Anda di halaman 1dari 12

1|P e r j a n j i a n d a n W al i m a h

dalam Perkawinan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup
semua sisi kehidupan, tidak ada satu masalah pun dalam kehidupan ini yang tidak
dijelaskan, dan tidak ada satupun masalah yang tidak disentuh nilai islam, walau
masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah islam, agama yang memberi
rahmat bagi seluruh alam. Dalam masalah perkawinan, islam telah berbicara
banyak, dimulai bagaimana cara mencari kriteria bakal calon pendamping hidup
hingga bagaimana memperlakukannya dikala resmi menjadi sang penyejuk hati.
Islam memiliki tuntunanya, begitu pula islam mengajarkan bagaimana
mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapat berkah
dan tidak melanggar tuntunan rasulullah SAW, demikian halnya dengan
pernikahan yang sederhana namun tetap penuh pesona. Telah membudaya
dikalangan masyarakat umum, baik masyarakat dari lapisan bawah maupun
lapisan atas, ketika terlaksana pernikahan akan dilaksanakan pula sebuah perayaan
dalam rangka mensyukuri terselenggaranya momen tersebut. Dalam merayakan
itupun sangat variatif. Ada yang dilaksanakan secara kecil kecilan dengan hanya
sebatas menjamu para undangan dengan makanan sekedernya atau bahkan ada
yang merayakannya secara besar besaran, dengan memakan waktu berhari hari
dan dengan beraneka ragam hiburan dan makanan yang disajikan hingga terkesan
berlebihan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perjanjian dalam Perkawinan ?
2. Bagaimana Walimah dalam Perkawinan ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui bagaimana perjanjian dalam Perkawinan
2. Untuk Mengetahui Walimah dalam Perkawinan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perjanjian Dalam Perkawinan
2|P e r j a n j i a n d a n W al i m a h
dalam Perkawinan

Perjanjian perkawinan dibuat oleh calon suami dan calon istri jika
diperlukan untuk mengatur hal-hal yang berkaitan dengan harta kekayaan atau
lain-lainnya. Perjanjian itu harus dibuat sebelum akad nikah dilangsungkan atau
pada saat mau melakukan akad nikah. Perjanjian perkawinan dibuat tidak boleh
bertentangan dengan ketertiban hukum. Karena hukum perkawinan bersifat
fakultatif lebih banyak mengatur, maka dalam beberapa hal boleh disampingi
dengan membuat perjanjian perkawinan.

Dalam KUH Perdata tentang perjanjian kawin umumnya ditentukan dalam


pasal 139 sampai dengan pasal 154. Menurut ketentuan pasal 139, bahwa “dengan
mengadakan perjanjian kawin, kedua calon suami istri berhak menyiapkan
beberapa penyimpangan dari peraturan Undang-undang sekitar persatuan harta
kekayaan, asal perjanjian itu tidak menyalahi tata susila yang baik atau tata tertib
umum dan asal diindahkan pula segala ketentuan menurut pasal berikutnya. Hal
ini terjadi karena dalam KUH Perdata semenjak perkawinan berlangsung semua
harta menjadi harta bersama, termasuk harta yang sudah diperoleh sebelum
perkawinan oleh masing-masing pasangan suami istri itu. Apabila harta yang telah
diperoleh sebelum perkawinan tidak ingin dimasukkan kedalam harta bersama,
maka harus dibuat perjanjian antara calon suami dan calon istri sebelum akad
nikah. Jika sudah dilakukan akad nikah maka perjanjian itu tidak boleh dibuat
lagi, karena secara hukum harta itu sudah menjadi harta bersama. Meskipun
dibenarkan membuat perjanjian kawin, namun tidak dibenarkan membuat
sekehendak hatinya, melainkan harus menjaga etika dan moral yang baik.

