Anda di halaman 1dari 7

Kulit Geriatri

Pada tahun 2008, 23% populasi penduduk Amerika Serikat berusia 55 tahun ke atas.
Jumlah penduduk berusia di atas 65 tahun diperkirakan akan mencapai angka 71 juta pada
tahun 2030. Peningkatan populasi geriatri ini juga terjadi di Indonesia. Menurut laporan data
penduduk internasional yang dikeluarkan oleh Bureau of the Census USA (1993) dilaporkan
bahwa pada tahun 1990 sampai 2025, Indonesia akan mempunyai kenaikan jumlah usia
lanjut sebesar 414%, yang merupakan angka tertinggi diseluruh dunia. a Perubahan pola
demografis ini membuat topik geriatri menjadi salah satu perhatian utama bagi pelayan
kesehatan di Indonesia.

Dapat kita sadari bahwa usia tua ditandai oleh berbagai kemunduran biologis yang
terlihat sebagai gejala kemunduran fisik, dan salah satunya yang paling sering terlihat
adalah perubahan keadaan kulit. Keadaan ini seringkali menjadi masalah kesehatan yang
cukup serius pada lansia. Menurut studi di Taiwan, masalah kulit tersering pada geriatri
adalah dermatitis, kemudian disusul dengan infeksi jamur, pruritus, dan tumor kulit. b

Penyakit kulit pada lansia timbul karena adanya perubahan fisiologis akibat penuaan.
Dengan mempelajari perubahan kulit lansia baik secara anatomis maupun fisiologis,
sekiranya dapat membantu pelayan kesehatan lebih memahami keadaan kulit lansia dan
memberikan treatment yang tepat.

1. Fisiologi Kulit Normal


Kulit adalah barier fisiologis terhadap lingkungan. Kulit dapat mengalami perubahan
dan kerusakan barier sehingga menyebabkan berbagai keluhan dan penyakit kulit. 1 Kulit
terletak paling luar dari organ tubuh kita dan membatasinya dari lingkungan eksternal tubuh
manusia. Luas kulit orang dewasa adalah 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan
total manusia. Kulit terbagi atas tiga lapisan utama, yaitu lapisan epidermis (kutikel), lapisan
dermis (korium), dan lapisan subkutis (hipodermis). 2
Lapisan epidermis terdiri dari stratum korneum, stratum lusidum, stratum
granulosum, stratum spinosum, dan stratum basalis. Lapisan dermis terdiri dari lapisan
elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis
besar, lapisan dermis dibagi menjadi dua bagian, yakni pars papilare dan pars retikulare.
Lapisan subkutis terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Adneksa
kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, kuku, dan rambut. Kelenjar-kelenjar kulit terdapat di
lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. 2
Kulit memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi proteksi, fungsi absorbsi, fungsi ekskresi,
fungsi persepsi, fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), fungsi pembentukan
pigmen, fungsi keratinisasi, dan fungsi pembentukan vitamin D. 2 Tabel dibawah ini
menunjukkan kelainan yang terjadi jika fungsi fisiologis kulit terganggu. 3
1. TABEL FUNGSI FISIOLOGIS KULIT 3

Fungsi Kulit yang Lapisan Kulit Penyakit Terkait


terganggu
Permeabilitas barrier Epidermis Dermatitis atopik
Displasia ektodermal
Iktiosis
Keratoderma
Dermatitis eksfoliatif
Penyakit yang berkaitan dengan bula
Proteksi dari patogen Epidermis Veruka vulgaris
Dermis Ektima
Selulitis
Leishmaniasis
HIV / AIDS
Tinea pedis dan tinea corporis
Termoregulasi Epidermis Displasia ektodermal
Dermis Raynaud diseases
Hipodermis Hipertermia
Sensasi Epidermis Diabetik neuropati
Dermis Lepra
Hipodermis Pruritus
Neuralgia post-hepatik
Proteksi sinar ultraviolet Epidermis Xeroderma pigmentosum
Albino okulokutaneus
Perbaikan diri dan Epidermis Keloid
regenerasi Dermis Ulser stasis venosis
Pioderma gangrenosum
Tampilan fisik Epidermis Melasma
Dermis Vitiligo
Hipodermis Skleroderma
Lipodistrofi

