Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan pasca persalinan merupakan salah satu penyebab utama


kematian ibu di seluruh dunia. Sebagian besar angka kesakitan dan angka
kematian ibu akibat perdarahan pasca persalinan terjadi dalam 24 jam pertama
setelah persalinan yang disebut dengan perdarahan pasca persalinan primer dan
perdarahan abnormal dari jalan lahir 24 jam sampai 12 minggu setelah persalinan
disebut perdarahan pasca persalinan sekunder. Penyebabnya yang tersering adalah
kegagalan uterus berkontraksi secara adekuat, trauma traktus genital, ruptur uteri,
retensi plasenta, atau gangguan perdarahan pada ibu. 1

Persalinan kala III dimulai setelah bayi lahir dan selesai dengan lahirnya
plasenta, biasanya berlangsung 5-10 menit.2 Setelah bayi lahir, uterus akan
berkontraksi secara spontan diikuti dengan penyusutan ukuran uterus serta
berkurangnya tempat bidang implantasi plasenta.3 Adanya penyusutan ukuran
uterus ini akan mengakibatkan plasenta secara mekanik terlepas dari uterus.4

Retensio plasenta merupakan suatu keadaan dimana plasenta tetap


2,3
tertinggal di dalam uterus setengah jam setelah bayi lahir Sebagian besar
penyebab perdarahan pasca persalinan berhubungan dengan retensio plasenta
yang mempengaruhi 0,6-3,3% dari seluruh kelahiran normal.5 Insidennya di Eropa
saat ini sekitar 2-3% sedangkan di Inggris keadaan ini menyebabkan kematian 7
ibu dari 100.000 kelahiran. Keadaan ini apabila tidak ditangani akan
menyebabkan kematian pada ibu oleh karena perdarahan dan sepsis.6

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Retensio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta tetap tertinggal
2,7
dalam uterus setengah jam setelah bayi lahir. Bila sebagian kecil dari plasenta
tertinggal dalam uterus disebut rest placenta yang dapat mengakibatkan
perdarahan postpartum primer maupun sekunder.7

II. EPIDEMIOLOGI

Retensio plasenta menyebabkan 5-10% perdarahan pasca persalinan8 dan


mempengaruhi 0,6-3,3% dari seluruh kelahiran normal. Angka kematian ibu
dengan retensio plasenta masih cukup tinggi, terutama di Negara berkembang.
Penelitian observasional di sebuah pedesaan di India dimana mayoritas ibu
melahirkan di rumah dibantu oleh dukun, terdapat 2 kematian dari 22 ibu dengan
retensio plasenta yang lebih dari 60 menit. Di Rumah Sakit besar yang terdapat di
Nigeria utara, angka kematian ibu sebanyak 3% dari 894 ibu yang dirawat dengan
retensio plasenta dalam perode 3 setengah tahun.5 Insidennya di Eropa saat ini
sekitar 2-3% sedangkan di Inggris keadaan ini menyebabkan kematian 7 ibu dari
100.000 kelahiran.6

III. ETIOLOGI
Penyebab plasenta tertinggal dalam uterus bisa disebabkan karena
perlengketan yang kuat antara plasenta dan uterus. Perlengketan ini terdiri dari
plasenta plasenta akreta, inkreta, dan perkreta. Plasenta akreta yaitu bila
implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch layer, plasenta inkreta yaitu
bila plasenta sampai menembus myometrium, serta plasenta perkreta bila vili
korialis menembus perimetrium. 4,7

Faktor predisposisi terjadinya retensio plasenta diantaranya riwayat


persalinan secara seksio sesarea, riwayat kuretase postpartum, histerektomi dan

2
miomektomi, plasenta previa, ibu berusia lanjut, ablasi endometrium sebelumnya,
embolisasi arteri uterin.7,9

