Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di era globalisasi saat ini teknologi telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Begitu
pula dengan dunia kesehatan yang semakin mengalami kemajuan karena dampak dari kemajuan
teknologi tersebut. Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah menurunkan angka
kematian umum, angka kematian bayi, dan angka kelahiran. Hal ini berdampak pada
meningkatnya usia harapan hidup bangsa Indonesia dan meningkatnya jumlah penduduk
golongan lanjut usia.
Data menurut WHO pada tahun 2009 menunjukkan lansia berjumlah 7,49% dari total
populasi, tahun 2011 menjadi menjadi 7,69% dan pada tahun 2013 didapatkan proporsi lansia
sebesar 8,1% dari total populasi (WHO, 2015). Berdasarkan data proyeksi penduduk, di
Indonesia diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa penduduk lansia (9,03%). Diprediksi
jumlah penduduk lansia tahun ke tahun akan terus mengalami peningkatan. (Kementerian
Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi, 2017). Di Bali, berdasarkan data dari badan pusat
statistik tahun 2010, jumlah lansia di kota Denpasar mencapai 9,77% dari total penduduk. (BPS,
2010).
Dengan makin bertambahnya penduduk usia lanjut, bertambah pula penderita golongan
ini yang memerlukan pelayanan kesehatan. Berbeda dengan segmen populasi lain, populasi
lanjut usia dimanapun selalu menunjukkan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibanding
populasi lain. Disamping itu, oleh karena aspek disabilitas yang tinggi pada segmen populasi ini
selalu membutuhkan derajat keperawatan yang tinggi.
Keperawatan pada usia lanjut merupakan bagian dari tugas dan profesi keperawatan yang
memerlukan berbagai keahlian dan keterampilan yang spesifik, sehingga di bidang keperawatan
saat ini ilmu keperawatan lanjut usia berkembang menjadi suatu spesialisasi yang mulai
berkembang. Keperawatan lanjut usia dalam bahasa Inggris sering dibedakan atas Gerontologic
nursing (=gerontic nursing) dan geriatric nursing sesuai keterlibatannya dalam bidang yang
berlainan. Gerontologic nurse atau perawat gerontologi adalah perawat yang bertugas
memberikan asuhan keperawatan pada semua penderita berusia diatas 65 tahun (di Indonesia dan
Asia dipakai batasan usia 60 tahun) tanpa melihat apapun penyebabnya dan dimanapun dia
bertugas. Secara definisi, hal ini berbeda dengan perawat geriatrik, yaitu mereka yang berusia
diatas 65 tahun dan menderita lebih dari satu macam penyakit (multipel patologi), disertai
dengan berbagai masalah psikologik maupun sosial. Lansia memerlukan bantuan yang lebih
besar dalam identifikasi, definisi, dan resolusi masalah yang mempengaruhi mereka. Insiden
masalah kesehatan kronis yang lebih besar, kemajuan teknologi dan masalah ekonomi, social,
dan kesehatan kontemporer masa kini mendorong professional perawatan kesehatan berfokus
pada peningkatan harapan dan kualitas hidup.
Meningkatnya usia harapan hidup memberikan dampak yang kompleks terhadap
kesejahteraan lansia. Di satu sisi peningkatan usia harapan hidup mengindikasikan peningkatan
taraf kesehatan warga negara. Namun di sisi lain menimbulkan masalah masalah karena dengan
meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut akan berakibat semakin besarnya beban yang
ditanggung oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah, terutama dalam menyediakan pelayanan
dan fasislitas lainnya bagi kesejahteraan lansia. Hal ini karena pada usia lanjut individu akan
mengalami perubahan fisik, mental, sosial ekonomi dan spiritual yang mempengaruhi
kemampuan fungsional dalam aktivitas kehidupan sehari-hari sehingga menjadikan lansia
menjadi lebih rentan menderita gangguan kesehatan baik fisik maupun mental.
Berdasarkan dari uraian tersebut, penulis tertarik untuk membuat makalah mengenai
asuhan keperawatan agregat pada lansia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penulisan makalah ini,
yaitu :
1. Bagaimanakah konsep dasar lansia?
2. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada lansia?
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam menulis makalah ini, yaitu :
1. Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan pada lansia untuk memberikan pelayanan keperawatan
yang optimal dan berkualitas.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami konsep dasar lansia
b. Memahami asuhan keperawatan pada lansia

D. Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Lansia dan Masyarakat Umum
Memberikan gambaran kesehatan guna meningkatkan status kesehatan lansia di komunitas.
2. Mahasiswa / Penyusun
Menambah pengetahuan dan mampu membuat serta memberikan asuhan keperawatan
lansiasehingga nantinya diharapkan mampu mengembangkan asuhan keperawatan terhadap
lansiadimasa mendatang.

E. Metode Penulisan
Metode yang kami gunakan dalam menulis makalah ini, yaitu :
1. Metode Kepustakaan
Metode kepustakaan adalah metode pengumpulan data yang digunakan penulis dengan studi
pustaka yaitu dengan mengkaji dan menganalisa berdasarkan kajian pustaka.
2. Metode Media Informatika
Metode media informatika adalah metode yang digunakan memecahkan masalah berdasarkan
kajian uop to date tracer internet.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR LANSIA


1. Pengertian Lansia
Masa lanjut usia (lansia) dimulai setelah pensiun biasanya antara usia 65-75 tahun
(Potter, 2005). Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai suatu
waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah, yang berarti seseorang telah menjadi tiga tahap kehidupannya yaitu: anak, dewasa dan
tua (Nugroho, 2008). Penuaan adalah normal dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang
dapat diramalkan dan dapat terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu (Stanley, 2006).
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila
usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyait, namun merupakan tahap lanjut dari suatu
proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan
stress lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai dengan kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis. Kegagalan ini berkaitan
dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individu
(Effendy, 2009).
2. Klasifikasi Lansia
Menurut Depkes RI (2003) dalam Maryam dkk (2008), lansia diklasifikasikan menjadi
lima yaitu:
1) Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia 45-59 tahun.
2) Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3) Lansia risiko tinggi yaitu seseorang lansia yang berusia 70 tahun atau lebih yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
4) Lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang atau jasa.
5) Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain.
3. Karakteristik Lansia
Menurut Maryam (2008), karakteristik lansia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1) Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat 2 UU No. 13 tentang kesehatan).
2) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan
biopsikososial sampai spiritual, serta kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.
3) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

4. Batasan Usia Lanjut/Lasia


Batasan umur lanjut usia menurut pendapat berbagai ahli dalam Effendy (2009), batasan-
batasan umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:
1) Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 pasal 1 ayat 2 tang berbunyi
“Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.
2) Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria
berikut:
a. Usia pertengahan (middle age) adalah 45-59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) adalah 60-74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) adalah 75-90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) adalah diatas 90 tahun.

