Bab 1-3

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

Di dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita

luka akibat kekerasan, pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat

memberikan kejelasan dari permasalahan sebagai berikut :

a. jenis luka apakah yang terjadi ?

b. jenis kekerasan/ senjata apakah yang menyebabkan luka ?

c. Bagaimana kualifikasi luka itu ?

Pengertian kualifikasi luka disini semata-mata pengertian ilmu

kedokteran forensik, yang hanya baru dipahami setelah mempelajari

pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang

bersangkutan tentang penganiayaan, terutama pasal 351 dan pasal 352

serta pasal 90. 1.

Dalam naskah ini akan dibahas kasus korban hidup dengan luka

bacok dan luka memar akibat trauma tajam dan trauma tumpul, dugaan

penyidik adalah karena penganiyaan. Korban ini mendapat perawatan dan

tindakan di RS. Bhayangkara Makassar disertai dengan Surat Permintaan

Visum (SPV) dari penyidik.

1
VeR: KS.146/ III/ 2013

BAB II

LAPORAN HASIL VISUM et REPERTUM


TRAUMA TAJAM: LUKA BACOK
(KORBAN HIDUP)

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK-MEDIKOLEGAL


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

2
BAB 3

PEMBAHASAN DAN TINJAUAN PUSTAKA

Pada kasus korban perlukaan terutama pada korban hidup, hal yang

terpenting adalah bagaimana seorang dokter memberikan pelayanan

cepat dan tepat terutama memberikan pertolongan segera mungkin tanpa

perlu menanyakan surat permintaan visum. Prinsipnya dokter bekerja

dengan memegang 5 prinsip dasar moral yaitu 2 :

1. Autonomy

2. Beneficence

3. Non-Maleficence

4. Justice dan

5. Honesty

Sehingga dengan kondisi pelayanan apapun dokter akan terhindar dari

suatu kejadian malpraktek dengan memperhatikan unsur 4D yaitu

1. Duty

2. Dereletion of Duty

3. Damage

4. Direct cause of relation ship.

3
Pada korban ini, penerimaan pasien pada pukul satu lewat empat puluh

lima menit (dini hari), dan dengan waktu itu juga pemeriksaan dilakukan.

Hasil anamnesis korban diantar oleh polisi dan temannya. Menurut

pengakuan korban; korban diserang dan dipukul setengah jam yang lalu

pada bagian leher belakang dan beberapa anggota tubuh lainnya oleh

seorang tetangganya dengan menggunakan parang. Dua hari lalu, korban

sempat memarahi anak tetangganya tersebut karena kedapatan

memanjat pagar rumah korban. Sebelum kejadian pemukulan ini, korban

sedang santai bersama temannya sambil minum minuman kopi. Menurut

pengakuan temannya, saat penganiayaan terjadi korban terjatuh satu

kali, tidak ada pingsan ataupun muntah setelah kejadian. Baju yang

dikenakan korban sudah diganti karena saat kejadian banyak bercampur

darah.

Hasil pemeriksaan luar pada kasus ini didapatkan tampak satu luka

terbuka di daerah leher kiri bagian belakang berukuran panjang lima

sentimeter, lebar dua sentimeter dan kedalaman luka merata sepanjang

sejajar kulit. Kedalaman luka tiga koma delapan sentimeter, Ujung kanan

luka terletak dua sentimeter dari garis tengah tubuh bagian belakang dan

dua sentimeter dari batas bawah rambut. Ujung kiri luka terletak delapan

sentimeter dari garis tengah tubuh belakang dan tiga sentimeter dibawah

garis mendatar telinga. Ujung kiri luka runcing, ujung kanan runcing. Tepi

luka rata, tebing luka terdiri dari otot, lemak dan tulang, tidak terdapat

jembatan jaringan, Dasar luka tamapak tulang, terdapat pula perdarahan

4
aktif dan bekuan darah. Apabila luka dirapatkan panjang luka enam

sentimeter dan membentuk satu garis lurus tanpa celah dengan kedua

ujung luka membentuk titik. Sekitar luka bersih tidak ada memar.

Menggunakan kaca pembesar (lup), tampak rambut halus sekitar tepi luka

tidak terpotong dan pada perabaan disekitar luka terdapat krepitasi. Pada

tubuh ditemukan terdapat satu luka terbuka pada lengan bawah kanan

bagian belakang (posterior), berukuran panjang empat sentimeter, lebar

satu koma tiga sentimeter, kedalaman luka merata sepanjang sejajar kulit,

kedalaman luka tiga koma dua sentimeter. Ujung atas luka terletak dua

puluh satu sentimeter dari batas bawah siku kanan sedangkan ujung

bawah luka terletak dua sentimeter dari batas atas pergelangan tangan

kanan. Sudut ujung luka atas lancip dan sudut ujung luka bawah lancip.