IV. PATOFISIOLOGI

Persalinan kala III dimulai sejak lahirnya bayi dan berakhir saat plasenta
lahir. Pemisahan plasenta biasanya terjadi 5-10 menit2 yang ditandai dengan
perdarahan pervaginam, atau sebagian plasenta sudah terlepas tetapi tidak keluar
pervaginam, sampai akhirnya plasenta lahir.6 Setelah bayi lahir, uterus akan
berkontraksi secara spontan dengan isi yang sudah kosong diikuti dengan
penyusutan ukuran uterus serta berkurangnya tempat bidang implantasi plasenta.
Agar plasenta dapat mengakomodasikan diri terhadap permukaan yang mengecil
ini, plasenta memperbesar ketebalannya namun karena elastisitasnya yang terbatas
maka plasenta terpaksa menekuk. Tegangan yang dihasilkannya menyebabkan
lapisan desidua melemah dan teradi pemisahan plasenta.3 Adanya penyusutan
ukuran uterus ini akan mengakibatkan plasenta secara mekanik terlepas dari
uterus.2 Normalnya, pelepasan plasenta dari uterus terjadi karena adanya belahan
antara desidua basalis dan desidua spongiosa yang difasilitasi oleh kontraksi
uterus yang kuat. Retensio plasenta terjadi ketika proses pemisahan atau proses
pelepasan tidak lengkap.4

V. MANIFESTASI KLINIK & DIAGNOSIS

Jaringan plasenta yang tertinggal dalam uterus akan mencegah uterus


berkontraksi secara adekuat yang menyebabkan atoni uterus dan perdarahan yang
berlebih.4 Retensio plasenta harus dicurigai jika perdarahan berlanjut tanpa
9
adanya laserasi atau atoni yang jelas. Pemeriksaan dengan USG dapat
menunjang diagnosis retensio plasenta apabila ditemukan massa uterus yang
echogenic, terutama pada kasus perdarahan yang terjadi beberapa jam setelah
persalinan.8

3
VI. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan terhadap retensio plasenta dapat dilakukan dengan cara


pengeluaran secara manual. Tangan diletakkan diatas uterus dan jari-jari
digunakan untuk mengeluarkan plasenta dari permukaan uterus.2 Umumnya,
manual plasenta ini merupakan tatalaksana untuk retensio plasenta yang dilakukan
dibawah pengaruh anastesi. Selain itu dapat diberikan oxytocin secara sistemik,
namun sampai sekarang masih kontroversial. Oxytocin diberikan sebagai
profilaksis pada saat persalinan dapat mempengaruhi plasenta lahir dalam 20-40
menit, tetapi tidak memiliki pengaruh terhadap jumlah plasenta yang akhirnya
membutuhkan penanganan manual plasenta.5

4
BAB III

STATUS PASIEN

Tanggal Pemeriksaan : 09-04-2018


Jam : 07.30 WITA
Ruangan : IGD Ponek RSD Madani

IDENTITAS
Nama : Ny. M Nama suami : Tn. D
Umur : 33 tahun Umur : 42 tahun
Alamat : Tibo, Kec.Sindue Alamat : Tibo, Kec.Sindue
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Petani
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

ANAMNESIS
P5 A0 Usia Kehamilan : 38-39 minggu
HPHT : 12-07-2017 Menarche : 10 tahun
TP : 19-04-2018 Perkawinan : Pertama (11 tahun)

Keluhan Utama :
Ari-ari bayi belum lahir

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien masuk ke IGD Ponek RSD Madani dengan keluhan ari-ari belum
lahir yang disertai perdarahan dari jalan lahir terus menerus sejak 2 jam sebelum
masuk rumah sakit setelah melahirkan di Puskesmas yang dibantu oleh bidan pada
jam 05.00 secara normal, ari – ari sempat dilahirkan tapi tidak berhasil. Pasien
juga mengeluh pusing dan nyeri perut, BAK dan BAB terakhir 1 jam sebelum
melahirkan.

5
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya dan pasien tidak memiliki riwayat penyakit tertentu.

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada riwayat penyakit jantung, hipertensi,


DM, maupun asma dalam keluarga

Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan dan makanan.

Riwayat Kontrasepsi :
Pasien tidak memakai alat dan pil kontrasepsi.

