sejarawan yang dia ikuti.

4.1.2 Implikasi Kualitas Guru Sejarah Dalam Proses Pembelajaran.


Guru sejarah berkualitas adalah orang yang memiliki kemampuan dan
keahlian khusus dalam bidang keguruan dan kesejarahan sehingga
mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai Guru dengan
maksimal, dengan kata lain Guru sejarah adalah orang yang terdidik
dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman di bidangnya.
Istilah terdidik dan terlatih bukan hanya memiliki pendidikan
formal tetapi juga harus menguasai berbagai strategi atau teknik
dalam proses belajar mengajar serta landasan-landasan kependidikan
seperti tercantum dalam kompetensi Guru. Peningkatan kualitas dan
38

kuantitas kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru


sebagai tenaga kependidikan, maka profesi guru harus memiliki
dan menguasai perencanaan kegiatan belajar mengajar,
melaksanakan kegiatan yang direncanakan dan melakukan penilaian
terhadap hasil dari proses belajar mengajar.
Kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran merupakan faktor utama dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Guru harus berkualitas dengan tanggungjawab yang
besar untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas,
beriman, bertakwa, dan berilmu pengetahuan serta memahami
teknologi, karena guru bertanggung jawab bagi kelangsungan hidup
suatu bangsa.
Guru sebagai tenaga kependidikan mengandung arti yang luas, tidak
hanya sebatas memberikan bahan – bahan pengajaran, tetapi
menjangkau etika dan estetika perilaku dalam menghadapi tantangan
kehidupan di masyarakat. Sebagai tenaga kependidikan, Guru
hendaknya memiliki dan menyusun rencana pembelajaran (Planing)
yang matang. Perencanaan pengajaran erat kaitannya dengan unsur
seperti tujuan pengajaran, bahan pengajaran, kegiatan belajar, metode
pengajaran, dan evaluasi.
Unsur-unsur tersebut adalah bagian dari integral dari keseluruhan
tanggungjawab Guru dalam proses pembelajaran. Guru yang memiliki
posisi yang sangat penting dan strategi dalam pengembangan potensi
yang dimiliki peerta didik. Pada diri Guru keselamatan nasib anak
bangsa dengan penanaman nilai – nilai dasar yang luhur seperti cita –
cita pendidikan nasional dengan membentuk kepribadian sejahtera yang
ditempuh melalui pendidikan agama dan pendidikan umum dapat
terwujudkan, oleh karena itu Guru harus mampu mendidik dari
berbagai hal, agar menjadi seorang pendidik yang profesional.
Sehingga mampu mendidik siswa dengan baik. Untuk meningkatkan
kualitas Guru dalam proses pembelajaran, memerlukan cara yang tepat
39

yaitu semua usaha pendidikan dan pengalaman untuk meningkatkan


keahlian Guru menyelarasikan pengetahuan dan keterampilan sesuai
dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam berbagai
bidang masing – masing, mempertinggi mutu petugas sebagai
profesinya masing-masing, meningkatkan efisiensi kerja menuju arah
tercapainya hasil yang optimal, perkembangan kegairahan kerja dan
penigkatan kesejahteraan.

4.2 Pembahasan
4.1.1 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Guru Sejarah Dalam Proses
Pembelajaran
1. Faktor Eksternal
a. Materi dan Alat (FEM)
Selama satu bulan pengamatan terhadap tiga objek penelitian, HS,
AS, dan MI, ketiga objek penelitian menggunakan media dan alat
yang sama, kecuali ada satu alat yang digunakan oleh objek MI
yang tidak sama dengan yang lainnya yaitu Miniatur Peraga
tempat bersejarah. Materi dan alat yang digunakan meliputi Buku
Sumber, Spidol, Laptop, LCD Proyektor, dan Lembar Kerja
Siswa. Objek HS lebih banyak menggunakan Buku Sumber yang
berupa buku paket dari penerbit Grafindo.
Buku paket Grafindo menyajikan teori dan pertanyaan secara
sistematis dengan bagian pertanyaan lebih mengarah pada
pengujian kasus terhadap suato objek amatan. Penggunaan buku
sumber sebagai materi utama dalam proses belajar mengajar juga
dilakukan oleh objek AS. Kondisi siswa dan suasana belajar
dalam kelas sangat kondusif ketika guru yaitu objek HS dan AS
memberikan ilustrasi dan instruksi seperti yang disampaikan
dalam buku paket. Selain buku paket alat berupa RPP yang selalu
dibawa objek sebelum melakukan proses belajar mengajar juga
sangat membantu objek untuk mengorganisasi pembelajaran
40