Tepi luka rata, tebing luka terdiri dari kulit, otot, lemak, dan tulang. Tidak

terdapat jembatan jaringan. Dasar luka terdiri tulang, terdapat perdarahan

aktif. Apabila dirapatkan panjang luka empat koma tiga sentimeter,

membentuk garis lurus tanpa celah dengan kedua ujung luka membentuk

titik. Sekitar luka bersih tidak ada memar. Perabaan ada krepitasi.

Menggunakan kaca pembesar (lup), tampak rambut halus sekitar tepi luka

tidak terpotong. Lengan bawah kanan tidak dapat digerakkan.

5
Dari deskripsi luka diatas dapat disimpulkan bahwa luka tersebut sesuai

luka bacok dengan ciri-ciri sebagai berikut


Ukuran luka biasanya besar


Tepi luka tergantung pada mata senjata


Sudut luka tergantung pada mata senjata


Hampir selalu mengakibatkan kerusakan pada tulang.


Kadang-kadang memutuskan bagian tubuh yang terkena bacokan. 2

Luka bacok adalah luka yang disebabkan oleh benda bermata tajam atau

agak tumpul, yang berat atau ukurannya besar, akibat suatu ayunan yang

disertai tenaga yang besar seperti luka akibat golok, kapak, clurit,

pedang, sabit, baling-baling kapal, dan lain-lain. Benda-benda ini dapat

memotong, merobek dan menghancurkan tulang. Sedangkan ciri untuk

trauma karena benda tajam adalah:3:

 Tepinya rata

 Sudut luka tajam

 Tidak ada jembatan jaringan

 Sekitar luka bersih tidak ada memar

6
 Bila lokasinya pada kepala maka rambutnya terpotong.

Namun bila melihat secara sepintas, luka pada kasus ini menyerupai

seperti luka iris. Yang membedakannya luka kasus ini dengan luka iris

adalah kedalaman luka merata sepanjang sejajar kulit. Sedangkan ciri

pada luka iris terdapat awal luka, yaitu tempat dimana luka dimulai. Pada

awal luka iris lebih dalam dibandingkan ujung lainnya,yang disebut akhir

luka. Ciri-ciri luka iris adalah :


luka yang panjang tetapi dangkal akibat kekerasan benda tajam

yang sejajar kulit dengan pinggir-pinggir luka yang rapi.


Luka iris ini disebabkan gerakan menyayat dengan benda tajam

seperti pisau atau silet. Karena gerakan dari benda tajam tersebut,

luka biasanya panjang, bukan dalam


Panjang luka lebih besar daripada lebar dan dalamnya luka.


Tepi luka rata


Ujung luka runcing.


Pada luka terdapat awal luka, yaitu tempat dimana luka dimulai.

Pada bagian ini luka lebih dalam dibandingkan ujung lainnya,yang

disebut akhir luka.


Rambut ikut teriris


Tidak ada jembatan jaringan.3

7
Pada kasus ini, selain luka bacok juga ditemukan luka memar pada

kelopak mata sebelah kanan, dengan hasil pemeriksaan yang bermakna

adanya perdarahan dibawah kulit akibat pecahnya atau rusaknya

pembuluh darah. Hal ini menunjukkan adanya trauma tumpul. Hal yang

menjadi perhatian seorang dokter untuk observasi lanjut dan

mengevaluasi keadaan umum, oleh karena didapatkan perdarahan aktif

yang berasal dari arteri carotis yang dibuktikan usaha dep pada pembuluh

darah, namun darah tetap terus memuncrat. gerakan bola mata terbatas,

pupil isokort (sama), refleks cahaya menurun, dengan ketajaman

penglihatan (visus) enam per sepuluh dan adanya perdarahan pada

selaput mata putih.

Dokter tidak bertugas menentukan ada tidaknya penganiyaan. Karena

istilah penganiayaan merupakan istilah hukum yaitu dengan sengaja

melukai atau menimbulkan persaan nyeri pada seseorang. Maka dalam

Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter tidak mencantumkan istilah

penganiyaan, oleh karena sengaja atau tidak, itu urusan hukum. 1

8
Pengertian kualifikasi luka disini semata-mata pengertian ilmu

kedokteran forensik, yang hanya baru dipahami setelah mempelajari

pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang

bersangkutan tentang penganiayaan, terutama pasal 351 dan pasal 352

serta pasal 90.3

Pasal 351

1) penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua

tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah;

2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah

dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun;

3) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama

tujuh tahun;

4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan;

5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 352

1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka

penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan

untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian, diancam

sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama

tiga bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.