Perjanjian perkawinan juga diatur dalam UU Perkawinan. Pasal 29 UU


No.1 Tahun 1974 Menyatakan bahwa “pada waktu atau sebelum perkawinan
dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan
perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatatan Perkawinan, setelah
mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut
(ayat (1)). Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-
batas hukum, agama dan kesusilaan(ayat (2). Perjanjian tersebut mulai berlaku
sejak perkawinan dilangsungkan(ayat (3)). Selama perkawinan berlangsung
3|P e r j a n j i a n d a n W al i m a h
dalam Perkawinan

perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali dari kedua belah pihak ada
persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga (ayat
(4)).1

Perjanjian perkawinan (Mithaq Az Zauziyyah) dalam At Tanjil Al hakim


terdapat dalam firman Allah :

    


    
    
    
    
     

“Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang
kamu telah memberikan kepada seseorang diantara mereka harta yang banyak,
maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun.
Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan dusta dan
menanggung dosa yang nyata? Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali,
padahal sebagian telah bergaul dengan yang lain sebagai suami istri. Dan
mereka (istri-istriimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat (QS. An
Nisa: 20-21).

Dalam ayat diatas nampak, bahwa dalam perkawinan terdapat sebuah


perjanjian kuat yang diambil oleh para istri dari para suami mereka. Muatan
perjanjian tidak boleh bertentangan dengan ketentuan hukum Al qur’an, meskipun
seratus syarat, hukumnya batal. Demikian juga perjanjian yang bertujuan
menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.

1. Syarat Perjanjian

1 Jamaluddin & Nanda Amelia . Buku Ajar Hukum Perkawinan. Sulawesi : UNIMAL PRESS, 2006.
Hal.56
4|P e r j a n j i a n d a n W al i m a h
dalam Perkawinan

Perjanjian perkawinan mempunyai syarat, yakni perjanjian yang dibuat itu


tidak bertentangan dengan syari’at islam atau hakikat perkawinan. Contoh syarat
yang tidak sesuai dengan syari’at islam, misalnya dalam perkawinan itu si istri
tidak akan kawin lagi. Perkawinan itu sendiri sah, tetapi syaratnya tidak sah.
Berdasarkan sabda Nabi SAW. “ Segala syarat yang tidak terdapat dalam
kitabullah adalah batal, sekalipin 100 syarat “.

Sabdanya pula:

“Orang-orang islam itu tidak menurut syarat mereka, kecuali apabila berupa
syarat yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.”

Tentang perjanjian, Kholil Rahman menyebutkan macam-macam sifat


perjanjian :

a. Syarat-syarat yang menguntungkan istri, seperti syarat untuk tidak dimadu.


b. Syarat-syarat yang bertentangan dengan apa yang dikehendaki oleh maksud
akad itu sendiri. Seperti, tidak boleh mengadakan hubungan kelamin, tidak
ada hak waris mewarisi diantara suami istri. Syarat semacam ini tidak sah,
dan tidak mengikat.
c. Syarat-syarat yang bertentangan dengan ketentuan syara’ seperti jika akad
nikah sudah dilangsungkan, agar masing-masing pindah agama, harus makan
daging babi. Syarat ini pula tidak sah2.

2. Bentuk-bentuk Perjanjian Perkawinan


a. Taklik Talak. Pada dasarnya terdapat dalam buku catatan KUA, yang
sebenarnya merupakan janji atau pernyataan suami yang bersedia untuk
dijatuhkan talak oleh istrinya, dalam hal :
1) Meninggalkan istri dua tahun berturut-turut
2) Tidak memberi nafkah wajib kepada istri 3 bulan lamanya
3) Menyakiti badan/jasmani istri
4) Membiarkan istri selama 6 bulan lamanya.

2 Http://asrofuddin.blogspot.com/2010/06/makalah-perjanjian-perkawinan-dalam.html?
5|P e r j a n j i a n d a n W al i m a h
dalam Perkawinan

b. Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum islam.

Taklik talak tersebut berlaku jika istri merasa tidak ikhlas dengan
perlakuan suaminya tersebut, maka istri dapat mengadukan perbuatan suaminya
untuk meminta agar dijatuhkannya talak ke Pengadilan Agama. Dengan syarat:
(1) pengaduannya diterima oleh pengadilan (2) istri membayar uang sebesar
50’000 sebagai pengganti atau iwadl3