5. Tugas Perkembangan Lansia


Menurut Maryam (2008), tugas perkembangan lansia sebagai berikut:
1) Mempersiapkan diri untuk kondisi menurun.
2) Mempersiapkan diri untuk pensiun.
3) Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
4) Mempersiapkan kehidupan baru.
5) Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakatsecara santai.
6) Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.
6. Teori-teori Proses Penuaan
Menurut Maryam dkk (2008), ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan,
yaitu: teori biologi, teori psikologi, teori sosial, dan teori spiritual. Berikut merupakan penjabaran
untuk masing-masing teori penuaan:
1) Teori Biologis
Teori biologis mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow theory, teori stress, teori
radikal bebas dan teori rantai silang.
a. Teori Genetik dan Mutasi
Menurut teori genetik dan mutasi, semua program secara genetik untuk spesies-spesies
tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang deprogram oleh
molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai
contoh khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan fungsi sel). Terjadi
pengumpulan pigmen atau lemak dalam tubuh yang disebut teori akumulasi dari produk
sisa, sebagai contoh adalah adanya pigmen lipofusin di sel otot jantung dan sel susunan
saraf pusat pada lansia yang mengakibatkan terganggunya fungsi sel itu sendiri. Pada
teori biologi dikenal istilah pemakain dan perusakan (wear and tear) yang terjadi karena
kelebihan usaha dan stress yang menyebabkan sel-sel tubuh menjadi lelah (pemakain).
Pada teori ini juga didapatkan terjadinya peningkatan jumlah kolagen dalam lansia, tidak
ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit dan kekurangan gizi.
b. Immunology Slow Theory
Menurut Immunology Slow Theory, sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya
usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ
tubuh.
c. Teori Stress
Teori stress mengungkapkan menua akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal,
kelebihan usaha dan stress yang menyebabkan sel-sel tubuh telah terpakai.
d. Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok
atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan
protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi.
e. Teori Rantai Silang (cross-linkage)
Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang mengakibatkan
ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya
elastisitas kekacauan dan hilangnya fungsi sel.
2) Teori Psikologi
Teori yang merupakan teori psikososial adalah sebagai berikut:
a. Teori integritas ego
Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas yang harus dicapai dalam tiap tahap
perkembangan. Tugas perkembangan terakhir merefleksikan kehidupan seseorang dan
pencapaiannya. Hasil akhir dari penyelesaian konflik antara integritas ego dan keputusan
adalah kebebasan.
b. Teori stabilitas personal
Kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak dan tetap bertahan secara stabil.
Perubahan yang radikal pada usia tua bisa jadi mengindikasi penyakit otak.
3) Teori Sosial
Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori interaksi sosial
(social exchange theory), teori penarikan diri (disengagement theory), teori aktivitas (activity
theory), teori kesinambungan (continuity theory), teori perkembangan (development theory)
dan teori stratifikasi usia (age stratification theory).
a. Teori interaksi sosial. Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada
situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Pada lansia kekuasaan
dan prestasinya berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka
untuk mengikuti perintah.
b. Teori penarikan diri. Teori ini menyatakan bahwa kemiskinan yang diderita lansia dan
menurutnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia perlahan-lahan menarik diri
dari pergaulan di sekitarnya.
c. Teori aktivitas. Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung bagaimana
seorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas serta mempertahankan
aktivitas tersebut lebih penting dibadingkan kualitas dan aktivitas yang dilakukan.
d. Teori kesinambungan. Teori ini mengumkakan adanya kesinambungan dalam sirkulasi
kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya
kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku dan
harapan seseorang ternyata tidak berubah meskipun ia telah lansia.
e. Teori perkembangan. Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua
merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap bagaimana tantangan
tersebut yang dapat bernilai positif maupun negatif. Akan tetapi teori ini tidak
menggariskan bagaimana cara menjadi tua yang diinginkan atau yang seharusnya
ditetapkan oleh lansia tersebut.
f. Teori stratifikasi usia. Keunggulan teori stratifikasi usia adalah bahwa pendekatan yang
dilakukan bersifat deterministik dan dapat dipergunakan untuk mempelajari sifat lansia
secara kelompok dan bersifat makro. Setiap kelompok dapat ditinjau dari sudut pandang
demografi kaitannya dengan kelompok usia lainnya. Kelemahannya adalah teori ini tidak
dapat dipergunakan untuk menilai lansia secara perorangan, mengingat bahwa stratifikasi
sangat kompleks dan dinamis serta terkait dengan klasifikasi kelas dan kelompok etnik.
4) Teori Spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian hubungan individu
dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti kehidupan.

7. Perubahan Biologis Pada Lansia


Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut sampai
ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur. Menurut Nugroho (2000)
perubahan fisik yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut :
1) Sel
a. Jumlah sel menurun/menjadi sedikit.
b. Ukuran sel lebih besar.
c. Berkurangnya cairan tubuh dan cairan intra seluler.
d. Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati.
e. Jumlah sel otak menurun.
f. Terganggunya mekanisme perbaikan sel.
g. Otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10%.
h. Lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar.
2) Sistem Respirasi
a. Otot pernafasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan kekuatan, dan menjadi
kaku.
b. Aktivitas silia menurun.
c. Paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat,
kapasitas pernafasan maksimum menurun dengan kedalaman bernafas menurun.
d. Ukuran alveoli melebar (membesar secara progresif) dan jumlah berkurang.
e. Berkurangnya elastisitas bronkus.
f. Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
g. Karbondioksida pada arteri tidak berganti. Pertukaran gas terganggu.
h. Refleks dan kemampuan untuk batuk berkurang.
i. Sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun.
j. Sering terjadi emfisema senilis.
k. Kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernafasan menurun seiring
pertambahan usia.

3) Sistem Kardiovaskuler
a. Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
b. Elastisitas dinding aorta menurun
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20
tahun. Hal ini menyebabkan kontraksi dan volume menurun (frekuensi denyut jantung
maksimal= 200-umur)
d. Curah jantung menurun.
e. Kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke
berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65mmHg (mengakibatkan
pusing mendadak).
f. Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan.
g. Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer,
sistol normal ±170 mmHg, diastol normal ± 95 mmHg.
4) Sistem Persarafan
a. Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun.
b. Berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak setiap orang berkurang setiap harinya).
c. Mengecilnya saraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon
penglihatan dan pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa, lebih sensitif
terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah.
d. Kurang sensitif terhadap sentuhan.
e. Defisit memori.

5) Sistem Pencernaan
a. Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30
tahun. Penyebab lain meliputi kesehatan gigi dan gizi yang buruk.
b. Indra pengecap menurun, adanya iritasi selaput lendir yang kronis, atrofi indra pengecap
(±80%), hilangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah, terutama rasa manis dan asin,
hilangnya sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa asin, asam, dan pahit.
c. Esofagus melebar.
d. Rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun), asam lambung menurun, motilitas dan
waktu pengosongan lambung menurun.
e. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
f. Fungsi absorbsi melemah (daya absorbsi terganggu, terutama karbohidrat).
g. Hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.

6) Sistem Genitourinaria
a. Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, melalui urine darah
yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron
(tepatnya di gromerulus). Mengecilnya nefron akibat atrofi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50% sehingga fungsi tubulus berkurang. Akibatnya, kemampuan
mengonsentrasi urine menurun, berat jenis urine menurun, proteinuria (biasanya +1),
BUN (blood urea nitrogen) meningkat sampai 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap
glukosa meningkat. Keseimbangan elektrolit dan asam lebih mudah terganggu bila
dibandingkan dengan usia muda. Renal plasma flow (RPF) dan glomerular filtration rate
(GFR) atau klirens kreatinin menurun secara linier sejak usia 30 tahun. Jumlah darah
yang difiltrasi oleh ginjal berkurang.
b. Vesika urinaria. Otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau
menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat. Pada pria lanjut usia, vesika urinaria
sulit dikosongkan sehingga mengakibatkan retensi urine meningkat.
c. Pembesaran prostat. Kurang lebih 75% dialami oleh pria usia di atas 65 tahun.