secara teratur dan terstruktur. Objek MI menambahkan alat


peraga berupa miniatur tempat bersejarah untuk menarik peserta
didik. Hasilnya peserta didik tertarik untuk mengajukan berbagai
macam pertanyaan tentang miniatur tempat bersejarah yang
dibawa. Saat objek HS, AS, dan MI menggunakan LKS untuk
proses pembelajaran, siswa cenderung pasif dan kurang
bertasipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dari penggunaan
keseluruhan materi dan alat yang digunakan saat pembelajaran di
kelas ternyata siswa masih membutuhkan bimbingan dan arahan
khusus dari objek HS, AS, maupun MI.

b. Persiapan (FEP)
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) menjadi pedoman
ketiga objek penelitian HS, AS, dan MI sebelum masuk ke kelas
masing masing. Selama satu bulan pengamatan, sebelum
melaksanakan pembelajaran HS menyiapkan RPP sebanyak 12
kali, AS 8 kali, dan MI 9 kali. Dalam proses pembelajaran HS
lebih mengacu pada RPP sedangkan AS dan MI cenderung
mengikuti instruksi dari buku paket dan LKS. Selain RPP ketiga
objek penelitian juga mempersiapkan kondisi fisik dan
penampilan sebelum masuk kelas. Hasilnya siswa lebih
berkonsentrasi ketika objek mampu menyampaikan materi dengan
suara jelas dan cukup keras. Ketika suara objek mulai menurun,
siswa lebih banyak mengerjakan aktivitas yang tidak berkaitan
dengan materi pembelajaran. Persiapan maksimal sangat
diperlukan untuk pencapaian kompetensi guru dan siswa secara
maksimal.
41

c. Ruang Belajar (FER)


Ruang belajar dilengkapi dengan kipas angin 3 buah, papan white
board, ventilasi udara yang mencukupi, dan tirai pelindung dari
cahaya yang masuk. Dalam setiap ruangan juga dilengkapi oleh
LCD proyektor dan sound system sebagai pendukung proses
pembelajaran. HS mengajar kelas XII secara keseluruhan yaitu
dari jurusan IPA, IPS, dan Agama. AS mengajar kelas XI dengan
perincian 4 kelas jurusan IPA dan 5 kelas jurusan IPS. MI
mengajar kelas X dengan perincian 4 kelas Jurusan IPS, 2 kelas
jurusan IPA, dan 2 kelas jurusan Agama. Dukungan fasilitas dari
ruang belajar sangat dimanfaatkan oleh HS dan AS. Objek HS
dan AS sering menggunakan sarana kipas angin dan LCD
proyektor pada saat proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan
objek MI sering menggunakan LCD proyektor dan Speaker aktif
untuk memutar dokumentasi sejarah berupa film dokumenter.
Secara keseluruhan ruang belajar di tempat objek mengajar
sangatlah apresiatif. Dukungan fasilitas dalam ruang belajar
memungkinkan guru menyampaikan materi dengan lebih
komprehensif.

d. Waktu Pembelajaran (FET)


Kelas XII memiliki waktu pembelajaran lebih sedikit
dibandingkan kelas X dan kelas XI. Adanya berbagai latihan ujian
nasional membuat waktu pembelajaran materi sejarah banyak
terkurangi. HS mensiasati hal tersebut dengan membentuk
kelompok - kelompok belajar untuk beberapa materi. Dengan
waktu yang terbatas HS tetap harus menyelesaikan materi hingga
akhir. Pembentukan kelompok belajar dalam mensiasati waktu
yang terbatas menunjukkan kualitas HS sebagai pendidik yang
profesional. AS yang memiliki waktu lebih banyak memanfaatkan
waktu belajar dengan mengajak siswa lebih sering mencari dan
42

membaca buku buku sejarah dari berbagai masa dan tempat.