B. Walimah dalam Pernikahan/Perkawinan

Agama Islam mengajarkan bahwa perkawinan merupakan peristiwa yang


patut disambut dengan rasa syukur dan gembira. Oleh karena itu nabi
mengajarkan agar peristiwa perkawinan dirayakan dengan suatu peralatan atau
walimah. Hadis Riwayat Bukhāri dam Muslim dari Anas bi Malik menceritakan
bahwa pada suatu hari nabi melihat pada ‘Abd al Rahman bin ‘awf terdapat
berkas-berkas warna kuning dibadannya (ada kebiasaan dikalangan sahabat nabi,
apabila seseorang melaksanakan perkawinan, ia mengenakan wangi-wangian yang
dicampuri akar kayu za’faran yang berwarna kuning kemerah-merahan), beliau
bertanya : apa itu ? kemudian dijawab bahwa baru saja ia kawin, lalu nabi
mendoakan dan memerintahkan “selenggarakan walimah, meskipun hanya
dengan memotong seekor kambing.”4

1. Pengertian
Walimah berasal dari kata Alwalmu, sinonimnya adalah Al ijtima artinya
berkumpul yang menurut Al azhary adalah karena kedua suami istri itu berkumpul
atau pada saat yang sama banyak orang berkumpul.
Adapun yang dimaksud dengan walimah itu adalah makanan yang
disediakan dalam pesta (hajat atau kenduri) atau makanan yang disediakan untuk
para undangan. Dalam pengertian masyarakat kita, walimah tidak terletak pada
hidangannya, tetapi pada keramaiannya walaupun tentunya tidak terlepas dari
hidangan.
Sedangkan walimah dalam literatur Arab secara arti kata berarti jamuan
yang khusus untuk perkawinan dan tidak digunakan untuk perhelatan diluar
3 IrmaDevita.com/2013/tiga-bentuk-perjanjian-perkawinan-dan-kaitannya-dengan-KDRT/
4 Hamid Sarong, Hukum perkawinan Islam di Indonesia, Banda Aceh : PeNA, 2010. Hal .87
6|P e r j a n j i a n d a n W al i m a h
dalam Perkawinan

perkawinan. Berdasarkan pendapat ahli bahasa diatas untuk selain kesempatan


perkawinan tidak digunakan kata walimah meskipun juga menghidangkan
makanan5. Sedangkan definisi yang terkenal dikalangan ulama walimatul ‘ursy
diartikan dengan perhelatan dalam rangka mensyukuri nikmat Allah atas telah
terlaksananya akad perkawinan dengan menghidangkan makanan.

2. Hukum Walimatul ‘ursy


Kebanyakan Fuqaha berpendapat bahwa mengadakan Walimah itu
hukumnya sunnah muaqqad dan sangat diutamakan. Imam Ahmad meriwayatkan,
ketika Ali bin Abi Thalib meminang Fatimah, nabi mengatakan : “Perkawinan
mesti dirayakan dengan walimah”. Imam bukhari dan muslim meriwayatkan dari
Anas, bahwa ketika nabi mengawinkan Zainab, beliau menyelenggarakan
walimah dengan menyembelih seekor kambing.”6
Hukum walimatul ‘ursy adalah sunnah menurut jumhur ulama. Sebagian
ulama mewajibkan walimah karena adanya perintah rasulullah SAW dan wajib
nya memenuhi undangan walimah. Rasulullah SAW bersabda kepada
‘Abdurrahman bin ‘Auf radiayallahu ‘anhu ketika dia mengkhabarkan bahwa dia
telah menikah “Adakanlah walimah walaupun hanya dengan menyembelih seekor
kambing “ (HR.Bukhari dan muslim). Dan juga Nabi SAW mengadakan walimah
ketika menikah dengan zainab, sofiyyah, dan Maimunah binti Al-Harits.
Mengenai ukuran atau kadar dari pesta perkawinan, sebagian ahli ilmu
berpendapat bahwa tidak kurang dari satu ekor kambing dan yang lebih utama
adalah lebih dari itu. Seperti yang difahami dari hadits Abdurrahman bin ‘Auf
diatas : “Adakanlah walimah walaupun hanya dengan menyembelih seekor
kambing” (HR.Bukhari dan Muslim). Dan ini jika diberi kelebihan rezeki oleh
Allah kepadanya. Dan jika tidak mampu maka sesuai dengan kadar
kemampuannya. Rasulullah juga mengadakan walimah ketika menikah dengan
sofiyyah berupa makanan khais yaitu tepung, mentega dan keju yang dicampur
kemudian diletakkan diatas nampan. Hal ini menunjukkan bolehnya mengadakan