7) Sistem Muskuloskeletal
a. Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh.
b. Gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi.
c. Kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terutama vertebrata, pergelangan, dan paha.
Insiden osteoporosis dan fraktur meningkat pada area tulang tersebut.
d. Kartilago yang meliputi permukaan sendi tulang penyangga rusak dan aus.
e. Kifosis.
f. Gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas.
g. Gangguan gaya berjalan.
h. Kekakuan jaringan penghubung.
i. Diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya berkurang).
j. Persensian membesar dan menjadi kaku.
k. Tendon mengerut dan mengalami sklerosis.
l. Atrofi serabut otot, serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram,
dan menjadi tremor (perubahan pada otot cukup rumit dan sulit dipahami).
m. Komposisi otot berubah sepanjang waktu (myofibril digantikan oleh lemak, kolagen, dan
jaringan parut).
n. Aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua.
o. Otot polos tidak begitu berpengaruh.

8) Sistem Penglihatan
a. Sfingter pupil timbul sklerosis dan respons terhadap sinar menghilang.
b. Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
c. Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak, jelas menyebabkan
gangguan penglihatan.
d. Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih
lambat, susah melihat dalam gelap.
e. Penurunan/hilangnya daya akomodasi, dengan manifestasi presbiopia, seseorang sulit
melihat dekat yang dipengaruhi berkurangnya elastisitas lensa.
f. Lapang pandang menurun: luas pandangan berkurang.
g. Daya membedakan warna menurun, terutama warna biru atau hijau pada skala.

9) Sistem Pendengaran
a. Gangguan pendengaran. Hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam, terutama
terhadap bunyi suara atau nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-
kata, 50% terjadi pada usia di atas umur 65 tahun.
b. Membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
c. Terjadi pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya keratin.
d. Fungsi pendengaran semakin menurun pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan/stress.
e. Tinitus (bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau rendah, bisa terus
menerus atau intermitten).
f. Vertigo (perasaan tidak stabil yang terasa seperti bergoyang atau berputar).

10) Sistem pengaturan suhu tubuh


Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu
menetapkan suatu suhu tertentu. Kemunduran terjadi karena beberapa faktor yang
mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain:
a. Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis ±350C ini akibat metabolisme
yang menurun.
b. Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat pula menggigil, pucat, dan
gelisah.
c. Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga
terjadi penurunan aktivitas otot.
11) Sistem Reproduksi
a. Wanita
 Vagina mengalami kontraktur dan mengecil.
 Ovarium menciut, uterus mengalami atrofi.
 Atrofi payudara.
 Atrofi vulva.
 Selaput lender vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi berkurang, sifatnya
menjadi alkali dan terjadi perubahan warna.
b. Pria
 Testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada penurunan secara
berangsur-angsur.
 Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun, asal kondisi kesehatannya baik.

12) Sistem Endokrin


Kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu dalam tubuh manusia yang memproduksi
hormon. Hormon pertumbuhan berperan sangat penting dalam pertumbuhan, pematangan,
pemeliharaan, dan metabolisme organ tubuh. Yang termasuk hormon kelamin adalah:
a. Sekresi hormon kelamin, misalnya progesterone, estrogen, dan testosterone menurun.
b. Kelenjar pankreas (yang memproduksi insulin dan sangat penting dalam pengaturan gula
darah).
c. Kelenjar adrenal/anak ginjal yang memproduksi adrenalin. Kelenjar yang berkaitan
dengan hormon pria/wanita. Salah satu kelenjar endokrin dalam tubuh yang mengatur
agar arus darah ke organ tertentu berjalan dengan baik, dengan jalan mengatur
vasokontriksi pembuluh darah. Kegiatan kelenjar adrenal ini berkurang pada lanjut usia.
d. Produksi hampir semua hormon menurun.
e. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
f. Hipofisis: pertumbuhan hormon ada, tetapi lebih rendah dan hanya di dalam pembuluh
darah; berkurangnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH.
g. Aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate) dan daya pertukaran zat menurun.
h. Produksi aldosteron menurun.
13) Sistem Integumen
a. Kulit menjadi keriput dan mengkerut akibat kehilangan jaringan lemak.
b. Permukaan kulit cenderung kusam, kasar, dan bersisik (karena kehilangan proses
keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis).
c. Timbul bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang tidak merata pada
permukaan kulit sehingga tampak berbintik-bintik atau noda cokelat.
d. Terjadi perubahan pada daerah sekitar mata, tumbuhnya kerut-kerut halus di ujung mata
akibat lapisan kulit menipis.
e. Respons terhadap trauma menurun.
f. Mekanisme proteksi kulit menurun: produksi serum menurun, produksi vitamin D
menurun, pigmentasi kulit terganggu.
g. Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu.
h. Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
i. Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi.
j. Pertumbuhan kuku lebih lambat.
k. Kuku jari menjadi keras dan rapuh.
l. Kuku menjadi pudar, kurang bercahaya.
m. Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
n. Jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.

8. Penyakit-Penyakit Pada Lansia


1) Sistem Pernapasan
a. Emfisema
Emfisema dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan struktur paru-paru dalam bentuk
pelebaran saluran napas di ujung akhir bronkus disertai dengan kerusakan dinding alveolus.
Penyakit ini termasuk dalam penyakit paru obstruktif kronik yang menimbulkan kesulitan
pengeluaran udara pernapasan. Penyakit ini bersifat progresif dan biasanya diawali dengan sesak
napas. Gejala emfisema dapat berupa batuk yang disertai dahak berwarna putih atau mukoid, dan
jika terdapat infeksi, sputum tersebut menjadi purulen. Badan terlihat lelah, nafsu makan
berkurang, dan berat badan pasien menurun.
b. Asma
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang menyebabkan
hiperresponsivitas jalan napas. Penyakit asma ditandai dengan 3 hal, antara lain penyempitan
saluran napas, pembengkakan, dan sekresi lendir yang berlebih di saluran napas. Secara umum
gejala asma adalah sesak napas, batuk berdahak, dan suara napas yang berbunyi wheezing, yang
biasanya timbul secara episodic pada pagi hari menjelang waktu subuh karena pengaruh
keseimbangan hormone kortisol yang kadarnya rendah saat pagi hari dan berbagai faktor lainnya.
c. Pneumonia
Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada lansia. Penyakit
ini menduduki peringkat keempat penyebab kematian dan infeksi paru dan sering merupakan
penyakit terminal yang dialami lansia. Pneumonia pada lansia dapat bersifat akut atau kronis.
Gejala pneumonia bermacam-macam bergantung pada kondisi tubuh dan jenis kuman penyebab
infeksi. Beberapa tanda dan gejala pneumonia meliputi demam, batuk, napas pendek,
berkeringat, menggigil, dada terasa berat dan nyeri saat bernapas (pleuritis), nyeri kepala, nyeri
otot dan lesu. Pada lansia, gejala dan tanda-tanda ini lebih ringan, bahkan suhu tubuh dapat lebih
rendah dari nilai normal.
d. Bronkitis
Bronkitis merupakan peradangan membran mukosa yang melapisi bronkus dan/atau
bronkiolus, yaitu jalan napas dari trakea ke paru-paru. Bronkitis dapat dibagi menjadi 2 kategori,
yaitu akut dan kronis. Bronkitis akut ditandai dengan batuk dengan atau tanpa sputum, terdiri
atas mucus yang diproduksi di saluran napas. Sedangkan bronkitis kronis merupakan satu dari
penyakit paru obstruktif kronis dengan batuk produktif yang berlangsung sampai 3 bulan atau
lebih setiap tahunnya selama 2 tahun.