2. Fisiologi Kulit Lansia

Penuaan adalah proses degeneratif yang progresif terkait dengan penurunan fungsi
maksimal dan kapasitas cadangan dari seluruh organ di dalam tubuh, termasuk kulit. 3
Penuaan kulit secara alami dibagi menjadi penuaan intrinsik dan ekstrinsik. Penuaan
intrinsik atau Intrinsic Aging adalah perubahan yang dialami semua manusia (universal)
secara alami seiring dengan berjalannya waktu yang ditandai terutama oleh adanya
gangguan fungsional, bukan hanya oleh perubahan morfologi pada kulit. Penuaan ekstrinsik
atau Extrinsic Aging adalah kesatuan dari penuaan oleh karena efek eksternal dan juga efek
intrinsik. Hal ini ditandai baik dengan perubahan morfologi dan fisiologi dari kulit. Pada
umumnya penuaan ekstrinsik diakibatkan oleh paparan sinar matahari, atau disebut juga
Photoaging.c

2.1. Tampilan Kulit


Penuaan intrinsik pada kulit umumnya ditandai dengan perubahan kulit yang menjadi
lebih kering, tidak elastis dan pucat dengan tampak kerutan. Sedangkan pada Photoaging,
perubahan pada kulit umumnya dipengaruhi oleh jenis dari warna kulit dan keparahan
pemaparan sinar matahari tersebut. Lokasi kulit yang mengalami perubahan Photoaging
paling sering dijumpai pada wajah dan dorsum tangan. Pada umumnya kulit bukan hanya
lebih kering, akan tetapi muncul lesi hiperpigmentasi yang tidak teratur, dan lebih pudar,
khususnya pada kulit yang lebih gelap. Selain itu juga terlihat alur kerutan yang mendalam
selain kerutan halus. Pada kulit yang lebih pucat, terlihat atrofi dengan telangiektasis
sampai lesi premalignant seperti keratosis aktinik. c

2.2. Epidermis
Fungsi utama dari epidermis adalah memproduksi stratum korneum. Lapisan ini
secara efektif melindungi tubuh kita dari pengeringan serta invasi dari agen eksternal
merugikan. Meskipun berukuran tipis (< 20μm), lapisan ini berfungsi sebagai membran
penghalang yang sangat penting bagi tubuh manusia. Stratum korneum terdiri dari
tumpukan sel korniosit yang jumlahnya berbeda pada setiap lokasi anatomis tubuh. d

Pada kulit lansia, sel korniosit pada stratum korneum kehilangan komponen pengikat
air, contohnya asam amino higrokopis. Hal ini menjadikan kulit lansia lebih kering dan
cenderung mengalami keretakan atau cracking of the skin. Keretakan kulit ini menyebabkan
penurunan ambang sensasi gatal dan menjadi salah satu alasan seringnya terjadi pruritus
pada lansia.d Selain itu, sel korniosit juga kehilangan pola “Basket Weave” sehingga menjadi
lebih tipis dan padat.e
Pada pemeriksaan kulit dasar epidermis (underside of the epidermis in split skin
preparation) usia muda, menunjukan adanya banyak tonjolan yang becabang, lembah dan
kawah yang kompleks dan dalam. Pada lansia, lapisan dasar epidermis menjadi sangat tipis.
Pada preparat, terlihat permukaan yang lebih rata dengan tonjolan-tonjolan yang tampak
sebagai keriput pada kulit lansia. Kemudian, terlihat juga adanya mikrovilli pada kulit usia
muda, akan tetapi berkurang pada kulit lansia.f
Kepadatan sel melanosit menurun 10%
hingga 20% setiap 10 tahun, akan tetapi
bervariasi sesuai dengan lokasi anatomis
kulit tersebut. Selain itu juga terdapat penurunan
sistem imun seluler pada lansia. Hal ini terbukti
dari adanya penurunan produksi sel Langerans oleh
sumsum tulang hingga mencapai 50%.e
Gambar 2.1
Preparat Split-Skin dasar epidermis dari kulit lutut lansia
berusia 58 tahun. Epidermis terlihat lebih rata dengan
beberapa kerutan

Gambar 2.2 Gambar 2.3


Kulit areola mamae berusia 23 tahun Kulit areola mamae berusia 79 tahun

2.2.Dermis

Terjadi penipisan dermis sebanyak 20% yang diakibatkan oleh hilangnya sebagian
besar proteoglikan dan kolagen. Serat elastin pada dermis menjadi berkurang dan
terfragmentasi, khususnya pada bagian kulit yang terpapar sinar matahari. Selain itu juga
adanya penurunan jumlah vaskularisasi yang ditandai dengan hilangnya “capillary loops”
pada dermis. Gangguan ini menyebabkan adanya penurunan reaksi inflamasi, penurunan
kecepatan penyembuhan dan pembersihan material asing. Hal ini juga menjadikan kulit
orang tua lebih pucat.