5 Amir Syarifuddin,Hukump Perkawinan Islam Di Indonesia,(Jakarta:Prenada


Media,2006),hal.155
6 Hamid Sarong, Hukum perkawinan Islam di Indonesia, Banda Aceh : PeNA, 2010. Hal .87
7|P e r j a n j i a n d a n W al i m a h
dalam Perkawinan

walimah tanpa menyembelih kambing dan juga boleh mengadakan walaupun


dengan yang lebih sederhana dari itu.

3. Batasan Walimatul ‘Ursy


Secara terperinci tidak ditemukan dalil dalil yang menyatakan secara jelas
batasan-batasan tentang penyelenggaraan walimatul ‘ursy. Batasan walimatul
‘ursy secara garis besar adalah ketika sebuah pesta tersebut dalam
penyelenggaraannya dibubuhi atau dicampuri dengan hal-hal yang melanggar
hukum syar’i.
Pada dasarnya pesta perkawinan dalam Islam lebih ditekankan pada
kesederhanaan, kebahagian dan kesenangan (murah meriah), karena mereka(kaum
muslimin yang taat) selalu mengikuti firman Allah yang artinya : “Allah tidak
membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
Dari ayat diatas seharusnya kita sebagai orang yang beriman kepada kitab
suci Al-qur’an harus benar benar memperhatikan ayat diatas. Yang mana Allah
yang maha pemurah dan bijaksana telah memberitahukan kepada kita bahwa
Allah tidak akan membebani hambanya terhadap sesuatu hal yang memberatkan
umatnya. Namun, kita sebagai umat yang dikasihani kenapa masih saja
membebani diri sendiri untuk mengadakan pesta walimatul ‘ursy dengan tidak
menyesuaikan kemampuan keberadaan kita hanya karena kesombongan semata.

4. Waktu Walimah

Waktu mengadakan walimah sangat tergantung kepada adat dan kebiasaan


yang berlaku disuatu tempat pada suatu masa tertentu. Walimah dapat diadakan
pada waktu akad nikah terjadi atau sesudahnya.7

5. Hukum Menghadiri Undangan Walimah

Untuk menunjukkan perhatian,memeriahkan, dan menggembirakan orang


yang mengundang, maka orang yang diundang walimah wajib mendatanginya.
Hukum menghadiri walimah itu apabila ia diundang pada dasarnya adalah wajib
sesuai dengan perintah nabi untuk menghadiri undangan itu, dalam sabdanya dari
Ibnu Umar dalam hadits Muttafaq ‘alaih :” Nabi Muhammad SAW. Bersabda :”

7 Hamid Sarong, Hukum perkawinan Islam di Indonesia, Banda Aceh : PeNA, 2010. Hal .88
8|P e r j a n j i a n d a n W al i m a h
dalam Perkawinan

Bila salah seorang diantaramu diundang menghadiri walimah Al ‘Urs, hendaklah


mendatanginya, baik walimah perkawinan maupun yang lainnya”. Sementara
dalam riwayat lain “ Dari Abu Hurairah R.A. bahwa Rasulullah telah bersabda:
Barang siapa yang tidak mengahdiri undangan,sesungguhnya ia telah durhaka
kepada Allah dan RasulNya” (HR. Bukhori).

Hadis lain riwayat Muslim dari Abi Hurairah mengajarkan : “ apabila salah
seorang diantara kamu diundang menghadiri walimah, hendaklah mengabulkan,
apabila sedang berpuasa hendaklah mendoakan, dan apabila sedang tidak
berpuasa maka makanlah hidangan yang disajikan.”8