2) Sistem Kardiovaskuler
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi ketika seseorang mengalami kenaikan tekanan darah baik
secara lambat atau mendadak (akut). Hipertensi menetap (tekanan darah yang tinggi yang tidak
menurun) merupakan faktor risiko terjadinya stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung,
gagal ginjal, dan aneurisma. Meskipun peningkatan tekanan darah relative kecil, hal tersebut
dapat menurunkan angka harapan hidup. Biasanya penyakit ini tidak memperlihatkan gejala,
meskipun beberapa pasien melaporkan nyeri kepala, lesu, pusing, pandangan kabur, muka yang
terasa panas atau telinga mendenging.
b. Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Serangan jantung biasanya terjadi jika bekuan darah menutup aliran darah di arteri
coronaria, yaitu pembuluh darah yang menyalurkan makanan ke otot jantung. Penghentian suplai
darah ke jantung akan merusak atau mematikan sebagian jaringan otot jantung. Gejala yang
sering muncul pada serangan jantung dapat berupa rasa tertekan, rasa penuh atau nyeri yang
menusuk di dada dan berlangsung selama beberapa menit. Nyeri tersebut juga dapat menjalar
dari dada ke bahu, lengan, punggung dan bahkan dapat juga ke gigi dan rahang. Episode ini
dapat semakin sering dan semakin lama. Kadang-kadang, gejala yang timbul berupa sesak napas,
berkeringat (dingin), rasa cemas, pusing, atau mual sampai muntah. Pada perempuan, gejala-
gejala tersebut dirasa kurang menonjol. Namun, gejala tambahan dapat timbul, berupa nyeri
perut seperti terbakar, kulit dingin, pusing, rasa ringan di kepala, dan terkadang disertai rasa lesu
yang luar biasa tanpa sebab yang jelas.
c. Gagal Jantung
Gagal jantung sering terjadi pada umur 65 tahun atau lebih, dan insiden meningkat pada
lansia yang berumur lebih dari 70 tahun. Keadaan ini merupakan ketidakmampuan jantung
memompa darah sesuai kebutuhan fisiologis. Angka rawat inap gagal jantung pada pasien lansia
semakin bertambah dalam 20 tahun terakhir. Gagal jantung pada usia tua biasanya disebabkan
hipertensi arterial yang memengaruhi pemompaan darah yang akhirnya menyebabkan gagal
jantung atau terjadi akibat PJK. Hipertensi dan PJK juga mengganggu curah jantung. Kelainan
katup menyebabkan gangguan ejeksi, pengisisan dan preload kronis yang diakhiri dengan gagal
jantung.

3) Sistem Persarafan
a. Penyakit Alzheimer
Penyakit ini merupakan bagian dari demensia. 50-60% demensia ditimbulkan penyakit
Alzheimer. Istilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis dengan gejala
penurunan daya ingat dan kemunduran fungsi intelektual lainnya. Pasien mengalami
kemunduran fungsi intelektual yang bersifat menetap, yakni adanya gangguan pada sedikitnya 3
dari 5 komponen fungsi neurologis, yang mencakup fungsi berbahasa, mengingat, melihat,
emosi, dan memahami.
b. Stroke
Stroke terjadi bila aliran darah ke otak mendadak terganggu atau jika pembuluh darah di
otak pecah sehingga darah mengalir keluar ke jaringan otak disekitarnya. Sel-sel otak akan mati
jika tidak mendapatkan oksigen dan makanan atau akan mati akibat perdarahan yang menekan
jaringan otak sekitar. Stroke dapat dibagi atas 2 kategori besar, yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Yang pertama terjadi akibat penyumbatan aliran darah sedangkan yang kedua karena
pecahnya pembuluh darah. Delapan puluh persen kasus stroke disebabkan oleh iskemia dan
sisanya akibat perdarahan.
c. Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson merupakan suatu penyakit saraf dengan gejala utama berupa tremor,
kekakuan otot, dan postur tubuh yang tidak stabil. Penyakit ini terjadi akibat sel saraf (neuron)
yang mengatur gerakan mengalami kematian. Ciri penyakit Parkinson merupakan kelompok
gejala yang tergabung dalam kelainan gerakan. Empat gejala utama Parkinson adalah tremor atau
gemetar di tangan, lengan, rahang, atau kepala; kekakuan di otot atau ekstremitas; bradikinesia,
atau perlambatan gerakan; postur tubuh yang tidak stabil atau gangguan keseimbangan. Gejala
biasanya timbul secara perlahan dan semakin lama semakin parah. Pada taraf gejala maksimal,
pasien tidak dapat berjalan, berbicara, atau bahkan melakukan suatu pekerjaan yang sederhana.
Penyakit ini bersifat menahun, progresif, tidak menular, dan tidak diturunkan.

4) Sistem Pencernaan
a. Inkontinensia Alvi
Keadaan ketika seseorang kehilangan kontrolnya dalam mengeluarkan tinja, yaitu pasien
mengeluarkan tinja tidak pada waktunya, tidak dapat menahannya atau terjadi kebocoran produk
ekskresi tersebut. Mereka dengan keluhan ini dalam pergaulan merasa tersisihkan dan rendah diri
yang akhirnya dapat menimbulkan gangguan jiwa.
b. Diare
Keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan frekuensi BAB lebih dari 3 kali dalam
sehari dengan konsistensi feses yang cair, terkadang terdapat ampas dan lendir. Hal ini terjadi
karena fungsi fisiologis sistem pencernaan lansia yang sudah mulai menurun dan juga
disebabkan oleh bakteri dan faktor psikologis.

5) Sistem Perkemihan
a. Gagal Ginjal Akut
Terjadi penurunan mendadak fungsi ginjal dalam membuang cairan dan ampas darah ke
luar tubuh. Jika ginjal tidak mampu menyaring darah, cairan dan ampas tersebut akan menumpuk
dalam tubuh. Keadaan ini dapat pulih kembali dan jika kondisi pasien cukup baik fungsi ginjal
dapat kembali normal dalam beberapa minggu, misalnya akibat penyakit kronis seperti PJK,
stroke, infeksi berat ataupun penyakit penyerta lainnya. Tanda dan gejalanya dapat berupa
penurunan jumlah pengeluaran urine meskipun sesekali pengeluaran masih dapat terjadi, retensi
air yang dapat menimbulkan edema tungkai, mengantuk, sesak napas, lesu, bingung, kejang atau
koma pada kasus berat, dan nyeri dada akibat perikarditis. Biasanya pasien tidak memperhatikan
tanda/gejala awal ini tetapi lebih terfokus pada keluhan penyakit penyerta.
b. Gagal Ginjal Kronis
Terjadi penurunan fungsi ginjal yang lambat dengan tanda/gejala yang minimal. Banyak
pasien yang tidak menyadari timbulnya keadaan tersebut sampai fungsi ginjal hanya tinggal
25%. Penyebabnya adalah diabetes dan hipertensi. Beberapa tanda dan gejala yang mungkin
dapat diketahui adalah hipertensi, penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, anemia, mual
dan muntah, lesu dan gelisah, kelelahan, nyeri kepala tanpa sebab yang jelas, penurunan daya
ingat, kedutan dan kram otot, BAB berdarah, kulit kekuningan, dan rasa gatal.
c. BPH (Benign Prostat Hiperplasia/Hipertropi)
BPH adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia
beberapa atau semua komponen prostat, meliputi antara lain: jaringan kelenjar dan jaringan
fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika. Gejala klinik terjadi oleh
karena 2 hal, yaitu penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih dan Retensi air
kemih dalam kandung kemih yang menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung
kemih dan cystitis. Gejala klinik dapat berupa frekuensi berkemih bertambah, berkemih pada
malam hari, kesulitan dalam hal memulai dan menghentikan berkemih, air kemih masih tetap
menetes setelah selesai berkemih, rasa nyeri pada waktu berkemih.
d. Inkontinensia Urine
Terjadinya pengeluaran urine secara spontan pada sembarang waktu di luar kehendak.
Keadaan ini umum dijumpai pada lansia. Dari segi medis, inkontinensia mempermudah
timbulnya ulkus dekubitus, infeksi saluran kemih, sepsis, gagal ginjal, dan peningkatan angka
kematian.