Motivasi untuk lebih sering memanfaatkan internet dengan
menampilkan video tempat tempat sejarah membuat siswa tidak
pernah bosan mendengar cerita dari AS. Bahkan objek AS dikenal
siswa sebagai pendidik yang gemar bercerita. MI menggunakan
waktu belajar siswa dengan meminta siswa membuat hasil
penulisan karya tulis ilmiah berkaitan dengan objek objek sejarah.

e. Pelatihan (FEL)
Kompetensi pedagogik menekankan pada kemampuan seorang
Guru dalam mendidik siswa dan melatih supaya menghasilkan
siswa yang berkualitas. Kompetensi kepribadian atau personal
lebih menunjukkan pada kematangan pribadi. Di sini aspek
mental dan emosional objek HS, AS, dan MI harus benar-benar
terjaga. Kompetensi sosial HS lebih menunjukkan pada
kemampuan Guru untuk berelasi, berinteraksi. HS
memperlihatkan keluwesan dalam pergaulan dengan siswa,
kepala sekolah dan teman sejawat di tempat mengajar. HS bisa
menciptakan persahabatan dengan baik. Sedangkan AS, dan MI
memiliki kompetensi profesional lebih menunjukkan pada
kemampuan sebagai pengajar yang baik.
Hamzah B Uno (2006) “berdasarkan Komisi Kurikulum Bersama
P3G menetapkan dan merumuskan bahwa kompetensi profesional
guru di Indonesia terdiri atas 10 kompetensi, yakni: 1) menguasai
bahan pelajaran; 2) mengelola program pembelajaran; 3)
mengelola kelas; 4) menggunakan media dan sumber belajar; 5)
menguasai landasan pendidikan; 6) mengelola interaksi belajar
mengajar; 7) menilai prestasi belajar; 8) mengenal fungsi dan
layanan bimbingan dan penyuluhan; 9) mengenal dan
menyelenggarakan administrasi sekolah; dan 10) memahami dan
menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pengajaran.
43

f. Kebijakan (FEK)
Budaya akademik untuk meningkatkan mutu di MAN 2
Banyuwangi melalui 1) Bersikap kritis keilmuan; 2) Bersikap
obyektif keilmuan; 3) Bersikap analitis keilmuan; 4) Bersikap
kreatif keilmuan; 5) Bersikap terbuka menerima kritik; 6)
Menghargai waktu (disiplin); 7) Menjunjung tinggi tradisi
keilmuan; 8) Dinamis dan berorientasi masa depan. Budaya
akademik yang dilaksanakan di MAN 2 Banyuwangi memiliki
ciri pada setiap tindakan, keputusan, kebijakan, dan opini
didukung dengan dasar akademik yang kuat. Artinya merujuk
pada teori, dasar hukum, dan nilai kebenaran yang teruji. Budaya
akaedmik juga dapat dipahami sebagai totalitas dari kehidupan
dan kegiatan yang berhubungan dengan akademik yang dihayati
Kepala sekolah, Guru, dan siswa MAN 2 Banyuwangi selalu
berpegang pada pijakan teori dalam berfikir, bersikap dan
bertindak dalam kesehariannya. Kultur akademik tercermin pada
keilmuan, kedisiplinan dalam bertindak, kearifan dalam bersikap
serta kepiawaian dalam berfikir dan berargumentasi.
MAN 2 Banyuwangi menerapkan budaya akademik yaitu bersifat
kritis, objektif, analitis, kreatif, terbuka untuk menerima kritik,
menghargai waktu dan prestasi ilmiah, memiliki dan menjunjung
tinggi tradisi ilmiah, dinamis, dan berorientasi ke masa depan.
Kesimpulannya , kultur akademik lebih menekankan pada budaya
ilmiah yang ada dalam diri seseorang dalam berfikir, bertindak
dan bertingkah laku dalam lingkup kegiatan akademik. Budaya
akademik siswa terlihat dari banyaknya siswa MAN 2
Banyuwangi yang gemar membaca buku di perpustakaan, peserta
didik memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dalam kegiatan
pembelajaran dengan bertanya diruang Guru melakukan
bimbingan kepada Guru.
44