9
Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan

kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi

bawahannya.

2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 90

Luka berat berarti :

 Jatuh sakit atau mendapatkan luka yang tidak memberi harapan

akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;

 Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau

pekerjaan pencaharian;

 Kehilangan salah satu panca indera;

 Mendapat cacat berat (verminking);

 Menderita sakit lumpuh;

 Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;

 Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.

Dari pasal-pasal tersebut dapat dibedakan empat jenis tindak pidana,

yaitu :

1. Penganiayaan ringan;’

2. Penganiayaan;

10
3. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat;

4. Penganiayaan yang mengakibatkan kematian.

Oleh karena istilah “penganiayaan” merupakan istilah hukum, yaitu :

“dengan sengaja melukai atau menimbulkan perasaan nyeri pada

seseorang” maka di dalam Visum et Repertum yang dibuat dokter

tidak boleh mencantumkan istilah penganiayaan, oleh karena dengan

sengaja atau tidak itu merupakan urusan hakim. Demikian pula

dengan menimbulkan perasaan nyeri sukar sekali untuk dapat

dipastikan secara obyektif, maka kewajiban dokter dalam membuat

visum et repertum hanyalah menentukan secara obyektif adanya luka,

dan bila ada luka, dokter harus menentukan derajatnya. 1

Luka akibat benda tajam adalah kelaianan pada tubuh yang

disebabkan oleh kontak dengan benda atau alat bermata tajam dan

atau berujunga runcing sehingga kontinuitas jaringan rusak atau

hilang. Benda tajam adalah benda atau alat yang bermata tajam atau

berujung runcing, berujung runcing artinya dapat untuk menusuk atau

mengoyak. Contoh benda tajam yaitu: pisau dapur, pecahan kaca,

silet, pedang, keris, celurit, kapak, belati, biyonet dan sebagainya

hingga keping kaca. 3,4,5

Dengan luka tersebut harus disesuaikan dengan salah satu ketiga

jenis tindak pidana yang telah disebutkan tadi (tindak pidana ke-4,

11
yaitu penganiayaan yang mengakibatkan kematian., dibahas secara

terpisah), yaitu :

1. Penganiayaan ringan;

2. Penganiayaan;

3. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat.

Penganiayaan ringan, yaitu penganiayan yang tidak menimbulkan

penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau

pencaharian; di dalam ilmu kedokteran forensik pengertiannya

menjadi; “luka yang tidak berakibat penyakit atau halangan untuk

menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian”. Luka ini

dinamakan “luka derajat pertama”.

Bila terdapat sebagai akibat penganiayaan seseorang itu mendapat

luka atau menimbulkan penyakit atau halangan di dalam melakukan

pekerjaan jabatan atau pencaharian, akan tetapi untuk hanya

sementara waktu saja, maka luka ini dinamakan “luka derakat kedua”.

Apabila penganiayaan tersebut mngakibatkan luka berat seperti yang

dimaksud dalam pasal 90 K.H.U.P, luka tersebut dinamakan “luka

derajat ketiga”.

Dengan demikian di dalam penulisan kesimpulan visum et repertum

kasus-kasus perlukaan, penulisan kualifikasi luka adalah sebagai

berikut :

12
1. Luka yang tidak mengakibatkan penyakit atau halangan dalam

menjalankan pekerjaan atau jabatan;

2. Luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam

menjalankan pekerjaan atau jabatan untuk sementara waktu;

3. Luka yang termasuk dalam pengertian hukum “luka berat” (pasal 90

K.H.U.P).

Suatu hal yang penting harus diingat di dalam menentukan ada tidak

nya luka akibat kekerasan hanya kenyataan bahwasanya tidak

selamanya kekerasan itu akan menimbulkan bekas luka. Kenyataan

tersebut antara lain disebabkan adanya faktor yang menentukan

terbentuknya luka akibat kekerasan sesuatu benda, yaitu luas

permukaan benda yang bersentuhan dengan tubuh. Bila luas

permukaan benda yang bersentuhan dengan tubuh itu cukup besar,

yang berarti kekuatan untuk dapat merusak menimbulkan luka lebih

kecoil bila dibandingkan dengan benda yang mempunyai luas

permukaan yang mengenai tubuh lebih kecil.