Riwayat Obstetri :
a. Hamil Pertama : lahir tahun 2006, cukup bulan, lahir di bantu dukun, jenis
kelamin Perempuan, BB 3200 gram.
b. Hamil kedua : lahir tahun 2007, cukup bulan, lahir di bantu dukun, jenis
kelamin Perempuan, BB 2800 gram.
c. Hamil ketiga : lahir tahun 2008, cukup bulan, lahir di bantu dukun, jenis
kelamin Perempuan, BB 3000 gram.
d. Hamil keempat : lahir tahun 2015, cukup bulan, lahir di bantu bidan, jenis
kelamin Perempuan, BB 2700 gram.
e. Hamil kelima : lahir tahun 2018, cukup bulan, lahir di bantu bidan, jenis
kelamin Perempuan, BB 2800 gram.
Riwayat KB : Pasien tidak pernah menggunakan KB
Riwayat ANC : Pasien sudah memeriksakan kehamilannya di
bidan 4 kali
Riwayat Imunisasi :-

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4M6V5

6
Tanda vital :
Tekanan darah : 100/70 mmHg Suhu : 36,8ºC
Nadi : 116 kali/menit Respirasi : 28 kali/menit

Kepala – Leher :
Konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-), pembesaran
KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-)
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung
dalam batas normal
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung
I/II murni reguler

Abdomen :
I : Tampak cembung
A : Peristaltik usus (+) kesan normal
P : Timpani diseluruh kuadran
P : Nyeri tekan (-)

Pemeriksaan Obstetri :
Leopold I : tidak dilakukan TFU : 1 jari diatas pusat
Leopold II : tidak dilakukan
Leopold III : tidak dilakukan
Leopold IV : tidak dilakukan

Genitalia :
Pemeriksaan Dalam (VT) :
Vulva : tidak ada kelainan Bagian terdepan : tidak ada

7
Vagina : tidak ada kelainan Penurunan : tidak ada
Portio : tebal, lunak UUK : tidak ada
Pembukaan : Ø 3 cm, teraba tali pusat
Ketuban : tidak dapat dinilai
Pelepasan : stosel

Ekstremitas :
Atas : Akral dingin, edema -/-
Bawah : Akral dingin, edema -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium:
WBC : 27,8 x 103/uL
RBC : 2,9 x 106/uL
HCT : 27 %
HGB : 9,2 g/dL
PLT : 235 x 103/uL

RESUME
Pasien masuk ke IGD Ponek RSD Madani dengan keluhan plasenta belum
lahir yang disertai perdarahan dari jalan lahir sejak 2 jam sebelum masuk rumah
sakit setelah melahirkan di Puskesmas yang dibantu oleh bidan pada jam 05.00
secara normal, plasenta sempat dilahirkan tapi tidak berhasil. Pasien juga
mengeluh pusing dan nyeri perut.
Berdasarkan pemeriksaan fisik di dapatkan TD : 100/70 mmHg, N 116
x/m, P 28 x/m, S 36,5 oc, konjugtiva anemis dan akral teraba dingin, pemeriksaan
dalam vagina : teraba tali pusat yang keluar dari ostium uteri eksterna, dengan
pembukaan 3 cm. Pemeriksaan laboratorium: Hb: 9,2 gr/dl

DIAGNOSIS
P5A0 post partum pervaginam + Retensio Plasenta + Anemia

8
PENATALAKSANAAN
- O2 5 Lpm
- IVFD RL
- Masase uterus
- Manual plasenta
- Tranfusi PRC 500cc
- Cefadroxil 3x500mg
- Asam mefenamat 3x500mg

FOLLOW UP
Hari pertama (10 April 2018)
S: Perdarahan per vaginam (+) sedikit, pusing berkurang, nyeri perut (-), mual (-),
muntah (-), BAB (-) BAK lancar.
O: Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran: Compos Mentis, GCS E4M6V5
TD: 120/80 mmHg
N: 84 x/mnt
R: 22x/mnt
S: 36,6
Hb post tranfusi:8,7 mg/dl
A: P5A0 post partum pervaginam + Retensio Plasenta + Anemia
P: IVFD RL 24 tpm
Farbion 1 amp/24 jam
Cefadroxil 3x500mg
Asam mefenamat 3x500mg

Hari kedua (11 April 2018)


S: Perdarahan per vaginam (+) sedikit, pusing (-), nyeri perut (-), mual (-), muntah
(-), BAB (-) BAK lancar.
O: Keadaan Umum: Sakit sedang

9
Kesadaran: Compos Mentis, GCS E4M6V5
TD: 110/80 mmHg
N: 88 x/mnt
R: 20x/mnt
S: 36,7
A: P5A0 post partum pervaginam + Retensio Plasenta + Anemia
P: Cefadroxil 3x500mg
Asam mefenamat 3x500mg
Metronidazole 3x500mg
Pasien rawat jalan