Menghargai prestasi siswa dengan memberikan penghargaan


berupa hadiah dan beasiswa prestasi diserahkan pada waktu
upacara. Budaya disiplin sudah diterapkan kepada komponen
sekolah dari awal masuk sekolah, dalam Kegiatan Belajar
Mengajar, dan dalam pelaksanaan pembiasaan budaya mutu.
Budaya kerja keras sudah siimplementasikan oleh siswa dan Guru
MAN 2 Banyuwangi dalam kegiatan pembelajaran termasuk
dalam penambahan jam pelajaran dan bimbingan.
Budaya mandiri ditekankan kepada siswa dalam kegiatan
pembelajaran agar siswa mempunyai kemampuan dalam
mengembangkan diri sesuai dengan kemampuan masing-masing
siswa. Strategi budaya akademik yang dikembangkan MAN 2
Banyuwangi adalah dengan membuat kebijakan dan aturan yang
disosialisasikan kepada komponen sekolah diantaranya :
1) Budaya kritis diterapkan dalam kegiatan pembelajaran agar
para siswa senantiasa selalu berfikir kritis dalam menghadapi
berbagai persoalan termasuk dalam pemecahan soal – soal
mata pelajaran.
2) Budaya obyektif lebih ditekan dalam kegiatan penilaian
peserta didik baiak dalam penilaian ujian tengah semester
maupun ulanagn kenaikan kelas, begitu juga penilaian Guru /
SKP dilakukan dengan obyektif sesuai dengan prestasi dan
kinerja guru.
3) Budaya analisis ditekankan kepada siswa dalam menganalisa
yang berkaitan dengan pemecahan masalah khususnya dalam
pelajaran saint pada waktu peserta didik dalam melakukan
percobaan di laboratorium.
4) Budaya kreatif ditekankan kepada siswa dalam
mengembangkan diri dalam peningkatan mutu dengan
memberikan umpan balik dengan bentuk soalsoal ujian
nasional dan soal – soal, siswa diharapkan dapat lebih kreatif
45

dalam memecahkan berbagai variasi soal baik soal ujian


nasional maupun soal-soal olimpiade. Untuk budaya kreatif
yang ditekankan kepada guru MAN 2 Banyuwangi dengan
membuat variasi dalam kegiatan pembelajaran menggunakan
metode dan model pembelajaran, agar siswa tidak bosan
dengan pembelajaran yang monoton.
5) Strategi budaya menghargai waktu dan prestasi ditekankan
kepada siswa dan komponen sekolah dengan strategi
membuat aturan jam masuk dan jam pulang, sehingga seluruh
komponen sekolah mematuhi aturan yang sudah ditetapkan.
6) Strategi terbuka menerima kritik ditekankan kepada siswa
dalam kegiatan pembelajaran khususnya dalam
mempresentasikan hasil kerja kelompok di dalam kelas, dalam
rapat OSIS. Sekolah juga selalu siap menerima kritik dan
saran dari seluruh komonen sekolah termasuk masukan dari
warga masyarakat sekitar.
7) Budaya berorientasi ke masa depan ditekankan kepeserta
didik dan komponen sekolah dengan strategi
mengimplementasikan visi dan misi yang sudah dicanangkan
sekolah. Visi dan misi yang sudah dicanangkan harus menjadi
acuan dalam mengembangkan budaya berorientasi kemasa
depan.
46