6) Sistem Muskuloskeletal
a. Osteoartritis
Pada penyakit ini, rasa kaku biasanya timbul pada pagi hari setelah tidur, dan sendi terasa
nyeri jika digerakkan, tetapi dapat menghilang beberapa saat setelah digerak-gerakan. Rasa nyeri
dan kaku dapat timbul secara bergantian selama beberapa bulan atau tahun. Peradangan ini
paling bersifat asimetris. Osteoartritis terjadi akibat ausnya sendi, yang merusak tulang rawan
pada lapisan terluar sendi karena penggunaan sendi yang berulang-ulang. Tulang yang
berdekatan akan saling bergeser sehingga menimbulkan rasa nyeri. Penyakit ini biasanya
mengenai daerah lutut dan punggung.
b. Artritis rheumatoid (arthritis simetris)
Pada penyakit ini, kaku pada pagi hari tidak mereda setelah 1 atau 2 jam. Kadang-kadang
kaku merupakan tanda awal penyakit ini. Peradangan sendi lain dapat berupa nyeri dan keletihan
yang semakin berat. Pembengkakan sendi pada beberapa bagian tubuh seperti tangan, kaki, siku,
pergelangan kanan-kiri yang terpapar secara simetris juga dimasukkan dalam criteria arthritis
rheumatoid.
c. Ankylosing spondylitis
Penyakit ini paling sering mengenai tulang belakang atau bagian lain, seperti bahu,
tangan, dan kaki, biasanya secara asimetris.
d. Psoriatic arthritis
Hingga 30% pengidap psoriasis juga akan mengalami psoriatic arthritis. Kelainan ini
biasanya bersifat asimetris, tetapi juga dapat timbul secara simetris, menyerupai arthritis
rheumatoid.
e. Pirai (gout)
Jenis arthritis ini menimbulkan nyeri yang cukup hebat dengan terjadinya penumpukan
asam urat di sendi-sendi. Keadaan ini biasanya pertama kali mengenai ibu jari kaki sampai
berwarna kemerahan dan bengkak, tetapi juga dapat mengenai sendi lainnya. Rasa nyeri tersebut
dapat cepat berkembang.
f. Artritis pada lupus
Artritis dapat terjadi pada lupus eritematosus, yaitu penyakit peradangan kronis jaringan
ikat yang terjadi karena sistem imunitas tubuh menyerang jaringan atau organ pasien sendiri.
Inflamasi terlihat pada berbagai sistem tubuh yang berbeda, mencakup sendi, kulit, ginjal, sel
darah, jantung, dan paru.
g. Peradangan sendi
Keparahan penyakit ini dinilai berdasarkan derajat ketidakmampuan pergerakan yang
ditimbulkannya. Bagi seseorang dengan fisik yang aktif, gangguan arthritis ringan sudah
dianggap sebagai suatu bencana.
h. Osteoporosis
Keadaan ini merupakan kondisi tulang yang keropos, rapuh, atau mudah patah.
Penyebabnya adalah perubahan kadar hormon, kekurangan kalsium dan vitamin D, dan/atau
kurangnya aktivitas fisik. Osteoporosis merupakan penyebab utama fraktur orang dewasa
terutama pada kaum perempuan.

7) Sistem Penglihatan
a. Katarak
Katarak merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekeruhan pada lensa mata. Katarak
yang tidak mendapatkan penanganan dapat menyebabkan glaucoma fakomorfik. Lensa mata
yang menua pada katarak dengan zonula siliaris yang lemah dapat tergeser ke depan atau ke
belakang sehingga persepsi cahaya yang memasuki mata menjadi terganggu dan mengaburkan
penglihatan seseorang. Katarak pada lansia ditandai dengan kekeruhan lensa mata,
pembengkakan lensa yang berakhir dengan pengerutan dan kehilangan sifat transparansinya.
Pada keadaan lain katarak akibat usia lanjut ini, kapsul lensa akan mencair membentuk cairan
kental putih yang menimbulkan peradangan hebat jika kapsul lensa mengalami rupture dan
cairan tersebut keluar, yang disebut katarak Morgagni.
8) Sistem Pendengaran
a. Presbiakusis
Presbiakusis merupakan istilah kedokteran untuk gangguan pendengaran pada lansia.
Keadaan ini biasanya terjadi pada usia 55 tahun atau lebih. Penyebab gangguan pendengaran
lainnya pada orang berusia tua antara lain karena infeksi atau kerusakan di telinga dalam.
Kemunduran pendengaran ini muncul bertahap dalam beberapa tahun, yang mungkin tidak
disadari pada awalnya. Gangguan tersebut baru diketahui ketika pasien mengalami kesulitan
mendengar suara orang menelepon atau mengikuti pembicaraan pada kumpulan orang ramai.
Teman atau anggota family dapat terkejut karena pasien menyetel televisi terlalu keras atau
meminta pengulangan pertanyaan berkali-kali. Gangguan pendengaran ini dapat menimbulkan
keterasingan dan ketidakmampuan mendengar tanda bahaya.

9) Sistem Endokrin
a. Diabetes
Seseorang disebut mengidap diabetes jika terdapat kenaikan kadar gula darah yang
menetap. Penyakit ini terjadi pada segala umur, walaupun umumnya lebih sering dijumpai pada
lansia sebagai suatu penyakit kronis, yaitu sekitar 18% pada kelompok individu berumur 65
tahun dan 25% di atas 85 tahun. Umumnya terdapat 5 tanda gejala awal, yaitu peningkatan
frekuensi berkemih, rasa haus, bertambahnya nafsu makan, infeksi atau luka yang sukar sembuh,
dan lesu. Kadang-kadang gejala terawal berupa penglihatan yang kabur.