Syarat-syarat wajib menghadiri Undangan walimah menurut Ibnu Hajar


sebagaimana disebutkan dalam kitab Fath al-Bari adalah sebagai :

a. Pengundangnya adalah orang mukhalaf, merdeka dan dewasa


membelanjakan harta bendanya.
b. Undangan tidak hanya ditujukan pada orang-orang kaya, sedang orang-
orang fakir tidak ikut diundang.
c. Tidak terlihat adanya kecendrungan pihak pengundang untuk mencari hati
seseorang, karena sengan atau takut kepadanya (dengan kata lain, tidak
ikhlas dalam penyelenggaraan walimah untuk mengikuti sunnah).
d. Pengundangnya adalah beragama islam( menurut pendapat yang lebih
kuat).
e. Walimah yang diselenggarakan pada hari pertama (apabila
penyelenggaraannya lebih dari satu hari).
f. Tidak kedahuluan Undangan lain, undangan yang lebih dulu diterima
lebih berhak dipenuhi. Apabila lebih dari satu undangan untuk waktu yang
bersamaan diterima dalam satu waktu, maka yang lebih dekat hubungan
kerabatnya lebih diutamakan, apabila tidak ada hubungan kerabatnya,
maka yang lebih dekat hubungan ketetanggaannya lebih diutamakan.
g. Tidak terdapat kemungkaran dalam walimah.

8 Ibid,hal88
9|P e r j a n j i a n d a n W al i m a h
dalam Perkawinan

h. Tidak ada uzur, seperti sakit, hujan, kesibukan rumah tangga yang tidak
dapat ditinggalkan, melawat jenazah keluarga atau tetangganya, perjalanan
yang memakan biaya atau terlalu jauh yang memberatkan pihak yang
diundang, tidak memiliki pakaian yang pantas untuk mengahadiri walimah
dan sebagainya.9

Bila seorang diundang oleh dua orang, dia harus mendahulukan orang
yang terdekat pintunya dan bila ia diundang dalam waktu yang sama dan tidak
mungkin dia menghadiri keduanya, maka ia harus memenuhi undangan yang
pertama10. Hal ini dijelaskan nabi dalam hadis dari seorang sahabat nabi yang
diriwayatkan oleh Muslim dalam sanadnya :” Bila bertemu dua undangan dalam
waktu yang sama, perkenanlah mana yang terdekat pintunya dan bila salah
seorang lebih dahulu, maka perkenankanlah mana yang lebih dahulu”.

Selain itu, sebagian dari ijma’ para ulama’ tentang hal-hal yang dapat
menjadi kelonggaran kepada yang diundang dalam walimatul ‘ursy juga termasuk
hal-hal yang dapat dijadikan sebagai batasan dalam penyelenggaraan walimatul
‘ursy. Karena ketika para ulama telah sepakat untuk melonggarkan atau
memperbolehkan kita untuk tidak menghadiri walimatul ‘ursy yang hukum
asalnya wajib maka hal tersebut berarti ada hal-hal yang memang melanggar dari
ketentuan syari’at islam11. Adapun hal-hal tersebut adalah:

a. Dalam walimah dihidangkan makanan dan minuman yang diyakininya tidak


halal. Ketika dalam acara walimah itu kita mengetahui dengan jelas bahwa
ada hidangan yang diharamkan oleh syariat islam maka acara tersebut
merupakan acara yang sudah menyimpang dari apa yang diajarkan oleh
rasulullah SAW. Karena Allah telah memerintahkan kepada kita untuk
memakan makanan yang sesuai dengan perintah Allah SWT yang artinya:

9 Hamid Sarong, Hukum perkawinan Islam di Indonesia, Banda Aceh : PeNA, 2010. Hal .89
10 Amir Syarifuddin,Garis-Garis Besar Fiqih,(Jakarta: Kencana,2010)cet.3, hal.119
11QurotulAini,ProsesiPernikahan,KangmoesdotCom,http://kangmoes.com/artikeltipstrik,idemena
rikkreatif.definisi/prosesi-pernikahan.
10 | P e r j a n j i a n d a n W a l i m a h
dalam Perkawinan

     


    
      