2. Faktor Internal (FI)


a. Gender (FIG)
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan
secara keseluruhan dengan Guru sebagai pemegang peranan
utama. HS sebagai bagian dari tenaga kemendidikan memiliki
kedudukan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan
pendidikan di sekolah. Profesionalisme seorang Guru dalam
proses belajar mengajar sangat berperan untuk menentukan
kualitas dari kegiatan belajar mengajar, sehingga guru harus
diupayakan untuk mendapatkan akses terhadap pengetahuan-
pengatahuan dan pendidikan gender terlebih dahulu.
Praktik yang baik dalam pengembangan Guru untuk mendukung
kesetaraan gender berarti melengkapi pemahaman Guru terkait
kesetaraan gender di kelas, di lingkungan sekolah dan sekitarnya,
dan dalam masyarakat umumnya. Untuk mencapai hal itu, HS
perlu memiliki kemampuan untuk mempromosikan pemahaman
ini di kelas dan mengembangkan strategi dan solusi praktik dalam
mengatasi berbagai tantangan pembelajaran yang dihadapi siswa
laki – laki maupun perempuan. Jika seorang Guru atau pendidik
sudah mendapatkan akses yang cukup terhadap pengetahuan
gender, maka komitmen yang akan dijadikan sebagai landasan
dalam membangun pendidikan gender akan jauh lebih mudah
tercapai, namun terdapat suatu hal yang tidak kalah penting
bahwa kesetaraan.
Kesetaraan gender dalam proses pembelajaran memerlukan
keterilbatan lembaga pemerintahan dalam hal ini dilingkungan
Kementerian Agama sebagai pengambil kebijakan di bidang
pendidikan.
Guru dapat menjadi agen perubahan untuk kesetaraan gender
dengan mengarahkan siswa laki-laki maupun perempuan untuk
ambil bagian dalam kegiatan tertentu. Guru perlu memberikan
47

mereka tuntunan dan mulai bertindak sebagai panutan. Namun,


sebaliknya, Guru juga dapat memperburuk keadaan dengan tidak
memberikan dukungan kepada siswa perempuan dan laki-laki
pada saat mereka membutuhkan dukungan tersebut. Banyak
praktik yang baik yang dapat dilakukan dengan menggabungkan
kesetaraan gender dalam kegiatan belajar mengajar. Misalnya
bersikap baik terhadap kemampuan siswa perempuan dan laki-
laki, memberikan perhatian yang setara kepada siswa laki-laki
maupun perempuan dan mendorong siswa perempuan untuk
ambil bagian aktif dalam kegiatan ekstra kurikuler yang biasanya
diikuti oleh siswa laki-laki serta memperlakukan sikap laki-laki
dan perempuan secara adil dalam strategi belajar mengajar yang
tengah dilakukan.

b. Usia (FIS)
Berdasarkan faktor usia, guru yang berusia remaja akhir (AS)
lebih burnout (istilah psikologi yang digunakan untuk
menggambarkan perasaan kegagalan dan keluesan akibat tuntutan
yang terlalu membebankan tenaga dan kemampuan seseorang)
dibandingkan dengan guru berusia dewasa awal (MI) dan
setengah baya (HS). Hal ini dikarenakan pada Guru remaja akhir
(AS) memiliki usia yang relatif lebih muda dan pengalaman
relatif sedikit, sehingga dalam bekerja masih harus beradaptasi
dengan lingkungan pekerjaan yang menjadikannya lebih rentan
mengalami gejala burnoute.
Faktor lain yang menunjukkan perbedaan burnout adalah status
pernikahan. Guru (HS) yang berstatus belum menikah cenderung
lebih tinggi mengalami gejala burnout dibandingkan dengan yang
berstatus menikah
Pada tingkat pendidikan HS menunjukkan perbedaan burnout. HS
dengan pendidikan tinggi mengalami burnout yang lebih tinggi
48

dibandingkan dengan AS dan MI. Kemungkinan hal ini terjadi


karena faktor kepribadian individu yaitu self esteem. Mereka
yang berpendidikan tinggi, memiliki kebutuhan yang tinggi untuk
dihargai. Ketika kebutuhan tersebut tidak diperoleh, mereka akan
lebih mudah mengalami burnout. Faktor tempat bekerja
berdasarkan jenjang pendidikan juga menunjukkan perbedaan
burnout.

c. Kepribadian (FIK)
Kurikulum sejarah merupakan suatu konsep atau kontrak yang
merencanakan pendidikan sejarah bagi sekelompok penduduk
usia muda tertentu yang mengikuti jenjang pendidikan tertentu.
Tujuan dari lembaga pendidikan pada jenjang pendidikan tertentu
menentukan konsep pendidikan sejarah yang harus dikembangkan
bagi peserta didik lembaga pendidikan. Untuk dapat kembali
mengajarkan sejarah dengan baik dan menarik, pendidik
mempunyai keleluasaan mengolah dan menata materi yang ada
untuk itulah bagaimana pendidik mengontrol berbagai materi
pengajaran yang memungkinkan dipelajari di luar kelas.
Kurikulum yang baik untuk kelas tertentu adalah yang cocok,
terencana dengan baik, sesuai, menyajikan pemikiran yang
bijaksana dan sistematis.