10) Sistem Reproduksi


a. Disfungsi Ereksi
Disfungsi ereksi berarti kegagalan terjadinya dan ketidakmampuan mempertahankan
ereksi pada 50% usaha penetrasi pada persetubuhan. Disfungsi ereksi dapat terjadi dari waktu ke
waktu pada berbagai tingkat umur setelah dewasa. Walaupun insiden disfungsi ereksi meningkat
seiring pertambahan usia, prevalensinya mencapai sekitar 52% pada umur antara 40-70 tahun
dan meningkat pada orang yang lebih tua, yaitu hampir mencapai 95% pada pria berumur >70
tahun, terutama dengan penyakit penyerta seperti diabetes. Disfungsi ereksi dapat timbul akibat
gangguan vascular, neurogenik, endokrin, kelainan struktur penis, efek samping obat, dan stress
psikologis.
B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
1. Pengkajian
Pengkajian multidimensional meliputi kesehatan mental dan fisik, fungsi tubuh, dan situasi
social. Pengkajian yang difokuskan yaitu pada pengkajian etiologi fisiologis, psikologis, dan
lingkungan dari kondisi gangguan mental pada lanjut usia yag dirawat (Kushariyadi, 2010).
a. Identitas
Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat,
suku bangsa, agama, No.registrasi, pendidikan, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal dan
jam masuk Rumah Sakit.
b. Riwayat keluarga
Terdapat genogram
c. Riwayat pekerjaan
d. Riwayat lingkungan hidup
e. Riwayat rekreasi
f. Sumber / sistem pendukung yang digunakan
g. Kebiasaan ritual (sembahyang)
h. Status kesehatan saat ini
 Obat-obatan.
 Status Imunisasi
 Status imunisasi klien lengkap
 Alergi
 Penyakit yang diderita
 Nutrisi
i. Status Kesehatan Masa lalu
j. Pengkajian Status Fungsional, Kognitif, Afektif, Psikologis dan Sosial
a. Pengkajian Status Fungsional
Pengkajian status fungsional adalah suatu pengukuran kemampuan seseorang untuk
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional
dapat mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien, menimbulkan pemilihan intervensi
yang tepat (Lueckenotte, 1997). Macam-Macam Pengkajian Fungsional , yaitu :
1) Indeks Katz
Perubahan penuaan dan masalah kesehatan sering menunjukkan penurunan status
fungsional pada lansia. Salah satu cara terbaik untuk mengevaluasi status kesehatan lansia adalah
melalui penilaian fungsional yang menyediakan data objektif yang dapat menunjukkan
penurunan masa depan atau peningkatan status kesehatan (Wallace dan Shelkey, 2008).
Pengkajian Katz di kegiatan sehari-hari, sering disebut sebagai Katz ADL, adalah
instrumen yang paling tepat untuk menilai status fungsional sebagai pengukuran kemampuan
klien untuk melakukan kegiatan sehari-hari hidup secara mandiri. Indeks Katz adalah alat yang
secara luas digunakan untuk menentukan hasil-hasil tindakan dan prognosis pada lansia dan
penyakit kronis. Indeks Katz pada aktivitas sehari-hari berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri
atau tergantung dari klien dalam mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah, kontinensia, dan
makan (Lueckonette, 1997). Instrumen ini paling efektif digunakan lansia saat perawatan. Saat
pengukuran awal, diambil ketika klien dalam kondisi baik.
Tiga puluh lima tahun sejak instrumen dikembangkan, instrumen telah dimodifikasi dan
disederhanakan dan pendekatan yang berbeda untuk penilaian telah dilakukan. Meskipun tidak
ada laporan reliabilitas dan validitas resmi dapat ditemukan dalam literatur, alat ini digunakan
secara luas untuk mengukur kemampuan fungsional lansia di lingkungan klinis dan rumah
(Wallace dan Shelkey, 2008).
Indeks Katz terdiri dari 7 tingkatan sebagai hasil penilaian terhadap perihal melakukan
kegiatan sehari-hari, yaitu :
INDEKS KATZ
SKORE KRITERIA
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah ke kamar kecil, berpakaian dan
mandi
B Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari fungsi tersebut
C Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan satu fungsi
tambahan
D Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian dan
satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian,ke
kamar kecil dan satu fungsi tambahan
F Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian,
berpindah, dan satu fungsi tambahan
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut
Lain-lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi, tidak dapat diklasifikasikan sebagai
C, D, E, F dan G
Berikut klasifikasi tindakan, yaitu :
a) Mandi
Mandiri : bantuan hanya pada satu bagian mandi atau mandi sendiri sepenuhnya.
Tergantung : bantuan mandi lebih dari satu bagian mandi, bantuan masuk dan keluar dari bak
mandi, serta tidak mandiri sendiri.
b) Berpakaian
Mandiri : mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaskan pakaian,
mengancingi/mengikat pakaian.
Tergantung : tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya sebagian.
c) Pergi ke toilet
Mandiri : masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian membersihkan genitalia sendiri.
Tergantung : menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil dan menggunakan pispot.
d) Berpindah
Mandiri : berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk, bangkit dari kursi sendiri.
Tergantung : bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau kursi, tidak melakukan
atu,atau lebih perpindahan.
e) Kontinensia
Mandiri : BAB dan BAK seluruhnya dikontrol sendiri
Tergantung : Inkontinensia parsial atau total, penggunaan kateter, pispot, enema, dan
pembalut.
f) Makan
Mandiri : mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri.
Tergantung : bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring dan menyuapinya, tidak
makan sama sekali, dan makan parenteral (NGT). (Maryam, 2008)
b. Pengkajian Status Kognitif dan Afektif
1) Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ) merupakan instrument pengkajian
sederhana yang digunakan untuk menilai fungsi intelektual maupun mental dari lansia. Adapun
format SPMSQ adalah sebagai berikut :
Skore No Pertanyaan Jawaban
+ -
1 Tanggal berapa hari ini ?
2 Hari apa sekarang ?
3 Apa nama Tempat ini ?
4 Berapa nomor telepon anda ?
Dimana Alamat anda ?
(tanyakan bila tidak memiliki telepon)
5 Berapa umur anda ?
6 Kapan anda lahir ?
7 Siapa Presiden Indonesia sekarang ?
8 Siapa Presiden sebelumnya ?
9 Siapa nama ibu anda ?
10 Berapa 20 dikurangi 3 ? (Begitu seterusnya sampai
bilangan terkecil)

Keterangan :
a) Kesalahan 0 -2 : Fungsi Inteletual Utuh
b) Kesalahan 3-4 : Kerusakan Inteletual Ringan
c) Kesalahan 5-7 : Kerusakan Inteletual Sedang
d) Kesalahan 8-10 : Kerusakan Intelektual Berat

2) Mini Mental State Exam (MMSE)


Pengkajian Gerontik Mini Mental State Exam (MMSE) menguji aspek-aspek kognitif
dari fungsi mental. Mini Mental State Exam (MMSE) merupakan instrument pengkajian
sederhana yang digunakan untuk mengetahui kemampuan seseorang dalam berfir atau menguji
aspek aspek kognitif apakah ada perbaikan atau semakin memburuk. Adapun format penilaian
MMSE, adalah sebagai berikut :

Nilai Pasien Pertanyaan


Maksimum
Orientasi
5 5 ( Tahun ) ( Musim ) ( Tanggal ) ( Hari ) ( Bulan apa sekarang ) ?
5 5 Dimana kita : ( Negara bagian 0 ( Wilayah ) (Kota) ( Rumah sakit
) (Lantai ) ?
Registrasi
3 3 Sebutkan Nama 3 Objek : 1 detik untuk mengatakan masing-
masing. Beri 1 poin untuk setiap jawaban yang benar.
Perhatian dan Kalkulasi
5 2 Seri 7’s 1 poin untuk setiap kebenaran
Berhenti setelah 5 jawaban. Berganti eja “kata” ke belakang
Mengingat
3 3 Meminta untuk mengulang ketiga objek diatas
Berikan 1 poin untuk setiap kebenaran
Bahasa
9 9 Nama Pensil dan melihat ( 2 poin )
Mengulang hal berikut : tidak ada jika, dan atau tetapi ( 1 poin )
Nilai Total
Keterangan :
Skor 24-30 : Status kognitif normal
Skor 17-23 : Kemungkinan gangguan kognitif
Skor 0-16 : Gangguan kognitif

c. Pengkajian Status Sosial


APGAR keluarga dengan lansia merupakan alat skrining singkat yang dapat digunakan
untuk mengkaji fungsi sosial lansia. Berikut pengamatannya :
APGAR keluarga
No. Fungsi Uraian Skor
1. Adaptasi Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga (teman-
teman) saya untuk membantu pada waktu sesuatu
menyusahkan saya
2. Hubungan Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya
membicarakan sesuatu dengan saya dan mengungkapkan
masalah dengan saya
3. Pertumbuhan Saya puas bahwa keluarga (teman-teman) saya menerima dan
mendukung keinginan saya untuk melakukan aktivitas atau
arah baru
4. Afeksi Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya
mengekspresikan afek dan berespon terhadap emosi-emosi
saya, seperti marah, sedih atau mencintai
5. Pemecahan Saya puas dengan cara teman-teman saya dan saya
menyediakan waktu bersama-sama
PENILAIAN : Pertanyaan-pertanyaan yang di jawab :
 Selalu : Skore 2
 Kadang-kadang : Skore 1
 Hampir Tidak Pernah : Skore 0