Dengan perkataan lain tidak selamanya kekerasan itu akan

menimbulkan kelainan/luka, sedangkan adanya luka berarti sudah

dapat dipastikan ada kekerasan.

Dengan demikian pula pada kasus perlukaan akan tetapi di dalam

pemeriksaan tidak ditemukan luka, maka di dalam penulisan :

kesimpulan visum et repertum yang dibuat, haruslah ditulis “tidak

13
ditemukan tanda-tanda kekerasan”, dan jangan dinyatakan secara

pasti bahwa pada pemeriksaan tidak ada kekerasan.

Faktor lain yang juga harus diingat adalah faktor waktu, oleh karena

dengan berjalannya waktu maka suatu luka dapat menyembuh dan

tidak ditemukan pada sat dilakukan pemeriksaan. Dalam hal yang

demikian penulisan di dalam kesimpulan visum et repertum juga

berbunyi : “ tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan”. 7,8,18

Kekerasan yang menyebabkan luka dapat dibagi menjadi tiga

golongan , yaitu : luka karena kekerasan mekanik (benda tajam,

tumpul dan senjata api), luka karena kekerasan fisik (luka karena arus

listrik, petir, suhu tinggi dan suhu rendah), dan luka karena kekerasan

kimiawi (asam organik, asam anorganik, kaustik alkali dan karena

logam berat). Selain dari kekerasan yang telah disebutkan tadi,

terdapat pula kekerasan rohani, yang lazimnya disebut trauma psikis,

dimana untuk dapat melakukan penilaian perihal luka ini diperlukan

bantuan ilmu kedokteran jiwa.7,8,9,10,12,13.

Dari penjelasan teori diatas, sehingga dapat disimpulkan

pada kasus ini, kualifikasi luka berdasarkan sudut pandang medis

bahwa cedera menyebabkan penyakit dan dapat menimbulkan maut

atau cacat berat.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Kitab Undang- Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

No. 8 Tahun 1981. p.36


2. Lawrence, G.S. 2011. Multiple Cause of Damage (MCoD) Dasar

Pembuatan Visum et Repertum Korban Hidup. Pertemuan Ilmiah

berkala ke 17, FK-UNHAS 27-29 Januari, Makassar


3. Dix J, Graham M. In Causes of Death Atlas Series. Time Of Death,

Decomposition and Identification. CRC Press. 2000


4. Knight B. In Simpson’s Forensic Medicine. Eleventh Edition.1997
5. Dimaio V, Dimaio D. In Forensic Pathology. Second Edition. CRC

Press. 2001
6. Kitab Undang- Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

No. 8 Tahun 1981. p.36


7. Iserson KV. In Rigor Mortis and Other Postmortem Changes.

(Online). Available at: http://www.deathreference.com/Py-Se/Rigor-

Mortis-and-Other-Postmortem-Changes.html#b [Cited on 21st

Januari 2013]
8. Derrick J. In Postmortem Changes and Time Of Death. Department

of Forensic Medicine University of Dundee. 1995

15
9. Claridge J. In Estimating The Time of Death. (Online). Available at:

http://www.exploreforensics.co.uk/estimating-the-time-of-death.html

[Cited on 21st Januari 2013]


10. Martin L. In Cyanosis. Medscape. (Online). Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/303533-overview [Cited on

21st January 2013]


11. Graham M, In Pathology of Asphyxial Death. Medscape. (Online)

Available at :http://emedicine.medscape.com/article/1988699-

overview#aw2aab6b3. [Cited on 21st January 2013]


12. Jones R. In Forensic Medicine. (Online) Available at :

http://www.forensicmed.co.uk/wounds/sharp-force-

trauma/chopping-wounds/. [Cited on 21st January 2013]


13. O’Conner T. In Forensic Pathology. (Online). Available

at:http://www.drtomoconnor.com/3210/3210lect02a.htm [Cited on

21st January 2013]


14. Dolinak S, Matshes EW. In Forensic Pathology. 2005
15. Prahlow JA. In Forensic Autopsy of Sharp Force Injury. (Online).

Availbale at :http://emedicine.medscape.com/article/1680082-

overview . [Cited on 21st January 2013]


16. Fishman AP. In Shock Lung. American Heart Association. 2003
17. Guharaj PV. In Forensic Medicine. 2nd Edition. 2003

16

Anda mungkin juga menyukai