d. Motivasi (FIM)
Semangat yang ditunjukkan oleh ketiga guru, HS, AS, dan MI
dalam memberikan materi kepada siswa dapat dilihat dari jadwal
masuk kelas yang tidak pernah terlambat dan terus melakukan
penilaian terstruktur. HS meskipun berada pada usia setengah
baya masih bisa menggunakan LCD proyektor dalam
menyampaikan materi. Hal ini menunjukkan bahwa HS tidak buta
teknologi dan mau berusaha berkembang mengikuti
49

perkembangan teknologi informasi. Dalam penilaian tugas


terstruktur HS juga menggunakan penilaian objektif secara
sistematis dan berkelanjutan. Hasil pekerjaan siswa yang begitu
banyak dapat dikoreksi oleh HS sendiri dalam hitungan hari. Satu
materi beserta penilaiannya dapat diselesaikan dalam 4x
pertemuan. Jika dibandingkan dengan dua objek yang lain
motivasi HS bisa dikatakan lebih tinggi karena usia HS lebih tua
dari AS dan MI.

e. Wawasan (FIN)
Wawasan setiap objek dapat diketahui dari proses kegiatan belajar
mengajar di kelas. Saat menyampaikan materi objek yang dapat
mengembangkan materi secara kompleks dan menyeluruh adalah
AS. AS dapat meruntutkan dan merekontroksi berbagai macam
persitiwa bersejarah yang dimunculkan dalam buku sumber.
Kemampuan tersebut kemungkinan diperoleh dari kegemaran AS
membaca berbagai macam literatur berbahasa asing yang ada di
internet maupun di perpustakaan mininya. Selain itu ketika ada
istilah asing dalam materi sejarah yang disampaikan AS dapat
menguraikan dan menjelaskan melalui struktur bahasanya
sehingga siswa memahami maksud dari istilah asing tersebut.
Dalam hal wawasan ini AS lebih dominan karena mampu
menguasai Bahasa Inggris dengan baik. Sedangkan untuk HS
wawasan yang menonjol adalah tentang pengetahuannya terhadap
psikologi siswa. Hal ini dikarenakan HS memiliki tugas tambahan
sebagai konselor siswa di madrasah. Objek ketiga (MI) wawasan
yang menonjol adalah di bidang kepenulisan. MI telah menulis
berbagai macam jurnal penelitian dan diterbitkan oleh berbagai
macam lembaga pendidikan tinggi. Pengalamam MI ini sering
disampaikan kepada siswa untuk memotivasi siswa agar gemar
menulis secara ilmiah dan memacu mereka untuk berpikir kritis.
50

f. Gaya Belajar (FIB)


Ketiga objek (HS, AS, dan MI) memiliki gaya belajar yang
hampir sama. HS dan AS cenderung menggunakan gaya belajar
visual. Artinya HS dan AS terbiasa belajar dengan membaca
bermacam referensi baik dari buku maupun internet. Gaya belajar
secara visual yaitu kemampuan belajar dengan melihat ciri – ciri
gaya belajar visual yaitu :
1) Bisa mengingat dengan lebih cepat dan kuat dengan melihat
2) Tidak terganggu dengan suara yang berisik
3) Memiliki hobi membaca
4) Suka melihat dan mendemonstrasikan sesuatu
5) Memiliki ingatan yang kuat tentang bentuk, warna, dan
pemahaman artistik.
6) Belajar dengan melihat dan mengamati pengajar.
7) Memiliki kemampuan menggambar dan mencatat sesuatu
dengan detail.
MI memiliki gaya belajar kompleks, artinya MI mampu
menyelesaikan dan menyampaikan berbagai macam tugas dalam
satu kesempatan. MI memperoleh berbagai macam informasi
kesejarahan dari proses interaksi dengan orang sekitarnya maupun
dari buku sumber. Hubungan MI dengan komunitas sejarawan di
daerah tempat tinggalnya menunjukkan keterbukaan berpikir MI
sebagai seorang pendidik bidang sejarah. MI berberapa kali
melakukan kajian kepustakaan ke tempat tempat bersejarah dan
situs situs bersejarah di wilayah pulau Jawa. Gaya belajar MI
disebut juga gaya belajar global. Yaitu gaya belajar yang
memadukan antara sumber belajar tulisan dan interaksi dengan
orang orang di sekitarnya. Ciri ciri gaya belajar global:
1) Bisa melakukan banyak tugas sekaligus.
2) Mampu bekerjasama dengan orang lain dengan baik
3) Sensitif dan mampu melihat permasalahan dengan baik.
51