Berbeda dengan pembuluh darah superfisial, pada umumnya saraf kutaneus tidak
terlalu terpengaruh pada penuaan. Jumlah dari saraf meissner tidak terlalu banyak berubah
dalam bentuk maupun jumlah. Seluruh folikel rambut masih tertanam dan disertai dengan
sensory end organ. Pada lansia dengan kebotakan, folikel rambut telah berdegenerasi dan
mekanisme ujung saraf bebas fokilel telah menyerupai ujung sarah bebas mukokutan. Saraf
disekitar kelenjar ekrin, apokrin, dan laktiferus tidak berubah, walaupun duktus laktiferus
telah mengalami atrofi. Pada beberapa lansia, terjadi degenerasi kelenjar lakrimalis dan
meibom. Degenerasi ini terjadi pada bagian proksimal dari kelenjar akan tetapi saraf tetap
intak pada lapisan kulit tersebut. Pada membrane mukosa genital, saraf kutaneus menjadi
lebih kecil dan beberapa diantaranya menghilang. Hal ini banyak dijumpai pada epitel
vagina dari lansia wanita.

2.3. Adneksa kulit

Rambut menjadi lebih mudah rontok dan kehilangan pigmennya. Rontoknya rambut
ini diakibatkan adanya alopesia androgenetic dan involusi. Alopesia androgenetik dimulai
dari usia sebelum 40 tahun dan dipengaruhi oleh hormon pria dan faktor genetic. Pada pria
dimulai dari kerontokan pada rambut daerah bitemporal, vertex serta frontal. Sedangkan
pada wanita, kerontokan rambut dimulai dari daerah posterior, dan terjadi perubahan
ketebalan rambut menjadi lebih tipis. Pada alopesia involusional, kebanyakan terlihat pada
usia setelah 40 tahun. Ini merupakan sebuah proses dimana terjadi penurunan ukuran
diameter batang rambut dan juga jumlah rambut. Kejadian ini menyebabkan tampakan
rambut yang tipis merata. Timbulnya uban pada rambut disebabkan karena hilangnya
sebagian melanosit yang fungsional di bulbus rambut. Hal ini bertambah seiring dengan
penuaan. Pada usia rata-rata 50 tahun, setengah dari rambut pada tubuh lansia kehilangan
pigmennya.

Ketebalan dan kecepatan pertumbuhan kuku menurun pada lansia. Kuku menjadi
lebih tipis dan rapuh, kadang disertai “longitudinal ridges”/ celah longitudinal.

Kelenjar sebasea/ palit menjadi hipertrofi, walaupun produksi sebum menurun


dengan bertambahnya usia. Hal ini diperkirakan akibat dari penurunan kadar androgen pada
tubuh lansia.

Kelenjar ekrin dan apokrin mengalami penurunan densitas dan mengakumulasikan


lipofuscin yang merupakan suatu pigmen penuaan. Perubahan komposisi kelenjar ini
mengakibatkan adanya penurunan kemampuan termoregulasi. Hal ini terlihat pada lansia
yang lebih rentan terhadap hipertermia.

Epidermis Dermis Adneksa Kulit

Dermal-epidermal junction Atrofi akibat berkurangnya Rambut mengalami


yang mendatar volume dermis depigmentasi dan jumlah
helainya berkurang

Epidermis menipis Jumlah fibroblas dan mastosit Rambut terminal berubah


yang menurun menjadi rambut velus

Jumlah melanosit dan sel Pembuluh darah sedikit dan Lempeng kuku yang abnormal
Langerhans yang menurun capillary loops yang
memendek

Nukleus yang terkadang Jumlah nerve endings yang Jumlah kelenjar kulit yang
tidak berinti lagi abnormal menurun

2.4. Sistem Imun

Sistem imun yang mengalami penuaan ditunjukkan dengan jumlah sel T memori
yang menurun, populasi sel T naive yang mulai menghilang, serta imun humoral dan selular
yang mengalami defek. Proses penuaan juga menyebabkan adanya peningkatan reactive
oxygen species (ROS) di dalam sel, yang memicu stres oksidatif pada sel-sel tubuh. Selain
itu, transfer elektron mitokondria selama fosforilasi oksidatif juga terganggu, sehingga
menyebabkan kebocoran ROS pro-inflamatori ke dalam sitoplasma. Ketidakseimbangan ROS
ini sangat berperan dalam penurunan sistem imun pada penuaan. Hal ini berdampak pada
rentannya lansia terhadap insidens infeksi dan keganasan. 4