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat dibumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan itu
adalah musuh yang nyata bagimu.(Q.S.Al-Baqarah:168)

b. Yang diundang hanya orang orang kaya dan tidak mengundang orang orang
miskin. Hal tersebut sangatlah tidak wajar. Karena pada hakekatnya
pelaksanaan walimatul ‘ursy bukan hanya sekedar untuk berpesta pora
melainkan juga untuk membagi kebahagiaan kepada para fakir miskin.
c. Dalam rumah tempat walimah itu terdapat perlengkapan yang haram. Yang
salah satunya contoh dari peralatan tersebut telah dijelaskan dalam hadits
Rasul yang artinya: “ Dari Hudzaifa Al-Yaman R.A. Ia berkata : Rasulullah
SAW bersabda: “ Janganlah kamu minum dengan bejana emas dan perak dan
janganlah kamu makan dengan piring emas dan perak, karena ia untuk orang
kafir di dunia dan untuk kamu di akhirat. ( Mutafaqqun ‘Alaih).”
d. Dalam walimah diadakan permainan/hiburan yang menyalahi agama.
Sebagaimana yang telah menjadi tradisi di zaman sekarang yang
dipertontonkannya para wanita dengan berbagai pakaian mini sambil
menyanyikan lagu dan tidak kestinggalan dengan berbagai tariannya yang
sangat tidak pantas untuk diperlihatkan kepada kalangan umum12.

6. Hikmah Walimah

Salah satu hal yang harus diketahui bahwa tak satupun ketetapan yang
diamanahkan syari’ah yang tak mempunyai hikmah. Dan adapun hikmah
ditetapkannya walimah diantaranya:

a. Merupakan rasa syukur kepada Allah.


b. Tanda penyerahan anak kepada suami dari kedua orang tuanya.
c. Sebagai resminya adanya akad nikah.
d. Sebagai tanda memulai hidup baru bagi suami istri.

12 Amir Syarifuddin,Garis-Garis Besar Fiqih,(Jakarta: Kencana,2010)cet.3, hal.119


11 | P e r j a n j i a n d a n W a l i m a h
dalam Perkawinan

e. Sebagai realisasi arti sosiologi dari akad nikah.


f. Sebagai pengumuman bagi masyarakat, bahwa antara meepelai telah resmi
menjadi suami istri sehingga masyarkat tidak curiga terhadap perilaku yang
dilakukan oleh kedua mempelai13.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perjanjian perkawinan dibuat oleh calon suami dan calon istri jika
diperlukan untuk mengatur hal-hal yang berkaitan dengan harta kekayaan atau
lain-lainnya. . Perjanjian itu dibuat sebelum akad nikah dilangsungkan atau pada
saat mau melakukan akad nikah. Dengan tuntutan Perjanjian perkawinan dibuat
tidak boleh bertentangan dengan ketertiban hukum dan syariat Islam.

walimatul ‘ursy diartikan dengan perhelatan dalam rangka mensyukuri


nikmat Allah atas telah terlaksananya akad perkawinan dengan menghidangkan
makanan. Yang mana hukum dalam melaksanakan walimah ini menurut Ulama
ada yang mengatakan sunnah mu’akad ada juga yang mengatakan wajib. Sesuai
kondisi dan situasi dalam perhelatan tersebut.

13Aziz-Berbagi.blogspot.co.id/2014/05/walimatul-ursy-pesta-nikah-19.html?m=1
12 | P e r j a n j i a n d a n W a l i m a h
dalam Perkawinan

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Syarifuddin, Amir. 2010. Garis-Garis Besar Fiqih. Jakarta: Kencana, cet.3

Syarifuddin, Amir. 2006. Hukump Perkawinan Islam Di


Indonesia.Jakarta:Prenada Media.

Jamaluddin & Nanda Amelia. 2006. Buku Ajar Hukum Perkawinan. Sulawesi :
UNIMAL PRESS,

Sarong, Hamid .2010.Hukum perkawinan Islam di Indonesia, Banda Aceh : PeNA

Aziz-Berbagi.blogspot.co.id/2014/05/walimatul-ursy-pesta-nikah-19.html?m=1

Http://asrofuddin.blogspot.com/2010/06/makalah-perjanjian-perkawinan-
dalam.html?

IrmaDevita.com/2013/tiga-bentuk-perjanjian-perkawinan-dan-kaitannya-dengan-
KDRT/

QurotulAini,ProsesiPernikahan,KangmoesdotCom,http://kangmoes.com/artikeltip
strik,idemenarikkreatif.definisi/prosesi-pernikahan

Anda mungkin juga menyukai