4.1.2 Implikasi Kualitas Guru Sejarah Dalam Proses Pembelajaran.


Program peningkatan kualitas guru merupakan upaya untuk
meningkatan kompetensi guru secara sistematik. peningkatan mutu /
kualitas guru dilaksanakan dalam berbagai bentuk kegiatan
pendidikan yakni: pendidik tenaga kependidikan, pendidikan dan
pelatihan, pendidikan dalam kinerjanya. Ketiganya merupakan
subsistem peningkatan guru yang tidak dapat dipisahkan antara satu
dengan lainnya.
Program dan kegiatan peningkatan mutu / kualitas Guru telah
berkembang dari waktu ke waktu dan dilaksanakan secara
sistematik. Guru harus mampu mengukur kompetensi yang telah
dicapai oleh siswa dari setiap proses pembelajaran atau setelah
beberapa unit pelajaran, sehingga guru dapat menentukan keputusan
atau perlakuan terhadap siswa tersebut. Apakah perlu diadakannya
perbaikan atau penguatan, serta menentukan rencana pembelajaran
berikutnya baik dari segi materi maupun rencana strateginya.
Peran guru dalam meningkatkan mutu pendidikan yaitu: dalam
mempersiapkan SDM pembangunan, pendidikan tidak bisa hanya
terfokus pada kebutuhan material jangka pendek (seperti yang banyak
di prakekkan sekarang), Dalam hal ini, kualitas pendidikan di
pengaruhi oleh penyempurnaan sistematik terhadap seluruh
komponen pendidik, seperti, peningkatan kualitas dan pemerataan
penyebaran guru, kurikulum yang di sempurnakan, sumber belajar,
sarana dan prasarana yang memadai, iklim pembelajaran yang
kondusif, serta di dukung oleh kebijakan pemerintah, baik di pusat
maupun di daerah. Guru memegang peran utama dalam pembangunan
pendidikan, khususnya yang diselenggarakan secara formal di
sekolah. Guru juga sangat menentukan keberhasilan peserta didik,
terutama dalam kaitannya dengan proses mengajar.
Teknologi Informasi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia dan secara otomatis dapat berpengaruh pada
52

peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri. Hal ini disebabkan,


karena teknologi informasi dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu
pembelajaran dalam berbagai bentuk, seperti basis data, sistem
pakar atau multimedia/hipermedia. Dengan cara ini diharapkan guru
dapat memperoleh pengetahuan yang memadai untuk menjadi guru
profesional. Bagi sebagian besar orangtua siswa, sosok pendidik
atau guru masih dipandang sebagai wakil orangtua ketika anak-
anaknya tidak berada di dalam rumah.
Tolak ukur keberhasilan seorang guru dalam proses pembelajaran dalah
pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan Pemahaman siswa
terhadap materi yang diajarkan dapat diketahui dari reaksi siswa dalam
kelas dan hasil penilaian siswa terhadap ulangan harian yang sudah
dilaksanakan. Berikut disajikan beberapa data penilaian ulangan harian
siswa sebagai indikator keberhasilan ketiga objek penelitian dalam
menyampaikan materi pembelajaran.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Faktor yang dapat menentukan keberhasilan guru dalam mengajar
meliputi dua faktor, yakni faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal
terdiri dari gender (FIG), usia (FIS), kepribadian (FIK), motivasi (FIM),
wawasan (FIN), dan gaya belajar guru (FIB). Faktor eksternal meliputi materi
dan alat (FEM), persiapan mengajar (FEP), ruang belajar (FER), waktu
mengajar (FET), pelatihan guru (FEL), dan kebijakan madrasah (FEK) yang
tentu berbeda antara satu madrasah dengan madrasah lainnya. Guru HS
berjenis kelamin perempuan dan berusia setengah baya. Pendidik HS memiliki
kepribadian yang supel dan sangat aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
Secara umum faktor internal dan eksternal HS cukup baik. Guru AS berjenis
kelamin laki – laki berusia 43 tahun. Guru AS menggunakan metode
pembelajaran aktif dan inovatif dalam pembelajaran. Pembelajaran aktif dan
inovatif ini membuat peserta didik termotivasi untuk mempelajari materi
pelajaran sejarah secara maksimal. Guru MI sebagai objek ketiga penelitian
menerapkan strategi pembelajaran kontekstual, artinya MI mengajak siswa
mempelajari sejarah dengan menghubungkan dengan kejadian kejadian atau
tempat tempat bersejarah di sekitarnya. Hasil pengamatan dari ketiga objek
penelitian menunjukkan bahwa pemahaman pembelajaran sejarah yang
diperoleh siswa menjadi maksimal ketika HS, AS, dan MI mempersiapkan
seluruh aspek baik eksternal maupun internal juga secara maksimal.