Interpretasi hasil :
A. Skor : 8-10 : fungsi sosial normal
B. Skor : 5-7 : fungsi sosial cukup
C. Skor : 0-4 : fungsi sosial kurang/suka menyendiri
d. Pengkajian Status Psikologi
No. Uraian Depresi Beck Skor
A. Kesedihan
3 Saya sangat sedih atau tidak bahagia dimana saya tak dapat menghadapinya
2 Saya galau atau sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat keluar darinya
1 Saya merasa sedih atau galau
0 Saya tidak merasa sedih
B. Pesimisme
3 Saya merasa bahwa masa depan saya adalah sia-sia dan sesuatu tidak dapat
membaik
2 Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk memandang kedepan
1 Saya merasa terkecil hati mengenai masa depan
0 Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa depan
C. Rasa Kegagalan
3 Saya merasa saya benar-benar gagal sebagai seseorang (orang tua, suami,
istri)
2 Seperti melihat kebelakang hidup saya, semua yang dapat saya lihat hanya
kegagalan
1 Saya merasa saya telah gagal melebihi orang pada umumnya
0 Saya tidak merasa gagal
D. Ketidakpuasan
3 Saya tidak puas dengan segalanya
2 Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari apapun
1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan
0 Saya tidak merasa tidak puas
E. Rasa Bersalah
3 Saya merasa seolah-olah saya sangat buruk atau tak berharga
2 Saya merasa sangat bersalah
1 Saya merasa buruk atau tak berharga sebagai bagian dari waktu yang baik
0 Saya tidak merasa benar-benar bersalah
F. Tidak Menyukai Diri Sendiri
3 Saya benci diri saya sendiri
2 Saya muak dengan diri saya sendiri
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai membahayakan diri
sendiri
G. Membahayakan Diri Sendiri
3 Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya mempunyai kesempatan
2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
1 Saya merasa lebih baik mati
0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai membahayakan diri
sendiri
H. Menarik Diri dari Sosial
3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak perduli
pada mereka semua
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak sedikit
perasaan pada mereka
1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada sebelumnya
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain
I. Keragu-raguan
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan
1 Saya berusaha mengambil keputusan
0 Saya membuat keputusan yang baik
J. Perubahan Gambaran Diri
3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikan
2 Saya merasa bahwa ada perubahan-perubahan yang permanen dalam
penampilan saya dan ini membuat saya tidak menarik
1 Saya khawatir bahwa saya tampak tua atau tidak menarik
0 Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk dari pada sebelumnya
K. Kesulitan Kerja
3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali
2 Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk melakukan
sesuatu
1 Ini memerlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan sesuatu
0 Saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya
L. Keletihan
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 Saya lelah untuk melakukan sesuatu
1 Saya lebih lelah dari yang biasanya
0 Saya tidak lebih lelah dari biasanya
M. Anoreksia
3 Saya tidak lagi mempunyai nafsu makan sama sekali
2 Nafsu makan saya sangat buruk sekarang
1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya
0 Nafsu makan saya tidak buruk dari yang biasanya
Interpretasi Hasil :
0-4 : Depresi tidak ada atau minimal
5-7 : Depresi ringan
8-15 : Depresi sedang
>15 : Depresi berat

e. Pengkajian Depresi
Pengkajian Depresi pada lansia menggunakan Geriatric Depression Scale (GDS), yaitu
sebagai berikut :
Beri tanda ceklist (√) antara jawaban ya atau tidak pada tiap pertanyaan.
Beri tanda silang ( √ ) di Kolom yang telah diberikan Ya Tidak
1. Apakah anda puas dengan kehidupan anda?
2. Apakah anda mengurangi banyak aktivitas dan hobi anda?
3. Apakah anda merasa kehidupan anda terasa hampa?
4. Apakah anda senantiasa bosan?
5. Apakah anda memiliki harapan pada masa depan?
6. Apakah anda terganggu dengan pikiran yang tidak dapat dilupakan?
7. Apakah anda bersemangat setiap waktu?
8. Apakah anda takut tentang sesuatu yang buruk yang akan menimpa
anda?
9. Apakah anda merasa bahagia setiap waktu?
10. Apakah anda merasa tidak berdaya?
11. Apakah anda merasa gelisah dan gugup?
12. Apakah anda lebih memilih di dalam rumah daripada berjalan-jalan ke
luar dan melakukan sesuatu yang baru?
13. Apakah anda selalu khawatir akan masa depan anda?
14. Apakah anda memiliki masalah pada ingatan?
15. Apakah anda berfikir bahwa luar biasa anda diberikan kehidupan
sampai sekarang?
16. Apakah anda selalu merasa kecewa dan sedih?
17. Apakah anda merasa tidak berguna?
18. Apakah anda mengkhawatirkan masa lalu anda?
19. Apakah anda menemukan kehidupan yang menyenangkan?
20. Apakah anda memiliki kesulitan untuk memulai hal yang baru?
21. Apakah anda memiliki energi maksimal?
22. Apakah anda merasa situasi anda saat ini tidak tertolong?
23. Apakah anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari anda?
24. Apakah anda selalu menangisi hal-hal kecil?
25. Apakah anda selalu merasa ingin menangis?
26. Apakah anda memiliki kesulitan dalam berkonsentrasi?
27. Apakah anda menikmati suasana bangun di pagi hari?
28. Apakah anda lebih memilih untuk menghindari perkumpulan sosial?
29. Apakah anda mudah untuk membuat keputusan?
30. Apakah pikiran anda jernih?
Interpretasi Hasil :
Nilai 0-9 : normal
Nilai 10-19 : depresi ringan
Nilai 20-30 : depresi berat

2. Diagnosa Keperawatan Yang Sering Muncul


Berikut ini adalah diagnosa keperawatan yang sering muncul dalam penatalaksanaan untuk
menanggulangi gangguan biologis pada lansia:
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. peningkatan produksi sputum, penyempitan jalan
napas.
2) Ketidakefektifan pola napas b.d. edema paru, bronkokontriksi.
3) Gangguan pertukaran gas b.d. kerusakan alveolus.
4) Nyeri akut b.d. peningkatan tekanan vascular serebral.
5) Inkontinensia alvi/urine b.d. menurunnya fungsi fisiologis otot-otot sfingter karena penuaan.
6) Kelebihan volume cairan b.d. kerusakan fungsi ginjal.
7) Defisit volume cairan b.d. kehilangan cairan berlebihan karena diare.
8) Nyeri akut/kronis b.d. fraktur dan spasme otot, inflamasi dan pembengkakan, distensi
jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi.
9) Konstipasi b.d. imobilitas atau terjadinya ileus (obstruksi usus).
10) Kerusakan mobilitas fisik b.d. nyeri, alat imobilisasi, dan keterbatasan beban berat badan,
deformitas skeletal.
11) Gangguan citra tubuh b.d. perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum,
peningkatan penggunaan energi atau ketidakseimbangan mobilitas.
12) Kerusakan integritas kulit b.d. imobilisasi/tirah baring yang lama.
13) Risiko cidera b.d. rapuhnya tulang, kekuatan tulang yang berkurang.
14) Defisit perawatan diri b.d. kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan,
nyeri saat bergerak atau depresi.
15) Gangguan pola tidur b.d. nyeri, fibrosistis.
16) Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis, dan pengobatan akibat kurang
mengingat, kesalahan interpretasi informasi.
17) Ansietas b.d. kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman mengenai perawatan
pascaoperatif, pemberian obat.
18) Risiko cidera b.d. kerusakan penglihatan, kesulitan keseimbangan.
19) Nyeri b.d. trauma, peningkatan TIO, inflamasi intervensi bedah.
20) Peningkatan kadar gula darah b.d. kerusakan insulin.
21) Risiko tinggi infeksi b.d. perawatan luka gangren yang tidak adekuat.
22) Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan suplai darah ke daerah perifer.
23) Gangguan pola seksual b.d. nyeri, kelemahan, sulit mengatur posisi, dan kurang adekuat
lubrikasi.
24) Ketidakberdayaan b.d. perubahan fisik dan psikologis akibat penyakit.

