PEMBAHARUAN PEMIKIRAN
FĀTIMĀH MERNISSĪ
A. Pendahuluan
Kajian, Perbincangan, dan diskursus masalah
perempuan, merupakan topik yang terus hidup sejak
lama sampai sekarang. Hal ini berkembang seiring
dengan pembahasan hak-hak asasi manusia, yang tidak
hanya berimplikasi pada tataran politik, ekonomi, hukum
bahkan berimbas pula pada pembahasan Agama,
termasuk Islām, dan diantaranya adalah permasalahan
perempuan dalam Islām.4
Perjuangan, gerakan dan perbincangan-
perbincangan mengenai Feminisme dalam dunia muslim
menemui masa-pentingnya, setidaknya pada saat
seorang “feminis muslim”, yang dengan getol
memperjuangkan pembebasan dan emansipasi
perempuan, menuntut kesetaraan laki-laki dan
perempuan, telah dilahirkan didunia ini. Dialah Fāimāh
Mernissi(FM), sosok yang dilahirkan disebuah harem
pada tahun 1940 di fez, kota abad kesembilan di Maroko,
sekitar lima ribu kilometer di sebelah Barat Timur
Madrid, salah satu ibu kota kaum kristiani yang
terkenal.5
Dalam tradisi Arab, kondisi wanita menjelang
datangnya Islām bahkan lebih memprihatinkan. Wanita
b. Intelektual
Mernissi menerima pendidikan pertama secara
tidak formal dari neneknya, Lalla Yasmina. Yasmina
banyak memberikan pelajaran tentang sejarah Islām,
termasuk kisah Nabi Muhammad dan kondisi-kondisi
perempuan sebelum Islām. Ajaran dari neneknya itulah
yang kemudian mengarahkannya pada fokus kajiannya,
yaitu tentang perempuan.27
Bersama neneknya Yasmina yang menderita
penyakit Insomnia yaitu penyakit tidak bisa tidur, Fātimā
selalu mendapat pengalaman-pengalaman yang
berharga melalui beberapa ceritanya.Terutama ketika
pagi bangun tidur dan menyantap makanan Mahrasy
(semacam serabi). Mernissi bersama saudara-
saudaranya semakin kagum dan menyayangi nenek
karena ketika bercerita mereka bebas bermain katakata.
Berbeda dengan sekolah al-Qūr'ārīnya, yang dia dapati
justru penekanan-penekanan, seperti hukuman bagi
murid yang tidak melafalkan/menghafalkan al-Oūr’ān,
menurut Fātimā Mernissi, sebenarnya jarang diantara Mu
ādirāh (pelajar yang lebih tua) yang pintar, tetapi karena
sistem patriarkhi
41 Dikutip dari makalah Febi Ayu Darmayanti. “Tokoh-Tokoh
Perempuan dalam membangun Peradaban Islām Pada Masa
Modern”.Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Usuludin dan Filsafat
UIN Syarif Hidayatūllāh, Jakarta.2014
42 Lihat skripsi yang disusun oleh, Rini Sutikmi, “Jilbab dalam Islam:
Telaah atas pemikiran ātimā Mernissi” (Yogyakarta, 2008). Hal.1-2
Mata Kuliah 18
Pemikiran Modern Dalam Islam
Tapi, satu hal yang agak berbeda pada buku ini dari
buku-buku Mernissi yang lain adalah “keengganannya”
untuk masuk lebih dalam lagi pada arena debat kusir
teologis tentang kedudukan perempuan dalam Islām.
Persoalan feminisme dalam Islām tidaklah harus melulu
serius mengagendakan perlu tidaknya penghapusan
poligami, kesetaraan harta waris, hijab, dan hal-hal lain
yang bisa menegakkan bulu alis kaum agamawan
konservatif. Mernissi ingin menampilkan area of expert-
nya itu dalam tulisan yang ringan-ringan saja alias
mudah dicerna.46
E. Penutup
1. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta.2014
Hasni Salimah S, “Perempuan dalam Islām : Hadits
Misiginis versi Fātimā
Mernissi”,http://www.vaoislam.com/muslimah/artic
le/2009/07/07/158/perempuan-dalam-islām-hadith-
misoginis-versi-fātimā -mernissi/
Iwan Hafidz Zaini, “Feminisme dalam pandangan Fātimā
Mernissi”,
http://kua-boyolali.blogspot.com
Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Bahasa
Inggris-
Indonesia,(Jakarta : Gramedia Pustaka Agama,
1976)
Limmātus Sauda’. Hadis Misoginis dalam prespektif
Hermeneutika Fātimā
Mernissi. Dalam Jurnal Mutawâtir Vol.4|No.2| Juli
-Desember 2014
Martina Sabra. “ Fātimāh mernissi srikandi dialog
muslim-Barat” dalam
hminews.com
Masduki, Anita, // Hadis Misoginis versi Fātimā Mernissi”,
www.vao-islam.com