5.2 Saran
Sebagai pendidik hendaknya para guru memahami tugas pokok dan
fungsinya dalam proses pembelajaran secara maksimal. Jika pendidik ingin
menjadi seorang pendidik yang berkualitas maka penambahan sumber
referensi belajar sangatlah diperlukan. Fasilitas sekolah dan berbagai alat

53
54

pembelajaran hanya merupakan pendukung keberhasilan ketercapaian


kompetensi dan bukan satu satunya faktor yang menjadi penentu keberhasilan
proses pembelajaran. Kedepannya diharapkan penelitian ini dapat membantu
para pendidik, sekolah sebagai lembaga kependidikan maupun siswa sebagai
perameter keberhasilan untuk mengukur sejauh mana proses pembelajaran itu
dapat dikatakan berhasil dan berkualitas.
Beberapa saran yang perlu diperhatikan bagi peneliti selanjutnya yang
tertarik meneliti faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi kinerja guru
dan efektivitas proses pembelajaran adalah
1. Peneliti selanjutnya diharapkan mengkaji lebih banyak sumber maupun
referensi yang terkait dengan sarana dan prasarana pendidikan maupun
referensi proses pembelajaran agar hasil penelitian dapat lebih baik dan
lebih lengkap.
2. Peneliti selanjutnya diharapkan lebih mempersiapkan diri dalam proses
pengambilan dan pengumpulan dan segala sesuatunya sehingga penelitian
dapat dilaksanakan dengan lebih baik. Peneliti selanjutnya berharap pula
dengan wawancara dengan sumber yang kompeten dalam kajian sarana
prasarana pendidikan dan efektivitas proses pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi.2007. Dasar-Dasar Evaluasi pendidikan (edisi revisi). Jakarta


: Bumi Aksara.

Darsono, Max. 2001. Belajar Dan Pembelajaran. Semarang : IKIP Semarang


Press.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Azwan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: PT Rineka Cipta.

Jones.W.Popham dan Eva.L.Boker. 2003. Teknik Mengajar Secara Sistematis.


Terjemahan Amirul Hadi. Jakarta : Rineka Cipta.

Kamus Besar Bahasa Indonesia.Edisi 3. 2001. Jakarta : Depdikbud.Balai Pustaka.

Kasmadi, Hartono. 2001. Pengembangan Pembelajaran Dengan Pendekatan


Model-Model Pengajaran Sejarah. Semarang: PT Prima Nugraha Pratama.

Moleong, lexy. J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.


Rosdakarya.

Mulyasa. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nurkancana,W dan Sunartana. 1986. Evaluasi Pendidikan. Surabaya : Usaha


Nasional.

Rohani, ahmad. 2004. Pengelolaan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana, Nana. 2005. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.

Sugandi,A. 2004. Teori Pembelajaran. Semarang : UNNES press.

Tim Pengadaan Buku Pelajaran IKIP Semarang. 1991. Strategi Belajar Mengajar
I. Semarang : IKIP Semarang Press.

Winataputra,U.S dkk. 2004. Perencanaan Pengajaran. Jakarta : Pusat Penerbitan


Universitas terbuka.

55

Anda mungkin juga menyukai