2.5. Telomer dan Penuaan


Telomer, bagian terakhir dari kromosom eukariotik, terdiri dari ratusan sekuens DNA
berulang (TTAGGG) pada hampir seluruh mamalia. Selama proses mitosis pada sel somatik,
DNA polimerase tidak dapat bereplikasi pada final base pairs dari setiap kromosom. Hal ini
mengakibatkan pemendekan yang progresif dari setiap tahapan pembelahan sel.
Telomerase, enzim reverse transcriptase yang spesial, dapat mereplikasi bagian akhir dari
kromosom, kecuali pada stem cells dan germline cells, dimana enzim ini diekspresikan
secara normal pada level yang sangat rendah. Telomer dari pasien dengan gejala pre-
mature aging, seperti Werner syndrome (adult progeria), lebih pendek daripada orang
normal lainnya dengan age-matched controls. Pasien dengan gejala defisiensi DNA-repair,
seperti xeroderma pigmentosum, terlihat mengalami peningkatan kecepatan penuaan,
menderita kanker, atau menderita keduanya secara bersamaan. 4

Meskipun pada level rendah, telomerase mampu diekspresikan dalam sel epidermal
secara in vivo. Pada kulit, fibroblas dan melanosit memiliki telomer yang lebih panjang
daripada keratinosit. Penelitian menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil dari telomer
fibroblas, melanosit, dan keratinosit yang terlihat memendek 11-25bp (base pairs) per
tahun. Telomer terlihat sebagai jam biologis yang menentukan proliferasi masa hidup dan
level fungsional sel.4

(gw masih bingung ini masuk subbab mana heheheh)

Penuaan terjadi akibat adanya radikal bebas dan kerusakan kumulatif pada berbagai
biomolekuler, termasuk DNA. Kondisi ini menyebabkan adanya peningkatan kerapuhan sel
dan apoptosis sel. Kulit, seperti halnya berbagai organ tubuh lainnya, akan terpapar radikal
bebas secara terus menerus selama proses metabolisme aerob terjadi. Meskipun kulit
mengandung sejumlah enzim-enzim antioksidan (dismutase superoksida, katalase, dan
glutation perioksida) dan molekul-molekul antioksidan non-enzimatik (vitamin E, koenzim
Q10, askorbat, dan karotenoid), sistem antioksidan ini tidak mampu bekerja secara efektif
dan cenderung memperburuk proses penuaan.

Stres oksidatif berperan dalam mengatur tingkatan dari protein regulator stres,
termasuk hypoxia-inducible factors (HIFs) dan nuclear factor B (NFB). HIFs mempengaruhi
ekspresi gen yang mengatur sel, yaitu metabolisme, kelangsungan hidup, motilitas,
integritas membran dasar, angiogenesis, hematopoiesis, dan berbagai fungsi kehidupan sel
lainnya. HIFs dan NFB mempengaruhi ekspresi dari sitokin proinflamatori, seperti
interleukin (IL)-1, IL-6, vascular endothelial growth factor (VEGF), dan tumor necrosis factor
(TNF)-. Protein-protein ini akan berperan dalam proses regulasi imun dan kelangsungan
hidup sel, menstimulasi ekspresi dari matrix-degrading metalloproteins, dan berkontribusi
penting dalam proses penuaan.

Kerusakan oksidatif juga mempengaruhi telomer. Sebuah hipotesis menyatakan


bahwa terdapat jalur sinyal selular yang diaktivasi oleh kerusakan DNA dan mempengaruhi
bagian terakhir (terminal) dari telomer. Bagian terminal dari rantai telomer 3’ memanjang
melebihi rantai komplementer 5’, meninggalkan rantai tunggal G-rich menggantung. Ketika
pemendekan telomer dan perbaikan telomer yang rusak akibat stres oksidatif, sedang
terjadi, struktur normal pada bagian terminal telomer mengalami kekacauan.

Kerusakan oksidatif juga mempengaruhi protein seluler, dan memicu pembentukan


kelompok karbonil yang multipel (C=O). Protein merupakan target utama proses degradasi
oleh proteasom. Fungsi proteasom juga menurun seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini
menyebabkan adanya akumulasi dari protein rusak yang mengganggu fungsi sel secara
normal.

Mekanisme lain yang juga berperan pada penuaan intrinsik adalah penuaan seluler
(sel senescent), dimana terjadi keterbatasan kemampuan sel untuk membelah. Sel
senescent memiliki telomer yang pendek, ketidakmampuan tumbuh secara ireversibel,
resisten terhadap apoptosis, dan perubahan diferensiasi.

Anda mungkin juga menyukai