10
BAB IV

PEMBAHASAN

Retensio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta tetap tertinggal


2,7
dalam uterus setengah jam setelah bayi lahir. Penyebab plasenta tertinggal
dalam uterus bisa disebabkan karena perlengketan yang kuat antara plasenta dan
uterus. Normalnya, pelepasan plasenta dari uterus terjadi karena adanya belahan
antara desidua basalis dan desidua spongiosa yang difasilitasi oleh kontraksi
uterus yang kuat. Retensio plasenta terjadi ketika proses pemisahan atau proses
pelepasan tidak lengkap.4

Pada kasus, pasien perempuan P5A0 umur 33 tahun masuk dengan


keluhan plasenta belum lahir sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit setelah
melahirkan secara normal di Puskesmas yang dibantu oleh bidan, plasenta sempat
dilahirkan tapi tidak berhasil. Persalinan kala III dimulai sejak lahirnya bayi dan
berakhir saat plasenta lahir. Pemisahan plasenta biasanya terjadi 5-10 menit2 yang
ditandai dengan perdarahan pervaginam, atau sebagian plasenta sudah terlepas
tetapi tidak keluar pervaginam, sampai akhirnya plasenta lahir.6 Namun pada
pasien ini plasenta tidak lahir lebih dari 30 menit, maka didiagnosis dengan retensi
plasenta.

Pada kasus juga pasien mengalami perdarahan dari jalan lahir secara terus
menerus. Hal ini oleh karenaa adanya jaringan plasenta yang tertinggal dalam
uterus akan mencegah uterus berkontraksi secara adekuat yang menyebabkan
atoni uterus dan perdarahan yang berlebih.4

Pada pasien ini dilakukan tatalaksana masase uterus dan manual plasenta.
Masase uterus bertujuan untuk merangsang kontraksi uterus sehingga dapat
mencegah terjadinya perdarahan. Manual plasenta merupakan cara paling umum
untuk tatalaksana retensio plasenta yang dilakukan untuk mengeluarkan plasenta
yang masih tertinggal di dalam uterus.5

11
Sisa plasenta bisa diduga bila proses persalinan kala III berlangsung tidak
lancar, atau setelah melakukan manual plasenta atau menemukan adanya
kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan
masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi Rahim
sudah baik. Untuk itu harus dilakukan eksplorasi ke dalam uterus dengan cara
manual atau kuret dan pemberian uterotonika. Anemia yang ditimbulkan setelah
perdarahan dapat diberi tranfusi darah sesuai dengan keperluannya. 7

12
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. WHO guidelines for the management of


postpartum haemorrhage and retained placenta. Geneva: WHO. 2009

2. Callahan T, Caughey AB. Blueprints obstetrics and gynecology. Edisi 6.


China: Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer business. 2013.
p.51-52

3. Keman K. Pelepasan Plasenta. In: Saifuddin AB, Rachimhadhi T,


Winkjosastro GH, Editor. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi 4.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011. p.307-309

4. Beckmann CRB, Ling FW, Barzansky BM, Herbert WNP, Laube DW, Smith
RP. Obstetrics and gynecology. Edisi 6. China: Lippincott Williams &
Wilkins, a Wolters Kluwer business. 2010. p.137

5. Weeks AD. The retained placenta. African Health Science 2001 Jan; 1(1) :
36-40

6. Akol AD, Weeks AD. Retained placenta: will medical treatment ever be
possible. Acta Obstetricia et Gynecologyca Scandinavica 2016; 95:501–504

7. Karkata MK. Retensio Plasenta. In: Saifuddin AB, Rachimhadhi T,


Winkjosastro GH, Editor. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi 4.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011. p.526-527

8. Poggi SBH. Postpartum haemorrhage. In: Decherney AH, Nathan L, Laufer


N, Roman AS, Editor. Current diagnosis and treatment obstetrics and
gynecology. Edisi 11. US: Mc Graw Hill. 2013.p. 636

9. Nolan T, Thompson AM. Retained Placenta Tissue. In: Evans AT, Defranco
E, editor. Manual of obstetrics. Edisi 8. Philadelphia: Wolters Kluwer Health.
2014. p.74

13

Anda mungkin juga menyukai