3. Rencana Keperawatan
Berikut ini adalah contoh rencana keperawatan yang bisa diberikan untuk beberapa diganosa
keperawatan di atas:
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. peningkatan produksi sputum,
penyempitan jalan napas.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan bersihan jalan napas klien
efektif dengan kriteria hasil :
a. Klien menyatakan perasaan lega.
b. Keluarnya sputum/sekret.
c. Klien mampu melakukan batuk efektif dan menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan
sekresi.
Rencana Keperawatan :
1. Bina Hubungan Saling Percaya
R/ Terjadi keterbukaan antara perawat, pasien, serta keluarganya.
2. Jelaskan pasien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan
sekret di saluran pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap
rencana teraupetik.
3. Ajarkan pasien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
4. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
5. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frekuensi napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
6. Tahan napas selama 3-5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin
melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2
batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
7. Auskultasi paru sebelum dan sesudah pasien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk pasien.
8. Ajarkan pasien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi: mempertahankan hidrasi yang
adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang
mengarah pada atelektasis.
9. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
10. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain, dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
a. Pemberian expectoran.
b. Pemberian antibiotika.
c. Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan mengevaluasi perbaikan kondisi
pasien atas pengembangan parunya.

2) Nyeri akut/kronis b.d. fraktur dan spasme otot, inflamasi dan pembengkakan, distensi
jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau terkontrol
dengan kriteria hasil:
a. Klien menyatakan perasaan nyaman.
b. Klien menunjukkan raut wajah lega.
c. Klien menyatakan skala nyeri berkurang.
Rencana Keperawatan :
1. Kaji keluhan nyeri, skala nyeri, serta catat lokasi dan intensitas, faktor-faktor yang
mempercepat, dan respon rasa sakit nonverbal.
R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan efektivitas program.
2. Berikan matras/kasur keras, bantal. Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan.
R/ Matras yang empuk/lembut, bantal yang besar akan menjaga pemeliharaan kesejajaran
tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian tempat tidur
menurunkan tekanan pada sendi yang nyeri.
3. Biarkan klien mengambil posisi yang nyaman waktu tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan
istirahat di tempat tidur sesuai indikasi.
R/ Pada penyakit yang berat/eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi
nyeri atau cidera.
4. Tempatkan atau pantau penggunaan bantal, karung pasir, gulungan trokanter, bebat atau
brace.
R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan
brace dapat menurunkan nyeri/kerusakan pada sendi. Imobilisasi yang lama dapat
mengakibatkan hilang mobilitas/fungsi sendi.
5. Anjurkan klien untuk sering merubah posisi. Bantu klien untuk bergerak di tempat tidur,
sokong sendi yang sakit di atas dan di bawah, serta hindari gerakan yang menyentak.
R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi,
mengurangi gerakan/rasa sakit pasa sendi.
6. Anjurkan klien untuk mandi air hangat. Sediakan waslap hangat untuk kompres sendi yang
sakit. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.
R/ Meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit, dan menghilangkan
kekakuan pada pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat
disembuhkan.
7. Berikan masase yang lembut.
R/ Meningkatkan relaksasi/mengurangi tegangan otot.
8. Dorong penggunaan teknik manajemen stress, misal relaksasi progresif, sentuhan terapeutik,
biofeedback, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas.
R/ Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol nyeri, dan dapat meningkatkan
kemampuan koping.
9. Libatkan dalam aktivitas hiburan sesuai dengan jadwal aktivitas klien.
R/ Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya
diri dan perasaan sehat.
10. Beri obat sebelum dilakukan aktivitas/latihan yang direncanakan sesuai dengan petunjuk.
R/ Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot/spasme, memudahkan untuk ikut serta
dalam terapi.

3) Risiko cidera b.d. rapuhnya tulang, kekuatan tulang yang berkurang


Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan klien tidak mengalami fraktur
baru dengan kriteria hasil :
a. Mempertahankan postur tubuh yang bagus.
b. Mempergunakan mekanika tubuh yang baik.
c. Mengonsumsi diet seimbang tinggi kalsium dan vitamin D.
d. Rajin menjalankan latihan pembebanan berat badan.
e. Istirahat dengan berbaring beberapa kali sehari.
f. Berpartisipasi dalam aktivitas di luar rumah.
g. Menciptakan lingkungan rumah yang nyaman.
Rencana Keperawatan:
1. Bina hubungan saling percaya.
R/ Terjadi keterbukaan antara perawat, pasien, serta keluarganya.
2. Dorong klien untuk latihan memperkuat otot, mencegah atrofi, dan menghambat
demineralisasi tulang progresif.
R/ Latihan fisik setiap hari, misal: berjalan kaki, olahraga ringan dapat menjaga kekuatan dan
kepadatan tulang.
3. Latihan isometrik, untuk memperkuat otot batang tubuh.
R/ Terapi diperlukan untuk mempertahankan fungsi otot.
4. Jelaskan kepada klien pentingnya menghindari membungkuk mendadak, melenggok, dan
mengangkat beban lama.
R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi,
mengurangi gerakan/rasa sakit pasa sendi.
5. Berikan informasi bahwa aktivitas di luar rumah penting untuk memperbaiki kemampuan
tubuh menghasilkan vitamin D.
R/ Vitamin D dapat membantu tulang untuk mengabsorbsi kalsium yang berguna untuk
menjaga kepadatan tulang.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Masa lanjut usia (lansia) dimulai setelah pensiun biasanya antara usia 65-75 tahun. Proses
menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai suatu waktu tertentu, tetapi
dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti
seseorang telah menjalani tiga tahap kehidupannya yaitu: anak, dewasa dan tua. Lansia bukan
suatu penyait, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Lansia adalah
keadaan yang ditandai dengan kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan
terhadap kondisi stress fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan
untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individu. Klasifikasi lansia terdiri dari : pralansia,
lansia, lansia risiko tinggi, lansia potensial, lansia tidak potensial.

B. Saran
Adapun saran yang ingin penulis sampaikan pada mahasiswa.
1. Dalam membuat makalah, kelompok diharapkan dapat menjelaskan asuhan keperawatan
pada lansia dengan gangguan biologis.
2. Proses penuaan yang dialami dapat menimbulkan berbagai masalah fisik, psikis dan sosial
bagi pasien dan keluarga. Oleh karena itu perawat sebaiknya meningkatkan pendekatan-
pendekatan melalui komunikasi terapeutik, sehingga akan tercipta lingkungan yang nyaman
dan kerja sama yang baik dalam memberikan asuhan keperawatan gerontik.
3. Perawat sebagai anggota tim kesehatan yang paling banyak berhubungan dengan pasien
dituntut meningkatkan secara terus menerus dalam hal pemberian informasi dan pendidikan
kesehatan sesuai dengan latar belakang pasien dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Effendy, N. 2009. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.

Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperwatan Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika.

Maryam, R Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik.
Jakarta: EGC.

Stanly. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai