Anda di halaman 1dari 39

Mata Kuliah 1

Pemikiran Modern Dalam Islam

PEMBAHARUAN PEMIKIRAN
FĀTIMĀH MERNISSĪ

Oleh : Rita Astriani*

Abstrak : Perjuangan, gerakan dan perbincangan-


perbincangan mengenai Feminisme dalam dunia muslim
menemui masa-pentingnya, setidaknya pada saat
seorang “feminis muslim”, yang dengan getol
memperjuangkan pembebasan dan emansipasi
perempuan, menuntut kesetaraan laki-laki dan
perempuan, telah dilahirkan didunia ini. Dialah Fātimāh
Mernissī (FM), sosok yang dilahirkan disebuah harem
pada tahun 1940 di fez, kota abad kesembilan di Maroko,
sekitar lima ribu kilometer di sebelah Barat Timur
Madrid, salah satu ibu kota kaum kristiani yang
terkenal.1
Situasi dan kondisi di sekitar Mernissi membuat ia
tumbuh menjadi remaja yang kritis, terutama dalam
masalah perempuan. Penyebab dari semua ini tidak lain
datang dari tempat tinggalnya sendiri, yaitu “Harem”.
Keadaan ini pun diperparah dengan adanya hadis yang
diterima dari gurunya semasa dipendidikan menengah
yang menyatakan bahwa batal salat seseorang apabila
disela anjing, keledai dan perempuan. Hadis ini dapat
dikatakan sebagai penyebab kecurigaan awal Mernissi
terhadap hadis, ditambah pula dengan hadis-hadis lain
yang terlihat misoginis. Lebih lanjut, kajian Mernissi
tentang masalah perempuan semakin serius ketika
dihadapkan pada realita kehidupan perempuan di Barat
yang sangat bertolak belakang dengan perempuan
Islam. Kehidupan sosial akademik Mernissi yang seperti
ini sangat mempengaruhi kajiannya tentang hadis-hadis
misoginis di kemudian hari.2

1 Dari Admin in Buku Gender, yang dikutip dari Buku “ Perempuan di


Garis Depan” (2001), Posted on, 09. Oct,2009
2 Limmatus Sauda’, “Hadis Misoginis dalam prespektif
Hermeneutika fātimā Mernissi”, Dalam Jurnal Mutawâtir, Vol.4|No.2|
Juli -Desember 2014|,294-295
Mata Kuliah 2
Pemikiran Modern Dalam Islam

Namun di atas segalanya, kehidupan masa kecil


Mernissi di lingkungan harem malah mematangkan
visinya sehingga ia berhasil menjadi scholar kaliber
international yang sangat dihormati. Menarik disimak,
yakni tumbuhnya benih-benih kritisisme Mernissi justru
ketika ia mendapat kungkungan yang kuat. Itu
merupakan pesan berharga bahwa “penjara” seketat
apa pun tidak bakal mampu mengerdilkan pemikiran
seseorang. Hanya tubuhnya saja yang terbelenggu.
Bukankah Raden Ajeng Kartini besar karena pikiran-
pikirannya yang tertuang dalam lipatan surat kepada
Abendanon, sahabatnya—ternyata mampu menerobos
kungkungan tradisi yang melingkupinya dan mampu
melampaui zamannya?3

Keywords : Feminisme, Harem , Misoginis

3 Burhanudin, Teras Terlarang Fatima Mernissi Konsep Harem dalam


prespektif Fātimā Mernissi”, dalam Islāmlib.com, 4
Mata Kuliah 3
Pemikiran Modern Dalam Islam

A. Pendahuluan
Kajian, Perbincangan, dan diskursus masalah
perempuan, merupakan topik yang terus hidup sejak
lama sampai sekarang. Hal ini berkembang seiring
dengan pembahasan hak-hak asasi manusia, yang tidak
hanya berimplikasi pada tataran politik, ekonomi, hukum
bahkan berimbas pula pada pembahasan Agama,
termasuk Islām, dan diantaranya adalah permasalahan
perempuan dalam Islām.4
Perjuangan, gerakan dan perbincangan-
perbincangan mengenai Feminisme dalam dunia muslim
menemui masa-pentingnya, setidaknya pada saat
seorang “feminis muslim”, yang dengan getol
memperjuangkan pembebasan dan emansipasi
perempuan, menuntut kesetaraan laki-laki dan
perempuan, telah dilahirkan didunia ini. Dialah Fāimāh
Mernissi(FM), sosok yang dilahirkan disebuah harem
pada tahun 1940 di fez, kota abad kesembilan di Maroko,
sekitar lima ribu kilometer di sebelah Barat Timur
Madrid, salah satu ibu kota kaum kristiani yang
terkenal.5
Dalam tradisi Arab, kondisi wanita menjelang
datangnya Islām bahkan lebih memprihatinkan. Wanita

4 Anita Masduki, “Hadis Misoginis versi Fātimāh Mernissi”,www.vao-


islām.com, 1
5 Dari Admin in Buku Gender yang dikutip dari Buku “ Perempuan di
Garis Depan” (2001), Posted on, 09. Oct,2009
Mata Kuliah 4
Pemikiran Modern Dalam Islam

dimasa Jahiliyyah dipaksa untuk selalu taat kepada


kepala suku atau suaminya. Mereka dipandang seperti
binatang ternak yang bisa dikontrol, dijual atau bahkan
diwariskan.6 Selain itu juga sejarah peradaban manusia
mencatat bahwa sebelum datangnya Islām, kedudukan
wanita sangat mengkhawatirkan. Mereka tidak
dipandang sebagai manusia yang pantas dihargai.
Bahkan wanita tidak lebih dipandang sebagai makhluk
pembawa sial dan memalukan serta tidak mempunyai
hak untuk diposisikan di tempat terhormat
dimasyarakat. Praktek inhuman ini tercatat berlangsung
lama dalam sejarah peradaban masyarakat terdahulu.
Dalam tradisi dan hukum Romawi kuno bahkan
disebutkan bahwa wanita adalah makhluk yang selalu
tergantung kepada laki-laki. Jika seorang wanita
menikah, maka dia dan seluruh hartanya secara
otomatis menjadi milik sang suami.7
Sampai saaat ini, masih ada yang memposisikan
perempuan sebagai warga kelas dua ( the second people
). Hal ini terlihat pada aturan, kebiasaan, budaya dan
penafsiran agama yang mengarah pada pengekangan
dan perampasan hak-hak perempuan. Dalam
masyarakat Islām misalnya, ada anggapan bahwa suara
perempuan adalah aurat. Dalam pemahaman ini akses
perempuan dalam mengaktualisasikan dirinya di ranah
publik terhalangi.8
Islām muncul disaat perempuan mengalami
puncak keteraniayaan, dimana hak untuk hidup, yang
merupakan hak asasi setiap manusia tidak bisa mereka
dapatkan. Islām datang menyelamatkan manusia dari
alam kegelapan menuju cahaya. Islāmlah yang
mengangkat derajat dan martabat perempuan dan
memberikan hak-hak mereka secara adil. Islām
menempatkan perempuan sederajat dengan laki-laki,
6Iwan Hafidz Zaini, “Feminisme dalam Pandangan Fātimāh Mernissi”,
http://kua-boyolali.blogspot.com, 4
7 Iwan Hafidz Zaini, “Feminisme dalam Pandangan Fātimāh
Mernissi”, 1
8 Iwan Hafidz Zaini, “Feminisme dalam Pandangan Fatimah
Mernissi”, 1
Mata Kuliah 5
Pemikiran Modern Dalam Islam

seperti firman Allāh dalam al-Qūrān surat al-Hūjarāh ayat


13:9
‫س إننُاَ رخلرمقرناَفكمم إممن ذرركرر روأفنُمترثىَ رورجرعملرناَفكمم فشفعوُبباَ روقَرترباَئإرل لإتِرترعاَررففوُا إنن‬
‫ريَاَ أريَيترهاَ النناَ ف‬
(13) ‫أرمكرررمفكمم إعمنرد اللنإه أرتَمترقاَفكمم إنن اللنهر رعإليِرم رخإبيِرر‬
Artinya : “ Wahai Manusia ! Sungguh, kami telah
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sungguh , yang paling muia diantara kamu disisi All āh
adalah orang yang paling bertakwa. sungguh, All āh
maha mengetahui, Maha teliti.” (Q.S AL- Hūjurā : 13 )10
Artinya derajat laki-laki dan perempuan sama
dalam pandangan Allāh, ketakwaanlah yang
membedakan satu sama lainnya. Begitu pula, banyak
hadis yang menunjukkan kesamaan harkat laki-laki dan
perempuan. Namun demiakian, ada saja dikalangan
orang Islām sendiri yang dengan pemahamannya yang
liar menkontruksi ajaran Islām, dan berakhir dengan
menyalahkan ajaran Islām Diantaranya adalah Fātimā
Mernissi, yang mengungkapkan keresahannya tentang
peranan perempuan dalam Islām, mempertanyakan
hadis-hadis yang di anggap meminggirkan perempuan,
yang dikenal sebagai ayat-ayat misoginis11.12
Selain untuk mengetahui pemahaman Mernissi
tentang hadis-hadis misoginis, penjelasan Mernissi ini
dipaparkan untuk menelusuri kerangka hermeneutika

9 Anita Masduki, “Hadis Misiginis versi Fatimah Mernissi”, 1


10 Q.s. Al-Hūjarāh [49] : 13
11 kata misoginis dalam kamus Bahasa Inggris berasal dari kata “
Misogyny” yang berarti kebencian terhadap wanita” (Jhon M. Echols
dan Hassan Shadily, Kamus Bahasa Inggris-Indonesia,(Jakarta :
Gramedia Pustaka Agama, 1976), 382. Dalam kamus ilmiah populer
terdapat tiga ungkapan yaitu : “Misogin” berarti : benci akan
perempuan, membenci perempuan, “misogini” berarti, benci akan
perempuan, perasaan benci akan perempuan” sedang “ misoginis”
artinya “laki-laki yang benci kepada perempuan”. Namun secara
terminiologi istilah misoginis juga digunakan untuk doktrin-doktrin
sebuah aliran pemikiran yang secra zahir memojokkan dan
merendahkan derajat perempuan.
12 Anita Masduki, “Hadis Misiginis versi Fātimāh Mernissi”, 1
Mata Kuliah 6
Pemikiran Modern Dalam Islam

hadisnya. Hadis-hadis misoginis ini dipilih bukan karena


latar belakang Mernissi yang memang seorang feminis
dan sosiolog. Background Mernissi ini tampak sangat
dominan dalam pemikiran hermeneutikanya. Sebagai
seorang sosiolog sekaligus feminis, ia ingin menunjukkan
pada dunia bahwa Islām itu ramah terhadap perempuan.
Kajian-kajian hadis yang dilakukannya semuanya
mengarah pada tujuan tersebut.13
Di Indonesia, ia dikenal oleh pengamat masalah
perempuan dan jender melalui berbagai seminar dan
diskursus yang diselenggarakan beberapa tahun terakhir
ini. Melalui buku-buku tersebut, Mernissi menggugat
penafsiran ayat-ayat Qur'ān mengenai hijab, hak waris
dan sebagainya. Mernissi juga menghujat Imam Bukhāri,
Abdūllāh bin Umār dan beberapa sahabat sebagai orang-
orang yang tidak mempedulikan dan menyia-nyiakan
perempuan melalui hadith-hadith yang disebutnya
misoginis.
Sebagai seorang aktivis feminis yang
kontroversial, Mernissi dipuji setinggi langit dengan
penuh nada kekaguman oleh sesama aktivis feminis,
mereka memuji tulisannya, dan menjadi 'idola' baru
kaum feminis. Bukunya jadi acuan, tidak saja di kalangan
feminis sendiri, tapi juga di kalangan muslim pemerhati
masalah-masalah jender secara umum. Melalui buku-
bukunya yang semula diterbitkan dalam bahasa
Perancis, kemudian bahasa Inggris, buku-bukunya
tersebar ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa
Indonesia, dan ia menjadi terkenal di banyak negara
dimana feminisme berkembang. Tapi ironisnya, ia sama
sekali tidak terkenal di negaranya sendiri yang
berbahasa Arāb, karena Mernissi tidak menuliskan
bukunya dalam bahasa Arāb. Hal ini tentunya
menimbulkan pertanyaan, mengapa dia tidak menulis
buku-bukunya dalam bahasa Arāb, padahal apa yang
menjadi pokok bahasannya adalah tentang
permasalahan-permasalahn tentang perempuan di

13 Limmātūs Sauda’. “Hadis Misoginis dalam prespektif


Hermeneutika Fātimā Mernissi”,293
Mata Kuliah 7
Pemikiran Modern Dalam Islam

dalam Islām, yang bersumber dari inti ajaran Islām, yaitu


Al-Qūrān dan As-Sunnāh yang tentu aslinya berbahasa
Arāb. Bisa jadi ia khawatir apabila karyanya ditulis
berbahasa Arāb, semua hujahnya yang ngawur dengan
mudah akan dipreteli oleh ahli-ahli tafsir dan hadith.14

B. Biogarafi dan Intelektual Fatima Mernissi


a. Biografi
Fātimā Mernissi dilahirkan di sebuah harem pada
tahun 1940 di Fez, kota ke sembilan di Marokko 15 sekitar
5.000 km dari Makkāh dan 1.000 km dari sebelah Timur
Madrid.16 Ia tinggal dan dibesarkan dalam sebuah
harem17 bersama ibu dan nenek-neneknya serta
saudara perempuan lainnya. Sebuah harem yang

14 Anita Masduki, “Hadis Misiginis versi Fātimā Mernissi”,2


15 Pandangan sekilas tentang Maroko, adalah negara kerajaan,
pada tahun 1984 jumlah penduduknya 23.565.000. 98% dari
mereka adalah muslim penganut madzhab Maliki. 25 Dari angka-
angka statistik pemilihan umum di Maroko, menunjukan perbedaan
yang sangat mencolok antara laki-laki dan perempuan, meskipun
undang-undang dasar (Maroko) memberikan kaum perempuan
untuk memilih dan dipilih, tetapi kenyataan politis hanya
memberikan hak pertama yaitu memilih. Pada pemilihan anggota
parlemen tahun 1977, delapan perempuan yang mencalonkan diri
tidak mendapat satupun suara dari 6.500.600 pemilih, meskipun
3.000.000 diantaranya adalah pemilih perempuan.Kemudian pada
tahun 1983, sebanyak 307 perempuan cukup berani berdiri sebagai
calon, terdapat hampir 3.500.000 pemilih perempuan memberikan
suaranya.Namun hanya 36 perempuan yang memenangkan
pencalonan, melawan 65.502 laki-laki. Fenomena yang ada dari
hubungan antara banyaknya pemilih perempuan dengan kecilnya
jumlah calon perempuan yang terpilih adalah sebagai suatu tanda
kemandegan dan keterbelakangan, seperti umumnya Stereotype
yang biasa ditimpakan kepada dunia Arab. Diambil dari tulisan
Anisātū Muthi’āh. “Analisis pemikiran Fā ima Mernissi Tentang
Hadis-Hadis misogini”,hal.78
16 Lihat harem sebagai refleksi awal, Hasni Salimāh S, “Perempuan dalam
Islam : Hadits Misiginis versi Fātimā Mernissi”, http://www.vao-
islam.com/muslimah/article/2009/07/07/158/perempuan-dalam-
islam-hadith-misoginis-versi-fatima-mernissi/
17 Tempat tinggal seperti penjara, tidak ada yang boleh ke luar dan
dijaga ketat, tapi kebutuhan hidup semua dipenuhi
Mata Kuliah 8
Pemikiran Modern Dalam Islam

dijaga ketat seorang penjaga pintu agar perempuan-


perempuan itu tidak keluar. Harem itu juga dirawat
dengan baik dan dilayani oleh pelayan perempuan.
Neneknya, Yasmina, merupakan salah satu isteri
kakeknya yang berjumlah sembilan. Sementara hal itu
tidak terjadi pada ibunya. Ayahnya hanya punya satu
isteri dan tidak berpoligami. Hal ini dikarenakan orang
tua Mernissi seorang penganut nasionalis yang menolak
poligami. Namun begitu, ibunya tetap tidak bisa baca
tulis karena waktunya dihabiskan di harem.18
Dalam bukunya ia mengatakan :
"Throughout my childhood I had a very ambivalent
relationship with the Koran. It was taught to us in a Koranic
School in a particularly ferocious manner. But to my childish
mind only the highly fanciful Islam of my illiterate
grandmother , Lai la Yasmina, opened tfye door for me to a
poetic religion.”

"Selama masa kanak-kanak, saya memiliki hubungan


perasaan yang bertentangan dengan al- Qūr'ān, di sekolah al-
Qur'an kami diajar dengan cara yang keras. Namun bagi
pikiran kanak-kanak saya, hanya keindahan rekaan al- Qūr’ān
versi nenek saya yang buta huruf, Lalla Yasmina, yang telah
membuka pintu menuju sebuah agama yang puitis".19

Fātimā Mernissi mengatakan bahwa ia lahir di


tengah situasi serba kacau karena kaum kristen maupun
kaum perempuan tidak mau menerima batas-batas suci
itu. Dari sini jiwa pemberontakan Fātimā Mernissi
mengalami perkembangan yang luar biasa, bahwa
batas-batas kesucian yang di praktekkan dalam
kehidupan atas dasar tafsir teks sepihak, telah
menistakan sebagian golongan umat manusia yang pada
dasarnya memiliki hak yang sama juga. Batas-batas itu
memang sangat tidak seimbang dan tidak adil, serta
meletakkan kaum perempuan di batas yang sama sekali

18 Nong Darol Mahmuda, “ Fatima Mernissi : Berontak Demi Kaum


Perempuan”, dalam Islamlib.com, 1
19 Diambil dari tulisan Anisatun Muthi’ah. “Analisis pemikiran Fatima
Mernissi Tentang Hadis-Hadis misogini”, yakni Mahasiswa IAIN
Syekh Nurjati Cirebon, Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Usuludin Adab
Dakwah.hal.75
Mata Kuliah 9
Pemikiran Modern Dalam Islam

sulit (dan tidak mungkin) untuk menjamah batas-batas


yang lain. Semua regulasi kehidupan pada saat itu,
seperti berpendidikan, beribadah, berprilaku dan
sebagainya, memang di ajarkan untuk mengenal batas-
batas suci itu.20
Penciptaan batas-batas suci itu merupakan tradisi
berpuluh-puluh tahun. Nurul Agustina (1999) dalam
sebuah pengantar buku mencatat, sebagaimana
diketahui dalam “seclusion” dalam The Oxford
Encyclopedia of Modern Islamic World, meskipun tradisi
“batas-batas” itu akrab dengan kebiasaan dalam dunia
muslim, namun sesungguhnya “batas-batas” yang
memisahkan antar jenis kelamin yang satu dengan yang
lainnya itu sendiri bukan produk dari Islām. Masyarakat
di daratan Bizantium, kristen Suriah, dan masyarakat
pra-Islām di kawasan Mediterania, Mesopotamia, serta
persia sudah terlebih dahulu mempraktekkan dalam
kehidupan sehari-harinya. Penciptaan batas-batas ini
serupa serupa dengan tradisi suku-suku asli di Timur
Tengah. Mereka amat ketat menjaga sistem patriarkat ini
dengan dalih untuk memelihara kapasitas reproduksi
perempuan. Masih seperti yang dicatat Nurul, mengutip
ensiklopedia yang diedhitori Jhon L. Esposito di atas,
bahwa peneguhan atau ekspresi tertinggi dari
pemisahan laki-laki dan perempuan adalah
pelembagaan institusi harem sejak masa kekhalifahan
Abbāsiyah. Di dalam harem ini, anggota keluarga yang
perempuan hidup bersama dengan para pelayan
mereka, dan “stabilitas” mereka dijaga ketat oleh para
budak kasim.21
Sewaktu mernissi lahir, para nasionalis marokko
berhasil merebut kekuasaan pemerintahan negara dari
tangan kolonial prancis. Ini diakui Mernissi, “... jika saya
dilahirkan dua tahun lebih awal, saya tidak akan
memperoleh pendidikan, saya lahir pada waktu yang
sangat tepat”. Kaum nasionalis yang berjuang melawan
20 Dari Admin in Buku Gender, Posted on, 09. Oct,2009 yang dikutip
dari Buku “ Perempuan di Garis Depan” (2001)
21 Dari Admin in Buku Gender yang dikutip dari Buku “ Perempuan
di Garis Depan” (2001), Posted on, 09. Oct,2009
Mata Kuliah 10
Pemikiran Modern Dalam Islam

perancis waktu itu, menjanjikan akan menciptakan


Negara Marokko yang baru, negara dengan persamaan
untuk semua. Setiap perempuan memiliki hak yang
sama atas pendidikan sebagaimana laki-laki. Mereka
juga akan menghapuskkan praktek perkawinan poligami.
Inilah yang membuat ia beruntung karena
walaupun ia tinggal di harem, tapi ia mendapatkan
kesempatan mengenyam pendidikan tinggi. Dalam
buku The Harem Within , Mernissi menceritakan
tentang masa kecilnya yang ia habiskan di harem
bersama ibu dan nenek-neneknya. Buku ini merupakan
cermin masa kanak-kanaknya dalam sebuah harem di
Fez, yang dilihat dari kaca mata seorang gadis muda.
Namun ia mengakui hanya sebagian cerita yang dalam
buku ini berdasarkan pada pengalamannya sendiri.
“Masa kanak-kanak saya tidak seindah dalam buku ini,”
katanya. 22
Walaupun Mernissi menggambarkan kehidupan
harem dengan pesona yang kaya, ia tidak melupakan
penindasan di dalamnya. Dalam bukunya, ia juga
mengungkapkan bagaimana kaum harem melihat ke
rentang langit dari dalam lingkungan halaman harem
dan memimpikan hal-hal yang sederhana, seperti
melangkah bebas di jalan. Atau bagaimana Mernissi
melihat dunia luar dengan mengintip dari lubang
pintu.23
Bagi Mernissi, Orang Barat selalu mengkhayalkan
harem sebagai perbentangan (kastil). Dia membedakan
antara harem kelas satu (kerajaan) dan herem yang
biasa (domestik). Imajinasi orang Barat adalah tentang
harem kelas satunya orang kuat dan kaya dengan
beratus-ratus para budak wanita menjaga dengan keras
oleh seorang kasim. Harem seperti ini berhenti
beroperasi pada perang dunia I, ketka kerajaan Ottoman
dihancurkan dan praktek itu telah terlarang oleh
22 Nong Darol Mahmuda, “ Fatima Mernissi : Berontak Demi Kaum
Perempuan”, 1

23 Nong Darol Mahmuda, “ Fātimā Mernissi : Berontak Demi Kaum


Perempuan”, 1
Mata Kuliah 11
Pemikiran Modern Dalam Islam

penguasa Barat yang Baru. Mernissi tinggal/hidup di


suatu Harem yang biasa yang masih tersisa Negara-
Negara Teluk.
Sejak dia kecil, mernissi telah dilibatkan dalam
pergolakan pemikiran Nasional dan menumbuhkan
pertanyaan-pertanyaan liar sebagai contoh pada batas
tertentu memaksakan antara anak-anak laki-laki dan
anak-anak perempuan. Si kecil Mernissi bertanya, jika
ada persetujuan batas antara anak laki-laki dan
perempuan, mengapa hanya anak-anak perempuan saja
yang ditutup dan dibatasi. Dia bersikap seperti itu
(menanyakan) pertanyaan seperti itu kepada neneknya
Yasmina yang tidak bisa menjawab karena itu adalah
terlalu berbahaya untuknya.24
Disisi Lain, mernisi kecil merasakan kecantikan
agama melalui neneknya Yasmina, yang membimbing
nya kearah sisi agama yang puitis. Neneknya sering
menceritakan cerita tentang hajinya dan dengan
antusias menceritakan kepada Mernissi tentang Mecca
dan Medīnā. Dia secara konstan membicarakan tentang
Medīnā dan mengabaikan kota besar lain seperti Arafāh
dan Mina. Hal ini banyak mempengaruhi Mernissi yang
membuatnya terobsesi dengan Medina.

Mernissi menyimpan sikap ini selama bertahun-


tahun. Baginya, Al-qūrān tergantung pada perspektif kita
dan pada persepsi kita itu berangkat. Ayat-ayat yang
kudus ini bisa menjadikan gerbang untuk lepas dari tau
sebagai rintangan.
Sementara itu, ibu mernissi selalu mengajarinya
bagaimana cara bertindak dan membawa dirinya
sebagai perempuan: “kamu perlu belajar bagaimana
cara sorak dan protes sama halnya kamu belajar
bagaimana cara berjalan dan bebicara”. 25 Sebagai
contoh, dia menceritakan kepadanya cerita bagaimana
perempuan harus bertindak dengan bijaksana dan
24 Lihat Http://en.wikipedia.org/wiki/fatema_Mernissi. oleh Ahmad
Wahyu,.SAg
25 Nong Darol Mahmuda, “ Fātimā Mernissi : Berontak Demi Kaum
Perempuan”2
Mata Kuliah 12
Pemikiran Modern Dalam Islam

dengan bijak. Mengenai sultan yang sangat gemar


dengan cerita. Suatu ketika, sultan Nebuchadnezzar
menemukan istrinya yang sedang berhubungan sex
dengan pengawalnya. Ia sangat marah dan membunuh
mereka berdua. Setelah itu membenci wanita dan
membawanya kepada kebiasaan yang tidak baik,
menikah perempuan pada satu malam dan kemudian
mebunuhnya dihari berikutnya. Hal itu secara terus
menerus terjadi dan mendorong kematian banyak
perempuan. Kebiasaan ini akhirnya dihentikan oleh
seoarang anak perempuan bernama Scheherazade yang
menaklukannya dengan ceritanya sehingga sultan selalu
menunda rencana nya untuk membunuh nya.26

b. Intelektual
Mernissi menerima pendidikan pertama secara
tidak formal dari neneknya, Lalla Yasmina. Yasmina
banyak memberikan pelajaran tentang sejarah Islām,
termasuk kisah Nabi Muhammad dan kondisi-kondisi
perempuan sebelum Islām. Ajaran dari neneknya itulah
yang kemudian mengarahkannya pada fokus kajiannya,
yaitu tentang perempuan.27
Bersama neneknya Yasmina yang menderita
penyakit Insomnia yaitu penyakit tidak bisa tidur, Fātimā
selalu mendapat pengalaman-pengalaman yang
berharga melalui beberapa ceritanya.Terutama ketika
pagi bangun tidur dan menyantap makanan Mahrasy
(semacam serabi). Mernissi bersama saudara-
saudaranya semakin kagum dan menyayangi nenek
karena ketika bercerita mereka bebas bermain katakata.
Berbeda dengan sekolah al-Qūr'ārīnya, yang dia dapati
justru penekanan-penekanan, seperti hukuman bagi
murid yang tidak melafalkan/menghafalkan al-Oūr’ān,
menurut Fātimā Mernissi, sebenarnya jarang diantara Mu
ādirāh (pelajar yang lebih tua) yang pintar, tetapi karena

26 Lihat Http://en.wikipedia.org/wiki/fatema_Mernissi. oleh Ahmad


Wahyu,.SAg
27 Limmātūs Sauda’. “Hadis Misoginis dalam prespektif
Hermeneutika Fātimā Mernissi”, 294
Mata Kuliah 13
Pemikiran Modern Dalam Islam

guru telah terobsesi dengan pelafalan, sehingga hampir


tidak pernah menjelaskan makna kata-kata dalam al-
Qūr'ān, sehingga pelajarannya tidak berbekas. Hal ini
sangat kontradiktif sekali dengan kehidupannya dirumah
bersama neneknya. Dan membuatnya Fātimā pergi
meninggalkan kotanya menuju Madīnāh.28
Pada masa remaja Fātimā Mernissi mulai
dikenalkan dengan pelajaran As-sūnnāh. Beberapa hadis
yang bersumber dari Imam Bukhārī, sering dikisahkan
oleh beberapa gurunya. Ia sebutkan dalam tulisannya :
"Membuat hati saya terluka, Rasūlullāh bersabda :
"Anjing, keledai dan perempuan, akan membatalkan
shalat seseorang apabila ia melintas dihadapan mereka,
menyela diantara orang yang shālāt dan kiblat". Saya
amat terguncang mendengar hadis semacam ini, saya
hampir tak pernah mengulanginya, dengan harapan,
kebisuan akan membuat hadis ini terhapus dari ingatan
saya. Saya yang gairah, antusias, hanya mampu sebagai
remaja 16 tahun, berkata kepada diri saya : "Bagaimana
mungkin Rasūlullāh mengatakan hadis semacam itu?29
Adapun pendidikan formalnya, diterima Mernissi di
sebuah sekolah al-Qūr’ān yang didirikan oleh kelompok
nasionalis sejak umur tiga tahun. Ketika itu pula Mernissi
kecil mulai menghafal al-Qūr’ān. Pendidikan tingkat
menengahnya diselesaikan di sekolah khusus
perempuan yang didanai oleh protektorat Perancis.30
Fātimā Mernissi adalah seorang penulis, sosiolog,
dan feminis kelahiran Maroko tahun 1940. Ia kuliah
tentang Ilmu politik di Universitas Mohammed V Rabat,
Marokko, dan melanjutkan ke jenjang berikutnya
Universitas Sorbonne, Perancis dan Universitas Brandeis,
Amerika Serikat, hingga mendapatkan gelar Doktor pada
tahun 1973.31

28 Diambil dari tulisan Anisātūn Muthi’āh. “Analisis pemikiran Fātimā


Mernissi Tentang Hadis-Hadis misogini”,hal. 75-76
29 Diambil dari tulisan Anisātūn Muthi’ah. “Analisis pemikiran Fātimā
Mernissi Tentang Hadis-Hadis misogini”,76
30 Limmātūs Sauda’. “Hadis Misoginis dalam prespektif
Hermeneutika Fātimā Mernissi”, 294
31 Anita Masduki, “Hadis Misiginis versi Fātimāh Mernissi”, 2
Mata Kuliah 14
Pemikiran Modern Dalam Islam

Karir akademik Mernissi diawali pada tahun 1974,


di mana ia dikukuhkan menjadi profesor sosiologi di
Universitas Muhammad V Rabath, dan di waktu yang
sama ia juga mengajar di Universitas tersebut hingga
tahun 1980. Ia juga bergabung dengan Morocco‟s
Institute universitaire de Recherce Scientifique sebagai
seorang sosiolog feminis Timur Tengah. Selain itu,
Mernissi juga sering menghadiri berbagai seminar antar
negara. Ia juga menjadi professor tamu di California
University dan di Harvard University. Sementara untuk
kegiatan sosialnya, Mernissi aktif di gerakan atau
organisasi yang memeperjuangkan hak-hak perempuan
dengan sering mengadakan studi dan penelitian.32 Selain
itu duga ia sebagai konsultan di United Nation Agencies.
Ia aktif dalam gerakan perempuan dan sebagai anggota
Pan Arāb Women Solidarity Association.33
Sebagaimana Fazlur Rahmān dan Muhammed
Arkoun, Fātimā Mernissipun adalah seorang intelektual
muslim dengan pendidikan Barat yang mampu
menganalisa dan mengkritik pemikiran Barat menurut
caranya sendiri.34 Ia mengkritisi hadis-hadis misoginis,
yaitu dengan kajian historis dan metodologis. Pada
dasarnya dua tahapan ini tidak berbeda dengan kaidah
kritik hadis konvensional, yang membedakannya adalah
aspek penerapannya. Sebagai misal ketika Mernissi
mengkritisi sanad. Pada tahap itu Mernissi lebih
memperhatikan perawi pertama dalam rangkaian sanad
hadis yang notabene sahabat daripada perawi lainnya.
Ini dilakukan karena menurutnya perawi pertama adalah
orang yang paling bertanggung jawab dalam setiap
keterangan yang dibawakannya. Diterima dan ditolaknya
hadis tergantung pada perawi pertama tersebut. Tampak
dalam hal ini Mernissi tidak lagi terpaku pada kaidah kull

32 Limmātus Sauda’.” Hadis Misoginis dalam prespektif


Hermeneutika Fātimā Mernissi”.295
33 Diambil dari tulisan Anisātūn Muthi’ah. “Analisis pemikiran Fātimā
Mernissi Tentang Hadis-Hadis misogini”,77
34 Richard C. Martin, dkk., Post Mu’tazilah : Geneologi konflik
Rasionalisme dan Tradisionalisme Islām, 368
Mata Kuliah 15
Pemikiran Modern Dalam Islam

al-sahâbah ‘udûl yang dibuat oleh ulama hadis


konvensional.35
Adapun mengenai kajian historisnya, Mernissi tidak
hanya melibatkan situasi pada waktu ketika hadis itu
muncul. Data historis tersebut tetap ia gunakan untuk
dijadikan sebagai pertimbangan dan bahan uji dengan
situasi kontemporer masa kini. Pada level ini Mernissi
mencoba menunjukkan bahwa hadis itu tidak hanya
milik umat Islām masa lalu, umat Islām yang sekarang
juga masih terus meyakini hadis. Namun agak aneh
ketika umat Islām masa kini masih memahami hadis
dengan pemahaman orang-orang terdahulu yang sudah
jelas mengalami perbedaan tempat dan waktu.36
Seperti dua orang tersebut, ia juga menulis untuk
pembaca Barat dan bagi pembaca muslim yang
membaca buku-buku berbahasa Barat dan dikenal
dengan teori-teori kritis Barat. Kritik beliau yang
berorientasi perempuan terhadap tradisionalis Islām,
lebih berpengaruh dikalangan Intelektual Barat non-
muslim Ketimbang dikalangan Intelektual Muslim.37
Lebih jauh, Sebagaimana Muhammad Arkoun,
Fātimā Mernissi merupakan orang Arab, yaitu Afrika
Utara yang telah lama tinggal di Prancis, dan beliau
terlatih sebagai Ilmuan Sosial (Sosiologi) di Perncis.
Beliau juga akrab dengan kritik dan tema-tema
postmodernis yang sering beliau gunakan untuk
membuat kerangka analisa bagi gerakan sosial Islām.
Sebagai contoh, beliau merujuk Islāmiyūn dan Usūliyūn
sebagi “fundamentalis” dengan rujukan yang jelas
terhadap pengertian umum yang sekarang disuguhkan
kepada para pembaca Ilmu Sosial Barat. Dalam
pengantarnya bagi edisi kedua bukunya yang terkenal,
Beyond The Fail, Dari bahasanya memperlihatkan

35 Limmātūs Sauda’.” Hadis Misoginis dalam prespektif


Hermeneutika F ātimā Mernissi”,293
36 Limmātūs Sauda’.” Hadis Misoginis dalam prespektif
Hermeneutika Fātimā Mernissi”,293
37 Richard C. Martin, dkk., Post Mu’tazilah : Geneologi konflik
Rasionalisme dan Tradisionalisme Islām (Yogyakarta : Ircisod,2002).
368
Mata Kuliah 16
Pemikiran Modern Dalam Islam

pengaruh yang tidak bisa dipungkiri dari Michael


Foucault, Edward Said dan Para pengikut postmodern
mereka dalam ilmu sosial.38
Mernissi rela “mewakafkan” sebagian besar
usianya untuk melakukan penggalian arkeologis dengan
membuka-buka teks agama dan mengakrabi ruang-
ruang perpustakaan. Dengan maksud tentu saja untuk
membuktikan hipotesis dia tentang intervensi budaya
patriarkhat dalam teks-teks sakral yang bersifat
misoginis.39

C. Pemikiran Fatimah Mernissi

a. Feminisme dalam pandangan Fātimā Mernissi


Gerakan feminisme Muslim meliputi kesadaran
perempuan akan pembatasan atas dirinya karena
gender, penolakan perempuan terhadap ketidakadilan
dan berusaha membangun sistem gender yang lebih
adil, yang melibatkan peran baru perempuan dan
hubungan lebih optimal di antara laki-laki dan
perempuan.
Pemikiran Mernissi dalam menggugat sistem
patriarkhi40, nampaknya dipengaruhi oleh budaya ketika

38 Richard C. Martin, dkk., Post Mu’tazīlāh. 368


39 Burhanuddin, “Teras Terlarang, F ātimā Mernissi Konsep Harem
dalam Prespektif F ātimā Mernissi” dalam islāmlib, hal.2
40 Lihat wikipedia.org, Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang
menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral
dalam organisasi sosial. Ayah memiliki otoritas terhadap
perempuan, anak-anak dan harta benda. Secara tersirat sistem ini
melembagakan pemerintahan dan hak istimewa laki-laki dan
menuntut subordinasi perempuan.kebanyakan sistem patriarkhi
juga adalah patrilinear. Patriarki adalah konsep yang digunakan
dalam ilmu-ilmu sosial, terutama dalam antropologi dan studi
feministas. Hace ke distribusi kekuasaan antara laki-laki dan
perempuan dimana laki-laki memiliki keunggulan dalam satu atau
lebih aspek, seperti penentuan garis keturunan(keturunan
patrilineal eksklusif dan membawa nama belakang), hak-hak anak
sulung, otonomi pribadi dalam hubungan sosial, partisipasi dalam
status publik dan politik atau agama atau atribusi dari berbagai
pekerjaan pria dan wanita ditentukan oleh pembagian kerja secara
seksual. Dalam Artikel Encyclopedia americana edisi 1920 tentang
Mata Kuliah 17
Pemikiran Modern Dalam Islam

belajar di Perancis. Mernisi sangat apresiatif terhadap


konsep individualisme, liberalisme dan kebebasan
individu yang berkembang di Barat. Gerakan feminisme
di Barat semakin menyadarkan betapa dominasi laki-
laki, masih bertahan di dunia Arāb. Hal ini terlihat, ketika
perang teluk berlangsung semua tertarik untuk
memperjuangkan kemerdekaan dan untuk menuntut
dihentikannya perang, termasuk di dalamnya
perempuan. Pasca perang, perempuan Arab disuruh
kembali ke balik cadar. Muslimah dilarang untuk
berhubungan dengan dunia luar dengan simbol
kewajiban memakai purdah.41
Dari sinilah kemudian melahirkan para pemikir
feminis yang berusaha melakukan apresiasi atas kondisi
ketidak adilan gender yang selama ini dirasakan.
Tuntutan yang disuarakan, intinya bermuara pada
kesetaraan dan persamaan hak dalam segala bidang.
Salah satu kontroversi dalam diskursus tentang
perempuan adalah mengenai penggunaan jilbab bagi
perempuan. Jilbab merupakan salah satu dari sekian
banyak isu yang menimbulkan pro dan kontra.42
Tema Hijab sangat dominan dalam karier
intelektual Mernissi karena soal itulah yang sejak kecil
mempengaruhi dirinya dan keluarganya, dan tentunya
keluarga muslim lainnya. Hijab, yang merupakan
instrumen pembatasan, pemisahan dan pengucilan
terhadap perempuan dari ruang publik bagi mernissi
merupakan bentuk pemahaman keagamaan dominan
(yang nota bane dikuasai oleh laki-laki). Hijab juga
berarti sarana pemisahan antara penguasa dan rakyat.
Pemikiran hijab yang terakhir ini di pengaruhi oleh

sistem patriarkhi
41 Dikutip dari makalah Febi Ayu Darmayanti. “Tokoh-Tokoh
Perempuan dalam membangun Peradaban Islām Pada Masa
Modern”.Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Usuludin dan Filsafat
UIN Syarif Hidayatūllāh, Jakarta.2014
42 Lihat skripsi yang disusun oleh, Rini Sutikmi, “Jilbab dalam Islam:
Telaah atas pemikiran ātimā Mernissi” (Yogyakarta, 2008). Hal.1-2
Mata Kuliah 18
Pemikiran Modern Dalam Islam

realitas kekuasaann yang terjadi dalam masyarakat


Arāb.43
Agama seringkali dianggap sebagai penyebab
pelanggengan ketidak adilan gender, atau paling tidak,
penafsiran-penafsiran terhadap ajaran-ajaran agama
selama ini dinilai telah menempatkan kaum perempuan
pada posisi marjinal dan subordinat laki-laki.
Persoalannya adalah apakah ketidakadilan gender
secara luas dalam agama bersumber dari watak agama
itu sendiri ataukah justru berasal dari pemahaman,
penafsiran dan pemikiran keagamaan yang tidak
mustahil dipengaruhi oleh tradisi dan kultur ataupun
sebab-sebab lainnya. Reaksi atas ketimpangan dan
ketidak adilan terhadap perempuan inilah yang
menyebabkan munculnya gerakan feminisme di
kalangan pemikir-pemikir muslimah, antara lain Fātimā
Mernissi. Menurut Mernissi, penindasan dan diskriminasi
terhadap perempuan di lingkungan umat Islām, bukanlah
watak dari agama, atau yang diistilahkan Mernissi
dengan Islām Risalah, karena bertentangan dengan
ajaran universalnya, yaitu keadilan dan kesetaraan laki-
laki dan perempuan, tetapi karena tercipta oleh sebuah
sistem politik, termasuk ideologi, hukum, dan kultur
sosial. Sistem ideologi patriarkhi dan kepentingan elit
politik, yang Mernissi istilahkan dengan Islām Politik,
inilah yang mendistorsi Islām Risalah.44

Dari tulisan-tulisannya, sedikit atau banyak kita


dapat menarik benang merah untaian pemikiran
mernissi sekitar feminisme: yakni betapa gigihnya dia
menelisik kekurangan-kekurangan yang ada pada
pemerintahan Arāb yang menurutnya bukanlah intrinsik
karna doktrin agama. Namun lebih karena agama itu
telah dimanipulasi oleh orang yang berkuasa untuk
43 Nong Darol Mahmuda, “ Fātimā Mernissi : Berontak Demi Kaum
Perempuan”,4
44 Badrian, “Melacak Akar Persoalan Bias Gender dalam Penafsiran
Al-Qūrān dan Hadis (Metode dan Pendekatan Pemikiran Fātimā
Mernisi tentang Feminisme”. Dalam Mu’adalah Jurnal Studi Gender
dan Anak, Vol. 1 No.2, Juli-Desember 2013, 17
Mata Kuliah 19
Pemikiran Modern Dalam Islam

kepentingan dirinya sendiri. Dari tulisan-tulisannya,


sedikit atau banyak kita dapat menarik benang merah
untaian pemikiran Mernisi sekitar feminisme: Yakni
betapa gigihnya dia menelisik kekurangan-kekurangan
yang ada pada pemerintahan Arāb yang menurutnya
bukanlah intrinsik karena doktrin agama. Namun, lebih
karena agama itu telah dimanipulasi oleh orang yang
berkuasa untuk kepentingan dirinya sendiri. Mernissi rela
“mewakafkan” sebagian besar usianya untuk melakukan
penggalian arkeologis dengan membuka-buka teks
agama dan mengakrabi ruang-ruang perpustakaan.
Dengan maksud, tentu saja, untuk membuktikan
hipotesis dia tentang intervensi budaya patriarkhat
dalam teks-teks sakral yang bersifat misoginis.45

Tapi, satu hal yang agak berbeda pada buku ini dari
buku-buku Mernissi yang lain adalah “keengganannya”
untuk masuk lebih dalam lagi pada arena debat kusir
teologis tentang kedudukan perempuan dalam Islām.
Persoalan feminisme dalam Islām tidaklah harus melulu
serius mengagendakan perlu tidaknya penghapusan
poligami, kesetaraan harta waris, hijab, dan hal-hal lain
yang bisa menegakkan bulu alis kaum agamawan
konservatif. Mernissi ingin menampilkan area of expert-
nya itu dalam tulisan yang ringan-ringan saja alias
mudah dicerna.46

Tujuan perjuangan Feminisme pada umumnya


adalah mencapai kesetaraan, harkat dan kebebasan
perempuan dalam memilih untuk mengelola kehidupan
dan tubuhnya baik di dalam maupun di luar rumah
tangga. Tuntutan utama kalangan feminis muslim mula-
mula adalah perbaikan tingkat pendidikan dan
pemberantasan buta huruf.

45 Burhanuddin, “Teras Terlarang, Fātimā Mernissi Konsep Harem


dalam Prespektif Fātimā Mernissi” dalam islāmlib, 2
46 Burhanuddin, “Teras Terlarang, Fātimā Mernissi Konsep Harem
dalam Prespektif Fātimā Mernissi” dalam islamlib, hal.2
Mata Kuliah 20
Pemikiran Modern Dalam Islam

Menurut Mernissi, meskipun Islām bermaksud


memberikan posisi yang setara antara laki-laki dan
perempuan , kecendrungan misoginis yang terutama
berasal dari tradisi pra-islām mebuat kesetaraan ideal
sukar terwujud. salah satu kesimpulan penting dari studi
Mernissi adalah bahwa nabi Muhammad saw sebenarnya
tidak menghendaki pemisahan antara ruang pribadi dan
ruang umum(public). Namun karena desakan para
pengikutnya, terutama berasal dari mekah yang
menerima revolusi di ruang umum tetapi ingin tetap
mempertahankan tradisi pra-islām di ruang pribadi,
akhirnya nabi menerima pemisahan antara ruang pribadi
dan ruang umum tersebut. Inilah yang mengakibatkan
kedudukan perempuan yang semula baik menjadi
mundur kembali.
Dalam hal kewajiban moral spiritual beribadah
kepada sang Pencipta, al-Qūr’ān menekankan bahwa
tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Al-
Qūr’ān menyebutkan bahwa siapapun yang berbuat baik,
laki-laki maupun wanita, Tuhan akan memberikan pahala
yang setimpal (QS. 3:195 dan 16:97). Untuk hak-hak
yang bersifat ekonomis, al-Qūr’ān mengenal adanya hak
penuh bagi wanita sebelum dan sesudah menikah. Jika
sebelum menikah, seorang wanita mempunyai kekayaan
pribadi, maka begitupun setelah dia menikah. Dia
mempunyai hak kontrol penuh terhadap kekayaannya. 47
Dalam hak wanita terjun ke kancah politik, masih
terjadi khilaf antara pakar (ulama). Ada golongan yang
tidak memperbolehkan wanita terjun ke politik. Mereka
berpandangan bahwa laki-laki
adalah qowwamun (pelindung) dan pemelihara bagi
perempuan. “Man are the protectors and maintainers of
women” (QS. Annīsā:34). Ada juga ulama yang
mendukung wanita berkiprah dalam politik, seperti
Muhammad Anis Qosim Ja’far, berpandangan bahwa QS.
Annīsā ayat 34 berhubungan dengan kepemimpinan
suami untuk mendidik istrinya dalam kasus nusyuz (istri

47 Iwan Hafidz Zaini, “Feminisme dalam Pandangan Fātimāh


Mernissi”hal.2
Mata Kuliah 21
Pemikiran Modern Dalam Islam

durhaka kepada suami). Ini dapat diketahui


dari asbabunnuzūl ayat tersebut. Dimana surat ini turun
berkenaan dengan kasus istri Sa’ad ibn al-Rabi’ yang
tidak taat kepada suaminya. Ayat tersebut turun karena
sebab khusus, yaitu berkenaan dengan kisah tertentu,
masalah keluarga dan tidak ada kaitan dengan
keterlibatan perempuan dalam hak-hak politik48

b. Hadis Missoginis Versi Fātimā Mernissi

Permasalahan hadis shahih yang berkaitan dengan


perempuan menjadi perhatian para intelektual Muslim
kontemporer, karena ada beberapa hadis yang dinilai
mengandung pemahaman membenci perempuan
(misoginis). Jenis hadis ini kemudian menjadi fokus
kajian mereka, dan salah satu pengkaji itu tercatat nama
Fātimā Mernissi, feminis asal Maroko.49
Menurut petunjuk al-Qūr’ān, Nabi Muhammad diutus
oleh Allāh untuk semua manusia, dan sekaligus rahmat
bagi seluruh alam. Itu berarti, kehadiran Nabi
Muhammad membawa kebajikan dan rahmat bagi
semua umat manusia dalam setiap waktu dan tempat,
sementara hidup Nabi dibatasi oleh waktu dan
tempat.Kalau begitu hadis Nabi yang merupakan salah
satu sumber utama agama Islām setelah al-Qūr’an,
mengandung ajaran yang bersifat universal, temporal
dan lokal. Demikian juga dua hadis yang dibahas
oleh Fātimā Mernissi, secara tekstual hadis-hadis
tersebut sangat mendiskreditkan perempuan sehingga
memunculkan istilah misogini. Lalu bagaimanakah
pemahaman yang bijak terhadap hadis-hadis tersebut?.50

48 Iwan Hafidz Zaini, “Feminisme dalam Pandangan Fātimāh


Mernissi”hal.2
49 Limmātus Sauda’. Hadis Misoginis dalam prespektif Hermeneutika
Fātimā Mernissi. Dalam Jurnal Mutawâtir Vol.4|No.2| Juli -Desember
2014|, 292-293
50 Diambil dari tulisan Anisātun Muthi’h. “Analisis pemikiran Fātimā
Mernissi Tentang Hadis-Hadis misogini”,hal.78
Mata Kuliah 22
Pemikiran Modern Dalam Islam

Tidak seperti ulama-ulama hadis sebelumnya yang


memberikan pengertian hadis secara idealis, yaitu
segala hal yang disandarkan kepada Nabi, baik
perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat dan yang lainnya,
Mernissi lebih menganggap hadis sebagai sebuah
realitas, sebagaimana yang dilihatnya, ia mendefinisikan
hadis sebagai catatan tertulis mengenai segala sesuatu
yang pernah diucapkan atau dilakukan oleh Rasulullāh
dalam segala hal. Catatan ini di kemudian hari menjadi
rujukan umat Islām sedunia dalam segala hal, mulai
urusan politik, rumah tangga, pribadi dan yang lainnya.
Pengertian semacam ini membuat Mernissi
berkesimpulan bahwa hadis-hadis itu mengungkapkan
fakta kehidupan sehari-hari pada abad ke-7 yang
ditampilkan secara beragam, karena terdapat berbagai
macam versi mengenai suatu peristiwa yang sama.
Sedangkan untuk kemunculan hadis (periwayatan
pertama), Mernissi menyatakan bahwa hadis itu lahir
sebagai akibat dari perpecahan umat Islām, tepatnya
pada akhir kepemimpinan Alî. Masing-masing kelompok
berusaha meyakinkan bahwa kelompok mereka itu yang
paling benar, dan salah satu cara yang ampuh dalam hal
ini adalah membawa nama Rasulullāh dalam setiap dalil
yang diucapkannya.51
Mernissi menulis buku-bukunya dengan bahasa yang
cukup sederhana, bergaya novelis, bahkan terkadang
puitis, dan lebih banyak bercerita tentang dirinya. Dalam
bukunya yang pertama dan fenomenal, aslinya
berbahasa Perancis dan diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris The Veil and Male Elite, kemudian direvisi
menjadi Women and Islam: An Hystorical and
Theological Enquiry, Mernissi bercerita tentang masa
kecil dan remajanya yang bersikap ambivalen terhadap
Qūr'ān. Ia bercerita tentang dirinya:
“Sikap ambivalen terhadap teks-teks suci ini tertanam kuat
dalam perasaan saya selama bertahun-tahun.Tergantung pada
bagaimana menyikapinya, ayat-ayat suci dapat menjadi pintu
gerbang untuk melarikan diri atau bila masalah tidak bisa

51 Limmatūs Sauda’. Hadis Misoginis dalam prespektif Hermeneutika


Fātimā Mernissi. Dalam Jurnal Mutawâtir, 295-296
Mata Kuliah 23
Pemikiran Modern Dalam Islam

diatasi. Ia bisa menjadi ‘musik yang langka’ yang


menghanyutkan ke dalam ‘mimpi’, tapi bisa juga sekedar
suatu rutinitas yang membosankan. Semua ini tergantung
kapada orang yang membacanya”. (Mernissi, Fātimā, Women
and Islam: An Hystorical and Theological Enquiry, Blackwell
Publisher Ltd,5TH ed., 1995, hal.62).52

Dalam buku tersebut, iapun bercerita tentang dirinya


ketika beranjak dewasa,
"Setelah beranjak remaja, kurasakan meredupnya musik al-
Qur'an...Di sekolah menengah, sejarah agama ditandai dengan
pengenalan terhadap as-sunnāh. Beberapa hadith Bukhāri yang
dikisahkan para guru kami, membuat hati saya terluka ketika: “
Nabi mengatakan bahwa anjing, keledai dan perempuan akan
membatalkan shalat seseorang bila ia melintas di depan
mereka, menyela dirinya di antara orang yang shalat dan
kiblat..." Perasaan saya sangat terguncang mendengar hadith
semacam itu. "Bagaimana mungkin Nabi dapat mengatakan hal
yang sangat melukai diri saya. (Mernissi, Fātimā, Women and
Islām: An Hystorical and Theological Enquiry, Blackwell Publisher
Ltd,5TH ed., 1995, hal.65).53

Hadis tersebut dikatakan Fātimā Mernissi ada pada


kitab Shāhih Bukhārī Vol.I, h. 99. Akan tetapi, setelah
penulis mengkaji ulang dan menelitinya, ternyata hanya
merupakan potongan hadis yang diriwayatkan oleh
Aisyah sebagai bantahan dari hadis di atas. Secara
lengkap hadis tersebut adalah:
‫حدثنا عمر بن حفص قال حدثنا العمش قال حدثنا ابراىيم عن‬
‫عائشششة)ح( قششال العمششش و حششد ثن ش مسششلم عششن مسششروق عششن عائشششة‬
‫ شششب‬: ‫ذكششر عنششد ىششا مششا يقطششع الصششلة الكلششب والمششار و الشرأة فقششالت‬
‫ و ال ش لقششد رأيششت النششب صششلعم يصششلى وإنن‬,‫هتمونششا بششالمر و الكلششب‬
‫فتب ششدولل الاج ششة ف ششاكره ان‬, ‫عل ششى السش شرير بين ششو و بيش ش القبل ششة مض ششلجعة‬
(‫ فانسل من عند رجليه )رواه البخارى‬, ‫اجلس فاوذى النب صلعم‬
52 Anita Masduki, “Hadis Misiginis versi Fātimāh Mernissi”, 2-3
53 Anita Masduki, “Hadis Misiginis versi Fātimāh Mernissi”, 3
Mata Kuliah 24
Pemikiran Modern Dalam Islam

Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Amru bin


Hafs berkata: Telah menceritakan kepada kami Bapak
saya berkata: Telah menceritakan kepada kami al-A‘mas
berkata:Telah menceritakan kepada kami Ibrahim dari
Aswad dari Aisyah , telah berkata al-A’mas an telah
menceritakan kepadaku Muslim dari Masruq dari aisyāh.
Diceritakan dengannya bahwa sesuatu yang
membatalkan shalat adalah anjing, keledai dan
perempuan.Maka Aisyah berkata, apakah kamu
menyamakan kami dengan keledai dan anjing, Demi
Allāh. Aku telah melihat Rasulullāh shalat, sementara aku
berbaring diranjang didepannya, antara Dia dengan
kiblat. lalu muncullah keinginanku (hajat) maka saya
benci untuk duduk sebab dapat menyakiti Nabi Saw.
kemudian maka saya keluar dari sisi kedua kakinya”.
(H.R.Bukhari)54
Terhadap hadith di atas, Mernissi mengkritik Abu
Hurairāh sahabat yang meriwayatkan hadith ini, sebagai
satu-satunya sumber isnad, sehingga ia meragukan
sanadnya. Bagi pembaca yang terlanjur terpesona
dengan gaya bahasa paparannya serta semangat
feminismenya, seringkali cenderung membenarkan
pendapatnya. Padahal bila diteliti lebih jauh, sahabat
yang meriwayatkan hadith tersebut selain abu Hurairāh
ada beberapa orang, yaitu : Abu Dzar r.a (diriwayatkan
oleh Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lain-
lain), Ibnu Abba r.a (diriwayatkan oleh Ibnu Majah), Anas
bin Malik (diriwayatkan oleh Al Bazzar), Al Hakam bin
‘Amru (diriwayatkan oleh Ath Thabāry), dan A’syah
sendiri ! (diriwayatkan oleh Al Haitsamy) dimana hadith
tersebut terkumpul dalam kitab Fathul Bari , Syarh
Shahih Al Bukhari, karangan Ibn Hajar Al Asqalani, jilid
I:588-589.55
Hadis tentang wanita sebagai pembatal salat.
Diriwayatkan dari Abû Hurayrāh, ia berkata, Rasulullāh

54 Diambil dari tulisan Anisatūn Muthi’ah. “Analisis pemikiran Fātimā


Mernissi Tentang Hadis-Hadis misogini”,hal.79
55 Anita Masduki, “Hadis Misiginis versi Fātimā Mernissi”,hal. 3
Mata Kuliah 25
Pemikiran Modern Dalam Islam

telah bersabda: “Wanita, keledai dan anjing dapat


memutuskan salat”. Pertama kali mendengar gurunya
membacakan hadis tersebut, Mernissi langsung menaruh
curiga dan tidak langsung menerimanya, ia tidak
percaya jika Rasulullāh, seorang yang menurutnya
feminis sejati akan menyamakan wanita dengan anjing
dan keledai sebagai pembatal salat.
Kecurigaan Mernissi terus berlanjut pada
penyelidikannya tentang kepribadian Abû Hurayrāh,
mulai dari nama dan tempat asalnya. Dua faktor ini
digunakan Mernissi untuk mengungkap sikap ambivalen
Abû Hurayrāh terhadap wanita. Nama Abû Hurayrāh yang
secara harfiyah berarti ayah kucing betina kecil rupanya
tidak terlalu disukai oleh the owner, karena ada nuansa
kewanitaan di dalamnya. Mernissi kemudian mengutip
keterangan yang menunjukkan hal ini, Abû Hurayrāh
mengatakan, “Jangan panggil saya Abû Hurayrāh.
Rasulullāh menjuluki saya dengan Abû Hirr (ayah dari
kucing jantan), karena jantan lebih baik daripada
betina”. Adapun kaitannya dengan tempat asal, Abû
Hurayrāh berasal dari Yaman yang dulunya diperintah
dan dikuasai oleh wanita, Ratu Balqis.
Ada alasan lain yang coba Mernissi ungkap untuk
memperkuat kecurigaannya tersebut, yaitu segi
perekonomian Abû Hurayrāh. Seperti yang telah
diakuinya sendiri, Abû Hurayrāh adalah orang miskin
yang lebih suka ikut Rasulullāh, melayaninya dan
kadangkala membantu di rumah-rumah kediaman para
wanita dari pada bekerja yang menunjukkan kejantanan,
seperti bertani, berdagang atau yang lainnya.
Berdasarkan hal tersebut, tampak sekali bahwa Mernissi
mencoba untuk menyatakan bahwa Abû Hurayrāh adalah
sahabat Nabi yang misoginis.56
Seperti sebelumnya, analisa historis terhadap hadis
ini dilakukan Mernissi dengan membahas tentang kiblat
terlebih dahulu. Berdasarkan sejarahnya, Mernissi
mengatakan bahwa peraturan menghadap kiblat (Kabah

56 Limmātus Sauda’. Hadis Misoginis dalam prespektif Hermeneutika


Fātimā Mernissi. Dalam Jurnal Mutawâtir, hal.300-301
Mata Kuliah 26
Pemikiran Modern Dalam Islam

di Makkah) bagi umat Islām di seluruh penjuru dunia


menjadi ciri khas tersendiri dari Islām, mulailah Ka’bah
menjadi pemusatan salat dan penyatu wilayah umat
Islām di seluruh penjuru dunia sekaligus menjadi simbol
yang suci. Sementara itu, dalam Islām, berdasarkan
hadis Nabi, tempat salat itu tidak dibatasi, orang boleh
salat di mana saja, di jalanan, di lorong, di lapangan
perang, di kebun dan sebagainya yang penting
menghadap kiblat. Dengan alasan agar merasa lebih
dekat dengan kiblat (Ka’bah), maka tidak jarang ada
orang yang menciptakan kiblat simbolis dan tidak
memperbolehkan suatu apapun yang melintas di antara
dirinya dan kiblat itu, agar ia tidak terganggu.57
Berdasarkan hal tersebut di atas, sangat kontradktif
dengan kesucian kiblat dan hakikat perempuan.bahkan
juga menyamakan perempuan dengan anjing dan
keledai dalam merusak hubungan seseorang dengan
illāhi58
Dijelaskan dalam Fathūl Bari pendapat berbagai
ulama tentang pemahaman hadith tersebut tidak seperti
yang dipahami Mernissi. Ath Thathawy menyatakan
bahwa hadith tersebut telah dimansukh oleh hadith
A’isyah bahwa Nabi Saw shalat, sementara kaki beliau
Saw tidak sengaja menyentuh ‘Aisyah yang tertidur
didekatnya dan Nabi Saw tetap meneruskan shalatnya.
Imam As Syafi’i menyatakan perempuan tidak
membatalkan shalat, hanya dapat mengurangi
kekhusyu’an, sedangkan Imam Ahmad menyatakan
bahwa shalat memang batal dengan melintasnya anjing
hitam, tetapi tidak karena perempuan, karena
bertentangan dengan hadith A’isyah r.a di atas.59

Watak emosional dan kecenderungan


memberontak terhadap apa yang didapati dari teks Al
Qūr’ān dan Hadith, yang ia alami semasa masih kanak-
57 Limmātus Sauda’. Hadis Misoginis dalam prespektif Hermeneutika
Fātimā Mernissi. Dalam Jurnal Mutawâtir, hal.299-300
58 Diambil dari tulisan Anisātūn Muthi’ah. “Analisis pemikiran Fatima
Mernissi Tentang Hadis-Hadis misogini”,81
59 Anita Masduki, “Hadis Misiginis versi Fātimā Mernissi”, 3
Mata Kuliah 27
Pemikiran Modern Dalam Islam

kanak dan remaja, makin kental ketika ia beranjak


dewasa dan bertanya, “Dapatkah seorang perempuan
menjadi pemimpin kaum Muslimin?” dan dijawab oleh
yang ditanya sesuai hadith Nabi Saw, “Tidak akan
pernah beruntung suatu kaum yang mempercayakan
urusannya kepada perempuan”. Mendengar jawaban ini
Mernissi seperti terbungkam, terpojok, dan marah. Tiba-
tiba ia tersentak, tergugat dan merasa perlu mencari
tahu tentang hadith tersebut. Mernissi meragukan
keshahihan hadith ini. Ia menganggap salah seorang
perawi hadith ini, Abu Bakrah, sebagai orang yang tidak
layak dipercaya lantaran pernah memberikan kesaksian
palsu dalam sebuah kasus perzinaan di masa Umar bin
Khattab. (Mernissi, Fātimā, Women and Islām: An
Hystorical and Theological Enquiry, Blackwell Publisher
Ltd,5TH ed., 1995, hal.1-2). Tetapi pengkajian terhadap
sosok Abu Bakrah menunjukkan bahwa Abu Bakrah ra.
adalah seorang shahabat yang alim, dan perawi yang
tsiqah (terpercaya). Oleh karenanya, dari segi
periwayatan tidak ada alasan sama sekali menolak
keshahihan hadith ini yang diriwayatkan oleh Bukhāri,
Ahmad, Tirmidzi, dan an-Nasa’i dari Abu Bakrah ra.60

Hadis misogini tentang kepemimpinan perempuan


secara lengkapnya :
:‫حدثنا عثمان بن اليثم حد ثنشا عششوف عن السشن عن اببش بكشرة قشال‬
‫لقد نفعن ال بكلمة ايام المل لا بلشغ النشب صشلى الش عليشه ة وسشلم‬
‫ لن يفلح قوم ولو امرىم امرأة‬: ‫ان فارسا مل كوا ابنة كسرى قال‬
(‫)رواه البخارى و التمذى و النسائ‬
60 Anita Masduki, “Hadis Misiginis versi Fātimā Mernissi”,. 3-4
Mata Kuliah 28
Pemikiran Modern Dalam Islam

Artinya : "Telah menceritakan kepada kami Utsman bin


Haitsām telah menceritakan kepada kami 'Auf dari Hasan
dari Abu Bakrah berkata: Allāh telah memberi manfaat
kepadaku dengan kalimat pada hari (perang) jamal,
ketika menyampaikan kepada Rasulullah Saw. bahwa
Putri Kisra telah memerintah (memimpin) kerajaan
Persia,, Rasulul1āh bersabda: Tidak akan sukses kaum
(masyarakat) yang menyerahkan (untuk memimpin)
urusan mereka kepada perempuan." (H.R. Bukhari,
Turmudzi, An- Nasa'i).61
Hadis ini menurut Fātimā Mernissi merupakan
reaksi adanya ketidak adilan gender yang dilegitimasi
melalui konstruksi budaya dan agama. Menurut Fātimā
mernissi diucapkan oleh Abu bakrah, pada saat terjadi
peperangan antara Ali dengan ‘Aisyah. Pada saat itu
keadaan 'Aisyah sangat kritis, secara politik Ia kalah,
'Aisyah mengambil alih kota basrah, dan setiap orang
yang memilih untuk tidak bergabung dengan pasukan Ali
harus memberikan dalih. Sebelum peperangan itu
terjadi, ‘Aisyah banyak mengirim surat terhadap
pemuka-pemuka kaum muslim, untuk menjelaskan
kepada mereka alasan yang mendorongnya melakukan
pemberontakan terhadap Ali, dan minta dukungan dari
mereka. Akan tetapi banyak dari mereka yang menahan
diri terlibat dalam insiden peperangan saudara termasuk
Abu Bakrah.62
Menghadapi kejadian tersebut, opini publik terbagi
menjadi dua: Apakah ia harus mematuhi khalifah yang
tidak adil (karena tidak pernah menghukum pembunuh
Utsman), atau memberontak menentangnya dan
mendukung 'Aisyah, meskipun hal itu bisa memicu
terjadinya perang saudara?.Abu Bakrah mengingat hadis
di atas, hanya sebagai pembuktian dalam saat-saat yang

61 Diambil dari tulisan Anisātūn Muthi’ah. “Analisis pemikiran Fātimā


Mernissi Tentang Hadis-Hadis misogini”,79
62 Diambil dari tulisan Anisātūn Muthi’ah. “Analisis pemikiran Fātimā
Mernissi Tentang Hadis-Hadis misogini”,79
Mata Kuliah 29
Pemikiran Modern Dalam Islam

kritis. Apabila konteks historis sebuah hadis telah jelas,


maka evalusi secara kritis terhadap hadis tersebut bisa
dilakukan dengan menerapkan metodologis yang
didefinisikan oleh para fuqaha sebagai dasar-dasar
verifikasi.63
Menurut Imam Malik, tidaklah memadai bahwa
seseorang pernah hidup bersama Rasulullāh untuk
menjadi sumber hadis, tetapi juga diperlukan
pertimbangan-pertimbangan lain tertentu, bahkan
sampai yang memungkinkan kita menyatakan : " Orang-
orang yang pelupa haruslah diabaikan". Kelemahan
ingatan dan kapasitas intelektual bukan cuma satu-
satunya kriteria untuk mengevaluasi perawi hadis,
kriteria yang terpenting justru adalah moral.
Jika kaidah di atas diterapkan pada Abu Bakrah
dengan segera dapat disingkirkan, karena salah satu
biografinya menyebutkan bahwa ia pernah dihukum dan
dicambuk oleh khalifah Umār bin Khattāb karena
memberi kesaksian palsu. Melihat prinsip-prinsip Imam
Malik dalam fiqh maka kedudukan Abu Bakrah sebagai
sumber hadis di atas harus ditolak oleh setiap muslim
pengikut maliki yang baik dan berpengetahuan. Selain
itu juga sikap para fuqaha pada abad- abad pertama
terhadap hadis ini, meskipun Imam Bukhari menganggap
shahih ternyata banyak diperdebatkan. Kaum fuqaha
tidak sepakat terhadap pemakaian hadis tersebut
berkenaan dengan masalah perempuan dan politik.
Karena tidak diragukan lagi banyak yang menggunakan
hadis di atas sebagai argumen untuk menggusur kaum
perempuan dari proses pengambilan keputusan. Ath
Thābary adalah salah seorang dari para otoritas religius
yang menentang argumen diatas.64
Kebencian Mernissi terhadap hadith yang dia klaim
sebagai hadith misoginis lainnya, adalah hadith shāhih Al
Bukhāri Abu Hurairāh yang berbunyi; “Tiga hal yang
membawa sial : rumah, perempuan , dan kuda ” (Lihat
63 Diambil dari tulisan Anisātūn Muthi’ah. “Analisis pemikiran Fātimā
Mernissi Tentang Hadis-Hadis misogini”,79
64 Diambil dari tulisan Anisātūn Muthi’ah. “Analisis pemikiran Fātimā
Mernissi Tentang Hadis-Hadis misogini”,80
Mata Kuliah 30
Pemikiran Modern Dalam Islam

Jami’ Shāhih Al Bukhāri, dan Shahih Muslim). Ia


menggugat, mengapa perempuan begitu hina dan
dianggap pembawa sial. Mernissi menggugat hadith
yang menurutnya misoginis, tidak berpihak kepada
perempuan, dan membenci perempuan. Ia mengkritik
Abu Hurairāh sebagai rawi yang lemah karena satu-
satunya yang meriwayatkan hadth ini tanpa lebih cermat
merujuk kepada kitab-kitab rujukan yang shāhih dan
diriwayatkan oleh orang yang sudah dikenal tsiqoh.
Padahal dari jalur sahabat yang lain yaitu Abdullah bin
Umar ra. hadith ini diriwayatkan sbb: “Rasulullāh s.a.w
bersabda: Kesialan itu ada pada rumah, pada
perempuan dan pada kuda yaitu kendaraan “ (Hadith
shāhih, diriwayatkan oleh Bukhāri dan Muslim).65
Ironisnya, ditengah kebenciannya kepada hadith
shāhih yang menjadi rujukan kedua sesudah al-Qūr’ān,
bagi agama Islām, agama Mernisi sendiri, ia begitu
terpesona terhadap Barat dan perempuan-perempuan
Barat. Ia menulis, “.. saya senantiasa memperoleh
kejutan saat mengunjungi Amerika dan Eropa, yang
menjual diri mereka sebagai masyarakat supra-moderen,
karena sesungguhnya saya menemukan mereka tetap
dengan iklim budaya Yahudi dan Kristennya”. Apa
sebenarnya yang tengah berkecamuk dalam benak para
feminis? Apa yang tengah mereka perjuangkan untuk
agamanya? Atau mereka justeru ingin meruntuhkan
agamanya sendiri? Kalau begitu mengapa mereka masih
bersikukuh memeluk agama Islām sementara pada
waktu yang sama mereka mengejek dan mencaci maki
agama yang murni ini dan mengagung-agungkan agama
lain yang nyata-nyata memusuhi Islām? Rabbunâ al
musta’an. (Kemang Pratama Bekasi, Rajab 14,1430/Anita
Masduki)66

65 Anita Masduki, “Hadis Misiginis versi Fātimah Mernissi”, 4


66 Anita Masduki, “Hadis Misiginis versi Fātimah Mernissi”, 4
Mata Kuliah 31
Pemikiran Modern Dalam Islam

Konsep Harem dalam prespektif Fātimā


Mernissi

Ada yang menarik dari Rubrik “kisah” berjudul


pengakuan “selir” pangeran Jefri dalam Media Indonesia
edisi Minggu, 4/6/2000. Kisah ini mirip cerita 1001
malam, demikian media mengawali beritanya.
Kehidupan seorang pangeran; bergelimang uang, hidup
mewah dan dikelilingi wanita-wanita cantik yang siap
menghibur “luar-dalam”. Ya, benar, laporan tersebut
membicarakan seorang pangeran flamboyan nan kaya
raya bernama pangeran Jefri Bolkiah, anggota kerajaan
Brunei Darussalam.
Bukan kekayaan dan hobi pangeran yang suka pesta
itu yang dijadikan satu-satunya sasaran tembak. Tapi,
“kesukaan” pangeran Jefri Bolkiah yang lain yang
hendak dikupas seiring dengan adanya pengakuan
seorang model asal Los Angeles bernama Rebbeca
Ferratti kepada Melba Newsome dari majalah Marie
Claire. Rebbeca mengaku pernah menjadi “harem” (selir)
pangeran Jefri dengan gaji puluhan ribu dolar. Yang
menghebohkan lagi, selain dirinya, masih ada 69 harem
(selir) pangeran jefri plus empat istri resmi sang
pangeran.67
Tentang kata harem sendiri, ia sesungguhnya variasi
kecil dari kata haram, yang dilarang, lawan dari halal,
yang diperbolehkan. Harem adalah tempat yang
didalamnya seorang laki-laki melindungi keluarganya,
seorang atau beberapa istrinya, anak-anaknya dan
saudara-saudara perempuannya. Harem bisa berbentuk
Rumah atau tenda dan menunjukkan tempat dan orang
yang tinggal di dalamnya. Yang diterapkan di harem
adalah bahwa ia berarti rumah seorang laki-laki. Tidak
ada laki-laki lain yang boleh masuk tanpa seizinnya , jika
mereka masuk, mereka harus mematuhi aturannya.
Harem adalah sebuah ruang pribadi dengan segala
aturan di dalamya. Bahkan sebenarnya harem tidak

67 Burhanudin, “Teras Terlarang, Fātima Mernissi Konsep Harem


dalam prespektif Fātimā Mernissi”, dalam Islamlib.com.1
Mata Kuliah 32
Pemikiran Modern Dalam Islam

butuh tembok, sekali perempuan diberitahu apa yang


dilarang, berati dia telah memiliki harem di dalam diri.
Gagasan tentang harem yang tak tampak, sebuah
hukum yang terpatri di dalam benak itulah yang
membuat Fātimā Mernissi selalu risau dan lewat
pengalamannya dan cerita-cerita yang didapat dari para
orang dewasa di harem dimana ia tinggal, akhirnya
Fātimā Mernissi kecil mencoba berontak hingga akhirnya
mampu menghasilkan karya-karya yang sanggup
membuka mata dunia tentang perempuan dan islām
yang terlupakan.68
Seperti pernah diulas Satrio (1994) ketika meresensi
buku ini dalam edisi bahasa Inggris, judul The Dreams of
Trespass (Impian-impian tentang Keluar Batas) sengaja
dipakai karena inilah yang Mernissi ingat tentang apa
yang dilakukan kaum perempuan di dalam harem.
Mereka melihat ke rentang langit dari dalam lingkungan
halaman harem dan memimpikan hal-hal yang
sederhana, seperti melangkah bebas di jalan. Ia menulis
tentang batas-batas yang mengatur perilaku dalam
masyarakat, garis antara laki-laki dan perempuan.
Bukankah inovasi besar di dunia ini berawal dari sebuah
mimpi yang menggantung?69
Mernissi membuat perbedaan antara harem kerajaan
(imperial) dan harem tingkat biasa (domestic). Orang
Barat biasanya membayangkan harem kelas tinggi,
yakni istana-istana yang dimiliki laki-laki yang kaya raya
dan berkuasa, yang membeli ratusan wanita budak dan
menyimpan mereka dalam lingkungan harem dengan
dijaga ketat oleh orang kasim. Harem-harem semacam
ini telah lenyap oleh Perang Dunia I, ketika kerajaan
Ottoman runtuh dan praktek-praktek itu dilarang oleh
penguasa Barat. Mernissi dibesarkan dalam harem
tingkat biasa, yakni rumah bertembok anggun, meskipun
bukan istana. Rumah ini didiami oleh sebuah keluarga
68 Di ambil dari http://rahima.or.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=199:fikrah-edisi-12-catatan-
akar-pemberontakan-fatima-mernissi&catid=38:fikrah&itemid=271
69 Burhanudin, “Teras Terlarang, Fātimā Mernissi Konsep Harem
dalam prespektif Fatima Mernissi”, dalam Islamlib.com, 2
Mata Kuliah 33
Pemikiran Modern Dalam Islam

besar dengan maksud mencegah perempuan memiliki


kontak dengan dunia luar70
Distingsi kategoris yang dibuat Mernissi tentang
harem di atas sebenarnya sangat membantu kita untuk
menjernihkan pandangan steriotipikal Barat yang
menganggap bahwa para raja Islam di Timur Tengah dan
Maghribi (Afrika Utara) masih melanggengkan institusi
harem. Dalam bayangan mereka, harem yang berisi
selir-selir raja yang berjumlah belasan, bahkan puluhan
wanita beserta anak-anak yang berjumlah puluhan
masih bercokol hingga kini. Walhal, harem model
imperial seperti itu telah lama punah, sementara harem
model domestik tetap ada seiring dengan masih
hidupnya “kepercayaan teologis” yang berakar pada
faktor kultural untuk menjaga sekaligus memudahkan
proses pemantauan terhadap istri-istri dan anak-anak
perempuan dari pengaruh luar.71
Tradisi harem yang membatasi perempuan dalam
berinteraksi dengan dunia luar ini sebenarnya bisa
dijelaskan melalui konsep space yang biasa dikenal
dalam literatur antropologi. Dalam hal ini, segregasi
yang ketat menyangkut space (ruang) buat laki-laki atau
perempuan lebih merujuk pada faktor budaya yang
melingkupinya. Dan karenanya, lepas dari tanggung
jawab sakralitas teks agama. Meskipun, misalnya, ada
teks yang menyebut secara eksplisit batas demarkasi
laki-laki dan perempuan, itu tak lebih dari bentuk
akomodasi teks agama terhadap kultur budaya lokal
(baca: Arab). Kalau kita mengikuti asumsi ini, maka teks-
teks suci yang membatasi ruang gerak perempuan—
yang kemudian berimplikasi pada penyudutan peran
perempuan— bersifat relatif atau nisbi. Atau, meminjam
istilah bahasa tafsir (Ulumūl Qūr’ān) disebut dzanniy.72

70 Burhanudin, “Teras Terlarang, Fātimā Mernissi Konsep Harem


dalam prespektif Fāimā Mernissi”, dalam Islamlib.com, 2-3
71 Burhanudin, “Teras Terlarang, Fātimā Mernissi Konsep Harem
dalam prespektif Fātimā Mernissi”, dalam Islamlib.com, 3
72 Burhanudin, “Teras Terlarang, Fatima Mernissi Konsep Harem
dalam prespektif Fātimā Mernissi”, dalam Islamlib.com, 3-4
Mata Kuliah 34
Pemikiran Modern Dalam Islam

Namun di atas segalanya, kehidupan masa kecil


Mernissi di lingkungan harem malah mematangkan
visinya sehingga ia berhasil menjadi scholar kaliber
international yang sangat dihormati. Menarik disimak,
yakni tumbuhnya benih-benih kritisisme Mernissi justru
ketika ia mendapat kungkungan yang kuat. Itu
merupakan pesan berharga bahwa “penjara” seketat
apa pun tidak bakal mampu mengerdilkan pemikiran
seseorang. Hanya tubuhnya saja yang terbelenggu.
Bukankah Raden Ajeng Kartini besar karena pikiran-
pikirannya yang —tertuang dalam lipatan surat kepada
Abendanon, sahabatnya—ternyata mampu menerobos
kungkungan tradisi yang melingkupinya dan mampu
melampaui zamannya?
“Bagaimanapun banyaknya keterbatasan Anda, Anda
selalu bisa memiliki impian dan visi. Jika Anda berpegang
pada hal itu, Anda bisa mengubah dunia. Itulah cerita
saya, “ujar Mernisi. Dus, melalui buku ini, Mernissi tidak
saja mampu mendeskripsikan ketertindasan perempuan
secara apik, tapi ia juga memiliki semangat liberatif dan
transformatif untuk mengubahnya.73

D. Karya Fātimā Mernissi

Rabat– Terlepas dari apa yang dia tulis – entah itu


tentang hak-hak perempuan di dunia Arab, ketakutan
terhadap Islām di Barat, atau globalisasi budaya – Fātimā
Mernissi, seorang intelektual dan penulis asal Maroko,
tidak saja berhasil memberikan pengetahuan pada
orang-orang, tapi juga dalam membuat mereka berpikir.
Buku-bukunya telah diterjemahkan ke lebih dari 30
bahasa. Dia pun pernah menerima sejumlah
penghargaan internasional yang prestisius atas
perjuangannya, termasuk Penghargaan Erasmus (Eropa)
dan Penghargaan Pangeran Asturias (Spanyol).74
73 Burhanudin, “Teras Terlarang, Fatima Mernissi Konsep Harem
dalam prespektif Fātimā Mernissi”, dalam Islamlib.com, 4
74 Martina Sabra. “ Fā timāh mernissi srikandi dialog muslim-Barat”
dalam hminews.com,1
Mata Kuliah 35
Pemikiran Modern Dalam Islam

Fātimā Mernissi adalah penulis yang produktif,


terbukti banyaknya buku-buku yang sampai di Indonesia
dan telah diterjemahkan.Khususnya yang berkaitan
dengan masalah perempuan. Diantara karangan-
karangannya adalah sebagai berikut:

a. Women and Islām An Historical and Theological


Enquiry, diterbitkan oleh Basil Blackwell, 1991, tebalnya
228 halaman. Diterjemahkan, dengan judul Wanita di
dalam Islam, oleh Yaziar Radianti, Penerbit, Pustaka,
Bandung, 1994, tebalnya 281 halaman.
b. The Veil and Male Elite, diterjemahkan oleh M.
Masykur Abadi, dengan judul Menengok Kontroversi
Peran Wanita Dalam Politik, Penerbit Dunia Ilmu,
Surabaya, Januari, 1997, tebalnya 279 halaman.
c. The forgotten Queens of Islam, diterjemahkan
oleh Rahmani Astuti dan Enna Hadi dengan judul Ratu-
Ratu Islām yang Terlupakan". Penerbit Mizan, Bandung,
Desember 1994, tebalnya 311 halaman.
d. Setara di hadapan Allāh, buku ini ditulis bersama
Riffat Hassan, seorang Feminis muslim kelahiran Lahore,
Pakistan, diterjemahkan oleh Team dari LSPPA,
Yogyakarta sekaligus sebagai penerbit, bersama "The
Global Fund For Women California, USA, Januari 1995,
tabelnya 263 halaman.
e. Islam and Democracy Fear of the Modern World,
diterjemahkan oleh Amiruddin Arrani dengan judul Islam
dan Ontologi Ketakutan Demokrasi diterbitkan oleh LKIS
Yogyakarta bekerjasama dengan Pustaka Pelajar
Yogyakarta, Agustus, 1994.75

Mernissi telah mempunyai banyak karya yang


kebanyakan mengupas masalah-masalah perempuan,
antara lain: Beyond the Veil, MaleFemale Dynamics in
Modern Muslim Society (1975); The Veil and the Male
Elit (1987); Equal Before Allah (1987); Doing Daily Battle
(1989); Women and Islam: An Historical and Theological

75 Diambil dari tulisan Anisātūn Muthi’ah. “Analisis pemikiran Fātimā


Mernissi Tentang Hadis-Hadis misogini”,hal.77
Mata Kuliah 36
Pemikiran Modern Dalam Islam

Enquiry (1991); Islam and Democracy, Fear of the


Modern World (1992); The Forgotten Queens of Islam
(1993); Dream of Trespass, Tales of Harem Girlhood
(1994).6 Berkat beberapa karyanya tersebut, pada
tahun 2003 Mernissi menerima penghargaan sebagai
penulis dalam bidang keilmuan al-Qūr’ān dan kajian
Islām.76

E. Penutup
1. Kesimpulan

a. Fātimā Mernissi adalah tokoh feminis muslimat


yang serius mengkaji teks-teks keagamaan baik al-
Qūr’ān maupun al-Hadis, terutama yang berkaitan
dengan perempuan, menurutnya baik al-Qūr'ān dan al-
Hadis jika dipahami secara tekstual, banyak yang
mengandung perbedaan antara laki-laki dan perempuan,
sehingga dia memunculkan hadis misogini.
b. Terhadap hadis-hadis misogini Fātimā Mernissi
cenderung memberontak dan menganggapnya tidak
logis.
- Hadis Misogini pertama, aspek kiblat dijadikan
sebagai titik penekanan analisa Fātimā Mernissi,
bahwa kiblat merupakan arah yang memberikan
sasaran kepada shalat seseorang, baik spiritual
maupun pragmatis, sangat kontradiktif apabila
perempuan disamakan dengan anjing dan keledai
dalam membatalkan shalat seseorang apabila
melintas di depan orang shalat. Selain itu juga
telah disanggah langsung oleh Aisyah.

- HadisMisogini kedua, Fātimā Mernissi menekankan


pada aspek ashab al-wurūd, yang diambil dari
pendapat Imam al-Ghazali, perempuan boleh
memegang jabatan publik termasuk kepala
pemerintahan, dengan merujuk surat al-Naml ayat
23.

76 Limmātus Sauda’. Hadis Misoginis dalam prespektif Hermeneutika


Fātimā Mernissi. Dalam Jurnal Mutawâtir, hal. 295
Mata Kuliah 37
Pemikiran Modern Dalam Islam

DAFTAR PUSTAKA

Al – Qūr’ān surah Al-Hūjarāh [49] : 13

Admin in Buku Gender, Posted on, 09. Oct,2009 yang


dikutip dari
Buku “ Perempuan di Garis Depan” (2001)
Anisātūn Muthi’ah, “Analisis pemikiran Fātimā Mernissi
Tentang Hadis-Hadis
misogini”, yakni Mahasiswa IAIN Syekh Nurjati
Cirebon, Jurusan
Tafsir Hadis Fakultas Usuludin Adab Dakwah.
Badrian, “Melacak Akar Persoalan Bias Gender dalam
Penafsiran Al-Qūrān dan Hadis (Metode dan
Pendekatan Pemikiran
Fātimā Mernisi tentang Feminisme”.
Mu’adalah Jurnal Studi Gender
dan Anak Vol. 1 No.2, Juli-Desember 2013
Burhanuddin, “Teras Terlarang, Fātimā Mernissi Konsep
Harem
dalam Perspektif Fātimā Mernissi”, dalam
Islamlib.com;
Febi Ayu Darmayanti. “Tokoh-Tokoh Perempuan dalam
membangun
Peradaban Islam Pada Masa Modern”.Jurusan
Perbandingan Agama
Fakultas Usuludin dan Filsafat UIN Syarif
Hidayatullah,
Mata Kuliah 38
Pemikiran Modern Dalam Islam

Jakarta.2014
Hasni Salimah S, “Perempuan dalam Islām : Hadits
Misiginis versi Fātimā
Mernissi”,http://www.vaoislam.com/muslimah/artic
le/2009/07/07/158/perempuan-dalam-islām-hadith-
misoginis-versi-fātimā -mernissi/
Iwan Hafidz Zaini, “Feminisme dalam pandangan Fātimā
Mernissi”,
http://kua-boyolali.blogspot.com
Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Bahasa
Inggris-
Indonesia,(Jakarta : Gramedia Pustaka Agama,
1976)
Limmātus Sauda’. Hadis Misoginis dalam prespektif
Hermeneutika Fātimā
Mernissi. Dalam Jurnal Mutawâtir Vol.4|No.2| Juli
-Desember 2014
Martina Sabra. “ Fātimāh mernissi srikandi dialog
muslim-Barat” dalam
hminews.com
Masduki, Anita, // Hadis Misoginis versi Fātimā Mernissi”,
www.vao-islam.com

Nong Darul Mahmuda, “Fātimā Mernissi: Berontak Demi


Kaum
Peempuan”, dalam Islamlib.com;
Richard C. Martin, dkk., Post Mu’tazilah : Geneologi
konflik
Rasionalisme dan Tradisionalisme Islām
(Yogyakarta :
Ircisod,2002).
Rini Sutikmi. “Jilbab dalam Islām: Telaah atas pemikiran
Fātimā Mernissi”
(Yogyakarta, 2008).
wikipedia.org.Artikel Encyclopedia americana edisi 1920
tentang sistem
patriarkhi
Zakariya, Nur Mukhlish, “Kegelisahan Intelektual
Seorang
Mata Kuliah 39
Pemikiran Modern Dalam Islam

Feminis(Telaah pemikiran Fātimā Mernissi Tentang


Hermeneutika Hadis)”, dalam karsa, vol.19,no 2
Tahun 2011
Http://en.wikipedia.org/wiki/fatema_Mernissi. oleh
Ahmad
Wahyu,.Sag
http://rahima.or.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=1 99:fikrah-edisi-
12-catatan-akar-pemberontakan-fatima-
mernissi&catid=38:fikrah&itemid=271

Anda mungkin juga menyukai